TAHUN 2008
RIA HERLINDA
NIM. 075102015
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
JUDUL : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008
NAMA : RIA HERLINDA
NIM : 075102015
PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU
PEMBIMBING
JUDUL : PERILAKU WANITA KLIMAKTREIUM DALAM MEMANFAATKAN POSYANDU LANSIA DI KAMPUNG JAWA WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBILAHAN KOTA-RIAU 2007
NAMA : RINI INDRIANI NIM : O75102006
PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU
PEMBIMBING
JUDUL : PERILAKU REMAJA DESA PETUARAN HILIR DUSUN VI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DALAM MENGHADAPI SEKS BEBAS
NAMA : SHERLY MELISA NIM : O75102054
PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU
PEMBIMBING
Syukur alhamdulillah penulis kepada ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB Tidak Memilih Implant Sebagai Alat kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru 2008”yang merupakan tugas akhir studi diprogram diploma IV bidan pendidik Universitas Sumatra Utara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan dapat berhasil berkat sumbangan jasa dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. dr. Chairuddin P Lubis,DTM&H, SpA (K), selaku Rector Universitas Sumatra Utara
2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU
3. Prof. dr. Guslihan dasa tjipta, Spa (A), Ketua Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara
4. dr. Murniati Manik, MSc, Spkk, selaku ketua program D IV bidan pendidik FK USU yang telah memberikan dorongan dan pengarahan kepada penulis untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini
5. Ibu Dewi Elizadiani Suza, Skp, MNS, selaku koordinator mata kuliah metodologi penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah
6. dr. Cut Adeya Adella, SPOG, selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan arahan untuk Karya Tulis Ilmiah
7. Ibu Dina Indarsita,Mkes, selaku pembimbing penyusunan karya tulis Ilmiah 8. dr. Rina Amelia, selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan
arahan untuk Karya Tulis Ilmiah
support dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini
12. Semua Pihak yang membantu dalam penyusunan Karya tulis Ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa Proposal Kary Tulis Ilmiah jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Karya tulis ini
Medan,1 Juni 2008
JUDUL KTI………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………
2.1. Keluarga Berencana……… 2.1.1. Pengertian keluarga Berencana ……… 2.1.2. Tujuan 2.4.1. Pengertian Implant
2.4.2 Jenis-Jenis Implant……… 2.4.3. Mekanisme Kerja Implant……… 2.4.4. Efektifitas Implant
2.4.5. Indikasi/Kontraindikasi Implant 2.4.6. Keuntungan Implant
2.4.7. Kerugian Implant
2.5.2. Pendidikan……… 2.5.3. Ekonomi……….. 2.5.4. Pengetahuan
2.5.5. Sosial Budaya
BAB III KERANGKA PENELITIAN………..
3.1. Kerangka Konsep……….. 3.2. Defenisi Opersional……… 3.3. Defenisi Operasional
BAB IV METODELOGI PENELITIAN………..
4.1. Desain Penelitian……… 4.2. Lokasi dan Tempat Penelitian………
4.2.1. Lokasi………..
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.2.4. Pengetahuan Akseptor KB 5.2.5. Sosial Budaya Akseptor KB
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
Tabel 5.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Akseptor KB Yang Tidak Memili Implat Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008
Tabel 5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Ekonomi Akseptor KB Yang Tidak Memili Implat Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008
Tabel 5.1.4a. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Benar Salah Pada Pengetahuan Akseptor KB Yang Tidak Memili Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008
Tabel 5.1.4b. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB Yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008
Tabel 5.1.5a. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Ya Tidak Pada Sosial Budaya Akseptor KB Yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat
Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008
ABSTRAK
Pada saat ini Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai masala lajunya pertumbuhan penduuk, sehingga penduduk iharapkan dapat mengontrol jumla anak dan mengatur jarak kelairan. Untuk itu diperlukan metode kontrasepsi yang sangat efektif yang dapat dijadikan pilihan untuk dipertimbangkan yaitu kontrasepsi implant.Diperoleh data dari seluruh puskesmas yang ada dipekanbaru ternyata di puskesmas melur tidak adanya pengguna kontrasepsi implant yaitu 0%
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi. Metode yang digunakan adalah metode yang bersifat deskriptif.Sampel penelitian ini adalah akseptor KB yang aktif yang menggunakan alat kontrasepsi di puskesmas melur. Sampelnya adalah 91 orang.
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berusia >35 tahun 44%, lebih banyak berpendidikan SLTP 42,9%, mayoritas responden memiliki ekonomi menengah yaitu sebanyak 52,7%,Lebih banyak berpengetahuan baik 56%,dan Sosial budaya lebih banyak berpengaruh posif terhadap akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.
Untuk itu tenaga kesehatan lebi meninkatkan penyulihan kepada akseptor tentang metode kontrasepsi implant dan bekerjasama dengan BKKBN,juga diharapkan akseptor KB mempunyai motivasi untuk mencari informasi mengenai kontasepsi implant dari berbagai sumber.
ABSTRAK
Pada saat ini Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai masala lajunya pertumbuhan penduuk, sehingga penduduk iharapkan dapat mengontrol jumla anak dan mengatur jarak kelairan. Untuk itu diperlukan metode kontrasepsi yang sangat efektif yang dapat dijadikan pilihan untuk dipertimbangkan yaitu kontrasepsi implant.Diperoleh data dari seluruh puskesmas yang ada dipekanbaru ternyata di puskesmas melur tidak adanya pengguna kontrasepsi implant yaitu 0%
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi. Metode yang digunakan adalah metode yang bersifat deskriptif.Sampel penelitian ini adalah akseptor KB yang aktif yang menggunakan alat kontrasepsi di puskesmas melur. Sampelnya adalah 91 orang.
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berusia >35 tahun 44%, lebih banyak berpendidikan SLTP 42,9%, mayoritas responden memiliki ekonomi menengah yaitu sebanyak 52,7%,Lebih banyak berpengetahuan baik 56%,dan Sosial budaya lebih banyak berpengaruh posif terhadap akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.
Untuk itu tenaga kesehatan lebi meninkatkan penyulihan kepada akseptor tentang metode kontrasepsi implant dan bekerjasama dengan BKKBN,juga diharapkan akseptor KB mempunyai motivasi untuk mencari informasi mengenai kontasepsi implant dari berbagai sumber.
1.1Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia adalah masih tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP).
Secara sederhana dapat disebutkan bahwa penduduk akan terus bertambah selama
jumlah kelahiran melebihi dari jumlah yang meninggal ditambah dengan migrasi
masuk. (BKKBN, 2004)
Indonesia adalah negara yang berkembang. Sebagai salah satu negara
berkembang Indonesia juga tidak luput dari masalah laju pertumbuhan penduduk.
Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 tercatat jumlah penduduk Indonesia
adalah 178.500.000 jiwa, kemudian pada sensus penduduk tahun 2000 Indonesia
memiliki 205.843.000 jiwa dan pada sensus penduduk terakhir tahun 2004 jumlah
penduduk Indonesia meningkat menjadi 217.854.000 jiwa. Penyebaran jumlah
penduduk tidak merata, penduduk Inonesia banyak berdiam di Pulau Jawa dan
Sumatra. (BPS, 2004)
Khusus untuk pulau Sumatera, Riau tercatat sebagai provinsi memiliki
jumlah penduduk terpadat ke empat. Pada tahun 2003 penduduk provinsi Riau
4.413.432 jiwa dan meningkat tajam tahun 2004 menjadi 4. 491.393 jiwa. Ini
disebabkan Riau berkembang pesat sebagai provinsi yang memiliki
Apalagi Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau yang kini berkembang
menjadi pusat bisnis, pendidikan dan budaya sehingga kota pekanbaru memiliki
penduduk terpadat di provinsi Riau dengan jumlah penduduk 666.902 jiwa pada
sensus tahun 2003 dan meningkat menjadi 693.912 jiwa pada sensus tahun 2004.
(BPS, 2004)
Besarnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
budaya, pendidikan, perkawinan pertama, menggunakan atau tidak menggunakan
alat kontrasepsi.
Berdasarkan Visi dari program keluarga berencana (KB) yaitu
mewujudkan keluarga berkualitas pada tahun 2015 yang diwujudkan melalui
keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri mempunyai jumlah anak yang ideal,
berwawasan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan YME,
sedang Misinya adalah pemberdayaan dan pergerakkan masyarakat untuk
membangun keluarga kecil berkualitas menggalang kemitraan dalam peningkatan
kesejahteraan kemandirian, ketahanan keluarga dan berkualitas perusahaan
pelayanan, meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB Nasional,
Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan
dalam kandungan sampai usia lanjut. (BKKBN 2002)
KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah
dan jarak kehamilan dengan meggunakan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah cara
untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat atau obat-obatan. Salah satu alat
Implant adalah salah satu kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas
yang cukup tinggi, metode kontrasepsi hormonal degan metode jangka panjang
5 tahun dan bersifat reversible dimana efek perdarahan lebih ringan tidak
menaikkan tekanan darah resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil
dibandingkan dengan alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) serta efektif
di gunakan pada wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung
estrogen. Maka dengan kondisi tersebut seharusnya minat akseptor dengan pilihan
alat kontrasepsi ini banyak. (Hanifa, 1999)
Implant adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif; hampir 100%
efektif mencegah kehamilan. Penelitian (Silvin, 1988; Darney et al, 1990)
menunjukkan bahwa pada tahun ke-1 dan ke-2, terjadi sebanyak 0,2 kehamilan
per 100 wanita selama tahun pemakaian. Pada tahun ke-3, angka kehamilan pada
pemakaian implant adalah 0,9 per 100 wanita selama tahun pemakaian, dan
selama tahun ke-4 dan ke-5, angka kehamilan 0,5 dan 1,1 per 100 wanita selama
tahun pemakaian. (Everett, 2008)
Riset menunjukkan bahwa 80% siklus menstruasi wanita kembali
ke normal atau ke pola sebelum uji coba dalam 3 bulan (Edwards dan Moore,
1999) yang menggambarkan reversibilitas implant.
Data yang di peroleh dari dinas kesehatan Pekanbaru tahun 2007,
Pasangan usia subur (PUS) 124.345 dengan jumlah akseptor KB aktif 87.531
orang, dimana akseptor KB yang menggunakan Metode Operatif Pria/Metode
Operatif Wanita berjumlah 2466 orang (2,56%). Implant 4.520 orang (5,16%),
(30,29%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah akseptor KB
implant lebih sedikit dibandingkan dengan alat kontrasepsi suntik, IUD, dan pil.
Bedasarkan data yang diperoleh dari puskesmas melur tahun 2006, peserta
KB aktif berjumlah 1213 orang, yang mana tidak ada akseptor yang memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas melur (0%), dan tahun 2007
akseptor KB berjumlah 1036 orang, yang mana pada tahun ini juga tidak ada yang
mengunakan implant sebagai alat kontrasepsi (0%) sedangkan fasilitas implant
tersedia di puskesmas melur.
Sebagai alat kontrasepsi, mengingat keuntungan yang diperoleh yaitu efek
perdarahan lebih ringan dan terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika
dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain seperti IUD dan KB suntik, angka
tersebut sangat bertolak belakang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan
penelitian tentang ”FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT
KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008”.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Apakah faktor- faktor yang mempengarui akseptor KB tidak memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Akseptor KB tidak
memilih KB implant sebagai alat kontrasepsi di wilayah puskesmas melur.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB
tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi usia
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB
tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi
pendidikkan
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB
tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi
Ekonomi
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB
tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi
pengetahuan
e. Untuk mengetahui faktor-faktor yan mempengaruhi akseptor KB tidak
memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi sosial
budaya
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akseptor KB
Sebagai sumber informasi akseptor KB tentang alat kontrasepsi implant
1.4.2 Bagi Puskesmas Melur Pekanbaru
Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan menjadi bahan bacaan
bagi puskesmas sehingga mengetahui gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi akseptor tidak memilih implant.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan
yang akan melakukan penelitian berikutnya.
1.4.4 Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keluarga Berencana
2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kehamilan yang diinginkan,
mengatur interval antara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam
keluarga, mengontrol saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
istri. (Hanafi, 2003)
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
(Rustam, 1998)
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan
dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan
penjarangankelahiran. (Depkes RI Jakarta, 1996)
Akseptor KB adalah peserta keluarga berencana
Keluarga berencana menurut WHO (World Health Organization) expert
commite 1970 adalah tindakan yang membantu individu atau pasanan suami
istri untuk :
1. Mendapatkan objek-objek tertentu
3. Mendapatkan kelahiran yang diinginkan
4. Mengatur interval diantara kelahiran
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
istri
6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga
2.1.2.Tujuan
Tujuan keluarga berencana adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera yang menjadi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. (Prawirohardjo, 1999)
2.1.3. Manfaat
Peningkatan dan perluasan pelayanan keluara berencana merupakan
salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang
semakin tinggi akibat kehamilan yag dialami wanita. (Eriktapan, 2005)
2.1.4. Sasaran
Sasaran gerakan KB :
1. Pasangan usia subur, dengan PUS muda dengan paritas rendah
2. Generasi muda dan purna PUS
3. Pelaksana dan pengelola KB
4. Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.
2.2. Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan.Maksud dari kontrasepsi
adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
(Maryani, 2002)
Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan atau
dengan kata lain pembatasan kelahiran.
2.3. Akseptor
Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti, melaksanakan
program keluarga berencana. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997)
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian,
meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia,
tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman efektif,
dengan metode yang dapat diterima, baik secara peseorangan maupun budaya
pada berbagai tingkat reproduksi. (Tempo, 2005)
2.4 Implant
2.4.1. Pengertian Implant
Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonogestrel
yang dibungkus dalam kapsul silastik-silicon dan disusukakkan dibawah kulit.
2.4.2. Jenis-jenis implant
a. Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b. Implanon terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang
kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3
keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c. Jadena dan indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun. ( Saifuddin 2003 )
2.4.3. Mekanisme kerja implant
Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mg levonogestrel yang akan
dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mg. Konsep mekanisme kerjanya
sebagai progesterone, yakni :
a. Mengentalkan lendir servik uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma.
b. Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehinga idak
cocok untuk implantasi zygote.
c. Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi
Efek kontrasepsi implan norplan meupakan gabungan dari ketiga
mekanisme kerja tesebut. (Hanifa 1999)
2.4.4. Efektifitas Implant
1. Angka kegagalan implant = < per 100 wanita-pertahun dalam 5 tahun
2. Efektifitas implant berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun
ke 5 kira-kira 2,5-3% akseptor hamil (Hartanto, 2003)
2.4.5. Indikasi dan kontraindikasi
1. Indikasi pemakaian implant
Yang boleh menggunakan KB implant :
a. Wanita usia reproduksi
b. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka
waktu yan lama tetapi tidak bersedia menjalani atau menggunakan
AKDR
c. Wanita-wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang
mengandung estrogen
d. Menyusui dan membutuhkan kontasepsi
e. Pasca persalinan tidak menyusui
f. Pasca keguguran
g. Tekanan darah < 180/100 mmHg, dengan masalah pembekuan
darah, atau anemia bulan sabit
2. Kontraindikasi implant
Yang tidak boleh menggunakan KB implant :
a. Hamil atau diduga hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya
c. Kanker payudara
d. Riwayat kehamilan ektopik
2.4.6. Keuntungan kontrasepsi implant
1. Daya guna tinggi
2. Perlindungan jangka panjang
3. Pengembalian tingkat kesuburanyang cepat setelah pencabutan
4. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
5. Bebas dari pengaruh estrogen
6. Tidak menganggu kegiatan senggama
7. Tidak menganggu ASI
8. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
9. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
(Prawihardjo, 2003)
2.4.7. Kerugian implant
1. Perubahan haid berupa perdarahan bercak (spotting)
2. Hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid
3. Amenorea
4. Nyeri kepala
5. Peningkatan atau penurunan berat badan
6. Nyeri payudara
7. Perasaan mual
8. Pening atau pusing kepala
9. Perubahan perasaan atau kegelisahan
10.Membutuhkan tindak pembedahan minor untukninsersi dan
11.Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini
sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk
pencabutan
12.Efektifitasnya menrun apabila menggunakan obat-obatan tuberculosis
atau obat epilepsy
2.4.8. Waktu Pemasangan Implant
1. Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7 tidak
diperlukan metode kontrasepsi tambahan
2. Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi
kehamilan, bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan
melakukan hubungan seksal, atau menggunakan kontrasepsi lainnya
untuk 7 hari saja
3. Bila menyusui antara 6 mingu sampai 6 bulan pasca persalinan insersi
dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu
memakai metode kontrasepsi lain
4. Bila setelah 6 minggu melairkan dan telah terjadi haid kembali, insersi
dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangna melakuka hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari
saja
5. Bila kontrasespsi sebelumnya adalah kotrasespsi suntuikan, implant
dapat diberikan pada saat jadwal kontrasespsi suntukan tersebut. Tidak
6. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin
menggantinya dengan implant, Implant dapat diinsersikan pada saat
haid hari ke-7 hari dan klien jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja
AKDR segera dicabut
7. Pasca keguguran implant dapat segera diinsersikan (Prawihardjo,2003)
Waktu yang paling baik untuk pemasangan implant adalah sewaktu haid
berlangsung atau masa pra ovulasi dari siklus haid, sehingga adanya
kehamilan dapat disingkirkan. (Hanifa, 1999)
2.4.9. Prosedur pemasangan dan pencabutan implant
1. Prosedur Pemasangan
a. Persiapan klien
Walaupun kulit dan integuman sulit untuk di sterilkan, pencucian
dan penberian antiseptik pada daerah operasi tempat implan akan
dipasang dapat mengurangi jumlah mikroorganisme di daerah kulit
klien.
b. Persiapan alat
Adapun alat-alat yang harus dipersiapkan untuk pemasangan
implant adalah meja pireksa untuk berbaring klien, batang imoplan
dalam kantumg, kain penutup steril serta mangkok untuk tempat
meletakkan implan norplant, sepasang sarung tangan, karet yang
steril atau DTT, sabun untuk mencuci tangan, larutan antiseptik
trokar nomor 10, calpel nomor 11, kasa pembalut, ben aid, atau
plrster, kasa steril, bak atau tempat instrumen.
2. Teknik insersi implant
Pemasangan dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau bawah,
kira-kira 6-8 cm, diatas atau dibawah siku, melalui insisi tunggal,
dalam bentuk kipas, dan dimasukkan tepat dibawah kulit
Untuk memasang norplant
a. Letakkan lengan akseptor yang akan dipasang norplant diatas
penyangga.
b. Pakailah sarung tangan. Bukalah tempat alat-alat yang telah steril
dan aturlah alat-alat sedemikian rupa agar mudah dicapai
c. Cucilah daerah lengan tempat pemasangan tersebut dengan sabun
antiseptik dan berila betadin (atau antiseptik lainnya)
d. Pasanglah kain steril yang berlubang besar yang biasa dipakai
untuk operasi pada lengan bawah danlenga atas
e. Letakkan ke 6 kapsl berjejer seperti bentuk kipas
f. Isilah semprit dengan zat anastesi local sebanyak 2,5 cc.Suntikan
jarum semprit yang berisi zat anastesi local tadi hingga dibawah
kulit ditempat dimana norplant akan dimasukkan dan lepaskan 0,5
cc. Kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan kebawah kulit
sekitar 4 cm, hal ini akan membuat kulit terangkat dari jaringan
lunak dibawahnya. Kemudian tarik jarum pelan-pelan seingga
1 ml diantara tempat untuk memasang, kapsul 1 dan 2, selanjutnya
diantara kapsul 3 dan 4 serta 5 dan 6.
g. Dengan pisau scalpel dibuat insisi 2 mm sejajar dengan lengkung
siku.
h. Masukkan ujung trokar melalui insisi
Terdapat 2 garis yanda batas pada trokar, satu dekat ujung, lainnya
dekat pangkal trokar. Dengan perlahan-lahan trokar dimasukkan
sampai mencapai garis batas dekat pangkal trokar, kurang lebih
4-4,5 cm, trokar dimasukkan sambil melakukan tekanan keatas dan
tanpa merubah sudut pemasukan.
i. Msukkan implan kedalam trokarnya
Dengan batang pendorong, implan didorong perlahan-lahan
keujung trokar sampai terasa adanya tahanan. Dengan batang tetap
stationer, trokar perlahan-lahan ditarik kembali sampai garis batas
di dekat ujung trokar terlihat pada insisi an terasa implan nya
“melonjat keluar” dari trokarnya. Jangan keluarkan trokarnya, raba
lengan dengan jari untuk memastikan implan sudah berada pada
tempatnya dengan baik.
j. Ubah arah trokar sehingga implan berikutnya berada 15 dari
implan sebelumnya. Letakkan jari tangan pada implan sebelumnya.
Masukkan kembali trokar sepanjang pinggir jari tangan sampai
garis batas dekat pangkal trokar. Masukkan implan kedalam trokar.
Selanjutnya seperti pada butir Ulangi lagi prosedur tersebut
k. Setelah semua implan terpasang, lakukan penekanan pada tempat
luka insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan. Lalu
ke pinggir insisi ditekan sampai berdekatan dan ditutup dengan
plester. Tidak diperlukan penjahitan luka insisi.
Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan dibalut
dengan kasa.
l. Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan dibalut
dengan kasa intuk mencegah perdarahan.
m. Nasihatkan pada akseptor agar luka jangan basah selama lebih
kurang 3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan-keluhan
yang mengganggu.
3. Teknik pengeluaran dan pengangkatan
Mengeluarkan implan umumnya lebih sulit dari pada insersi. Persoalan
dapat timbul bila implant di pasang terlalu dalam atau timbul jaringan
fibrous sekeliling implant.
Cara mengeluarkan implant:
a. Cuci lengan akseptor, lakukan tindakan antiseptis
b. Tentukan lokasi dari implan dengan jari-jari tangan dan dapat
diberi tanda dengan tinta atau apa saja.
c. Suntikkan anastesi local dibawah implant
d. Buat satu insisi 4 mm sedekat mungkin pada ujung-ujung implant
e. Keluarkan implant pertama yang trerletak paling dekat dengan
insisi atau yang terletak paling dekat dengan permukaan.
f. Sampai saat ini dikenal 4 cara pengeluaran/pencabutan norplant
Cara pop-out
Merupakan teknik pilihan bila memungkinkan karena tidak traumatis,
sekalipun tidak selalu mudah untuk mengeluarkannya.
Dorong ujung proksimal “kapsul” kearah distal dengan ibu jari seingga
mendekati lubang insisi, sementara jari telunjuk menahan bagian
tengah kapsul, sehingga ujung dital kapsul menekan kulit. Bila perlu,
bebaskan jaringan yang menyelubungi ujun kapsul dengan scapel.
Tekan dengan lembut ujung kapsul melaluui lubang insisi seinga ujung
tersebut akan “menyembut/pop-out” melalui lubang insisi. Kerjakan
prosedur yan sama untuk semua kapsul yang tertingal.
Cara standard
Bila cara pop-out tiak berhasil atau tidak mungkin dikerjakan, maka
dapat dipakai cara standar.
Jepit ujung distal kapsul dengan klem masquito, sampai kira-kira 0.5-1
cm dari ujung klemnya masuk dibawah kulit melalui lubang insisi.
Putar pegangan klem pada posisi 180 disekitar sumbu utamanya
mengarah ke bahu akseptor. Bersihkan jaringan-jarinan yang
menempel disekeliling klem dan kapsul dengan scapel ataiu kasa
sterril sampai kapsul terlihat jelas. Tangkap ujung kapsul yang sudah
kapul dengan klem crille.Cabut atau keluarkan kapsul-kapsul lainnya
denan cara yang sama.
Cara “u”
Teknik ini dikembangkan oleh Dr.Untung Prawirohardjo dari
semarang dibuat insisi memanjang selebar 4 mm, kira-kira 5 mm
proksimal dari ujung distal kapsul, diantara kapsul ke 3 an kapsul 4.
Kapsul yang akan dicabut difiksasi dengn meletakkan jari telunjuk
tangan kiri sejajar di samping kapsul. Kapsul dipegang kurang lebih
5 mm dari ujung distalnya. Kemudian klem diputar kearah pangkal
lengan atas atau bahu akseptor sehingga kapsul terlihat dibawah
lubang insisi dan dapt dibersihkan dari jaringan-jaringan yang
menyelubunginya dengan scapel, untuk seterusnya dicabut keluar.
Cara tusuk Ma
Memakai alat Bantu kawat atau jari roda sepeda, satu ujun
dilengkungkan sepanjang 0.5-0.75 cm dengan sudut 90 dan diperkecil
serta diruncingkan, sedamkan ujung yang lain di lengkungkan satu
bidang dengan lengkungan runcing tadi dan dipakai untuk pegangan
oprator. Setelah kapsul di kepit dengan pinset atau klem artetri,
jaringan ikat di besihkan dengan pisau sampai kapsul tampak putih
kemudian alat tusuk Ma ditusukkan pada kapsul serta terus dikait
keluar. Atau setelah kapsul di jepit dengan pinset, alat tusuk Ma
pinset dilepaskan dan dengan pissau kapsul di bebaskan dari ajringan
ikat lalu diangkat keluar dari luka insisi.
g. Berikan anastesi lagi bila diperlukan, untuk mengeluarkan implan
yang lain
h. Tutup dan lluka insisi seperti pada saat insersi. Bila akseptor ingin
implan yang baru, hal ini apat segera dilakukan
i. Upaya pencabutan keenam kapsul noorplandibatasi sampai 45
menit. Bila dala waktu tersebut tidak semua kapsul berhasil
dikeluarkan, maka prosedur pencabutan dihentikan, dan upaya
pencabutan kembali sisa kapsul yang masih tertingal diulangi lagi
kira-kira 2-4 minggu kemudian
j. Setelah selesai dengan pencabutan keenam kapsul noorplant,
rendam semua alat-alat yang sudah dipakai dalam cairan klorin
untuk dekontaminasi alat-alat tersebut. (Harianto, 2003)
2.5. Faktor yang Mempengaruhi Akseptor Tidak Memilih Implant
2.5.1 Usia
Usia atau umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau
diadakan hidup, nyawa. (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, 2004)
Usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokkan metode kontrasepsi
tertentu. Dua kelompok pemakai alat kontrasepsi remaja atau usia muda (20-30)
dan wanita perimenapause atau usia tua (31-40) perlu mendapatkan perhatian
Secara umum remaja (usia muda) kecil kemungkinannya memiliki
kontraindikasi medis terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Berbeda dengan
remaja wanita perimenaupause (usia tua) lebih besar kemunkinannya memiliki
kontraindikasi medis, karena usia ibu relatif tua akan mengakibatkan sampingan
dan komplikasi. Pada usia tua ini pil oral kurang dianjurkan
Pelayanan kontrasepsi di Indonesia berdasarkan usia di katagorikan
menjadi 3 fase untuk mencapai sasaran yaitu ; fase menunda atau mencegah
kehamilan dengan usia < 20 tahun, fase menjarangkan dengan usia 20 – 35 tahun,
fase mengakhiri > 35 tahun
Penurunan fertilitas selain karena tingkat pemakaian kontrasepsi yang
meningkat dari tahun ke tahun juga terkait dengan makin meningkatnya usia
perkawinan pertama perempuan maupun usia melahirkan. Pada tahun 1994
di Indonesia ada pada kelompok usia 20-24 tahun maka pada tahun 2003 telah
bergeser ke kelompok usia 25-29.
2.5.2 Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang di rencanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
dapat melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan factor-faktor
social prilaku demografi, seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan.
Pendidikan juga merupakan salah satu factor yang mempengaruhi persepsi
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang terhadap
memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2003).
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode (Wulansari, 2002).
Menurut Siagian (1999), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilkinya. Penggunaan pengetahuan akan
meningkatkan pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan
mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.
Menurut GBHN Pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah serta
berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu proses belajar
yang menghasilkan kemampuan tertentu, kemampauan itu diperoleh dari 3 tempat
yakni, didalam keluarga (pendidikan informal), disekolah (Pendidikan Formal)
dan didalam masyarakat (pendidikan non formal). (Notoatmodjo, 2005)
Beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa metode kalender
(alamiah) lebih banyak diunakkan oleh pasangan yang lebih berpendidikan
2.5.3 Ekonomi
Ekonomi merupakan bagian ilmu social yang berfungsi untuk meneliti,
mempelajari, menganalisa, berbagai kesulitan yang muncul disaat manusia
berkeinginan memenuhi kebutuhan hidup dengan sumber-sumber ekonomi yang
Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia
dalam memproduksi maupun memperoleh barang dan jasa untuk memenuhi
kehidupannya.
Dalam keseharian kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan
berhadapan dengan kesulitan-kesulitan ekonomi yan dapat menghalangi manusia
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. (Sutisna, 2002)
Pemakai individual lebih memperhatikan keterbatasan anggaran harian
mereka sendiri. Salah satu studi pada orang Indian Quechua di peru (34)
mendapatkan hubungan yang signifikan antara pendapatan dan keputusan dalam
pemilihan kontrasepsi. Dalam suatu survei di Brazil, biaya di cantumkan sebagai
kendala utama.
Tingkat kesejahteraan kehidupan keluarga
Tingkat kesejahteran keluarga dapat dikatagorikan mejadi 3 kelompok :
a. Keluarga sempurna sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan
dasar hidup manusia sandang,pangan, perumahan,pendidikan,hiburan dan
pekerjaan serta komunikasi dan informasi. Dengan jumlah penghasilan
> 2.000.000 / bulan
b. Keluarga sejahtera, yaitu keuarga yang belum memenui kebutuhan dasar
minimal yang berupa cukup sandang, pangan, dan perumahan yang layak.
Dengan jula penghasilan 710.000 – 2.000.000 / bulan
c. Kelurga prasejahtera, yaitu keluarga yan belum memenuhi kebutuhan dasar
minimal yag berupa cukup sandang, pangan, dan perumhan yang layak dengan
jumla penghasilan < 710.000 / bulan
Prevalensi penggunaan kontrasepsi di kalangan perempuan dengan tingkat
kesejahteraan paling rendah masih jauh tertinggal dibandingkan di kalangan
perempuan dengan tingkat kesejahteraan paling tinggi. Kelompok dengan tingkat
kesejahteraan terendah cenderung memakai metode kontrasepsi suntikan,
sedangkan kelompok dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi cenderung
memakai metode kontrasepsi jangka panjang implant dan metode operatif, yang
tingkat efektivitasnya cukup tinggi. Pemerintah bertanggung jawab untuk
menyediakan pelayanan KB gratis kepada kelompok penduduk miskin. Namun
demikian, kebijakan untuk memberikan gratis kontrasepsi kepada penduduk
miskin tidak selalu diikuti dengan pembebasan biaya untuk pelayanan, terutama
pada fasilitas pelayanan swasta. Oleh karena itu penduduk dengan tingkat
kesejahteraan terendah masih mengeluarkan uang untuk membayar
pelayanan KB.
2.5.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi
melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengetahuan semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang semakin tinggi tingkat intelektualnya.
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab
pertanyaan “What“ misalnya apa air, apa manusia, dan sebagainya.
(Soekidjo, 2002)
Menurut Notoatmodjo, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu, sebagai berikut :
1. Pendidikan : Menurut GBHN Pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah
serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu
proses belajar yang menghasilkan kemampuan tertentu, kemampauan itu
diperoleh dari 3 tempat yakni, didalam keluarga (pendidikan informal),
disekolah (pendidikan formal) dan didalam masyarakat (pendidikan non
formal).
2. Pekerjaan : Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan enan pengalaman
yang didapat di tempat kerjanya. Menurut Elizabet B. Harloek banyak
orang bingung tentang apa yang mereka kerjakan dalam hidupnya setelah
selesai dari pendidikan tinggi seperti SMA dan Akademi. Hal ini
dilatarbelakangi karena memang tidak banyak mempunyai cukup bekal
ilmu dan keterampilan serta pengalaman yang sesuai dengan pekerjaan
yang ditawarkan. Sering mereka mengambil keputusan bekerja diluar ilmu
dan pengetahuan yang mereka peroleh.
3. Pengalaman : Menurut sukandi (2003) sumber ilmu pengetahuan
seseorang manusia bisa memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan
tertentu melalui pengalaman, baik secara individual maupun dalam hidup
4. Media cetak : Mempunyai sumber pustaka yang cukup baik dan mudah
diperoleh dimasyarakat. Mengingat bahwa informasi dari surat kabar dan
majalah mempunyai informasi dari surat kabar dan majalah mempunyai
informasi yang bersifat popular.
2.5.6. Sosial budaya
Sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan
di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk
didalamnya sikap, perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.
(Soemarjan 2004).
Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompk tertentu yang
dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk didalamnya adalah pemikiran,
penuntun keputusan dan tindakan dan prilaku seseorang. Selain itu nilai budaya
dalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau
pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga
mempengaruhi tindakan dan keputusan.
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), budaya adalah
merupakan factor predisposisi yang dapat menjadi factor pendukung atau factor
penghambat suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih implant
sebagai alat kontrasepsi.
Aspek sosial budaya yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi:
a. Pengaruh tradisi
Tradisi dari masyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,
b. Pengaruh sikap fatalistis
Adalah sikap yang terbiasa pasrah dengan situasi yang ada, tanpa mencoba
dan berusaha dengan alternatif lain yang lebih baik.
c. Pengaruh sikap Ethnocentis
Adalah sikap yang memandang kebudayaannya sendiri yang paling baik, jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
d. Pengaruh bangga pada statusnya
Perasan bangga terhadap budayanya, berlaku pada semua orang.
e. Pengaruh norma
Sikap yang disesuaikan dengan norma/kaidah- kaidah yang berlaku sesuai
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai factor-faktor yang
mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.
Untuk memperjelas arah penelitian ini maka dapat digambarkan kerangka
konseptual sebagai berikut:
3.2 Defenisi Konseptual
3.2.1 Usia atau umur adalah Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak
dilahirkan atau diadakan hidup, nyawa. (Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Modern, 2004)
3.2.2 Pendidikan adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik individu atau kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Notoatmodjo,
2003)
3.2.3 Ekonomi adalah Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
oleh manusia dalam memproduksi maupun memperoleh barang dan jasa
untuk kehidupannya. (Sukirno, 1994)
3.2.4 Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan tehadap suatu objek tertentu, penginderaan,
penciuman, rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. (Soekidjo, 2002)
3.2.5 Sosial Budaya adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di
dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam
masyarakat. (Soemarjan, 2004) Mengatakan bila perubahan sosial budaya
menunjuk pada modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia.
3.3. Defenisi Operasional
3.3.1. Usia adalah umur wanita yang menjadi akseptor KB sesuai dengan yang
telah didata dari puskesmas melur yaitu berumur 18- 46 tahun.
Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 2.
Skala ukur ordinal
Skala hasil adalah :
a. < 20 tahun
b. 20 – 35 tahun
3.3.2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang pernah dilalui akseptor KB
ditandai dengan ijazah.
Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 3
Skala ukur ordinal
Skala hasil adalah :
a. SD
b. SMP
c. SMU
d. Perguruan Tinggi
3.3.3. Ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga setiap bulan dari akseptor
KB.
Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 7
Skala ukur ordinal
Skala hasil adalah :
a. Rendah : < Rp. 710.000
b. Menengah : Rp. 710.000 – Rp. 2.000.000
c. Tinggi : > Rp. 2.000.000
3.3.4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang akseptor tidak memilih implant
setelah melakukan, melihat, dan mendengarkan sesuatu hal-hal meliputi :
1. Pengertian implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 1
2. Jenis-jenis implant
3. Mekanisme kerja implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 3
4. Efektifitas implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 4
5. Indikasi/yang boleh menggunakan implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 5 dan 6
6. Kontraindikasi/yang tidak boleh menggunakan implant
Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner nomor 7 dan 8
7. Keuntungan implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 9,10,11 dan 12
8. Kerugian implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 13,14,15,dan 16
9. Waktu pemasangan implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 17 dan 18
10.Efek samping implant
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 19
11.Tempat pemasangan implant
Terdapat pda pertanyaan kueioner nomor 20
Cara ukur dengan menghitung jawaban responden dalam 20 pertanyaan
kuesioner
Skala ukur ordinal
Skala hasil adalah :
a. Kurang baik, bila menjawab benar < 50% (< 11soal )
3.3.5. Sosial Budaya adalah perubahan sosial yang terjadi dalam aspek sosial
budaya kehidupan akseptor yang dipengaruhi oleh :
a. Pengaruh tradisi/sikap terbiasa dengan kebiasaan lama
Tedapat pada pertanyaan kuesioner nomor 1 dan 2
b. Pengaruh sikap fatalistis/sikap terbiasa pasrah dengan situasi yang ada
tanpa mencoba hal yang baru yang lebih baik
Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner 3
c. Pengaruh sikap ethnocentis/sikap yang memandang kebudayaannya
yang lebih baik jika dibanding kebudayaan lain
Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner nomor 4
d. Pengaruh bangga pada statusnya berlaku pada semua orang
Terdapat pada pertayaan pada kuesioner nomor 5 dan 6
e. Pengaruh norma/sikap yang diesuaikan dengan norma atau kaidah
yang berlaku sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki
Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 7 dan 8
Cara ukur dengan menghitung jawaban responden dalam 8 pertanyaan
kuesioner
Skala ukur ordinal
Skala hasil adalah :
a. Berpengaruh positif, bila menjawab tidak >50% (>4, soal)
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan desain
penelitian deskriptif, yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.
4.2. Lokasi dan Tempat Penelitian
4.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi
Pekanbaru tahun 2008.
4.2.2. Waktu
Dilaksanakan pada bulan agustus 2007- bulan juni tahun 2008
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti.Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh akseptor KB yang berkunjung di puskesmas Melur
Pekanbaru, yaitu sebanyak 1036 peserta KB aktif.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang akan diteliti. Sampel dalam
responden yang tidak tetap tiap bulannya, dilakukan dengan mengambil
responden yang kebetulan ada yaitu 91 orang.
4.1 Pertimbangan Etik
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin
kepada Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Sumatera
Utara, dan mengajukan permohonan izin kepada kepala Puskesmas Melur tempat
peneliti melakukan penelitian untuk mengambil data dalam bentuk penyebaran
kuesioner.
Sebelum menyebarkan kuesioner terlebih dahulu peneliti memberikan
lembaran persetujuan (informed consent) menjadi responden dan di berikan
kepada calon responden yang akan diteliti peneliti akan menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin akan terjadi
selama dan sesudah penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani
dengan pengisian lembaran persetujuan yang dilanjutkan dengan pengisian
lembaran kuesioner. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden jika
memilih untuk menarik diri dari pertanyaan ini untuk menghargai hak-hak
responden.
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencamtumkan nama
responden pada lembaran kuesioner, tetapi menggunakan nomor kode responden
4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dilakukan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
diinformasikan oleh peneliti dan disusun secara tertutup serta berisikan
pertanyaan yang harus di jawab responden. Instrumen ini terdiri dari beberapa
bagian yaitu data demografi, data pengetahuan akseptor tentang implant.
4.3 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data berupa data primer yaitu data yang di peroleh
langsung dari subjek penelitian mengunakan kuesioner yaitu dengan cara
mengajukan kepada responden yang dijadikan objek penelitian dan data.
4.4 Pengolahan Data
Data diperoleh secara manual dengan langkah-langkah pengolahan
data yaitu :
a. Editing
Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat
kesalahan dan kecurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan
pemeriksaan yang dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Data yang telah diubah kedalam kode atau angka nama responden berubah
menjadi kode angka.
c. Tabulating
Menghitung data yang telah lengkap, sesuai dengan variablenya
4.5Analisa Data
Analisa data yang dilakukan adalah analisa univariat dengan melakukan
pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden lalu tampilkan dalam
table distribusi frekuensi, kemudian di cari besarnya persentase untuk
masing-masing jawaban responden. Semua variabel yang ada dianalisa secara deskriptif
dengan menghitung distribusi frekuensi, kemudian dibandingkan dengan teoritis
5.1. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas Melur
Pekanbaru tahun 2008 dari 91 responden telah diperoleh hasil penelitian sebagai
berikut:
5.1.1 Usia
Usia adalah umur wanita yang menjadi akseptor KB. Berdasarkan usia
responden didapat data dari 91 responden yang tidak memilih implant sebagai alat
kontrasepsi diketahui lebih banyak responden berusia diatas 35 tahun yaitu
40 responden (44%), berusia 20 -35 tahun ada sebanyak sebanyak 31 responden
(34,0%) dan berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 20 responden (22,0%). Secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No Umur Akseptor KB f %
1 < 20 tahun 20 22.0
2 20 – 35 tahun 31 34.0
3 > 35 tahun tahun 40 44.0
5.1.2 Pendidikan
Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang pernah dilalui akseptor KB
ditandai dengan ijazah. Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang tidak memilih
implant sebagai alat kontrasepsi didapat sebanyak 39 responden (42,9%) tamatan
SLTP, sedangkan persentase terendah tamatan perguran tinggi yaitu sebanyak
3 responden (3,2%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.1.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No Pendidikan f %
Ekonomi adalah tigkat pendapatan keluarga setiap bulan akseptor KB.
Berdasarkan kondisi ekonomi responden yang tidak memilih implant sebagai alat
kontrasepsi diketahui sebanyak 48 responden (52,7%) mempunyai pendapatan
keluarga antara Rp. 710.000 – Rp. 2.000.000 per bulan atau termasuk kategori
menengah dan kategori terendah yakni pendapatan berkisar kurang dari Rp. 710.00
per bulan ada sebanyak 30 responden (33%). Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 5.1.3
Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Ekonomi Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No Kondisi Ekonomi f %
1 Tinggi 13 14.3
2 Menengah 48 52.7
3 Rendah 30 33.0
Total 91 100
5.1.4 Pengetahuan Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan akseptor KB
yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi adalah segala sesuatu yang telah
diketahui akseptor tidak memilih implant setelah melakukan, melihat, dan
mendengarkan sesuatu meliputi hal-hal ; Pengertian implant, jenis-jenis implant,
mekanisme kerja implant, efektifitas implant, indikasi implant, kontraindikasi
implant, keuntungan dan kerugian implant, waktu pemasangan, efek samping, dan
tempat pemasangan implant. Berdasarkan jawaban responden terhadap 20 pertanyaan
pengetahuan diketahui 62.6% responden menjawab benar tentang pengertian implant,
namun responden banyak yang menjawab salah tentang jenis-jenis implant (75.8%).
Pada pertanyaan tentang mekanisme kerja implant diketahui sebesar 52,7% menjawab
benar. Pada pertanyaan tentang indikasi yang boleh menggunakan implant pada ibu
menyusui sebesar 95,6% menjawab salah dan indikasi wanita yang tidak boleh
menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai
Mengenai kontraindikasi yang tidak boleh menggunakan implant, khusus
kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalami kanker payudara
atau riwayat kanker payudara dijawab salah sebesar 53,8% dan seluruhnya menjawab
benar (100%) mengenai ibu yang mengalami perdarahan yang tidak diketahui dengan
jelas penyebabnya tidak boleh menggunkan kontrasepsi implant. Pada pertanyaan
keuntungan menggunakan implant seluruh responden menjawab benar tentang
pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan implant. Pada pertanyaan
tentang waktu pemasangan implant hampir semuanya menjawab salah yaitu sebesar
51,6% dan 80,2%. Pada pertanyaan tentang efek samping, sebesar 51,6% menjawab
salah dan tempat pemasangan implant dapat dilakukan dibawah kulit pada bagian
lengan atas atau bawah dijawab salah sebesar 50,5%. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.1.4 a
Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Benar dan Salah Pada Pengetahuan Akseptor KB Tentang Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru
Tahun 2008
No
Pernyataan Benar Salah
f % f %
1
Implant merupakan suatu alat kontrasepsi yang mengandung hormon levonogestrel berupa kapsul lentur seukuran korek api yang disusukkan dibawah kulit.
57 62.6 34 37.4
2
Implanon yang terdiri satu batang putih lentur seukuran korek api termasuk salah satu jenis implant.
22 24.2 69 75.8
3
Mencegah dan menekan pertemuan sel telur dan sel sperma (ovulasi) atau mencegah kehamilan salah satu merupakan mekanisme kerja implant.
72 79.1 19 20.9
4
Implant termasuk alat kontrasepsi yang sangat efektif hampir 100% mencegah kehamilan.
85 93.4 6 29.7
5 Ibu yang menyusui boleh memakai
Tabel 5.1.4 a (Lanjutan)
No
Pernyataan Benar Salah
f % f %
6
Wanita yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai kontrasepsi implant
12 13.2 79 86.8
7
Kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalai kanker payudara atau riwayat kanker payudara
17 18.7 74 81.3
8
Ibu yang mengalami perdarahan yang tidak diketahui dengan jelas penyebabnya tidak boleh menggunkan kontrasepsi implant
91 100.0 0 0.0
9 Pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan implant 91 100.0 0 0.0
10 Implant memiliki perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun) 56 61.5 35 38.5
11 Dengan memakai implant dapat menganggu hubungan seksual 4 4.4 87 95.6
12 Wanita yang menyusui memakai implant dapat menganggu produksi ASI 20 22.0 71 78.0
13
Perubahan pola haid berupa bercak (spotting) merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada pemakaian kontrasepsi implant
46 50.1 45 45.5
14
Pemakaian implant dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau peningkatan berat badan
50 54.9 41 45.1
15
Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan dan perasaan mual dapat ditimbulkan pada pemakaian kontrasepsi implant
52 57.1 39 42.9
16
Pemakaian alat kontrasepsi implant dapat menurun efektifitasnya bila mengunakan obat
tuberculosis (TBC) dan obat epilepsy 48 52.7 43 47
17
Pemakaian implant dapat dilakukan setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7
53 58.2 38 4.8
18
Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin mengganti dengan kontrasepsi implant dapat dilakukan pemasangan setiap saat
52 57.1 39 42.9
19
Rasa nyeri pada lengan merupakan efek dari
pemakaian implant 53 58.2 38 41.8
20
Pemasangan implant dapat dilakukan dibawah kulit pada bagian lengan atas atau bawah
Dari 91 responden yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi lebih
banyak yang memiliki pengetahuan baik 51 responden (56%) dan memiliki
pengetahuan kurang baik 40 responden (40%). Secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.1.4 b
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB Tentang Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No Pengetahuan f %
1 Baik 51 56.0
2 Kurang baik 40 44.0
Total 91 100
5.1.5 Sosial Budaya
Sosial budaya adalah perubahan sosial yang terjadi dalam aspek sosial budaya
kehidupan akseptor yang dipengaruhi oleh ; Pengaruh tradisi/sikap terbiasa dengan
kebiasaan lama, sikap fatalistis/sikap pasrah dengan situasi yang ada,
ethnocentis/sikap yang memandang kebudayaanya lebih baik dari kebudayaan orang
lain, pengaruh bangga pada statusnya, dan pengaruh norma/sikap yang disesuaikan
dengan kaidah yang berlaku sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki.
Pada pernyataan sosial budaya dari 91 responden yang tidak memilih implant
menunjukkan sebesar 63,7% responden menyatakan bahwa tradisi/ sikap terbiasa
dengan kebiasaan lama memiliki pengaruh positif terhadap tidak memilih implant
sebagai kontrasepsinya dan menganggap implant merupakan kontrasepsi yang baru
dikenal (11%). Pernyataan sikap fatalistis berpengaruh negatif (89%) pada keputusan
berpengaruh positif (100%) terhadap tidak memilih implan sebagai kontrasepsinya.
Secar rinci dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1.5 a
Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Budaya Akseptor KB Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No
Pernyataan Ya Tidak
f % f %
1
Pemakaian alat kontrasepsi/KB yang dipakai saat ini bagi ibu merupakan kebiasaan turun temurun dari keluarga
58 63.7 33 36.3
2 Implant masih dianggap alat kontrasepsi yang baru dikenal ibu 10 11.0 81 89.0
3
Ibu akseptor tidak memilih KB implant karena KB implant tersebut merupakan alat kontrasepsi metode baru
10 11.0 81 89.0
4 Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini lebih baik daripada kontrasepsi/KB implant 91 100.0 0 0.0
5
Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini lebih mudah pemakaianya dari pada
kontrasepsi/KB implant 75
82.4 16 17.6
6
Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini tidak menganggu aktifitas ibu sehari-hari daripada mengunakan kontrasepsi/KB implant
40 44.0 51 56.0
7 Ibu akseptor tidak percaya bahwa KB implant
tidak diperbolehkan oleh agama 40 44.0 51 56.0
8
Ibu akseptor tidak yakin bahwa
kontrasepsi/KB mplant tidak menganggu aktifitas sehari-hari
40 44.0 51 56.0
Berdasarkan kategori keseluruhan sosial budaya didapat data dari 91
responden yang tidak memilih implant diketahui sebanyak 55 responden (60,4%)
menyatakan bahwa sosial budaya berpengaruh positif terhadap dirinya untuk tidak
memilih implant sebagai alat kontrasepsi yang akan digunakannya sedangkan 36
responden (39,6%) menyatakan sosial budaya berpengaruh negatif atas keputusan
Tabel 5.1.5 b
Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Budaya Akseptor KB Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008
No Sosial Budaya f 79.1%
1 Berpengaruh positif 55 60.4
2 Berpengaruh negatif 36 39.6
Total 91 100
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas Melur
Pekanbaru ditemukan sebagai berikut :
5.2.1 Usia Akseptor KB
Pada penelitian ini sebagian besar responden berusia diatas 35 tahun (44%)
dan minoritas responden berusia kurang dari 20 tahun (22%).
Hal ini sesuai dengan pendapat Hartanto (2002), secara umum pada usia
kurang dari 20 tahun, kemungkinan memiliki kontraindikasi medis terhadap
pemakaian alat kontrasepsi. Berbeda dengan diusia lebih dari 30 tahun, kemungkinan
memiliki kontraindikasi akan lebih besar dan dapat mengakibatkan timbulnya efek
samping dan komplikasi.
Demikian juga dengan pendapat Wulansari (2007), faktor usia seorang wanita
dapat mempengaruhi kecocokan metode kontrasepsi tertentu. Ibu sebelum
memutuskan untuk penggunaan jenis kontrasepsi apa yang ingin dipakainya, tentu
harus disesuaikan dengan kondisi ibu pada saat itu dan seberapa besar ibu mengetahui
5.2.2 Pendidikan Akseptor KB
Dalam penelitian ini lebih banyak responden berpendidikan SLTP
39 responden (42,9%), dan lebih sedikit responden berpendidikan
Akademik/Perguruan tinggi 3 responden (3,2%).
Hal ini sejalan dengan pendapat Wulansari (2007), Tingkat pendidikan tidak
saja mempengaruhi seseorang untuk memutuskan berKB namun juga mempengaruhi
orang tersebut untuk memilih jenis apa yang digunakannya. Memperlihatkan bahwa
metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan berpendidikan.
Dihipotesiskan bahwa wanita yan berpenidikan menginginkan keluarga berencana
yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil risiko yang terkait dengan sebagian
metode kontrasepsi.
Demikian juga dengan pendapat Siagian menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan
pengetahuan akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek yang
tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.
Dan hal ini juga didukung dengan pendapat Notoatmodjo (2003) menyatakan
bahwa seorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai permintaan
(demand) yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan
kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan
5.2.3 Ekonomi Akseptor KB
Berdasarkan hasil penelitian responden yang tidak memilih implant sebagai
alat kontrasepsi lebih banyak memiliki ekonomi menengah 48 responden
(52,7%),memiliki ekonomi rendah 30 responden (33%), dan memilki ekonomi tinggi
13 responden (14,3%).
Hal ini sesuai dengan pendapat Sutisna (2002) menyatakan prevalensi
penggunaan kontrasespsi dikalangan perempuan dengan tingkat kesejahteraan yang
paling rendah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan perempuan yang memiliki
tingkat kesejahteraan yang baik. Dengan kata lain individu dengan tingkat
kesejahteraan tinggi cenderung memilih untuk menggunakan jenis kontrasepsi tingkat
efektifitasnya baik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, seperti jenis IUD,
implant dan metode operatif.
Salah satu studi pada orang indian di Peru sebanyak 34 orang mendapatkan
adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan keputusan dalam
memilih jenis kontrasepsi.
5.2.4 Pengetahuan Akseptor KB
Berdasarkan hasil penelitian menujukkan sebesar 62,6% responden
mengetahui pengertian implant, sebesar 79,1% reponden mengetahui mekanisme
kerja implant, sebesar 93,4% responden mengetahui keefektifan implant. Namun
responden banyak juga yang kurang atau tidak mengetahui, seperi pada pernyataan
indikasi yang boleh menggunakan implant pada ibu menyusui sebesar 95,6%
hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai kontrasepsi implant dijawab
salah sebesar 95,6%. Mengenai kontraindikasi yang tidak boleh menggunakan
implant, khusus Kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalami
kanker payudara atau riwayat kanker payudara dijawab salah sebesar 81,3%.
Secara keseluruhan sebesar 56% responden yang tidak memilihimplant
sebagai alat kontrasepsi berpengetahuan baik mengenai implant dan 44% responden
yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi berpengetahuan kurang baik.
Meskipun tingkat persentase pengetahuan responden termasuk kategori baik, bukan
berarti mereka memilih implant sebagai alat kontrasepsinya, karena banyak faktor lain
yang mempengaruhi mereka untuk tidak menggunakan kontrasepsi tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan
dapat mendorong seseorang untuk berperilaku. Semakin banyak informasi tentang alat
kontrasepsi, semakin mudah seseorang tersebut untuk memutuskan jenis apa yang
akan digunakannya.
5.2.5 Sosial Budaya Akseptor KB
Hasil penelitian menemukan sosial budaya mempunyai pengaruh positif
terhadap dirinya untuk memutuskan tidak memilih implant sebagai kontrasepsinya
(60,4%). Hal ini dapat dilihat dari persentase tradisi yang mempengaruhi responden
untuk memilih kontrasepsi yang dipakainya saat ini (63,7%), sikap ethnocentis
berpengaruh positif (100%) terhadap tidak memilih implant sebagai kontrasepsinya.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Leiningger yang dikutip Soemarjan
dipelajari dan ditanggung bersama. Nilai budaya ini merupakan keinginan individu
atau cara bertindak yang dipilih atas dasar pengetahuan yang diketahuinya yang
dibenarkan sepanjang waktu sehingga mempengaruhi keputusan dan tindakannya.
Demikian juga dengan pendapat Notoatmodjo (2005) juga menyatakan tradisi
yang ada dimasyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan individu karena
masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah cukup lama. Seorang
akseptor KB yang tidak memilih jenis implant, kemungkinan tidak akan
menggantikan jenis kontrasepsi saat ini dengan yang lain karena adanya pengaruh dari
6.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan usia responden yang tidak memilih implant sebagai alat
kontrasepsi lebih banyak usia >35 Tahun.
2. Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang tidak memilih implant
sebagai alat kontrasepsi diketahui lebih banyak responden yang berpendidikan
SLTP dan lebih sedikit responden yang tidak memilih implant berpendidikan
Akademik/Perguruan Tinggi.
3. Berdasarkan kondisi ekonomi responden yang tidak memilih implant sebagai
alat kontrasepsi diketahui lebih banyak responden yang termasuk ekonomi
menengah dan lebih sedikit responden yang termasuk ekonomi tinggi.
4. Berdasarkan tingkat pengetahuan akseptor KB tentang implant diketahui lebih
banyak responden yang berpengetahuan baik.
5. Berdasarkan kategori keseluruhan sosial budaya diketahui bahwa lebih banyak
sosial budaya berpengaruh positif terhadap dirinya untuk tidak memilih