• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ALIH RAGAM HUJAN MENJADI DEBIT DI SUB DAS

CILIWUNG HULU

CECILYA BUDIAMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Cecilya Budiaman

(4)

ABSTRAK

CECILYA BUDIAMAN. Alih Ragam Hujan menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh HENDRAYANTO.

Alih ragam hujan menjadi debit di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan indikator kemampuan DAS dalam mengendalikan hasil air dan mengendalikan banjir. Pada tahun 2007-2012 di wilayah DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor terjadi banjir yang menunjukkan alih ragam hujan menjadi debit di DAS Ciliwung, termasuk Ciliwung Hulu masih besar. Diperlukan pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi alih ragam hujan menjadi debit di sub DAS Ciliwung Hulu. Pendugaan alih ragam hujan menjadi debit dapat dilakukan dengan pendekatan model-model hidrologi DAS yang telah banyak dikembangkan. Salah satu model yang sekarang sedang banyak digunakan adalah model hidrologi SWAT (Soil Water Assessment Tools). Pendugaan debit menggunakan model SWAT di sub DAS Ciliwung Hulu memiliki hasil yang baik dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.53 dan nilai NSE sebesar 0.73. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2009 ke tahun 2012 telah menurunkan koefisien limpasan pengukuran dari 0.76 menjadi 0.22 dan koefisien limpasan dugaan sebesar 0.9 menjadi 0.7. Berdasarkan hasil skenario penggunaan lahan terbaik dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air di lahan pertanian yaitu dengan pengolahan tanah searah kontur dan memperbaiki tutupan lahan pertanian campuran (agroforestry), curah hujan yang dialihragamkan menjadi limpasan menurun dari 1763.1 mm/tahun menjadi 1565.2 mm/tahun dan debit menurun dari 4367.0 menjadi 4350.9 mm/tahun.

Kata kunci: Curah hujan, debit, model SWAT, penggunaan lahan.

ABSTRACT

CECILYA BUDIAMAN. Rainfall-discharge transformation in Ciliwung upper watershed. Supervised by HENDRAYANTO.

(5)

improving mixed agriculture with agroforestry system, rainfall – runoff transformation runoff decreased from 1763 mm/year into 1565.2 mm/year and the discharge decrease from 4367.0 mm/year into 4350.9 mm/year.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ALIH RAGAM HUJAN MENJADI DEBIT DI SUB DAS

CILIWUNG HULU

CECILYA BUDIAMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu Nama : Cecilya Budiaman

NIM : E14090021

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah hidrologi, dengan Alih Ragam Hujan Menjadi Debit di Sub DAS Ciliwung Hulu. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan tata ruang dan wilayah di lokasi penelitian.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, MAgr selaku pembimbing. Di samping itu, terima kasih kepada Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Planologi Kehutanan, Badan Pendayagunaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung-Citarum. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga penulis, Bunga Mentari, Artika Solehah, Laysa Aswitama, Qoiman Bilqisti, Dewi Supriyo Putri, Sonya Dyah Kusuma Dewi, Indri Febriani, Pak Uus, rekan-rekan IFSA LC-IPB, Laboratorium Hidrologi Hutan MNH, serta teman-teman Manajemen Hutan angkatan 46 atas doa, kebersamaan dan semangat bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna.Oleh karena itu penulis berharap adanya masukan ataupun saran yang dapat mendukung perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

ABSTRAK ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Iklim 8

Topografi 9

Jenis Tanah 9

Penggunaan Lahan 10

Alih Ragam Hujan menjadi LimpasanHasil Pengukuran 12

Validasi dan Kalibrasi Model SWAT 13

Alih Ragam Hujan-Limpasan dan Hujan-Debit akibat Perubahan Penggunaan

Lahan 14

Skenario Perubahan Penggunaan Lahan Terbaik 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

(12)

DAFTAR TABEL

1. Kriteria nilai statistik NSE 7

2. Luas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu 9 3. Luas sebaran jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu 10 4. Luas penggunaan lahan sub DAS Ciiwung Hulu tahun 2006, 2009

dan 2012 11

5. Perubahan debit pada kondisi awal dan simulasi dengan input curah

hujan tahun 2009-2012 17

DAFTAR GAMBAR

1. Peta lokasi penelitian 3

2. Diagram alir penelitian 4

3. Curah hujan rata-rata wilayah di sub DAS Ciliwung Hulu 2007-2012 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012 8 4. Peta kelas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu 9

5. Peta jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu 10

6. Peta penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2009 12 7. Grafik koefisien aliran permukaan tahun 2007-2012 13 8. Hidrograf debit observasi dan debit dugaan terkalibrasi pada tahun

2009. CH, Qobs, Qest 14

9. Perbandingan limpasan dan debit dugaan pada saat penggunaan lahan tahun 2009 dan tahun 2012 dengan curah hujan tahun 2009.

CH, Qest-LU 2009, Qest-LU2012,

Limpasanest-LU 2009, Limpasanest-LU 2012 15

10. Grafik perubahan limpasan pada kondisi awal dan simulasi dengan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alih ragam hujan menjadi debit di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan indikator kemampuan DAS dalam menghasilkan air (water yield) dan mengendalikan banjir. Alih ragam hujan menjadi debit dipengaruhi oleh ciri-ciri fisik DAS dan penggunaan lahannya (Harto 2009). Peningkatan limpasan permukaan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dalam mengurangi aliran permukaan pada keadaan curah hujan tertentu (Kodoatie dan Sjarief 2008). Perubahan penggunaan lahan berupa hutan menjadilahan terbukamenyebabkan peningkatan debit tahunan dan limpasan, sebaliknya pembangunan hutan, reboisasi dan penghijauan mengakibatkan penurunan limpasan dan debit. Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan dan debit juga dipengaruhi oleh faktor geologis (Bruijnzeel 2004).

Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang memberikan kontribusi banjir bagi daerah Bogor, Depok, dan Jakarta. Kejadian besar di tahun belakangan ini adalah kejadian banjir yang terjadi sejak tahun 2007 telah merendam hampir 70% wilayah DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor (BPDAS Citarum˗Ciliwung 2011). Selain itu, banjir besar juga terjadi pada tahun 2012, terjadi akibat meluapnya sungai Ciliwung akibat sedimentasi dan penyempitan sungai serta hilangnya fungsi resapan air di daerah hulu (Surbakti 2013). Banjir di Jakarta akibat meluapnya sungai Ciliwung menunjukkan fungsi DAS Ciliwung dalam mengalihragamkan hujan menjadi limpasan permukaan, dan debit meningkat, yaitu hujan lebih banyak menjadi limpasan permukaan daripada tersimpan dalam tanah maupun aquifer.

Aliran permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2010). Aliran permukaan yang mengalir hingga ke sungai dan berpotensi mengakibatkan banjir (Yustika 2013). Jumlah dan kecepatan aliran permukaan perlu dikendalikan agar potensi kejadian banjir dapat dikurangi. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan bergantung pada luas areal tangkapan, koefisien limpasan dan intensitas hujan maksimum. Aliran permukaan yang memiliki jumlah dan kecepatan yang besar sering kali menyebabkan perpindahan massa tanah secara besar-besaran (Rahim 2006). Hal tersebut yang berpotensi terjadinya sedimentasi dan pendangkalan sungai.

Pengetahuan mengenai alih ragam hujan menjadi aliran permukaan di suatu DAS dengan penggunaan lahan tertentu diperlukan guna merancang pengendalian jumlah dan dimensi laju aliran permukaan (Rahim 2006). Pendugaan laju aliran permukaan dapat dilakukan dengan pendekatan model-model hidrologi DAS yang telah banyak dikembangkan.

(14)

2

Model SWAT merupakan pengembangan metode hidrologi yang telah ada sebelumnya untuk menduga pengaruh pengelolaan lahan terhadap kualitas dan kuantitas air yang masuk ke sungai atau badan air di suatu DAS yang kompleks dengan berbagai jenis tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Neitsch et al 2005). Model SWAT ini menggunakan input hujan harian dan dirancang untuk menduga dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumber daya air, sedimen di DAS besar dan kompleks dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan berbeda (Pawitan 2004). Model SWAT tergolong model yang bersifat kontinu yang didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dalam jangka panjang dan hingga saat ini model SWAT masih terus dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Namun model ini memerlukan input

data yang cukup beragam (Neitsch et al 2002).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan penggunaan model SWAT di sub DAS Ciliwung Hulu, menganalisis perubahan alih ragam curah hujan menjadi aliran permukaan dan debit akibat perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan model hidrologi SWAT, dan simulasi penggunaan lahan optimal dalam mengalihragamkan hujan menjadi aliran permukaan dan debit yang dapat mengurangi potensi kejadian banjir di bagian hilir DAS Ciliwung khususnya di wilayah Jakarta.

Manfaat Penelitian

(15)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di sub DAS Ciliwung Hulu seluas ± 15 092.15 Ha dengan titik patusan (outlet) di SPAS (Stasiun Pencatat Aliran Sungai) Katulampa. Secara geografis, daerah ini terletak diantara 60 37’48”- 6046’12” LS dan 106049’48”-107005’0” BT. Secara administrasi berada di wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.

Pengolahan data dan analisis data dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2013 di Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Prosedur Penelitian

(16)

4

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Pembentukan HRU

DEM (Digital

Elevation Model) Resolusi Spasial

30 m x 30 m

Peta Jenis Tanah

Peta Penggunaan Lahan

Data Iklim

(Curah Hujan)

Data Debit (Observasi)

Koefisien Limpasan

Mulai Pengumpulan Data Pengelompokkan Data

Simulasi Model SWAT Kalibrasi dan

Validasi Model

Simulasi perubahan

landuse terbaik

Analisis debit dan limpasan dugaan terhadap perubahan

LU 2009 dan LU 2012

Debit dugaan

NSE >0.75 (sangat baik) atau 0.65< NSE < 0.75

(baik) dan R2 > 0.5

Model SWAT Terkalibrasi Deliniasi Batas DAS

Tidak

(17)

5 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis data yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial terdiri dari data DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 m x 30 m, peta penggunaan lahan tahun 2006, 2009 dan 2012, peta jenis tanah, dengan skala masing-masing 1 : 250 000, peta batas DAS dan peta jaringan sungai. Data atribut yang digunakan adalah data hidrologi DAS Ciliwung berupa data debit harian yang diukurdi SPAS Katulampa periode 2007-2012 dan data iklim yang mencakup data suhu udara maksimum dan minimum (◦C), kecepatan angin (knot), kelembapan nisbi dan data curah hujan dari tiga pos pencatat curah hujan yakni pos Katulampa, Gunung Mas dan Gadog. Curah hujan dari tiga pos pencatat curah hujan yakni pos Katulampa, Gunung Mas dan Gadog.

Data diperoleh dari instansi berwenang, yaitu Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Wilayah Sungai Ciliwung–Cisadane, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung dan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.

Analisis Data Analisis Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah

Analisis penggunaan lahan dilakukan terhadap peta penggunaan lahan sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan software ArcMap 9.3. Output dari analisis ini adalah luasan penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu dan jenis dari masing-masing penggunaan lahan di sub DAS tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk analisis sebaran jenis tanah serta luasannya yang terdapat di sub DAS Ciliwung Hulu.

Analisis hidrologi

Analisis ini dilakukan dengan software ArcSWAT 2009. Analisis yang dilakukan adalah analisis koefisien aliran permukaan dan analisis debit dengan menggunakan model SWAT.

Analisis koefisien aliran permukaan

Koefisien aliran permukaan (C) merupakan suatu nilai yang menggambarkan jumlah air hujan yang jatuh ke tanah dan menjadi aliran permukaan. Perubahan nilai koefisien aliran permukaan dapat menunjukkan perubahan karakteristik DAS, salah satunya adalah perubahan yang terjadi akibat adanya perubahan penggunaan lahan. Semakin tinggi nilai C, maka akan semakin banyak jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan (Asdak 2007). Berikut ini merupakan persamaan koefisien aliran permukaan:

(18)

6 disiapkan sesuai dengan format yang ditentukan dalam proses pengumpulan data. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Deliniasi daerah penelitian

Daerah penelitian dideliniasi dari DEM secara otomatis berdasarkan topografi alaminya, begitu pula dengan jaringan hidrologinya.SWAT membagi DAS menjadi beberapa sub DAS dimana setiap sub DAS memiliki jaringan utama. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi DAS adalah threshold yang didasarkan pada luas minimum seluas 1300 ha. Output dari tahap ini adalah terbentuknya beberapa sub DAS. Sub DAS terbentuk dari batas-batas yang dipengaruhi oleh bentuk topografi pada wilayah tersebut.

2.Pembentukan HRU (Hydrologic Response Unit)

Hydrologic Response Unit (HRU) merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan peta topografi, peta jenis tanah dan penggunaan lahan yang spesifik. Satu sub DAS terdiri dari beberapa HRU. Pada tahap ini ditentukan threshold dari presentase total penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng masing-masing sebesar 0%, 0% dan 5%. Penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan yang lebih kecil dari

threshold yang ditentukan diabaikan. 3. Simulasi

Tahap penggabungan HRUs dengan data iklim dilakukan setelah satuan analisis terbentuk. Pada tahap ini harus ditentukan periode simulasi terlebih dahulu kemudian memasukan data iklim. Simulasi hidrologi yang dilakukan berdasarkan periode harian. Siklus hidrologi yang disimulasikan dalam model SWAT berdasarkan pada persamaan kesetimbangan air. Berikut persamaan (3) yang digunakan dalam simulasi:

� = �0 + =�( �� − − � − � � − �).... (3) Ea = Evapotranspirasi aktual hari ke-i (mmH2O)

Wseep = Air yan memasuki vadose zone pada profil tanah pada hari ke-i

(mmH2O)

Qgw = Jumlah aliran dasar hari ke-i (mmH2O)

SWAT menduga limpasan permukaan dengan menggunakan metode

SCS Curve Number. Metode ini menghitung limpasan pada setiap penggunaan lahan dan jenis tanah. Persamaan SCS-CN disajikan pada persamaan (4) dan (5)

=

( �� − 0.2 )

2

(19)

7

Output yang dipilih berupa debit rata-rata bulanan.Output SWAT tersimpan dalam file-file output (SWAT Output File) yang terdiri dari file

HRU, SUB dan RCH. Informasi yang terdapat pada masing-masing sub DAS dan HRU dihasilkan selama periode simulasi dan terdiri dari area (km2), jumlah curah hujan (mm), kandungan air tanah (mm), perkolasi (mm), aliran permukaan (mm), aliran lateral (mm) dan aliran dasar (mm). 5. Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan dengan kalibrasi dan validasi yang bertujuan agar output model yang digunakan mendekati dengan output observasi di lapangan. Data yang digunakan yaitu data debit harian observasi dan simulasi. Metode statistik yang digunakan adalah koefisien determinasi (R2) (Abbaspour et al 1997) dan nilai efisiensi Nash Sutcliffe (Alibuyog et

NSE = Nash Sutcliffe Efficiency

R2 = Koefisien determinasi

Xmi = Debit observasi (m3/detik)

Xpi = Debit simulasi (m3/detik)

Xm = Debit observasi rata-rata (m3/detik)

Xp = Debit simulasi rata-rata (m3/detik)

Hasil dari evaluasi memiliki beberapa kriteria yang didasarkan dari nilai NSE dan nilai R2. Hasil simulasi dikatakan baik apabila memiliki nilai R2> 0.5 dan nilai NSE > 0.5. Kriteria nilai statistik untuk NSE disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria nilai statistik NSE

(20)

8

Hasil terbaik diperoleh dengan mengubah parameter-parameter yang berhubungan dengan aliran air seperti aliran bawah tanah, limpasan bawah permukaan dan limpasan permukaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim

Berdasarkan data hujan di tiga stasiun hujan (Gunung Mas, Gadog dan Katulampa), curah hujan rata-rata daerah selama periode 2007-2012 sebesar 3849.62 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (1951) tipe iklim di sub DAS Ciliwung hulu berdasarkan data di tiga stasiun selama periode 2007–2012 termasuk tipe iklim A dengan rata-rata kejadian 10 bulan basah. Menurut Trewartha (1954) sub DAS Ciliwung Hulu termasuk dalam kategori iklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan rata-rata daerah bulanan selama tahun 2007-2012 disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Curah hujan rata-rata wilayah di sub DAS Ciliwung Hulu 2007-2012. 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012.

Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Februari 2007 (806.6 mm) dan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juli 2008 (8.6 mm). Berdasarkan hasil pengukuran di stasiun meteorologi Citeko, suhu maksimum rata-rata sebesar 25.9 ˚C sedangkan suhu minimum rata-rata sebesar 18.2˚C dan kelembaban nisbi rata -rata 83.9%. Kecepatan angin -rata--rata sebesar 1.6 knot.

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

(21)

9 Topografi

Berdasarkan hasil analisis DEM, sub DAS Ciliwung Hulu memiliki lima kelas kemiringan lereng. Sebagian besar daerah di sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh kelas kemiringan lereng ≤ 15% yaitu mencakup 72.6% dari luas total sub DAS Ciliwung Hulu. Luas masing-masing kelas kemiringan lereng disajikan dalam Tabel 2 dan sebaran ruang masing-masing kemiringan lereng disajikan dalam Gambar 4.

Tabel 2 Luas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu

Kelas Kemiringan (%) Luas

ha %

Datar (0-8) 7298.4 48.4

Landai (8-15) 3660.5 24.2

Agak Curam (15-25) 2835.1 18.8

Curam (25-45) 1148.8 7.6

Sangat Curam (≥ 45) 149.4 1.0

Total 15092.2 100.0

.

(22)

10

Jenis Tanah

Sub DAS Ciliwung Hulu memiliki lima jenis tanah dan didominasi oleh jenis tanah litosol coklat dan assosiasi andosol coklat dan regosol coklat yaitu masing-masing seluas 36.0% dan 34.6% dari total luas wilayah di sub DAS Ciliwung Hulu. Luas dan sebaran masing-masing jenis tanah disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 5.

Tabel 3 Luas sebaran jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu

Jenis tanah Luas

ha %

Ass. Andosol coklat dan regosol coklat 5218.3 34.6 Ass. Latosol coklat kemerahan dan latosol coklat 4006.2 26.5

Latosol coklat tua kemerahan 186.8 1.3

Litosol coklat 5436.6 36.0

Andosol coklat kekuningan 244.3 1.6

Total 15092.2 100.0

Gambar 5 Peta jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu Penggunaan Lahan

(23)

11

2006 2009 2012 2009 - 2012 2006-2012

Ha Ha

Hutan Primer Lahan Kering 453.0 453.0 453.0 0.0 0.0

Hutan Sekunder Lahan

Kering 1556.9 1556.9 1556.9 0.0 0.0

Hutan Tanaman 3621.8 4061.3 4134.2 72.9 512.4

Semak 1148.3 107.2 41.6 -65.5 -1106.7

Perkebunan 544.4 544.4 544.4 0.0 0.0

Pemukiman 6949.5 1619.0 1611.7 -7.4 -5337.8

Tanah Terbuka 690.9 20.3 20.3 0.0 -670.5

Pertanian Lahan Kering 107.2 6498.8 6498.8 0.0 6391.6

Pertanian Lahan Kering

Campur 20.3 231.3 231.3 0.0 211.0

Total 15092.2 15092.2 15092.2

Sumber: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan 2013

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui telah terjadi perubahan penggunaanlahan yang cukup signifikan. Pada tahun 2012 luas hutan tanaman meningkat sebesar 512.4 ha dari luasan pada tahun 2006. Peningkatan luas areal pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur seluas 6391.6 ha dan 211 ha. Peningkatan ini diikuti dengan penurunan luas pemukiman dan semak. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa semakin banyak perubahan penggunaan lahan menjadi hutan tanaman, pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campuran dapat memberikan kontribusi dalam penurunan laju limpasan di wilayah sub DAS Ciliwung Hulu.

Untuk pertanian lahan kering, jenis tanaman yang ditanam adalah jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. Selain pertanian lahan kering, wilayah di sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh hutan tanaman dengan persentase 27.4% dari luas total sub DAS Ciliwung Hulu. Hutan tanaman ini didominasi oleh jenis pinus (Pinus sp.). Sebaran ruang penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Gambar 6.

(24)

12

Gambar 6 Peta penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2012

Alih Ragam Hujan menjadi Limpasan Hasil Pengukuran

(25)

13

Gambar 7 Grafik koefisien aliran permukaan tahun 2007-2012

Pada tahun 2007, koefisien limpasan yang terjadi selama tahun tersebut sebesar 0.77, sedangkan koefisien limpasan yang terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 0.76 dan 0.22. Hal tersebut dapat terjadi seiring dengan adanya perbaikan tata guna lahan di wilayah sub DAS Ciliwung Hulu. Penatagunaan lahan dari tahun 2007 hingga 2012 mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam mengurangi curah hujan yang dialihragamkan menjadi limpasan.

Penurunan koefisien limpasan dapat disebabkan karena adanya perubahan penggunaan lahan berupa pemukiman, tanah terbuka dan semak menjadi hutan tanaman dan pertanian lahan kering. Nilai CN (Curve Number) pemukiman lebih besar dibandingkan dengan hutan tanaman maupun lahan pertanian kering sehingga curah hujan yang teralihragamkan menjadi limpasan menjadi berkurang.

Validasi dan Kalibrasi Model SWAT

Debit dugaan model SWAT divalidasi menggunakan debit hasil pengukuran di SPAS Katulampa pada tahun 2009. Perbandingan debit simulasi dan debit observasi pada tahun 2009 disajikan pada Gambar 8.

(26)

14

Gambar 8 Hyetograph dan Hidrograf debit observasi (Qobs) serta debit dugaan

(Qest) terkalibrasi pada tahun 2009. CH, Qobs, Qest.

Nilai koefisien determinasi (R2) dan NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) debit simulasi dan observasi masing-masing sebesar 0.53 dan 0.73. Nilai-nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arifianto (2011) yang menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) dan NSE masing-masing sebesar 0.59 dan 0.41, namun lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Yustika (2013) yaitu masing-masing sebesar 0.88 dan 0.74. Walaupun demikian, dengan nilai koefisien determinasi (R2)>0.50 dan nilai NSE >0.65, menunjukkan bahwa model SWAT dapat dikatakan baik untuk menduga debit di sub DAS Ciliwung Hulu.

Alih Ragam Hujan-Limpasan dan Hujan-Debit akibat Perubahan Penggunaan Lahan

Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap alih ragam hujan menjadi linpasan dan hujan menjadi debit dianalisis menggunakan model SWAT dengan input hujan 2009 dan penggunaan lahan tahun 2009 dan tahun 2012. Hasil

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

(27)

15

Gambar 9 Perbandingan limpasan dan debit dugaan pada saat penggunaan lahan tahun 2009 dan tahun 2012 dengan curah hujan tahun 2009.

CH, Qest-LU 2009, Qest-LU2012,

Limpasanest-LU 2009, Limpasanest-LU 2012

Limpasan dan debit bulanan dugaan tahun 2012 cenderung lebih kecil dibandingkan tahun 2009, dengan perbedaan rata-rata limpasan dan debit bulananmasing-masing sebesar 110.2 mm dan 29.0 mm. Penurunan debit dari tahun 2009 ke tahun 2012 disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan berupa semak menjadi hutan tanaman dan tanah terbuka menjadi lahan pertanian. Semak dan tanah terbukamemiliki nilai Curve Number (CN) masing-masing sebesar 79 dan 80 lebih besar dibandingkan dengan nilai CN hutan tanaman (CN=68) dan lahan pertanian(CN=70). Penggunaan lahan yang memiliki nilai CN kecil memiliki kemampuan retensi air yang lebih baik sehingga dapat mereduksi limpasan dan debit. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya nilai koefisien limpasan dugaan dengan LU 2012 lebih kecil yaitu sebesar 0.7 dibandingkan LU 2009 dengan nilai koefisien limpasan sebesar 0.9. Berdasarkan nilai tersebut dan nilai koefisien limpasan hasil pengukuran menunjukkan bahwa penggunaan lahan di tahun 2012 mampu mereduksi jumlah limpasan dengan ditunjukkan penurunan koefisien limpasan.

Pada bulan 9 dan 10 limpasan dugaan dengan penggunaan lahan 2012 lebih besar dibandingkan debit dugaan. Hal ini dapat dikarenakan kondisi kadar air tanah pada bulan tersebut cenderung lebih kecil. Sehingga air yang tersimpan dalam tanah tersebut tidak dapat menjadi aliran dasar dan debit yang terjadi pun menjadi lebih kecil.

Skenario Perubahan Penggunaan Lahan Terbaik

Berdasarkan hasil analisis perubahan koefisien limpasan akibat perubahan penggunaan lahan (2009) menjadi penggunaan lahan (2012) menggunakan data curah hujan dan debit hasil pengukuran maupun hasil dugaan menggunakan model SWAT menunjukkan bahwa terjadi penurunan debit dan koefisien

(28)

16

limpasan dari tahun 2009 ke tahun 2012. Namun demikian di lapangan yaitu di daerah hilir (Jakarta) masih terjadi banjir pada tahun 2012 (Surbakti 2013). Hal tersebut diduga bahwa penggunaan lahan tahun 2012 relatif lebih baik dibandingkan penggunaan lahan 2009, namun demikian belum mampu mengurangi kejadian banjir.

Untuk menentukan penggunaan lahan yang dapat mengurangi limpasan dan debit yang dapat mengurangi kejadian dan resiko banjir dilakukan simulasi penggunaan lahan dengan memilih penggunaan lahan yang dapat diterapkan di Sub DAS Ciliwung Hulu dan dapat mengurangi limpasan permukaan, yaitu yang memiliki nilai CN terkecil untuk jenis tanah yang sesuai. Dalam hal ini perubahan penggunaan lahan yang dipilih adalah pertanian lahan kering (tanpa teknik konservasi tanah air) menjadi pertanian lahan kering dengan teknik konservasi tanah air menggunakan teras bangku searah kontur dan pertanian lahan kering campuran (berpenutup kurang) menjadi agroforestry berpenutup lahan baik. Input hujan yang digunakan adalah hujan tahun 2009-2012.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa limpasan permukaan pada saat penggunaan lahan simulasi lebih kecil dibandingkan dengan limpasan pada saat penggunaan lahan awal (2012) (Gambar 10).

Gambar 10 Grafik perubahan limpasan pada kondisi awal dan simulasi dengan

input curah hujan tahun 2009-2012. Awal, Simulasi.

Pada kondisi penggunaan lahan awal terjadi limpasan rata-rata sebesar 1763.1 mm/tahun (46% dari curah hujan), sedangkan dengan simulasi perubahan penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung Hulu dapat mengurangi alih ragam hujan menjadi limpasan rata-rata sebesar 197.9 mm/tahun, curah hujan yang dialihragamkan menurun menjadi 1565.2 mm/tahun (37% dari curah hujan). Debit rata-rata pada kondisi awal sebesar 4367 mm/tahun menurun menjadi 4350.9 mm/tahun dengan rata-rata penurunan debit sebesar 16.1 mm/tahun. Penurunan debit pada kondisi awal dan akhir disajikan pada Tabel 5.

(29)

17 Tabel 5 Perubahan debit pada kondisi awal dan simulasi dengan input curah

hujan tahun 2009-2012

Tahun Debit (mm/tahun)

Awal Skenario

2009 4282.6 4263.2

2010 5010.7 4997.2

2011 4894.1 4879.3

2012 3280.8 3263.7

Rata-rata 4367.0 4350.9

(30)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pendugaan debit menggunakan model SWAT di sub DAS Ciliwung Hulu memiliki hasil yang baik, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.53 dan nilai NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) sebesar 0.73. Penggunaan lahan tahun 2012 lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 2009 yang ditunjukkan dengan penurunan limpasan sebesar 110.2 mm/bulan dan debit sebesar 29 mm/bulan. Selain itu ditunjukkan dengan penurunan koefisien limpasan hasil pengukuran sebesar 0.76 menjadi 0.22 dan berdasarkan limpasan dugaan koefisien limpasan sebsar 0.9 turun menjadi 0.7.

Penerapan teknik konservasi tanah dan air di lahan pertanian yaitu dengan pengolahan tanah searah kontur dan memperbaiki tutupan lahan pertanian campuran (agroforestry) mampu menurunkan jumlah limpasan dan debit di sub DAS Ciliwung Hulu rata-rata sebesar 197.9 mm/tahun dan 16.1 mm/tahun.

Saran

Model SWAT memerlukan input parameter yang banyak dan umumnya parameter yang sesuai dengan lokasi penelitian belum tersedia sehingga parameter tersebut perlu dikumpulkan dan dijadikan data dasar untuk lokasi tersebut. Parameter yang diperlukan dan telah tersedia dalampenggunaan model SWAT berupa data global yang tidak selalu sesuai dengan data di lokasi penelitian sehingga untuk memperbaiki debit hasil simulasi perlu dilakukan validasi dan kalibrasi dengan menggunakan data debit hasil pengukuran yang baik.

(31)

19

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour, K.C. M.Th. van Genuchten, R. Schulin, dan E. Schlӓppi. 1997. A sequential uncertainty domain inverse procedure for estimating subsurface flow and transport parameters.Water Resour. Res., v.33, no. 8: 1879-1892.

Alibuyog, N.R, V.B. Ella, M.R. Reyes, R. Srinivasan, C. Heatwole dan T. Dillaha. 2009. Predicting the effects of landuse change on runoff and sediment yield in Manupali river subwatershed using the SWAT model. International Agricultural Engineering Journal, no 18 (1-2):15-25.

Arifianto, H. 2011. Kalibrasi dan validasi model MW-SWAT pada analisis debit aliran sungai sub DAS Ciliwung Hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Bogor (ID): IPB Press.

Asdak, C. 2007.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

[BPDAS Citarum˗Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum -Ciliwung. 2011. Laporan Penyusunan Rencana Tindak Pengelolaan DAS Ciliwung dan Sekitarnya. Bogor (ID): BPDAS Citarum-Ciliwung Kementerian Kehutanan.

Bruijnzeel LA. 2004. Hydrological functions of tropical forests: not seeing the soil for the trees? Agriculture, Ecosystems & Environment. 104(1):185-228.doi:10.1016/j.agee.2004.01.015

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Harto, Sri. 2009. Hidrologi : Teori, Masalah, Penyelesaian. Yogyakarta (ID):

Nafiri Offset.

Moriasi, D.N., Arnold, J.G., Van Liew, M.W., Bingner, R.L., Harmel, R.D., Veith, T.L. 2007. Model Evaluation Guidelines for Systematic Quantification of Accuracy in Watershed Simulations. Transactions of the ASABE. 50 (3): 885-900

Mulyana, N. 2010.Analisis karakteristik banjir di DKI Jakarta dan alternatif penanggulangannya [internet].[diakses 2014 Mar 14]. Tersedia pada: http://bebasbanjir2025.wordpress.com/10-makalah-tentang-banjir-2/nana-mulyana/

Neitsch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2002.Soil and Water Assesment Tool User’s Manual Version 2000. Texas (US). Agricultural Research Service.

Neitsch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2005.Soil and Water Assesment Tool Theoretical Documentation Version 2005. Texas (US). Agricultural Research Service.

Pawitan, H. 2004. Aplikasi model erosi dalam perspektif pengelolaan daerah aliran sungai. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Universitas Gadjah Mada dan Departemen Kehutanan (ID).

(32)

20

Schmidth, F.H. Ferguson, J.H. 1951. Rainfall types based on wet and dry periode with Western New Guinea.Kementrian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Verhandelingen No. 42. Djakarta.

Surbakti, A. 2013.Banjir Jakarta akibat hulu ciliwung kritis [Internet].Tempo.Layanan publik. [diakses 2014 Mar 14]. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2013/01/17/083454958/Banjir-Jakarta-Akibat-Hulu-Kali-Ciliwung-Kritis--

Trewartha, G.T. 1954. An Introduction to Climate. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Agustus 1991 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Deddy Budiaman dan Ibu Puput Sri Rahnawati. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Tadika Puri Bogor (1995-1997), SD Negeri Polisi I Bogor (1997-2003), SMP Negeri 6 Bogor (2003-2006), SMA Negeri 9 Bogor (2006-2009). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) pada tahun 2009.

Dalam masa studinya penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2011 di Papandayan-Sancang Barat, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi pada tahun 2012.Tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah.

Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lises Gentra Kaheman pada tahun 2009-2010. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan International Forestry

Students’ Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) sebagai anggota divisi Village Concept Project (VCP) pada tahun 2010-2011 dan anggota divisi

Human Resource Development (HRD) pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan masa perkenalan departemen Temu Manajer pada tahun 2011 dan kepanitiaan dalam South East Asia Forest Youth Meeting (SEAFYM) tahun 2011 serta turut berpartisipasi dalam kegiatan Ecological Social Mapping di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi tahun 2011 dan kegiatan Carbon Sink di Institut Pertanian Bogor tahun 2012 . Penulis juga pernah menjadi anggota Kelompok Studi Perencanaan Divisi Keprofesian FMSC.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian
Gambar 2  Diagram alir penelitian
Tabel 2  Luas kemiringan lereng di sub DAS Ciliwung Hulu
Gambar 5  Peta jenis tanah di sub DAS Ciliwung Hulu
+5

Referensi

Dokumen terkait

The ignition temperature of pulverized coal will reduce with pulverized coal fineness thinning; this is because the small pulverized coal particle size can increase

Jika digabungkan penggunaan teknologi komputer dan telekomunikasi diharapkan perkembangan ini dapat memberikan kemudahan dalam segala bidang seper bidang akademik dalam

Hasil isolasi virus IBD pada telur ayam berembrio pada sampel yang diuji menunjukkan bahwa hampir semua sampel positif, kecuali limpa dan otak dari peternakan C yang

Penyelesaian transaksi secara netting atas perpanjangan transaksi ( roll over ), percepatan penyelesaian transaksi ( early termination ), dan pengakhiran transaksi

“Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dan diakui sebagai piutang” Bank Syariah Mandiri Cabang Jember atas bagi hasil yang belum dibayarkan oleh mudharib

PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MENCIT PUTIH JANTAN 55-59 MENGGUNAKAN MEMBRAN PEMBALUT DARI PATI BENGKUANG.. (Pachyrrhizus erosus (L) Urban) Yufri Aldi, Dedi Nofiandi,

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan metode NDLC, dibangunlah sebuah keamanan internet dengan WPA2-PSK, management bandwidth

hubungan antara sikap keuangan dengan perilaku perencanaan dana