• Tidak ada hasil yang ditemukan

KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL MW-SWAT PADA ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU SKRIPSI HAFID ARIFIANTO F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL MW-SWAT PADA ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU SKRIPSI HAFID ARIFIANTO F"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL MW-SWAT PADA ANALISIS DEBIT

ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU

SKRIPSI

HAFID ARIFIANTO

F14061259

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

Calibration and Validation of MW-SWAT Model on River Discharge Analysis of Ciliwung Hulu Sub Watershed

Hafid Arifianto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB, Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 85723521252, email: hafid_88mw@yahoo.com

ABSTRACT

The urban growth has proven gives a significant effect on the hydrological watershed function. Information about the impact of land management practices on water, sediment and agricultural chemical yields in Ciliwung Hulu Sub Watershed could be predicted using SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Ciliwung Hulu Sub Watershed (area 14,964 Ha) is located in West Java. The main objectives were to calibration and validation the performance of SWAT as a simulator of flow processes at watershed scale. Model calibration and validation analysis were performed with SUFI-2 SWAT CUP (Sequential Uncertainty Fitting ver. 2 Soil and Water Assessment Tool Calibration Uncertainty Prediction). Two criteria were used to assess the goodness of calibration: (1) the precentage of data bracketed by the 95% prediction uncertainty calculated at the 2.5 and 97.5 percentiles of the cumulative distribution of the simulated variables, and (2) the R-factor is the ratio of the average distance between the above percentiles and the standard deviation of the corresponding measured variable. In discharge calibration, 82% of the measured data were bracketed by the 95PPU while the R-factor had a desired value of 1.10. The validation were also quite good with 56% of the measured data were bracketed by the 95PPU with a R-factor equal to 0.64. These statistics showed quite good result so we concluded that: in Ciliwung Hulu Sub Watershed, it is feasible to use SWAT as a flow simulator.

(3)

Hafid Arifianto. F14061259. Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT pada Analisis Debit

Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu. Di bawah Bimbingan Asep Sapei dan Mahmud Arifin

Raimadoya

RINGKASAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat mengkhawatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjaditerlalu tinggi.

Peningkatan pertumbuhan populasi yang diiringi pertumbuhan kawasan ekonomi dan industri telah menyebabkan tekanan yang berat terhadap sumberdaya air. Dalam suatu DAS, kondisi ini akan berpengaruh terhadap fungsi hidrologi DAS. Pola penggunaan lahan di suatu wilayah DAS yang tidak sesuai dengan kaidah – kaidah penataan ruang di wilayah DAS dapat menimbulkan berbagai masalah seperti terbentuknya lahan kritis maupun terjadinya pencemaran.

Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usaha – usaha perbaikan untuk peningkatan kembali kualitas lahannya. Perencanaan penggunaan lahan secara optimal berdasarkan kesesuaian lahan dan aspek hidrologi menjadi penting dan perlu dilakukan. Untuk dapat membuat suatu perencanaan tersebut diperlukan suatu alat (tool) yang dapat mengintegrasi berbagai data sumberdaya lahan dan mampu memprediksi pengaruh pengelolaan terhadap respon hidrologinya. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian.

Penggunaan model pada suatu DAS harus memperhatikan faktor validitasnya. Hal ini disebabkan setiap DAS mempunyai karakterisitik yang berbeda. Untuk itu model hidrologi SWAT perlu dikalibrasi dan divalidasi. Model dianggap valid bila model tersebut dapat menggambarkan atau mendekati keadaan sebenarnya yang dapat diukur dengan standar deviasi rendah dan efisiensi model tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kalibrasi dan validasi model MW-SWAT pada analisis debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu.

Kalibrasi dan validasi model MWSWAT dilakukan dengan menggunakan software SUFI2.SWAT-CUP. Kalibrasi model dilakukan dengan cara membandingkan debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa dengan debit harian hasil simulasi model SWAT dari tahun 2004 – 2006. Sedangkan validasi menggunakan data debit harian tahun 2007 - 2009.

Kalibrasi perlu dilakukan pada model MW-SWAT karena banyaknya keterbatasan dalam model hidrologi ini. Keterbatasan model terjadi karena adanya penyederhanaan sehingga banyak kejadian alam pada daerah aliran sungai yang tidak bisa diwakili oleh model. Beberapa keterbatasan yang tidak dapat diwakili oleh model MW-SWAT adalah longsor, efek konstruksi besar seperti jembatan, jalan dan bendungan yang mengakibatkan sedimentasi, dan pembuangan limbah pabrik ke aliran sungai.

Menurut Abbaspour (2007), model dianggap valid jika lebih dari 80% data hasil observasi perpotongan dengan luasan grafik 95PPU (P-value > 0.8). Selain itu, rata – rata selisih nilai antara batas bawah (pada level 2.5%) dan batas atas (pada level 97.5%) grafik 95PPU lebih kecil dari stadar deviasi data hasil observasi (R-fator < 1). Hasil kalibrasi menunjukan bahwa 88% data hasil observasi berpotongan dengan 95PPU (P-value = 0.88). Kemudian proses kalibrasi juga menghasilkan nilai

R-fator sebesar 1.10. Pada penelitian ini dalam satu kali iterasi dilakukan 500 simulasi. Dari 500 simulasi

yang dilakukan simulasi nomor 187 pada iterasi 12 dianggap sebagai simulasi terbaik karena menghasilkan nilai debit paling mendekati dengan nilai debit hasil observasi di SPAS Katulampa. Hal

(4)

ini dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) dari simulasi nomor 187 yang memuaskan. Nilai Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) dari hasil simulasi nomor 187 sebesar 0.51 dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.51. Nilai P-value, R-factor, koefisien determinasi (R2), dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) yang optimum ini dicapai setelah melakukan 12 iterasi. Pada iterasi pertama rentang nilai parameter – parameter masukan merupakan rentang nilai maksimal yang ada pada file absolute_SWAT_value.txt. Kemudian pada iterasi selanjutkan rentang nilai parameter masukan yang digunakan berasal dari New_pars.sf2 yang berasa dari hasil kalibrasi proses iterasi sebelumnya. Jumlah parameter masukan juga berkurang dari 33 parameter menjadi 29 parameter karena ada 4 parameter yang dianggap tidak sensitif mempengaruhi nilai output.

Validasi dilakukan dengan menggunakan data debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2007 – 2009.. Proses validasi menunjukan hasil yang kurang memuaskan, hanya 53% data hasil observasi berpotongan dengan luasan 95PPU dengan nilai R-factor sebesar 0.17. Pada proses validasi hanya dilakukan satu kali iterasi dan dalam satu iterasi terdiri dari 500 simulasi. Dari 500 simulasi tersebut, simulasi nomor 238 dianggap sebagai simulasi terbaik. Namun, nilai koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) hasil simulasi tersebut juga kurang memuaskan, yaitu nilai koefisien determinasi (R2) hanya sebesar 0.11 dan nilai Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) hanya sebesar 0.04. Hal ini bisa terjadi karena pada bulan Januari tahun 2009 terjadi debit sungai yang luar biasa ekstrim. Rata – rata debit pada tahun 2009 adalah 29.43 m3/s, jauh diatas rata – rata debit tahun sebelumnya yang hanya mencapai kisaran 6 – 14 m3/s. Menurut Suripin (2004), sistem hidrologi kadang – kadang dipengaruhi oleh peristiwa – peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka.

Validasi kemudian kembali dilakukan dengan asumsi debit observasi bulan Januari tahun 2009 yang memiliki nilai ekstrim diganti dengan rata – rata nilai debit observasi bulan Januari tahun 2007 dan 2008. Hasil dari proses validasi ini lebih baik dari proses sebelumnya. Nilai P-value dan R-factor yang dihasilkan masing – masing adalah 0.56 dan 0.64. Pada proses validasi ini juga hanya dilakukan satu kali iterasi yang terdiri dari 500 simulasi. Dari 500 simulasi tersebut, simulasi nomor 384 dianggap merupakan simulasi terbaik. Nilai koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) juga lebih baik dari proses validasi sebelumnya. Nilai koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe Model Effisiensi (ENS) dari proses validasi ini masing – masing adalah 0.59 dan 0.41.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil simulasi SWAT cukup memuaskan untuk digunakan memprediksi debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu dengan asumsi tidak terjadi debit ekstrim seperti pada bulan Januari 2009. Meskipun nilai P-value hasil validasi kurang dari 80% namun menurut Abbaspour (2007) model harus dievaluasi ketika nilai P-value kurang dari 50%. Nilai P-value hasil validasi adalah 56%. Van Liew dan Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) menggolongkan hasil simulasi menjadi tiga kelompok yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash-Sutcliffe ≥ 0.75, memuaskan jika nilai nilai 0.36 < Nash-Sutcliffe < 0.75, dan dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash-Sutcliffe < 0.36. sedangkan menurut Santi et al. (2001) dalam Junaedi (2009) hasil simulasi dikatakan baik jika nilai ENS dan R2 adalah ENS ≥ 0.5 dan R2 ≥ 0.6.

(5)

KALIBRASI DAN VALIDASI MODEL MW-SWAT PADA ANALISIS DEBIT

ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HAFID ARIFIANTO

F14061259

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT pada Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu

Nama : Hafid Arifianto

NIM : F14061259

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S)

(Ir. Mahmud Arifin Raimadoya, M.Sc)

NIP : 19561025 198003 1 003

NIP : 19510604 197703 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP : 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kalibrasi dan

Validasi Model MW-SWAT pada Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu adalah

hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor, 24 Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Hafid Arifianto F14061259

(8)

©Hak cipta milik Hafid Arifianto, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Hafid Arifianto. Lahir di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 19 Februari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Maryoto dan Winarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN 7 Pasarbatang, kemudian tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPN 2 Brebes. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Brebes dan lulus pada tahun 2006. Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan setahun kemudian penulis diterima di mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2007-2008 penulis menjadi Wakil Ketua Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes wilayah Bogor. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian sebagai Staff Departemen Sosial Kemasyarakatan Tahun 2007-2008. Pada tahun 2008-2009, penulis menjadi Staff Departemen HRD Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT. Kusuma Agrowisata, Batu, Jawa Timur dengan topik “Aspek Teknik Fertigasi Dalam Sistem Hidroponik di

PT. Kusuma Agrowisata, Batu, Jawa Timur”. Penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT pada Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan Ir. Mahmud Arifin Raimadoya, M.Sc.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Hanya dengan pertolongan dan izin-Nya Penelitian ini dapat selesai dengan baik.

Penelitian yang berjudul “Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT Pada Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung” ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan tugas akhir penelitian guna mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu, Kakak dan keluarga besar dari kedua orang tuaku yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya, serta dukungan semangatnya baik berupa doa, moral maupun material.

2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing I dan Ir. Mahmud A. Raimadoya, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, solusi dan rasa semangat.

3. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M. Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran.

4. Bapak dan Ibu di BPDAS Ciliwung – Cisadane dan BMKG atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada Penulis.

5. Kak Hamdan dan Kak Wina yang bersedia membagi ilmunya.

6. Izhul, teman seperjuangan penulis dalam suka dan duka menyelesaikan penelitian. 7. Tono, teman seperjuangan sejak masa SMP.

8. Ida, Bayu Nata, Bayu Eko, Dewi dan Wahid yang telah memberikan semangat, canda dan tawa dalam bingkai persahabatan.

9. Teman – teman Soskemas BEM FATETA 2007/2008 dan HRD HIMATETA 2008/2009 yang telah memberikan kenangan tentang indahnya berorganisasi.

10. Teman – teman CO SEEDERS yang telah menemani Penulis jalan – jalan dan berprestasi di Bali.

11. Teman – teman Pondok Muslim dan Wisma Amigo yang telah memberikan lingkungan yang nyaman bagi Penulis untuk melaksanakan penelitian

12. Teman – teman TEP 43 atas persahabatan yang terlupakan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan, namun sangat besar harapan penelitian ini dapat berguna bagi penulis dan orang yang menggunakannya.

Bogor, 24 Februari 2011

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... .ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Daur Hidrologi ... 3

B. Daerah Aliran Sungai ... 3

C. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) ... 4

D. Sequencial Uncertainty Fitting version 2. Soil and Water Assessment Tool-Calibration and Uncertainty Programs (SUFI-2.SWAT-CUP) ... 5

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 8

A. Waktu dan Tempat ... 8

B. Alat dan Bahan... 8

C. Metode Penelitian ... 9

1. Pengumpulan Data ... 9

2. Pengolahan Data ... 9

3. Analisis Data ... 13

4.Kalibrasi dan Validasi ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Kondisi Daerah Penelitian ... 18

B. Iklim ... 19

C. Tanah dan Topografi ... 20

D. Penggunaan Lahan ... 22

E. Simulasi MW-SWAT ... 23

E. Kalibrasi dan Validasi ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

A. Kesimpulan ... 32

B. Saran ... 32

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi... 15

Tabel 2. Jenis tanah dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu ... 20

Tabel 3. Kelas lereng dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu ... 21

Tabel 4. Jenis penggunaan lahan dan proporsi luasnya pada DAS Ciliwung Hulu……….23

Tabel 5. Parameter – parameter yang digunakan sebagai masukan dalam proses kalibrasi ... 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi hubungan antara ketidakpastian parameter masukan dengan ketidakpastian

hasil prediksi ... ... 6

Gambar 2. Peta lokasi penelitian ... 8

Gambar 3. Diagram alir proses penelitian ... 10

Gambar 4. Posisi Sub DAS Ciliwung Hulu ... 17

Gambar 5. Grafik Rerata curah hujan bulanan... 19

Gambar 6. Peta tanah Sub DAS Ciliwung Hulu ... 21

Gambar 7. Peta penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2008 ... 22

Gambar 8. Hasil deliniasi Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan model MW-SWAT ... 24

Gambar 9. Grafik hasil proses kalibrasi debit sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2004 sampai tahun 2006... 27

Gambar 10. Grafik hasil proses validasi debit sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2004 sampai tahun 2006 ... 28

Gambar 11. Debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu ... 29

Gambar 12. Grafik hasil validasi data debit Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2007 – 2009 dengan asumsi debit bulan Januari 2009 menggunakan nilai rata – rata debit bulan Januari 2007 dan 2008 ... .30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Parameter – parameter masukan kalibrasi yang ada dalam file

Absolute_SWAT_values.txt ... .35

Lampiran 2. Data WGN ... .42 Lampiran 3. Karakteristik tanah ... .43

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang menerima air hujan untuk kemudian mengalirkan kembali melalui suatu sungai utama menuju ke hilir. DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS karena selain fungsinya yang sangat penting sebagai daerah tangkapan air (Water Catchment Area) juga adanya keterkaitan biofisik dengan daerah tengah dan hilir. DAS memiliki peran sangat besar sebagai sistem pelindung dan penyangga kehidupan, oleh karena itu keberadaannya perlu dikelola dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap berfungsi.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat mengkhawatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjaditerlalu tinggi.

Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS, saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat. Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya berkurang, hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah meluap dan dapat membahayakan keselamatan penduduk di sekitar daerah aliran sungai yaitu Jakarta, Bogor, Bekasi dan sekitarnya.

Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang telah dilaksanakan berpengaruh cukup besar terhadap perubahan tatanan lingkungan berupa menurunnya kualitas lingkungan, degradasi lingkungan serta berkurangnya sumberdaya alam maupun perubahan tata guna lahan. Peningkatan pertumbuhan populasi yang diiringi pertumbuhan kawasan ekonomi dan industri telah menyebabkan tekanan yang berat terhadap sumberdaya air. Dalam suatu DAS, kondisi ini akan berpengaruh terhadap fungsi hidrologi DAS. Pola penggunaan lahan di suatu wilayah DAS yang tidak sesuai dengan kaidah – kaidah penataan ruang di wilayah DAS dapat menimbulkan berbagai masalah seperti terbentuknya lahan kritis maupun terjadinya pencemaran.

Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usaha – usaha perbaikan untuk peningkatan kembali kualitas lahannya. Perencanaan penggunaan lahan secara optimal berdasarkan kesesuaian lahan dan aspek hidrologi menjadi penting dan perlu dilakukan. Untuk dapat membuat suatu perencanaan diperlukan suatu alat (tool) yang dapat mengintegrasikan berbagai data sumberdaya lahan dan mampu memprediksi pengaruh pengelolaan terhadap respon hidrologinya.

Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk

memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian. SWAT dikembangkan oleh Agricultural Research Services (ARS). USDA yang merupakan gabungan beberapa model seperti : Simulator for Water Research in Rural Basin (SWRRB); Chimical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS);

Groundwater Loading Effect on Agricultural Management System (GLEAMS) dan Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC).

Penggunaan model pada suatu DAS harus memperhatikan faktor validitasnya. Hal ini disebabkan setiap DAS mempunyai karakterisitik yang berbeda. Untuk itu model hidrologi SWAT perlu dikalibrasi dan divalidasi. Model dianggap valid bila model tersebut dapat menggambarkan

(16)

2 atau mendekati keadaan sebenarnya yang dapat diukur dengan standar deviasi rendah dan efisiensi model tinggi.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kalibrasi dan validasi model MW-SWAT pada analisis debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu.

(17)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daur Hidrologi

Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses – proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi (Linsley, 1985).

Menurut International Glossary of Hydrology (1974) dalam Asdak (2004) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat – sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan makhluk hidup.

Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan – tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman,

kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh

air, dan evaporasi kembali (Seyhan, 1990).

Tahap pertama dari dari daur hidrologi penguapan air dari samudera. Uap ini dibawa di atas daratan oleh massa udara yang bergerak. Bila didinginkan hingga titik embunnya, maka uap tersebut akan membeku menjadi butiran air yang dapat dilihat yang membentuk awan atau kabut. Dalam kondisi meteorologis yang sesuai, butiran – butiran air kecil itu akan berkembang cukup besar untuk dapat jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan (Linsley, 1985).

Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuh – tumbuhan dan sebagian akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang terkumpul di daun atau batang tumbuh – tumbuhan disebut intersepsi (interception). Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh – tumbuhan tergantung pada jenis tumbuh – tumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang akhirnya mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (steam flow). Sebagian air yang tertahan akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi (interception loss). Setelah mencapai tanah, sebagian air akan menyusup ke dalam tanah ke dalam zona air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration). Air kemudian bergerak secara berlahan berpindah melalui akuifer ke saluran – saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan (Seyhan, 1990).

Setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan dan berinfiltrasi, suatu selaput air tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya detansi permukaan menjadi lebih tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang sungai, bagian limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai (Seyhan, 1990).

Air pada sungai berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi (Seyhan, 1990).

B. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS – DAS disebelahnya oleh suatu pembagi

(18)

4 (divide), atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari daerah yang dikelilingi oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan (Linsley, 1985).

Menurut Suripin (2004), karakteristik DAS akan berpengaruh besar terhadap besarnya aliran permukaan. Karakteristik tersebut adalah (a) luas dan bentuk DAS, (b) topografi, dan (c) tata guna lahan. Semakin besar luas DAS, semakin besar pula volume aliran permukaan. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit akan menghasilkan aliran permukaan yang kecil dibanding DAS yang memiliki bentuk yang melebar dan melingkar. Hal ini karena pada DAS yang memanjang, aliran permukaan akan membutuhkan waktu lama untuk terkonsentrasi pada suatu titik. Topografi akan berpengaruh pada kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit atau saluran. Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai, terdapat cekungan – cekungan, dan jarak antar parit atau saluran yang jarang. Pengaruh tata guna lahan dinyatakan dengan koefisien aliran permukaan (C), yaitu perbandingan antara besar aliran permukaan dengan besar curah hujan. Dengan kisaran 0 – 1, semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati satu yang berarti hampir semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan sedikit sekali yang berinfiltrasi ke dalam tanah.

Perubahan penutupan lahan memberikan respon hidrologis berupa terjadinya perubahan pada limpasan permukaan, erosi dan tingkat pengisian air di bumi. Dalam skala lokal, perubahan penutupan lahan akan memberikan efek secara cepat terhadap hidrologi lokal seperti peningkatan pada limpasan permukaan dan peningkatan erosi. Sebagai indikator fisik DAS, limpasan permukaan berpengaruh terhadap sedimentasi, kualitas air sungai, dan debit sungai. Limpasan permukaan dipengaruhi oleh faktor urbanisasi, kekasapan permukaan, reforestasi, curah hujan, dan persentase penutupan tajuk (Taufik, 2006).

DAS berfungsi sebagai penampung air hujan, penyimpan, dan pendistribusian menuju sungai dan saluran lainnya. Gangguan fungsi DAS yang marak terjadi pada saat ini akan berdampak pula terhadap sistem hidrologi (Suripin, 2004)

C. Soil and Water Assessment Tool (SWAT)

Soil and Water Assessment Tool yang disingkat SWAT adalah model hidrologi skala daerah aliran sungai (DAS) yang pertama kali dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA

Agricultural Research Service (WASWC, 2008). SWAT dikembangkan untuk memprediksi

dampak pengelolaan lahan (land management practices) terhadap hasil air, sedimen, dan hasil kimia pertanian pada suatu DAS yang kompleks dan luas dengan beragamjenis tanah, penggunaan lahan dan pola pengelolaan pada waktu yang lama.

Menurut Neitsch et. al. (2001) dalam WASMC (2009), SWAT merupakan model hidrologi berbasis proses fisika (physically based model) yang memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat – sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS. Proses – proses fisika seperti pergerakan air, sedimentasi, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya secara langsung dapat dimodelkan oleh SWAT. Proses yang dimodelkan oleh SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut :

(19)

5 Dimana 𝑆𝑊𝑡 adalah kandungan air tanah akhir (mm), 𝑆𝑊0 adalah kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm), t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah curah hujan pada hari i (mm), Qsurfc adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Ea adalah jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), Wseep adalah jumlah air yang masuk ke dalam zona vadose pada profil tanah pada hari i (mm), dan Qgw adalah jumlah air yang merupakan air kembali.

Deliniasi DAS sebagai areal penelitian dilakukan menggunakan Digital Elevation Model (DEM). DEM membatasi areal penelitian berdasarkan berdasarkan topografi alaminya. Dalam simulasi, suatu DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS. Sub DAS adalah pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah atau sifat lain yang berpengaruh terhadap hidrologi. Informasi masukan untuk setiap sub-basin dikelompokan atau disusun kedalam kategori berikut : iklim, unit respon hidrologi (hydrologic response unit/HRU), genangan/basahan, air bawah tanah, dan saluran utama yang men-drainase sub-basin. HRU adalah kelompok lahan di dalam sub-basin yang memiliki kombinasi tanaman penutup, tanah, dan pengelolaan yang unik.

Untuk mendapatkan Hydrologic Response Unit (HRU) sebagai unit analisis dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dengan peta penggunaan lahan. HRU yang terbentuk selanjutnya dihubungkan dengan data iklim yang telah di-entry menggunakan format file.pcp dan file.tmp. Simulasi dijalankan setelah periode simulasi ditentukan.

Simulasi hidrologi DAS dengan menggunakan SWAT dapat dibagi menjadi dua bagian.utama. Bagian pertama adalah fase lahan pada siklus hidrologi dan kedua adalah fase pergerakan air pada siklus hidrologi. Pada fase lahan yaitu mengontrol jumlah air, sedimen, hara dan pestisida yang masuk ke sungai. Pada fase pertama ini merupakan fase lahan dari siklus hidrologi yang dapat dilihat pada sub DAS dan HRUs. Pada tingkat sub-DAS dan HRU, informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral, dan total hasil air yang hasil air yang masuk ke dalam saluran utama pada sub-basin selama periode simulasi.

Fase kedua adalah fase pergerakan air (fase air) pada siklus hidrologi yang didefinisikan sebagai pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida melalui jaringan sungai sampai ke outlet (Neitsch et. al. 2009). Pada fase ini dapat diperoleh informasi jumlah aliran yang masuk dan keluar sungai utama, jumlah air yang hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi (Arsyad, 2006).

D. Sequencial Uncertainty Fitting version 2. Soil and Water Assessment

Tool-Calibration and Uncertainty Programs (SUFI-2.SWAT-CUP)

SWAT-CUP adalah progam komputer yang digunakan untuk kalibrasi model hidrolologi SWAT. SWAT-CUP memiliki empat program link yaitu GLUE, ParaSol, MCMC, dan SUFI-2. SWAT-CUP dapat digunakan untuk melakukan analisis sensitivitas, kalibrasi, validasi dan analisis ketidakpastian pada model hidrologi SWAT. .

Pada SUFI2, ketidakpastian parameter – parameter masukan digambarkan memiliki distribusi yang seragam. Kemudian ketidakpastian nilai output, dikalibrasi menggunakan metode 95%

Prediction Uncertainty (95PPU). 95PPU dihitung pada level 2.5% sampai 97.5% dari distribusi

kumulatif variabel output menggunakan Latin Hypercube Sampling. Konsep algoritma analisis ketidakpastian dari SUFI2 dapat dijelaskan oleh grafik pada Gambar 1. Gambar tersebut mengilustrasikan bahwa nilai tunggal parameter masukan (diwakili oleh titik hitam) memberi pengaruh tunggal pada model yang diwakili oleh garis abu – abu (gambar 1a), kemudian

(20)

6 peningkatan ketidakpastian pada nilai dan jumlah parameter masukan (diwakili oleh garis hitam) mempengaruhi nilai output hasil 95PPU yang diilustrasikan oleh luasan wilayah berwarna abu – abu pada gambar 1b. Ketika ketidakpastian pada parameter masukan meningkat yang diwakili oleh garis hitam yang semakin panjang (gambar 1c) maka meningkat pula ketidakpastian pada output yang dihasilkan 95PPU yang diwakili luasan wilayah abu – abu yang semakin lebar.

Perpotongan data hasil observasi di sepanjang luasan 95PPU menunjukan bahwa range nilai parameter masukan kalibrasi sudah tepat/valid. Sebagai contoh, jika situasi pada gambar 4d terjadi, dimana data hasil observasi yang diwakili oleh garis merah tidak berpotongan dengan luasan 95PPU maka range nilai parameter masukan harus diubah. Dan jika range nilai parameter masukan sudah sesuai dengan batas nilai fisik yang diinginkan tetapi keadaan tersebut tetap

Gambar 1. Ilustrasi hubungan antara ketidakpastian parameter masukan dengan ketidakpastian hasil prediksi. Nilai tunggal parameter masukan menghasilkan respon nilai tunggal pada model (a), sedangkan ketidakpastian nilai parameter masukan menyebabkan ketidakpastian pada prediksi nilai output yang digambarkan oleh 95PPU (b dan c), semakin besar nilai ketidakpastian pada parameter masukan, semakin besar ketidakpastian pada output hasil 95PPU (c), jika parameter – parameter masukan berada pada limit nilai maksimumnya dan 95PPU tidak berpotongan dengan data hasil observasi, maka model harus dievaluasi (d).

(21)

7 terjadi, maka masalahnya bukan pada parameter masukan kalibrasi tetapi konsep dari model yang harus dievaluasi.

SUFI-2 memulai proses kalibrasi dengan mengasusmsikan besarnya ketidakpastian pada parameter masukan, kemudian nilai ketidakpastian berkurang seiring dengan proses kalibrasi sampai dua syarat terpenuhi: (1) sebagian besar data hasil observasi berpotongan dengan luasan grafik 95PPU dan (2) selisih rata – rata antara batas atas (pada level 97.5%) dan batas bawah (pada level 2.5%) 95PPU kecil. Model dianggap valid jika 80 – 100% data hasil observasi berpotongan dengan luasan grafik 95PPU serta selisih antara batas atas dan batas bawah 95PPU lebih kecil dari standar deviasi data hasil observasi.

(22)

8 III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Juni sampai bulan Desember 2010. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6037’ – 6046’ LS dan 106049’ – 107000’ BT, dimulai dari Gunung Pangrango di Kabupaten Cianjur dan bermuara di Bendung Katulampa. Bentuk daerah aliran sungai Ciliwung memanjang dan menyempit seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

B. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa software open source utama, antara lain :

(23)

9 b. MWSWAT 1.5

c. SWAT Plot and Graph. d. SWAT-CUP

2. Bahan

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder, antara lain : a. Peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu

b. Peta penggunaan lahan, c. Peta tanah,

d. Peta rupa bumi e. Data iklim,

f. Data debit Sub DAS Ciliwung Hulu,

g. Citra Landsat dan DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shuttle Radar

Thopograpy Mission) dengan resolusi 90 m x 90 m,

h. Peta digital Australia drainage basin, dan i. Daftar stasiun iklim global (stnlist.txt), j. Sifat tanah.

C. Metode Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari empat tahap kegiatan. Kegiatan tersebut, yaitu: 1) pengumpulan data, 2) pengolahan data, 3) analisis data, 4) kalibrasi data. Adapun diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data didapat dari penelitian sebelumnya atau dari instansi terkait. Data – data tersebut terdiri dari dua jenis data yaitu data spasial dan data teks (atribut). Data hidrologi DAS Ciliwung Hulu berupa data debit harian di SPAS Katulampa dan data curah hujan dari pos hujan yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane (PSDA Ciliwung-Cisadane), data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika pusat di Jakarta. Peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah, dan peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane. Data tanah diperoleh dari penelitian sebelumnya, peta au basin, peta DEM dan daftar stasiun iklim (stnlist.txt) yang berasal dari Shuttle Radar Thopograpy

Mission diperoleh dari hasil mengunduh dari waterbase.com.

2. Pengolahan Data a. Data spasial

Beberapa data masukan yang diperlukan untuk menjalankan model hidrologi SWAT berupa data spatial (peta – peta). Peta – peta yang diperlukan seperti peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah diperoleh dari BPDAS masih dalam bentuk vektor. Sedangkan SWAT hanya bisa mengolah data spasial dalam bentuk raster sehingga peta – peta tersebut perlu diolah terlebih dahulu menggunakan tool yang ada di Map Window yaitu

tool convert a shapefile a grid dengan ukuran cell 30x30, tipe data grid long interger, dan

disimpan dalam bentuk TIF, kemudian peta tersebut di reprojected dengan bantuan

(24)

10 tidak ya tidak ya

Gambar 3. Diagram alir proses penelitian Data spatial Data iklim Tahun 2003 - 2008 Analisis MWSWAT tahun 2004 - 2006 2005 Output SWAT Kalibrasi Data debit harian Tahun 2004 - 2006

Validasi : Data debit harian Tahun 2007 - 2009 hasil P-value >0.8 R-factor < 1 NS ≥ 0.5 R2 ≥ 0.6 Pengumpulan data

(25)

11 b. Data teks (atribut)

Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data tanah, data iklim, dan data debit sungai Ciliwung. Data tanah dalam SWAT dimasukan dalam fileSOL yang terdapat di database MWSWAT. Data tanah yang digunakan dikelompokan menjadi dua bagian sifat fisik dan kimia tanah. Pada database tanah terdapat masukan untuk jenis tanah dan horizon pada setiap tanah. Data masukan jenis tanah terdiri dari nama tanah (SNAM), jumlah horizon (Nlayer), group hidrologi tanah (HYDGRP), kedalaman efektif (SOL_ZMX), tekstur tanah pada semua lapisan profil tanah, sedangkan masukan untuk masing – masing horison pada profil tanah meliputi ketebalan horison dalam mm (SOL_Z), bulk density dalam g/cm3 (SOL_BD), kapasitas menahan air dalam mm H2O/mm tanah (SOL_AWC), kandungan liat, pasir dan debu (% bobot tanah), kandungan bahan organik dan fraksi batuan (% bearat tanah), Saturated Hidraulic Conductivity dalam mm/jam (SOL_K), nilai erodibilitas tanah menurut USLE.

Data iklim yang merupakan masukan dalam SWAT adalah curah hujan , temperatur udara maksimum dan minimum harian (0C), radiasi sinar matahari harian (MJ/m2/hari), kelembaban udara harian (%), data – data tersebut dikumpulkan file PCP, TMP, SLR, HMD, WGN. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi maupun hasil dari generalisasi data pihak terkait seperti BMKG. Selain data iklim, pada penelitian ini juga menggunakan data curah hujan dari 5 stasiun penakar (pos hujan) yaitu Pos Hujan Gadog, Gunung Mas, Panjang, Katulampa dan Pasir Muncang yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Ciliwung – Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane).

Untuk membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Data iklim yang diperlukan adalah temperatur minimum dan maksimum, curah hujan, kecepatan angin, dan radiasi surya. Data yang digunakan berasal dari stasiun pengukuran Citeko dan harus diketahui letak koordinat dan elevasi. Data stasiun Citeko tersebut diperoleh dari BMKG Pusat di Jakarta.

Untuk membentuk weather generator, data iklim yang ada diolah menjadi beberapa tahapan yang meliputi :

 TITTLE : judul pada baris pertama file. Wgn

 WLATITUDE : koordinat lintang pada stasiun iklim.

 WLONGITUDE : koordinat bujur pada stasiun iklim.

 WLEV : elevasi stasiun iklim (m).

 RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan.

 Temperatur maksimum (TMPMX)

Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata – rata harian pada satu bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata – rata pada bulan Januari 10 tahun. µ𝑚𝑥𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑇𝑚𝑥. 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 Dimana :

Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada bulantersebut (0C).

N = jumlah hari perhitungan temparatur maksimum pada bulantersebut

.

(26)

12 Temperatur ini merupakan suhu minimum rata – rata pada satu bulan tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata – rata pada bulan Januari selama 10 tahun.

µ𝑚𝑥𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑇𝑚𝑛. 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 Dimana :

Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan itu (0C). N = jumlah hari perhitungan temperatur minimum pada bulan tersebut.

 Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMN) Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

(𝑇

𝑚𝑥 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

− µ𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

)

2 𝑁 𝑑 =1

𝑁 − 1

Dimana :

σmx = standar deviasi suhu maksimum.

Tmxbulan = suhu maksimum harian pada bulan tertentu. N = periode waktu (tahun).

 Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

(𝑇

𝑚𝑛 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

− µ𝑚𝑛

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

)

2 𝑁 𝑑 =1

𝑁 − 1

Dimana:

σmx = standar deviasi suhu minimum.

Tmxbulan = suhu minimum harian pada bulan tertentu. N = periode waktu (tahun).

 Curah Hujan Rata – rata (PCPMM)

Curah hujan rata – rata pada satu bulan selama n tertentu

Ř

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

𝑅

𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

𝑁 𝑑 =1

𝑡𝑎𝑕𝑢𝑛

Dimana:

Rhari,bulan = curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut (mmH2O) N = total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan untuk

menghitung rata – rata.

Tahun = jumlah tahun dari hujan harian dicatat.

 Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =

(𝑅𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 − Ř𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 )2 𝑁

𝑑=1

(27)

13 Dimana :

σbulann = standar deviasi suhu maksimum Rhari = curah hujan harian pada bulan tertentu. Rbulan = rata – rata curah hujan dalam satu bulan. N = total bulan (jumlah tahun)

 Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCP Skew)

ģ𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =𝑁 (𝑅𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 − Ř𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛) 3 𝑁 𝑑=1 𝑁 − 1 𝑁 − 2 (𝜎𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)3 Dimana :

ģbulan = koefisien Skew.

Rhari.bulan = curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun.

N = total tahun.

σbulann = standar deviasi.

 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-Wl).

𝑃𝑖 𝑊 𝐷 =

𝑕𝑎𝑟𝑖𝑊 𝐷,𝑖 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 ,𝑖

Dimana :

hariW/D,i = jumlah hari basah yang diikuti hari kering. harikering,i = jumlah hari kering selama hari pencatatan.

 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basah dengan jumlah hari basah selama satu bulan (PR-W2). 𝑃𝑖 𝑊 𝑊 = 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑊 𝑊,𝑖 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕,𝑖 Dimana :

hariW/W,i = jumlah hari basah yang diikuti hari basah. Haribasah,i = jumlah hari basah selama periode pencatatan.

 Jumlah hujan rata – rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD)

đ𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕 =𝑕𝑎𝑟𝑖𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕,𝑖 𝑡𝑎𝑕𝑢𝑛

 Jumlah curah hujan maksimum selama pencatatan (PCP mak)

 Radiasi Surya (SOLARAV)

Rata – rata radiasi surya pada satu bulan tertentu selama n tahun

µ𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =

𝐻𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁

𝑑=1 𝑁

 DEW point (titik beku)

 Kecepatan angin (WNDAV)

Kecepatan angin rata – rata (m/s) pada satu bulan tertentu selama N tahun. µ𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = µ𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 3. Analisis Data

(28)

14 Analisis penggunaan lahan diketahui dengan melakukan analisis pada peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2008. Peta penggunaan lahan tersebut dengan menggunakan ArcView 3.3 dapat terlihat jenis penggunaan lahan pada tahun 2008 dan total luasan penggunaan untuk masing – masing land use. Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan Arcview 3.3 pada peta tanah untuk mengetahui luasan masing – masing jenis tanah yang ada pada DAS Ciliwung Hulu.

b. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi DAS Ciliwung dilakukan dengan bantuan MWSWAT GIS 46 SR. Respon hidrologi yang dianalisis adalah debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu (FLOW_OUT).. Pada analisis hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah data iklim, data tanah, data penggnaan lahan, data hidrologi. Data tersebut terdapat 17 file input yang harus disiapkan untuk analisis hidrologi dan terangkum dalam Tabel 1.

File data CIO, COD, FIO, BSN, SUB, HRU, GW, dan RATE tersedia setelah analisis SWAT dijalankan, data penutupan lahan dalam SWAT disiapkan dalam file CROP dan URBAN. c. Prosedur Analisis

1) Deliniasi Areal Penelitian

Deliniasi areal penelitian merupakan langkah awal dalam menjalankan SWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan data DEM SRTM. Dalam SWAT, daerah penelitian termasuk jaringan hidrologi dapat dideliniasi otomatis. Pada tahap ini DAS akan dibagi menjadi beberapa sub-basin dan ditentukan juga ukuran

threshold dalam km2 (sq.km). Selain itu, ditentukan juga posisi outlet sungai sebagai akhir dari aliran sungai.

Untuk melakukan deliniasi dibutuhkan peta batas DAS Ciliwung Hulu dan DEM SRTM ukuran 90 m x 90 m. Sebelum melakukan kegiatan watershed delineation pada MWSWAT semua peta harus pada satuan yang sama seperti UTM, dan watershed

delineation harus telah di plugin ke program MWSWAT.

Output dari tahap ini adalah bentuk aliran sungai menuju outlet dan batas dari

beberapa sub-basin. Sub-basin terbentuk dari batas – batas yang dipengaruhi oleh bentuk topografi pada wilayah tersebut.

2) Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU)

HRU merupakanunit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan lainnya. HRU diperoleh melalui overlay peta DEM, peta tanah dan peta penggunaan lahan yang ketiganya telah di reprojected.

Output pada tahap ini adalah bentuk DAS yang terdiri atas beberapa sub-basin yang

telah diberi nomor. Pada tahap ini juga dapat ditentukan threshold dari presentase total

landuse, jenis tanah, dan slope. Sehingga landuse, jenis tanah, dan slope yang lebih

kecil dari threshold yang ditentukan akan diabaikan. 3) Simulasi

Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Hasil simulasi dapat dilihat dengan bantuan SWAT Plot and Graph.

(29)

15 Pada tahap ini, visualisai hasil diinginkan dapat dilihat. Misalnya dengan memilih parameter output debit aliran sungai harian. Visualisasi digambarkan dengan perubahan warna menurut nilai output parameter yang dipilih.

Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi

Nama File Fungsi

CIO COD FIG BSN SUB HRU GW RTE CROP URBAN PCP TMP SLR HMD WGN SOL MGT

File untuk mengontrol data input dan output

Mengontrol file input dan output

Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat Sub DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU

File air bawah tanah

File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida File parameter tumbuh tanaman

File data terbangun atau urban area File data curah hujan harian

File temperature udara maksimum dan minimum harian File radiasi matahari harian

File kelembaban udara harian File data generator iklim File data tanah

Filescenario pengelolaan dan penutupan lahan

Sumber : Neitsch et. al.,2004

Output SWAT terangkum dalam file – file output yang terdiri dari file HRU, SUB, dan RCH. File SUB informasi pada masing – masing Sub DAS, HRU berisikan informasi pada masing – masing HRU sedangkan RCH berisikan informasi pada masing – masing sungai utama dalam Sub DAS.

Informasi pada masing – masing Sub DAS dan HRU adalah jumlah air hujan (PRECIP), evapotranspirasi potensial (PET) dan aktual (ET), kandungan air tanah (SW), perkolasi (PERC), aliran permukaan (SURQ),aliran lateral (LATQ), aliran dasar (GW_Q), dan hasil air (WYLD) yang dihasilkan selama periode simulasi. Informasi pada masing – masing sungai utama di dalam RCH adalah jumlah aliran yang masuk ke sungai (FLOW_IN) dan aliran keluar (FLOW_OUT).

4. Kalibrasi dan Validasi

Kalibrasi dan validasi bertujuan agar output dari model yang digunakan hasilnya mendekati

output dari DAS yang sebenarnya. Proses kalibrasi dilakukan dengan menggunakan software

SUFI-2.SWAT-CUP (Sequencial Uncertainty Fitting version 2. Soil and Water Assessment

Tool-Calibration and Uncertainty Programs). Kalibrasi model dilakukan dengan cara

membandingkan debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa dengan debit harian hasil simulasi SWAT-CUP dari tahun 2004 – 2006. Sedangkan validasi menggunakan data debit harian tahun 2007 - 2009.

(30)

16 Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah beberapa nilai parameter sensitif yang berpengaruh terhadap nilai debit hasil simulasi. Parameter – parameter yang dapat dijadikan masukan proses kalibrasi dapat dilihat pada file absolute_SWAT_value.txt. Langkah – langkah dalam mengoperasikan SWAT-CUP dapat dilihat di bawah ini :

1. Install program SWAT-CUP dan operasikan progam tersebut. 2. Untuk proyek baru :

a) Masukan SWAT “TxtInOut” directory sebagai sumber data masukan untuk membuat proyek baru.

b) Kemudian pilih salah satu program kalibrasi yang tersedia untuk proyek baru tersebut (2, GLUE, ParaSol, MCMC). Penelitian ini menggunakan metode kalibrasi SUFI-2.

c) Beri nama proyek baru tersebut.

d) Tentukan lokasi untuk menyimpan file proyek tersebut. Ketika file proyek tersebut disimpan, program akan membuat project directory yang diinginkan dan menyalin semua TxtInOut files di Backup directory. Parameter – parameter yang ada pada file –

file tersebut merupakan parameter standar yang belum dikalibrasi.

3. Pada“Project Explorer” window terdapat“Calibration Inputs” yang terdiri dari :

a) Par_inf. sf2, berisi parameter – parameter yang digunakan sebagai masukan kalibrasi beserta rentang nilainya.

b) Observed.sf2, berisi data hasil observasi yang akan dibandingkan dengan nilai hasil simulasi SWAT-CUP.

c) Var_file_rch.sf2, berisi nama variabel – variabel yang akan dikalibrasi.

d) SUFI2_extract_rch.def, berisi perintah yang digunakan oleh program

SUFI2_extract_rch.exe untuk mengambil data output yang diperlukan dari SWAT’s output rch file.

e) SUFI_swEdit.def, berisi jumlah simulasi yang akan dilakukan pada proses kalibrasi. f) File.Cio, berisi file untuk mengontrol data input dan output

4. Setelah file –file pada calibration inputs tersebut diubah sesuai dengan kebutuhan kalibrasi, langkah selanjutnya adalah menjalankan proses kalibrasi dengan menekan tombol “Execute” pada Tool Bar.

5. Untuk suatu proyek yang baru, pastikan dimulai dari proses SUFI2.pre.bat kemudian lanjutkan dengan poses SUFI.run.bat dan SUFI.post.bat.

6. Lihat hasil dari proses kalibrasi tersebut pada Calibration ouputs.

7. Jika nilai P-value kurang dari 80% dan R-factor lebih besar dari 1, ganti parameter-parameter di dalam Par_infsf2 dengan parameter – parameter yang ada pada New_parssf2 dan lakukan iterasi lagi. Parameter pada Par_inf.sf2 yang digunakan untuk mengganti parameter New_parssf2 harus memiliki interval yang lebih kecil.

8. Semua iterasi - iterasi disimpan dalam iteration history sehingga kita dapat melihat kemajuan dari proses kalibrasi.

Pada proses validasi, langkah – langkah yang dilakukan sama dengan proses kalibrasi tetapi

file – file pada calibration input yaitu Observed.sf2, SUFI2_extract_rch.def, dan File.Cio diganti

dengan data tahun 2007 – 2009. Rentang nilai parameter - parameter pada file pars_inf.sf2 yang digunakan pada proses validasi adalah rentang nilai paramerer – parameter pada file pars_inf.sf2 proses kalibrasi yang nilai P-value dan r-factornya telah memenuhi kriteria. Kriteria tersebut adalah P-value lebih besar dari 80% dan r-factor lebih kecil dari 1. Sedangkan jumlah simulasi

(31)

17 pada file SUFI_swEdit.def dan nama variabel yang divalidasi pada file Var_file_rch.sf2 sama dengan proses kalibrasi.

(32)

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan sub DAS Ciliwung hulu yang memiliki luas ± 14,964 Ha. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara 60 37’ 48” – 60 46’ 12” Lintang Selatan dan 1060 49’ 48” – 1070 05’ 0” Bujur Timur, termasuk dalam zona 48 UTM seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Sub DAS Ciliwung Hulu berada pada wilayah administrasi Kabupaten dan Kota Bogor. Kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan, yakni : Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung. Sedangkan Kota Bogor hanya mencakup Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kecamatan Kota Bogor Selatan

Gambar 4. Posisi Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung – Cisadane, 2007)

DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (1) Sub DAS Tugu, (2) Sub DAS Cisarua, (3) Sub DAS Cibogo, (4) Sub DAS Cisukabirus, (5) Sub DAS Ciesek, (6) Sub DAS Ciseuseupan, (7) Sub DAS Kalulampa. Hulu sungai Ciliwung terdiri dari 10 anak sungai besar dengan ratusan anak sungai kecil. Anak sungai utama antara lain: Citamiang, Cimegamendung, Cilember, Ciesek, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, dan Ciseuseupan. Bentuk DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan menyerupai kipas dengan anak – anak sungai mengalir ke sungai utama dari bagian kanan dan kiri. Anak – anak sungai pada DAS

(33)

19 Ciliwung Hulu mengalir, terkonsentrasi di suatu titik di sekitar Katulampa dengan bentuk outlet menyerupai leher botol.

B. Iklim

Berdasarkan kalisifikasi iklim Koppen yakni pengklasifikasian berdasarkan temperatur dan curah hujan harian dan bulanan, iklim Sub DAS Ciliwung Hulu masuk dalam kategori iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau berlangsung singkat tetapi jumlah curah hujan pada musim kemarau tetap besar sehingga dapat menunjang adanya hutan hujan tropis yang tetap hijau sepanjang tahun (Trewartha, 1954).

Salah satu data yang digunakan sebagai masukan model hidrologi SWAT adalah data iklim. Unsur – unsur iklim yang digunakan sebagai masukan antara lain: curah hujan, temperature, kelembaban nisbi, radiasi matahari dan kecepatan angin. Data curah hujan diperoleh dari pos pengukuran curah ,hujan Gadog, Gunung Mas, Pasir Munjang, dan Panjang serta stasiun meteorologi Citeko. Sedangkan data unsur – unsur iklim yang lainnya hanya diperoleh dari stasiun meteorologi Citeko.

Berdasarkan hasil pengukuran di stasiun Meteorologi Citeko diperoleh data suhu maksimum rata – rata sebesar 26.15 0C sedangkan suhu minimum rata – rata sebesar 17.81 0C dan kelembaban nisbi 81% sampai 89% dengan radiasi surya terendah terjadi pada bulan Januari (15.67%) dan tertinggi pada bulan September (56.89%). Kecepatan Angin sepanjang tahun tidak seragam dengan rerata 0.81 m/s. Curah hujan tahunan dapat mencapai 3000 mm. Musim hujan terjadi pada Oktober sampai April mengikuti sistem moonson. Bulan terbasah biasanya terjadi pada bulan Januari sedangkan bulan terkering terjadi pada bulan Agustus. Data rerata hujan bulanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Grafik Rerata curah hujan bulanan (sumber : Arsip Stasiun Meteorologi Citeko)

Suatu ciri penting sifat hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu adalah intensitas yang tinggi, terjadi pada waktu singkat dalam sebaran waktu yang sempit. Waktu turunnya hujan adalah pada siang hari menjelang malam yaitu 60% sampai 80%, hujan terjadi antara 14.00 – 21.00 (Tim peneliti jurusan biologi FMIPA-IPB, 1992) 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 Jan ua ri Febr ua ri Ma ret A pr il

Mei Juni Jul

i A gus tus Septem ber O kt o ber N o vem ber D es em ber C u ra h h u ja n (m m ) Bulan

rerata curah hujan bulanan(mm)

(34)

20

C. Tanah dan Topografi

Berdasarkan peta tanah tinjau skala 1:250,000 (LPT) dalam Hamdan (2010) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung Hulu yaitu latosol, regosol, dan andosol dengan uraian sebagai berikut:

1. Latosol

Tanah ini berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier yaitu batuan dengan kadar Mg dan Fe cukup tinggi. Umumnya latosol bersolum dalam, pH agak tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah.

2. Regosol

Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horizon meskipun pada tanah regosol tua, horizon sudah mulai terbentuk horizon A1 lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasa kasar, struktur keras atau remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH 6 – 7. Makin tua umur tanah struktur dan konsistensi padat, bahkan seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas terhambat. Umumnya jenis tanah ini belum membentuk agregrat sehinga peka terhadap erosi. Umumnya cukup mengandung unsur P dan K yang masih segar dan belum siap diserap tanaman tapi kekurangan unsur N (Darmawijaya, 1990).

3. Andosol

Istilah andosol berasal dari kata jepang ando yang berarti hitam atau kelam. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (porous), mengandung bahan organik dan lempung (clay) tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida besi. Tanah ini tersebar di daerah vulkanik sekitar samudera Pasifik, mulai dari kepulauan Jepang, Filipina, Indonesia, Papua Nugini, Selandia Baru, Pantai Barat Amerika Selatan, Amerika Tengah, kepulauan Hawaii, sampai Alaska (Darmawijaya, 1990).

Berdasarkan peta jenis tanah yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung - Cisadane , jenis tanah yang ada di daerah penelitian adalah (i) Kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat (ii) Latosol coklat (iii) Asosiasi Andosol coklat & regosol coklat dan (iv) Asosiasi latosol coklat kemerahan & latosol coklat. Proporsi luas jenis tanah pada DAS Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 6. Sedangkan karakteristik masing – masing tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 2. Jenis tanah dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu

No. Jenis Tanah Luas

Ha %

1 Kompleks latosol merah kekuningan latosol

coklat p 1147.58 8.66

2 Latosol Coklat 658.65 4.97

3 Asosiasi Andosol coklat & regosol coklat 1558.82 11.76 4 Asosiasi latosol coklat kemerahan & latosol

coklat 9543.73 72.02

Jumlah 13251.62 100.00

(35)

21 Hulu sungai Ciliwung berada di kaki pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 300 – 3000 dari permukaan laut. Batas Topografi DAS Ciliwung Terletak di punggung – punggung bukit dan puncak

Gambar 6. Peta tanah Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung – Cisadane, 2007)

Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Megamendung dan Gunung Hambalang dengan bendungan Katulampa sebagai outletnya. Bentuk topografi kasar – sangat kasar, bentuk lereng terjal – sampai sangat

Tabel 3. Kelas lereng dan luasannya di DAS Ciliwung Hulu

No. Kelas lereng

Luas Ha % 1 0 – 8 2266.45 17.10 2 8 – 15 3354.92 25.32 3 15 – 25 3036.57 22.91 4 25 – 45 2585.64 19.51 5 > 45 1665.21 12.56 Jumlah 13251.62 100.00

(36)

22 terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Presentase kelas lereng pada di DAS Ciliwung Hulu ditunjukan pada tabel 3.

D. Penggunaan Lahan

Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan (land cover) merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau.

Hasil simulasi SWAT menunjukan bahwa Sub DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, perkebunan teh, pertanian lahan kering atau tegalan, pemukiman dan lahan terbuka. Proporsi luas penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7.

Gambar 7. Peta penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2008 (Arsip BPDAS Ciliwung – Cisadane, 2008)

(37)

23 Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul (tanah kosong) yang perlu segera direhabilitasi. Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan dan hanya sedikit yang menggunakan sistem tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini didominasi oleh perkebunan teh dan cengkeh (Balai Pengelolaan DAS Citarum – Ciliwung, 2003).

Tabel 4. Jenis penggunaan lahan dan proporsi luasnya pada DAS Ciliwung Hulu

No. Penggunaan lahan

Luas

Ha %

1 Hutan 5076.71 38.31

2 Semak belukar 87.82 0.66

3 Perkebunan teh 455.15 3.43

4 Pertanian lahan kering 6485.21 48.94

5 Pemukiman 787.85 5.95

6 Lahan terbuka 16.04 0.12

Jumlah 13251.62 100.00

Sumber : Hasil simulasi MW-SWAT

E. Simulasi MW-SWAT

Soil ad Water Assesment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk

memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertaniaan. Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial (peta-peta) dan data atribut. Peta-peta yang digunakan oleh SWAT adalah peta DEM, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data iklim, dan data debit sungai Ciliwung. Simulasi MW-SWAT terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Proses DEM (Watershed Delineation)

Proses DEM merupakan pengolahan peta DEM dan peta Batas DAS Ciliwung hulu untuk delinasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis. Pada proses ini akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, batas DAS, jumlah Sub DAS dan letak outlet. Pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter.

Berdasarkan hasil delinasi menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung Hulu yang berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran

watershed delineation 15 km2 dan penambahan satu titik outlet di koordinat pengukuran debit Katulampa, maka DAS Ciliwung Hulu terbagi menjadi 7 Sub DAS dengan total luas wilayah 13,254.15 Ha. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS 7. Dari hasil deliniasi ada pengurangan luas DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 1,712.38 Ha. Hal ini disebabkan delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet

(38)

24 Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke outlet Katulampa tidak termasuk DAS penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil deliniasi Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan model MW-SWAT

2. Pembentukan HRU

HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan yang lainya. Pembentukan

Hydrological Response Units (HRUs) sebagai unit analisis dilakukan dengan cara tumpang tindih

(overlay) antara peta tanah dan peta penggunaan lahan. Jumlah HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage (dimana untuk landuse menggunakan threshold 20%, untuk jenis tanah menggunakan threshold 10%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%) sebanyak 80 HRU dalam 7 sub-basin. DAS Ciliwung hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitian ini outlet yang digunakan adalah outlet yang berada di SPAS Katulampa. Pada simulasi menggunakan MW-SWAT outlet ini berada pada Sub DAS 7.

3. Set up and Run

Setelah Hydrological Response Units (HRUs) terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Periode simulasi juga ditentukan pada

katulampa Scale in kilometers 0 3 1.5 4.5 6 Batas DAS outlet Aliran sungai

Batas Sub DAS hasil deliniasi 1,2,3,… Nomor Sub DAS

Gambar

Gambar  1.  Ilustrasi  hubungan  antara  ketidakpastian  parameter  masukan  dengan  ketidakpastian  hasil  prediksi
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Diagram alir proses penelitian  Data spatial Data iklim Tahun 2003 - 2008 Analisis MWSWAT tahun 2004 - 2006 2005 Output SWAT  Kalibrasi  Data debit harian  Tahun 2004 - 2006
Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil isolasi virus IBD pada telur ayam berembrio pada sampel yang diuji menunjukkan bahwa hampir semua sampel positif, kecuali limpa dan otak dari peternakan C yang

Juana is depicted as a domestic woman who takes the role of a mother and wife.. She is a typical representation of feminine woman who is “patient, obedient, respectful and cheerful”

Hasil penelitian menunjukkan ubikayu yang ditanam pada lahan marginal dengan input produksi pupuk mikroba + zat pengatur tumbuh organik dapat meningkatkan

Kelemahan penelitian skripsi ini adalah jadwal wawancara yang tidak dekat dengan setelah diberikan tes diagnosis. Hal ini dikarenakan jadwal sekolah telah

Hasil penelitian bentuk pertunjukan tari Silakupang Sanggar Tari Srimpi Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang adalah urutan sajian pertunjukan tari Silakupang

Judul : PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN YANG DILAKSANAKAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI TERHADAP APARATUR PEMERINTAH DAERAH PENYELENGGARA

Pasal 32 ayat 1, pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

Penelitian ini ber- tujuan untuk melihat kandungan fito- kimia dan penampilan pola pita pro- tein pegagan hasil konservasi in vitro yang telah diaklimatisasikan dan