• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2008

RIA HERLINDA

NIM. 075102015

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

(2)

JUDUL : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008

NAMA : RIA HERLINDA

NIM : 075102015

PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU

PEMBIMBING

(3)

JUDUL : PERILAKU WANITA KLIMAKTREIUM DALAM MEMANFAATKAN POSYANDU LANSIA DI KAMPUNG JAWA WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBILAHAN KOTA-RIAU 2007

NAMA : RINI INDRIANI NIM : O75102006

PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU

PEMBIMBING

(4)

JUDUL : PERILAKU REMAJA DESA PETUARAN HILIR DUSUN VI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DALAM MENGHADAPI SEKS BEBAS

NAMA : SHERLY MELISA NIM : O75102054

PROGRAM STUDI : D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU

PEMBIMBING

(5)

Syukur alhamdulillah penulis kepada ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB Tidak Memilih Implant Sebagai Alat kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru 2008”yang merupakan tugas akhir studi diprogram diploma IV bidan pendidik Universitas Sumatra Utara.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan dapat berhasil berkat sumbangan jasa dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Chairuddin P Lubis,DTM&H, SpA (K), selaku Rector Universitas Sumatra Utara

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU

3. Prof. dr. Guslihan dasa tjipta, Spa (A), Ketua Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

4. dr. Murniati Manik, MSc, Spkk, selaku ketua program D IV bidan pendidik FK USU yang telah memberikan dorongan dan pengarahan kepada penulis untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini

5. Ibu Dewi Elizadiani Suza, Skp, MNS, selaku koordinator mata kuliah metodologi penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah

6. dr. Cut Adeya Adella, SPOG, selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan arahan untuk Karya Tulis Ilmiah

7. Ibu Dina Indarsita,Mkes, selaku pembimbing penyusunan karya tulis Ilmiah 8. dr. Rina Amelia, selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan

arahan untuk Karya Tulis Ilmiah

(6)

support dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini

12. Semua Pihak yang membantu dalam penyusunan Karya tulis Ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa Proposal Kary Tulis Ilmiah jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Karya tulis ini

Medan,1 Juni 2008

(7)
(8)

JUDUL KTI………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………

2.1. Keluarga Berencana……… 2.1.1. Pengertian keluarga Berencana ……… 2.1.2. Tujuan 2.4.1. Pengertian Implant

2.4.2 Jenis-Jenis Implant……… 2.4.3. Mekanisme Kerja Implant……… 2.4.4. Efektifitas Implant

2.4.5. Indikasi/Kontraindikasi Implant 2.4.6. Keuntungan Implant

2.4.7. Kerugian Implant

(9)

2.5.2. Pendidikan……… 2.5.3. Ekonomi……….. 2.5.4. Pengetahuan

2.5.5. Sosial Budaya

BAB III KERANGKA PENELITIAN………..

3.1. Kerangka Konsep……….. 3.2. Defenisi Opersional……… 3.3. Defenisi Operasional

BAB IV METODELOGI PENELITIAN………..

4.1. Desain Penelitian……… 4.2. Lokasi dan Tempat Penelitian………

4.2.1. Lokasi………..

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(10)

5.2.4. Pengetahuan Akseptor KB 5.2.5. Sosial Budaya Akseptor KB

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

(11)

Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 5.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Akseptor KB Yang Tidak Memili Implat Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008

Tabel 5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Ekonomi Akseptor KB Yang Tidak Memili Implat Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008

Tabel 5.1.4a. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Benar Salah Pada Pengetahuan Akseptor KB Yang Tidak Memili Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008

Tabel 5.1.4b. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB Yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008

Tabel 5.1.5a. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Ya Tidak Pada Sosial Budaya Akseptor KB Yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat

Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Taun 2008

(12)

ABSTRAK

Pada saat ini Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai masala lajunya pertumbuhan penduuk, sehingga penduduk iharapkan dapat mengontrol jumla anak dan mengatur jarak kelairan. Untuk itu diperlukan metode kontrasepsi yang sangat efektif yang dapat dijadikan pilihan untuk dipertimbangkan yaitu kontrasepsi implant.Diperoleh data dari seluruh puskesmas yang ada dipekanbaru ternyata di puskesmas melur tidak adanya pengguna kontrasepsi implant yaitu 0%

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi. Metode yang digunakan adalah metode yang bersifat deskriptif.Sampel penelitian ini adalah akseptor KB yang aktif yang menggunakan alat kontrasepsi di puskesmas melur. Sampelnya adalah 91 orang.

Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berusia >35 tahun 44%, lebih banyak berpendidikan SLTP 42,9%, mayoritas responden memiliki ekonomi menengah yaitu sebanyak 52,7%,Lebih banyak berpengetahuan baik 56%,dan Sosial budaya lebih banyak berpengaruh posif terhadap akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.

Untuk itu tenaga kesehatan lebi meninkatkan penyulihan kepada akseptor tentang metode kontrasepsi implant dan bekerjasama dengan BKKBN,juga diharapkan akseptor KB mempunyai motivasi untuk mencari informasi mengenai kontasepsi implant dari berbagai sumber.

(13)

ABSTRAK

Pada saat ini Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai masala lajunya pertumbuhan penduuk, sehingga penduduk iharapkan dapat mengontrol jumla anak dan mengatur jarak kelairan. Untuk itu diperlukan metode kontrasepsi yang sangat efektif yang dapat dijadikan pilihan untuk dipertimbangkan yaitu kontrasepsi implant.Diperoleh data dari seluruh puskesmas yang ada dipekanbaru ternyata di puskesmas melur tidak adanya pengguna kontrasepsi implant yaitu 0%

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi. Metode yang digunakan adalah metode yang bersifat deskriptif.Sampel penelitian ini adalah akseptor KB yang aktif yang menggunakan alat kontrasepsi di puskesmas melur. Sampelnya adalah 91 orang.

Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berusia >35 tahun 44%, lebih banyak berpendidikan SLTP 42,9%, mayoritas responden memiliki ekonomi menengah yaitu sebanyak 52,7%,Lebih banyak berpengetahuan baik 56%,dan Sosial budaya lebih banyak berpengaruh posif terhadap akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.

Untuk itu tenaga kesehatan lebi meninkatkan penyulihan kepada akseptor tentang metode kontrasepsi implant dan bekerjasama dengan BKKBN,juga diharapkan akseptor KB mempunyai motivasi untuk mencari informasi mengenai kontasepsi implant dari berbagai sumber.

(14)

1.1Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

termasuk Indonesia adalah masih tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP).

Secara sederhana dapat disebutkan bahwa penduduk akan terus bertambah selama

jumlah kelahiran melebihi dari jumlah yang meninggal ditambah dengan migrasi

masuk. (BKKBN, 2004)

Indonesia adalah negara yang berkembang. Sebagai salah satu negara

berkembang Indonesia juga tidak luput dari masalah laju pertumbuhan penduduk.

Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 tercatat jumlah penduduk Indonesia

adalah 178.500.000 jiwa, kemudian pada sensus penduduk tahun 2000 Indonesia

memiliki 205.843.000 jiwa dan pada sensus penduduk terakhir tahun 2004 jumlah

penduduk Indonesia meningkat menjadi 217.854.000 jiwa. Penyebaran jumlah

penduduk tidak merata, penduduk Inonesia banyak berdiam di Pulau Jawa dan

Sumatra. (BPS, 2004)

Khusus untuk pulau Sumatera, Riau tercatat sebagai provinsi memiliki

jumlah penduduk terpadat ke empat. Pada tahun 2003 penduduk provinsi Riau

4.413.432 jiwa dan meningkat tajam tahun 2004 menjadi 4. 491.393 jiwa. Ini

disebabkan Riau berkembang pesat sebagai provinsi yang memiliki

(15)

Apalagi Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau yang kini berkembang

menjadi pusat bisnis, pendidikan dan budaya sehingga kota pekanbaru memiliki

penduduk terpadat di provinsi Riau dengan jumlah penduduk 666.902 jiwa pada

sensus tahun 2003 dan meningkat menjadi 693.912 jiwa pada sensus tahun 2004.

(BPS, 2004)

Besarnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

budaya, pendidikan, perkawinan pertama, menggunakan atau tidak menggunakan

alat kontrasepsi.

Berdasarkan Visi dari program keluarga berencana (KB) yaitu

mewujudkan keluarga berkualitas pada tahun 2015 yang diwujudkan melalui

keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri mempunyai jumlah anak yang ideal,

berwawasan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan YME,

sedang Misinya adalah pemberdayaan dan pergerakkan masyarakat untuk

membangun keluarga kecil berkualitas menggalang kemitraan dalam peningkatan

kesejahteraan kemandirian, ketahanan keluarga dan berkualitas perusahaan

pelayanan, meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan

kesejahteraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB Nasional,

Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan

dalam kandungan sampai usia lanjut. (BKKBN 2002)

KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah

dan jarak kehamilan dengan meggunakan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah cara

untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat atau obat-obatan. Salah satu alat

(16)

Implant adalah salah satu kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas

yang cukup tinggi, metode kontrasepsi hormonal degan metode jangka panjang

5 tahun dan bersifat reversible dimana efek perdarahan lebih ringan tidak

menaikkan tekanan darah resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil

dibandingkan dengan alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) serta efektif

di gunakan pada wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung

estrogen. Maka dengan kondisi tersebut seharusnya minat akseptor dengan pilihan

alat kontrasepsi ini banyak. (Hanifa, 1999)

Implant adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif; hampir 100%

efektif mencegah kehamilan. Penelitian (Silvin, 1988; Darney et al, 1990)

menunjukkan bahwa pada tahun ke-1 dan ke-2, terjadi sebanyak 0,2 kehamilan

per 100 wanita selama tahun pemakaian. Pada tahun ke-3, angka kehamilan pada

pemakaian implant adalah 0,9 per 100 wanita selama tahun pemakaian, dan

selama tahun ke-4 dan ke-5, angka kehamilan 0,5 dan 1,1 per 100 wanita selama

tahun pemakaian. (Everett, 2008)

Riset menunjukkan bahwa 80% siklus menstruasi wanita kembali

ke normal atau ke pola sebelum uji coba dalam 3 bulan (Edwards dan Moore,

1999) yang menggambarkan reversibilitas implant.

Data yang di peroleh dari dinas kesehatan Pekanbaru tahun 2007,

Pasangan usia subur (PUS) 124.345 dengan jumlah akseptor KB aktif 87.531

orang, dimana akseptor KB yang menggunakan Metode Operatif Pria/Metode

Operatif Wanita berjumlah 2466 orang (2,56%). Implant 4.520 orang (5,16%),

(17)

(30,29%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah akseptor KB

implant lebih sedikit dibandingkan dengan alat kontrasepsi suntik, IUD, dan pil.

Bedasarkan data yang diperoleh dari puskesmas melur tahun 2006, peserta

KB aktif berjumlah 1213 orang, yang mana tidak ada akseptor yang memilih

implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas melur (0%), dan tahun 2007

akseptor KB berjumlah 1036 orang, yang mana pada tahun ini juga tidak ada yang

mengunakan implant sebagai alat kontrasepsi (0%) sedangkan fasilitas implant

tersedia di puskesmas melur.

Sebagai alat kontrasepsi, mengingat keuntungan yang diperoleh yaitu efek

perdarahan lebih ringan dan terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika

dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain seperti IUD dan KB suntik, angka

tersebut sangat bertolak belakang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan

penelitian tentang ”FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT

KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008”.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Apakah faktor- faktor yang mempengarui akseptor KB tidak memilih

implant sebagai alat kontrasepsi di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi

(18)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Akseptor KB tidak

memilih KB implant sebagai alat kontrasepsi di wilayah puskesmas melur.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB

tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi usia

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB

tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi

pendidikkan

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB

tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi

Ekonomi

d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB

tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi

pengetahuan

e. Untuk mengetahui faktor-faktor yan mempengaruhi akseptor KB tidak

memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi sosial

budaya

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Akseptor KB

Sebagai sumber informasi akseptor KB tentang alat kontrasepsi implant

(19)

1.4.2 Bagi Puskesmas Melur Pekanbaru

Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan menjadi bahan bacaan

bagi puskesmas sehingga mengetahui gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi akseptor tidak memilih implant.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan

yang akan melakukan penelitian berikutnya.

1.4.4 Bagi Bidang Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Berencana

2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau

suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari

kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kehamilan yang diinginkan,

mengatur interval antara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam

keluarga, mengontrol saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami

istri. (Hanafi, 2003)

Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

(Rustam, 1998)

Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan

dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan

penjarangankelahiran. (Depkes RI Jakarta, 1996)

Akseptor KB adalah peserta keluarga berencana

Keluarga berencana menurut WHO (World Health Organization) expert

commite 1970 adalah tindakan yang membantu individu atau pasanan suami

istri untuk :

1. Mendapatkan objek-objek tertentu

(21)

3. Mendapatkan kelahiran yang diinginkan

4. Mengatur interval diantara kelahiran

5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami

istri

6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga

2.1.2.Tujuan

Tujuan keluarga berencana adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia

sejahtera yang menjadi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui

pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. (Prawirohardjo, 1999)

2.1.3. Manfaat

Peningkatan dan perluasan pelayanan keluara berencana merupakan

salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang

semakin tinggi akibat kehamilan yag dialami wanita. (Eriktapan, 2005)

2.1.4. Sasaran

Sasaran gerakan KB :

1. Pasangan usia subur, dengan PUS muda dengan paritas rendah

2. Generasi muda dan purna PUS

3. Pelaksana dan pengelola KB

4. Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.

(22)

2.2. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang

dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan.Maksud dari kontrasepsi

adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.

(Maryani, 2002)

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan atau

dengan kata lain pembatasan kelahiran.

2.3. Akseptor

Akseptor adalah orang yang menerima serta mengikuti, melaksanakan

program keluarga berencana. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997)

Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian,

meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia,

tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman efektif,

dengan metode yang dapat diterima, baik secara peseorangan maupun budaya

pada berbagai tingkat reproduksi. (Tempo, 2005)

2.4 Implant

2.4.1. Pengertian Implant

Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonogestrel

yang dibungkus dalam kapsul silastik-silicon dan disusukakkan dibawah kulit.

(23)

2.4.2. Jenis-jenis implant

a. Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan

panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg

levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun.

b. Implanon terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang

kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3

keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

c. Jadena dan indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi 75 mg

levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun. ( Saifuddin 2003 )

2.4.3. Mekanisme kerja implant

Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mg levonogestrel yang akan

dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mg. Konsep mekanisme kerjanya

sebagai progesterone, yakni :

a. Mengentalkan lendir servik uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma.

b. Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehinga idak

cocok untuk implantasi zygote.

c. Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi

Efek kontrasepsi implan norplan meupakan gabungan dari ketiga

mekanisme kerja tesebut. (Hanifa 1999)

2.4.4. Efektifitas Implant

1. Angka kegagalan implant = < per 100 wanita-pertahun dalam 5 tahun

(24)

2. Efektifitas implant berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun

ke 5 kira-kira 2,5-3% akseptor hamil (Hartanto, 2003)

2.4.5. Indikasi dan kontraindikasi

1. Indikasi pemakaian implant

Yang boleh menggunakan KB implant :

a. Wanita usia reproduksi

b. Wanita-wanita yang ingin memakai kontrasepsi untuk jangka

waktu yan lama tetapi tidak bersedia menjalani atau menggunakan

AKDR

c. Wanita-wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang

mengandung estrogen

d. Menyusui dan membutuhkan kontasepsi

e. Pasca persalinan tidak menyusui

f. Pasca keguguran

g. Tekanan darah < 180/100 mmHg, dengan masalah pembekuan

darah, atau anemia bulan sabit

2. Kontraindikasi implant

Yang tidak boleh menggunakan KB implant :

a. Hamil atau diduga hamil

b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya

c. Kanker payudara

d. Riwayat kehamilan ektopik

(25)

2.4.6. Keuntungan kontrasepsi implant

1. Daya guna tinggi

2. Perlindungan jangka panjang

3. Pengembalian tingkat kesuburanyang cepat setelah pencabutan

4. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

5. Bebas dari pengaruh estrogen

6. Tidak menganggu kegiatan senggama

7. Tidak menganggu ASI

8. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan

9. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

(Prawihardjo, 2003)

2.4.7. Kerugian implant

1. Perubahan haid berupa perdarahan bercak (spotting)

2. Hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid

3. Amenorea

4. Nyeri kepala

5. Peningkatan atau penurunan berat badan

6. Nyeri payudara

7. Perasaan mual

8. Pening atau pusing kepala

9. Perubahan perasaan atau kegelisahan

10.Membutuhkan tindak pembedahan minor untukninsersi dan

(26)

11.Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini

sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk

pencabutan

12.Efektifitasnya menrun apabila menggunakan obat-obatan tuberculosis

atau obat epilepsy

2.4.8. Waktu Pemasangan Implant

1. Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7 tidak

diperlukan metode kontrasepsi tambahan

2. Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi

kehamilan, bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan

melakukan hubungan seksal, atau menggunakan kontrasepsi lainnya

untuk 7 hari saja

3. Bila menyusui antara 6 mingu sampai 6 bulan pasca persalinan insersi

dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu

memakai metode kontrasepsi lain

4. Bila setelah 6 minggu melairkan dan telah terjadi haid kembali, insersi

dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangna melakuka hubungan seksual

selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari

saja

5. Bila kontrasespsi sebelumnya adalah kotrasespsi suntuikan, implant

dapat diberikan pada saat jadwal kontrasespsi suntukan tersebut. Tidak

(27)

6. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin

menggantinya dengan implant, Implant dapat diinsersikan pada saat

haid hari ke-7 hari dan klien jangan melakukan hubungan seksual

selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja

AKDR segera dicabut

7. Pasca keguguran implant dapat segera diinsersikan (Prawihardjo,2003)

Waktu yang paling baik untuk pemasangan implant adalah sewaktu haid

berlangsung atau masa pra ovulasi dari siklus haid, sehingga adanya

kehamilan dapat disingkirkan. (Hanifa, 1999)

2.4.9. Prosedur pemasangan dan pencabutan implant

1. Prosedur Pemasangan

a. Persiapan klien

Walaupun kulit dan integuman sulit untuk di sterilkan, pencucian

dan penberian antiseptik pada daerah operasi tempat implan akan

dipasang dapat mengurangi jumlah mikroorganisme di daerah kulit

klien.

b. Persiapan alat

Adapun alat-alat yang harus dipersiapkan untuk pemasangan

implant adalah meja pireksa untuk berbaring klien, batang imoplan

dalam kantumg, kain penutup steril serta mangkok untuk tempat

meletakkan implan norplant, sepasang sarung tangan, karet yang

steril atau DTT, sabun untuk mencuci tangan, larutan antiseptik

(28)

trokar nomor 10, calpel nomor 11, kasa pembalut, ben aid, atau

plrster, kasa steril, bak atau tempat instrumen.

2. Teknik insersi implant

Pemasangan dilakukan pada bagian dalam lengan atas atau bawah,

kira-kira 6-8 cm, diatas atau dibawah siku, melalui insisi tunggal,

dalam bentuk kipas, dan dimasukkan tepat dibawah kulit

Untuk memasang norplant

a. Letakkan lengan akseptor yang akan dipasang norplant diatas

penyangga.

b. Pakailah sarung tangan. Bukalah tempat alat-alat yang telah steril

dan aturlah alat-alat sedemikian rupa agar mudah dicapai

c. Cucilah daerah lengan tempat pemasangan tersebut dengan sabun

antiseptik dan berila betadin (atau antiseptik lainnya)

d. Pasanglah kain steril yang berlubang besar yang biasa dipakai

untuk operasi pada lengan bawah danlenga atas

e. Letakkan ke 6 kapsl berjejer seperti bentuk kipas

f. Isilah semprit dengan zat anastesi local sebanyak 2,5 cc.Suntikan

jarum semprit yang berisi zat anastesi local tadi hingga dibawah

kulit ditempat dimana norplant akan dimasukkan dan lepaskan 0,5

cc. Kemudian tanpa memindahkan jarum, masukkan kebawah kulit

sekitar 4 cm, hal ini akan membuat kulit terangkat dari jaringan

lunak dibawahnya. Kemudian tarik jarum pelan-pelan seingga

(29)

1 ml diantara tempat untuk memasang, kapsul 1 dan 2, selanjutnya

diantara kapsul 3 dan 4 serta 5 dan 6.

g. Dengan pisau scalpel dibuat insisi 2 mm sejajar dengan lengkung

siku.

h. Masukkan ujung trokar melalui insisi

Terdapat 2 garis yanda batas pada trokar, satu dekat ujung, lainnya

dekat pangkal trokar. Dengan perlahan-lahan trokar dimasukkan

sampai mencapai garis batas dekat pangkal trokar, kurang lebih

4-4,5 cm, trokar dimasukkan sambil melakukan tekanan keatas dan

tanpa merubah sudut pemasukan.

i. Msukkan implan kedalam trokarnya

Dengan batang pendorong, implan didorong perlahan-lahan

keujung trokar sampai terasa adanya tahanan. Dengan batang tetap

stationer, trokar perlahan-lahan ditarik kembali sampai garis batas

di dekat ujung trokar terlihat pada insisi an terasa implan nya

“melonjat keluar” dari trokarnya. Jangan keluarkan trokarnya, raba

lengan dengan jari untuk memastikan implan sudah berada pada

tempatnya dengan baik.

j. Ubah arah trokar sehingga implan berikutnya berada 15 dari

implan sebelumnya. Letakkan jari tangan pada implan sebelumnya.

Masukkan kembali trokar sepanjang pinggir jari tangan sampai

garis batas dekat pangkal trokar. Masukkan implan kedalam trokar.

Selanjutnya seperti pada butir Ulangi lagi prosedur tersebut

(30)

k. Setelah semua implan terpasang, lakukan penekanan pada tempat

luka insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan. Lalu

ke pinggir insisi ditekan sampai berdekatan dan ditutup dengan

plester. Tidak diperlukan penjahitan luka insisi.

Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan dibalut

dengan kasa.

l. Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan dibalut

dengan kasa intuk mencegah perdarahan.

m. Nasihatkan pada akseptor agar luka jangan basah selama lebih

kurang 3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan-keluhan

yang mengganggu.

3. Teknik pengeluaran dan pengangkatan

Mengeluarkan implan umumnya lebih sulit dari pada insersi. Persoalan

dapat timbul bila implant di pasang terlalu dalam atau timbul jaringan

fibrous sekeliling implant.

Cara mengeluarkan implant:

a. Cuci lengan akseptor, lakukan tindakan antiseptis

b. Tentukan lokasi dari implan dengan jari-jari tangan dan dapat

diberi tanda dengan tinta atau apa saja.

c. Suntikkan anastesi local dibawah implant

d. Buat satu insisi 4 mm sedekat mungkin pada ujung-ujung implant

(31)

e. Keluarkan implant pertama yang trerletak paling dekat dengan

insisi atau yang terletak paling dekat dengan permukaan.

f. Sampai saat ini dikenal 4 cara pengeluaran/pencabutan norplant

Cara pop-out

Merupakan teknik pilihan bila memungkinkan karena tidak traumatis,

sekalipun tidak selalu mudah untuk mengeluarkannya.

Dorong ujung proksimal “kapsul” kearah distal dengan ibu jari seingga

mendekati lubang insisi, sementara jari telunjuk menahan bagian

tengah kapsul, sehingga ujung dital kapsul menekan kulit. Bila perlu,

bebaskan jaringan yang menyelubungi ujun kapsul dengan scapel.

Tekan dengan lembut ujung kapsul melaluui lubang insisi seinga ujung

tersebut akan “menyembut/pop-out” melalui lubang insisi. Kerjakan

prosedur yan sama untuk semua kapsul yang tertingal.

Cara standard

Bila cara pop-out tiak berhasil atau tidak mungkin dikerjakan, maka

dapat dipakai cara standar.

Jepit ujung distal kapsul dengan klem masquito, sampai kira-kira 0.5-1

cm dari ujung klemnya masuk dibawah kulit melalui lubang insisi.

Putar pegangan klem pada posisi 180 disekitar sumbu utamanya

mengarah ke bahu akseptor. Bersihkan jaringan-jarinan yang

menempel disekeliling klem dan kapsul dengan scapel ataiu kasa

sterril sampai kapsul terlihat jelas. Tangkap ujung kapsul yang sudah

(32)

kapul dengan klem crille.Cabut atau keluarkan kapsul-kapsul lainnya

denan cara yang sama.

Cara “u”

Teknik ini dikembangkan oleh Dr.Untung Prawirohardjo dari

semarang dibuat insisi memanjang selebar 4 mm, kira-kira 5 mm

proksimal dari ujung distal kapsul, diantara kapsul ke 3 an kapsul 4.

Kapsul yang akan dicabut difiksasi dengn meletakkan jari telunjuk

tangan kiri sejajar di samping kapsul. Kapsul dipegang kurang lebih

5 mm dari ujung distalnya. Kemudian klem diputar kearah pangkal

lengan atas atau bahu akseptor sehingga kapsul terlihat dibawah

lubang insisi dan dapt dibersihkan dari jaringan-jaringan yang

menyelubunginya dengan scapel, untuk seterusnya dicabut keluar.

Cara tusuk Ma

Memakai alat Bantu kawat atau jari roda sepeda, satu ujun

dilengkungkan sepanjang 0.5-0.75 cm dengan sudut 90 dan diperkecil

serta diruncingkan, sedamkan ujung yang lain di lengkungkan satu

bidang dengan lengkungan runcing tadi dan dipakai untuk pegangan

oprator. Setelah kapsul di kepit dengan pinset atau klem artetri,

jaringan ikat di besihkan dengan pisau sampai kapsul tampak putih

kemudian alat tusuk Ma ditusukkan pada kapsul serta terus dikait

keluar. Atau setelah kapsul di jepit dengan pinset, alat tusuk Ma

(33)

pinset dilepaskan dan dengan pissau kapsul di bebaskan dari ajringan

ikat lalu diangkat keluar dari luka insisi.

g. Berikan anastesi lagi bila diperlukan, untuk mengeluarkan implan

yang lain

h. Tutup dan lluka insisi seperti pada saat insersi. Bila akseptor ingin

implan yang baru, hal ini apat segera dilakukan

i. Upaya pencabutan keenam kapsul noorplandibatasi sampai 45

menit. Bila dala waktu tersebut tidak semua kapsul berhasil

dikeluarkan, maka prosedur pencabutan dihentikan, dan upaya

pencabutan kembali sisa kapsul yang masih tertingal diulangi lagi

kira-kira 2-4 minggu kemudian

j. Setelah selesai dengan pencabutan keenam kapsul noorplant,

rendam semua alat-alat yang sudah dipakai dalam cairan klorin

untuk dekontaminasi alat-alat tersebut. (Harianto, 2003)

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Akseptor Tidak Memilih Implant

2.5.1 Usia

Usia atau umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau

diadakan hidup, nyawa. (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, 2004)

Usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokkan metode kontrasepsi

tertentu. Dua kelompok pemakai alat kontrasepsi remaja atau usia muda (20-30)

dan wanita perimenapause atau usia tua (31-40) perlu mendapatkan perhatian

(34)

Secara umum remaja (usia muda) kecil kemungkinannya memiliki

kontraindikasi medis terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Berbeda dengan

remaja wanita perimenaupause (usia tua) lebih besar kemunkinannya memiliki

kontraindikasi medis, karena usia ibu relatif tua akan mengakibatkan sampingan

dan komplikasi. Pada usia tua ini pil oral kurang dianjurkan

Pelayanan kontrasepsi di Indonesia berdasarkan usia di katagorikan

menjadi 3 fase untuk mencapai sasaran yaitu ; fase menunda atau mencegah

kehamilan dengan usia < 20 tahun, fase menjarangkan dengan usia 20 – 35 tahun,

fase mengakhiri > 35 tahun

Penurunan fertilitas selain karena tingkat pemakaian kontrasepsi yang

meningkat dari tahun ke tahun juga terkait dengan makin meningkatnya usia

perkawinan pertama perempuan maupun usia melahirkan. Pada tahun 1994

di Indonesia ada pada kelompok usia 20-24 tahun maka pada tahun 2003 telah

bergeser ke kelompok usia 25-29.

2.5.2 Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang di rencanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga

dapat melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan factor-faktor

social prilaku demografi, seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan.

Pendidikan juga merupakan salah satu factor yang mempengaruhi persepsi

(35)

Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang terhadap

memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2003).

Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan

keluarga berencana, tetapi juga pemilihan suatu metode (Wulansari, 2002).

Menurut Siagian (1999), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakkan

pengetahuan dan keterampilan yang dimilkinya. Penggunaan pengetahuan akan

meningkatkan pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang tentu saja akan

mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

Menurut GBHN Pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah serta

berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu proses belajar

yang menghasilkan kemampuan tertentu, kemampauan itu diperoleh dari 3 tempat

yakni, didalam keluarga (pendidikan informal), disekolah (Pendidikan Formal)

dan didalam masyarakat (pendidikan non formal). (Notoatmodjo, 2005)

Beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa metode kalender

(alamiah) lebih banyak diunakkan oleh pasangan yang lebih berpendidikan

2.5.3 Ekonomi

Ekonomi merupakan bagian ilmu social yang berfungsi untuk meneliti,

mempelajari, menganalisa, berbagai kesulitan yang muncul disaat manusia

berkeinginan memenuhi kebutuhan hidup dengan sumber-sumber ekonomi yang

(36)

Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia

dalam memproduksi maupun memperoleh barang dan jasa untuk memenuhi

kehidupannya.

Dalam keseharian kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan

berhadapan dengan kesulitan-kesulitan ekonomi yan dapat menghalangi manusia

untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. (Sutisna, 2002)

Pemakai individual lebih memperhatikan keterbatasan anggaran harian

mereka sendiri. Salah satu studi pada orang Indian Quechua di peru (34)

mendapatkan hubungan yang signifikan antara pendapatan dan keputusan dalam

pemilihan kontrasepsi. Dalam suatu survei di Brazil, biaya di cantumkan sebagai

kendala utama.

Tingkat kesejahteraan kehidupan keluarga

Tingkat kesejahteran keluarga dapat dikatagorikan mejadi 3 kelompok :

a. Keluarga sempurna sejahtera, yaitu keluarga yang sudah memenuhi kebutuhan

dasar hidup manusia sandang,pangan, perumahan,pendidikan,hiburan dan

pekerjaan serta komunikasi dan informasi. Dengan jumlah penghasilan

> 2.000.000 / bulan

b. Keluarga sejahtera, yaitu keuarga yang belum memenui kebutuhan dasar

minimal yang berupa cukup sandang, pangan, dan perumahan yang layak.

Dengan jula penghasilan 710.000 – 2.000.000 / bulan

c. Kelurga prasejahtera, yaitu keluarga yan belum memenuhi kebutuhan dasar

minimal yag berupa cukup sandang, pangan, dan perumhan yang layak dengan

jumla penghasilan < 710.000 / bulan

(37)

Prevalensi penggunaan kontrasepsi di kalangan perempuan dengan tingkat

kesejahteraan paling rendah masih jauh tertinggal dibandingkan di kalangan

perempuan dengan tingkat kesejahteraan paling tinggi. Kelompok dengan tingkat

kesejahteraan terendah cenderung memakai metode kontrasepsi suntikan,

sedangkan kelompok dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi cenderung

memakai metode kontrasepsi jangka panjang implant dan metode operatif, yang

tingkat efektivitasnya cukup tinggi. Pemerintah bertanggung jawab untuk

menyediakan pelayanan KB gratis kepada kelompok penduduk miskin. Namun

demikian, kebijakan untuk memberikan gratis kontrasepsi kepada penduduk

miskin tidak selalu diikuti dengan pembebasan biaya untuk pelayanan, terutama

pada fasilitas pelayanan swasta. Oleh karena itu penduduk dengan tingkat

kesejahteraan terendah masih mengeluarkan uang untuk membayar

pelayanan KB.

2.5.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi

melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengetahuan semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang semakin tinggi tingkat intelektualnya.

(38)

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab

pertanyaan “What“ misalnya apa air, apa manusia, dan sebagainya.

(Soekidjo, 2002)

Menurut Notoatmodjo, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu, sebagai berikut :

1. Pendidikan : Menurut GBHN Pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah

serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu

proses belajar yang menghasilkan kemampuan tertentu, kemampauan itu

diperoleh dari 3 tempat yakni, didalam keluarga (pendidikan informal),

disekolah (pendidikan formal) dan didalam masyarakat (pendidikan non

formal).

2. Pekerjaan : Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan enan pengalaman

yang didapat di tempat kerjanya. Menurut Elizabet B. Harloek banyak

orang bingung tentang apa yang mereka kerjakan dalam hidupnya setelah

selesai dari pendidikan tinggi seperti SMA dan Akademi. Hal ini

dilatarbelakangi karena memang tidak banyak mempunyai cukup bekal

ilmu dan keterampilan serta pengalaman yang sesuai dengan pekerjaan

yang ditawarkan. Sering mereka mengambil keputusan bekerja diluar ilmu

dan pengetahuan yang mereka peroleh.

3. Pengalaman : Menurut sukandi (2003) sumber ilmu pengetahuan

seseorang manusia bisa memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan

tertentu melalui pengalaman, baik secara individual maupun dalam hidup

(39)

4. Media cetak : Mempunyai sumber pustaka yang cukup baik dan mudah

diperoleh dimasyarakat. Mengingat bahwa informasi dari surat kabar dan

majalah mempunyai informasi dari surat kabar dan majalah mempunyai

informasi yang bersifat popular.

2.5.6. Sosial budaya

Sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan

di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk

didalamnya sikap, perilaku diantara kelompok dalam masyarakat.

(Soemarjan 2004).

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompk tertentu yang

dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk didalamnya adalah pemikiran,

penuntun keputusan dan tindakan dan prilaku seseorang. Selain itu nilai budaya

dalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau

pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan dan keputusan.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), budaya adalah

merupakan factor predisposisi yang dapat menjadi factor pendukung atau factor

penghambat suatu prilaku kesehatan seperti Akseptor KB tidak memilih implant

sebagai alat kontrasepsi.

Aspek sosial budaya yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi:

a. Pengaruh tradisi

Tradisi dari masyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,

(40)

b. Pengaruh sikap fatalistis

Adalah sikap yang terbiasa pasrah dengan situasi yang ada, tanpa mencoba

dan berusaha dengan alternatif lain yang lebih baik.

c. Pengaruh sikap Ethnocentis

Adalah sikap yang memandang kebudayaannya sendiri yang paling baik, jika

dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.

d. Pengaruh bangga pada statusnya

Perasan bangga terhadap budayanya, berlaku pada semua orang.

e. Pengaruh norma

Sikap yang disesuaikan dengan norma/kaidah- kaidah yang berlaku sesuai

(41)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai factor-faktor yang

mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.

Untuk memperjelas arah penelitian ini maka dapat digambarkan kerangka

konseptual sebagai berikut:

3.2 Defenisi Konseptual

3.2.1 Usia atau umur adalah Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak

dilahirkan atau diadakan hidup, nyawa. (Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia Modern, 2004)

3.2.2 Pendidikan adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain baik individu atau kelompok atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Notoatmodjo,

2003)

(42)

3.2.3 Ekonomi adalah Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan

oleh manusia dalam memproduksi maupun memperoleh barang dan jasa

untuk kehidupannya. (Sukirno, 1994)

3.2.4 Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan tehadap suatu objek tertentu, penginderaan,

penciuman, rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. (Soekidjo, 2002)

3.2.5 Sosial Budaya adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di

dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di

dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam

masyarakat. (Soemarjan, 2004) Mengatakan bila perubahan sosial budaya

menunjuk pada modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia.

3.3. Defenisi Operasional

3.3.1. Usia adalah umur wanita yang menjadi akseptor KB sesuai dengan yang

telah didata dari puskesmas melur yaitu berumur 18- 46 tahun.

Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 2.

Skala ukur ordinal

Skala hasil adalah :

a. < 20 tahun

b. 20 – 35 tahun

(43)

3.3.2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang pernah dilalui akseptor KB

ditandai dengan ijazah.

Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 3

Skala ukur ordinal

Skala hasil adalah :

a. SD

b. SMP

c. SMU

d. Perguruan Tinggi

3.3.3. Ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga setiap bulan dari akseptor

KB.

Terdapat pada pengisian identitas responden nomor 7

Skala ukur ordinal

Skala hasil adalah :

a. Rendah : < Rp. 710.000

b. Menengah : Rp. 710.000 – Rp. 2.000.000

c. Tinggi : > Rp. 2.000.000

3.3.4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang akseptor tidak memilih implant

setelah melakukan, melihat, dan mendengarkan sesuatu hal-hal meliputi :

1. Pengertian implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 1

2. Jenis-jenis implant

(44)

3. Mekanisme kerja implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 3

4. Efektifitas implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 4

5. Indikasi/yang boleh menggunakan implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 5 dan 6

6. Kontraindikasi/yang tidak boleh menggunakan implant

Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner nomor 7 dan 8

7. Keuntungan implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 9,10,11 dan 12

8. Kerugian implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 13,14,15,dan 16

9. Waktu pemasangan implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 17 dan 18

10.Efek samping implant

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 19

11.Tempat pemasangan implant

Terdapat pda pertanyaan kueioner nomor 20

Cara ukur dengan menghitung jawaban responden dalam 20 pertanyaan

kuesioner

Skala ukur ordinal

Skala hasil adalah :

a. Kurang baik, bila menjawab benar < 50% (< 11soal )

(45)

3.3.5. Sosial Budaya adalah perubahan sosial yang terjadi dalam aspek sosial

budaya kehidupan akseptor yang dipengaruhi oleh :

a. Pengaruh tradisi/sikap terbiasa dengan kebiasaan lama

Tedapat pada pertanyaan kuesioner nomor 1 dan 2

b. Pengaruh sikap fatalistis/sikap terbiasa pasrah dengan situasi yang ada

tanpa mencoba hal yang baru yang lebih baik

Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner 3

c. Pengaruh sikap ethnocentis/sikap yang memandang kebudayaannya

yang lebih baik jika dibanding kebudayaan lain

Terdapat pada pertanyaan pada kuesioner nomor 4

d. Pengaruh bangga pada statusnya berlaku pada semua orang

Terdapat pada pertayaan pada kuesioner nomor 5 dan 6

e. Pengaruh norma/sikap yang diesuaikan dengan norma atau kaidah

yang berlaku sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki

Terdapat pada pertanyaan kuesioner nomor 7 dan 8

Cara ukur dengan menghitung jawaban responden dalam 8 pertanyaan

kuesioner

Skala ukur ordinal

Skala hasil adalah :

a. Berpengaruh positif, bila menjawab tidak >50% (>4, soal)

(46)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan desain

penelitian deskriptif, yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi.

4.2. Lokasi dan Tempat Penelitian

4.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi

Pekanbaru tahun 2008.

4.2.2. Waktu

Dilaksanakan pada bulan agustus 2007- bulan juni tahun 2008

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti.Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh akseptor KB yang berkunjung di puskesmas Melur

Pekanbaru, yaitu sebanyak 1036 peserta KB aktif.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang akan diteliti. Sampel dalam

(47)

responden yang tidak tetap tiap bulannya, dilakukan dengan mengambil

responden yang kebetulan ada yaitu 91 orang.

4.1 Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Sumatera

Utara, dan mengajukan permohonan izin kepada kepala Puskesmas Melur tempat

peneliti melakukan penelitian untuk mengambil data dalam bentuk penyebaran

kuesioner.

Sebelum menyebarkan kuesioner terlebih dahulu peneliti memberikan

lembaran persetujuan (informed consent) menjadi responden dan di berikan

kepada calon responden yang akan diteliti peneliti akan menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian yang akan dilakukan serta resiko yang mungkin akan terjadi

selama dan sesudah penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani

dengan pengisian lembaran persetujuan yang dilanjutkan dengan pengisian

lembaran kuesioner. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden jika

memilih untuk menarik diri dari pertanyaan ini untuk menghargai hak-hak

responden.

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencamtumkan nama

responden pada lembaran kuesioner, tetapi menggunakan nomor kode responden

(48)

4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dilakukan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

diinformasikan oleh peneliti dan disusun secara tertutup serta berisikan

pertanyaan yang harus di jawab responden. Instrumen ini terdiri dari beberapa

bagian yaitu data demografi, data pengetahuan akseptor tentang implant.

4.3 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data berupa data primer yaitu data yang di peroleh

langsung dari subjek penelitian mengunakan kuesioner yaitu dengan cara

mengajukan kepada responden yang dijadikan objek penelitian dan data.

4.4 Pengolahan Data

Data diperoleh secara manual dengan langkah-langkah pengolahan

data yaitu :

a. Editing

Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, bila terdapat

kesalahan dan kecurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan

pemeriksaan yang dilakukan pendataan ulang.

b. Coding

Data yang telah diubah kedalam kode atau angka nama responden berubah

menjadi kode angka.

c. Tabulating

Menghitung data yang telah lengkap, sesuai dengan variablenya

(49)

4.5Analisa Data

Analisa data yang dilakukan adalah analisa univariat dengan melakukan

pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden lalu tampilkan dalam

table distribusi frekuensi, kemudian di cari besarnya persentase untuk

masing-masing jawaban responden. Semua variabel yang ada dianalisa secara deskriptif

dengan menghitung distribusi frekuensi, kemudian dibandingkan dengan teoritis

(50)

5.1. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas Melur

Pekanbaru tahun 2008 dari 91 responden telah diperoleh hasil penelitian sebagai

berikut:

5.1.1 Usia

Usia adalah umur wanita yang menjadi akseptor KB. Berdasarkan usia

responden didapat data dari 91 responden yang tidak memilih implant sebagai alat

kontrasepsi diketahui lebih banyak responden berusia diatas 35 tahun yaitu

40 responden (44%), berusia 20 -35 tahun ada sebanyak sebanyak 31 responden

(34,0%) dan berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 20 responden (22,0%). Secara

rinci dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No Umur Akseptor KB f %

1 < 20 tahun 20 22.0

2 20 – 35 tahun 31 34.0

3 > 35 tahun tahun 40 44.0

(51)

5.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang pernah dilalui akseptor KB

ditandai dengan ijazah. Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang tidak memilih

implant sebagai alat kontrasepsi didapat sebanyak 39 responden (42,9%) tamatan

SLTP, sedangkan persentase terendah tamatan perguran tinggi yaitu sebanyak

3 responden (3,2%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.1.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No Pendidikan f %

Ekonomi adalah tigkat pendapatan keluarga setiap bulan akseptor KB.

Berdasarkan kondisi ekonomi responden yang tidak memilih implant sebagai alat

kontrasepsi diketahui sebanyak 48 responden (52,7%) mempunyai pendapatan

keluarga antara Rp. 710.000 – Rp. 2.000.000 per bulan atau termasuk kategori

menengah dan kategori terendah yakni pendapatan berkisar kurang dari Rp. 710.00

per bulan ada sebanyak 30 responden (33%). Secara rinci dapat dilihat pada

(52)

Tabel 5.1.3

Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Ekonomi Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No Kondisi Ekonomi f %

1 Tinggi 13 14.3

2 Menengah 48 52.7

3 Rendah 30 33.0

Total 91 100

5.1.4 Pengetahuan Akseptor KB yang Tidak Memilih Implant

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan akseptor KB

yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi adalah segala sesuatu yang telah

diketahui akseptor tidak memilih implant setelah melakukan, melihat, dan

mendengarkan sesuatu meliputi hal-hal ; Pengertian implant, jenis-jenis implant,

mekanisme kerja implant, efektifitas implant, indikasi implant, kontraindikasi

implant, keuntungan dan kerugian implant, waktu pemasangan, efek samping, dan

tempat pemasangan implant. Berdasarkan jawaban responden terhadap 20 pertanyaan

pengetahuan diketahui 62.6% responden menjawab benar tentang pengertian implant,

namun responden banyak yang menjawab salah tentang jenis-jenis implant (75.8%).

Pada pertanyaan tentang mekanisme kerja implant diketahui sebesar 52,7% menjawab

benar. Pada pertanyaan tentang indikasi yang boleh menggunakan implant pada ibu

menyusui sebesar 95,6% menjawab salah dan indikasi wanita yang tidak boleh

menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai

(53)

Mengenai kontraindikasi yang tidak boleh menggunakan implant, khusus

kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalami kanker payudara

atau riwayat kanker payudara dijawab salah sebesar 53,8% dan seluruhnya menjawab

benar (100%) mengenai ibu yang mengalami perdarahan yang tidak diketahui dengan

jelas penyebabnya tidak boleh menggunkan kontrasepsi implant. Pada pertanyaan

keuntungan menggunakan implant seluruh responden menjawab benar tentang

pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan implant. Pada pertanyaan

tentang waktu pemasangan implant hampir semuanya menjawab salah yaitu sebesar

51,6% dan 80,2%. Pada pertanyaan tentang efek samping, sebesar 51,6% menjawab

salah dan tempat pemasangan implant dapat dilakukan dibawah kulit pada bagian

lengan atas atau bawah dijawab salah sebesar 50,5%. Secara rinci dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.1.4 a

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Benar dan Salah Pada Pengetahuan Akseptor KB Tentang Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru

Tahun 2008

No

Pernyataan Benar Salah

f % f %

1

Implant merupakan suatu alat kontrasepsi yang mengandung hormon levonogestrel berupa kapsul lentur seukuran korek api yang disusukkan dibawah kulit.

57 62.6 34 37.4

2

Implanon yang terdiri satu batang putih lentur seukuran korek api termasuk salah satu jenis implant.

22 24.2 69 75.8

3

Mencegah dan menekan pertemuan sel telur dan sel sperma (ovulasi) atau mencegah kehamilan salah satu merupakan mekanisme kerja implant.

72 79.1 19 20.9

4

Implant termasuk alat kontrasepsi yang sangat efektif hampir 100% mencegah kehamilan.

85 93.4 6 29.7

5 Ibu yang menyusui boleh memakai

(54)

Tabel 5.1.4 a (Lanjutan)

No

Pernyataan Benar Salah

f % f %

6

Wanita yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai kontrasepsi implant

12 13.2 79 86.8

7

Kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalai kanker payudara atau riwayat kanker payudara

17 18.7 74 81.3

8

Ibu yang mengalami perdarahan yang tidak diketahui dengan jelas penyebabnya tidak boleh menggunkan kontrasepsi implant

91 100.0 0 0.0

9 Pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan implant 91 100.0 0 0.0

10 Implant memiliki perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun) 56 61.5 35 38.5

11 Dengan memakai implant dapat menganggu hubungan seksual 4 4.4 87 95.6

12 Wanita yang menyusui memakai implant dapat menganggu produksi ASI 20 22.0 71 78.0

13

Perubahan pola haid berupa bercak (spotting) merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada pemakaian kontrasepsi implant

46 50.1 45 45.5

14

Pemakaian implant dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau peningkatan berat badan

50 54.9 41 45.1

15

Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan dan perasaan mual dapat ditimbulkan pada pemakaian kontrasepsi implant

52 57.1 39 42.9

16

Pemakaian alat kontrasepsi implant dapat menurun efektifitasnya bila mengunakan obat

tuberculosis (TBC) dan obat epilepsy 48 52.7 43 47

17

Pemakaian implant dapat dilakukan setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7

53 58.2 38 4.8

18

Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin mengganti dengan kontrasepsi implant dapat dilakukan pemasangan setiap saat

52 57.1 39 42.9

19

Rasa nyeri pada lengan merupakan efek dari

pemakaian implant 53 58.2 38 41.8

20

Pemasangan implant dapat dilakukan dibawah kulit pada bagian lengan atas atau bawah

(55)

Dari 91 responden yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi lebih

banyak yang memiliki pengetahuan baik 51 responden (56%) dan memiliki

pengetahuan kurang baik 40 responden (40%). Secara rinci dapat dilihat pada

Tabel 5.4.

Tabel 5.1.4 b

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB Tentang Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No Pengetahuan f %

1 Baik 51 56.0

2 Kurang baik 40 44.0

Total 91 100

5.1.5 Sosial Budaya

Sosial budaya adalah perubahan sosial yang terjadi dalam aspek sosial budaya

kehidupan akseptor yang dipengaruhi oleh ; Pengaruh tradisi/sikap terbiasa dengan

kebiasaan lama, sikap fatalistis/sikap pasrah dengan situasi yang ada,

ethnocentis/sikap yang memandang kebudayaanya lebih baik dari kebudayaan orang

lain, pengaruh bangga pada statusnya, dan pengaruh norma/sikap yang disesuaikan

dengan kaidah yang berlaku sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki.

Pada pernyataan sosial budaya dari 91 responden yang tidak memilih implant

menunjukkan sebesar 63,7% responden menyatakan bahwa tradisi/ sikap terbiasa

dengan kebiasaan lama memiliki pengaruh positif terhadap tidak memilih implant

sebagai kontrasepsinya dan menganggap implant merupakan kontrasepsi yang baru

dikenal (11%). Pernyataan sikap fatalistis berpengaruh negatif (89%) pada keputusan

(56)

berpengaruh positif (100%) terhadap tidak memilih implan sebagai kontrasepsinya.

Secar rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1.5 a

Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Budaya Akseptor KB Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No

Pernyataan Ya Tidak

f % f %

1

Pemakaian alat kontrasepsi/KB yang dipakai saat ini bagi ibu merupakan kebiasaan turun temurun dari keluarga

58 63.7 33 36.3

2 Implant masih dianggap alat kontrasepsi yang baru dikenal ibu 10 11.0 81 89.0

3

Ibu akseptor tidak memilih KB implant karena KB implant tersebut merupakan alat kontrasepsi metode baru

10 11.0 81 89.0

4 Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini lebih baik daripada kontrasepsi/KB implant 91 100.0 0 0.0

5

Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini lebih mudah pemakaianya dari pada

kontrasepsi/KB implant 75

82.4 16 17.6

6

Kontrasepsi/KB yang dipilih ibu saat ini tidak menganggu aktifitas ibu sehari-hari daripada mengunakan kontrasepsi/KB implant

40 44.0 51 56.0

7 Ibu akseptor tidak percaya bahwa KB implant

tidak diperbolehkan oleh agama 40 44.0 51 56.0

8

Ibu akseptor tidak yakin bahwa

kontrasepsi/KB mplant tidak menganggu aktifitas sehari-hari

40 44.0 51 56.0

Berdasarkan kategori keseluruhan sosial budaya didapat data dari 91

responden yang tidak memilih implant diketahui sebanyak 55 responden (60,4%)

menyatakan bahwa sosial budaya berpengaruh positif terhadap dirinya untuk tidak

memilih implant sebagai alat kontrasepsi yang akan digunakannya sedangkan 36

responden (39,6%) menyatakan sosial budaya berpengaruh negatif atas keputusan

(57)

Tabel 5.1.5 b

Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Budaya Akseptor KB Tidak Memilih Implant di Puskesmas Melur Pekanbaru Tahun 2008

No Sosial Budaya f 79.1%

1 Berpengaruh positif 55 60.4

2 Berpengaruh negatif 36 39.6

Total 91 100

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas Melur

Pekanbaru ditemukan sebagai berikut :

5.2.1 Usia Akseptor KB

Pada penelitian ini sebagian besar responden berusia diatas 35 tahun (44%)

dan minoritas responden berusia kurang dari 20 tahun (22%).

Hal ini sesuai dengan pendapat Hartanto (2002), secara umum pada usia

kurang dari 20 tahun, kemungkinan memiliki kontraindikasi medis terhadap

pemakaian alat kontrasepsi. Berbeda dengan diusia lebih dari 30 tahun, kemungkinan

memiliki kontraindikasi akan lebih besar dan dapat mengakibatkan timbulnya efek

samping dan komplikasi.

Demikian juga dengan pendapat Wulansari (2007), faktor usia seorang wanita

dapat mempengaruhi kecocokan metode kontrasepsi tertentu. Ibu sebelum

memutuskan untuk penggunaan jenis kontrasepsi apa yang ingin dipakainya, tentu

harus disesuaikan dengan kondisi ibu pada saat itu dan seberapa besar ibu mengetahui

(58)

5.2.2 Pendidikan Akseptor KB

Dalam penelitian ini lebih banyak responden berpendidikan SLTP

39 responden (42,9%), dan lebih sedikit responden berpendidikan

Akademik/Perguruan tinggi 3 responden (3,2%).

Hal ini sejalan dengan pendapat Wulansari (2007), Tingkat pendidikan tidak

saja mempengaruhi seseorang untuk memutuskan berKB namun juga mempengaruhi

orang tersebut untuk memilih jenis apa yang digunakannya. Memperlihatkan bahwa

metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan berpendidikan.

Dihipotesiskan bahwa wanita yan berpenidikan menginginkan keluarga berencana

yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil risiko yang terkait dengan sebagian

metode kontrasepsi.

Demikian juga dengan pendapat Siagian menyatakan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk

menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan

pengetahuan akan meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek yang

tentu saja akan mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

Dan hal ini juga didukung dengan pendapat Notoatmodjo (2003) menyatakan

bahwa seorang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai permintaan

(demand) yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan

kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan

(59)

5.2.3 Ekonomi Akseptor KB

Berdasarkan hasil penelitian responden yang tidak memilih implant sebagai

alat kontrasepsi lebih banyak memiliki ekonomi menengah 48 responden

(52,7%),memiliki ekonomi rendah 30 responden (33%), dan memilki ekonomi tinggi

13 responden (14,3%).

Hal ini sesuai dengan pendapat Sutisna (2002) menyatakan prevalensi

penggunaan kontrasespsi dikalangan perempuan dengan tingkat kesejahteraan yang

paling rendah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan perempuan yang memiliki

tingkat kesejahteraan yang baik. Dengan kata lain individu dengan tingkat

kesejahteraan tinggi cenderung memilih untuk menggunakan jenis kontrasepsi tingkat

efektifitasnya baik dan bertahan dalam jangka waktu yang lama, seperti jenis IUD,

implant dan metode operatif.

Salah satu studi pada orang indian di Peru sebanyak 34 orang mendapatkan

adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan keputusan dalam

memilih jenis kontrasepsi.

5.2.4 Pengetahuan Akseptor KB

Berdasarkan hasil penelitian menujukkan sebesar 62,6% responden

mengetahui pengertian implant, sebesar 79,1% reponden mengetahui mekanisme

kerja implant, sebesar 93,4% responden mengetahui keefektifan implant. Namun

responden banyak juga yang kurang atau tidak mengetahui, seperi pada pernyataan

indikasi yang boleh menggunakan implant pada ibu menyusui sebesar 95,6%

(60)

hormonal yang mengandung estrogen boleh memakai kontrasepsi implant dijawab

salah sebesar 95,6%. Mengenai kontraindikasi yang tidak boleh menggunakan

implant, khusus Kontrasepsi implant dapat digunakan oleh wanita yang mengalami

kanker payudara atau riwayat kanker payudara dijawab salah sebesar 81,3%.

Secara keseluruhan sebesar 56% responden yang tidak memilihimplant

sebagai alat kontrasepsi berpengetahuan baik mengenai implant dan 44% responden

yang tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi berpengetahuan kurang baik.

Meskipun tingkat persentase pengetahuan responden termasuk kategori baik, bukan

berarti mereka memilih implant sebagai alat kontrasepsinya, karena banyak faktor lain

yang mempengaruhi mereka untuk tidak menggunakan kontrasepsi tersebut.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan

dapat mendorong seseorang untuk berperilaku. Semakin banyak informasi tentang alat

kontrasepsi, semakin mudah seseorang tersebut untuk memutuskan jenis apa yang

akan digunakannya.

5.2.5 Sosial Budaya Akseptor KB

Hasil penelitian menemukan sosial budaya mempunyai pengaruh positif

terhadap dirinya untuk memutuskan tidak memilih implant sebagai kontrasepsinya

(60,4%). Hal ini dapat dilihat dari persentase tradisi yang mempengaruhi responden

untuk memilih kontrasepsi yang dipakainya saat ini (63,7%), sikap ethnocentis

berpengaruh positif (100%) terhadap tidak memilih implant sebagai kontrasepsinya.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Leiningger yang dikutip Soemarjan

(61)

dipelajari dan ditanggung bersama. Nilai budaya ini merupakan keinginan individu

atau cara bertindak yang dipilih atas dasar pengetahuan yang diketahuinya yang

dibenarkan sepanjang waktu sehingga mempengaruhi keputusan dan tindakannya.

Demikian juga dengan pendapat Notoatmodjo (2005) juga menyatakan tradisi

yang ada dimasyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan individu karena

masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah cukup lama. Seorang

akseptor KB yang tidak memilih jenis implant, kemungkinan tidak akan

menggantikan jenis kontrasepsi saat ini dengan yang lain karena adanya pengaruh dari

(62)

6.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan usia responden yang tidak memilih implant sebagai alat

kontrasepsi lebih banyak usia >35 Tahun.

2. Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang tidak memilih implant

sebagai alat kontrasepsi diketahui lebih banyak responden yang berpendidikan

SLTP dan lebih sedikit responden yang tidak memilih implant berpendidikan

Akademik/Perguruan Tinggi.

3. Berdasarkan kondisi ekonomi responden yang tidak memilih implant sebagai

alat kontrasepsi diketahui lebih banyak responden yang termasuk ekonomi

menengah dan lebih sedikit responden yang termasuk ekonomi tinggi.

4. Berdasarkan tingkat pengetahuan akseptor KB tentang implant diketahui lebih

banyak responden yang berpengetahuan baik.

5. Berdasarkan kategori keseluruhan sosial budaya diketahui bahwa lebih banyak

sosial budaya berpengaruh positif terhadap dirinya untuk tidak memilih

Gambar

Tabel 5.1.3
Tabel 5.1.4 a
Tabel 5.1.4 a (Lanjutan)
Tabel 5.1.5 a
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya ucapakan kepada Allah SWT,karena atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul “ Hipertensi Sebagai Faktor

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan KARYA TULIS ILMIAH yang berjudul

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Puji suyukur yang tak terhingga kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “ Faktor

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Skripsi dengan judul “FAKTOR PENYEBAB AKSEPTOR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah