• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Sapi Brahman Cross

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Sapi Brahman Cross"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT AMONIASI

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN

ORGANIK PADA SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh :

SUMUAL SIPAYUNG 060306002

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT AMONIASI

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN

ORGANIK PADA SAPI BRAHMAN CROSS

SKRIPSI

Oleh :

SUMUAL SIPAYUNG 060306002

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul :I Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross

Nama : Sumual Sipayung

NIM : 060306002

Progam Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Ristika Handarini, M.P) (Dr.Ir. Ma`ruf Tafsin, M.Si) Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ristika Handarini, M.P) Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRACT

SUMUAL SIPAYUNG: Utilization of Ammoniated Oil Palm Frond by Product on Dry Matter and Organic Matter Digestibility of Brahman Cross. Under supervised RISTIKA HANDARINI and MA`RUF TAFSIN.

The goal of experiment is to observe the level utilization of ammoniated oil palm frond on dry matter and organic digestibility weaning Brahman Cross. The research conducted in Serba Jadi Farm Group in Serba Jadi Street, Street 1, Marelan Raya, Medan City. Feed and digestibility analysis conducted Animal Nutrien of Feed Science Laboratory, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. A. Sofyan No. 3. Medan. The experiment lasted from July 2010 to February 2011.

This experiment was conducted by using Randomized Block Design (RBD) consisting of three treatments and three block, consist of P0= 100% forages , P1= 80% forages + 20% Ammoniated oil palm frond, P2= 60 % forages + 40 % Ammoniated oil palm frond. The result indicated that utilization of ammoniated oil palm frond has not influence (P>0,05) on dry matter and organic matter consumption. Dry matter and organic matter digestibility had influenced by treatments (P<0,01). Dry matter consumption respectually average P1,P2 and P3 us 3926.81 gram/head/day,

3981.81 gram/head/day and 3005.84 gram/head/day. Organic matter consumption respectually average P1,P2 dan P3 us 3737.52 gram/head/day, 3795.83 gram/head/day

and 2867.47 gram/head/day . Dry matter digestibility P1,P2 dan P3 us 64.33%, 54.64%

dan 50.81%. Organic matter digestibility average P1, P2 dan P3 us 69.55%, 61.77%

dan 57,66%. It is concluded that utilization of ammoniated oil palm frond more that 20% level can under dry matter and organic matter digestibility.

(5)

ABSTRAK

SUMUAL SIPAYUNG: Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross.Dibawah bimbingan Ibu RISTIKA HANDARINI sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak MA`RUF TAFSIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Serba Jadi di Jalan Serba Jadi, Pasar 1, Marelan Raya, Medan sedangkan analisa pakan dan kecernaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jl. Prof. A. Sofyan No.3. Medan. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2010 sampai Februari 2011.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan terdiri dari P0= 100% hijauan, P1= 80% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%, P2= 60% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik sangat memberi pengaruh terhadap perlakuan (P<0,01). Konsumsi bahan kering rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3926.81 gram/ekor/hari, 3981.81 gram/ekor/hari dan 3005.84 gram/ekor/hari. Konsumsi bahan organik rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3737.52 gram/ekor/hari , 3795.83 gram/ekor/hari dan 2867.47 gram/ekor/hari . Kecernaan bahan kering rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 64.33%, 54.64% dan 50.81%. Kecernaan bahan organik rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 69.55%, 61.77% dan 57,66%. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi di atas level 20% dapat menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat serta karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa serta dukungan semangat serta pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, M.P selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku anggota komisi pembimbing dalam membantu penulisan skripsi dan pelaksanaan penelitian serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang ikut membantu penulis.

Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.

Medan, Juni 2011

(7)

DAFTAR ISI

Karakteristik Produksi Sapi Brahman Cross ... 3

Sapi Brahman Cross ... 3

Pertumbuhan Sapi ... 4

Sistem Pencernaan Sapi... 5

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit ... 8

Kebutuhan Nutrisi Pakan Sapi .... ... 9

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan ... 32

Konsumsi Bahan Kering ... 34

Konsumsi Bahan Organik... 34

Kecernaan Bahan Kering ... 35

Kecernaan Bahan Organik ... 37

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Beberapa bangsa sapi, kelahiran, kematian dan calf crop di Indonesia... 4

2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi ... 11

3. Kandungan nilai gizi hijauan lapangan ... 12

4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit ... 13

5. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit ... 14

6. Kandungan zat nutrisi onggok... 15

7. Kandungan nilai gizi dedak padi ... 16

8. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering ... 29

9. Rataan konsumsi bahan kering rangkuman ... 32

10. Rataan konsumsi bahan organik rangkuman ... 34

11. Rataan kecernaan bahan kering rangkuman ... 35

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Diagram proses pengolahan pelepah daun kelapa sawit amoniasi ... 28 2. Histogram kecernaan bahan kering rangkuman ... 36 3. Histogram kecernaan bahan organik rangkuman ... 38

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Susunan pengacakan unit penelitian ... 46

2. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering ... 46

3. Konsumsi pakan konsentrat segar ... 46

4. Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar ... 47

5. Data konsumsi hijauan segar ... 47

6. Konsumsi konsentrat dalam bahan kering ... 47

7. Konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam bahan kering ... 48

8. Konsumsi hijauan dalam bahan kering ... 48

9. Total konsumsi pakan dalam bahan kering ... 48

10.Pengeluaran feses dalam keadaan segar ... 49

11.Pengeluran feses dalam bahan kering ... 49

12. Rataan pengeluaran feses selama penelitian ... 49

13.Rataan total konsumsi bahan kering dan bahan organik rangkuman ... 50

14.Analisa sidik ragam parameter konsumsi bahan kering selama penelitian.... 50

15.Analisa sidik ragam parameter konsumsi bahan organik selama penelitian .. 51

(12)

ABSTRACT

SUMUAL SIPAYUNG: Utilization of Ammoniated Oil Palm Frond by Product on Dry Matter and Organic Matter Digestibility of Brahman Cross. Under supervised RISTIKA HANDARINI and MA`RUF TAFSIN.

The goal of experiment is to observe the level utilization of ammoniated oil palm frond on dry matter and organic digestibility weaning Brahman Cross. The research conducted in Serba Jadi Farm Group in Serba Jadi Street, Street 1, Marelan Raya, Medan City. Feed and digestibility analysis conducted Animal Nutrien of Feed Science Laboratory, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. A. Sofyan No. 3. Medan. The experiment lasted from July 2010 to February 2011.

This experiment was conducted by using Randomized Block Design (RBD) consisting of three treatments and three block, consist of P0= 100% forages , P1= 80% forages + 20% Ammoniated oil palm frond, P2= 60 % forages + 40 % Ammoniated oil palm frond. The result indicated that utilization of ammoniated oil palm frond has not influence (P>0,05) on dry matter and organic matter consumption. Dry matter and organic matter digestibility had influenced by treatments (P<0,01). Dry matter consumption respectually average P1,P2 and P3 us 3926.81 gram/head/day,

3981.81 gram/head/day and 3005.84 gram/head/day. Organic matter consumption respectually average P1,P2 dan P3 us 3737.52 gram/head/day, 3795.83 gram/head/day

and 2867.47 gram/head/day . Dry matter digestibility P1,P2 dan P3 us 64.33%, 54.64%

dan 50.81%. Organic matter digestibility average P1, P2 dan P3 us 69.55%, 61.77%

dan 57,66%. It is concluded that utilization of ammoniated oil palm frond more that 20% level can under dry matter and organic matter digestibility.

(13)

ABSTRAK

SUMUAL SIPAYUNG: Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Brahman Cross.Dibawah bimbingan Ibu RISTIKA HANDARINI sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak MA`RUF TAFSIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Serba Jadi di Jalan Serba Jadi, Pasar 1, Marelan Raya, Medan sedangkan analisa pakan dan kecernaan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jl. Prof. A. Sofyan No.3. Medan. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2010 sampai Februari 2011.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan terdiri dari P0= 100% hijauan, P1= 80% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%, P2= 60% hijauan + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik sangat memberi pengaruh terhadap perlakuan (P<0,01). Konsumsi bahan kering rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3926.81 gram/ekor/hari, 3981.81 gram/ekor/hari dan 3005.84 gram/ekor/hari. Konsumsi bahan organik rataan P1,P2 dan P3 masing-masing 3737.52 gram/ekor/hari , 3795.83 gram/ekor/hari dan 2867.47 gram/ekor/hari . Kecernaan bahan kering rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 64.33%, 54.64% dan 50.81%. Kecernaan bahan organik rataan harian P1,P2 dan P3 masing-masing 69.55%, 61.77% dan 57,66%. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi di atas level 20% dapat menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan lahan perkebunan yang luas membawa dampak yang besar dibidang perekonomian dan tenaga kerja tapi disisi lain hasil samping dari perkebunan sekarang ini belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satu hasil samping dari perkebunan kelapa sawit adalah daun dan pelepah kelapa sawit yang belum dimanfaatkan. Ketersediaan lahan perkebunan kelapa sawit yang luas di Sumatera Utara, menjadikan potensi untuk dikembangkan sistem integrasi antara ternak sapi potong dengan perkebunan.

Pelepah dan daun kelapa sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ pohon/ tahun dengan rataan berat pelepah daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia. Pelepah kelapa sawit saat ini belum dimanfaatkan secara optimal merupakan salah satu bahan pakan pengganti hijauan (Kawamoto et al., 2002), disamping hasil ikutan lain dalam pengolahan buah kelapa sawit

(15)

kelapa sawit adalah tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya nilai protein sehingga kecernaannya menjadi rendah. Upaya yang dapat diupayakan mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan pengolahan pakan secara fisik, kimia, dan biologis. Pengolahan secara fisik dilakukan dengan mengubah ukuran dan bentuknya melalui proses chopping dan grinding. Pengolahan secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba seperti bakteri dan fungi. Pengolahan secara kimiawi dapat dilakukan melalui perlakuan amoniasi dengan urea atau penggunaan NaOH yang bertujuan merombak serat kasar dan meningkatkan kandungan protein didalam bahan pakan. Penelitian ini mencoba mengatasi masalah tersebut dengan pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit amoniasi sebagai pakan ternak pengganti hijauan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti hijauan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi brahman cross.

Hipotesis Penelitian

Pemberian pelepah dan daun kelapa sawit yang diamoniasi dengan urea dapat digunakan sebagai pengganti hijauan pada pakan sapi yang berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik sapi brahman cross.

Kegunaan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Produksi Sapi Brahman Cross

Sapi Brahman Cross

Sapi brahman cross pada awalnya merupakan bangs yang diimpor Australia pada tahun 1933. Mulai dikembangkan di stasiun CSIRO’s Tropical Cattle Research Centre Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50%, 25% dan 25% sehingga secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi brahman cross cenderung lebih mirip sapi brahman Amerika karena proporsi darahnya lebih dominan (Turner, 1977)

Sapi brahman cross mulai diimpor Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan persentase beranak 40,91%, calf crops 42,54%, mortalitas pedet 5,93, mortalitas induk 2,92%, bobot sapih (8-9 bulan) 141,5 kg pada jantan dan 138,3 kg pada betina, pertambahan bobot badan disapih sebesar 0,38 kg/ hari. Sapi brahman dulunya berasal dari India dimana berkembang dengan baik di luar negara asalnya. yaitu di negara Australia. Para peternak dan pembibit sapi di Australia melakukan persilangan sapi brahman dengan bangsa sapi lainnya seperti simmental dan limousin, hasilnya dikenal dengan nama sapi brahman cross, yang sejak tahun 1985 sudah masuk ke Indonesia melalui program bantuan Asian Development Bank (Hardjosubroto, 1984)

(17)

Menurut Sumardi (1982) rataan kelahiran, kematian dan calf crop beberapa sapi potong di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa bangsa sapi, kelahiran, kematian dan calf crop di Indonesia

Bangsa Kelahiran Kematian Calf crop

Brahman 50,71 10,31 48,80

Brahman Cross 47,76 5,58 45,87

Ongole 51,04 4,13 48,53

Lokal cross 62,47 1,62 62,02

Sumber: Sumardi, et al (1982)

Menurut Wiliamson dan Payne (1993) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi dengan kindom Animalia, phlum Chordata, subphlum Vertebrata dan sapi masuk dalam class Mamalia dengan ordo Artiodactyla dan merupakan famili Bovidae dan genus Bos (Cattle) sedangkan spesiesnya Bos indicus terdapat di daerah India, Bos taurus terdapat di daerah eropa dan Bos sondaicus di Indonesia. Dalam penelitian ini

sapi yang digunakan adalah sapi persilangan India (Bos indicus) atau sering dikenal dengan nama Brahman Cross.

Pertumbuhan Sapi

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam jumlah protein dan zat sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984). Anggorodi menyatakan dalam pertumbuhan seekor hewan ada dua hal yang terjadi :

(18)

2. Terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannyaiuntuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.

Penggemukan bertujuan untuk memperbaiki karkas dengan jalan mendeposisi untuk penggemukan tujuan utamanya membesarkan sambil memperbaiki kualitas lemak seperlunya (Parakkasi, 1995). Pengurangan pakan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan dan bila pengurangan pakan yang nyata akan menyebabkan ternak kehilangan berat badannya (Tomaszewka et al., 1988).

Pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan untuk pengembangbiakan sapi potong untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi akan memiliki respons yang baik terhadap pakan yang diberikan dan efisiensi pakan yang dicapai tinggi.yaitu pedet hasil keturunan. Usaha pengembangbiakan sapi potong untuk tujuan komersial memerlukan suatu perencanaan yang matang merupakan suatu hal yang perlu mendapat prioritas serta perhatian tidak hanya perencanaan fisik namun juga perencanaan non fisik (Anggorodi, 1990).

Sistem Pencernaan Sapi

Pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi terhadap pakan yang dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai sumber nutrisi untuk produksinya (Parakkasi, 1995). Menurut Maynard dan Loosi (1969) yang disitasi Suryadi dan Pilliang (1993) pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadinya penyerapan.

(19)

gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel–sel dalam tubuh hewan. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam pencernaan ruminansia. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel–sel mikroorganisme (Tillman et al., 1991).

Hewan ruminansia memiliki perut besar, mempunyai ruang dan kebanyakan kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar. Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri atas bakteri, protozoa dan jamur yang mampu memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain fermentasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesis asam amino dan pencernaan protein mikrobial. Lebih kurang 60-70% pakan ruminansia terdiri atas serat kasar, karbohidrat, lignin, selulosa dan hemiselulosa. (Tillman et al.,1991).

Menurut Rangkuti et al., (1985) ruminansia mempunyai empat lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang pada waktu yang sama. Frandson (1992) menyatakan bagian–bagian dari saluran pencernaan adalah mulut, parinks, oesofagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestimach), perut grandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.

(20)

rumen setelah menjadi bolus-bolus dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah kembali (remastikasi), lalu penelanan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan proses fermentasi di rumen dan ke saluran berikutnya. Proses ruminansi berjalan kira – kira 15 kali sehari, dimana setiap ruminansi berlangsung 1 menit sampai 2 jam (Prawirokusumo, 1994).

Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi merupakan faktor essensial utama yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa untuk melakukan transport aktif (Bamualim,1994)

(21)

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an dan saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil) lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur sawit, dan bungkil inti kelapa sawit khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak ruminansia. Pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak khususnya ternak ruminansia diharapkan merupakan bagian dari integrasi dari usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit seperti pelepah pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak, khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al.,1991).

Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi pakan lengkap dengan metode processing menurut Wahyono (2000) terdiri atas :

1. Perlakuan pencacahan (Chopping) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien.

2. Perlakuan pengeringan (Drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan.

(22)

Kebutuhan Nutrisi Pakan Sapi

Pakan Sapi

Pakan adalah semua bahan yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral. (Parakkasi, 1995).

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumbuhan ternak sangat tergantung dari imbangan protein energi yang bersumber dari pakan yang dikonsumsi

(Yassin dan Dilaga, 1993). Pakan yang diberikan bukan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi rasa lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1994).

Limbah industri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah-sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widalestari dan Widayati, 1994).

(23)

diintestinum, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah. Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung di usus kecil (Davendra, 1997)

Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi

Uraian Bahan ( %) Tujuan Produksi

Pembibitan Penggemukan

Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004).

Hijauan

Hijauan adalah bahan makanan yang berbentuk daun daunan, kadang kadang bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan makanan ternak terutama ternak ruminansia terdiri dari hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya telah diambil untuk kebutuhan manusia (Novirman, 1991).Hijauan pakan merupakan makanan kasar yang terdiri dari legume dan hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi sebagai sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993)

(24)

dan sejenisnya terutama rumput dari berbagai jenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Pilliang, 1997).

Rumput sebaiknya diberikan dalam bentuk cacahan sepanjang 10 cm, rumput bentuk cacahan ini lebih disenangi ternak. Sedangkan legume sebaiknya diberikan tidak dalam bentuk segar, tetapi harus dilayukan terlebih dahulu, pelayuan bisa mengurangi ransum seperti mimosin pada leucaena (Murti, 2002).

Tabel 3. Kandungan nilai gizi hijauan lapangan

Uraian Bahan Kandungan (%)

Bahan Kering 23,50

Protein Kasar 8,82

Lemak Kasar 1,46

Serat Kasar 32,50

Ca 0,40

P 0,25

Sumber: Balai Penelitian Ternak (2003).

Hijauan yang akan diberikan kepada domba atau kambing harus diolah terlebih dahulu. Beberapa jenis hijauan dapat langsung diberikan dalam keadaan segar seperti rumput sehingga tidak membahayakan ternak yang akan memakannya (Cahyono, 1998). Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua. Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh tumbuhan menjadi tua, disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat dicerna oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

(25)

meningkat 30-40 batang ketika berumur 3-4 tahun. (http/www.wikipedia.org). Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30-40% dari keseluruhan pakan (Devendra, 1997).

Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit

Zat nutrisi Kandungan

Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2003). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).

Bahan Pakan Konsentrat

(26)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dari

pada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik. Bahan pakan ini sangat

cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak ruminansia, namun penggunaannya

sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh

karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius,

2003).

Menurut Davendra (1997) Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah limbah hasil ikutan

dari ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik.

Walaupun kandungan proteinnya agak baik tetapi karena serat kasarnya tinggi dan

palatabilitasnya rendah sehingga menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik

dan lebih cocok pada ternak ruminansia. Kandungan gizi bungkil inti sawit

berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi BIS.

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan kering

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan (2000).

b. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Onggok

Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu. Kandungan

protein ubi kayu yang rendah kurang dari 5% membuat hasil samping dari ubi kayu

(27)

dapat ditingkatkan, sehingga onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan

baku pakan unggas (Tarmudji, 2004).

Menurut Rasyid et al., (1996) onggok merupakan limbah pengolahan tepung

tapioka yang dapat digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok

terutama ditujukan sebagai sumber energi, penggunaaan onggok pada ayam belum

banyak dimanfaatkan. Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5-10% dalam

ransum.

Tabel 6. Kandungan zat nutrisi onggok.

Zat nutrisi Kandungan nutrisi (%)

Protein kasar

Kelebihan onggok sebagai hasil samping pembuatan tepung tapioka selain

harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat dan tidak bersaing dengan kebutuhan

manusia. Onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai kadar protein

kasar rendah tetapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna (BETN) bagi ternak

serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum (Rasyid et al.,

1996).

Dedak padi

(28)

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995). Menurut Tillman et al. (1991) kandungan gizi dedak padi berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7 . Kandungan nilai gizi dedak padi

Kandungan zat Nilai gizi

Bahan kering 89,1

Protein kasar 13,8

Serat kasar 11,2

Lemak kasar 8,2

TDN 64,3

Sumber : Tillman et al., 1991.

Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun

berperan penting agar proses fisiologi dapat berlangsung dengan baik. Mineral

digunakan sebagai kerangka pembentuk tulang, gigi, pembentukan jaringan tubuh,

darah serta sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di

dalam sel. Penambahan mineral pakan dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral

dalam pakan (Setiadi dan Inounu, 1991 disitasi Manurung, 2008).

Molasses

(29)

sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997). Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (Lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman dkk., 1981). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani (Parakkasi, 1995).

Amoniasi Urea

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah

perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium hidroksi

atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini sebagai bahan

kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya. Urea dengan rumus

molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah

diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan (Ernawati, 1995).

Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminsia di dalam rumen akan dipecah

oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme rumen akan

(30)

dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian

dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati dibentuk kembali amonium yang

pada akhirnya diekreasikan melalui urine dan feses (Sutardi, 1980).

Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40% – 45% nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat dikombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997). Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terdapat peningkatan konsumsi protein kasar dan daya cerna urea bila diberikan pada ruminansia dirubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen (Anggorodi, 1984).

Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi

palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan

pakan. Ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk

menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus misalnya

pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah proteinnya akan

meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Konsumsi bahan kering pakan

dipengaruhi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia pakan

(31)

Menurut Tillman (1981) nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan

pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi faktor yang mempengaruhi tingkat

konsumsi, yaitu:

1. Komposisi kimiawi

Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi

selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak

ruminansia secara enzimatis.

2. Pengolahan Pakan

Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan

dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan

menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehinggga menyebabkan

pengurangan daya cerna 5-15%.

3. Jumlah Pakan yang diberikan

Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus

makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan jumlah pakan

sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2%

penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan semakin turun.

4. Jenis Ternak

Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang lebih tinggi karena N

metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih rendah

(32)

Kecernaan

Menurut Tillman et al. (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah

proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat makanan yang

terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan

kembali sedangkan sistem kecernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran

pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggungjawab atas

pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju

saluran pencernaan mulai dari rongga tubuh sampai ke anus. Disamping itu pencernaan

bertanggung jawab atas pengeluaran (eksreasi) bahan pakan yang tidak terserap atau

tidak dapat kembali (Parakkasi, 1995).

Kecernaan pakan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada pakan

selama berada didalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya suatu

penyerapan (Webster, 1987). Untuk penentuan kecernaan dari suatu pakan maka harus

diketahui terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu jumlah nutrien yang terdapat

dalam pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan

telah mengalami proses pencernaan (Tillman et al., 1991).

Anggorodi (1984) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna

suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu bahan pakan

yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga merupakan

presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui

dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang

dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang

(33)

Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan,

kandungan lignin bahan pakan, difisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan,

pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Crurch dan Pond,

1998). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan

yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada

kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk ke saluran

pencernaan (Tillman et al., 1998). Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan

dari bahan yang tidak diekreasikan dalam feses biasanya dinyatakan dalam bentuk

bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna”

(Tillman et al., 1991).

Menurut Wodzicka-Tomaszewska et al., (1993) jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi, akan tetapi pengaturan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks karena banyak factor yang terlibat seperti sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan. Tomaszewska (1988) menyatakan juga bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan, fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam ransum tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba dalam rumen.

(34)

tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel (Tillman et al.,1998). Kecernaan setiap bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh spesies hewan, bentuk fisik makanan, komposisi bahan makanan atau ransum,

tingkat pemberian makanan, temperatur lingkungan dan umur hewan (Ranhjan dan Pathak, 1979). Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh

terhadap daya cerna protein dan asam asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).

Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum (Ranjhan, 1980). Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998). Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya, maupun reproduksi (Ginting, 1992).

(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kelompok Tani Serba Jadi bertempat di Jalan Serba Jadi Pasar I Marelan Raya, Medan sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan dimulai pada bulan Juli 2010 – Februari 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

(36)

Alat

Kandang terdiri atas kandang individu 9 unit beserta perlengkapannya terdiri atas tempat pakan, tempat minum, lampu penerangan, papan data, kereta sorong. Pengolahan pakan dilakukan dengan alat chopper sebagai alat pencincang pelepah sawit, grinder sebagai alat menghaluskan bahan pakan dan timbangan digital dengan kapasitas 3 kg sebagai alat penimbang bahan pakan dengan kepekaan 1 g, terpal sebagai alat menjemur bahan pakan, tong plastik sebagai tempat amoniasi dan menyimpan bahan pakan. Penimbangan sapi menggunakan timbangan digital iconix FX1 kapasitas 1000 kg.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dengan tiga kelompok. Perlakuan yang akan diteliti sebagai berikut :

P0 = Rumput lapangan 100%.

P1 = Rumput lapangan 80% + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20%. P2 = Rumput lapangan 60% + Pelepah daun kelapa sawit amoniasi 40%.

(37)

Model linier yang digunakan dalam penulis ini menurut Hanafiah (2003) adalah rancangan acak kelompok (RAK) adalah :

Yij =

μ

+

T

i+ βj +

ε

ij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan ke-i dan kelompok ke-j

μ

= nilai tengah populasi

α

i = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

ε

ij = Pengaruh galat

Susunan pengacakan unit penelitian:

P1K3 P1K2 P2K1

P0K3 P2K2 P1K1

P2K3 P0K2 P0K1

Keterangan :

(38)

Peubah Penelitian

1. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering yang diperoleh dari data analisis di laboratorium

2. Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratoium.

3. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :

KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK) x 100% Konsumsi BK

Konsumsi dan pengeluran feses (BK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama satu minggu.

4. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik diukur dengan menghitung berdasarkan rumus :

KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) x 100% Konsumsi BO

(39)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Pakan

Pelepah dan daun kelapa sawit dikumpulkan dan kemudian dianginkan kemudian dicincang dengan alat chopper, selanjutnya dilakukan pelayuan selama 24 jam dan dilanjutkan dengan proses penjemuran. Pelepah dan daun kelapa sawit yang telah kering kemudian dibuat menjadi tepung dengan alat grinder kemudian pakan dikumpulkan. Pakan yang telah dikumpulkan kemudian di proses amoniasi dengan menggunakan urea 3% dari berat bahan kemudian ditutup rapat selama 14 hari dan setelah 14 hari dianginkan dan dijemur di bawah sinar matahari untuk dicampur dengan bahan pakan lain. Secara sistematis dapat dilihat pada gambar 1.

Pelepah daun kelapa sawit

Dianginkan selama 24 jam

Pencincangan (chopping)

Pelayuan selama 24 jam

Penjemuran dibawah sinar matahari selama ± 3 hari

Penggilingan menjadi tepung (Grinding)

Diamoniasi dengan urea 3%

Dianginkan

Dijemur

Pelepah daun kelapa sawit amoniasi kering

(40)

Susunan pakan penelitian yang akan diuji adalah tingkat penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan sebagai pengganti hijauan yang diuji terdiri atas tiga macam perlakuan yang masing-masing mengandung 0%, 20% dan 40% pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam pakan berdasarkan persentase bahan kering.

Semua sapi dalam percobaan diberikan konsentrat sebagai kontrol sebanyak 1% bahan kering dari bobot badan sapi. Adapun susunan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Susunan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%)

Bahan Pakan Penggunaan PK SK TDN

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan. Kandang terdiri atas 9 unit kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan terbuat dari bak semen serta tempat minum berupa ember plastik.

3. Pemberian Pakan dan Air Minum

(41)

mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Pemberian air minum dilakukan secara tidak terbatas (ad libitum). Air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.

3. Pemberian Obat-Obatan

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing WORMZOL-B dan vitamin B-kompleks sebanyak 5-10 ml/ekor selama masa adaptasi, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.

4. Pengambilan Data

Konsumsi pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan sapi dengan timbangan digital dilakukan sekali dalam selang waktu 14 hari.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mengkoleksi feses dengan frekuensi pengambilan feses dilakukan sekali dalam sehari selama tujuh hari. Feses ditimbang kemudian diambil sampel 10% dari jumlah total feses tiap ekor. Sampel dimasukkan kedalam pendingin untuk dilakukan analisa laboratorium.

5. Analisis Data

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi pakan dihitung dengan menambahkan semua bahan yang dikonsumsi oleh ternak yaitu hijauan lapangan, konsentrat serta pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi dalam bahan kering. Rataan konsumsi pakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan konsumsi bahan kering perlakuan (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 2727,08 3541,73 5511,62 11780,45 3926,81 + 1431,65

P1 2933,82 3985,02 5026,60 11945,45 3981,81 + 1046,39

P2 2073,64 3433,28 3510,60 9017,52 3005,84 + 808,23

3638,15 + 1095.42

Tabel 9 menunjukkan konsumsi bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 3981,82 g/ekor/hari sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

sebesar 3005,84 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi bahan kering pakan sapi tidak dipengaruhi oleh pakan perlakuan, hal ini sesuai penelitian Hassan (1992) menyatakan tidak ada perbedaan nyata antara konsumsi dan kecernaan bahan kering antara 0%, dan 3% urea pada pemberian daun kelapa sawit pada ternak ruminansia.

Perlakuan P1 merupakan konsumsi bahan kering tertinggi dimana konsumsi

(43)

penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi, akan tetapi pengaturan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks karena banyak faktor yang terlibat seperti sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan.

Peningkatan konsumsi pada level 20% pada pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Zahari et al. (2009) dimana pada level pemberian 25% daun pelepah kelapa sawit amoniasi yang diberikan pada ternak ruminansia domba dapat meningkatkan konsumsi bahan kering dengan konsumsi rataan perhari sebesar 104 g/ ekor/ hari sedangkan pada level 40% menurunkan konsumsi bahan kering dengan rataan konsumsi bahan kering sebesar 87,7 g/ekor/hari.

(44)

Konsumsi Bahan Organik

Data konsumsi pakan ternak sapi yang dihitung dalam bentuk bahan kering dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan konsumsi bahan organik perlakuan (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 2595,38 3370,82 5246,38 11212,59 3737,52 + 1363,01

3795,83 + 996,66 2867,47 + 770,70 P1 2797,99 3798,19 4791,30 11387,49

P2 1978,60 3274,24 3349,57 8602,42

3466,94 + 1043,45

Tabel 10 menunjukkan rataan konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 3795,83 g/ekor/hari sedangkan yang terendah terdapat pada

perlakuan P2 sebesar 2867,48 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam (Lampiran 15)

menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik sapi.

(45)

Konsumsi bahan organik tertinggi pada P1 dan terendah pada P2, hal ini

disebabkan konsumsi bahan kering pada perlakuan P1 meningkat yang diikuti

peningkatan bahan organik. Perlakuan P2 terjadi penurunan konsumsi yang disebabkan

rendahnya palatabilitas pada perlakuan P2. Hal ini sesuai pernyataan Tillman et al.

(1981) yang menyatakan pemilihan makanan bukan hanya karena faktor gizi, tetapi juga dipengaruhi perbedaan tekstur yang mempengaruhi palatabilitas.

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan merupakan selisih antara pakan yang dikonsumsi dengan sisa pakan yang tidak tercerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses. Data hasil pengamatan pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan kering pada sapi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

P0 62,38 64,09 66,53 192,99 64,33 + 2,09

54,69 + 0,80 50,81 + 0,32 P1 54,12 54,35 55,60 164,07

P2 50,96 51,02 50,44 152,42

56,61 + 1,07

Tabel 11 menunjukkan rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan PO sebesar 64,33% sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

(46)

Perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan kering dengan uji beda nyata terkecil (BNT) secara ringkas dapat digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kecernaan bahan kering (%)

Gambar 2 diatas terlihat bahwa kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada ebesar 62,1% sedangkan pada level 40% kecernaan sebesar 60,9%.

Pada perlakuan P1 dan P2 mengalami penurunan tingkat kecernaan bahan

kering walaupun terjadi peningkatan konsumsi bahan kering pada perlakuan P1. Hal ini

sesuai pendapat Ensminger (1990) yang menyatakan ternak tidak dapat memanfaatkan semua zat-zat makanan yang terdapat pada pakan. Nilai manfaat suatu pakan dapat diketahui melalui percobaan penentuan daya cerna pada ternak, karena analisa kimia hanya menggambarkan nilai suatu pakan tanpa nilai manfaatnya (Anggorodi, 1984).

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan merupakan selisih antara pakan yang dikonsumsi dalam bahan organik dengan sisa pakan yang tidak tercerna dan dikeluarkan dalam bentuk feses. Hasil pengamatan pengaruh pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi terhadap kecernaan bahan organik pada sapi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan + Sd

K1 K2 K3

Tabel 12 diperoleh rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan PO sebesar 69,55% sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P2

sebesar 57,66%. Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan

(47)

ransum sangat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan organik.

Perlakuan pakan terhadap kecernaan bahan organik dengan uji beda nyata terkecil (BNT) secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kecernaan bahan organik (%).

Gambar 3 menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan sangat berbeda nyata dengan

perlakuan P2. Kecernaan bahan kering paling rendah terdapat pada perlakuan P2, hal

ini menunjukkan bahwa pemberian pelepah daun kelapa sawit amoniasi pada perlakuan P2 berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kecernaan bahan organik.

Tingginya kecernaan bahan organik dari perlakuan P0 disebabkan karena tingginya kecernaan bahan kering pada perlakuan P0. Hal ini sejalan dengan pendapat

Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering. Jika koefisien cerna bahan kering tinggi, maka koefisien cerna bahan organiknya juga tinggi. Hal ini ada hubungannya dengan kandungan

(48)

mikroorganisme yang semakin meningkat yang menyebabkan kadar cerna pakan tinggi. Pernyataan yang sama juga didukung oleh Sutardi (1980) yang menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering..

Perlakuan P0 menunjukkan nilai kecernaan organik yang lebih tinggi berbeda

sangat nyata terhadap perlakuan P1 dan P2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi 20% dan 40% sebagai pengganti hijauan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap kecernaan bahan organik pada ternak sapi.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Perbedaan konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi hasil selama penelitian

Parameter

Perlakuan Konsumsi BK Konsumsi BO Kecernaan Kecernaan (gr/ekor/hari)* (gr/ekor/hari)* BK (%) BO (%)

P0 3926,82 3737,53 64,33 A 69,55 A

P1 3981,82 3795,83 54,69 B 61,77 B

P2 3005,84 2867,48 50,81 C 57,66 C

Keterangan: Superkrip yang berbeda dengan kolomnya menunjukkan pengaruh sangat berbeda nyata.(P<0,01). * = tidak berbeda nyata

(49)

Pakan perlakuan sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada P0 sebesar 64,33% dan terendah pada P2 sebesar 50,81%. Rataan kecernaan bahan

organik tertinggi terdapat pada P0 sebesar 69,55% dan terendah pada P2 sebesar

57,66%.

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian penggunaan pelepah daun kelapa sawit amoniasi sebagai pengganti rumput lapangan dapat disimpulkan secara ringkas:

1. Penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti rumput lapangan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik pada sapi.

2. Penggunaan pelepah daun kelapa sawit yang diamoniasi sebagai pengganti hijauan pada level diatas 20% sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, , R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan. 2000. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Balai Penelitian Ternak, 2003. Perkebunan Kelapa Sawit dapat Menjadi Basis Pengembangan Sapi Potong. Bogor.

Bamualim, A. and R.B. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle in eastern Indonesia. In K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds.). Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. ACIAR Proc. No.110: 17-22.

Crurch, D.C and W.E Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding, 3rd ed. John Willy and Sons, Inc. United Status of America.

Davendra, C., 1997. Utilization Of Feedingstuff from palm Oil. P.16. malaisian agriculture and Research and development Institute serdang, Malaysian.

Hanafi, N.D. 1999. Perlakuan Biologi dan Kimiawi Untuk Meningkatkan Mutu Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Doeschate R. A. H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis. 1993. Digestibility. Studies in Broiler Chickens. Influence of Genotype, Age, Sex and Methode of Determination, British Poultry Science.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri KelapaSawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya Nasional : SistemIntegrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 110-119.

Ernawati, 1995. Amoniasi Pakan Serat Kasar dengan Urea Berdasarkan Sifat Fisik, Komposisi Nimia dan Fermeatabilitas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University, Yogyakarta.

Ginting, S. P. 1992. Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23 – 27. Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja rafindo

Persada, Jakarta.

(52)

Hhtp://ms.wikipedia.org/wiki/Pokok_Kelapa_Sawit, 2006.

Hardjosubroto, W., 1984. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. P. T. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Jalaludin, S., Y.W. Ho, N. Abdullah, and H.Kudo. 1991. Strategies for animal improvement in Southeast Asia. In Utilization of Feed Resources in Re-lation to Utilization and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric. Res. Series 25: 67-76.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Jakarta.

Kawamoto, H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis. 1993. Digestibility. Studies in Ruminants Influence of Genotype, Age, Sex and Methode of Determination, Japan Poultry Science.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2003.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2005.Departemen Peternakan FP- USU,Medan. Murti, W.T. 2002. Ilmu Ternak Kerbau, Kanisius. Yogyakarta

Novirman, J. 1991. Penyedian Pemanfaatan dan Nilai Gizo Limbah Pertanian sebagai Makanan Ternak di Sumatera Utara. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminant. UI Press. Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizo Komperatif. BPFF, Yogyakarta.

Rangkuti, M.,A. Musofie, P. Sitorus, I.P. Kompiang, N. Kusumawadhadi dan A. Roesjad. 1985. Pemanfaatan Daun Tebu untuk Pakan Ternak di Jawa Timar. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 5 Maret 1985, Grati. Ranjhan, S. K. and N. N. Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. Ltd.,

New Delhi.

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing Hause P. and T Ltd., New Delhi.

(53)

Rasyid, G., A. B. Sudarmadji dan Sriyana. 1996. Pembuatan dan Pemanfaatan Onggok sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso. Madang.

Setiadi, B dan I., Inounu. 1991. Beternak Kambing dan Domba sebagai Ternak Potong. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sinurat, A. P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Ternak. Wartazoa 13.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sumadi, N. Ngadiono dan Soeparno, 1982. Penampilan Produksi Sapi Fries Holland, Sumba Ongole dan Brahman Cross yang Dipelihara Secara Feedlot (Penggemukan), Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembanguana Ekonomi Nasional. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. Hal: 116-126.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok Untuk Pakan. Tabloit Sinar Tani. Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadimodjo dan S. Prawiryokusumo., 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Universitas gajah mada, Yogyakarta.

Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo, 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, Wodzicka M., T.D. Chaniago and I.K. Sutama. 1993. Reproduction in Relation to Animal Production in Indonesia. Institut Pertanian Bogor-Australia Project. Bogor.

Turner, K. 1977. Animal Nutrition In The Tropics. Canbbera Publishing Hause. Australia.

Wahyono, D. E dan R. Hardianto, 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Jurnal Lokakarya Sapi potong. Grati, Pasuruan.

Widayati, E dan Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisarana. Surabaya.

(54)

Wodzicka. M., Tomaszewska. I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surabaya.

Umiyasih, U., Aryogi dan Y.N. Anggraeny, 2002. Pengaruh jenis suplementasi terhadapkinerja sapi PO yang mendapatkan pakan basal jerami padi fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 139-142.

Yassin, S. dan Dilaga. 1993. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahan. Bumi Aksara, Jakarta.

(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Susunan pengacakan unit penelitian: Susunan pengacakan unit penelitian:

Lampiran 2. Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%) Susunan pakan konsentrat berdasarkan persentase bahan kering (%)

Bahan Pakan Penggunaan PK SK TDN

(56)

Lampiran 4. Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar (g/ekor/hari) Data konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi segar (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH RATAAN

Lampiran 5. Data konsumsi hijauan segar (g/ekor/hari) Konsumsi hijauan segar (gr/ekor/hari)

Lampiran 6. Konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari) Konsumsi konsentrat dalam bahan kering (g/ekor/hari)

(57)

Lampiran 7. Konsumsi pelepah daun sawit amoniasi dalam bahan kering (g/ekor/hari) Konsumsi pelepah daun kelapa sawit amoniasi dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

Lampiran 8. Konsumsi hijauan dalam bahan kering (g/ekor/hari) Konsumsi hijauan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

Lampiran 9. Total konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari) Total konsumsi pakan dalam bahan kering (g/ekor/hari)

(58)

Lampiran 10. Pengeluaran feses dalam keadaan segar (g/ekor/hari) Pengeluaran feses dalam keadaan segar (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

Lampiran 11. Pengeluaran feses dalam keadaan kering (g/ekor/hari) Pengeluaran feses dalam keadaan kering (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan

Lampiran 12. Rataan Pengeluaran Feses (g) selama penelitian.

Perlakuan Segar Bahan Kering Bahan Organik

(59)

Lampiran 13. Rataan total konsumsi bahan kering dan organik (g/ekor/hari). konsentrat 1426.00 713.43 670.12

P0K2 hijauan 11035.71 2623.19 2508.03

p. sawit amoniasi 0 0 3541.74 0 3370.83 konsentrat 1836.00 918.55 862.79

P0K3 hijauan 17357.14 4125.79 3944.67

p. sawit amoniasi 0 0 5511.62 0 5246.38 konsentrat 2770.00 1385.83 1301.71

P1K1 hijauan 8935.00 2123.85 2030.61

p. sawit amoniasi 646.18 328.58 2933.83 315.21 2797.99 konsentrat 962.21 481.39 452.17

P1K2 hijauan 11007.00 2616.36 2501.51

p. sawit amoniasi 1091.89 555.23 3985.02 532.63 3798.19 konsentrat 1625.89 813.43 764.06

P1K3 hijauan

p. sawit amoniasi 5026.60* 4791.31*

konsentrat

P2K1 hijauan 5521.00 1312.34 1254.73

p. sawit amoniasi 864.14 439.42 2073.64 421.53 1978.61 konsentrat 643.38 321.88 302.34

P2K2 hijauan 7786.00 1850.73 1769.49

p. sawit amoniasi 1796.33 913.43 3433.28 876.26 3274.24 konsentrat 1337.43 669.12 628.50

P2K3 hijauan 9236.00 2195.40 2099.02

p. sawit amoniasi 1492.87 759.12 3510.61 728.23 3349.58 konsentrat 1111.50 556.08 522.33

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Lampiran 14. Analisa sidik ragam rataan konsumsi bahan kering selama penelitian. Rataan konsumsi bahan kering selama penelitian (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan

K1 K2 K3

P0 2727.09 3541.74 5511.62 11780.45 3926.82

P1 2933.83 3985.02 5026.60* 11945.45 3981.82

P2 2073.64 3433.28 3510.61 9017.53 3005.84 Total 7734.55 10960.04 14048.83 32743.42

Rataan 2578.18 3653.35 4682.94 3638.16

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman konsumsi bahan kering selama penelitian.

(60)

Lampiran 15. Analisa sidik ragam rataan konsumsi bahan organik selama penelitian. Rataan konsumsi bahan organik selama penelitian (g/ekor/hari).

Perlakuan Kelompok Total Rataan

K1 K2 K3 Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman konsumsi bahan organik selama penelitian

SK DB JK KT F. hitung F. tabel

Lampiran 16. Analisa sidik ragam rataan kecernaan bahan kering selama penelitian. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan

K1 K2 K3

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman kecernaan bahan kering selama penelitian

(61)

Notasi BNT taraf 1% kecernaan bahan kering terhadap perlakuan

Perlakuan Rataan Notasi

P0 64,33 A

P1 54,69 B

P2 50,42 C

Keterangan: Superskrip dengan huruf berbeda pada notasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada level (P<0,01).

Lampiran17. Analisa sidik ragam rataan kecernaan bahan organik selama penelitian Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%).

Perlakuan Kelompok Total Rataan

K1 K2 K3

Keterangan: * = hasil rataan missing data

Uji keragaman kecernaan bahan organik selama penelitian

SK DB JK KT

Notasi BNT taraf 1% kecernaan bahan organik terhadap perlakuan

Perlakuan Rataan Notasi

P0 69.55 A

P1 61.76 B

P2K 57.66 C

Gambar

Tabel 1. Beberapa bangsa sapi, kelahiran, kematian dan calf crop di Indonesia
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Tabel 3. Kandungan nilai gizi hijauan lapangan
Tabel 4. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

ambeyen atau bisa juga disebut ambeien atau wasir adalah suatu kondisi atau keadaan dimana penderita mengalami pembengkakan yang terjadi di sekitar anus karena adanya

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Djannah dan arianti (2009) yang menyatakan bahwa preeklampsia lebih sering didapatkan pada masa awal dan ahir usia reproduksi

Analisis pengendalian kualitas dilakukan menggunakan alat bantu check sheet, histogram, diagram pareto, dan sebeb akibat.. Cek sheet dan histogram di gunakan untuk

Guna pembuktian kualifikasi, diharapkan saudara membawa semua data dan informasi yang sah dan Asli sesuai dengan Data I sian Kualifikasi yang diminta dan yang saudara sampaikan

Setelah guru mengetahui dengan pasti bahwa akar permasalahan yang menyebabkan siswa kurang mampu dalam menulis karangan narasi adalah guru tidak menggunakan media yang

Guna pembuktian kualifikasi, diharapkan saudara membawa semua data dan informasi yang sah dan Asli sesuai dengan Data I sian Kualifikasi yang diminta dan yang saudara sampaikan

[r]

Rasul menyuruh kita mencintai anak yatim Rasul menyuruh kita mengasihi orang miskin Rasul menyuruh kita mencintai anak yatim Rasul menyuruh kita mengasihi orang miskin Dunia