• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Pothole Untuk Lahan Sawah Pada Program Swat Untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Pothole Untuk Lahan Sawah Pada Program Swat Untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI

POTHOLE

UNTUK LAHAN SAWAH PADA

PROGRAM SWAT UNTUK MENDUGA DEBIT SUNGAI

SUB DAS CITANDUY HULU, JAWA BARAT

PRADHANA RYANDIKA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah pada Program SWAT untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Pradhana Ryandika

(4)
(5)

ABSTRAK

Pradhana Ryadika. Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah pada Program SWAT untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat. Dibimbing oleh ASEP SAPEI.

SWAT merupakan perangkat lunak yang terintegrasi di dalam MapWindows GIS, dan merupakan perangkat lunak yang bersifat terbuka (open source) sehingga telah dikembangkan dan digunakan secara luas di berbagai negara. SWAT dapat digunakan untuk melakukan analisis debit sungai suatu DAS suatu wilayah. Tujuan penelitian ini adalah menguji penerapan modul pothole pada model SWAT guna mendapatkan hasil analisis hidrologi yang lebih baik di daerah sub DAS Citanduy Hulu. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret hingga Juli 2015 di wilayah Sub DAS Citanduy Hulu. Penelitian dimulai dengan melakukan deliniasi peta DEM. Kemudian pembentukan Hydrological Respons Unit (HRU), lalu simulasi model SWAT yang dilakukan dengan data periode tahun 2004-2007. Model pothole yang telah terkalibrasi menghasilkan rata-rata debit harian sungai sebesar 85.64 m3/det dan debit bulanan 87.14 m3/det. Proses validasi menghasilkan nilai rata-rata debit harian 95.62 m3/det dan debit bulanan sebesar 96.33 m3/det.

Kata Kunci : Sub DAS Citanduy Hulu, SWAT, GIS, pothole, kalibrasi dan validasi

ABSTRACT

Pradhana Ryandika. Application of Pothole in Rice Field Module on SWAT Program for Estimating Upstream Discharge of Upper Citanduy Subwatershed River, West Java. Supervised by ASEP SAPEI.

SWAT is a software that integrated in MapWindows GIS, and an open source software that has been developed and used widely in many countries. SWAT can be used to analyze the river discharge in a watershed. The goal of this research was to evaluate the application of pothole module in SWAT model to get better analysis result in the Upper Citanduy Subwatershed. This research was conducted from March until July 2015. This research was started with a delineation of DEM map, establishment of Hydrological Respons Unit (HRU), and simulation of SWAT model using data of 2004-2007. The calibrated pothole model produced the mean of daily discharge of 85.84 m3/s and monthly discharge of 87.14 m3/s. The validation process produced the mean of daily discharge of 95.62 m3/s and monthly discharge of 96.33 m3/s.

(6)
(7)

APLIKASI

POTHOLE

UNTUK LAHAN SAWAH PADA

PROGRAM SWAT UNTUK MENDUGA DEBIT SUNGAI

SUBDAS CITANDUY HULU, JAWA BARAT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PRADHANA RYANDIKA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah pada Program SWAT untuk Menduga Debit Sungai Sub Das Citanduy Hulu, Jawa Barat.

Terima kasih penulis diucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam penyelesaian skripsi ini dan kepada Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng dan Sutoyo, S.TP, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini, juga kepada staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Staf UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam hal administrasi. Terimakasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada orang tua serta Aulia Rahma yang selalu mendukung dan mendoakan, juga kepada teman-teman satu bimbingan Agung Trinanda, Giovani Septiana, Eva Yunita, Arif Alfarisi, dan Achmad Hafiz Wahdah yang selalu mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini. Demikian pula kepada bapak Iwan Ridwansyah dan Eris Setianto yang telah membantu proses pengumpulan data hingga proses analisis dilakukan, serta teman-teman angkatan 48 di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor untuk setiap semangat dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Siklus Hidrologi 2

Sistem Informasi Geografis 3

Soil and Water Assesment Tool (SWAT) 4

Soil and Water Assesment Tool – Calibration and Uncertainty Program

(SWAT-CUP) 5

Pothole untuk Lahan Sawah 6

METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 7

Tahapan Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 10

Proses Deliniasi dan Karakteristik Sub DAS 11

Simulasi Debit Harian dan Bulanan 14

Kalibrasi dan Validasi Model Simulasi Tanpa Pothole 16

Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah 18

Analisis Nilai Variabel Tanpa Pothole dan Dengan Pothole 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi 9

2 Penggunaan lahan Sub Das Citanduy Hulu 12

3 Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu 13

4 Kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu 14

5 Nilai variabel tiap proses 23

DAFTAR GAMBAR

1 Siklus hidrologi 3

2 Skema pothole 6

3 Lokasi Sub DAS Citanduy hulu 7

4 Diagram Alir Penelitian 10

5 Peta deliniasi Sub DAS Citanduy Hulu 11

6 Peta penggunaan lahan Sub DAS Citanduy Hulu 12

7 Peta sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu 13

8 Peta kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu 14

9 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian sebelum

proses kalibrasi 15

10 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan sebelum

proses kalibrasi 15

11 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole

setelah proses kalibrasi 16

12 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole

setelah proses kalibrasi 16

13 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole

setelah proses validasi 17

14 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole

setelah proses validasi 17

15 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

sebelum proses kalibrasi 18

16 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole

sebelum proses kalibrasi 18

17 Hubungan debit simulasi dan observasi harian sebelum kalibrasi 19 18 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan sebelum kalibrasi 19 19 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

setelah proses kalibrasi 20

20 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole

setelah proses kalibrasi 20

21 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah kalibrasi 21 22 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah kalibrasi 21 23 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

(16)
(17)

24 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole setelah proses validasi 22

25 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah validasi 23

26 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah validasi 24

DAFTAR LAMPIRAN

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daeah yang dibatasi oleh topografi secara alami dimana air hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir keluar melalui suatu outlet yang sama. DAS dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem hidrologi, dimana interaksi antar komponen sumberdaya dalam DAS dapat digambarkan melalui suatu siklus/pergerakan air. DAS Citanduy dengan luas 352080 ha merupakan salah satu DAS di Jawa Barat yang kondisinya kritis, kondisi kekritisan ini ditunjukkan oleh kondisi penutupan lahan yang semakin menyusut (Sanudin dan Priambodo 2013). Masalah yang ada pada DAS Citanduy merupakan masalah kekeringan. Pada tahun 2005, debit air sungai Citanduy hanya 20 m3/dt dan hanya mampu mengairi lahan persawahan seluas 22479 ha. Karena terjadi penurunan, diperkirakan hanya dapat mengairi lahan seluas 13765 ha (DIGILIB 2005).

SWAT (Soil and Water Assesment Tool) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap output debit, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertaniaan. Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial yang berupa peta tanah, peta kemiringan lahan, dan peta jaringan aliran sungai. Data penunjang yang digunakan berupa data debit sungai, data curah hujan, data iklim pada suatu daerah.

Para peneliti di Asia (Xie dan Cui 2011) telah menerapkan SWAT untuk DAS yang mengandung sawah menggunakan modul pothole. Modul ini dikembangkan untuk merubah perhitungan mengenai water balance untuk lahan padi yang disamakan dengan tanaman lainnya. Oleh sebab itu penelitian ini diarahkan untuk menerapkan aplikasi pothole untuk lahan sawah pada simulasi debit program SWAT sehingga didapatkan hasil analisis hidrologi yang lebih baik.

Pothole, yang memiliki arti lubang berbentuk kerucut berlubang, adalah satu

daerah yang dapat menerima sebagian dari limpasan permukaan dari HRU yang terkait. SWAT mengasumsikan sawah dapat tumbuh di area ini. Maka, sawah pada HRU jenis ini diasumsikan berbentuk kerucut, dan permukaan airnya berubah berdasarkan kedalaman atau volume air (Neitsch et al. 2001).

Perumusan Masalah

Permodelan SWAT padi aktual (tanpa pothole) telah mendapatkan hasil R2 dan NS (Nash Sutchiffe) yang masih kurang dari yang di harapkan karena belum memperhitungkan lahan persawahan sehingga diterapkan pothole dan model SWAT dapat digunakan pada sub DAS Citanduy Hulu. Hal yang harus ditinjau dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menerapkan pothole pada program SWAT dan membandingkan hasilnya dengan program SWAT tanpa pothole

(20)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan modul pothole guna memprediksi hasil analisis hidrologi yang lebih baik di daerah Sub DAS Citanduy Hulu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan informasi mengenai debit DAS Citanduy Hulu dan pengaplikasian pothole guna mendapatkan model SWATefektif untuk DAS yang mengandung sawah. Informasi tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Instansi terkait untuk menyusun rencana pengelolaan Sub DAS Citanduy Hulu.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan simulai debit Sungai Citanduy Hulu dalam periode waktu 2004-2007. Simulai memperhitungkan keadaan topografi lahan, perubahan tata guna lahan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan kondisi iklim. Simulasi juga dilakukan dengan aplikasi pothole pada pembentukan HRU lahan sawah dalam periode waktu yang sama. Kemudian memperhitungkan beberapa parameter hidrologi yang berpengaruh untuk kalibrasi model agar mendapatkan validitas model dalam periode waktu yang ditentukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Hidrologi

(21)

3

Sumber: wikipedia.org

Gambar 1 Siklus hidrologi

Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara bertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh penguapan dan pemeluhan oleh tanaman. Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Dibawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh peguapan dan pemeluhan sebelum sampai ke laut (Linsley et al. 1989).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG)atau Geographic Information System (GIS) merupakan sistem yang dapat mempermudah atau memberikan bantuan terhadapat informasi spasial (keruangan). SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan (Burrough 1986).

(22)

4

geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua sistem koordinat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengan garis lintang (latitude/paralell) dan garis bujur (longitude/meridian). Pada sistem koodinat UTM permukaan bumi dibagi ke dalam 60 bagian zona bujur dan setiap zona dibatasi oleh 2 meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri. Zona 1 sampai 60 dimulai dari 180°-174°, 174°-168° BB dan seterusnya, sampai 174°-180° BT. Pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona yaitu zona 46-54 (Gandasasmita et al.2003).

Soil and Water Assesment Tool (SWAT)

Soil and Water Assessment Tools yang disingkat SWAT adalah model

prediksi untuk skala daerah aliran sungai (DAS). SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengolahan lahan (land management practices) terhadap air, sedimen, dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan lahan dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama. SWAT adalah untuk memprediksi pengaruh jangka panjang, bukan memprediksi hasil untuk suatu kejadian hujan atau suatu peristiwa banjir.

SWAT merupakan model hidrologi berbasis proses fisik (physical based

model), sehingga memungkinkan sejumlah proses fisik yang berbeda untuk

disimulasikan pada suatu DAS. Proses fisik yang berhubungan dengan pergerakan air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya yang terjadi pada DAS yang disimulasikan model SWAT. Untuk mensimulasikan proses tersebut model memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengolahan lahan yang terjadi. Proses dimodelkan SWAT yang terjadi didalam DAS didasarkan pada neraca air. Persamaan neraca yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut :

SWt = SW0+ ∑ ( − − � − � − )

=� (1)

Dimana:

SWt = Kandungan air tanah akhir (mm)

Swo = Kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm) t = Waktu (hari)

Rday = Jumlah curah hujan pada hari i (mm) Qsurf = Jumlah aliran permukaan pada hari i (mm) Ea = Jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm)

Wseep = Jumlah air yang masuk ke dalam zone vadose pada profil tanah pada hari i (mm)

Qgw = Jumlah air yang merupakan air kembali (mm).

SWAT merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support

System). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang

(23)

5 terhadap sumberdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan berbeda (Pawitan 2004). Pada bagian sebelum proses, model SWAT menyediakan satu set lengkap alat untuk delineasi DAS, definisi dan pengeditan input manajemen hidrologi dan pertanian, menjalankan program, dan kalibrasi model (George dan Leon 2007).

SWAT telah banyak digunakan di Amerika Serikat dan Eropa (Gassman et al. 2007). Selain itu, SWAT semakin digunakan di Asia karena sifatnya yang fleksibel. Para peneliti di Asia telah menerapkan SWAT untuk DAS yang mengandung sawah menggunakan modul pothole (Xie dan Cui 2011). Mereka telah mengembangkan algoritma untuk padi sawah terkait kedalaman penggenangan pada tahun 2011. Kang et al. (2006) telah mengembangkan algoritma yang memperhitungkan perkolasi pada genangan air di sawah. Hasilnya sesuai selama masa penggenangan. Modul ini di SWAT memungkinkan untuk genangan di unit respon hidrologi (HRUs), yang terjadi di lahan sawah. Di SWAT, HRUs adalah daerah yang terdiri dari penggunaan lahan homogen, dengan pengelolaan lahan dan karakteristik tanah di sub-DAS. Sakaguchi et al. (2014) dalam SWAT 2009, hanya satu HRU per sub-DAS dapat ditetapkan sebagai pothole. Jadi, ambang ‘persentase kelas tanah atas penggunaan lahan daerah' didefinisikan sebagai 50% dalam proses definisi HRU. Fraksi daerah HRU yang mengalir ke lubang (POT FR) ditetapkan untuk 100%, Rata-rata runoff pada sawah (POT_TILE) 5 mm/24 jam, dan kedalaman air genangan maksimum (POT VOLX) ditetapkan untuk 100 mm.

Soil and Water Assesment Tool Calibration and Uncertainty Program (SWAT-CUP)

SWAT-CUP merupakan program komputer yang digunakan untuk proses kalibrasi model hidrologi SWAT. SWAT-CUP digunakan untuk melakukan analisis sensitivitas, kalibrasi, validasi, dan analisis ketidakpastian pada model hidrologi. SWAT-CUP memiliki empat buah program yaitu SUFI2, GLUE, ParaSol, dan MCMC. Penelitian kali ini digunakan metode kalibrasi Sequential Uncertainty

Fitting version 2 (SUFI2).

SWAT-CUP dengan metode SUFI2 memiliki 3 bagian penting dalam melakukan proses klaibrasi, diantaranya calibration inputs, executable file, dan

calibration outputs. Calibration inputs merupakan bagian awal dari proses kalibrasi,

yaitu pemasukan data. Bagian ini terdiri dari Par_inf.txt, SUFI2_swEdit.def,

File.Cio, dan Absolute_SWAT_Values.txt, serta sub bagian pemasukan data,

diantaranya adalah Observation, Extraction, Objective Function, dan No

Observation. Executable file merupakan bagian proses yang digunakan untuk

melakukan perintah kalibrasi, bagian ini terdiri dari SUFI2_pre.bat, SUFI2_run.bat,

SUFI2_post.bat, dan SUFI2_Extract.bat. Pada bagian calibration outputs dapat

dilihat hasil dari proses kalibrasi yang telah dilakukan. Bagian ini terdiri dari 95ppu

plot, 95ppu No Observed plot, Dotty Plots, Best_par.txt, Best_Sim.txt, Goal.txt,

New_pars.txt, Summary_Stat.txt. Pemilihan parameter dilakukan berdasarkan

(24)

6

Pothole untuk Lahan Sawah

SWAT telah banyak digunakan di Amerika Serikat dan Eropa (Gassman et al. 2007). Selain itu, SWAT semakin digunakan di Asia dengan menerapkan modul

pothole untuk DAS yang mengandung sawah. Bentuk pothole adalah kerucut

dimana pada SWAT lahan sawah disimulasikan seperti pot berlubang berbentuk kerucut. Penerapan pothole digunakan untuk menghitung tata air lahan sawah yang tidak bisa disamakan dengan tanaman lain.

Sumber: Sakaguchi et al. (2014)

Gambar 2 Skema pothole

Kang et al. (2006) telah mengembangkan algoritma yang memperhitungkan perkolasi pada genangan air di sawah. Hasilnya sesuai selama masa penggenangan. Xie dan Cui (2011) telah mengembangkan algoritma untuk padi sawah terkait kedalaman penggenangan. Modul ini di SWAT memungkinkan untuk genangan di unit respon hidrologi (HRUs), yang terjadi di lahan sawah. Di SWAT, HRU adalah daerah yang terdiri dari penggunaan lahan homogen, dengan pengelolaan lahan dan karakteristik tanah di sub-DAS. Sakaguchi et al. (2014) dalam SWAT 2009, hanya satu HRU per sub DAS dapat ditetapkan sebagai pothole. Jadi, ambang 'persentase kelas tanah atas penggunaan lahan daerah' didefinisikan sebagai 50% dalam proses definisi HRU. Fraksi daerah HRU yang mengalir ke lubang (POT_FR) ditetapkan untuk 100%, Rata-rata runoff pada sawah (POT_TILE) 5 mm/24 jam, dan kedalaman air genangan maksimum (POT VOLX) ditetapkan untuk 100 mm.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

(25)

7

Gambar 3 Lokasi Sub DAS Citanduy hulu Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah laptop core i5 yang telah dilengkapi software Microsoft Office 2013, Global Mapper, Mapwindows dengan

plug-in MWSWAT 2012, SWAT Editor, SWAT-CUP dan MapWindows

menggunakan aplikasi pothole. Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah peta tinjau dengan skala 1:100.000, peta rupa bumi dengan skala 1:25.000, peta DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 meter, peta penggunaan lahan tahun 2007 dan peta tanah yang didapat dari PUSLIT Limnologi LIPI. Data penunjang lainnya adalah data debit sungai Citanduy Hulu tahun 2002-2007 yang didapat dari PUSAIR KEMEN-PU, peta jaringan aliran sungai yang didapat dari software MWSWAT 2012, data curah hujan harian tahun 2002-2007 dan data iklim kabupaten Bandung tahun 2002-2007 yang didapat dari BMKG. Data debit tahun 2004-2006 digunakan untuk proses kalibrasi dan data tahun 2007 digunakan untuk proses validasi.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan data sekunder, pengolahan data dan penyusunan laporan. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan data-data terkait yang akan digunakan untuk proses analisis. Data yang dikumpulkan berasal dari internet, PUSAIR KEMEN-PU, Puslit Limnologi-LIPI, dan BMKG.

Setelah data didapat, tahap berikutnya yaitu pengolahan data. Pengolahan data aliran sungai sub DAS Citanduy Hulu dilakukan dengan menggunakan permodelan SWAT. Data yang menjadi bahan input berupa data tanah, data iklim, peta tata guna lahan, dan hidrologi telah disiapkan pada proses pengumpulan data di input ke dalam data input file. Tahapan kegiatan analisis adalah sebagai berikut:

Lokasi

SKALA 1:2500000

(26)

8

1. Proses Delineasi Sub DAS

Proses delineasi menggunakan data DEM SRTM dengan resolusi 30 meter yang diolah menggunakan perangkat lunak MWSWAT. Daerah observasi akan didelineasi berdasarkan batas topografi alami DAS. Metode yang digunakan dalam proses delineasi adalah metode threshold, di mana besar kecil nilai threshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk.

2. Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)

Wilayah hidrologi dibentuk berdasarkan pembuatan Hydrological Response

Unit (HRU) pada aplikasi SWAT. HRU mengambarkan pengaruh suatu wilayah

terhadap faktor hidrologi yang terjadi pada wilayah tersebut, pembagian wilayah tersebut berdasarkan karakteristik tanah, tata guna lahan, dan kemiringan lahan. 3. Simulasi Debit Harian dan Bulanan

Setelah HRU dibentuk, input data iklim yang telah di format ke dalam bentuk

weather generator (WGN) ke dalam MWSWAT 2012. Setelah data iklim dapat

dijalankan, model SWAT bisa disimulasi 4. Kalibrasi dan validasi Model

Debit simulasi yang didapat dari proses running program MWSWAT 2012 kemudian dikalibrasi dan divalidasi menggunakan software SWAT-CUP 2012. Kalibrasi dan validasi ini dilakukan dengan metode SUFI2 (Sequential Uncertainty

Fitting version 2). Metode ini bekerja dengan memasukan parameter hidrologi

dengan cara trial and error. Sebelum dilakukan kalibrasi, terlebih dahulu diketahui nilai NS dan R2 dari debit harian hasil simulasi SWAT. Nilai NS (Nash-Sutcliffe) diartikan sebagai objective function tujuan optimasi. Cara menentukan nilai NS menggunakan persamaan (2).

� = 1 − [∑ �−�̂∑ �−�̅̅̅ ] (2)

Dimana:

NS = Nilai koefisien Nash-Sutcliffe

y = Debit observasi (m3/dt) �̂ = Debit hasil simulasi (m3/dt) �̅ = Rata-rata debit observasi (m3/dt)

Kalibrasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai R2 dan NS (Nash-Sutcliffe ). Simulasi dianggap baik jika nilai NS > 0.75, memuaskan jika 0.36 < NS < 0.75, serta kurang baik jika NS < 0.36 (Neitsch 2004). Untuk melihat keakuratan pola hasil keluaran model dengan hasil observasi lapangan digunakan koefisien determinasi atau persamaan linear R2. Apabila R2 mendekati 1 maka terdapat pola hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan. Nilai R2 ditentukan menggunakan persamaan (3).

2= [∑�= (� ��,�−�̅ ��,�)(��� ,�−�̅�� ,�)] ∑�= (� ��,�−�̅ ��,�) ∑�= � ��,�−�̅ ��,�

(3) Dimana:

(27)

9 ̅ ��,� = Debit simulasi rata-rata (m3/dt)

̅ ,� = Debit observasi rata-rata (m3/dt)

Model SWAT menggunakan lebih dari 500 parameter hidrologi untuk kalibrasi. Pada kalibrasi ini digunakan software SWAT-CUP 2012. Tidak semua parameter digunakan pada tahap kalibrasi. Pemilihan parameter dilakukan dengan cara melakukan studi literatur terhadap parameter yang sering digunakan dalam model SWAT. Nilai dari parameter tersebut dikalibrasi dengan cara trial and error

untuk mendapatkan nilai terbaik yang dapat dilihat dari hasil NS dan R2 nya. File

data input yang terdapat di software SWAT-CUP disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi Nama file Fungsi

CIO File untuk mengontrol data input dan output

COD Mengontrol file input dan output

FIG Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai BSN Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS SUB Mengontrol keragaman parameter di tingkat sub DAS HRU Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU

GW File air bawah tanah

RTE File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida

CROP File parameter tumbuh tanaman

URBAN File data lahan terbangun atau urban area

PCP File data curah hujan harian

TMP File temperatur udara maksimum dan minimum harian

SLR File radiasi matahari harian

HMD File kelembaban udara harian

WGN File data generator iklim

SOL File data tanah

MGT File pengolahan dan penutupan lahan

Sumber : Neitsch et.al. 2004

Tahapan selanjutnya yaitu proses validasi. Validasi dilakukan dengan memasukkan nilai parameter terbaik hasil kalibrasi. Setelah model SWAT terkalibrasi dan di validasi, nilai R2 dan NS yang diperoleh dianalisis kembali dengan nilai aplikasi pothole untuk lahan sawah. Sehingga nilai output yang dihasilkan lebih akurat.

5. Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah

Setelah simulasi Model SWAT terkalibrasi dan validasi sesuai dengan data yang telah di input. Berikutnya dilakukan simulasi kedua menggunakan modul

pothole. Perbedaan dari simulasi yang pertama dan kedua ini adalah simulasi

pertama merupakan simulasi yang tidak diterapkan pothole dimana lahan sawah disamakan dengan jenis tanaman lainnya. Oleh sebab itu dilakukan simulasi pothole

(28)

10

diperoleh perbandingan nilai debit antara simulasi tanpa pothole dan simulasi

pothole. Berikut disajikan diagram alir penelitian pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sub Daerah Aliran Sungai Citanduy Hulu merupakan bagian dari DAS Citanduy yang terbagi menjadi 6 sub-DAS yaitu Citanduy Hulu, Ciseel, Cimuntur, Cijolang, Cikawung, dan Kawunganten. Lokasi penelitian di hulu DAS Citanduy yang terletak pada bagian utara Kabupaten Ciamis, dan memiliki luas sekitar

DAS Citanduy Hulu

(29)

11 terletak di koordinat 7°23'00" LSdan 108°33'00" BT. Outlet ini merupakan stasiun pengukur debit Sungai Citanduy bagian hulu.

Proses Deliniasi dan Karakteristik Sub DAS Citanduy Hulu

Pada tahap awal dilakukan deliniasi menggunakan peta DEM SRTM dengan resolusi 30x30 m, koordinat titik outlet pengukuran debit, peta batas sub das dan peta jaringan aliran sungai. Proses deliniasi adalah proses yang dilakukan untuk membagi daerah tangkapan menjadi beberapa daerah tangkapan air (DTA). Setelah dilakukan deliniasi, Sub DAS Citanduy Hulu diperoleh 63 daerah tangkapan. Peta deliniasi disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta deliniasi Sub DAS Citanduy Hulu

(30)

12

Gambar 6 Peta penggunaan lahan Sub DAS Citanduy Hulu

Jenis penggunaan lahan pada DAS Citanduy Hulu dikelompokkan menjadi beberapa macam penggunaan lahan seperti pemukiman, sawah, hutan tanaman, tubuh air, semak/belukar, hutan, dan pertanian lahan kering. Penggunaan lahan paling besar dari total luas wilayah sub DAS adalah untuk pertanian lahan kering dengan persentase cakupan wilayah sebesar 39.12%.

Tabel 2 Penggunaan lahan Sub Das Citanduy Hulu

Tutupan Lahan Luas

ha %

Hutan 5561.98 8.16

Hutan Tanaman 7995.16 11.74

Pemukiman 6537.07 9.60

Pertanian Lahan Kering 26652.88 39.13

Sawah 20460.94 30.03

Semak Belukar 519.22 0.76

Tubuh Air 397.87 0.58

Total 68125.12 100.00

(31)

13

Gambar 7 Peta Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu

Tabel 3 Sebaran jenis tanah Sub DAS Citanduy Hulu

Sebaran Tanah Luas

ha %

Aluvial 26014.21 38.19

Histosol 6438.16 9.45

Latosol 16180.09 23.75

Regosol 19492.66 28.61

Total 68125.12 100.00

(32)

14

Gambar 8 Peta kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu

Tabel 4 Kemiringan lahan Sub DAS Citanduy Hulu

Kemiringan Lereng (%) Luas

ha %

<8 13293.51 19.51

8-15 17581.63 25.81

16-25 16331.12 23.97

26-45 14265.57 20.94

>45 6653.28 9.77

Total 68125.12 100.00

Simulasi Debit Harian dan Bulanan

(33)

15

Gambar 9 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian sebelum proses kalibrasi

Hasil simulasi debit harian sebelum kalibrasi lalu dibandingkan dengan data debit observasi yang berasal dari PUSAIR KEMEN-PU dan diperoleh nilai R2 0.4695 dan efisiensi NS 0.2334. Jika dilihat dari literatur nilai NS tersebut berada dalam kategori kurang memuaskan. Model ini juga belum mampu menggambarkan debit puncak dalam waktu yang sama dengan data observasi. Grafik perbandingan debit simulasi bulanan dan data debit observasi bulanan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan sebelum proses kalibrasi

Bila simulasi debit bulanan sebelum kalibrasi dibandingkan dengan debit observasi bulanan maka diperoleh nilai R2 0.7141 dan efisiensi NS 0.2523. Nilai ini termasuk ke dalam kategori kurang memuaskan, sehingga diperlukan kalibrasi parameter dan kemudian validasi agar data debit simulasi pada permodelan SWAT memiliki nilai yang lebih mendekati nilai debit observasi.

0,0

01/01/2004 03/01/2004 05/01/2004 07/01/2004 09/01/2004 11

/01

/20

04

01/01/2005 03/01/2005 05/01/2005 07/01/2005 09/01/2005 11/01/2005 01/01/2006 03/01/2006 05/01/2006 07/01/2006 09/01/2006 11/01/2006

(34)

16

Kalibrasi dan Validasi Model Simulasi Tanpa Pothole

Kalibrasi dan validasi model SWAT yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan SWAT-CUP 2012 dengan metode SUFI2 (Sequential Uncecrtainty

Fitting). Perhitungan dilakukan dengan cara trial and error. Pada tahap ini

dilakukan kalibrasi beberapa parameter yang dianggap sensitif dan dianggap dapat mempengaruhi hasil secara signifikan. Terdapat 18 parameter yang dianggap sensitif dan disajikan pada Lampiran 1.

Data debit obsevasi yang dimasukkan sebagai input ke dalam model adalah data tahun 2004-2006. Setelah kalibrasi dilakukan maka nilai R2 dan NS simulasi harian menjadi 0.5281 dan 0.3056 dan simulasi bulanan 0.7132 dan 0.2688. Hasil ini menandakan bahwa model termasuk ke dalam kategori kurang memuaskan. Hal ini dapat terjadi karena R2 merupakan index validitas yang mengukur kebaikan suatu nilai atau goodness of fit dari persamaan regresi, sehingga persentase variasi total data dalam variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas diharuskan memiliki karakteristik atau fluktuasi sebaran yang sama (Rau, 2012). Dalam kasus analisis debit di sub das Citanduy Hulu fluktuasi sebaran debitnya tidak sama maka dihasilkan nilai NS yang kurang memuaskan. Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan setelah dilakukan kalibrasi parameter disajikan pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 11 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole setelah proses kalibrasi

Gambar 12 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole

setelah proses kalibrasi

01/01/2004 03/01/2004 05/01/2004 07/01/2004 09/01/2004 11/01/2004 01/01/2005 03/01/2005 05/01/2005 07/01/2005 09/01/2005 11/01/2005 01/01/2006 03/01/2006 05/01/2006 07/01/2006 09/01/2006 11/01/2006

(35)

17 Tahap selanjutnya adalah melakukan validasi permodelan dengan data debit observasi tahun 2007. Nilai parameter yang digunakan pada saat kalibrasi digunakan kembali pada proses validasi. Validasi dilakukan dengan program SUFI2 pada SWAT-CUP hanya dengan mengganti nilai debit observasi tahun 2004-2006 menjadi data tahun 2007 kedalam programnya. Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan yang telah divalidasi disajikan pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 13 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian tanpa pothole setelah proses validasi

Gambar 14 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan tanpa pothole

setelah proses validasi

Pada proses validasi diperoleh nilai R2 0.4599 dan NS 0.4578 untuk hasil validasi simulasi harian. Untuk hasil simulasi bulanan dihasilkan nilai R2 0.9051 dan NS 0.8988. Dengan demikian model masuk kategori amat baik dan dapat digunakan. Hasil simulasi tanpa pothole ini akan dibandingkan dengan simulasi

(36)

18

kedua dengan aplikasi pothole untuk lahan sawah sehingga terlihat perbedaan antara kedua simulasi yang dilakukan dan nantinya akan dihasilkan output debit yang lebih akurat.

Aplikasi Pothole untuk Lahan Sawah

Penerapan pothole untuk lahan sawah dilakukan dengan mengubah nilai parameter POT_FR, POT_TILE, dan POT_VOLX. Nilai POT_FR diperoleh dari persentase HRU yang terbentuk pada lahan sawah sebesar 100%. Nilai POT_TILE yang digunakan sebesar 5 mm/24 jam dan nilai POT_VOLX sebesar 100 mm. Data ini akan di running menggunakan SWAT EDITOR untuk memperoleh hasil data debit harian dan bulanan yang baru. Proses simulasi menghasilkan perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan yang disajikan pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 15 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

sebelum proses kalibrasi

Gambar 16 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole

sebelum proses kalibrasi

01/01/2004 03/01/2004 05/01/2004 07/01/2004 09/01/2004 11/01/2004 01/01/2005 03/01/2005 05/01/2005 07/01/2005 09/01/2005 11/01/2005 01/01/2006 03/01/2006 05/01/2006 07/01/2006 09/01/2006 11/01/2006

(37)

19 Hasil simulasi pothole untuk lahan sawah yang telah dilakukan mengalami perubahan terhadap nilai simulasi pada model tanpa pothole. Walaupun nilai perubahan tidak terlalu besar tetapi berpengaruh terhadap nilai R2 dan NS untuk harian yaitu 0.5061 dan 0.2703 sedangkan untuk simulasi bulanan adalah 0.7183 dan 0.2954. Model menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Grafik perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi model tanpa pothole dan model dengan pothole sebelum kalibrasi disajikan pada Gambar 17 dan 18 .

Gambar 17 Hubungan debit simulasi dan observasi harian sebelum kalibrasi

Gambar 18 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan sebelum kalibrasi

Selanjutnya dilakukan kalibrasi dan validasi pada model dengan pothole dengan cara yang sama menggunakan SWAT-CUP dan input parameter yang sama dengan simulasi tanpa pothole yaitu 18 parameter sensitif yang telah ditentukan. Hasil kalibrasi menghasilkan nilai R2 dan NS sebesar 0.5315 dan 0.3400 untuk kalibrasi harian lalu 0.7199 dan 0.3096 untuk kalibrasi bulanan. Model menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan setelah kalibrasi disajikan pada Gambar 19 dan 20.

y = 0.5487x + 11.341

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

(38)

20

Gambar 19 Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan

pothole setelah proses kalibrasi

Gambar 20 Grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan

pothole setelah proses kalibrasi

Hasil kalibrasi model simulasi pothole termasuk ke dalam kategori kurang memuaskan meskipun terjadi perubahan nilai R2 dan NS pada kedua simulasi. Grafik perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi tanpa pothole dan dengan pothole setelah kalibrasi disajikan pada Gambar 21 dan 22.

0

01/01/2004 03/01/2004 05/01/2004 07/01/2004 09/01/2004 11/01/2004 01/01/2005 03/01/2005 05/01/2005 07/01/2005 09/01/2005 11/01/2005 01/01/2006 03

(39)

21

Gambar 21 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah kalibrasi

Gambar 22 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah kalibrasi

Proses kalibrasi yang belum memuaskan dilanjutkan ke tahap validasi. Tahap validasi dilakukan pada program SWAT-CUP dengan mengganti debit observasi kalibrasi dengan debit observasi validasi. Proses validasi yang dilakukan didapatkan hasil R2 dan NS untuk simulasi harian sebesar 0.5022 dan 0.4989 lalu hasil simulasi bulanan 0.9075 dan 0.9040. Hasil yang didapatkan menunjukkan model dalam kategori memuaskan dan dapat digunakan. Hasil validasi dapat dilihat pada grafik perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dan bulanan yang telah divalidasi yang disajikan pada Gambar 23 dan 24.

y = 0.4871x + 19.692

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

(40)

22

Gambar 23 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian dengan pothole

setelah proses validasi

Gambar 24 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi bulanan dengan pothole

setelah proses validasi

Nilai R2 dan NS pada tahap validasi mengalami perubahan signifikan. Grafik perbandingan hubungan debit observasi dan simulasi tanpa pothole dan dengan

pothole setelah validasi disajikan pada Gambar 25 dan 26.

Gambar 25 Hubungan debit simulasi dan observasi harian setelah validasi 0

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

Debit Observasi (m3/det)

Pothole

R2 = 0.5022

NS = 0.4989

R2 = 0.9075

(41)

23

Gambar 26 Hubungan debit simulasi dan observasi bulanan setelah validasi Analisis Nilai Variabel Tanpa Pothole dan Dengan Pothole

Setelah simulasi model SWAT dilakukan dapat dilihat perbedaan nilai R2 dan NS antara metode tanpa pothole dan dengan metode aplikasi pothole. Nilai ini dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat bahwa aplikasi pothole untuk lahan sawah memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan model SWAT tanpa pothole. Hal ini dikarenakan perubahan nilai input POT_FR, POT_TILE, dan POT_VOLX yang memiliki dampak besar terhadap penggunaan lahan sawah di daerah Sub DAS Citanduy Hulu.

Tabel 5 Nilai variabel tiap proses

Proses

Tanpa pothole

Harian Bulanan

R2 NS R2 NS

Sebelum Kalibrasi 0.4695 0.2334 0.7141 0.2523

Setelah Kalibrasi 0.5281 0.3056 0.7158 0.2688

Validasi 0.4599 0.4578 0.9051 0.8988

Proses

Pothole

Harian Bulanan

R2 NS R2 NS

Sebelum Kalibrasi 0.5061 0.2703 0.7183 0.2954

Setelah Kalibrasi 0.5315 0.3400 0.7199 0.3096

Validasi 0.5022 0.4989 0.9075 0.9040

Model SWAT tanpa pothole yang telah dikalibrasi menghasilkan nilai rata-rata simulasi debit harian di sub DAS Citanduy Hulu sebesar 82.82 m3/det dan nilai rata-rata debit observasi sebesar 129.59 m3/det, untuk hasil debit bulanan dihasilkan rata-rata debit sebesar 83.19 m3/det. Model SWAT yang telah divalidasi menghasilkan nilai rata-rata debit harian di sub DAS Citanduy Hulu sebesar 93.71

y = 0.8896x + 6.5797

Debit Observasi (m3/det)

Tanpa

Pothole

(42)

24

m3/det dan nilai rata-rata debit observasi sebesar 98.11 m3/det sedangakan untuk hasil debit bulanan dihasilkan rata-rata debit bulanan sebesar 94.07 m3/det.

Model SWAT dengan aplikasi pothole yang telah dikalibrasi menghasilkan nilai rata-rata simulasi harian sebesar 85.64 m3/detik dan nilai rata-rata debit bulanan sebesar 87.14 m3/det. Model SWAT dengan pothole yang telah di validasi diperoleh nilai rata-rata debit harian sebesar 95.62 m3/det dan nilai rata-rata debit bulanan sebesar 96.33 m3/det. Dengan ini bisa disimpulkan bahwa model SWAT dengan pothole bekerja dengan baik karena simulasi model menghasilkan nilai debit yang lebih naik dan lebih akurat daripada simulasi tanpa penerapan pothole. Untuk itu, modul pothole untuk lahan sawah dapat digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model SWAT tanpa pothole dan dengan aplikasi pothole dapat bekerja dengan baik. Model mampu menduga besarnya debit sungai dengan baik. Aplikasi

pothole untuk lahan sawah pada sungai sub das Citanduy Hulu dapat dilakukan

dalam model SWAT sehingga hasil debit yang diperoleh lebih akurat dari model yang belum diterapkan pothole. Aplikasi pothole yang dikalibrasi menghasilkan nilai R2 sebesar 0.5315 dan koefisien NS sebesar 0.3400 untuk data harian dan menghasilkan rata-rata debit harian sungai sebesar 85.64 m3/det. Model juga dilakukan menggunakan data bulanan sehingga nilai R2 sebesar 0.7199 dan koefisien NS sebesar 0.3096. Rata-rata debit bulanan sungai sebesar 87.14 m3/det.

Model SWAT dengan aplikasi pothole setelah validasi menghasilkan nilai harian R2 sebesar 0.5022 dan NS sebesar 0.4989. Nilai rata-rata debit harian sugai yang telah divalidasi adalah 95.62 m3/det. Untuk data bulanan, nilai R2 sebesar 0.9075 dan koefisien NS sebesar 0.9040 sehingga diperoleh nilai rata-rata debit bulanan sebesar 96.33 m3/det.

Saran

Diperlukan pengembangan atau peninjauan lebih lanjut mengenai penerapan

pothole karena simulasi debit pada pothole untuk lahan sawahbelum menunjukkan

keadaan sebenarnya

(43)

25

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour KC. 2008. SWAT-CUP2: SWAT Calibration and Uncertainty Programs. Duebendorf: Department of Systems Analysis, Integrated Assessment and Modelling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology.

Burrough P, 1986. Principle of Geographical Information System for Land Resources Assesment, Oxford, Claredon Press.

DIGILIB. 2005. 8.177 ha Area Sawah Terancam Kekeringan. Di dalam: Jejaring Perpustakaan Online Air Minum dan Penyehatan Lingkungan [Internet]. DIGILIB. 2005 Jun 20. Jakarta [tanggal akses 10 Agustus 2015].

Gandasasmita K, Hadi SA, Saroinsong FB. 2003. Data structure developing for

land resources information storage and management (in Indonesian). The

10th National Seminar of Persada,3-4 July 2003. Nikko Hotel, Jakarta Gassmann PW, Reyes MR, Green CH, Arnold JG. 2007. The soil and water

assess-ment tool: historical developassess-ment, applications, and future research

directions. Trans. ASABE 50 (4), 1211–1250.

George C, Leon LF. 2007. Waterbase: SWAT in Open source GIS. The Open

Hydrologi Journal. Bentham Science Publishers Ltd.

Kang MS, Park SW, Lee JJ, Yoo KH. 2006. Applying SWAT for TMDL programs

to a small watershed containing rice paddy fields. Agric. Water Manage. 79,

72-92.

LeoKMP, Dorado MM, Kharmina PA. Anit RDL. 2013. Using the Soil and Water Assessment Tool (SWAT) to Assess Material Transfer in the Layawan Watershed, Mindanao, Philippines and ItsImplications on Payment for

Ecosystem Services. International Centre for Research in Agroforestry, Los

Baños, Laguna 4031, Philippines. 79

Linsley RK, Kohler MA, JB Franzini, H Paulhus. 1989. Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga, Jakarta.

Neitsch SL, Arnold JG, Kinirv JR, Srinivasan R., Williams JR. 2001. Soil and Water Assessment Tool, Users’ Manual, Version 2000. TWRI.

Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2004. Soil and Water

Assessment Tools Input/Output File Documentation Version 2005. [e-book]

Texas: Agricultural Research Service US. 11 Desember 2014

Pawitan H. 2004. Aplikasi model erosi dalam perspektif pengelolaan daerah aliran sungai. Prosiding Seminar Degradasi Lahan dan Hutan. Masyarakat

Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Universitas Gadjah Mada dan

Departemen Kehutanan

Rau MI. 2012. Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada DAS Cipasauran, Banten [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

(44)

26

Sanudin, Priambodo D. 2013. Analisis sistem dalam pengelolaan hutan rakyat agroforestry di hulu DAS Citanduy: Kasus di desa Sukamaju, Ciamis. Jurnal Online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU

Xie X, Cui Y. 2011.Development and test of SWAT for modeling hydrological

processes in irrigation districts with paddy rice. Journal of Hydrology. 396.

(45)

27

Lampiran 1. Nilai input Parameter Kalibrasi

Parameter Definisi (Satuan) Cakupan Nilai Nilai Masukan Min Maks

1:V__CN2.mgt SCS Curve Number 57.75 70.55 69.59 2:V__ALPHA_BF.gw Faktor alfa untuk aliran permukaan (hari) 0.82 0.92 0.87 3:V__GW_DELAY.gw Perlambatan aliran bawah tanah (hari) 11.02 45.23 18.71 4:V__GWQMN.gw Kedalaman ambang air pada aquifer dangkal yang dibutuhkan agar terjadi

(46)
(47)

28

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 1 Siklus hidrologi
Gambar 2 Skema pothole
Gambar 3 Lokasi Sub DAS Citanduy hulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Juana is depicted as a domestic woman who takes the role of a mother and wife.. She is a typical representation of feminine woman who is “patient, obedient, respectful and cheerful”

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan metode NDLC, dibangunlah sebuah keamanan internet dengan WPA2-PSK, management bandwidth

Berdasarkan hasil analisis uji statistik t dari variabel free cash flow menunjukkan bahwa nilai t-statistic lebih kecil dari syarat signifikansi yang ditentukan

Penelitian ini ber- tujuan untuk melihat kandungan fito- kimia dan penampilan pola pita pro- tein pegagan hasil konservasi in vitro yang telah diaklimatisasikan dan

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang

Hasil penelitian bentuk pertunjukan tari Silakupang Sanggar Tari Srimpi Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang adalah urutan sajian pertunjukan tari Silakupang

Judul : PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN YANG DILAKSANAKAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI TERHADAP APARATUR PEMERINTAH DAERAH PENYELENGGARA