ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU
GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Tugas Akhir (Skripsi) Dalam MenyelesaikanPendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh:
MOH. RANGGARA NUGROHO
2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JAKARTA
2010 M / 1431 H
i
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU
GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JAKARTA
2010 M / 1431 H
ii
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU
GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764
iii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul ”Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.
Jakarta, September 2010
Tim Penguji,
Penguji I, Penguji II,
Zulfiandri, S.Kom,MMSI Ditdit N.Utama, MMSI,M.Com NIP. 19700130 200501 1 003 NIP. 19741129 200801 1 006
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir.Bakri La Katjong MT ,M.Kom NIP.470 035 764
Mengetahui,
Zainul Arham ,M.si NIP. 19740730 200710 1 002
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, September 2010
v
ABSTRAK
Moh. Ranggara Nugroho, Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan (Studi Kasus : Situ Gintung). (Dibawah Bimbingan Bakri La katjong dan Zainul Arham).
Sistem Informasi Geografi adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah dan menganalisis dan menghasilkan data yang bereferensi geografis atau geospatial untuk pengambilan keputusan. SIG menampilkan data berupa peta-peta digital sehingga data mudah dianalisis dan tidak mudah rusak hal ini tentu berbeda dengan data yang berupa lembaran kertas atau peta-peta non digital. Hal ini tentu saja memudahkan si pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Pada penelitian ini peneliti membuat analisis areal lahan di Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan dengan menampilkan peta jarak aman, lahan Existing baik peta jalan, pemukiman, lahan hijau dan jenis tanah di wilayah Situ Gintung. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi sistem informasi geografis areal lahan Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan adalah : studi pustaka, observasi, dan metode pengembangan SIG yang meliputi konsep, analisis, pengumpulan materi, pemetaan area lahan, dan implementasi. Dalam hal ini SIG bertujuan membantu menginformasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mengetahui areal Situ Gintung, jarak bebas pembangunan pemukiman menurut peraturan pemerintah dan penggunaan lahan eksisting.
Kata Kunci :Analisi Kritis, Daerah Alir Sungai (DAS), Situ Gintung, Ciputat Tangerang Selatan
Referensi :10 Buku (1993 – 2007)
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Penguasa alam jagat raya ini yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang yang sayangnya tiada akan pernah terbilang. Dan berkat kasih sayangNya pulalah penulis dapat mengerjakan skripsi ini. Shalawat serta salam kecintaan hanya tercurahkan kepada
insan budiman manusia pilihan, Nabi besar kita Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya baik didunia maupun diakherat kelak. Amin.
Setelah berusaha keras akhirnya atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Bapak Bakri La Katjong, MT, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing satu. 3. Bapak Zainul Arham, M.Si, selaku Pembimbing dua.
4. Bapak A’ang Subiyakto, M.Kom sebagai Ketua Program Studi Sistem Informasi
5. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI sebagai Sekretaris Progam Studi Sistem Informasi, beserta staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
7. Papa (Alm) dan Mama serta kedua abangku tercinta dan ponakanku yang lucu, yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada henti-hentinya.
8. Buat temen–temen SI’04B angkatan 2004 beserta teman-teman seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Atas dasar itulah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak jika terdapat kesalahan yang kurang berkenan
dihati. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, September 2010
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul... i
Halaman Persetujuan Pembimbing... ii
Halaman Pengesahan Ujian... iii
Halaman Pernyataan... iv
2.1.1 Pengertian Sistem... 9
2.1.2 Pengertian Informasi... 11
2.2 Sistem Informasi Geografi... 12
ix
2.2.2 Data Raster... 17
2.2.3 Data Vektor... 18
2.2.4 Definisi Buffering... 19
2.2.5 Geomorologi... 23
2.2.6 Lahan Potensial dan Lahan Kritis... 27
2.2.7 Persebaran Lahan Potensial dan Lahan Kritis... 36
Bab III Metodologi Penelitian... 53
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53
3.4.1 Metode Penelitian..……….. 55
3.4.2 Metode Pelaksanaan.……… 57
Bab IV Hasil dan Pembahasan... 59
4.1 Profil Instani………... 59
4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)... 59 4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane... 60
4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane... 62 4.1.4 Tujuan dan Sasaran... 63
4.1.5 Strategi dan Kebijakan... 64 4.1.6 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung Cisadane...
x
4.2 Wilayah Situ Gintung... 66
4.3 Pembahasan... 68
4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas... 68
4.3.2 Lahan Existing... 78
4.4 Rencana Pembangunan... 84
Bab V Penutup 85 5.1 Kesimpulan... 85
5.2 Saran... 85
Daftar Pustaka... 86
Lampiran Lampiran 1 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada Dinas Pekerjaan Umum... xv Lampiran 2 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada Kelurahan Cireundeu... xvi Lampiran 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum... xvii
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kelas Kemampuan Lahan, Sifat, dan Resiko Ancaman... 29
Tabel 2.2 Butir Batuan dan Diameternya….…... 31
Tabel 2.3 Kemiringan Lereng ……….. 38
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Komponen-Komponen GIS... 14
Gambar 2.2 Sumber Data Sistem Informasi Geografis... 16
Gambar 2.3 Profil Tanah………... 27
Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial... 34
Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis... 36
Gambar 2.6 Penyebab terjadinya lahan kritis... 47
Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (konservasi tanah)... 48
Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi... 57
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane…...…. 65 Gambar 4.2 Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu….………….. 66
Gambar 4.3 Menu Add Theme………. 69
Gambar 4.4 Peta Areal Situ Gintung... 70
Gambar 4.5 View (Properties).……….. 71
Gambar 4.6 Menu View Properties... 72
Gambar 4.7 Line Yang Sudah Berubah Warna... 73
Gambar 4.8 Create Buffers………..…... 74
Gambar 4.9 Create Buffers “the features of a theme”... 75
Gambar 4.10 Create Buffers “at a specified distance”...... 75
Gambar 4.11 Create Buffers “a new theme”... 76
Gambar 4.12 Hasil Buffers... 77
Gambar 4.13 Lahan Existing ”jalan ”... 78
xiii
Gambar 4.15 Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a………
80
Gambar 4.16 Hasil Buffering Menurut Topografi.……….. 81
Gambar 4.17 Potongan Situ Gintung....………... 82
Gambar 4.18 Jenis Tanah... 83
Gambar 4.19 Rencana Pembutan Gorong-gorong ... 84
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah merambah di semua aspek kehidupan di seluruh dunia, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan komputer dalam dunia pendidikan dan kerja yang sudah tidak asing lagi. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi si pengguna dalam memenuhi kebutuhan akan informasi. Salah satu contoh kemajuan teknologi informasi di bidang geografi adalah Sistem Informasi Geografi (SIG).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi di permukaan bumi.
2
Perkembangan teknologi saat ini telah banyak membantu manusia dalam mengerjakan pekerjaan mereka sehingga menjadi lebih mudah, cepat dan hasil yang memuaskan.
Situ Gintung sebagai bagian dari sistem aliran Sungai Ciliwung Cisadane di bangun sejak tahun 1932 hingga 1933 oleh Belanda Pemanfaatan Situ Gintung adalah untuk kebutuhan air masyarakat, perikanan, pengendali banjir dan wisata.
Tetapi pada tanggal 27 Maret 2009 tanggul Danau gintung jebol dengan kronologi sebagai berikut:
3
Tanggal 26 maret 2009 :
1. Pukul 14.00 WIB turunhujan deras disertai angin.
2. Pukul 16.00 WIB hujan makin deras disertai butiran es melanda wilayah selatan Jakarta yang mengakibatkan air Situ Gintung penuh.
3. Pukul 23.00 WIB warga mulai mendengar suara gemuruh dari arah tanggul di Situ Gintung dan sejumlah warga mulai berbenah karena takut tanggul akan jebol.
Tanggal 27 maret 2009 :
1. Pukul 00.00 WIB – 01.00 WIBtanggul di sisi utara mulai retak. 2. Pukul 03.00 WIB – 04.00 WIB tanggul yang dijadikan jembatan
yang dibangun Belanda tahun 1930-an tidak mampu menahan air dan akhirnya jebol. Air bah menerjang RT.02, RT.03, RT.04 yang berada di RW.08 Kampung Poncol, Situ Gintung, Cireundeu, Ciputat, Tangerang.
3. Pukul 04.00 WIB air mulai bertambah tinggi, warga mengungsi, ada yang naik ke atap rumah. (sumber BBMG Wilayah II Kampung Utan Ciputat)
4
saya tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN” untuk sebagai bahan informasi untuk mendukung penataan lahan Situ Gintung bagi pemerintah kota Tangerang
khususnya Dinas PU (Pekerjaan Umum)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan penulis lakukan kemukakan adalah:
1. Bagaimana merancang GIS yang bisa menggambarkan kondisi fisik areal Situ Gintung dan sekitarnya.
2. Bagaimana GIS tersebut dapat menjadi penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasi-lokasi peruntukan:
- Areal Situ Gintung.
- Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap pemukiman menurut peraturan pemerintah.
- Penggunaan lahan eksisting.
1.3. Batasan Masalah
5
1. Layout hasil aplikasi pada ArcView
2. Informasi yang di tampilkan hanya sebatas hasil buffering yang terdapat disekitar Situ Gintung.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan
Tujuan dilaksanakan skripsi ini adalah:
- Menghasilkan GIS penggunaan lahan pemukiman yang menggunakan ketentuan jarak bebas yang ditentukan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) no. 63 tahun 1993 pasal 10 bagian a, berdasarkan kemiringan topografi, pemukiman dan vegetasi.
1.4.2. Manfaat
a. Manfaat untuk mahasiswa adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu sistem informasi.
2. Untuk memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Fakultas Sains Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sistem Informasi.
6
4. Membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan masalah yang sebenarnya dilapangan.
b. Manfaat untuk Masyarakat adalah :
1. Menyediakan informasi bagi masyarakat dalam hal pembangunan sekitar areal Situ Gintung.
2. Menyediakan informasi mengenai data tata lahan maupun laporan yang dibutuhkan baik tingkat masyarakat.
c. Manfaat untuk Universitas adalah :
1. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menguasai materi yang diberikan.
2. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menerapkan ilmu-ilmu yang bersifat teori dan sebagai evaluasi terhadap materi yang telah diberikan.
1.5. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data meliputi
1. Lokasi Penelitian: Situ Gintung 2. Pengumpulan data:
b. Data Primer, meliputi: wawanacara dengan key-person, participant observation, dan cognitive mapping.
7
digital.
3. Modelling dan Overlay dengan menggunakan program GIS ArcView 3.3
4. Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori atau konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 5 bab yang digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan dan hipotesis.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat teori yang mendukung penyusunan dan penulisan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
8 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang analisa kebutuhan sistem, perancangan sistem serta implementasi sistem yang dibuat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem
Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan
saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai
suatu tujuan. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam
suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
Sistem menurut para ahli (Barus dan Wiradisastra, 1996):
a. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam
suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan
lingkungan.
b. Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat
hubungan satu sama lain.
c. Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang
terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu
10 Syarat-syarat sistem :
1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
3. Adanya hubungan diantara elemen sistem.
4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material)
lebih penting dari pada elemen sistem.
5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.
Secara garis besar, sistem dapat dibagi dua:
a. SISTEM FISIK (PHYSICAL SYSTEM ):
Kumpulan elemen-elemen/unsur-unsur yang saling berinteraksi
satu sama lain secara fisik serta dapat diidentifikasikan secara
nyata tujuan-tujuannya.
Contoh:
- Sistem transportasi, elemen : petugas,mesin, organisasi
yang menjalankan transportasi
- Sistem Komputer, elemen : peralatan yang berfungsi
11 Sistem yang dibentuk akibat terselenggaranya ketergantungan
ide, dan tidak dapat diidentifikasikan secara nyata, tetapi dapat
diuraikan elemen-elemennya.
2.1.2 Pengertian Informasi
Informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat
menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanan pengamatan dan
pengumpulan data, kemudian untuk penyimpanan dan analisis data, termasuk
penggunaan informasi yang diturunkan ke beberapa proses pembuatan
keputusan. Kualitas dari suatu informasi (quality of nformation) tergantung
dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya
(timeliness) dan relevan (relevance).
a. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan
dan tidak menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus
jelas mencerminkan maksudnya. Informasi harus akurat karena
dari sumber informasi sampai ke penerima informasi
kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat
merubah atau merusak informasi tersebut.
b. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada
12 tidak akan mempunyai nilai lagi. Karena informasi merupakan
landasan di dalam pengambilan keputusan, apabila terlambat
dalam pengambilan keputusan, maka akan berakibat fatal.
Dewasa ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus
cepatnya informasi tersebut untuk didapat, sehingga diperlukan
teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkan, mengolah
dan mengirimkannya.
c. Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk
pemakainya. Relevan informasi untuk tiap-tiap orang satu
dengan yang lainnya berbeda.
Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif
dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Akan tetapi perlu diperhatikan
bahwa informasi yang digunakan di dalam suatu sistem informasi geografis
umumnya digunakan untuk beberapa kegunaan. Sehingga tidak
memungkinkan dan sulit untuk menghubungkan suatu bagian informasi pada
suatu masalah yang tertentu dengan biaya untuk memperolehnya, karena
sebagian besar informasi dinikmati tidak hanya oleh satu pihak di dalam
perusahaan. Lebih lanjut sebagian besar informasi tidak dapat persis ditaksir
keuntungannya dengan suatu nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai
13 2.2 Sistem Informasi Geografi
2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografi (SIG)
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi
Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan
menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota,
dan pelayanan umum lainnya.
Dan merupakan sistem infomasi berbasis komputer yang
menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta
tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah,
memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk
menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan. Dengan
definisi ini , maka terlihat bahwa aplikasi SIG dilapangan cukup luas terutama
bagi bidang yang memerlukan adanya suatu sistem informasi tidak hanya
menyimpan, menampilkan, dan menganalisa data atribut saja tetapi juga unsur
geografisnya seperti PT. Telkom, Pertamina, Departemen Kelautan,
14 Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabunagan dari dua suku kata,
yaitu Geo yang berarti bumi dan Graphien yang berarti lukisan. Dengan
demikian jika diartikan, maka geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan secara
luas, yatiu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas
dalam hubungannya dengan keruangan (Prahasta, 2002).
Gambar 2.1. Komponen-komponen GIS (Prahasta, 2002)
1. Orang yang menjalankan sistem meliputi mengoperasikan,
mengembangkan bahkan memperoleh Manfaat dari sistem. Kategori
orang yang menjadi bagian dari SIG ini ada beragam, misalnya
operator, analis, programmer, database administrator bahkan
15 2. Aplikasi merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan,
klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable
dan sebagainya.
3. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data
atribut.
4. Data grafis/spasial ini merupakan data yang merupakan representasi
fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koodinat) lazim
berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari
interpretasi data-data tersebut.
5. Sedangkan data atribut misalnya data sensus penduduk, catatan survei,
data statistik lainnya. Kumpulan data-data dalam jumlah besar dapat
disusun menjadi sebuah basisdata. Jadi dalam SIG juga dikenal adanya
basisdata yang lazim disebut sebagai basisdata spasial
(spatialdatabase).
6. Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus
dan memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,
analisis dan penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak
ini cukup beragam, misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info,
TNT Mips (MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan
16 7. Perangkat keras ini berupa seperangkat komputer yang dapat
mendukung pengoperasian perangkat lunak yang dipergunakan.
Dalam perangkat keras ini juga termasuk didalamnya scanner,
digitizer, GPS, printer dan plotter.
INPUT DATA
Gambar 2.2. Sumber Data Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2002)
Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diperoleh dari
beberapa sumber yaitu:
Peta adalah gambar atau lukisan pada kertas, dan sebagainya yang
menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya; denah;
representasi melalui gambar dari suatu daerah yang menyatakan sifat-sifat
seperti batas daerah, sifat permukaan. Peta dalam arti luas adalah sebuah alat
peraga, bisa berupa gambar tentang tinggi rendahnya suatu daerah (topografi),
penyebaran penduduk, curah hujan, penyebaran batuan (geologi), penyebaran
17 ruang. Sedangkan pengertian peta dalam arti sempit (konvensional) adalah
gambar dari permukaan bumi, dalam skala tertentu dan digambarkan di atas
bidang datar melalui sistem proyeksi.
Adapun fungsi dari peta adalah :
a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam
hubungannya dengan tempat lain) di permukaan bumi.
b. Memperlihatikan ukuran, karena melalui peta dapat diukur luas daerah
dan jarak di atas permukaan bumi.
c. Memperlihatkan atau menggambarkan bentuk-bentuk permukaan
bumi.
d. Menyajikan data tentang potensi suatu daerah.
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data
spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang
dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial
merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya
berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi
menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data
vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat
18 yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan
dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area
(Prahasta, 2002)
2.2.2 Data Raster
Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data
spasial dengan menggunakan struktur matriks atau pixel-pixel yang
membentuk grid. Kumpulan pixel-pixel yang menggambar suatu obyek
spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap pixel dalam dataset raster
mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang
terdapat dalam satu pixel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data
atribut (informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, dan pemukiman) dan
koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut. Data
spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan
dengan unsur-unsur obyek spasialnya (peta). Akurasi model data ini
tergantung pada resolusi atau ukuran dari pixelnya (sel/grid) yang mewakili
luasan di permukaan bumi. Memori yang digunakan untuk model raster ini
cukup besar. Data berbentuk raster terdiri dari citra satelit, foto udara, dan
19 kebentuk digital dahulu dengan menggunakan scanner atau perangkat lain
(Prahasta, 2002).
2.2.3 Data Vektor
Data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis
atau area (polygon). Bentuk-bentuk tersebut didefinisikan oleh sistem
koordinat cartesian dua dimensi (x,y). Representasi vektor suatu obyek
spasial merupakan suatu usaha menyajikan obyek sesempurna mungkin.
Untuk itu, dimensi koordinat diasumsikan bersifat kontinyu (tidak
dikuantisasi sebagaimana pada model data raster) yang memungkinkan semua
posisi, panjang dan dimensi didefinisikan dengan presisi. Data vektor tidak
memerlukan memori yang besar. Data model vektor terdiri dari peta-peta dan
peta tersebut harus dikonversikan dahulu kedalam bentuk digital dengan
menggunakan scanner (Prahasta, 2002).
Faktor-faktor penunjang kesuksesan SIG antara lain :
a. Set data, digunakan untuk merepresentasikan sesuatu tentang
dunia nyata pada suatu saat.
b. Organisasi data, mengorganisasikan data ke dalam suatu
20 c. Pemilihan model, menggambarkan obyek atau fenomena yang
ada di dunia dan memprediksi bagaimana suatu kejadian alam
terjadi.
d. Kriteria, digunakan untuk mengevaluasi model yang nantinya
menunjukkan tingkat kegunaan dari user untuk membuat
keputusan
2.2.4 Definisi Buffering
Buffering merupakan salah satu analisis spatial yang sering digunakan
dalam SIG. Buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan
pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu
kepentingan analisis spasial. Buffer dapat dilakukan untuk tipe feature
polygon, polyline maupun point. Pembuatan buffer membutuhkan penentuan
jarak dalam satuan yang terukur (meter atau kilometer). Fungsi buffer sering
digunakan untuk membuat penyangga dengan suatu jarak tertentu pada feature
titik, garis maupun polygon yang diseleksi. Hasil dari bufer ini dapat berupa
garis atau feature polygon. Feature yang dipilih untuk dibuffer dapat lebih dari
satu layer dan dapat lebih dari satu tipe feature. Jika lebih dari satu feature di
pilih untuk dibuffer maka buffer yang terpisah akan dibentuk untuk setiap
pilihan feature (Nuarsa, 2004).
21 1. Mudah dilakukan pembuatan buffering berdasarkan feature
yang diseleksi.
2. Memberikan banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai
aplikasi.
3. Proses buffering tidak membutuhkan waktu yang lama.
b. Kekurangan dari metode ini yaitu:
1. Buffering tidak dapat dilakukan untuk beberapa layer secara
langsung, sehingga proses buffering dilakukan satu per satu. 2. Hasil dari beberapa buffering membutuhkan penyusunan atau
pengaturan agar layer tidak tumpang tindih, dalam hal ini tidak
terjadi secara otomatis.
c. Aplikasi Buffering dan Manfaatnya
1. Menentukan batas kewenangan kabupaten yaitu 3 mil dari
garis pantai serta batas kewenangan propinsi yaitu 12 mil agar
tidak terjadi kekeliruan dalam pemanfaatan sumberdaya serta
tidak menimbulkan konflik baik dalam masyarakat atau
pemerintah terkait dengan pemanfaatan ganda.
2. Membuat zona inti, zona penyangga atau zona pemanfaatan
berdasarkan suatu jarak untuk suatu kawasan Daerah
22 masyarkat dapat mengetahui daerah yang diperuntukan untuk
perlindungan dan pemanfaatan.
3. Memprediksi daerah yang rawan banjir sehingga dapat segera
mengevakuasi warga berada pada kawasan rawan banjir.
4. Mengetahui penyebaran bahan pencemar dari daerah pesisir
atau bahan berbahaya dan beracun dengan mengestimasi jarak
atau radius dari bahan pencemar yang telah tersebar di
perairan. Sehingga dapat menghasilkan keputusan secara cepat
dalam mencegah warga untuk tidak mengkonsumi ikan di
daerah tersebut.
5. Mengestimasi luasan tumpahan minyak kapal tanker dengan
suatu radius tertentu sehingga dapat diketahui daerah mana
yang terkena tumpahan minyak.
6. Melakukan ekspansi sektor di suatu kawasan baik di pesisir
dan laut sehingga tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang
ganda antara dua kepentingan yang berbeda.
7. Menghitung luas kerusakan mangrove dengan misalnya
mangrove ditebang pada radius 100 meter dari garis pantai
yang ada dengan mengimplementasikan fungsi bufer yang ada
pada aplikasi GIS pada masing-masing garis pantai yang
23 8. Mengestimasi daerah yang rawan atau berpotensi terkena
tsunami dengan menerapkan fungsi bufer misalnya pada radius
50 km dari garis pantai sehingga dapat merencanakan
permukiman penduduk yang aman dari tsunami.
2.2.5 Geomorfologi
Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang
terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos
(knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut,
maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang
bentuk-bentuk permukaan bumi. Namun, Geomorfologi bukan hanya mempelajari
bentuk-bentuk muka bumi, tetapi lebih dari itu mempelajari material dan
proses.
Berdasarkan pada pengertian Geomorfologi diatas, secara singkat
dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi membicarakan tentang bentuk lahan
dan proses yang terjadi di permukaan bumi termasuk pergerakan material, air
dan drainase serta faktor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik.
Secara singkat berikut ini disajikan mengenai beberapa definisi geomorfologi
24 1) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi tentang bentuk
lahan.
2) Dinyatakan bahwa geomorfologi adalah studi mengenai
bentuklahan dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses
perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
3) Disebutkan bahwa geomorfologi adalah ilmu pengetahuan
tentang bentuk lahan.
4) Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi yang
menguraikan bentuklahan dan proses yang mempengaruhi
pembentukannya serta mengkaji hubungan timbal balik antara
bentuklahan dengan proses dalam tatanan keruangannya.
5) Bentuk lahan adalah menjadi sasaran Geomorfologi bukan
hanya daratan tetapi juga yang terdapat di dasar laut (lautan).
Dengan demikian obyek kajian dari Geomorfologi berdasarkan
definisi-definis tersebut adalah bentuklahan, bukan hanya sekedar
mempelajari bentuk-bentuk yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan
bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa terjadi, proses apa yang
mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Misalnya, dalam
mempelajari pegunungan, lembah-lembah atau bentukan-bentukan lain yang
ada di permukaan bumi, bukan hanya mempelajari dalam arti mengamati serta
25 menganalisa bagaimana bentukan itu terjadi. Dalam hal ini kita harus
berhati-hati, karena pada bentukan yang tampak sama, ada kemungkinan latar
belakang pembentukan dan kejadiannya tidak sama, bahkan sangat berbeda
sekali. Umpamanya suatu deretan pegunungan, mungkin terjadi karena
pelipatan kulit bumi, patahan, mungkin juga karena hasil pengerjaan erosi
yang demikian hebat, sehingga menimbulkan relief permukaan bumi yang
bervariasi, dan penyebab lainnya.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa Geomorfologi adalah mempelajari bentuklahan (landform),
proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami
oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang
terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan
dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan
lingkungan. Di samping itu, juga menelaah dan mengkaji bentuklahan secara
deskriptif, mempelajari cara pembentukannya, proses alamiah dan ulah
manusia yang berlangsung, pengkelasan dari bentuklahan serta cara
pemanfaatannya secara tepat sesuai dengan kondisi lingkungannya.
26 Dalam mempelajari geomorfologi secara baik diperlukan secara baik
dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi
serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses
dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka
bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic
cycles), yang meliputi pembentukan daratan oleh tenaga dari dalam bumi
(endogen), proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau tenaga
eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi),
dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya
merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam sekala waktu sangat lama.
Geomorfologi bukan hanya sekedar mempelajari bentuklahan yang
tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa
terjadi, proses apa yang mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka
bumi. Jadi meliputi bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan
pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang
dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera
serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam
tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Jadi proses-proses
geomorfologi mempelajari ekologi bentang lahannya yang tersusun atas
batuan, bentuklahan, tanah, vegetasi, penggunaan lahan, dan lain-lain. Dengan
27 fisiografi, dan proses geomorfologi yang menjadi faktor yang tidak dapat
diabaikan dalam perubahan bentuklahan. Konsep dasar Geomorfologi perlu
dipahami secara baik untuk mempelajari Geomorfologi dalam membantu
mengenal dan menganilasa kenampakan bentuklahan di permukaan bumi,
sehingga pada akhirnya dapat mengenal peristilahan baik secara deskriptif
maupun secara empiris, terutama nanti dalam melakukan klasifikasi
bentuklahan.
Geomorfologi mempunyai peran dan terapan dalam survei dan
pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan,
keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis
medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen (Suprapto,
2001).
Analisis
Analisis didefinisikan bagaimana memahami dan menspesifikasi dengan
detail apa yang harus dikerjakan oleh sistem (Al Fatta, 2007).
28 Selama ini orang beranggapan bahwa tanah sama pengertiannya
dengan lahan. Padahal menurut konsep geografi, lahan dan tanah memiliki
perbedaan yang mendasar.
Tanah dalam bahasa Inggris disebut Soil. Tanah adalah suatu benda
fisis yang berdimensi tiga, terdiri dari lebar, panjang, dan dalam, merupakan
bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan lahan dalam bahasa Inggrisnya
land. Lahan adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan
dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup
manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air.
Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia. Jadi
kesimpulannya, pengertian lahan lebih luas dari tanah. Tanah mempunyai
susunan lapisan tanah atau disebut juga propil tanah.
29 Horison O merupakan horison organik. Terdapat pada tanah
bervegetasi. padat (hutan primer) yang belum diganggu oleh kegiatan manusia.
Horison A merupakan campuran mineral dan organik. Disebut
horison eluviasi (pencucian), karena pada horison ini banyak mineral dan organik yang tercuci.
Horison B disebut juga horison iluviasi (penimbunan), karena tempat penimbunan mineral dan organik dari horison A.
Horison C, lapisan batuan induk yang belum banyak mengalami proses pelapukan.
Horison R, batuan induk yang sama sekali belum mengalami proses pelapukan.
1. Pengertian Lahan Potensial
Lahan Potensial adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Dalam arti sempit lahan potensial selalu dikaitkan dengan produksi pertanian,
yaitu lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun
dengan biaya pengelolaan yang rendah. Tetapi dalam arti luas, lahan potensial
dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia, yaitu lahan yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga
potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut
30 suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk
permukiman, pariwisata, atau kegiatan lainnya.
2. Pengertian Lahan Kritis
Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara
fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis.
Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan
tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat
dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan
tersebut (Sitanala, 2006).
Berikut ini disajikan tabel yang menghubungkan, kelas kemampuan lahan dan
resiko ancaman/hambatan.
Tabel 2.2: Kelas kemampuan lahan, sifat, dan resiko ancaman (Hardjowigeno, 2002).
Kelas Topografi Sifat Lahan Resiko Ancaman
I Hampir Datar Pengairan baik, mudah diolah, kemampuan menahan air baik, subur dan respon terhadap pupuk.
Ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir
31 IV Lereng Miring
Dan Berbukit
Lapisan tanah tipis, kemampuan menahan air rendah, kandungan garam natrium tinggi
Sangat mudah tererosi dan sering banjir
V Datar Tidak cocok untuk pertanian, tanahnya berbatu-batu
VII Lereng Curam Tanah berbatu, hanya untuk padang rumput
Berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah
Tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai dibiarkan (alami)
1. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari sudut Pertanian
(Hardjowigeno, 2002).
a. Ciri-ciri Lahan Potensial Untuk Pertanian 1) Tingkat Kesuburan Tinggi
Lahan yang subur adalah lahan dengan tanah yang banyak
mengandung mineral untuk kebutuhan hidup tanaman. Hal ini sangat
tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Untuk tanaman
biji-bijian banyak membutuhkan mineral posfor, untuk tanaman sayuran
membutuhkan mineral zat lemas (N2), dan tanaman umbi-umbian
32 optimal harus disesuaikan, antara jenis mineral yang dikandung lahan
dengan jenis tanaman yang akan diusahakan.
2) Memiliki Sifat Fisis yang Baik
Lahan yang memiliki sifat fisis baik adalah lahan yang daya serap air
dan sirkulasi udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini
ditunjukkan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah
sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk
tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah pasir, lanau (debu), dan
lempung (tanah liat). Berasarkan ukuran partikel batuan, perhatikan
tabel 2.3. Tekstur tanah berpengaruh terhadap daya serap dan daya
tampung air. Tanah lempung teksturnya sangat halus, mudah
menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir
mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya. Tekstur tanah yang
ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Tekstur
tanah geluh terdiri dari dua macam tanah, yaitu tanah lanau (20%
lempung, 30-50% lanau dan 30-50% pasir) dan tanah lanau berpasir
(20-50% lanau/lempung, 50-80% pasir). Struktur tanah adalah sifat
fisis tanah yang dikaitkan dengan cara partikel-partikel tanah
berkelompok. Struktur tanah ini berpengaruh terhadap pengaliran air
33 Tabel 2.3. Butir batuan dan diameternya (Hardjowigeno, 2002).
No. Nama Butir Batuan Diameter (dalam mm)
1.
3) Belum Terjadi Erosi
Terjadinya erosi pada suatu lahan akan menyebabkan berubahnya
lahan potensial menjadi lahan kritis. Lahan yang telah mengalami
erosi, tingkat kesuburannya berkurang, sehingga kurang baik untuk
pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan lahan tanah yang paling
atas terkelupas. Sisanya tinggal tanah yang tandus, bahkan sering
merupakan batuan yang keras (padas). Proses erosi yang kuat sering
dijumpai di daerah pantai, akibat abrasi (pengikisan oleh gelombang
laut) dan di daerah pegunungan dengan lereng terjal serta miskin
tumbuhan. Erosi di pegunungan akibat adanya longsor dan soil creep
34 b. Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian
1) Tidak Subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak
subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi
dan banjir).
2) Miskin Humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan
lahan pertanian, karena tanahnya kurang subur. Tanah Humus adalah
tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah
membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang
tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang
miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau
jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya
rusak.
2. Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari Sudut
Permukiman (Hardjowigeno, 2002).
35
1) Daya Dukung Tanah Besar
Artinya memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam ton tiap
satu meter kubik. Jadi bila didirikan bangunan di atasnya tidak amblas.
2) Fluktuasi Air Baik
Artinya memiliki kedalaman air tanah yang sedang. Fluktuasi air
berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, jika air tanahnya dangkal
maka keadaan di atasnya lembab dan jika air tanahnya dalam maka
keadaan di atasnya gersang (kering/tandus).
3) Kandungan Lempung cukup
Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang kerutnya
tanah. Hal ini erat kaitannya dengan pembuatan
pondasi,pembangunan jalan, saluran air, dan sebagainya.
4) Topografi
Topografi yang ideal untuk permukiman adalah yang
kemiringan lahannya antara 0% sampai 3%. Kemiringan
merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak
36 Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial
Kemiringan lereng gambar di atas adalah : z = y x 100 %
x
Kemiringan lereng 0% berarti tanahnya rata, dan kemiringan lereng
100% berarti sudut kemiringannya 45% (sangat curam). Topografi erat
kaitannya dengan kenyamanan hunian (tempat tinggal) dan keamanan dari
ancaman bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan sebagainya.
b. Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman
1) Daya dukung tanah rendah, artinya tidak mampu menahan
beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan
bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).
2) Fluktuasi air tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal
atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan
kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.
37 Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang
kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan
kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti
tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu
kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.
Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis
Untuk mengetahui suatu lahan potensial atau kritis untuk pemukiman dapat dilihat dari kemiringan lerengnya yaitu perbandingan antara jarak vertikal (y) dan jarak horisontal (x) dikalikan 100% atau
y x 100% x
2.2.7 PERSEBARAN LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS
1. Persebaran Lahan Potensial
Lahan potensial tersebar di daerah dataran rendah, pegunungan, dan
pantai. Tetapi lahan potensial biasanya banyak terdapat di dataran rendah,
karena dataran rendah merupakan daerah endapan dengan tingkat kemiringan
dan erosi yang kecil. Berikut ini akan dijelaskan persebaran lahan potensial di
38 a. Lahan Potensial di Kawasan Pantai
Lahan potensial di kawasan pantai memiliki ciri-ciri:
- kemiringan 0 - 3%.
- perbedaan tinggi 0 - 5 m dari permukaan laut.
Kemiringan dan perbedaan tinggi yang rendah, menyebabkan lahan
potensial di daerah pantai terletak pada kawasan pasang surut air laut.
Kawasan ini banyak di tumbuhi tanaman bakau (mangrove), fungsi tanaman
bakau mengurangi abrasi dan mencegah perembasan air laut sampai jauh ke
pedalaman. Lahan potensial kawasan pantai di Indonesia terdapat di pantai
Timur Sumatera, pantai Barat, dan Selatan Kalimantan.
b. Lahan Potensial di Dataran Rendah
Mulai dataran pantai sampai ketinggian 400 meter dari permukaan laut
termasuk wilayah dataran rendah. Lahan potensial di dataran rendah memiliki
ciri-ciri:
- kemiringan 3 - 15%.
- perbedaan tinggi 5 - 10 m dari permukaan laut.
- umumnya merupakan endapan alluvial (endapan yang dibawa oleh
39 Pengikisan di daerah ini masih relatif kecil dan tata airnya cukup baik.
Karena merupakan endapan alluvial hasil erosi yang diangkut sungai yang
berhulu di daerah vulkanis (gunung api). Sehingga kawasan ini memiliki
kesuburan yang cukup tinggi. Lahan potensial dataran rendah di Indonesia
antara lain terdapat di Utara Jawa Barat (Indramayu).
c. Lahan Potensial di Daerah Pegunungan/Perbukitan
Lahan potensial di daerah pegunungan/perbukitan memiliki ciri-ciri:
- kemiringan 15 - 30%.
- perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut.
- kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat
pelapukan.
Erosi di daerah yang rendah relatif kecil, makin tinggi dan miskin
tumbuhan (vegetasi) tingkat erosi makin besar. Jika tanahnya terbentuk dari
hasil vulkanis (letusan gunung api), maka tanahnya subur. Pada kawasan
dataran rendah antara dua pegunungan (inter-mountain plain) dapat terbentuk
endapan alluvial yang subur. Lahan potensial kawasan pegunungan di
Indonesia banyak dijumpai pada kawasan pegunungan yang hutannya masih
baik (belum rusak). Hubungan antara kemiringan dengan topografi, dapat
40 Tabel 2.4. Kemiringan lereng (Hardjowigeno, 2002).
Simbol Kemiringan Lereng Topografi
1.
2. Persebaran Lahan Kritis
a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai
Kawasan pantai akan menjadi lahan kritis, jika terjadi pengikisan
pantai oleh gelombang laut (abrasi) yang kuat. Abrasi dapat menyebabkan
lapisan sedimen (endapan) akan hancur dan lenyap. Peristiwa ini terjadi pada
muara sungai yang pantainya terbuka dengan gelombang laut yang besar,
seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai
Cimanuk (Jawa Barat).
41 Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan
air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah
yang subur. Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah
sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang.
Lahan kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak
(jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur).
c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor,
erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top
soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan
padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng
terjal dan miskin tumbuhan penutup. Lahan kritis di kawasan pegunungan
banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis
kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara
(Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).
Pemanfaatan Lahan Potensial dan Kendalanya
Sampai saat ini, belum seluruh lahan di permukaan bumi dimanfaatkan
seara optimal oleh manusia. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala
42 yang tinggi, lereng terjal, daerah yang sangat tinggi atau daerah yang tertutup
salju. Selama ini manusia hanya memanfaatkan lahan yang memungkinkan
untuk hidup sesuai dengan tingkat kebudayaannya.
1. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Pantai
Lahan potensial di daerah pantai ternyata memiliki arti ekonomi yang
cukup tinggi. Pemanfaatan lahan potensial di daerah pantai antara lain:
a. Untuk Usaha Tambak Udang dan Bandeng
Kendala (hambatan) yang dihadapi adalah adanya pasang surut yang
perbedaannya cukup besar. Cara mengatasinya dengan membuat sistem
saluran yang dilengkapi dengan pintu air, untuk mengatur pergantian air agar
pH (tingakat keasaman) nya tetap.
b. Untuk Usaha Pembuatan Garam
Kendala utama yang dihadapi dalam usaha ini adalah cuaca (curah
hujan) yang tidak teratur.
c. Untuk Wisata Bahari (Wisata Laut)
Kendala yang dihadapi daerah pantai yang dijadikan tempat wisata
antara lain kurangnya sarana transportasi, penerangan (listrik), adat istiadat
43 2. Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Dataran Rendah
Lahan potensial pada kawasan dataran rendah dimanfaatkan untuk
pertanian. Di sini juga ada kendala yang dihadapi seperti pada daerah pantai.
Kendala yang dihadapi terutama terjadinya genangan air yang cukup lama
setelah banjir, sehingga dapat mengurangi bahkan menggagalkan hasil
pertanian (panen).
3. Pemanfaatan Lahan Potensial di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan potensial di kawasan pegunungan, umumnya dimanfaatkan
untuk perkebunan, perhutanan, dan wisata pegunungan. Kendalanya antara
lain, terjadinya tanah longsor, erosi, dan soil creep (tanah merayap). Hal ini
disebabkan lahan potensial di kawasan pegunungan memiliki kemiringan
yang relatif besar dibandingkan dengan lahan potensial di pantai maupun di
dataran rendah.
Cara Pelestarian Lahan Potensial
Agar lahan potensial dapat memberikan daya dukung terhadap
kehidupan manusia dalam waktu yang relatif lama, maka harus dilakukan
upaya pelestarian. Usaha pelestarian lahan ini berkaitan erat dengan usaha
pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Secara garis besar usaha
pelestarian/pengawetan tanah dibagi menjadi dua, yaitu (Hardjowigeno,
44 1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara
menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini
sangat efektif (tepat) dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara
mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali lahan gundul dengan jenis
tanaman tahunaan. Jenis tanamannya antara lain, akasia,angsana,
flamboyan. Fungsinya untuk mencegah erosi, mempertahankan
kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan
bawah.
b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis
tanaman keras. Jenis tanamannya antara lain, pinus, jati, rasamala,
dan cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil hasilnya
(kayunya).
c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanam
tanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk
menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke
dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan
45 d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam
lahan dengan tumbuhan keras (pinus, jati, cemara). Fungsinya
untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan,
memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah.
e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu
melakukan penanaman berbagai jenis tanaman secara berbaris
(larikan). Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air
atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman
diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman
dipersempit. Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan
mempertahankan kesuburan tanah.
f. Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman
secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya
disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar
kesuburan tanah tidak berkurang.
2. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui
tehnik-tehnik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air. Beberapa cara
46 a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu
pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur. Fungsinya untuk
menghambat aliran air dan memperbesar resapan air.
b. Pembuatan tanggul/pematang/guludan bersaluran Pembuatan
tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat
tertampung dan meresap dalam tanah. Pada tanggulnya dapat
ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras
(tangga-tangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya
untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air
dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase) Saluran pelepasan air ini dibuat
untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek.
Sehingga aliran air dapat diperlambat dan mengatur aliran air
sampai ke sungai.
Metode pengawetan tanah atau pengontrolan erosi menjadi sangat
efektif apabila metode mekanik dipadukan atau dikombinasikan dengan
metode vegetatif, misalnya terrassering dan bufering.
Cara Pelestarian Lahan Potensial Di Pantai, Dataran Rendah, dan Pegunungan
47 1. Pelestarian Lahan Potensial di kawasan Pantai
Untuk menjaga kelestarian lahan potensial di kawasan pantai antara
lain:
a. Tidak melakukan pengeringan rawa di kawasan pantai atau
pengrusakan hutan bakau (mangrove).
b. Membuat sistem saluran air yang dilengkapi dengan pintu air
untuk mengatur pergantian air agar pH nya tetap.
2. Pelestarian Lahan Potensial di Dataran Rendah
Pelestarian lahan potensial di dataran rendah antara lain dengan:
a. Pembuatan/perbaikan saluran air (drainase)
b. Penggunaan lahan secara teratur disesuaikan dengan kondisi
fisisnya.
c. Pemupukan tanah dalam jumlah seimbang, untuk menghindari
keracunan atau kejenuhan tanah terhadap pupuk.
d. Melakukan sistem pergiliran tanaman (crop rotation).
3. Pelestarian Lahan Potensial di Pegunungan/Perbukitan
48 a. Penanaman pohon pelindung (tanaman penutup tanah) Fungsinya
untuk menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh air hujan.
Jenis tanaman yang paling cocok adalah tanaman reboisasi (pinus,
jati, rasamala, dan cemara).
b. Penanaman secara kontur yaitu melakukan penanaman searah
dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan
aliran air dan memperbesar resapan air.
c. Penggunaan tehnik pengolahan lahan secara baik yaitu pengolahan
tanah menurut garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran
air.
d. Pembuatan teras. (terrassering) Fungsinya untuk mengurangi
panjang lereng, memperbesar resapan air, dan mengurangi erosi.
e. Pembuatan tanggul/guludan bersaluran fungsinya agar air hujan
49 Gambar 2.3 dan 2.4 menggambarkan beberapa penyebab terjadinya lahan kritis dan usaha pelestarian lahan.
50 Keterangan gambar:
a. Pergiliran tanaman (crop
rotation)
b. Pengendalian penggem- balaan
c. Reboisasi
d. Bendungan alami kecil e. Memperkuat pinggir sungai f. Pengolahan tanah menurut garis kontur.
Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (Hardjowigeno, 2002).
Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi adalah
hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan
kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran
permukaan serta tingkat kerusakan yang terjadi. Besarnya curah hujan adalah
volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya
51 umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. Besarnya curah hujan
dapat dimaksud untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per
hari, per bulan, per musim atau per tahun. Intensitas hujan menyatakan
besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15
atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm jam־¹ atau cm jam־¹. Kekuatan
perusakan air yang mengalir di permukaan tanah akan semakin besar dengan
semakin curamnya dan panjangnya lereng permukaan tanah (Arsyad, 2006).
Topografi
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik
yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng
10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45º. Selain
dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian
memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain dari pada itu, dengan
semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik
kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan, semakin banyak
(Arsyad, 2006).
52
Jenis Tanah Nilai Sudut
KERIKIL
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda.
Kepekaan tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi
berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat yang
mempengaruhi adalah : 1. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi,
permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan 2. sifat-sifat tanah yang
53 agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad,
2006).
Vegetasi
Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer
dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal
atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi
terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya
terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan
batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang
masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah.
Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang,
menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap
tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas
sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad, 2006).
Manusia
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang di
54 produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusi akan
memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana
sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk
jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 2006)
Daerah Alir Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kawasan lahan di mana semua
air, dari hujan maupun salju, mengalir ke bawah menuju suatu penampung air
seperti kali, sungai, danau atau rawa-rawa. DAS juga disebut kawasan
tangkapan (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu
“menangkap” seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan
ke kawasan hilir.
DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan
kilometer persegi, atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah. Di dalam
kawasan DAS yang sangat luas, di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi
ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah pegunungan), ada banyak
DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai kecil yang mengalir ke
bawah menuju sungai yang lebih lebar dan laut).
DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi hutan,
55 komunitas yang mandiri, perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti
pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau
pembangunan jalan raya, perumahan dan bendungan dapat merusak DAS
dan sumber-sumber airnya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah
untuk mendukung komunitas yang sehat dan mendatangkan masalah-masalah
kesehatan, kelaparan dan perpindahan penduduk. Perencanaan yang
menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS dan bagaimana
air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun
Barat, No. 58 Jakata Timur (khususnya subbidang perancangan dan program)
dan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur
Tangerang Selatan 15419. Waktu penelitian ini mulai bulan 30 Oktober 2009
– 30 November 2009
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah peta dasar digital Situ Gintung
Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi
Banten dalam bentuk vektor dengan skala 1 : 10.000 yang diterbitkan oleh
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)