• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI

BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE

ARCSWAT

PUTRI RODUA MARBUN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

(4)

ABSTRAK

PUTRI RODUA MARBUN. Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT. Dibimbing oleh YULI SUHARNOTO.

Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS. Saat ini telah terjadi banyak alih fungsi lahan pada DAS Ciliwung yang mengakibatkan sungai mudah meluap sehingga terjadi banjir di hilir. Pendugaan debit sungai menjadi penting dilakukan agar dapat mengantisipasi terjadinya banjir. Software ArcSWAT adalah alat yang digunakan dalam pendugaan debit ini. Dalam software ArcSWAT terdapat 4 proses yang dilakukan, yaitu delineasi DAS, pembentukan Hydrological Response Unit (HRU), pembentukan data iklim, serta proses simulasi. Hasil simulasi untuk DAS Ciliwung Hulu terbentuk 27 sub-basin serta 491 jenis HRU. Pada penelitian ini digunakan SWAT Editor sebagai aplikasi untuk melakukan kalibrasi. Berdasarkan hasil simulasi terkalibrasi, maka diperoleh debit bulanan maksimum sebesar 59.42 m3/det, debit minimum sebesar 2.02 m3/det, serta debit rata-rata sebesar 14.61 m3/det. Nilai koefisien determinasi R2 dan nilai NS adalah 0.831 dan 0.599. Dengan demikian hasil simulasi ArcSWAT untuk DAS Ciliwung Hulu adalah valid dengan kategori hasil yang baik.

Kata kunci: DAS Ciliwung hulu, debit, ArcSWAT, simulasi, nilai NS dan R2

ABSTRACT

PUTRI RODUA MARBUN. Discharge Estimation of Ciliwung River at Katulampa's Weir Using ArcSWAT Software. Supervised by YULI SUHARNOTO.

Ciliwung upstream watershed region has functions as a protector area and also buffer area of the watershed. At present there are many land function changing on the Ciliwung watershed that effecting the river overflow easly until flooding in the downstream. River discharge assessment become important to do in order to prevent flooding. ArcSWAT software is a tool which used in this discharge assessment. ArcSWAT software have 4 processes to do, that are watershed delineation, shaping of Hydrological Response Unit (HRU), shaping of climate data, and also simulation process. Simulation yield for the upperstream of Ciliwung watershed has shaped 27 sub-basin and also 491 kind of HRU. This research utilize SWAT Editor as the application for the calibration. Base on simulation yield calibrated, maximum monthly discharge has been obtained as big as 59.42 m3/sec, minimum discharge as big as 2.02 m3/sec, and also average discharge as big as 14.61 m3/sec. Coefficient determination value of R2 and NS value are 0.831 and 0.599. For this result the simulation yield of ArcSWAT for Ciliwung upperstream watershed is valid with the good category result.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PENDUGAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI CILIWUNG DI

BENDUNG KATULAMPA MENGGUNAKAN SOFTWARE

ARCSWAT

PUTRI RODUA MARBUN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT

Nama : Putri Rodua Marbun NIM : F44100029

Disetujui oleh

Dr Ir Yuli Suharnoto, M Eng Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Bapa Binton Marbun, Ibu Ida Sihombing, Fantarida Marbun, Putri Melati Marbun, dan Edi Haposan Marbun sebagai keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat luar biasa, baik moral maupun material.

2. Dr Ir Yuli Suharnoto, MEng selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, solusi, dan berbagai masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof Dr Ir Asep Sapei, MS dan Dr Satyanto K Saptomo, STP. M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi ini.

4. Bapak Gunadi selaku pihak BPDAS yang telah membantu dalam proses pembelajaran software.

5. Helena Novitasari Lasol sebagai teman satu bimbingan, yang telah memberikan motivasi dan dukungannya.

6. Teman-teman Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL) angkatan ketiga yang senantiasa berjuang bersama selama 3 tahun ini.

7. Teman-teman satu pelayanan GBP Duta Kristus yang telah mendoakan dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Saran dan masukan sangat diharapkan guna memperbaiki penulisan selanjutnya.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung 3

Penggunaan Lahan 4

Geographic Information System (GIS) 5

Soil and Water Assessment Tools (SWAT) 5

METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7 Bahan dan Alat 7 Prosedur Penelitian 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Kondisi DAS Ciliwung Hulu 14

Penggunaan Lahan Ciliwung Hulu 15

Analisis Debit Menggunakan ArcSWAT 16

Proses Delineasi DAS 16 Pembentukan HRU 17

Pembentukan Data Iklim 18

Simulasi ArcSWAT 20

Kalibrasi dan Validasi 22 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 File data input pada ArcSWAT untuk analisis hidrologi 12

2 Kategori simulasi berdasarkan NSI 12

3 Sebaran tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu 15

4 Sebaran jenis tanah DAS Ciliwung Hulu 18

5 Kategori kemiringan lahan 18

6 Kondisi iklim DAS Ciliwung Hulu 20

7 Format data terbaca oleh ArcSWAT 20

8 Nilai statistik hasil penelitian 25

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi upstream-middlestream-downstream DAS Ciliwung 3 2 Representasi fase lahan pada siklus hidrologi dalam model SWAT 6

3 Pengolahan dengan filter excel 9

4 Perhitungan dengan pivot table 10

5 Aplikasi pcpSTAT.exe 10

6 Diagram alir penenlitian 13

7 Posisi DAS Ciliwung 14

8 Peta sebaran penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu 15 9 Peta DEM (Digital Elevation Model resolusi 30 meter) 16

10 Peta hasil delineasi DAS Ciliwung Hulu 17

11 Peta Hydrological Response Unit DAS Ciliwung 17

12 Rata-rata curah hujan tahun 1979-2010 19

13 Fluktuasi debit harian hasil simulasi dan observasi 21 14 Fluktuasi debit bulanan hasil simulasi dan observasi 21 15 Grafik hasil kalibrasi debit harian DAS Ciliwung Hulu 23 16 Grafik hasil kalibrasi debit bulanan DAS Ciliwung Hulu 23 17 Grafik hasil validasi debit DAS Ciliwung Hulu tahun 2010 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Posisi Stasiun Cuaca 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang dibatasi punggung bukit dimana hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan dialirkan pada satu outlet yang sama. Dalam pengelolaannya DAS dibagi atas tiga bagian yaitu DAS bagian hulu, tengah, dan hilir. DAS hulu merupakan daerah penting dalam suatu DAS, karena memiliki peran sebagai daerah peresapan air dengan tujuan untuk mengurangi aliran permukaan dan timbulnya kejadian banjir. Kondisi hidrologis suatu DAS dapat dilihat dari kemampuan DAS tersebut dalam menyerap, menahan, menyimpan, dan mengalirkan air sehingga tercipta keseimbangan air. Kondisi hidrologis suatu DAS dikatakan baik jika pada DAS tersebut tidak terjadi banjir pada musim penghujan dan tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau. (Caroline, 2012)

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat mengkhwatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi.

Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS. Saat ini telah terjadi banyak pengalih-gunaan lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat. Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah meluap dan dapat membahayakan keselamatan penduduk disekitar daerah aliran sungai yaitu Jakarta, Bogor, Bekasi dan sekitarnya.

Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi (vegetated land) menjadi nonvegetasi (non-vegetated land) pada DAS cenderung meningkat intensitasnya menurut ruang dan waktu sebagai konsekuensi logis dari aktivitas lebih pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan tersebut tentunya membawa pengaruh terhadap kondisi hidrologi DAS diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan. Kondisi debit sungai berubah dari waktu ke waktu sepanjang tahun. Untuk memonitor perubahan debit, tinggi muka air sungai harus selalu diamati secara kontinyu setiap waktu baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Alih fungsi lahan yang terjadi diseluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit yang terjadi.

(12)

2

Pendugaan debit sungai menjadi penting dilakukan agar dapat mengantisipasi terjadinya banjir. Pendugaan debit sungai dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah dengan melakukan pemodelan. Model pendugaan debit suatu DAS dapat dilakukan menggunakan software fisik berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), salah satu software tersebut adalah Soil and Water Assessment Tools (SWAT) yang dapat digunakan untuk memperhitungkan dan mengkaji kondisi hidrologi serta perubahan tata guna lahan suatu wilayah.

Perumusan Masalah

Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS. Pada saat ini, kawasan tersebut telah terjadi banyak alih fungsi. Terjadinya peningkatan intensitas alih fungsi lahan tersebut mempengaruhi kondisi hidrologi DAS dimana debit puncakpun akan meningkat yang mengakibatkan banjir di bagian hilir. Alih fungsi lahan yang terjadi diseluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit yang terjadi. Sehingga pendugaan debit sungai menjadi penting dilakukan agar dapat mengantisipasi terjadinya banjir.

Tujuan Penelitian

1. Melakukan pendugaan debit aliran sungai Ciliwung Hulu menggunakan software ArcSWAT

2. Melakukan kalibrasi dan validasi hasil simulasi ArcSWAT pada DAS Ciliwung Hulu

Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bantuan dalam memprediksi kejadian banjir sungai Ciliwung dimana dapat dipantau dari bagian Hulu Sungai Ciliwung yaitu Katulampa. Melalui skripsi inipun diharapkan dapat memberikan informasi mengenai software ArcSWAT sebagai model hidrologi yang akurat.

Ruang Lingkup Penelitian

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung

Menurut Asdak (1999), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang dibatasi oleh garis ketinggian di mana setiap air yang jatuh di permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. DAS mempunyai arti penting terutama dalam hubungan ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan komponen DAS di daerah hulu akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya. Oleh sebab itu, perencanaan daerah hulu menjadi sangat penting. Banjir di Jakarta merupakan permasalahan nasional yang terjadi akibat perubahan sistem DAS yang kontinu dimulai dari wilayah upstream - middlestream - downstream yang signifikan.

Gambar 1 Lokasi upstream-middlestream-downstream DAS Ciliwung (http:bebasbanjir2025.wordpress.com)

DAS Ciliwung seluas 34.700 ha merupakan salah satu DAS yang mencakup dua wilayah provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat dan Provinsi DKI Jakarta serta melintasi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Jakarta, dan bermuara di teluk Jakarta. Panjang sungai utama Ciliwung 117 km. (Pawitan, 2002). Berdasarkan wilayah pengelolaannya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian hilir, bagian tengah dan bagian hulu.

(14)

4

Megamendung, Cisarua, dan Sukaraja), dan Kota Bogor (sebagian kecil Kecamatan Bogor Timur). DAS bagian hulu merupakan bagian penting dalam sistem DAS karena merupakan daerah peresapan air sehingga memiliki fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS memiliki ciri seperti, merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, daerah dengan kemiringan lereng besar (>15%), bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi merupakan tegakan hutan (Asdak, 2007).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) merupakan campur tangan manusia terhadap kondisi lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu, dikenal berbagai macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan, dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (FAO, 1999). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Departemen Pertanian). Perubahan penggunaan lahan ialah adanya pertambahan atau pengurangan luas suatu jenis penggunaan lahan akibat dari adanya pertambahan atau pengurangan penggunaan lahan yang lain. Perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas DAS yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian di banyak negara telah memberikan informasi mengenai pengaruh komposisi vegetasi terhadap kondisi aliran air. Menurut Asdak (2007), secara umum kenaikan aliran air disebabkan oleh penurunan penguapan air oleh vegetasi (transpiration) dan dengan demikian aliran air permukaan maupun air tanah semakin besar.

Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir (tingginya runoff) dibandingkan dengan faktor lainnya. Apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka tersebut tergantung dari jenis hutan dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Sjarief, 2008).

(15)

5

Geographic Information System (GIS)

Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang memberikan banyak bantuan terhadap informasi keruangan. Secara harafiah, SIG dapat diartikan sebagai ”suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis” SIG mempunyai kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data, manipulasi dan analisis data, dan keluaran sebagai hasil akhirin (Aronof, 1989).

SIG terdiri atas 4 komponen, yaitu Hardware, Software, Brainware,dan Data Spasial. Tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan SIG dengan tujuan apapun sangat bergantung dari interaksi ke empat komponen ini. ArcGIS adalah salah satu software yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science & Research Institute) yang merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam software GIS yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. Produk utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop, dimana arcGIS desktop merupakan software GIS professional yang komprehensif dan dikelompokkan atas tiga komponen yaitu : ArcView (komponen yang fokus pada penggunaan data yang komprehensif, pemetaan dan analisis), ArcEditor (lebih fokus ke arah editing data spasial) dan ArcInfo (lebih fikus pada penyajian fungsi-fungsi GIS termasuk untuk keperluan analisis geoprosesing). Software ArcGIS inilah yang akan digunakan dalam proses pemetaan.

Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan, selama data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya, GIS digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki sistem koordinat sendiri. Sistem koordinat merupakan pendefinisian suatu titik awal dari pembuatan peta. Sistem koordinat di Indonesia terdiri dari sistem koordinat geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua sistem koordinat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengan garis lintang (latitude atau paralell) dan garis bujur (longitude atau meridian).

Soil and Water Assessment Tools (SWAT)

(16)

6

Assessment Tool) merupakan model kejadian kontinu untuk skala DAS yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan kimia pertanian pada DAS yang tidak memiliki alat pengukuran.

SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support System). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumberdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan berbeda. (Pawitan, 2004). SWAT memungkinkan sejumlah proses fisik yang berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS. Penggunaan model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat permasalahan suatu DAS dan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan model SWAT dapat dikembangkan beberapa skenario guna menentukan kondisi perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Penggunaan model SWAT dapat digunakan pada beberapa fase pengelolaan DAS.

Model ini memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta simulasi suatu DAS, sehingga agar menghasilkan output yang baik, model SWAT melakukan simulasi berdasarkan beberapa hal, diantaranya adalah:

Gambar 2 Representasi fase lahan pada siklus hidrologi dalam model SWAT (Neitsch et al, 2004)

(17)

7 2. Menggunakan input yang telah tersedia, saat SWAT akan digunakan untuk melakukan proses analisa yang lebih spesifik maka diperlukan tambahan data yang diperoleh dari instansi penelitian pemerintah.

3. Menggunakan perhitungan dengan proses yang lebih efisien, sehingga dalam melakukan simulasi DAS yang luas serta dengan banyak strategi pengelolaan dapat menghemat waktu dan materi.

4. Memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian untuk dampak dalam jangka waktu yang lama.

Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Komponen utama model adalah iklim, hidrologi, suhu dan karakteristik tanah, pertumbuhan tanaman, unsur hara, pestisida, patogen dan bakteri, dan pengelolaan lahan. Dalam SWAT, DAS dibagi menjadi beberapa SubDAS, yang kemudian dibagi lagi ke dalam unit respon hidrologi (Hydrologic Response Units = HRU) yang memiliki karakteristik penggunaan lahan, pengelolaannya, dan tanah yang homogen. HRU menunjukkan persentase SubDAS yang teridentifikasi dan tidak teridentifikasi secara spasial dalam simulasi SWAT. Alternatif lainnya, sebuah DAS dapat dibagi ke dalam SubDAS yang memiliki karakteristik penggunaan lahan, jenis tanah dan pengelolaan yang dominan. Salah satu fungsi SWAT adalah dapat digunakan untuk melakukan analisis debit sungai suatu DAS pada suatu wilayah. Dalam penggunaan model SWAT, perlu dilakukan kalibrasi dan validasi sesuai dengan ketersediaan data, agar hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Proses ini dibutuhkan karena setiap DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Relevansi model dengan keadaan yang sebenarnya dievaluasi dengan memperhitungkan standar deviasi dan efisiensi model.

METODE

Waktu dan Tempat

Kawasan DAS yang diteliti adalah sub DAS Ciliwung Hulu seluas 14.860

ha, secara geografis terletak pada 106º 49º 40” –107º 00’ BT dan 6o38’ 15“ LS –

6º 46’ LS. Pengambilan data dilaksanakan di kantor BPDAS (Badan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung serta SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa. Pengolahan data dilaksanakan di kampus Institut Pertanian Bogor Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peta DEM (Digital Elevation Model)

2. Peta Batas Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu 3. Peta tutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2009

4. Peta jenis tanah DAS Ciliwung

(18)

8

5.a. Data curah hujan harian (mm) tahun 1979 – 2010 5.b. Data temperatur maksimum dan minimum (oC) 5.c. Data radiasi matahari (MJ/m2/hari)

5.d. Data kecepatan angin (m/dt)

6. Data debit harian lapang sungai Ciliwung tahun 1991 – 2010 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Program perangkat lunak (Software) ArcGIS 10.1 2. Software ArcSWAT 2012

3. Software SWAT Editor 2012

4. Software SWAT Graph dan SWAT plot 5. pcpSTAT.exe

6. Program Microsoft Office 2010

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, serta pendugaan data dengan ArcSWAT. Adapun diagram alir penelitian ini seperti ditunjukan pada Gambar 4.

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan proses identifikasi data dan bahan yang diperlukan dalam penelitian. Berdasarkan hasil identifikasi maka alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sesuai dengan yang tertera di atas.

2. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data didapat dari instansi terkait. Data hidrologi DAS Ciliwung Hulu berupa data debit harian dari SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa, data iklim diperoleh dari CRU (Climate Riset Unit), data tanah dari FAO (Food and Agriculture Organization), data DEM dari ASTER, data tata guna lahan serta batas sub-DAS Ciliwung hulu diperoleh dari BPDAS (Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum –Ciliwung.

3. Pengolahan Data

Software ArcSWAT memerlukan data berupa data spasial (peta-peta) dan data atribut. Sebelum memulai tahapan pengolahan dengan menggunakan ArcSWAT, perlu dilakukan persiapan terhadap data yang akan dimasukkan sebagai input dalam ArcSWAT yakni membuat sistem koordinat pada peta DEM (30 m x 30 m), landuse, dan tanah. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Tranverse Mercator (UTM) WGS 1984 pada zone 48S.

(19)

9 Proses membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Untuk membentuk weather generator, data iklim yang ada di olah menjadi input yang diminta oleh ArcSWAT. Adapun parameter yang harus dimasukkan adalah : a) TITTLE : judul pada baris pertama file .wgn.

b) WLATITUDE : koordinat lintang stasiun iklim. c) WLONGITUDE : koordinat bujur stasiun iklim. d) WLEV : elevasi stasiun iklim (m).

e) RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan f) Temperatur maksimum (TMPMX)

g) Temperatur Minimum (TMPMN)

h) Standar Deviasi suhu maksimum harian (TMPSTMTDMX) i) Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN) j) Curah hujan rata-rata (PCPMM)

k) Standar Deviasi Untuk curah hujan Harian (PCPSTD)

l) Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCPSKEW) m) Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu bulan dengan

jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W1)

n) Perbandingan jumlah hari kering ke hari kering dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W2)

o) Jumlah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD) p) Jumlah curah hujan maksimum dalam 0.5 jam (RAINHHMX) q) Radiasi matahari (SOLARAV)

r) Titik beku (DEWPT)

s) Kecepatan angin (WNDAV)

Parameter Iklim di atas diolah dengan menggunakan program MS.excel, yaitu dengan filter excel dan pivot table. Berikut tampilan filter dan pivot table dalam mengolah data :

Gambar 3 Pengolahan dengan filter excel

(20)

10

Gambar 4 Perhitungan dengan pivot table

Pengolahan data dengan filter dan pivot table ini sangat mempermudah dan mempercepat dalam mendapatkan hasil dibandingkan harus menghitung manual. pivot table digunakan untuk mendapatkan perhitungan statistik antara lain temperatur maksimal dan minimum, temperatur standar deviasi maksimum dan minimum. Sedangkan untuk curah hujan (mm) dimana terdapat 5 nilai parameter yang harus dihitung, digunakan aplikasi pcpSTAT.exe. Aplikasi ini dibuat untuk menghitung secara otomatis nilai standar deviasi, koefisien skew, curah hujan rata-rata, jumlah hari kering, dan jumlah hari basah dari curah hujan harian yang ada. Berikut tampilan aplikasi pcpSTAT.exe :

Gambar 5 Aplikasi pcpSTAT.exe

Jumlah curah hujan maksimum dalam 0.5 jam (RAINHHMX) diperoleh dari data curah hujan harian dan durasi hujan menggunakan metode Mononobe :

I = [

] ………..(1)

Dimana :

(21)

11 I adalah intensitas hujan (mm/jam)

R24 adalah curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm) t adalah waktu konsentrasi hujan (jam)

4. Pendugaan Debit Menggunakan ArcSWAT

Pendugaan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu dilakukan menggunakan software ArcSWAT. Data input berupa karakteristik tanah, iklim, tata guna lahan, dan hidrologi yang telah disiapkan pada proses pengumpulan dan pengolahan data dimasukkan ke dalam data input file. Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Delineasi Daerah Observasi

Peta DEM Ciliwung dengan resolusi 30m x 30m dijadikan input untuk mempresentasikan beda elevasi dari setiap titik untuk melihat arah aliran air permukaan. Aliran sungai yang terbentuk akan membentuk suatu daerah aliran sungai dan outlet. Daerah observasi akan didelineasi berdasarkan batas topografi alami DAS.

b. Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)

HRU adalah unit satuan lahan dengan unsur karakteristik sub DAS yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Setiap HRU akan memiliki informasi sub DAS, nomor HRU, jenis penutupan lahan, jenis lahan, kemiringan lahan, dan luas HRU. HRU didapatkan dari overlay peta tanah dan peta penggunaan lahan. Pembuatan HRU terdiri dari interval slope, peta raster landuse dan peta raster tanah format sistem koordinat proyeksi UTM. Threshold dari persentase total luasan yang digunakan untuk landuse (0%), jenis tanah (0 %), dan Slope (0 %).

c. Pembentukan Data Iklim

Pembuatan basis data iklim untuk membuat data generator iklim (weather generator data) membutuhkan parameter input yang harus dihitung terlebih dahulu berdasarkan data iklim. Adapun data yang harus dimasukan adalah data curah hujan (mm), data temperatur maksimum dan minimum (oC), data radiasi matahari (MJ/m2/hari), data kecepatan angin (m/dt), dan data kelembaban relatif (%). Parameter iklim yang telah dihitung dengan metode pengolahan data di atas, siap di-input ke dalam ArcSWAT.

d. Simulasi

Proses simulasi dilakukan setelah proses penggabungan HRU dengan data iklim. Pada tahapan ini periode simulasi yang digunakan adalah periode Januari 2008 – Desember 2009. Pembacaan output debit hasil simulasi ArcSWAT dengan debit hasil observasi lapangan dilakukan menggunakan SWAT Plot dan SWAT Graph.

5. Kalibrasi dan validasi

(22)

12

Tabel 1 File data input pada ArcSWAT untuk analisis hidrologi

Nama File Fungsi

CIO File untuk mengontrol data input dan output

COD Mengontrol file input dan output

FIG Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai BSN Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS SUB Mengontrol keragaman parameter di tingkat Sub DAS HRU Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU

GW File air bawah tanah

RTE File pergerakan air, sedimen, hara, dan pestisida

CROP File parameter tumbuh tanaman

URBAN File data lahan terbangun atau urban area

PCP File data curah hujan harian

TMP File temperatur udara maksimum dan minimum harian

SLR File radiasi matahari harian

HMD File kelembaban udara harian

WGN File data generator iklim

SOL File data tanah

MGT File pengelolaan dan penutupan lahan

Sumber: Neitsch et al 2004

Persamaan model yang digunakan adalah sebagai berikut:

[ ∑ ( ̅ )( ̅ )

Tabel 2 Kategori simulasi berdasarkan NSI

Kriteria NSE

Sangat Baik 0.75<NSE<1.00

Baik 0.65<NSE<0.75

Memuaskan 0.36<NSE<0.65

Kurang Memuaskan NSE < 0.36

(23)

13

Gambar 6 Diagram alir penelitian Ya

Tidak

Pengumpulan dan Persiapan data (Peta DEM, DAS Ciliwung, Landuse, tanah, iklim)

Konversi Format data dalam UTM Zone 48S

Pengolahan data Iklim

Delineasi DAS, Pembentukan HRU, Iklim

Simulasi ArcSWAT

NS > 0.5 R2 > 0.5

Mulai

Selesai Kalibrasi dan

(24)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi DAS Ciliwung Hulu

DAS bagian hulu merupakan bagian penting dalam sistem DAS karena merupakan daerah peresapan air sehingga memiliki fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS memiliki ciri seperti, merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, daerah dengan kemiringan lereng besar (>15%), bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi merupakan tegakan hutan (Asdak, 2007). Panjang sungai utama Sungai Ciliwung 117 km (Pawitan, 2002).

Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu secara geografis terletak pada 6o37’

-6o46’ LS dan 106o49’- 107o05’BT dan termasuk zona 48 UTM, seperti terlihat

pada gambar 7. Luas DAS Ciliwung Hulu memiliki luas ± 14.860 ha yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 449 mdpl sampai 2984 mdpl (hasil deliniasi DEM). Secara administratif pemerintahan, DAS Ciliwung Hulu sebagian termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kotamadya Bogor yaitu wilayah Kecamatan Kota Bogor Timur, dan Kota Bogor Selatan.

DAS Ciliwung Hulu sedikitnya terdapat 7 Sub DAS, yaitu : Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseusepan, dan Katulampa. Sub DAS Ciliwung Hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitiaan ini outlet yang digunakan adalah outlet SPAS Katulampa yang berada di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Aliran sungai Ciliwung Hulu ditandai oleh sungai pegunungan yang berarus deras dan variasi kemiringan lereng yang tinggi (3% -15%, 15% - 45%, dan lebih dari 45%). Kondisi kemiringan sungai ini menyebabkan aliran air yang dari hulu sungai berkecepatan tinggi tetapi pada daerah yang landai kecepatan aliran air berkurang drastis.

(25)

15

Penggunaan Lahan Ciliwung Hulu

Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan ArcSWAT di Sub DAS Ciliwung Hulu hasil deliniasi, Sub DAS ini terdiri dari Sembilan jenis tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering primer (3.28 %), hutan lahan kering sekunder (11.20%), hutan tanaman (26.28%), Semak belukar (0.77%), perkebunan (3.92%), permukiman (5.98%), lahan terbuka (0.14%), pertanian lahan kering (43.46%), dan pertanian lahan kering campur (4.97%). Sesuai dengan hasil yang diperoleh, penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu di dominasi oleh pertanian lahan kering yaitu dengan luas sebesar 6023.41 (43.46%) dari seluruh luas lahan 13859.86 ha. Proporsi penggunaan lahan serta peta sebarannya disajikan pada tabel 3 dan gambar 8 berikut.

Tabel 3 Sebaran tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu

No Kode Sebaran Penggunaan Lahan Luas

ha %

1 2001 Hutan lahan kering primer 454.88 3.28

2 2002 Hutan lahan kering sekunder 1550.42 11.20

3 2006 Hutan Tanaman 3641.79 26.28

4 2007 Semak Belukar 106.55 0.77

5 2010 Perkebunan 543.91 3.92

6 2012 Permukiman 829.29 5.98

7 2014 Lahan Terbuka 20.09 0.14

8 20091 Pertanian lahan kering 6023.41 43.46

9 20092 Pertanian lahan kering

campur 689.51 4.97

Total 13859.86 100

(26)

16

Pendugaan Debit Menggunakan ArcSWAT

Penelitian ini menggunakan software ArcSWAT dimana software ini merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support System). Aplikasi SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumberdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan berbeda. Pada simulasi SWAT ini dilakukan beberapa tahap, diantaranya adalah proses delineasi DAS, pembentukan hydrological response unit (HRU), pembentukan data iklim, proses simulasi, serta kalibrasi dan validasi hasil simulasi.

Proses Delineasi DAS

Tahap ini merupakan pengolahan DEM dan Batas Sub DAS Ciliwung Hulu. Pada proses deliniasi secara otomatis akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta batas DAS, peta Sub DAS dan outlet yang pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter. Hasil deliniasi dengan menggunakan peta DEM dan peta batas DAS Ciliwung hulu terbentuk 27 Sub-DAS dengan total luasan 13859.86 ha. Dari hasil deliniasi terjadi pengurangan luas lahan, dimana luas keseluruhan Sub DAS Ciliwung Hulu adalah 14.860 ha. Hal ini disebabkan adanya anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke dalam outlet katulampa sehingga tidak termasuk dalam wilayah penelitian. DEM dan hasil deliniasi seperti disajikan pada gambar 9 dan 10.

(27)

17

Gambar 10 Peta hasil deliniasi DAS Ciliwung Hulu

Pembentukan HRU

Proses mendapatkan Hydrological Response Units (HRU) sebagai unit analisis dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah, peta penggunaan lahan, serta kemiringan lereng. Data tata guna lahan yang digunakan adalah data tahun 2009 (tabel 3). Adapun jenis tanah dan kemiringan lahan pada DAS Ciliwung Hulu disajikan pada tabel 4 dan 5. Jumlah HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage (dimana untuk landuse menggunakan threshold 0 untuk jenis tanah menggunanakn threshold 0 dan kemiringan lereng menggunakan threshold 0), yang berarti semua luasan penggunaan lahan diperhitungkan dalam model ini. Hasil dari pembentukan HRU ini diperoleh sebanyak 491 HRU dalam 27 sub-basin seperti disajikan pada gambar 11.

(28)

18

Tabel 4 Sebaran jenis tanah DAS Ciliwung Hulu

NO KODE Jenis Tanah Luas

Hektar %

1 Ao83-2-3c-4467 Clay-Loam 381.4624 2.75

2 To24-2c-4575 Loam 5234.4903 37.77

HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan HRU lainnya. Berdasarkan hasil HRU yang dibentuk diketahui bahwa Katulampa berada pada subbasin 1, dimana pada subbasin ini terbentuk 17 HRU dengan luas lahan 663.04 ha atau 4.78 % dari seluruh luas Ciliwung Hulu. Disini Tata guna lahan yang ada yaitu permukiman seluas 106.55 ha (16.07%) serta Pertanian lahan kering dengan luas 556.48 ha (83.93%). Terdapat dua jenis tanah pada subbasin 1 yaitu clay-loam seluas 381.46 ha serta loam seluas 281.57. Subbasin ini berada pada daerah yang memiliki tingkat kemiringan agak curam (15 – 35%).

Pembentukan Data Iklim

Pada tahap ini dilakukan input data - data iklim untuk mendapatkan keluaran berupa debit harian dan bulanan hasil simulasi. Simulasi ArcSWAT membutuhkan data iklim berupa curah hujan dan suhu maksimum dan minimum pada stasiun yang mewakili daerah DAS, serta data weather generator berupa radiasi matahari, kecepatan angin, suhu, curah hujan, dan kelembaban relatif. Data curah hujan pada proses simulasi ArcSWAT disajikan pada tabel 6.

(29)

19 tahun 2009, maka hanya digunakan tahun 2008 -2009 dalam proses simulasi debit harian maupun bulanan.

Proses simulasi ArcSWAT dilakukan dengan memasukkan data iklim pada DAS Ciliwung ke dalam data WGN (weather generator). Adapun data WGN yang perlu diolah sesuai dengan input pada software, yaitu data temperatur maksimum dan minimum rata-rata bulanan, nilai standar deviasi untuk temperatur maksimum dan minimum, nilai curah hujan rata-rata, nilai standar deviasi curah hujan, nilai curah hujan, nilai probabilitas hari basah ke hari kering dan hari kering ke hari kering, jumlah hari hujan, nilai curah hujan maksimum, radiasi matahari dan kecepatan angin. Seluruh nilai WGN disajikan pada Lampiran 2.

Data yang diperoleh merupakan hasil perhitungan menggunakan pivot table dan aplikasi pcpSTAT.exe, dimana tools ini sangat mempermudah dan mempercepat dalam mendapatkan hasil dibandingkan harus menghitung manual. Adapun data curah hujan yang digunakan dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 12 Rata-rata curah hujan tahun 1979-2010

Sesuai dengan gambar 13 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata curah hujan maksimum terjadi pada bulan April yaitu sebesar 574.7 mm/bulan di susul dengan bulan Maret dengan curah hujan sebesar 531.12 mm/bulan. Sedangkan rata-rata curah hujan minimum terjadi pada bulan Agustus yakni sebesar 125.7 mm/bulan. Nilai curah hujan tersebut disajikan pada tabel 6, dimana juga menunjukkan kondisi iklim DAS Ciliwung Hulu dilihat dari suhu rata-rata, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan radiasi.

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

(30)

20

Tabel 6 Kondisi iklim DAS Ciliwung Hulu

Pengolahan data curah hujan maksimum dalam 30 menit menggunakan rumus Mononobe berdasarkan persamaan (1). Dalam menginput data iklim berdasarkan parameter masing-masing, maka harus dibuat dalam bentuk kode (ID) sesuai dengan yang diinginkan software. Software membaca ID sehingga tanpa ID maka data tersebut akan dinyatakan error, bentuk kode untuk parameter curah hujan, temperatur, radiasi matahari, kelembaban relatif, serta kecepatan angin disajikan pada tabel 7. Secara keseluruhan setelah dilakukan pengolahan data, kondisi iklim sub DAS Ciliwung hulu sesuai pada tabel 6 di atas.

Tabel 7 Format data terbaca oleh ArcSWAT

ID NAME LATITUD LONGITUD ELEVATION

1

Simulasi dilakukan setelah data HRU dan iklim digabungkan. Output dari hasil simulasi ArcSWAT ini adalah data debit harian dan debit bulanan DAS Ciliwung Hulu. Debit hasil simulasi ditampilkan menggunakan SWATPlot and SWATGraph. Berdasarkan hasil visualisasi yang diperoleh, debit simulasi harian maksimum sebesar 95.65 m3/dt , dengan debit minimum sebesar 0.56 m3/dt, dan debit rata-rata sebesar 10.51 m3/dt. Sedangkan untuk debit simulasi bulanan, diperoleh debit maksimum sebesar 20.30 m3/dt, dengan debit minimum sebesar 1.78 m3/dt, dan debit rata-rata sebesar 10.57 m3/dt. SWATPlot dan SWATGraph juga digunakan untuk membandingkan debit hasil simulasi dengan debit hasil observasi lapang, sehingga dapat diperoleh nilai validitas model.

Visualisasi perbandingan debit simulasi dan debit observasi lapang harian dan bulanan disajikan pada gambar 13 dan 14. Berdasarkan gambar, hasil simulasi

(31)

21 yang diperoleh kurang mendekati kondisi sebenarnya di lapangan, terlihat bahwa sebaran debit observasi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan debit simulasi.

Gambar 13 Fluktuasi debit harian hasil simulasi dan observasi

Gambar 14 Fluktuasi debit bulanan hasil simulasi dan observasi

(32)

22

Berdasarkan perbandingan data simulasi dan observasi, nilai koefisien determinasi (R2) dan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang diperoleh adalah 0.682 dan 0.060 untuk debit bulanan serta 0.362 dan -0.075 untuk debit harian. Nilai tersebut belum sesuai dengan range nilai yang seharusnya untuk dikatakan memuaskan. Dalam kriterianya, menurut Moriasi et al. (2001) simulasi dianggap baik jika nilai NS > 0.75, memuaskan jika 0.36 < NS < 0.65, serta kurang memuaskan jika NS < 0.36, oleh karena itu diperlukan proses kalibrasi agar nilai validitas yang diperoleh dapat diterima.

Kalibrasi dan Validasi

Kalibrasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan SWAT Editor sebagai tools untuk memperbaiki nilai simulasi. Hasil simulasi awal pada gambar 13 dan 14 menunjukkan bahwa posisi debit simulasi berada cukup jauh di bawah debit observasi pada empat bulan awal yaitu Januari, Februari, Maret, dan April, kondisi ini menyatakan bahwa curah hujan pada keempat bulan tersebut perlu dinaikan agar dapat mendekati kondisi lapang. Sedangkan untuk bulan selanjutnya terlihat berfluktuasi, dimana pada bulan Mei, Juli, Agustus, Oktober, November, dan Desember perlu dilakukan penurunan curah hujan karena debit simulasi berada di atas debit observasi. Pada bulan Juni dan September tidak terlalu jauh perubahan debitnya sehingga hanya perlu dinaikkan sedikit saja curah hujannya.

Nilai curah hujan dinaikan dengan memilih subbasin pada SWAT Input Table SWAT Editor. Kenaikan atau penurunan nilai curah hujan dimasukan dalam hitungan persen, sehingga penentuan kenaikan atau penurunan nilai curah hujan sangat tergantung dari visualisasi pada simulasi awal. Pada penelitian ini kenaikan curah hujan dimulai dari 10 persen sampai dengan 90 persen. Perubahan nilai awal dengan kenaikan curah hujan 10 persen membuat nilai R2 dan NS simulasi pun turut naik. Nilai ini akan terus meningkat sesuai dengan peningkatan nilai curah hujan berdasarkan hasil visualisasi pada simulasi awal. Peningkatan nilai curah hujan ini harus memperhatikan visualisasi dari peningkatan sebelumnya, karena tidak semua bulan mengalami kondisi curah hujan yang sama. Visualisasi hasil kalibrasi debit harian dan bulanan disajikan pada gambar 15 dan 16.

(33)

23

Gambar 15 Grafik hasil kalibrasi debit harian DAS Ciliwung Hulu

(34)

24

Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam memprediksi proses hidrologi. Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa suatu metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Proses validasi dilakukan terhadap simulasi dengan periode waktu yang berbeda yaitu tahun 2010, hal ini dilakukan untuk memperlihatkan bahwa untuk tahun-tahun berikutnya model akan valid dalam memprediksi hasil. Berdasarkan hasil validasi pada tahun 2010, diperoleh nilai R2 sebesar 0.806 hal ini menunjukkan simulasi debit dapat dikatakan valid, namun nilai NS yang diperoleh yaitu sebesar -4.861 tidak mencapai nilai yang seharusnya, hal ini dapat terajadi karena pada penelitian ini sebaran antara data debit simulasi dan debit observasi pada periode 2010 terlihat tidak seragam, dimana untuk tahun 2010 pada seluruh bulan tergambarkan bahwa debit observasi berada di bawah debit simulasi sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 pada beberapa bulan tergambarkan bahwan debit observasi berada di atas debit simulasi. Keseluruhan nilai hasil kalibrasi dan validasi disajikan pada tabel 8.

Gambar 17 Grafik hasil validasi debit DAS Ciliwung Hulu tahun 2010

(35)

25 Tabel 8. Nilai statistik hasil penelitian

Bulan Curah Hujan Kalibrasi Validasi

Januari 70 R2 NS R2 NS

1. Berdasarkan simulasi ArcSWAT diperoleh debit maksimum bulanan DAS Ciliwung Hulu sebesar 59.42 m3/det, debit minimum sebesar 2.04 m3/det, serta debit rata-rata sebesar 14.61 m3/det.

2. Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi model, simulasi debit daerah aliran sungai Ciliwung hulu dikatakan valid dengan kategori hasil yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.831 dan nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) sebesar 0.599.

Saran

Perlu dilakukan simulasi dengan menggunakan data stasiun iklim yang lebih banyak, agar hasil simulasi ArcSWAT lebih baik. Dengan penggunaan model hidrologi ArcSWAT dapat dikembangkan skenario tindakan pengelolaan untuk menentukan kondisi perencanaan pengelolaan DAS terbaik untuk Sungai Ciliwung.

DAFTAR PUSTAKA

Aronof S. 1989. Geographic Information System a Management Perspective. WDL Publication: Ottawa-Canada

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogo r: IPB Press.

(36)

26

FAO.1999.[diacu 25 Maret 2014] tersedia dari :http://www.fao.org/nr/land/use/en/ dalam Caroline M. 2012. “Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologis Sub-Das Citarik Tahun 2000 Dan 2007”. Bogor : IPB

Harto S. 2000. Hidrologi teori masalah penyelesaian. Yogyakarta: Nafiri Offset. Irsyad F. 2011. Analisis Debit Sungai Cidanau Dengan Aplikasi SWAT. Bogor:

Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana.

Junaedi E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT. Sekolah Pasca Sarja. IPB. Bogor. Kodoatie RJ, Sjarief R, 2008, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Ed rev.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL. 2007. Model Evaluation Guidelines for Systematic Quantification of Accuracy in Watershed Simulations. Transactions of the ASABE. 50 (3):885-900.

Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, and William J. R. 2004. Soil and Water Assessment Tools Input/Output File Documentation Version 2005. [e-book] Texas : Agricultural Reasearch Service US [diacu pada 25 Maret 2014]. Tersedia dari : http://www.brc.tamus.edu/swat/document.html.

Pawitan H. 2002. Hidrologi DAS Ciliwung dan Andilnya terhadap Banjir Jakarta. Makalah Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu di Era Otonomi Daerah: Peningkatan Kapasitas Multipihak Dalam Pengendalian Banjir DKI Jakarta, 8 Mei 2002. LP-IPB dan Andersen/ Prasetyo Strategic Consulting, Jakarta. Pawitan H. 2004. Aplikasi model erosi dalam perspektif pengelolaan daerah aliran

sungai. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat Konservasi Tanah danAir Indonesia. Universitas GadjahMada dan Departemen Kehutanan.

(37)

27

(38)

28 Lampiran 2. Data Weather Generator

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

TMPMX 26.2 25.6 26.6 27.5 28.1 28.4 28.8 29.8 30.6 30.2 28.9 27.3

TMPMN 19.1 19.6 19.6 19.9 19.6 18.6 17.9 17.9 18.8 19.1 20 19.9

TMPSTDMX 2.6 2 2 1.9 1.7 1.5 1.7 2 2.7 3.1 2.9 2.5

TMPSTDMN 0.8 0.9 1 0.9 1.2 1.3 1.4 1.5 1.3 1.2 1 1

PCPMN 403.5 396.6 531.12 574.7 405.9 236.6 175.2 125.7 174 321.6 409.2 402.3

PCPSTD 19.1 19.2 15.1 16.2 12.3 9.1 8.2 7 8.8 12.3 12.8 16.8

PCPSKW -2.5 -1.9 1.2 2.5 1.4 2 2.5 2.5 2.1 1.7 1.6 -0.5

PR_W1 0.7 0.18 0.5 0.8 0.7 0.6 0.6 0.6 0.6 0.5 0.6 0.6

PR_W2 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.90.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9

PCPD 30.5 28.2 30.6 29.8 30.5 38.5 28.5 26.8 26.5 28.5 29.5 29.7

RAINHHMX 0.9 1.6 0.9 1.3 1 0.8 0.7 0.4 0.5 0.8 0.8 1.4

SOLARAV 14.2 14.6 16 15.5 15 14.9 14.2 13..9 13.8 14 14.5 15.3

DEWPT 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(39)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dengan nama Putri Rodua Marbun pada 03 April 1991 di Medan. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Binton Marbun dan Ida Sihombing. Penulis merupakan lulusan dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran pada tahun 2010. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Pada bulan Juni-Agustus 2013, penulis melaksanakan praktik lapangan di Balai Irigasi Bekasi dengan judul laporan “Pemetaan Alih Fungsi Lahan Irigasi Pulau Sumatera Tahun 2006-2009 Menggunakan Software ArcGIS” dan pada tahun 2014, penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pendugaan Debit Aliran Sungai Ciliwung Di Bendung Katulampa Menggunakan Software ArcSWAT” di bawah bimbingan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng.

Gambar

Gambar 1 Lokasi upstream-middlestream-downstream DAS Ciliwung
Gambar 2  Representasi fase lahan pada siklus hidrologi dalam model
Gambar 3 Pengolahan dengan filter excel
Gambar 4  Perhitungan dengan  pivot table
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekripsi ini adalah “Kajian Debit Aliran Sungai dan Sedimen Melayang serta Arahan Penggunaan Lahan pada Tiga Outlet Sub DAS di Kawasan Hulu DAS Padang” , yang

[r]

Model persamaan perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu yang dihasilkan dari analisis regresi berganda menghasilkan multikolinearitas tinggi antar peubah bebas

Waktu dasar (Tb) adalah waktu dari awal sampai akhir limpasan permukaan. Analisis hidrograf aliran diolah dengan menggunakan data debit aliran sungai yang di dapat dari

Hasil simulasi curah hujan-debit aliran dengan menggunakan data radar hujan, menunjukkan bahwa sub-DA CiLiwung (Tugu) merupakan sub-DAS yang memberikan debit dengan volume

membandingkan debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa dengan debit harian hasil simulasi SWAT-CUP dari tahun 2004 – 2006. Sedangkan

Analisis debit aliran sungai di Sub DAS Ciasem menggunakan model SWAT dilakukan dengan masukan data berupa karakteristik tanah, iklim, penggunaan lahan, dan

Salah satu model pendugaan debit sungai adalah persamaan liku kalibrasi (Rating Curve) yang merupakan persamaan garis yang menghubungkan tinggi muka air sungai (m)