commit to user
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN
KARAKTERISTIK SENSORIS PADA TELUR ASIN
SKRIPSI
Diajukan Kepada :
Jurusan/ Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh :
II SRI IRIA PUTRI
H1408505
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, terima kasih ya Allah, rasanya ungkapan
itu yang pertama kali terbesit dalam benak penulis. Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Aktivitas
Antioksidan, Total Fenol Dan Karakteristik Sensoris Pada Telur Asin”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu (S-1) pada program studi
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, selaku
Pembimbing Utama Skripsi. Terima kasih atas semua nasihat, kesabaran dan
semangat yang bapak berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat sampai
pada titik ini. Terima kasih Pak.
3. Ibu Esti Widowati, S. Si,MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi. Saran,
bimbingan, arahan, kegigihan dan semangat serta dukungan dari ibu begitu
besar untuk penulis dan menjadikan penulis yang semula tidak tahu menjadi
tahu. Ibu membuat penulis untuk belajar berusaha dan tidak menyerah untuk
menghadapi sesuatu. Terima Kasih Bu Esti.
4. Ibu Ir. M.A.M. Andriani, MS selaku Dosen Penguji. Ibu merupakan salah satu
contoh dan teladan yang baik. Akan berbeda hasilnya skripsi penulis
seandainya bukan Ibu yang menguji. Terima kasih Bu Andri.
5. R. Baskara Katri Anandito, STP, MP selaku pembimbing Akademik. Bapak
merupakan pembimbing yang mampu menjadi teman bagi anak bimbing
commit to user
iv
6. Ibu Sri Liswardani, STP, Pak Slameta, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih
banyak atas segala bantuannya selama penelitian dan pelaksanaan seminar.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya
selama masa perkuliahan penulis.
8. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tuaku. Kerja keras, doa
dan kasih sayang mama dan papa membuatku merasa bangga dan membuatku
merasa lebih mudah dalam hidup ini.
9. Untuk adikku Anditya Pepsana Putra dan Ella Miyana, kalian membuatku
lebih berfikir dewasa dan semangat dalam hidupku. Aku selalu menyayangi
kalian.
10. Teman-teman satu jurusan, satu angkatan, Ihda, Wati, Ratih, Fitri, Badrus,
Topek, Mitha’06, Wuri’06, trima kasih teman atas dukungan kalian untuk
penulis selalu tetap belajar dan berusaha. Semangaaaat....
11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan
memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
v DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... x
SUMMARY ... xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4
1. Telur ... 4
2. Telur Asin ... 6
3. Penggaraman... 8
4. Jahe (Zingiber officinale Roscoe) ... 11
5. Antioksidan... 15
6. Fenol... 20
B. Hipotesis... 22
III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
B. Bahan dan Alat ... 23
1. Bahan ... 23
commit to user
vi
C. Tahapan Penelitian ... 24
1. Preparasi Bahan ... 24
2. Pembuatan Ekstrak Jahe Emprit ... 24
3. Pembuatan Adonan Pengasinan... 24
4. Pembuatan Telur Asin ... 25
5. Metode Analisis... 26
D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data... 26
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Antioksidan Telur Asin ... 28
B. Total Fenol Telur Asin ... 30
C. Karakteristik Sensoris Telur Asin ... 32
1. Warna ... 32
2. Aroma ... 35
3. Rasa ... 36
4. Tekstur ... 38
5. Overall ... 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Kandungan Gizi Telur Segar dan Telur Asin... 5
2.2 Mutu Telur Asin Menurut SNI 01- 4277-1996... 8
2.3 Kandungan Gizi Jahe... 14
2.4 Standar Mutu Secara Umum pada Jahe Menurut SNI 01-7087-2005……… 15 2.5 Standar Mutu Secara Khusus pada Jahe Menurut SNI 01-7087-2005... 15 3.1 Metode Analisis... 26
4.1 Aktivitas Antioksidan pada Telur Asin... 29
4.2 Total Fenol pada Telur Asin... 30
4.3 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Warna... 33
4.4 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Aroma... 35
4.5 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Rasa... 37
4.6 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Tekstur... 38
4.7 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter
Overall...
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Penampang telur secara umum... 6
2.2 Tanaman Jahe dan Daun Jahe... 11
2.3 Jahe Merah, Jahe Emprit, Jahe Gajah ... 13
2.4 Rimpang Jahe... 13
2.5 Rumus Bangun Gingerol... 19
2.6 Rumus Bangun Shogaol... 20
3.1 Pembuatan Telur Asin Rebus... 25
4.1 Perbedaan warna pada telur asin dengan penambahan
ekstrak jahe...
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Metode Analisis... 48
a. Analisis Antioksidan... 48
b. Analisis Total Fenol... 48
2 Hasil Analisis Kimia Pada Telur Asin... 49
a. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Pada Telur Asin.... 49
b. Hasil Analisis Total Fenol Pada Telur Asin... 50
3 Hasil Analisis SPSS Pada Telur Asin... 51
a. Hasil Analisis SPSS Aktivitas Antioksidan... 51
b. Hasil Analisis SPSS Total Fenol... 51
c. Hasil Analisis SPSS Karakteristik Sensoris... 52
commit to user
x
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN
KARAKTERISTIK SENSORIS PADA TELUR ASIN
II SRI IRIA PUTRI
H 1408505
RINGKASAN
Telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Akan tetapi, saat ini telur asin kurang disukai oleh konsumen karena kurangnya inovasi dalam pembuatan telur asin yang tidak mengikuti selera konsumen yang mudah berubah. Dengan adanya penambahan ekstrak jahe mampu memberikan inovasi rasa yang diharapkan dapat diterima oleh konsumen. Ekstrak jahe sudah diketahui mengandung komponen bioaktif seperti gingerol dan shogaol yang mempunyai aktivitas antioksidan, sehingga selain dapat memberikan inovasi rasa juga dapat memberikan kandungan antioksidan pada telur asin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe pada telur asin terhadap aktivitas antioksidan, total fenol, karakteristik sensoris dan untuk mengetahui konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen. Ekstrak jahe yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak jahe emprit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi penambahan ekstrak jahe (0%, 25%, 50%, 75%) dengan 3 kali ulangan analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat
α = 0,05. Data dianalisis dengan SPSS 14.0 for windows.
commit to user
xi
THE INFLUENCE OF GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe) TO THE ANTIOXIDANT ACTIVITY, TOTAL PHENOL AND SENSORY
CHARACTERISTIC OF SALTED EGG
II SRI IRIA PUTRI
H 1408505
SUMMARY
Salted egg is a method of preservation. However, nowadays salted egg has been left by consumers because there was less innovation in making salted egg which not follow consumers preference of taste that is easily change. By adding ginger extract, there is a new innovation of taste that will be preferred by the consumers. Ginger extract contains of bioactive component such as gingerol and shogaol which have antioxidant activity, so ginger extract gives a new innovation of taste and also gives antioxidant substance to salted egg.
The objective of this research were to observe the influence of ginger extract to antioxidant activity, total phenol and sensory characteristic and also to observe the concentration of ginger extract which was accepted by the consumers. Extract of Emprit ginger was used in this research. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one factor, the concentration of ginger extract (0%, 25%, 50% and 75%) with three times repetition of analysis. The result was analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT) in level α = 0,05. Data was analyzed by SPSS 14.0 for windows.
commit to user I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat,
mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%,
vitamin dan mineral (besi, fosfor, kalsium dan vitamin B kompleks)
(Astawan, 2009). Kandungan gizi tertinggi telur terdapat pada bagian
kuningnya yaitu asam amino esensial berupa fosfoprotein yang dibutuhkan
tubuh manusia untuk pertumbuhan (Pentadi, 2009). Kelemahan telur yaitu
memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami maupun kerusakan akibat
serangan mikroba melalui pori – pori telur (Pudjiatmoko, 2008). Oleh karena
itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur,
salah satunya yaitu dengan cara pengasinan.
Telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Telur
yang biasa diasinkan adalah telur itik karena memiliki pori-pori yang besar
dan bau amis yang tajam (Gsianturi, 2003). Umur simpan telur yang
diasinkan dapat mencapai 3 minggu (Suprapti, 2008). Keunggulan dari
pengasinan telur yaitu dapat memperpanjang umur simpan, menambah cita
rasa, meningkatkan nilai ekonomis, meningkatkan selera konsumen, serta
mencegah masuknya mikroba pada telur (Soeparno, 1994 dan Harry, 2004).
Namun, saat ini telur asin kurang disukai oleh konsumen, hal ini karena
kualitas telur asin yang dihasilkan tidak mengikuti selera konsumen yang
mudah berubah, kurangnya inovasi pengolahan maupun rasa pada telur asin
dan adanya pesaing usaha telur asin yang semakin banyak, serta adanya
sentra industri lain yang semakin banyak bergerak dalam pengolahan pangan.
Telur asin dengan kandungan antioksidan adalah salah satu inovasi
pengolahan untuk meningkatkan selera konsumen pada produk telur asin.
Menurut Wijayakusuma (2004), untuk melindungi tubuh dari radikal bebas
maka asupan antioksidan pada tubuh menjadi penting. Antioksidan alami
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan merupakan sumber
commit to user
sumber antioksidan alami, selain itu jahe juga mengandung antimikroba yang
memiliki kemampuan mengawetkan bahan pangan (Uhl, 2000).
Komponen antioksidan yang utama pada jahe emprit adalah gingerol
yang bersifat antikoagulan, yaitu mencegah stroke dan serangan jantung.
Gingerol juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dan
menghambat pertumbuhan sel kanker (pemberian ekstrak jahe sebanyak
100mg/kg berat badan) (Septiana, 2002), mampu meningkatkan aktivitas sel
darah putih dalam melisis sel tumor dan sel yang terinfeksi virus (Septiana
dan Zakaria, 2002).
Riset terakhir tahun 2005 oleh Zulaekah dan Widiyaningsih,
penelitian mengenai telur asin dengan penambahan antioksidan dari daun teh
menunjukkan bahwa daun teh dapat memperpanjang umur simpan telur dan
memperkecil kehilangan berat, karena pori-pori pada telur akan tertutup oleh
tanin pada larutan daun teh yang akan menyamak kulit telur sehingga
mengurangi penguapan air pada telur. Selain itu, daun teh juga akan
memberikan warna coklat muda pada kulit telur dan aroma telur asin yang
lebih disukai. Kelemahan dari penggunaan larutan daun teh yaitu tidak dapat
memberikan rasa pada telur asin dan kurang efektif jika dilakukan sebelum
pengasinan karena dapat menghambat proses pengasinan.
Berdasarkan uraian kandungan antioksidan pada jahe, pemilihan jahe
emprit dalam pembuatan telur asin bertujuan untuk penganekaragaman
pangan dan memberikan kandungan antioksidan yang berasal dari jahe pada
telur asin yang baik untuk kesehatan. Selain itu, penambahan ekstrak jahe
pada pembuatan telur asin dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sentra
industri telur asin yang saat ini mulai ditinggalkan konsumen.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh
penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin mengenai aktivitas
antioksidan, total fenol dan karakteristik sensoris telur asin terutama aroma
jahe yang dapat mengurangi bau amis pada telur dan rasa jahe yang dapat
commit to user 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut
1. Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak jahe terhadap aktivitas
antioksidan dan total fenol pada telur asin?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak jahe terhadap karakteristik
sensoris telur asin yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall?
3. Berapa konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap aktivitas
antioksidan dan total fenol pada telur asin.
2. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap karakteristik
sensoris telur asin yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall.
3. Mengetahui konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memberikan cara lain pengolahan telur asin yang menghasilkan produk
yang mengandung antioksidan.
2. Memberikan informasi aktivitas antioksidan, total fenol dan karakteristik
sensoris telur asin dengan penambahan ekstrak jahe.
3. Meningkatkan nilai ekonomis telur asin dan daya guna jahe.
1.5 Hipotesis
Penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin akan
mempengaruhi aktivitas antioksidan dan total fenol telur asin yang dihasilkan
dengan konsentrasi 0%, 25%, 50% dan 75% pada adonan pasta pembalut
commit to user
(akan timbul rasa jahe akibat penambahan ekstrak jahe), pada aroma (dapat
mengurangi bau amis pada telur asin karena aroma harum jahe yang
dihasilkan oleh minyak atsirinya).
Konsentrasi 0% digunakan sebagai kontrol karena pada perlakuan ini
tidak ada penambahan ekstrak jahe. Pada penambahan ekstrak jahe 25%
dipilih sebagai konsentrasi awal karena pada konsentrasi ini rasa jahe mulai
sedikit terasa. Penambahan ekstrak jahe pada konsentrasi 75% merupakan
batas terakhir penambahan ekstrak jahe, karena apabila penambahan
mencapai 100% atau lebih dikhawatirkan akan mempengaruhi ciri khas dari
commit to user LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Telur
Telur merupakan produk peternakan yang mengandung asam
amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia. Berdasarkan kandungan
gizinya telur dapat dikategorikan sebagai bahan makanan bergizi tinggi.
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging
ikan dan susu yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik anak-anak pada
masa pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui, serta mereka yang sedang
dalam proses penyembuhan. Selain itu telur juga mengandung vitamin A
dan B, lemak serta mineral (Suprapti, 2008).
Telur memiliki kelemahan yaitu mudah rusak selama
penyimpanan yang disebabkan adanya mikroba yang mengkontaminasi
telur. Makin lama penyimpanan telur maka makin menurunkan kualitas
telur yang diakibatkan keluarnya gas karbondioksida (CO2) pada telur
(Astawan, 2005). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan umur simpan telur adalah dengan cara pengawetan.
Dengan metode ini, telur dapat disimpan lebih lama, dapat
meningkatkan selera konsumen, dapat mencegah keluarnya gas
karbondioksida CO2 pada telur dan dapat mencegah masuknya mikroba
pada telur. Pengawetan telur yang paling mudah dan umum dilakukan
oleh masyarakat adalah dengan pengasinan atau pembuatan telur asin.
Telur yang biasa diasinkan adalah telur itik (Muslim,1992).
Kualitas telur ditentukan oleh kualitas bagian dalam (kekentalan
putih dan kuning telur, serta posisi kuning telur) dan kualitas bagian luar
telur (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan
kulit telur). Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan
lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan telur meliputi kerusakan
dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah.
commit to user
telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya.
Kerusakan-kerusakan telur terutama dapat disebabkan oleh kotoran yang
menempel pada kulit telur (Sukendra, 1976 dan Koswara, 1991). Mutu
telur dapat dinilai secara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam
sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan menemukan keretakan
pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantong udara,
bintik-bintik darah dan daging, kerusakan oleh mikroba dan pertumbuhan
embrio (Buckle et al, 1985).
Sebagai bahan makanan, telur memiliki beberapa kelebihan yaitu
mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah
dicerna, serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan.
Telur itik memiliki protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning
telur 17 %, sedangkan bagian putihnya 11 %. Protein telur terdiri dari
ovalbumin (putih telur) dan ovavitelin (kuning telur) (Astawan, 2009).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai kandungan
gizi telur segar dan telur asin.
Tabel 2.1. Kandungan gizi telur segar dan telur asin
Komposisi Telur ayam Telur itik segar Telur itik asin
Kalori (kal) 162 189 195
Protein (g) 12,8 13,1 13,6
Lemak (g) 11,5 14,3 13,6
Karbohidrat (g) 0,7 0,8 1,4
Kalsium (mg) 54 56 120
Fosfor (mg) 1 80 175 157
Besi (mg) 2,7 2,8 1,8
Vit. A (IU) 900 1230 841
Vit. B (mg) 0,10 0,18 0,28
Air (gr) 74 70,8 66,5
Sumber : Astawan, 2009.
Menurut Suprapti (2008), telur secara umum terdiri atas 3
komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (±11% dari berat total
telur), putih telur (±57% dari berat total telur), dan kuning telur (±32%
dari berat total telur). Adapun bagian-bagian telur secara rinci dapat
commit to user
Gambar 2.1 Penampang telur secara umum
Keterangan gambar
1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar (mucus).
2. Selaput tipis yang menempel pada shell selaput tipis lain yang melekat
pada putih telur (membrane).
3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a)
dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer.
4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer ).
5. Kuning telur (yolk).
6. Titik benih (lembaga) atau germ spot.
7. Tali pengikat kulit telur (chalazeae).
8. Rongga udara (air space).
9. Lapisan luar kuning telur (vitellin)
Telur itik memiliki bau amis yang tajam sehingga penggunaan
telur itik dalam berbagai makanan tidak seluas telur ayam. Selain baunya
yang lebih amis, telur itik juga memiliki pori-pori kulit yang lebih besar,
sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin. Ciri lain dari telur
itik memiliki bobot dan ukuran rata-rata lebih besar dibanding telur ayam
dan warna kulit telurnya agak biru muda (Gsianturi, 2003).
2.1.2 Telur Asin
Menurut Astawan (2009), telur asin (baik yang masih mentah
commit to user
dapat disimpan pada suhu kamar. Penilaian terhadap mutu telur asin
dapat dilakukan dengan menggunakan parameter berikut
· Telur asin stabil sifatnya, artinya dapat disimpan lama ± 3 minggu
tanpa mengalami kerusakan. Semakin banyak garam yang digunakan
dan semakin lama waktu pengasinan, telur akan semakin awet dan
asin.
· Aroma dan rasanya enak. Telur asin yang baik bebas dari rasa amis,
bau busuk, serta rasa dan bau lainnya yang tidak diharapkan.
· Telur asin yang baik hanya mengandung minyak di bagian tepi kuning
telur.
· Letak kuning telur yang dikehendaki adalah di tengah-tengah. Apabila
bergeser, kemungkinan penyebabnya adalah telur segar yang
digunakan sudah rusak.
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara
diasinkan. Telur yang telah diasinkan tersebut, selanjutnya dapat
dibiarkan/disimpan dalam keadaan mentah ataupun matang (direbus).
Dalam keadaan mentah, telur dapat disimpan selama ± 2 minggu,
sedangkan dalam keadaan matang, telur asin dapat disimpan selama ± 3
minggu (Suprapti, 2002).
Proses pembuatan telur asin dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Namun, kebanyakan pembuat telur asin lebih memilih dengan cara
direndam atau dibalut dalam adonan garam dicampur dengan serbuk bata
merah dan abu gosok (Sahroni, 2003). Cara tersebut bertujuan untuk
membuat telur itik menjadi telur yang terasa asin. Tetapi, ada juga yang
mencoba membuat telur asin dengan ditambahkan rasa jahe, rasa jeruk,
bahkan rasa cabai kedalam adonan pasta pengasinannya, sehingga rasa
telur tersebut tidak hanya asin, melainkan berpadu dengan rasa lain yang
telah ditambahkan kedalam adonan pasta pengasinan tersebut (Effie,
2006).
Telur segar memiliki mutu protein lebih baik daripada telur asin
commit to user
protein telur, sehingga penyerapannya di dalam tubuh tidak semudah
penyerapan protein telur segar. Perbedaan ini dapat diamati dari
konsistensi bagian kuning pada telur asin lebih keras daripada bagian
kuning telur segar (Astawan, 2005).
Standar mutu telur asin berdasakan SNI 01- 4277-1996 (Badan
Standarisasi Nasional, 1996) dapat dilihat tabel 2.2.
Tabel 2.2. Mutu telur asin menurut SNI 01- 4277-1996
Jenis uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
a. Bau - Normal
b. Warna - Normal
c. Kenampakan - Normal
Garam b/b % 2,0
Cemaran mikroba
a. Salmonella Koloni/25 g Negatif
b. Stapylococcus aurous
Koloni/ g Negatif
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1996
Menurut Sarwono, dkk (1985) dan Astawan (2009), ada beberapa
keunggulan telur asin yang dapat diperoleh dari pembuatan telur asin
yaitu:
· Telur yang diasinkan bersifat stabil, dapat disimpan tanpa mengalami
kerusakan selama ± 3 minggu.
· Dengan pengasinan rasa amis telur akan berkurang, tidak berbau
busuk, dan rasanya enak.
2.1.3 Penggaraman
Menurut Harry (2004), proses pengolahan telur asin dapat dibuat
dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau menggunakan
adonan pasta pengasinan. Adonan pengasinan merupakan campuran
antara garam, serbuk bata merah dan abu gosok. Pembuatan telur asin
dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan
praktis tetapi tekstur yang dihasilkan kurang bagus. Cara pembuatan telur
commit to user
telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih menarik, serta cita
rasa lebih enak, tetapi prosesnya lebih rumit. Garam dalam pembuatan
telur asin berfungsi sebagai pencipta rasa.
Pembuatan telur asin dengan cara perendaman dengan larutan
garam jenuh lebih efisien dan lebih singkat waktu yang dibutuhkan untuk
proses pengasinan telur, yaitu 7-10 hari. Pembuatan telur asin dengan
pembalutan adonan pengasinan (garam, serbuk batu bata dan abu gosok)
memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu 14-30 hari (Sarwono, 2009
dan Saputra, 2000). Untuk rasa telur asin, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua cara tersebut. Akan tetapi untuk warna dan
tekstur sangat berbeda nyata. Warna dan tekstur yang lebih menarik
terdapat pada pembuatan telur asin dengan cara pembalutan dengan
adonan pasta pengasinan. Sedangkan pada pembuatan telur asin dengan
perendaman garam jenuh, akan dihasilkan putih telur yang
berlubang-lubang/keropos dan warna kuning telur yang tidak cerah (Kastaman dkk,
2005).
Penggaraman yang cocok untuk pembuatan telur asin yaitu telur
itik. Proses penggaraman pada telur itik ini sangat cocok dilakukan
karena bau telur itik yang sangat amis sebagai ciri aroma dari telur asin
dan memiliki pori – pori yang lebih besar sehingga mudah menyerap
garam pada saat pemeraman. Selain itu, telur itik memiliki ukuran yang
lebih besar daripada telur ayam serta memiliki warna biru muda yang
semakin menarik untuk membuat ciri dari telur asin (Apriadjie, 2009).
Kombinasi perlakuan dalam pembuatan telur asin yang baik saat
ini adalah dengan penggaraman dan penambahan ekstrak daun teh.
Apabila telur asin matang dapat bertahan selama ± 3 minggu, sedangkan
penambahan ekstrak teh dalam adonan pengasinan dapat meningkatkan
ketahanan telur asin sampai 6 minggu. Penggunaan ekstrak daun teh ini
bertujuan supaya zat tanin dalam daun teh dapat menutupi pori – pori
kulit telur serta memberikan warna coklat muda yang menarik dan bau
commit to user
1992; Makfoeld, 1992). Pengawetan telur dengan menggunakan ekstrak
daun teh disertai dengan pengasinan dapat memperkecil kehilangan berat
dan meningkatkan cita rasa. Hal ini dimungkinkan karena ekstrak daun
teh mengandung tanin. Tanin dari bahan nabati dapat menyamak kulit
telur sehingga dapat mengurangi penguapan air pada telur. Penggunaan
ekstrak daun teh dilakukan setelah proses pengasinan supaya proses
pengasinan tidak terhambat dan kulit telur akan menjadi lebih terlindungi
oleh tanin setelah perendaman (Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005).
Garam pada kosentrasi tinggi (10-12%) dapat digunakan sebagai
pengawet dalam telur asin. Kadar air bahan yang digunakan untuk
pertumbuhan mikroba pada bahan pangan yang diawetkan dengan garam
menurun dan jaringan sel mikroba mengalami plasmolisis sehingga kadar
airnya tidak cukup untuk pertumbuhan mikroba. Fungsi garam sebagai
pengawet ialah sebagai antiseptik dan untuk mengikat sejumlah air yang
tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Efek pengawetan garam karena
sifat osmotiknya yang tinggi, kemampuan mengikat air, dan
mengakibatkan denaturasi protein (Soeparno,1994).
Berkurangnya kadar air pada telur asin yang digunakan untuk
pertumbuhan mikroba menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam
(NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke pori-pori
kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl
mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion klor (Cl-). Ion
klor inilah yang bersifat toksik berfungsi sebagai bahan pengawet,
dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Semakin lama
telur dibungkus dengan adonan pasta pengasinan, semakin banyak garam
yang masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi awet dan asin (Harry,
2004). Menurut Soeparno (1994), meskipun garam tidak dapat
membunuh semua jenis mikroba, tetapi pada umumnya kebanyakan
mikroba yang menyebabkan pembusukan dapat dikontrol dengan baik.
commit to user
Sejumlah mikroba terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam
tertentu dan dapat tumbuh pada konsentrasi larutan garam yang berbeda.
2.1.4 Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
Jahe tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm, daun tanaman jahe
berupa daun tunggal, berbentuk lanset dan berujung runcing. Mahkota
bunga berwarna ungu, berbentuk corong dengan panjang 2 – 2,5 cm.
Sedangkan buah berbentuk bulat panjang berwarna cokelat dengan biji
berwarna hitam. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah), jahe
kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Jahe merah dan jahe
kecil banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Sedangkan jahe
besar dimanfaatkan sebagai bumbu masak (Matondang, 2005). Gambar
tanaman dan bentuk daun jahe dapat dilihat pada gambar 2.2.
a. b.
Gambar 2.2. Tanaman Jahe (a) dan Daun Jahe (b)
Menurut Hendradi dkk (2000), tanaman jahe dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingeberales
Family : Zingeberaceae
Genus : Zingiber
commit to user
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan rempah – rempah
yang sangat penting dalam kehidupan sehari – hari, terutama untuk
kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun
berbatang semu. Jahe termasuk suku temu-temuan (Zingiberaceae).
Selain jahe, temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma
aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga),
lengkuas (Languas galanga) termasuk dalam suku temu-temuan
(Muhlisah, 1999).
Menurut Paimin dan Murhananto (2003), jahe dibedakan menjadi
3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya
dikenal 3 varietas jahe, yaitu:
a. Jahe putih besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak (gambar
2.3). Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih
menggembung dari dua jenis jahe lainnya. Jenis jahe ini baik
dikonsumsi saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai
jahe segar maupun jahe olahan.
b. Jahe putih kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit (gambar
2.3). Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung.
Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak
atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih
pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk obat – obatan.
c. Jahe merah (gambar 2.3). Rimpangnya bewarna merah dan lebih
kecil daripada jahe putih kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua
dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe
kecil putih sehingga cocok untuk ramuan obat.
a. b. c.
commit to user
Bagian terpenting yang memiliki nilai ekonomis pada tanaman
jahe adalah akar tongkatnya yang lebih dikenal dengan sebutan
“rimpang”. Jika rimpang tersebut dipotong, nampak warna daging
rimpang yang bervariasi, mulai putih kekuningan, kuning, atau jingga
tergantung pada klonnya. Pada umunya rasa jahe pedas karena
mengandung senyawa shogaol. Sedangkan aroma jahe disebabkan oleh
adanya minyak atsiri yang umunya berwarna kuning dan sedikit kental
(Santoso, 1994). Gambar rimpang jahe untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Rimpang Jahe
Secara tradisional ekstrak jahe digunakan antara lain sebagai obat
sakit kepala, obat batuk, muntah-muntah, masuk angin, untuk mengobati
gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, rematik, menghilangkan
rasa sakit, obat antimual dan mabuk perjalanan, karminatif
(mengeluarkan gas dari perut) dan sebagai obat luar untuk mengobati
gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Sugiman, 2000).
Secara alamiah ekstrak jahe mampu menghambat proliferasi sel kanker.
Selain itu, jahe diduga berkhasiat untuk mencegah penyakit jantung
(Darwis dkk, 1991). Komponen yang terkandung dalam rimpang jahe ini
sangat banyak kegunaannya. Terutama sebagai rempah, bahan baku
minuman ringan (ginger ale), industri farmasi dan obat tradisional,
industri parfum, industri kosmetika, serta bahan penyedap (flavoring
agents) (Paimin, dkk, 1991).
Jahe emprit (Zingiber officinale var Rubrum) merupakan salah
satu jenis jahe yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku
commit to user
1994). Hal ini dikarenakan rimpang jahe emprit berserat lembut,
beraroma tajam, dan terasa pedas meskipun ukuran rimpang kecil. Jahe
emprit berbentuk agak pipih mempunyai daun berselang-seling teratur,
warna permukaan daun atas berwarna hijau muda jika dibandingkan
dengan bagian bawahnya. Rimpang jahe emprit mengandung 58% pati,
8% protein, 3-5% oleoresin dan 1,5-3,5% minyak atsiri (Sari dkk, 2006).
Jahe memiliki beberapa kandungan gizi yang bermanfaat untuk
kesehatan. Kandungan gizi jahe dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kandungan gizi jahe
No Unsur Gizi Kadar per 100 g Bahan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 13. 14. Minyak essensial Campuran lain Abu Protein Zat pati Lemak Fosfolipid Sterol Serat Oleoresin Vitamin Air Mineral 0,8% 10-16% 6,5% 12,3% 45,25% 4,5% Sedikit 0,53% 10,3% 7,3% 44,15% 10,5% -
Sumber : Ravindran and Babu, 2005.
Standar mutu jahe secara umum dan khusus berdasakan SNI
01-7087-2005 (Badan Standarisasi Nasional, 2005) dapat dilihat tabel 2.4.
Tabel 2.4. Standar mutu secara umum pada jahe menurut SNI 01-7087-2005.
No Jenis uji Persyaratan
1, 2. Kesegaran jahe Rimpang bertunas Segar Tidak ada
3. Kenampakan irisan melintang Cerah
4. Bentuk rimpang Utuh
5. Serangga hidup dan hama lain Tidak ada
commit to user
Tabel 2.5. Standar mutu secara khusus pada jahe menurut SNI 01-7087-2005
Jenis uji Satuan Persyaratan
Rimpang yang terkelupas kulitnya (R/jml R), Maks
% 5
Rimpang busuk (R/jml R) % 0
Kadar abu, maks % 5
Kadar ekstrak yang larut dalam air, maks % 15,6
Kadar ekstrak yang larut dalam etanol min. % 4,3
Benda asing, maks % 2
Kadar minyak atsiri, min % 1,5
Kadar timbal, maks mg/kg 1
Kadar arsen mg/kg Negatif
Kadar tembaga mg/kg 30
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2005.
Minyak atsiri dan oleoresin pada jahe menyebabkan sifat khas
jahe. Aroma jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresin
menyebabkan rasa pedas. Komposisi kimiawi rimpang jahe menentukan
aroma dan rasa pedas jahe. Faktor yang mempengaruhi komposisi
kimiawi rimpang jahe ialah jenis, keadaan tanah pada saat jahe ditanam,
cara budidaya, umur rimpang jahe saat dipanen, serta perlakuan terhadap
hasil rimpang pascapanen (Guenther, 1952, Ravindran and Babu, 2005 ).
2.1.5 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat, mencegah
terjadinya reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan berbagai jenis
penyakit ataupun penuaan dini dengan cara mendonorkan satu atau lebih
atom hidrogen pada suatu radikal bebas (Lautan,1997 dan Winarsi,
2007). Penggunaan senyawa antioksidan juga antiradikal saat ini semakin
meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang
peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan
dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor
(penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas yang menjadi salah satu
commit to user
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan
alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan
penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam
makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated
Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan
tokoferol (Buck, 1991).
Senyawa antioksidan yang terdapat dalam tubuh kita misalnya
enzim Superoksida Dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase.
Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak
mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa
fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,
seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran
seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Frei.,1994 and Trevor ,
1995).
Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat
digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu pertama golongan zat gizi
(vitamin A dan karotenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn),
tembaga (Cu), selenium (Se) dan protein) dan yang kedua terdapat
sebagai golongan nonzat gizi (senyawa fenol misalnya tirosol,
hidroksitirol, vanilin, asam vanilat, timol, karpakrol, gingerol dan
zingeron) (Agustinisari, 1998).
Menurut Kikuzaki and Nakatani (1993), jahe memiliki sifat
antioksidan dan antikanker. Beberapa komponen utama dalam jahe
seperti gingerol, shogaol dan gingerone memiliki aktivitas antioksidan.
Komponen pembawa rasa pedas pada jahe yaitu gingerol, paradol,
shogaol, dan zingerone memiliki aktivitas antiinflamasi yang
menunjukkan pencegahan timbulnya kanker pada percobaan
commit to user
bersifat antitumor yang dapat menahan pertumbuhan sel kanker pada
tubuh manusia.
Inflamasi adalah timbulnya suatu reaksi dari jaringan terhadap
adanya suatu penyakit. Inflamasi dapat terjadi bermula dari adanya
kerusakan jaringan. Inflamasi akut ditandai dengan keluarnya leukosit
dari sirkulasi perifer ke ruang ekstraseluler. Sel leukosit tersebut
berfungsi dalam proses fagositosis agen penyebab inflamasi dan dalam
proses tersebut akan dihasilkan radikal bebas. Kondisi ini lebih
memperparah kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk terjadinya
inflamasi. Mekanisme ekstrak jahe dapat mengatasi inflamasi sebagai
antiinflamasi yaitu senyawa fenolik yang terdapat dalam ekstrak jahe
seperti gingerol, zingeron dan shogaol, yang bersifat antioksidan
menangkap radikal bebas yang jumlahnya meningkat dalam kondisi stres
dengan cara memberikan atom hidrogennya. Dengan demikian
pemberian ekstrak jahe setelah stres dapat mengurangi radikal bebas
yang muncul dalam jumlah sangat tinggi, selanjutnya berdampak pada
pengurangan kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk inflamasi yang
sedang terjadi pada ginjal (Wresdiyati dkk, 2003).
Beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh oksidan seperti
kanker dan katarak dapat dihambat oleh antioksidan. Efek yang
membahayakan dari oksidan berasal dari spesies oksigen reaktif (ROS)
seperti radikal bebas yang dapat berasal dari polusi, debu maupun
diproduksi secara kontinyu dari metabolisme tubuh. Saat ini, banyak
dipadukan produk pangan yang memadukan fungsi nutrisi dan kesehatan,
yang sering disebut pangan fungsional. Pangan fungsional dapat
memberikan keuntungan terhadap kesehatan karena dapat mencegah atau
mengobati penyakit. Salah satu contoh pangan fungsional adalah ekstrak
jahe yang mengandung senyawa fenol yang mempengaruhi aktivitas
antioksidan (Septiana dkk, 2002).
Ekstrak jahe dapat menghambat timbulnya sel kanker dan untuk
commit to user
reaksi oksidasi sehingga dapat digunakan untuk mencegah penyakit
kardiovaskular (penyumbatan pembuluh darah/aterosklerosis).
Pencegahan aterosklerosis dapat dilakukan dengan penghambatan
oksidasi lemak menggunakan antioksidan pada jahe. Ekstrak jahe dapat
pula menghambat akumulasi kolesterol (Septiana, 2002).
Secara teoritis, senyawa radikal didalam tubuh dapat dihilangkan
bila terdapat antioksidan. Namun demikian, penghilangan senyawa
radikal ini tidak pernah mencapai 100%. Senyawa radikal yang masih
ada secara perlahan tetapi pasti akan merusak sel – sel jaringan tubuh,
sehingga terjadi proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada kondisi
demikian, fungsi dan struktur jaringan tubuh menjadi berubah. Reaksi –
reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui berasal dari
berbagai macam kondisi dan penyakit degeneratif. Oleh karena itu
penting sekali untuk meningkatkan kadar antioksidan didalam tubuh, dan
hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan
alami (Raharjo, 2005).
Gingerol (gambar 2.5) merupakan komponen yang memiliki
potensi antioksidan paling besar, sekaligus komponen yang berpengaruh
dalam rasa pedas jahe selain shogaol. Gingerol labil terhadap perubahan
suhu selama proses pengolahan maupun penyimpanan. Rasio antara
gingerol dan shogaol dalam jahe segar sekitar 7:1, dan rasio ini tidak
akan berubah setelah dipanaskan pada suhu 400C dalam fase berair. Akan
tetapi, ketika jahe diuapkan atau dipanaskan/dikeringkan selama 10 jam
atau lebih dari suhu 400C rasio akan berubah menjadi 1:1 (Zakaria dan
Rajab, 1999).
Gingerol berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan
mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau
pada wanita yang hamil muda. Rasanya yang tajam merangsang nafsu
makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta
membantu fungsi jantung. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan
commit to user
antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah
tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan
jantung. Gingerol juga diduga membantu menurunkan kadar kolesterol
[image:31.595.159.513.210.481.2](Echo, 2009). Rumus bangun gingerol dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Rumus Bangun Gingerol
Shogaol (gambar 2.6) merupakan senyawa pedas pada jahe yang
memiliki sruktur kimia mirip dengan gingerol. Berbeda dengan gingerol,
shogaol dapat dihasilkan bila jahe dipanaskan atau dimasak. Kandungan
shogaol pada jahe lebih sedikit dibandingkan dengan gingerol (suhu <
400C), akan tetapi shogaol memiliki sifat pedas lebih kuat daripada
gingerol. Jahe segar hanya mengandung sedikit shogaol, hal ini
dikarenakan shogaol dapat terbentuk bila terjadi proses dehidrasi selama
proses maupun penyimpanan jahe (Connell and Sutherland, 1968,
Septiana, 2001). Rumus bangun shogaol dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Rumus Bangun Shogaol
2.1.6 Fenol
Senyawa fenol adalah suatu senyawa yang memiliki cincin
aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil yang berfungsi sebagai
antioksidan. Senyawa flavonoid pada jahe seperti gingerol dan shogaol
commit to user
antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan radikal bebas,
yaitu dengan memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal
bebas, sedangkan radikal yang berasal dari antioksidan senyawa fenol ini
lebih stabil daripada radikal bebasnya (Nabet, 1996).
Tanaman dari famili zingiberaceae, seperti jahe, kunyit, kunyit
putih dan temulawak memiliki senyawa antioksidan, salah satunya yaitu
senyawa fenolik. Kunyit dan temulawak memiliki kurkumin sebagai
senyawa fenolik antioksidannya. Kurkumin pada kunyit dan temulawak
memiliki sifat yang tahan terhadap suhu tinggi. Sedangkan, senyawa
bioaktif yang dikandung oleh jahe (misalnya gingerol atau minyak
atsirinya) merupakan senyawa thermolabil, sehingga tidak tahan terhadap
pengolahan dengan suhu tinggi, akan tetapi dalam larutan berair, gingerol
dapat bertahan sampai suhu 1000C (Septiana dkk, 2006).
Gingerol dan shogaol merupakan komponen antioksodan fenolik
pada jahe karena mengandung cincin benzen yang mengandung gugus
hidroksil. Fenol menghambat oksidasi lipid dengan menyumbangkan
atom hidrogen kepada radikal bebas. Fenol, baik dalam keadaan solid
maupun liquid memiliki titik lebur rendah (410C). Fenol sedikit larut
dalam air, kelarutan fenol dalam air bervariasi antara suhu 0-650C.
Sebaliknya fenol sangat larut dalam pelarut organik. Fungsi utama fenol
adalah sebagai desenfektan dan antioksidan (Chen et al, 1996).
Jahe merupakan sebuah bahan alami yang banyak mengandung
komponen phenolic aktif seperti gingerol dan shogaol yang memiliki
efek antioksidan dan antikanker, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
penelitian tentang pencegahan munculnya sel tumor. Jahe mampu
menghambat munculnya sel tumor untuk mengobati kanker. Pemberian
ekstrak jahe sebanyak 100 mg/kg berat badan mampu menangkal efek
buruk virus yang menginfeksi sel tumor. Oleh karena itu, jahe memiliki
efek antikanker dengan cara mencegah pengaktifan sel tumor dan
commit to user
Gouvindarajan (1982) menyatakan komponen fenol dalam ekstrak
jahe seperti gingerol dan shogaol selain memberikan rasa pedas khas
jahe, juga berperan sebagai antioksidan alami. Antioksidan pada jahe
adalah antioksidan alami, dimana antioksidan alami ini telah lama
diketahui menguntungkan untuk digunakan dalam bahan pangan karena
lebih aman dalam penggunaannya bila dibanding dengan antioksidan
sintetik. Antioksidan alami digunakan sebagai suplemen dalam bentuk
makanan ataupun untuk pengawet bahan pangan (Halliwel et al, 1995
dalam Kusuma 2006).
Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui
pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksil kepada radikal, sementara
turunan radikal antioksidan yang terbentuk cukup stabil dicegah dari
reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tidak akan bekerja sebagai
suatu inisiator bagi reaksi berikutnya. Kestabilan dari radikal antioksidan
tersebut juga terjadi melalui pemberian elektron tidak berpasangan pada
commit to user 2.2 Kerangka Berpikir
Telur asin
Pengawetan dengan metode penggaraman
Memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai
ekonomi telur
Indonesia kaya akan rempah – rempah
Jahe merupakan salah satu jenis rempah - rempah sebagai
sumber antioksidan alami
Belum dimanfaatkan secara optimal (hanya untuk bahan obat – obatan dan bumbu
masak)
Ekstrak jahe mengandung antioksidan yang merupakan bahan pangan fungsional
Penambahan ekstrak jahe pada telur asin dapat memberikan rasa jahe, mengurangi
bau amis pada telur asin dan dapat memperpanjang daya simpan telur asin
Dikaji pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap kualitas sensori, aktivitas antioksidan dan total fenol pada telur asin
commit to user
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian
dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai April 2011.
3.2 Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Bahan untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik yang bermutu
baik yang didapatkan di pengusaha telur, bubuk batu bata merah
dan abu gosok didapatkan dari pembuat batu bata di desa Trunuh
Jogonalan Klaten, garam (garam dapur) didapatkan di Pasar Gede
Klaten, jahe emprit didapatkan di Pasar Gede Klaten, dan air bersih
(air PAM).
b. Bahan yang digunakan untuk analisis telur asin antara lain:
1. Analisis aktivitas antioksidan : DPPH (Diphenyl picrylhydrazyl)
0,1 mM, methanol p.a dan
aquades.
2. Analisis total fenol : Na2CO3 alkali, Follin ciocalteu
p.a. fenol murni dan aquades,
2. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan telur asin antara lain
ember plastik sebagai wadah dalam pemeraman maupun untuk
perendaman telur, panci sebagai wadah untuk merebus telur,
kompor atau alat pemanas, alat pengaduk, kain pembersih,
timbangan, alat penyaring dan stoples sebagai wadah telur.
commit to user
b. Alat yang digunakan untuk analisis antara lain
Analisis sensoris menggunakan seperangkat alat uji sensoris.
Analisis antioksidan dan total fenol menggunakan spektrofotometer
UV-vis 1240 (Shimadzu Jepang), shaker, vortex (Heidolph reax
control), timbangan analitik (Adventure Dhalis), alat gelas (pyrex)
antara lain Erlenmeyer 250 ml, gelas beker, tabung reaksi, pipet
volume 1 ml, pipet volume 5 ml.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dalam beberapa tahapan (modifikasi Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005), yaitu:
1. Preparasi Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik dipilih
yang bermutu baik (tidak retak atau kulit pecah) dan dipilih telur dengan
ukuran yang sama. Mula-mula telur dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran pada telur.
2. Pembuatan Ekstrak Jahe Emprit
Jahe yang akan diekstrak sebelumnya dibersihkan dan dicuci. Jahe
selanjutnya dipotong kecil-kecil dan diekstrak dengan cara homogenisasi
menggunakan blender dengan menggunakan air panas (suhu > 400C)
kemudian disaring sehingga ekstrak jahe dapat terbentuk (Zakaria dkk,
2000). Konsentrasi ekstrak jahe yang dibuat adalah 0%, 25%, 50%, 75%
(b/b). Cara pembuatan ekstrak jahe pada konsentrasi 25% yaitu 250 gram
jahe/1000 gram air.
3. Pembuatan Adonan Pengasinan
Bahan dalam pembuatan adonan pengasinan ini adalah bubuk batu
bata, abu gosok yang dicampur dengan garam dengan perbandingan batu
bata : abu gosok : garam yaitu 2 : 1 : 1 (b/b). Adonan pengasinan
kemudian dicampur ekstrak jahe dengan presentasi yaitu 0%, 25%, 50%,
75%, kemudian diaduk sampai tercampur dan terbentuk adonan pasta
commit to user
2 : 1 (b/v) yaitu untuk 300 gram adonan pengasinan dibutuhkan 150 ml
ekstrak jahe.
4. Pembuatan Telur Asin (modifikasi Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005), yaitu:
Telur yang telah dilakukan preparasi, dibalut dengan adonan pasta pengasinan secara merata pada permukaan telur dengan tebal kira – kira
1,5 cm, kemudian disimpan atau dipemeram dalam ember plastik selama 14 hari dan ditutup dengan jerami. Telur kemudian direbus selama 30 menit setelah dicuci dengan air sampai adonan pasta pengasinan pembalut
telur hilang. Untuk lebih mengetahui cara pembuatan telur asin rebus ini
dapat dilihat pada gambar 3.1 mengenai diagram alir pembuatan telur asin
[image:37.595.131.549.215.713.2]rebus.
Gambar 3.1. Pembuatan Telur Asin Rebus
Adonan pengasinan (bubuk batu bata : abu gosok : garam) 2 : 1: 1 (b/b) (300 g)
9
Penambahan ekstrak jahe
konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% (b/b) (150 ml)
Pemilihan, pencucian, dan pembersihan telur dari kotoran
Pengadukan
Pembalutan dengan adonan pasta pengasinan
Penyimpanan dalam ember plastik selama 14 hari dan ditutup dengan jerami
Adonan pasta pengasinan Telur itik (10 butir)
Pembersihan adonan pasta pengasinan pembalut telur
Perebusan telur selama 30 menit dimulai sebelum air mendidih
commit to user 3.4 Metode Analisis
Tabel 3.1. Metode Analisis
No Macam Uji Metode
1. Aktivitas Antioksidan DPPH (Subagio and Morita, 2001)
2. Total Fenol Follin-Ciocalteu (Waterhouse, 2002)
3. Sensoris Kesukaan (Kartika dkk, 1988; Setyaningsih
dkk, 2008)
3.5 Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor, yaitu perbedaan konsentrasi
penambahan ekstrak jahe (0%, 25%, 50%, 75%) dengan 3 kali ulangan
analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode
Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikansi α = 0,05. Data dianalisis dengan SPSS 14.0
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Telur asin merupakan salah satu metode pengawetan telur dengan cara
penggaraman. Penggaraman telur dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
dengan perendaman dalam larutan garam jenuh dan pembalutan telur dengan
adonan pengasinan. Proses pemeraman dalam proses penggaraman dilakukan
selama 15-30 hari. Pemeraman bertujuan supaya garam dalam adonan pengasinan
dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori telur. Semakin lama pemeraman
maka semakin asin dan awet telur yang dihasilkan. Garam dalam pembuatan telur
asin dapat menjadikan telur lebih awet, karena garam akan masuk pada telur dan
bereaksi dengan albumin pada putih telur yang bersifat larut air dan terkoagulasi
karena pemanasan. Garam akan masuk kedalam telur dengan proses osmosis
melalui membran semipermiabel sehingga dicapai keadaan yang isotonis
(Winarno, 2002). Garam akan terionisasi menjadi Na+ (natrium) dan Cl- (klorida).
Ion klorida inilah yang akan berperan dalam proses pengawetan telur karena
garam akan mengikat air yang terdapat pada telur sebagai media pertumbuhan
mikroba, sehingga pertumbuhan mikroba dapat terhambat (Buckle et al, 1985 dan
Soeparno, 1994).
Secara umum telur asin yang disukai oleh konsumen, yaitu masir pada
teksturnya dan terdapat minyak dibagian tepi kuning telur, hal tersebut
dikarenakan garam akan masuk melewati albumin putih telur dan selanjutnya
akan menuju kuning telur. Garam akan berikatan dengan lipoprotein kuning telur,
sehingga lipoprotein kuning telur rusak dan minyak pada kuning telur keluar.
Selain itu warna telur asin yang disukai yaitu kuning kemerah-merahan pada
kuning telurnya (Winarti, 2004). Penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur
asin ini mampu memenuhi kriteria telur asin yang disukai oleh konsumen, selain
itu dengan adanya penambahan ekstrak jahe tersebut juga dapat memberikan
terobosan baru pada telur asin dengan rasa jahe dan sebagai telur asin yang
mengandung antioksidan. Jahe selain sebagai sumber antioksidan yang berasal
dari gingerol dan shogaol, jahe juga dapat berperan sebagai antimikroba yang
commit to user
senyawa fenol jahe. Perlakuan penambahan ekstrak jahe yang digunakan yaitu
telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe, penambahan jahe 25%, 50% dan 75%.
Analisis yang diamati yaitu aktivitas antioksidan, total fenol dan karakteristik
sensoris yang meliputi parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan overall.
4.1 Aktivitas Antioksidan Telur Asin
Antioksidan adalah senyawa yang mampu memberikan satu atau lebih
atom hidrogen pada suatu radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
dihambat (Suhartono dan Aflanie 2002). Mekanisme aktivitas antioksidan
menghambat reaksi oksidasi dengan bertindak sebagai donor hidrogen atau
penangkap radikal bebas yang menghasilkan senyawa yang lebih stabil (Sing,
2007).
Salah satu sumber antioksidan yang paling mudah ditemukan yaitu
antioksidan alami yang banyak terdapat pada tumbuhan dan buah-buahan.
Jahe merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang berasal dari
tumbuhan yang mudah dijumpai. Antioksidan alami sangat dibutuhkan oleh
tubuh karena tubuh manusia tidak mempunyai simpanan antioksidan dalam
jumlah yang memadai sehingga antioksidan alami diharapkan dapat
memenuhi antioksidan dalam tubuh manusia (Sunarni, 2005). Antioksidan
alami dibutuhkan sebagai alternatif yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
mengingat adanya antioksidan sintetik yang sampai saat ini belum diketahui
efek sampingnya (Rohdiana, 2001).
Mekanisme penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode
DPPH Radical Scavenging Ability (1,1 Diphenyl -2- picrylhydrazyl). Metode
DPPH dipilih karena memiliki kelebihan yaitu sederhana dan efektif untuk
evaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alami (Hartati dan Ersam,
2006). Besarnya aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan semakin besarnya
penurunan intensitas warna ungu pada larutan (Hanani dkk, 2005). Prinsip
metode DPPH adalah pengukuran penangkapan radikal bebas dalam pelarut
organik polar seperti etanol atau metanol pada suhu kamar oleh suatu
commit to user
elektronnya pada elektron yang tidak berpasangan (Pokorny et al, 2001).
Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada telur asin dapat dilihat pada tabel
[image:41.595.133.517.192.478.2]4.1.
Tabel 4.1. Aktivitas antioksidan pada telur asin
Perlakuan Aktivitas antioksidan (*)
Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 1,585 a
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 6,294 b
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 18,089 c
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 28,718 d
Keterangan :
* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.
Berdasarkan hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa
setiap penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur asin menunjukkan
beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penambahan ekstrak jahe
pada pembuatan telur asin seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1
memberikan hasil yang beda nyata pada aktivitas antioksidan pada
masing-masing sampel. Sampel tanpa penambahan ekstrak jahe memiliki aktivitas
antioksidan paling rendah (1,585%), hal ini dimungkinkan karena pada
sampel ini tidak ada penambahan antioksidan dari bahan lain (ekstrak jahe)
dibandingkan dengan sampel-sampel yang diberikan penambahan ekstrak
jahe, akan tetapi telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe masih memiliki
senyawa antioksidan alami yang berasal dari telur yang berupa karoten. Hasil
penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan pada sampel naik secara
berurutan mulai dari sampel tanpa penambahan ekstrak jahe sampai sampel
dengan penambahan ekstrak jahe 75% (1,585%, 6,294%, 18,089% dan
28,718%), sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang diberikan,
semakin besar pula aktivitas antioksidan yang diperoleh. Pada penambahan
ekstrak jahe pada telur asin yang lebih dari 75%, tidak menutup kemungkinan
untuk memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi, tetapi belum diketahui
batasan konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang menghasilkan aktivitas
antioksidan yang tertinggi pada pembuatan telur asin. Hal tersebut
commit to user
sebesar 28,718% dibandingkan telur asin tanpa penambahan jahe yang
memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah 1,585%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak jahe berpotensi sebagai
bahan alami yang mampu memberikan antioksidan pada bahan pangan yang
ditunjukkan semakin meningkatnya aktivitas antioksidan pada konsentrasi
yang lebih tinggi. Kemampuan antioksidan pada ekstrak jahe berperan dalam
peningkatan aktivitas antioksidan pada sampel. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak jahe nilai absorbansi yang ditunjukkan semakin kecil, hal ini
menunjukkan antiradikal sampel semakin tinggi.
4.2 Total Fenol Telur Asin
Senyawa fenol pada bahan alam memberikan kontribusi yang kuat
terhadap aktivitas antioksidan, karena 81% kapasitas antioksidan dari bahan
alam pangan tersebut berasal dari senyawa-senyawa fenol (Coseteng and Lee,
1987). Menurut Matsuda and Jitoe (1995), rimpang jahe kaya akan senyawa
fenolik dan beberapa senyawa turunan fenol antara lain gingerol, shogaol, dan
senyawa-senyawa turunannya. Hasil pengujian total fenol pada telur asin
[image:42.595.114.515.216.587.2]dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Total fenol pada telur asin
Perlakuan Total fenol (*)
Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 0,024 a
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 0,034 a
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 0,054 b
Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 0,082 c
Keterangan :
* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.
Menurut Sukardi (2002) menyebutkan bahwa senyawa fenol dapat
berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan
radikal-radikal bebas dan radikal-radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat
oksidasi lipida. Senyawa fenol sedikit larut air yaitu antara suhu 0-650C dan
sangat larut dalam pelarut organik (Chen et al, 1996)
Pengujian total fenol dalam pembuatan telur asin dalam penelitian ini
commit to user
terserap pada telur asin dengan adanya penambahan ekstrak jahe dalam
pembuatannya. Senyawa fenol yang ada dalam jahe akan masuk melalui
pori-pori telur sehingga telur dapat mengandung senyawa fenol. Pengujian total
fenol pada penelitian ini dilakukan karena di dalam jahe terkandung senyawa
fenol seperti gingerol, shogaol, borneol, sineol, zingerone (Ikhsan, 2009).
Selain untuk menguji total fenol telur asin dengan penambahan ekstrak jahe,
pengujian ini juga dilakukan untuk menguji telur asin tanpa penambahan
ekstrak jahe sehingga dari hasil yang diperoleh akan diketahui pengaruh
penambahan jahe terhadap kandungan fenol telur asin.
Hasil analisis pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe dan telur
asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% data tidak beda nyata. Hal tersebut
dapat terjadi karena penambahan ekstrak jahe yang terlalu sedikit
dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lain sehingga ekstrak jahe
yang mengandung senyawa fenol yang masuk pada telur melalui pori-pori
telur pada saat pembalutan menggunakan adonan garam tidak maksimal atau
sedikit. Senyawa fenol pada ekstrak jahe 25% kurang berpengaruh karena
pada telur sudah terdapat antioksidan alami yang berupa karoten yang
termasuk dalam golongan vitamin, sehingga konsentrasi ekstrak jahe yang
terlalu kecil pada saat ditambahkan kurang memiliki hubungan sinergisme
dengan karoten pada telur, sehingga hasil yang diperoleh tidak menunjukkan
perbedaan.
Namun, pada penambahan ekstrak jahe 50% dan 75% menunjukkan
beda nyata, hal tesebut sesuai dengan semakin banyaknya konsentrasi
penambahan ekstrak jahe. Semakin banyak konsentrasi penambahan ekstrak
jahe yang ditambahkan kandungan fenol yang terdapat pada telur asin juga
semakin tinggi sehingga hubungan sinergisme pada kedua senyawa
(karetonoid dan fenol) mampu meningkatkan total fenol pada telur asin yang
memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kandungan fenol diperkirakan
mempunyai hubungan sinergisme dengan karoten pada telur, sehingga dalam
kandungan antioksidan telur asin semakin bertambah pada konsentrasi
commit to user
antioksidan jika dicampur dapat mempengaruhi kinerjanya dengan efek
sinergi. Sinergi yaitu senyawa yang memiliki senyawa antioksidan tetapi
dapat memperbesar efek dari antioksidan.
Berdasarkan tabel 4.2, semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang
diberikan maka kandungan fenol telur asin juga semakin besar. Kadar fenol
meningkat sesuai dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak jahe yang
diberikan. Hasil yang diperoleh pada kontrol atau sampel tanpa penambahan
ekstrak jahe menunjukkan kadar fenol yang paling rendah (0,024%). Kadar
fenol yang rendah pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe
dimungkinkan karena pada telur asin tidak ada penambahan senyawa fenol
pada bahan pembuatan dibandingkan dengan telur asin dengan penambahan
ektrak jahe. Kadar fenol yang tinggi yaitu dengan penambahan ekstrak jahe
75% (0,082%) diperkirakan dapat mempengaruhi rasa pada telur asin yaitu
rasa pedas pada telur asin. Hal tersebut dikarenakan senyawa fenol
merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antioksidan, dan
antioksidan pada jahe juga terdapat pada senyawa shogaol jahe yang
memberikan rasa pedas pada jahe
4.3 Karakteristik Sensoris Telur Asin
Uji sensoris pada suatu produk sangat penting, terutama pada produk
makanan karena berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk
makanan yang akan diberikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap produk telur asin yang dalam pembuatannya dilakukan variasi
perlakuan yaitu penambahan ekstrak jahe dengan uji sensoris menggunakan
metode kesukaan.
1. Warna
Selain untuk selera, warna dalam suatu produk khususnya pada
produk makanan memegang peranan penting dalam daya terima
konsumen. Apabila suatu produk makanan memiliki warna yang menarik
comm