• Tidak ada hasil yang ditemukan

profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

AUDIOMETRY

PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN

DENGAN PENDENGARAN NORMAL

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Dian Pratiwi

NIM : 109103000017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

AUDIOMETRY

PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN

DENGAN PENDENGARAN NORMAL

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Dian Pratiwi

NIM : 109103000017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

(3)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 25 September 2012

Dian Pratiwi Materai

(4)

iii

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh Dian Pratiwi NIM: 109103000017

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(5)

iv

Laporan Penelitian berjudul PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN DENGAN PENDENGARAN NORMAL yang diajukan oleh Dian Pratiwi (NIM: 109103000017), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 25 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 25 September 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

Pembimbing 1

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT

Pembimbing 2

dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed

Penguji 1

dr. Zainal, SpTHT, PhD

Penguji 2

dr. Djauhari Widjajakusumah, PFK

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN SH Jakarta

Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And

Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta

(6)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud walaupun begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan lurus dan diridhoi Allah SWT.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini yang berjudul “profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFRselaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dan dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed sebagai dosen pembimbing penelitian saya, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

(7)

vi

yang bersedia meminjamkan alat untuk mendukung penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan.

6. Bapak (alm) yang telah menghantarkan penulis hingga menjadi mahasiswa pendidikan dokter dan Ibu yang telah banyak memberikan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril maupun materiil

7. Kakak-kakak ku tersayang Arif Mustofa, Budi Nur R, Dian Rozandi dan Ade Irma yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penelitian berlangsung.

8. Husnita Thamrin, Pradipta Syuarsyaf, Rahmatul Fithri Yanti dan Khoirun Mukhsinin Putra sebagai teman kelompok riset yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. 9. Mas Yasin dan Mas Manaf yang telah membantu dalam peminjaman alat

penelitian.

10.Pak Richart selaku pustakawan bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang telah membantu penulis dalam mencari rujukan penelitian mengenai BERA.

11.Seluruh mahasiswa PSPD angkatan 2009 yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai pemeriksaan brainstem evoked response audiometry.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 25 September 2012

(8)

vii

Dian Pratiwi. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Brainstem Evoked

Response Audiometry pada Orang Usia 19-21 Tahun dengan Pendengaran

Normal. 2012

Brainstem evoked response audiometry(BERA) adalahsuatu pemeriksaan

elektrofisiologi auditorik yang menilai integritas sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif. Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakansensitifitas pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran. Tujuan: Menilai profil brainstem evoked response audiometrypada orang usia 19-21 tahun dengan pendengarannormal dan menilai profil BERA dengan kecepatan, intensitas dan stimulus yang berbeda. Desain penelitian: cross sectional. Sampel penelitian: Tiga puluh empat telinga pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.Hasil:Masa laten gelombang berbeda signifikan antara stimulus click dan stimulus tone burst.Serta terdapat perbedaan rata-rata masa laten pada kecepatan dan intensitas yang berbeda.Kesimpulan: Rata-rata profile

Brainstem Evoked Response Audiometrypadapendengaran normal berbeda pada

setiap stimulus, kecepatan dan intensitas stimulus yang berbeda. Kata kunci: Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)

ABSTRACT

Dian Pratiwi. Medicine Study Programe. Brainstem Evoked Response AudiometryProfile in People Age 19-21 Years Old with Normal Hearing. 2012

Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) is anauditory electrophysiology that assesses the integrity of the central and the peripheral auditory system objectively. Aim:To assesses Brainstem Evoked Response Audiometryprofile inpeople age 19-21 years old with normal hearing and to assess BERAprofile based on differentrate,intensity and stimuly. Study design:Cross sectionalstudy. Specimen study:Thirty four ears with normal hearing in individual age 19 to 21 years old. Results:Wave latencies differed significanly between click stimuli andtone burst stimuli.There was also difference of average latencyin various rate andintensity. Conclusion: the average profile brainstem evoked response audiometry in normal hearing is difference in every difference stimuli, rate and intensity.

(9)

viii

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran ... 5

2.2. Fisiologi Pendengaran ... 15

2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA) ... 16

2.3.1. Fisiologi BERA ... 16

2.3.2. Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) ... 17

2.3.3. Analisis gelombang BERA ... 18

2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal ... 19

2.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA ... 20

2.4.Kerangka teori ... 25

2.5.Kerangka konsep ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Desain Penelitian ... 27

(10)

ix

4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second .. 34

4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second . 36 4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second... 38

4.1.5. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 87,7/ second .. 40

4.1.6. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Tone BurstFrekuensi 500 Hz dengan Kecepatan 27,7/ second ... 42

4.1.7. Hasil Mean dan Standar Deviasi (ms) Masa Laten Gelombang dalam Berbagai Kecepatan, Intensitas dan Jenis Stimulus... 44

4.2. Pembahasan ... 45

4.3.Keterbatasan Penelitian ... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1.Simpulan ... 49

5.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

x

2.3.4. Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click

berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa... 18 4.1.1. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 27,7/second ……... 33 4.1.2. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 47,7/second ……..... 35 4.1.3. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 67,7/second …..... 37 4.1.4. Jumlah gelombang I, III danVyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 87,7/second ………... 39 4.1.5. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus

click kecepatan 27,7/second …... 41 4.1.6. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberianstimulus

tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /second ……... 43 4.1.7. Hasil mean dan standar deviasi (ms) masa laten gelombang dalam

(12)

xi

2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam ... 5

2.1.2. Struktur daun telinga ... 6

2.1.3. Telinga bagian tengah ... 7

2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam ... 9

2.1.5. Potongan dari satu lingaran koklea ... 9

2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah ... 11

2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per detik ... 12

2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya ... 12

2.1.9. Jaras saraf pendengaran ... 14

2.3.2. Pemeriksaan BERA ... 17

(13)

xii ABR : auditory brainstem response

BERA : Brainstem evoked response audiometry

DB nHL : desibel normal hearing level

Hz : Hertz

ISI : interstimulus interval

ms : millisecond

sec : second

(14)

xiii

Lampiran 1. Lembar Persetujuan ... 52

Lampiran 2. Lembar status penelitian ... 53

Lampiran 3. Deskripsi hasil penelitian ... 54

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) adalah suatu

pemeriksaanelektrofisiologi auditorik untuk menilai integritas darisistem pendengaran sentral dan perifersecara objektif dan tidak invasif.1,2Pemeriksaan BERA pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971.Joint

Committee on Infant Hearing(JCIH) pada tahun 2007, telah mengusulkan

dilakukannya pemeriksaan BERA pada setiap bayi baru lahir sebagai pemeriksaan standar yang dilakukan untuk identifikasi awal gangguan pendengaran pada bayi baru lahir.3 Di Indonesia, berdasarkan Surat KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor768/Menkes/SK/VII/2007 mengenai rencana strategi nasional penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian untuk mencapai

sound hearing 2030, pemeriksaan BERA merupakan salah satu standar

pemeriksaan yang dilakukan untuk pemeriksaan dini gangguan pendengaran pada bayi baru lahir.4Selain untuk pemeriksaan pendengaran pada bayi baru lahir, BERA juga dapat digunakan untuk memperkirakan sensitifitas pendengaran, diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran dan untukmemonitor selama operasi pada fossa posterior2

Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan stimulus bunyi pada telinga yang diberikan melalui head phone, insert probe, maupun bone fibrator berupa bunyi click atau tone burst.Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potential

(16)

dari saraf bagian proksimal dan nukleus koklea, gelombang IV dan V merupakan kerjasama dari nukleus koklea, superior olivary complex dan lemniscus lateralis.2 Dari gelombang yang muncul dapat dianalisis morfologi gelombang, masa laten dan amplitudo gelombang.1

Beberapa penelitian dan beberapa buku rujukan mengenai BERA menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil perekaman BERA.5Beberapa faktor tersebut yaitu; faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor eksternal yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya artefak listrik lingkungan. Perbedaan stimulus seperti stimulus clickdibandingkan dengan stimulus jenis tone burst dari beberapa penelitian menunjukkan hasil amplitudo gelombang stimulus click lebih besar dibandingkan stimulus tone burst. Kecepatan stimulus yang dipercepat akan memperlambat masa laten dan memperkecil amplitudo gelombang. Beberapa penelitian juga menunjukkan semakin besar intensitas, akanmenghasilkan amplitudo gelombang yang semakin tinggi dan masa laten yang lebih cepat. Pada buku James W. Hall disebutkan bahwa hasil masa laten gelombang pada pemeriksaan BERA ditemukan lebih lama pada bayi dengan usia < 12 bulan dan dewasa dengan usia > 25 tahun.

(17)

1.2.Rumusan Masalah

Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry(BERA) pentinguntuk menentukan ada atau tidaknya gangguan pada konduksi sistem saraf pendengaran.Hasil pemeriksaan BERA dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa diantaranya yaitu intensitas, kecepatan dan jenis stimulus.Para praktisidi bidang THT yang melakukan pemeriksaan ini perlu memiliki parameter sendiri untuk meningkatkan akurasi penilaian elektrofisiologidarijalursaraf pendengaran.Untuk mendapatkan parameter tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) pada pendengaran normal. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana profilBrainstem Evoked Response Audiometry(BERA) padapendengaran normal? 1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum:

Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) pada pendengaran normal.

1.3.2.Tujuan Khusus

a. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) berdasarkanstimulus clickdan tone burst frekuensi 500 Hz pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.

b. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) menggunakan stimulus click dan toneburst frekuensi 500 Hz denganintensitas dan kecepatan yang berbeda pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.

1.4.Manfaat Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dapat mengetahui kualitas dan kuantitas pendengarannya. 2. Praktisi kesehatan spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok

Hasil penelitian rerata nilai normal Brainstem Evoked Respons Audiometri

(18)

serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan, intensitas dan jenis stimulus yang efektif untuk pemeriksaan BERA.

3. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan pedoman nilai normal

Brainstem Evoked Respons Audiometri (BERA) pada orang usia 19-21 tahun.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.

4. Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat belajar mengenai pemeriksaan telinga, pemeriksaan audiometri dan pemeriksaan Brainstem Evoked Response

Audiometry(BERA).Peneliti juga dapat menambah pengetahuan dan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran

Telinga memiliki dua modalitas sensori yaitu pendengaran dan keseimbangan.6Sistem pendengaran terbagi menjadi dua yaitu sistem pendengaran perifer dan sistem pendengaran sentral. Sistem pendengaran perifer dimulai dari telinga bagian luar hingga saraf pendengaran. Sistem pendengaran sentral dimulai dari nukleus koklear dan berujung di korteks cerebri bagian pusat pendengaran.7,8

Sistem saraf Pendengaran Perifer

Sistem saraf pendengaran bagian perifer dibagi menjadi telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam.

Gambar 2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam. Sumber : Guyton and Hall, 2006

a. Telinga bagian luar

(20)

cartilago dan dilapisi oleh kulit. Fungsinya adalah menangkap gelombang suara dan menyalurkannya ke meatus auditorius eksternus. Bagian auricula berlekuk-lekuk dan memiliki nama yang spesifik pada setiap berlekuk-lekukannya. 6,7

Gambar 2.1.2. Struktur daun telinga. Sumber : Fred and Lary, 2008

Saluran telinga (ear canal) memiliki panjang 2,5 cm, diameter 0,6 cm dan berbentuk menyerupai huruf S. Dua pertiga saluran telinga terdiri dari kartilago sedangkan sepertiga bagian medial dari saluran telinga adalah tulang keras.saluran telinga bagian kartilago dan tulang ini dilapisi oleh sel epitel kulit yang terdapat rambut dipermukaannya. Pada kulit yang melapisi saluran telinga terdapat sel sebasea yang tersembunyi di bagian folikel rambut dan kelenjar seruminosa yang berfungsi mensekresikan serumen (wax). Serumen yang terbentuk akan berakumulasi di saluran telinga.Apabila serumen ini tidak dibersihkan akan menyumbat saluran telinga bahkan dapat menutupi membran timpani atau gendang telinga yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada seseorang.

(21)

b. Telinga bagian tengah

Gambar 2.1.3. Telinga bagian tengah Sumber : Guyton and Hall, 2006

Telinga bagian tengah terdiri dari membran timpani yang merupakan bagian terminal dari saluran telinga dan tiga tulang kecil yaitu maleus, incus dan

stapes. Tangkai dari maleus atau disebut manubrium melekat pada membran timpani sedangkan ujung yang lain dari maleus melekat pada incus, yang kemudian menghubungkan dengan stapes. Pada telinga bagian tengah juga terdapat dua muscullus yaitu muscullus tensor timpani yang berfungsi menarik

manubrium maleus ke medial sehingga mengurangi getaran suara dari membran timpani dan muscullus stapedius yang kontraksinya menarik kaki dari stapes menjauhi fenestra ovalis. 6,7

(22)

berfungsi untuk memberikan kesesuain impedansi antara gelombang suara di udara dan getaran suara di cairan koklea. Hal ini disebabkan cairan memiliki inersia yang lebih besar daripada udara sehingga memerlukan penekanan yang lebih besar untuk menimbulkan getaran pada cairan. Pada frekuensi 300-3000 siklus per detik dapat dihasilkan kesesuian impedansi mencapai 50-75%.

Apabila sistem tulang pendengaran dan membran timpani tidak ada, gelombang suara masih dapat dihantarkan langsung melalui udara dan menuju ke koklea melalui fenestra ovalis tetapi sensitivitasnya berkurang 15-20 desibel.

Koklea tertanam pada labirin tulang yaitu kavitas tulang di dalam tulang temporalis, hal ini mengakibatkan getaran diseluruh tulang tengkorak akan menyebabkan getaran cairan pada koklea. Oleh karena itu, garpu tala atau penggerak elektronik yang diletakkan pada protuberansia tulang tengkorak, terutama pada prosessus mastoideus, akan menyebabkan seseorang mendengar suara tersebut. 9

c. Telinga bagian dalam

(23)

Gambar 2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam. Sumber : Fred and Lary, 2008

Koklea disebut juga sebagai sistem tuba yang melingkar-lingkar yang terbagi menjadi beberapa bagian yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran

reissner (disebut juga membran vestibular). Struktur membran membran

reissneryang halus halus dan begitu mudah bergerak, sehingga tidak menghalangi

jalannya getaran suara dari skala vestibuli ke skala media.

(24)

Skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar. Membran basilar adalah membran yang memisahkan skala media dari skala timpani, membran ini terdiri dari jaringan fibrosa. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa yang memiliki konsentrasi K+ 4 mEq/L dan Na+ 139 mEq/L. Skala media berisi cairan endolimfa yang dihasilkan oleh stria vaskularis memiliki kadar K+ yang tinggu dan kadar Na+ yang lebih rendah dibanding cairan di skala vestibuli dan timpani. Padapermukaan membran basilar terletak organ corti. Organ corti yaitu organ reseptor pembangkitimpuls saraf sebagai respons terhadap getaran membran basilar, mengandung serangkaian sel sensitif secara elektromekanikyang disebut sebagai sel-sel rambut.

Sel-sel rambut pada organ corti merupakan organ reseptor akhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respons terhadap getaran suara.Pada membran basilar terdapat kurang lebih 20.000 sampai 30.000 serabut basilar yang keluar dari pusat penulangan dikoklea disebut sebagai modiolus, menuju kearah dinding luar. Serabut ini tertanam dalam membran basilar kakupada ujung basalnya namun pada ujung lain nya elastis sehingga bebas bergerak seperti buluh.

(25)

Gelombang suara yang masuk dan menggetarkan fenestra ovalis akan menyebabkan membran basilar menekuk kearah fenestra rotundum, hal tersebut membuat gelombang cairan bergerak disepanjang membran basilar menuju ke arah helikotrema. Besar-kecilnya frekuensi suara akan mempengaruhi pola transmisi dari gelombang suara. Seluruh gelombang suara yang berjalan di membran basilar, pada awalnya lemah namun ketika gelombang tersebut sudah mencapai titik resonansi frekuensi alami pada membran basilar, gelombang tersebut menjadi kuat dan akan menggetarkan membran basilar kedepan dan kebelakang sehingga energi yang ada pada gelombang dihamburkan. Gelombang akan berhenti pada titik tersebut dan gagal untuk berjalan ke bagian membran basilar yang tersisa.

Gambar 2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah.

Sumber : Guyton and Hall, 2006

(26)

Gambar 2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per detik.

Sumber : Guyton and Hall, 2006

Pada gambar 2.1.8 menggambarkan amplitudo getaran maksimum frekuensi 8000 terjadi dibagian basis koklea sedangkan amplitudo frekuensi suara 200 atau kurang, terdapat di disepanjang dari membran basilar dekat dengan helikotrema.

Gambar 2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya. Sumber : Guyton and Hall, 2006

(27)

terdiri dari tiga sampai empat baris sel berjumlah sekitar 12000 dan mempunyai diameter hanya sekitar 8 mikrometer. Pada bagian bawah dan samping dari sel rambut bersinaps dengan ujung saraf koklearis. Saraf koklearis sebagian besar berujung pada sel rambut dalam yaitusekitar 90-95% hal ini yang memperkuat peranan umum sel ini dalam mendeteksi suara.

Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis corti, yang terletak di modiolus (pusat) koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson seluruhnya sekitar 30.000 ke dalam nervus koklearis kemudian ke dalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas.

Jaras Saraf Pendengaran

Serabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula, selanjutnya semua serabut bersinaps dan neuron tingkat dua berjalan pada sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Sebagian serabut tingkat dua berjalan di nukleus olivarius pada sisi yang sama. Serabut saraf kemudian berjalan dari nukleus olivarius superior melalui lemniskus lateralis menuju

(28)

Gambar2.1.9. Jaras saraf pendengaran. Sumber : www.cochlea.org, 2009

Sinyal suara yang ditangkap oleh syaraf kedua telinga dijalarkan menuju dua sisi otak, dan akan melewati tiga tempat persilangan yaitu; pada korpus trapezoid, komisura diantara dua inti lemniskus lateralis dan di dalam komisura yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Penjalaran saraf ini akan lebih besar pada sisi yang kontralateral.Beberapa serabut saraf kolateral dari traktus auditorius berjalan langsung kedalam sistem aktivasi retikular dibatang otak. Sistem ini menonjol secara menyeluruh ke atas dalam batang otak dan ke bagian bawah ke dalam medula spinalis serta mengaktivasi seluruh sistem saraf pada respons terhadap suara yang keras. Kolateral lain akan menuju ke vermis serebelum yang teraktivasi ketika ada suara keras yang timbul mendadak.

(29)

di korteks auditorik, serta terdapat lima pola lainnya yang kurang tepat di korteks auditorik dan beberapa area lain yang berhubungan dengan pendengaran.

Kecepatan pelepasan impuls saraf di berbagai derajat saraf pendengaran tergantung dari kekerasan suara. Paling sedikit impuls yang dikeluarkan oleh serabut saraf tunggal yang memasuki inti koklea dari nervus auditorius yaitu 1000 impuls per detik. Pada suara dengan frekuensi 2000 sampai 4000 per detik impuls nervus auditorius seringkali sinkron dengan gelombang suara namun tidak selalu demikian pada setiap gelombang.

Pada batang otak tepatnya di traktus auditorius pelepasan impuls tidak sinkron dengan frekuensi suara kecuali pada frekuensi suara < 200 siklus per detik. Sinkronisasi suara terutama hilang di tingkat kolikulus inferior.7

2.2.Fisiologi Pendengaran

(30)

2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA)

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) atau istilah lainnya

Audiometry Brainstem Response (ABR) adalah suatu pemeriksaan elektrofisiologi

auditorik untuk menilai integritas dari sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif dan tidak infasif. 1,2,3PemeriksaanBERA merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan stimulus berupa bunyi click atau toneburst

untuk menilai fungsi dari saraf pendengaran dibatang otak.1,8 Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakan sensitivitas pendengaran, alat diagnosis fungsi sistem saraf pusat pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan anak, serta digunakan untuk memonitor fungsi saraf pusat pendengaran selama operasi.1, 2

2.3.1. Fisiologi BERA

Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potentialberupa aktivitas listrik yang dihasilkan oleh N.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak terhadap respon dari stimulus bunyi yang diberikan.10,11 Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone,

insert probe atau bone vibrator.Pada pemberian stimulus melalui insert probe

akan didapat stimulus yang paling efisien.

Stimulus clickmerupakan stimulus yang sering dipakai karena memiliki impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1ms) menghasilkan respon pada frekuensi rata-rata 2000-4000 Hz. Kelemahan pada pemeriksaan dengan menggunakan stimulus click adalah tidak bisa menghasilkan frekuensi yang spesifik. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi yang singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.

Prinsip polaritas stimulus adalah perubahan posisi membran earphone

(31)

yang mendorong membran timpani ke arah dalam (condensation) akan menggerakkan oval window kearah dalam diikuti gerakan membran basilar ke arah bawah kemudian diikuti gerakan membran basilar keatas dan terjadi depolarisasi. Depolarisasi yang terjadi akan menyebabkan sel rambut melepaskan neurotransmiteryang akan menimbulkan potensial aksi dari saraf auditorik yang selanjutnya akan direkam oleh elektoda yang telah ditempelkan pada kulit bagian verteks dan kulit daerah mastoid.

2.3.2.Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Gambar 2.3.2. Pemeriksaan BERA

Pemeriksaan BERA dilakukan diruangan yang tenang dan terlindung dari medan elektrik. Subyek diperiksa dengan posisi tidur telentang dan relaks karena aktivitas otot dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA. Ketegangan otot karena cemas atau gerakan kuat mengatupkan rahang dapat menghasilkan energi bising miogenik pada frekuensi 50-250 Hz, sehingga dapat mempengaruhi hasil BERA.

Pada pemeriksaan BERA akan dilakukan perekaman gelombang sebagai respons terhadap stimulus auditorik berupaevoked potential yang sinkron. Perekaman ini dilakukan melalui pemasangan elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada vertekskulit kepala (dahi), processus mastoid

ipsilateral dengan rangsangan suara dan mastoid kontralateral sebagai elektroda referensi.1,6setelah elektroda terpasang, stimulus akan diberikan melalui

(32)

dBnHL, kemudian diturunkan tiap 10 dB nHL sampai tercapai ambang dengar. Rangsang suara diberikan mulai dari 20/sec. Reaksi yang didapat adalah hasil rangsangan 2000 sweep melalui alat averager.Kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai lima gelombang defleksi positif (gelombang I-V) setelah stimulus diberikan.12

2.3.3.Analisis gelombang BERA

Pada pemeriksaan BERA akan dihasilkan tujuh gelombang potensial listrik yang menggambarkan potensial listrik yang berjalan melalui N.VIII dan saraf pendengaran di batang otak. Lima gelombang pertama yang tergambar pada hasil pemeriksaan merupakan gelombang yang terpenting. Masing-masing dari gelombang tersebut menggambarkan potensial listrik yang timbul di tempat yang spesifik pada sistem saraf pusat pendengaran, yaitu;

 Gelombang I menggambarkan potensial yang muncul dari N. VIII di koklea

 Gelombang II menggambarkan potensial yang muncul dari nukleus koklearis

 Gelombang III dari kompleks olivari superior (setinggi pons)

 Gelombang IV dari lemniskus lateralis

 Gelombang V dari kolikulus inferior setinggi otak bagian tengah.6

Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I-V).

Terdapat 3 jenis masa laten,yaitu;

1. Masa laten absolute, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I, II, III, IV dan gelombang V)

(33)

3. Masa laten antar telinga (interaural latency), yaitu membandingkan masa laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga.1

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi bila intensitas stimulus diperkecil. Pemanjangan masa laten pada beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan konduksi.1

2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal

Tabel 2.3.4.Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click

berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa

Sumber : Maria Carolina, dkk, 2008

(34)

2.3.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA

Profil hasil pemeriksaan BERA dapat bervariasi, hal ini disebabkan adanya pengaruh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA terbagi menjadi dua, yaitu; faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor eksternal yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya artefak listrik lingkungan.

Berikut ini adalah pengaruh beberapa faktor terhadap profil hasil pemeriksaan BERA.

Faktor internal a. Usia

Usia yang terlalu tua akan menyebabkan hasil masa laten meningkat, beberapa penelitian menemukan terjadinya peningkatan masa laten pada usia antara 25 sampai 55 tahun dan rata-rata masa laten yang signifikan meningkat pada usia antara 60 sampai 80 tahun.

b. Jenis kelamin

Hasil masa laten dan amplitudo pemeriksaan BERA pada laki-laki dan perempuan akan berbeda. Pada perempuan masa laten lebih singkat dan amplitudo lebih besar pada gelombang (III, IV, V dan VI) dibandingkan dengan laki-laki.

c. Suhu tubuh

Suhu tubuh yang hypothermi (<35 C atau 95 F) atau hyperthermi (>41,1 C atau 106  F) akan mengakibatkan hasil masa laten dari pemeriksaan BERA memendek.12,13

d. Kelainan pada sistem pendengaran

(35)

ganngguan pendengaran tipe sensorineural di regio 1000-4000 Hertz dapat menyebabkan pemanjangan masa laten semua gelombang BERA, penurunan amplitudo gelombang dan kesulitan mendeteksi gelombang I.12

Faktor eksternal

a. Transducer

Transducer adalah alat yang berfungsi mengkonversikan energi dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Pada pemeriksaan auditory evoked response, transducer akan menerima sinyal berupa sinyal elektrik yang akan diubah menjadi bentuk sinyal suara dan disampaikan sebagai stimulus konduksi udara. Jenis tranducer yang lain yaitutransducer yang menghasilkanstimulus hantaran tulang. Transducer jenis ini akan mengubah sinyal elektrik menjadi energi mekanik oleh oscilator atau vibrator yang ditempelkan pada kepala subjek yang diperiksa.TDH-39 Earphone dengan bantalan MX41/AR adalah jenis earphone yang sering digunakan untuk pemeriksaan audiometri, namun earphone jenis ini kurang dianjurkan untuk pemeriksaan auditory evoked response. Earphone TDH-39 adalah earphone elektrodinamis dengan impedansi elektrik yang rendah. Pada intensitas tinggi, earphone TDH-39 akan menghasilkan stimulus artefak yang mengakibatkan hasil pemeriksaan yang tidak valid. Perubahan posisi earphone saat pemeriksaan, karena pergerakan kepala dan lain hal dapat mengurangi akurasi dari stimulus yang diberikan.Insert earphoneadalah tranducer yang paling tepat untuk pemeriksaanauditory

evoked response. Insert earphoneakan dimasukkan melalui meatus

akustikus eksternus dan menutup seluruh lubang telinga luar. Insert earphonememiliki ujung yang dapat disesuaikan ukurannya berdasarkan diameter lubang telinga orang yang diperiksa, ukuran yang biasa dipakai pada orang dewasa adalah 13 mm dan 10 mm. Keuntungan dari earphone

(36)

stimulus artifak dengan cara menjauhkan box dan elektroda, menghasilkan respon frekuensi yang lebih datar dibandingkan dengan penggunakan

supraural earphone dan dapat menghindari terjadinya penyeberangan

stimulus ke bagian telinga yang tidak diperiksa.

Transducer jenis hantaran tulang meneruskan stimulus elektrik yang diberikan berupa getaran pada tulang tengkorak. Getaran yang ditimbulkan oleh probe yang ditempelkan ditulang tengkorak bagian frontal dan temporal akan menggetarkan cairan di koklea dan sel rambut. kekurangan dari transducer jenis ini yaitu pada pemberian stimulus dengan frekuensi tinggi (contoh; 4000 Hz) akan menyebabkan hantaran stimulus bukan hanya berupa hantaran tulang namun juga hantaran udara.

b. Stimulus

Terdapat dua jenis stimulus yang dipakai pada pemeriksaan BERA yaitu; stimulus clickdan stimulus tone burst. Stimulus click memiliki onset yang cepat dan durasi yang singkat (0,1 ms) yang akan menghasilkan respon pada frekuensi rata-rata antara 2000-4000 Hz. Stimulus jenis tone burst

juga memiliki durasi yang singkat namun memiliki frekuensi yang lebih spesifik dibandingkan dengan stimulus click.

c. Kecepatan (rate)

Kecepatan stimulus sekitar 20/second tidak begitu berpengaruh pada hasil BERA. Namun penambahan kecepatan > 20 kali per detik akan menyebabkan peningkatan masa laten dan penurunan amplitudo seiring penambahan kecepatan yang diberikan. Perubahan ini tidak selalu sama pada setiap komponen gelombang. Suatu contoh ketika kecepatn gelombang dari 8-10/ second dan ditingkatkan kecepatannya menjadi

80-90/second, amplitudo gelombang I menunjukan penurunan 50% dari

gelombang sebelumnya., namun gelombang V hanya menunjukkan sedikit perubahan amplitudo yang berkurang sekitar 10-30% .

d. Jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI)

(37)

rangsangan 10/detik maka ISI adalah 100 millisecond (ms). Pengaruh jarak antar stimulus terhadap pemeriksan auditory evoked response berkaitan dengan prinsip dasar fisiologi sistem saraf. Saraf membutuhkan waktu

recovery agar dapat berespons kembali pada stimulus berikutnya yang diberikan. Apabila jarak antar stimulus panjang dan cukup untuk sebuah saraf melakukan recovery, maka saraf mampu berespon dengan baik terhadap stimulus berikutnya. Jika jarak antar stimulus pendek dan tidak cukup untuk saraf melakukan periode recovery, maka stimulus yang diberikan tidak dapat menimbulkan respons yang diinginkan. Pada hasil perekaman auditory evoked responses, mungkin akan didapati masa laten yang memanjang dan amplitudo yang menurun.

e. Polaritas

Terdapat tiga kategori polaritas stimulus pada BERA, yaitu ke arah dalam (condensation),ke arah luar(rarefaction) dan berturut-turut(alternating). Melalui sinyal elektrik positif dan pergerakannya melalui diafragma

transducermenuju ke membran timpani, sebuah sinyal click bertekanan positif dihasilkan. Pergerakan ke arah positif atau polaritas positif disebut sebagai “polaritas kondensasi”. Tekanan gelombang ke arah negatif (polaritas negatif) dihasilkan oleh pergerakan diafragma transducer yang menjauhi membran timpani, hal ini disebut sebagai “rarefaction polarity”.

(38)

corti akan tertekuk kearah stereocilia yang tertinggi dan menyebabkan depolarisasi.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rarefactionmemiliki masa laten gelombang V yang lebih pendek dibandingkan dengan condensationpada stimulus click.

f. Intensitas

Satuan ukuran untuk intensitas ini adalah desibel (dB), para klinisi menetapkan intensitas dengan satuan desibel normal hearing level (dB nHL) untuk stimulus (click, tone burst) yang diberikan pada pemeriksaan BERA. Intensitas akan berpengaruh pada masa laten dan amplitudo yang dihasilkan. Jika intensitas stimulus yang diberikan semakin besar, maka amplitudo gelombang yang dihasilkan akan semakin besar dan masa laten semakin cepat.

g. Artefak listrik lingkungan

Stimulus Artefak adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan pada saat pemeriksaan yang timbul dari bising lingkungan yang dapat mempengaruhi akurasi dari hasil pemeriksaan auditory evoked response. Stimulus artefak ini dapat berasal dari transducer berupa medan elektromagnetik yang menimbulkan aktivitas elektrik atau benda lain didekat pemeriksaan yang juga memiliki aktivitas elektrik. Letak

(39)

2.4. Kerangka Teori

(40)

2.5. Kerangka Konsep

= yang diteliti = tidak diteliti Bunyi  diterima oleh sistem

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian

deskriptifnumerikdengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui profil

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) menggunakan stimulus click dan

toneburstpada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta usia 19-21

tahun dengan pendengaran normal. 3.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari tanggal 1Juni 2012– 30 Juli 2012.Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3. Populasi dan Sampel

(42)

3.3.1. Jumlah Sampel

Pada penelitian ini subjek penelitian yang digunakan adalah telinga. Sebuah penelitian di Brazil mengenai BERA pada pendengaran normal yang dilakukan oleh Maria Carolina Braga dkk didapatkan standar deviasi untuk masa laten antar gelombang I-V adalah 0,21.5Jumlah sampel penelitian dihitung dengan rumus:

n

=

×

n

untuk sampel

=

, × ,

,

=

17

keterangan:

Zα= derivat baku yang sesuai dengan derivat α

Untuk α= 5% uji dua arah, maka1,96 (ditetapkan peneliti)

S= simpang baku nilai rerata dalam populasi ( dari pustaka)

d = tingkat ketepatan absolut yang diinkan sebesar 10% (ditetapkan peneliti)

Berdasarkan Rule of Thumbs jika terdapat lebih dari satu faktor yang berpengaruh maka jumlah sampel adalah 10 kali jumlah faktor perancu. Pada penelitian ini terdapat tiga faktor yang berpengaruh yaitu kecepatan, jenis stimulus dan intensitas. Sesuai dengan rumus tersebut dibutuhkan 30 telinga.

30 telinga + 10% drop out = 33 telinga

(43)

3.3.2.Kriteria Sampel

3.3.2.1.Kriteria Inklusi

 Orang dengan usia 19-21 tahun yang terdaftar sebagai mahasiswa PSPD angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Bersedia ikutserta dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan.

3.3.2.2.Kriteria Ekslusi

 Memiliki riwayat cedera pada kepala.

 Memiliki riwayat infeksi pada telinga.

 Hasil pemeriksaan audiometri, ambang dengar telingapada salah satu frekuensi (500Hz,1000Hz,2000Hz dan 4000 Hz) >25 dB nHL.

(44)

3.4. Cara Kerja Penelitian

Mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2009

Memenuhi kriteria dari penelitian :

 Usia 19-21 tahun

 Bersedia ikutserta dalam penelitian

Penandatanganan lembar persetujuan (informed consent)

Pemeriksaan awal :

 Pemeriksaan fisik telinga

 Pemeriksaan penala : Rinne +/+, Weber = tidak ada lateralisasi

 Pemeriksaan otoskopi : membran timpani intak, warna jernih, massa (-), serumen (-)

 Pemeriksaan audiometri : ambang dengar < 25 dB nHL pada frekuensi 500 Hz, 1 kHz, 2 kHz dan 4 kHz

Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data

 Pemeriksaan suhu tubuh : 36,5 C - 37,5 C

(45)

3.5. Managemen Data 3.5.1.Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari anamnesis, hasil pemeriksaan awal akan dicatat dalam lembar status penelitian dan data hasil pemeriksaan BERA dikumpulkan dalam bentuk soft copy.

3.5.2.Pengolahan Data

Data yang tercatat dan terkumpul akan dilakukan editing untuk kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistical Package for Social Sciences(SPSS) version 20.0 untuk diolah lebih lanjut.

3.5.3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data numerik. Data yang didapat kemudian diolah menggunakan uji statistik distribusi normal (uji Shapiro-Wilk, karena sampel yang di gunakan kurang dari 50).

3.5.4. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, grafik dan tabel. 3.6.Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Skala pengukuran 1. Masa laten waktu (milidetik) yang

(46)

I, II, III, IV dan V yang masing-masing puncaknya

menggambarkan evoked potential dari saraf pendengaran.

Satuan : mikro volt (V)

3.6.1. Cara kerja

Pemeriksaan BERA dilakukan di ruangan yang tenang dan subyek peneliti berbaring dengan posisi telentang. Pemeriksaan dimulaidengan membersihkan kulit di daerah dahi kepala (verteks) dan kedua mastoid menggunakan gel pembersih.Selanjutnya,menempelkan elektroda permukaan pada kulit daerah verteks, kulit mastoid ipsilateral dan memasangan elektroda pada mastoid kontralateral sebagai elektroda referensi. Memberikan stimulus berupa bunyi

clickdengan kecepatan 27,7/sec, 47,7/sec, 67,7/sec , 87,7/secdan tone burst

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional

yang bersifat deskriptif numerik untuk mengetahui profil BERA pada pendengaran normal. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2012 sampai Agustus 2012. Sampel penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rentang usia antara 19-21 tahun yang memiliki pendengaran normal. Jumlah sampel penelitian adalah 34 telinga (17 orang).

Responden yang diperiksa BERA merupakan responden yang tidak memiliki riwayat trauma kepala dan riwayat infeksi telinga yang didapatkan dari hasil wawancara. Tidak ditemukan kelainan telinga pada pemeriksaan fisik telinga dan pemeriksaan ambang dengar menggunakan audiometrihasilnya < 25 dB pada setiap frekuensi (500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz). Pemeriksaan BERA dan penentuan lokasi gelombang dilakukan oleh dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT selaku pembimbing 1.

4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel Tabel 4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel

Jumlah Presentase Min. Maks. Mean Median Std.deviasi

Jenis kelamin

Laki-laki 6 35, 3 %

Perempuan 11 64,7 %

Usia 19 21 20,53 21.00 0,624

19 tahun 1 5,9 %

20 tahun 6 35,3 %

21 tahun 11 58,8 %

(48)

Responden dengan usia 19 tahun 1 orang (5,9 %), 20 tahun 6 orang (35,3 %) dan 21 tahun 10 orang (58,8 %).

4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second

Grafik 4.1.2.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus

clickkecepatan 27,7 /second

Pada grafik 4.1.2menggambarkan rata-rata masa laten gelombang menggunakan stimulus click dengan kecepatan 27,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,7 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,1 ± 0,2 ms.

(49)

dB nHL adalah 4,0 ± 0,2 ms, 70 dB nHL 4,0 ± 0,3 ms dan intensitas 60 dB nHL 3,9 ± 0,2 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data gelombang I, III dan V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL menggunakan shapiro-wilk seluruhnya menunjukkan sebaran data yang tidak normal (p < 0,05).

Tabel 4.1.2Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 27,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n missing n missing N Missing

I 31 3 33 1 28 6

III 31 3 34 0 34 0

V 30 4 34 0 34 0

(50)

4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second

Grafik 4.1.3.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus

clickkecepatan 47,7 /second

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.3 menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulus click dengan kecepatan 47,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,1 ± 0,3 ms.

(51)

masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL 4,1 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 4,1 ± 0,2 ms, dan 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk pada hasil gelombang I dan III pada intensitas 60 dB nHL menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05), sedangkan pada hasil yang lain menunjukan sebaran data yang tidak normal (p < 0,05).

Tabel 4.1.3Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 47,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n missing n missing n Missing

I 34 0 31 3 26 8

III 34 0 34 0 34 0

V 34 0 34 0 34 0

(52)

4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second

Grafik 4.1.4. Masa laten gelombang I, III dan V pada stimulus click dengan kecepatan 67,7 /second

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.4menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulus click dengan kecepatan 67,7/second (sec) pada berbagai intensitas yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 2,3 ± 0,4 ms.

Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang III, IIV dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada setiap perbedaan intensitas.Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,3 ± 0,4 ms, intensitas 70 dB nHL 2,1 ± 0,2 ms, 60 dB nHL 2,1 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,0 ± 0,2 ms, intensitas 70 dB

(53)

nHL 2,0 ± 0,1 ms, dan intensitas 60 dB nHL 2,0 ± 0,2 ms.Rata-rata masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 4,2 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 4,2 ± 0,2 ms, dan intensitas 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.

Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk, sebaran data tidak normal terlihat pada gelombang I intensitas 80 dB nHL, gelombang V pada intensitas 80 dB nHL dan gelombang V intensitas 70 dB nHL dengan nilai p < 0,05.

Tabel 4.1.4Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 67,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n Missing n missing n Missing

I 33 1 28 6 22 12

III 34 0 32 2 34 0

V 34 0 34 0 34 0

(54)

4.1.5. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 87,7/ second

Grafik 4.1.5. Masa laten gelombang I, III dan V pada stimulus click dengan kecepatan 87,7 /second

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.5menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulus click dengan kecepatan 87,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I adalah 1,8 ± 0,1 ms , intensitas 70 dB nHL 2,1± 0,2 ms dan 60 dB nHL 2,6 ± 0,3 ms .

Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang I-III,dan III-V pada intensitas 80,70 dan 60dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada setiap perbedaan intensitas.Hasil rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL 2,2 ± 0,2 ms, intensitas 70 dB nHL 2,2 ± 0,3 ms dan 60 dB nHL 2,2 ± 0,4 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL 2,0 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 2,0 ± 0,2 ms dan 60 dB nHL 1,9 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang I-V intensitas 80

(55)

dB nHL 4,3 ± 0,1 ms , intensitas 70 dB nHL 4,2 ± 0,3 ms, dan 60 dB nHL 4,0 ± 0,3 ms. Pada rata-rata masa laten antar gelombang I-V terlihat adanya sedikit penurunan masa laten pada intensitas yang lebih rendah.

Hasil uji normalitas sebaran data pada semua hasil rerata masa laten gelombang I, III dan V pada pemeriksaan BERA menggunakan stimulus

clickkecepatan 87,7/sec pada semua intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL)

menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05).

Tabel 4.1.5Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 87,7/second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n Missing n missing n Missing

I 29 5 21 13 11 23

III 34 0 33 1 29 5

V 33 1 34 0 34 0

(56)

4.1.6. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Tone BurstFrekuensi 500 Hz dengan Kecepatan 27,7/ second

Grafik 4.1.6.Masa laten gelombang I, III, dan V pada stimulus tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /sec

Keterangan : * = p > 0,05

Pada grafik 4.1.6menggambarkan rata-rata masa laten gelombang

I, III

dan V

menggunakan stimulustone burst dengan kecepatan 27,7/second (sec) pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I adalah 3,5 ± 0,4ms , intensitas 70 dB nHL 3,6± 0,5ms dan 60 dB nHL 3,9 ± 0,5 ms .

(57)

Hasil uji normalitas sebaran data pada semua hasil rerata masa laten gelombang I, III dan V pada pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone

burst kecepatan 27,7/sec pada semua intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL)

menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05) kecuali pada gelombang V intensitas 80 dB nHL.

Tabel 4.1.6Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberianstimulus tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /second

80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL

n Missing N missing n Missing

I 33 1 30 4 14 20

III 33 1 33 1 25 9

V 33 1 33 1 30 4

Pada tabel 4.1.6,dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone burst kecepatan 27,7/sec pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus tone burst

(58)

4.1.7.Hasil Mean dan Standar Deviasi (ms) Masa Laten Gelombang dalam Berbagai Kecepatan, Intensitas dan Jenis Stimulus

Tabel 4.1.7.Hasil mean dan standar deviasi (ms) masa laten gelombang dalam berbagai kecepatan, intensitas dan jenis stimulus (n = 34 telinga)

Gelombang Masa laten antar gelombang

I III V I-III III-V I-V

(59)

4.2.Pembahasan

Pada hasil pemeriksaan BERA pada stimulus clickataupun stimulus tone

burst dengan berbagai intensitas (80,70,60 dB nHL) menunjukkan bahwa semakin

besar intensitas yang diberikan, masa laten gelombang I, III dan V semakin singkat, sedangkan semakin rendah intensitas yang diberikan maka masa laten gelombang semakin lama. Sebagai contoh pada grafik 4.1.5, pada pemeriksaan BERA stimulus tone burst dengan frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/sec pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I adalah 1,8 millisecond (ms), ketika intensitas yang diberikan diturunkan menjadi 70 dB nHL masa laten memanjang sebesar 0,3 ms menjadi 2,1 ms dan pada intensitas 60 dB nHL memanjang sebesar 0,5 ms menjadi 2,6 ms. Pengaruh besar intensitas juga terlihat pada gelombang III dan V.

Menurunnya masa laten seiring dengan meningkatnya intensitas yang diberikan pada stimulus clickatau stimulus tone burstdapat disebabkan karena pada intensitas bunyi yang besar akan menyebabkan amplitudo getaran di membran basilar koklea dan sel-sel rambut meningkat.Hal tersebut menyebabkan sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat sehingga evoked potential yang terekam pada pemeriksaan BERA dengan intensitas yang tinggi akan lebih cepat muncul dan nilai masa laten lebih singkat.9,14

Stimulus yang lemah mungkin tidak mampu merangsang serabut saraf. Namun, bila kekuatan stimulus kuat maka dapat mencapai titik terjadinya stimulasi sehingga potensial aksi akan lebih cepat terjadi.15

(60)

perangsangan dengan elektroda perekam, ini sebabnya perbedaan intensitas tidak berpengaruh pada masa laten antar gelombang I-III, III-V maupun I-V karena jarak yang ditempuh suatu impuls tidak berubah meskipun intensitas berubah.16

Pada hasil dapat dijumpai bahwa perbedaan kecepatan stimulus yang diberikan pada stimulus click dapat mempengaruhi panjang masa laten. Semakin cepat stimulus dalam satu detik yang diberikan maka masa laten gelombang semakin memanjang. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan rata-rata kecepatan masa laten pada setiap kecepatan stimulus yang diberikan terutama pada gelombang V. Contoh pada stimulus click dengan kecepatan 27,7/sec rata-rata masa laten gelombang V dengan intensitas 80 dB nHL adalah 5,6 ms, pada kecepatan 47,7/sec masa laten meningkat menjadi 5,9 ms, kecepatan 67,7/sec masa laten menjadi 6,0 ms dan pada kecepatan 87,7/sec menjadi 6,1 ms. Hasil menunjukkan peningkatan masa laten yang nyata pada setiap peningkatan kecepatan yang diberikan, terutama pada masa late gelombang V. Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan pada Jamess W. Hall new handbook of auditory evoked responses bahwa pada peningkatan kecepatan stimulus dari 20/sec menjadi 80/sec akan terjadi peningkatan masa laten gelombang V dari 0,4 ms sampai 0,6 ms.17

(61)

mencapai sepertiga, selanjutnya diikuti oleh masa rerakter relatif yaitu periode yang dimulai dari refrakter absolut hingga awal depolarisasi ikutan atau ambang menurun kembali. Pada masa refrakter relatif stimulus yang lebih kuat dari stimulus sebelumnya dapat menimbulkan eksitasi dari serabut saraf.9,16

Perbedaan jenis stimulus yang diberikan pada pemeriksaan BERA yaitu stimulus click dan tone burst juga menunjukkan hasil yang berbeda. Pada pemeriksaan BERA dengan kecepatan yang sama yaitu 27,7/sec terdapat perbedaan pada hasil masa laten pada kedua jenis stimulus tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata masa laten pada grafik 4.1.2 dan rata-rata masa laten pada grafik 4.1.6, contoh pada masa laten gelombang I intensitas 80 dB nHL stimulus click kecepatan 27,7/sec rata-rata masa laten adalah 1,7 ms sedangkan pada intensitas dan kecepatan yang sama pada stimulus tone burst rata-rata masa laten gelombang I lebih panjang yaitu 3,5 ms. Masa laten gelombang V pada stimulus click kecepatan 27,7/sec intensitas 80 dB nHL adalah 5,6 ms sedangkan pada stimulus tone burst frekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7/sec intensitas 80 dB nHL adalah 7,8 ms.

Pemanjangan masa laten pada stimulus tone burst dibandingkan dengan stimulus click juga terlihat pada rata-rata masa laten gelombang III, I-III, III-V dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Masa laten BERA dengan stimulus

tone burstakan lebih lama pada frekuensi stimulus tone burst yang rendah (1000 dan 500 Hz) dibandingkan dengan stimulus click yang frekuensinya tidak spesifik (2000-4000 Hz). Pemanjangan masa laten ini karena waktu yang diperlukan olehstimulus tone burst frekuensi rendahuntuk berjalan dari regio basal koklea menuju ke bagian apex dari koklea. Waktu yang dibutuhkan stimulus berjalan dari daerah basal koklea menuju bagian apex koklea dengan intensitas 85 hingga 90 dB nHL untuk masa laten normal gelombang V sekitar 5,5 ms untuk stimulus

(62)

Gambar 4.2.1 Tonotopy sel saraf pendengaran di koklea berdasarkan frekuensi suara

Sumber : http://bio1152.nicerweb.com/Locked/media/ch50/pitch.html

Pada gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwastimulus clickyang memiliki frekuensi antara 2000 Hz hingga 4000 Hz akan merangsang bagian basal dari kokleadan stimulus tone burstfrekuensi 500 Hz merangsang bagian apex dari koklea. Jarak oval window yang lebih dekat ke bagian basal dari koklea dibanding dengan bagian apex koklea menyebabkan waktu yang diperlukan untuk melakukan perangsangan lebih cepat pada bagian basal dibandingkan dengan bagian apex koklea, sehingga masa laten gelombang akan lebih panjang pada stimulus tone burst.

4.3. Keterbatasan Penelitian

(63)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

1. Gambaran hasil pemeriksaan BERA pada pendengaran normal dengan berbagai stimulus, intensitas dan kecepatan yang berbeda menunjukan gambaran yang berbeda.

2. Gambaran hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone burst

menunjukan masa laten gelombang yang lebih lama dan amplitudo gelombang yang lebih pendek dibanding menggunakan stimulus clickpada pendengaran normal.

3. Gambaran hasil rata-rata masa laten gelombang I, III dan V pada pendengaran normal semakin lama ketika kecepatan yang digunakan semakin cepat.

4. Hasil rata-rata masa laten gelombang pada intensitas yang semakin rendah menunjukan masa laten yang semakin lama.

5.2. Saran

Peneliti menyarankanagar dalam pemeriksaan BERA sebaiknya tidak menggunakan kecepatan tinggi , karena pada kecepatan yang tinggi, amplitudo gelombang yang terekam semakin rendah sehingga gelombang akan lebih sulit dideteksi. Pada kecepatan tinggi juga menyebabkan hasil masa laten gelombang memanjang. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan pemeriksaan BERA menggunakan kecepatan stimulus 27,7/sec karena hasil amplitudo gelombang tinggi dan mudah diidentifikasi, sehingga hasil pemeriksaan lebih akurat.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS,Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, et all editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher.Ed 6. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

2. Stach, Brad A. Clinical audiology an introduction.2nd edition.Michigan: Department of otolaryngology-head and neck surgery Hendry Ford Hospital Detroid; 2010.p357-382

3. Hall, James W.Objective assessment of hearing/ James W.Hall III and De Wet Swanepoel.United states of Amerika:McNaughton and Gunn, Inc;2010.p.68

4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor768/Menkes/SK/VII/2007

5. Esteves MCBN, Aringa AHBD, Arruda GV, Aringa ARD, Nardi JC. brainsteam evoked response audiometry in normal hearing subjects.http://www.scielo.br/pdf/bjorl/v75n3/v75n3a18.pdf.2009;75(3):42 system/ A.R. Moller. 2nd edition. United states of America: Elsevier Inc; 2006

8. Bess FH, Humes LE. Audiology the fundamentals/ Fred. H Bess, Larry E. Humes. 4th edition. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins;2008 9. Guyton AC. Text book of medical physiology / Arthur C. Guyton, John E.

Hall. 11th edition. Philadelpia: Elsevier Inc;2006

10.Bhattacharyya N. Medscape reference:auditory braindsteam response audiometry. http://emedicine.medscape.com/article/836277-overview#a1. Update date 30 jun 2011

Gambar

Gambar 2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam.
Gambar 2.1.2. Struktur daun telinga.
Gambar 2.1.3. Telinga bagian tengah
Gambar 2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 9 ekor kelinci dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, yaitu kelompok pertama sebagai kontrol normal yang tidak mendapatkan perlakuan apapun, kelompok kedua

jamban adalah syarat mutlak untuk rumah yang layak huni. Jadi ada 10 dari 12 IKS yang terkait dengan SPM bidang kesehatan atau harus dilaksanakan oleh Pemda Kab/Kota ..

Faktor ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian visi dan misi Pemerintah Kabupaten Sleman, karena masyarakat dan swasta merupakan subyek sekaligus obyek

merupakan program nasional untuk membantu keluarga rumah tangga sangat miskin dengan. bantuan tunai bersyarat (Conditional

kelompok eksperimen dan kontrol maka digunakan teknik analisis uji mann whitney. Berikut tabel rekapitulasi hasil pengisian kuesioner kedua kelompok. Tabel 4.3.

PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR

Dipilihnya Salsabila yang memang dapat merepresentasikan seorang tokoh Shabrina, di lain hal diharapkan Salsabila ini dalam perannya sebagai Shabrinapada akhirnya

Selain itu dapat dijelaskan pula bahwa pada kelompok peserta JKN terjadi peningkatan nilai CI sebesar 0.0086 yang artinya terjadi peningkatan inekuitas atau ketimpangan