• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA AREAL

PERTANAMAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN

TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT PERKEBUNAN

HUTA PADANG

SKRIPSI

OLEH :

ISABELLA PANJAITAN

050302007/HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA AREAL

PERTANAMAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN

TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT PERKEBUNAN

HUTA PADANG

SKRIPSI

OLEH :

ISABELLA PANJAITAN 050302007/HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

( Ir. Marheni, MP ) ( Ir. Syahrial Oemry, MS ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Isabella Panjaitan, Variety study of Insect Population on oil palm

(Elaeis guineenis Jack.) of PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. With counselor commission Ir. Marheni, MP as chief and Ir. Syahrial Oemry, MS as a

member.

This research was to study the diversity of insect population on oil palm

plantation and to identification the insect. This research was conducted at PTPN

III Huta Padang. The mehods used insect net, fit fall trap and light trap

.

Result of research indicated the amount of insect caught at flatten ground

topography counted 433 imagoes, consist of 13 orders and 38 families, at low

topography counted 551 imagoes, consist of 13 orders and 45 families and at hilly

topography counted 554 imagoes, consist of 11 orders and 43 families.

As the index of insect variety at flatten ground topography are 3.364, at

(4)

ABSTRAK

Isabella Panjaitan, Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa

Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. Dibawah bimbingan Ir. Marheni, MP selaku ketua dan Ir. Syahrial Oemry selaku

anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis

serangga pada perkebunan kelapa sawit dan mengidentifikasi serangga yang ada

di PTPN III, Huta Padang. Dengan metode yang digunakan adalah perangkap

jaring, perangkap jatuh dan perangkap cahaya.

Hasil peneliitian menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada

topografi tanah rata sebanyak 433 imago, yang terdiri dari 13 ordo dan 38 famili,

pada topografi rendahan serangga yang tertangkap sebanyak 551 imago, yang

terdiri dari 13 ordo dan 45 famili, dan pada topografi berbukit serangga yang

tertangkap sebanyak 554 imago yang terdiri dari 11 ordo dan 43 famili.

Adapun nilai indeks keanekaragaman serangga untuk topografi tanah rata

adalah 3.364, untuk topografi tanah rendahan adalah 3316 dan untuk topografi

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah

dan anugerah Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan

tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah STUDI KEANEKARAGAMAN

SERANGGA PADA AREAL PERTANAMAN KELAPA SAWIT

BERDASARKAN TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT

PERKEBUNAN HUTA PADANG yang digunakan sebagai salah satu syarat

untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Disini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. Marheni, MP

selaku ketua pembimbing dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota

pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis meyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,

semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 4 Februari 2010

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULAN Latar belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesa Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Keanekaragaman Spesies ... 6

Morfologi Kelapa Sawit ... 7

Syarat Tumbuh ... 9

Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit ... 9

Hama-Hama Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) ... 11

Parasitoid dan Predator Utama Pada Hama Pemakan Daun di Perkebunan Kelapa Sawit ... 13

Evaluasi Lahan Kelapa Sawit ... 14

Pengendalian Ulat Api (Setathosea asigna) dan Kumbang Tanduk ( Oryctes Rhinoceros) ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Analisa Data ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Pengambilan Sampel ... 19

Identifikasi Serangga ... 23

Koleksi Serangga ... 24

Peubah Amatan ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata Pertanaman Kelapa Sawit ... 26

Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Rendahan Pertanaman Kelapa Sawit ... 27

(7)

Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 36 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah

Rata Pertanaman Kelapa Sawit ... 25

Tabel 2. Status Hama Pada Topogafi Tanah Rata Pertanaman

Kelapa Sawit ... 26

Tabel 3. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah

Rendahan Pertanaman Kelapa Sawit ... 29

Tabel 4. Status Hama Pada Topogafi Tanah Rendahan Pertanaman

Kelapa Sawit ... 30

Tabel 5. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi

Tanah Berbukit/Perengan Pertanaman Kelapa Sawit ... 33

Tabel 6. Status Hama Pada Topogafi Tanah Berbukit/ Perengan Pertanaman

Kelapa Sawit ... 34

Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga Berdasarkan

Topografi Lahan ... 36

Tabel 8. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Topografi Tanah Rata ... 39

Tabel 9. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Topografi Rendahan ... 38

Tabel 10. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi Berbukit/

(10)

ABSTRACT

Isabella Panjaitan, Variety study of Insect Population on oil palm

(Elaeis guineenis Jack.) of PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. With counselor commission Ir. Marheni, MP as chief and Ir. Syahrial Oemry, MS as a

member.

This research was to study the diversity of insect population on oil palm

plantation and to identification the insect. This research was conducted at PTPN

III Huta Padang. The mehods used insect net, fit fall trap and light trap

.

Result of research indicated the amount of insect caught at flatten ground

topography counted 433 imagoes, consist of 13 orders and 38 families, at low

topography counted 551 imagoes, consist of 13 orders and 45 families and at hilly

topography counted 554 imagoes, consist of 11 orders and 43 families.

As the index of insect variety at flatten ground topography are 3.364, at

(11)

ABSTRAK

Isabella Panjaitan, Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa

Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. Dibawah bimbingan Ir. Marheni, MP selaku ketua dan Ir. Syahrial Oemry selaku

anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis

serangga pada perkebunan kelapa sawit dan mengidentifikasi serangga yang ada

di PTPN III, Huta Padang. Dengan metode yang digunakan adalah perangkap

jaring, perangkap jatuh dan perangkap cahaya.

Hasil peneliitian menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada

topografi tanah rata sebanyak 433 imago, yang terdiri dari 13 ordo dan 38 famili,

pada topografi rendahan serangga yang tertangkap sebanyak 551 imago, yang

terdiri dari 13 ordo dan 45 famili, dan pada topografi berbukit serangga yang

tertangkap sebanyak 554 imago yang terdiri dari 11 ordo dan 43 famili.

Adapun nilai indeks keanekaragaman serangga untuk topografi tanah rata

adalah 3.364, untuk topografi tanah rendahan adalah 3316 dan untuk topografi

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit sawit yang

dibawa Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman

kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun

1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet,

seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang sawit di Afrika. Beberapa pohon

sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor sampai saat ini masih hidup, dengan

ketinggian 12 m dan merupakan kelapa sawit tertua yang berasal dari afrika

(Satyawibawa dan Widyastuti, 2002).

Luas areal pertanaman kelapa sawit di seluruh Indonesia selama 20 tahun

berkambang sangat cepat, tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera

seperti yang dicatat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mencapai 5,2 hektar

pdahal pada tahun 1997 luas areal sawit di Sumatera hanya 611.300 hektar

(Bakir dan Mulyadi, 2006).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan

kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada

pembangunan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun

1996 telah mencapai 2 juta ha dengan tingkat produksi terbesar kedua setelah

(13)

mencapai 7 juta ha, sehingga Indonesia diharapkan akan menjadi negara penghasil

minyak sawit terbesar di dunia (Anonimous, 2007a).

Pengembangan kelapa sawit sampai dengan saat ini baik yang dilakukan

oleh perusahaan perkebunan maupun oleh rakyat telah mengarah ke lahan lahan

marginal. Pada kenyataannya, produktivitas kelapa sawit umumnya belum

sepenuhnya tercapai sesuai dengan potensinya. Hal tersebut berkaitan dengan

belum optimalnya pengelolaan faktor-faktor produksinya (Anonimous, 2007b).

Berbagai faktor dapat menyebabkan rendahnya produksi kelapa sawit.

Salah satu faktor tersebut adalah serangan hama. Serangan hama ini di areal

perkebunan kelapa sawit menimbulkan kerugian bila tidak dikelola dengan baik.

Beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit antara lain ulat

api Setathosea asigna, Darna trima, Setoranitens, tikus Rattus tiomanicus,

ulat kantong Mahasena corbetti dan Metisa plana

(Girsang dan Daswir, 1995).

Pengendalian dapat dilakukan untuk meminimalkan kerugian akibat

serangan hama pada tanaman kelapa sawit. Saat ini sering dilakukan usaha

pengendalian dengan menggunakan insektisida botani. Pengendalian dengan

insektisida botani dilakukan karena pengendalian secara kimiawi ternyata

mempunyai dampak negatif terhadap resistensi serangga hama, musuh alami serta

makhluk hidup lainnya. Disamping itu pengendalian dengan insektisida botani

bahannya mudah didapat dan mudah terurai di lingkungan, walaupun

(14)

PHT lebih mengutamakan berjalannya pengendalian alami khususnya

pengendalian hama yang dilakukan oleh berbagai musuh alami. Dengan

memberikan kesempatan sepenuhnya kepada musuh alami untuk bekerja berarti

menekan sedikit mungkin penggunaan pestisida. Pestisida sendiri secara langsung

dan tidak langsung dapat merugikan perkembangan populasi musuh alami

(Untung, 2001).

Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan pengunaan

musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian

hayati di latar belakangi oleh pengendalian alami dan keseimbangan ekosistem.

Musuh alami yang terdiri dari parasitoid, predator dan patogen merupakan

pengendali hayati yang bekerja secara density-dependent (Untung, 2001).

Secara teoritis pertunbuhan hama akan diikuti oleh pertumbuhan populasi

musuh alami. Akan tetapi, banyak faktor hama akan diikuti oleh pertumbuhan

populasi musuh alami. Akan tetapi, banyak faktor alamiah seperti iklim dan

tersedianya makanan sepanjang waktu bagi hama tertentu, dapat menyebabkan

populasi hama tersebut melampaui batas kritis (Risza, 1994).

Kelapa sawit menghasilkan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan

baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit

dan industri farmasi. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit

adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang

diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.

Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol,

(15)

baku margarin.Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri

kosmetika. (Anonimous, 2008c).

Keanekaragaman hayati adalah variabilitas antar makhluk hidup dari

semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan

komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies

dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka

margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan

pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat

memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).

Ekologi merupakan keseluruhan pola hubungan timbal balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya yang merupakan faktor abiotik. Kajian

ekologi memungkinkan kita memahami komunitas secara keseluruhan, guna dapat

memastikan kenyataan ini perlu diadakan penelitian.

(Ewusie, 1990).

Kajian ekologi dapat diketahui dengan membagi lingkungan hidup atau

biosfer dalam beberapa bagian sesuai dengan komponen-komponen yang

membentuk lingkungan tersebut. Diantaranya adalah : lingkungan fisik atau

abiotik mencakup unsur litosfer (tanah), hydrosfer (suhu, pH, air) dan atmosfer

(udara : iklim, cuaca, angin). Lingkungan biotik mencakup keseluruhan

lingkungan yang terbentuk dari semua fungsi hayati makhluk-makhluk hidup yang

saling berinteraksi (Heddy dan Kurniaty, 1996).

Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor

dalam yaitu kemampuan berkembang biak, perbandingan kelamin, sifat

(16)

kelembaban/hujan, cahaya, warna, bau,angin, makanan dan faktor hayati

(Jumar, 2001).

Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui indeks keanekaragam jenis serangga pada areal

pertanaman kelapa sawit PTPN III unit perkebunan Huta Padang.

- Untuk mengetahui jenis-jenis hama penting dan musuh alami pada

beberapa topografi yang diteliti.

Hipotesa Penelitian

- Adanya perbedaan indeks keanekaragaman serangga pada berbagai

topografi yang berbeda pada areal pertanaman kelapa sawit PTPN III unit

perkebunan Huta Padang.

- Terdapat berbagai jenis hama dan musuh alami pada beberapa topografi

yang diteliti

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana di Departemen

Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan untuk

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Indeks keanekaragaman Spesies

Indeks keanekaragaman spesies mengacu pada macam dan kelimpahan

spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di

mana mereka berada. Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan

hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri

dari 2 komponen:

1. Jumlah species dalam komunitas yang sering disebut kekayaan species

2. Kesamaan spesies dimana menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu

(yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara

banyak spesies itu (Hermawan, 2009).

Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi

alam. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya

seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Sebagian besar ekosistem

memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk sebuah

rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan jaringan makanan.

Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah tropis

dan ekosistem lautan (Rifqi, 2009).

Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang

hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Sebuah komunitas

tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome.

(18)

yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe

biome air. Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi

(niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di

dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa

yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa,

jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi

dimana dapat direproduksi (Rifqi, 2009).

Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama,

yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama

adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal.

Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang

ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya

ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan

mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit. Jumlah

terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu

disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang

normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka

(Rifqi, 2009).

Morfologi kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian

(19)

sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari

bunga dan buah. Adapun sistematika dari sawit adalah:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecacae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq. (Satyawibawa dan Widyastuti, 2002).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dibedakan atas 2 bagian yaitu bagan vegetative dan bagian generative. Bagian vegetative tanaman kelapa

sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generative nya meliputi

bunga dan buah (Risza, 1994).

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar

serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga

terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk

mendapatkan tambahan aerasi. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna

sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12

tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga

penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah

namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Tanaman

(20)

menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai

tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga

merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang

muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan: eksoskarp, mesoskarp dan

endoskarp. Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma

dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Anonimous, 2007c).

Syarat Tumbuh

Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman

ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit.

Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari. Angin tidak mempengaruhi

pertumbuhan. Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara

tanaman) yang cukup panjang. Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang

tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada

proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35ºC.

Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000-3.000 mm/tahun

(Hartono, 2008).

Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit

Hama utama atau hama kunci merupakan spesies hama pada kurun waktu

yang lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang

berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian yang sering kali dalam daerah

(21)

kerugiam ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agro-ekosistem hanya satu

atau dua hama utama. Sisanya adalah hama kategori hama yang lain

(Untung, 1996).

Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat

dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga

yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama. Tetapi tidak semua

serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga

penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. Serangga mempunyai

serbaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan

populasi (Untung, 1996).

Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan, sebagai parasitoid

(hidup secara parasit pada serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai

pemakan bangkai, sebagai penyerbuk dan sebagai penular (vector) bibit penyakit tertentu (Putra, 1994).

Serangga adalah bahan makanan tunggal atau penting bagi banyak unggas,

ikan dan hewan-hewan lain (termasuk manusia di beberapa belahan dunia.

Kebanyakan orang lebih banyak waspada terhadap serangga perusak dan

pengaruh-pengaruh mereka dari ada serangga-serangga yang bermanfaat, dan

jenis serangga perusak barangkali lebih terkenal daripada serangga yang

bermanfaat (Krebs, 1987).

Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya

sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore atau malam hari.

Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Habitat

(22)

dan ada yang berbeda. Pada ordo Lepidoptera, larva aktif makan dan biasanya

menjadi hama, sedangkan serangga dewasanya hanya menghisap nectar atau

madu bunga. Pada ordo Coleoptera, umumnya larva dan imago aktif makan

dengan habitat yang sama, sehingga kedua-duanya menjadi hama (Jumar, 2000).

Hama – hama Tanaman kelapa sawit Belum Menghasilkan (TBM) dan

Tanaman Menghasilkan(TM)

Hama- hama tanaman yang umum dijumpai menyerang tanaman kelapa

sawit belum menghasilkan (TBM) adalah Ulat Pemakan Daun Kelapa

Sawit(UPDKS). Serangan UPDKS mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun

dan akhirnya secara signifikan akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hama

lainnya adalah Kumbang Penggerek Pucuk Kelapa Sawit(Oryctes rhinoceros) yang hinggap pada pelepah yang agak muda, kemudian menggerek ke arah titik

tumbuh kelapa sawit apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan

tanaman akan mati atau tumbuh tunas baru satu atau lebih. Hama yang juga

merusak titik tumbuh tanaman dan memakannya adalah tikus dan apabila

serangan dengan intensitas tinggi harus dilakukan penanaman ulang.

Jenis ulat Populasi kritis (ulat/pelepah)

Ulat api:

Setothosea asigna Setora nitens

Darna (Orthocraspeda) trima Darna (Ploneta) diducta Darna (Ploneta) bradleyi

5-10

5-10

20-30

10-20

(23)

Birthosea bisura 10-20

Ulat kantong:

Mahasena corbetti Metisa plana

4-5

5-10

Hama utama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit menghasilkan

(TM) adalah Ulat Pemakan Daun seperti ulat api, ulat kantung, dan ulat bulu yang

secara signifikan akan menurunkan produktivitas tanaman. Ulat api yang sering

dijumpai antara lain Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, sedangkan ulat kantung yang sering dijumpai antara lain Mahasena corbetti dan Metisa plana. Ulat bulu yang sering dijumpai antara lain Dasychira mendosa, dan

Amathusa phidippus. Jenis hama lain yang juga menimbulkan kerusakan adalah

beberapa jenis tikus belukar (Rattus tiomanicus), tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus rumah (Rattus rattus diardii), dan tikus huma

(Rattus exulans) diantara keempat tikus tersebut tikus belukar merupakan tikus yang paling dominan dan dijumpai pada hampir semua perkebunan kelapa sawit.

(Purba dkk, 2005).

Banyak sekali hama- hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di

pembibitan ataupun tanaman yang telah berproduksi. Diantara hama- hama

(24)

Parasitoid dan Predator Utama Pada Hama Pemakan Daun di Perkebunan

Kelapa Sawit

No Jenis parasitoid/ predator Jenis inang(hama) Stadia/ instar inang

Tingkat parasitasi/ predasi

1. Parasitoid

Trichogrammatoidea thoseae Setothosea asigna Setora nitens Telur Telur 30,6-33,5% 26% 2. Metaplectrus solitarius

Euplectromorpha nr. Bicarinata

S. asigna L2-L3 46%

3. Fornicia ceylonica S. asigna S. nitens

L4 L4

30,4% 77,8% 4. Spinaria spinator S.nitens Larva instar

terakhir

28,6-100%

5. Apanteles aluella Darna trima Larva instar terakhir

55-65%

6. Apanteles metisae Metisa plana Mahasena corbetti Larva instar terakhir Larva instar terakhir 70% -

7. Chlorocrytus purpuratus S. asigna Larva instar terakhir/ pupa

2,6%

8. Chaetexorista javana S. asigna S. nitens Larva instar terakhir/ pupa Larva instar terakhir/ pupa 15,4%

90% (Pada areal terbuka) 9. Predator

Sycanus leucomesus dan

S. dichotomus

M. plana

M. corbetti D.trina dan jenis

ulat api lainnya

Larva

Larva larva

430 larva/ selama hidupnya (>1

bulan) -

1 larva/ 4-5 jam

10. Kelompok Eocanthecona- Chantheconidae

Semua jenis ulat api

Larva dan kadang- kadang

ngengat

1-5 larva/ hari (lama stadia predator aktif memangsa ulat ±3

bulan 11. Callimerus arcufer Semua jenis ulat

api.

M. plana

Telur dan larva

larva

-

(25)

Evaluasi lahan kelapa sawit

Tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan

evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang

telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan

didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan

satuan-satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa

karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.

Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi

kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang,

khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan

biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka

berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini. Hasil evaluasi kesesuaian

lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk

mencapai produktivitas tanaman sesuai dengan potensi lahannya

(Gaol, 2007).

Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas

flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor

(26)

Pengendalian Ulat Api (Setothosea asigna) dan Kumbang Tanduk

(Oryctes rhinocheros)

Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna pada kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus

ß Nudaurelia, multi plenucleo-polyhedrovirus (MNPV), dan jamur

Cordyceps aff. militaris. Mikroorganisme entomopatogenik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati yang efektif, efisien, dan aman terhadap lingkungan.

Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif mengendalikan ulat, sedangkan jamur

Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong hama tersebut. Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan

insektisida kimia sintetis Penggunaan insektisida kimia sintetis selama ini justru

seringkali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti munculnya

resistensi dan resurgensi hama. Pengendalian ulat api menggunakan bahan alami

terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan insektisida

kimia sintetis, dengan biaya pengendalian hanya 7% dari biaya pengendalian

secara kimiawi (Gaol, 2007).

Pengendalian hama O. rhinoceros secara terpadu dengan mengkombinasikan penggunaan Metarhizium anisopliae untuk mengendalian

larvanya dan aplikasi feromon sintetik agregat untuk menarik kumbang (imago)

nya sehingga populasinya terkendali. Metarhizium anisopliae telah diformulasikan

dalam berbagai bentuk meliputi: jagung, granul dan tepung maupun

kombinasinya. Formulasi ini diciptakan untuk mempermudah aplikasi pada tandan

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN III unit perkebunan

Huta Padang Kabupaten Asahan dengan ketinggian tempat ± 123 m di atas

permukaan laut. Identifikasi serangga yang tertangkap dilakukan di Laboratorium

Hama Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang dilaksanakan mulai

bulan Oktober 2009 sampai Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago yang tertangkap,

air bersih, detergen, plastik transparan, formalin, feromon sex, alkohol 70 % dan

vaselin sebagai perekat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol kecil, kain

kasa, tanggok kain berdiameter 50 cm, light trap dengan menggunakan lampu neon dan kain kelambu berwarna putih, fit fall trap dengan menggunakan ember plastik berdiameter 25 cm, selotip, kuas, pinset, gunting, killing bottle, jarum

suntik, lup, kamera, mikroskop stereo binokuler, tangga, alat tulis menulis, serta

buku identifikasi yaitu Suin (1997), Dindal (1990), Chung (1995) Kalshoven

(28)

Metode Analisa Data

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

diagonal. Luas areal pengambilan sampel berdasarkan topografi lahan seluruhnya

563, 43 hektar dengan rincian sebagai berikut:

- Blok sampling I, topografi lahan tanah rata dengan ketinggian 123 mdpl dengan

luas areal 34 hektar dan jumlah tanaman 4161 pokok tahun tanam 2004

- Blok sampling II, topografi lahan rendahan dengan ketinggian 73- 83 mdpl

dengan luas areal 253,9 hektar dan jumlah tanaman 34073 pokok tahun tanam

2007

- Blok sampling III, topografi lahan berbukit/ perengan dengan ketinggian 143-

153 mdpl dengan luas areal 275,53 hektar dan jumlah tanaman 36299 pokok tahun

tanam 2007

Serangga-serangga yang diperoleh pada setiap penangkapan setelah

dikumpulkan, dikelompokkan dan selanjutnya diidentifikasi di laboratorium,

kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

- Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga :

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang

ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).

- Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga :

FR = x100 %

FM FM

n penangkapa seluruh Jumlah serangga jenis suatu ditemukan Jumlah FM % 100 n penangkapa setiap serangga seluruh Jumlah Total n penangkapa setiap serangga jenis suatu FM Nilai
(29)

Frekuensi relatif menunjukkan kesering hadiran suatu jenis serangga pada

habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut

(Suin, 1997).

- Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga :

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada

habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).

(Suin, 1997).

- Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga

KR = x100%

KM KM

-

Indeks Keanekaragaman jenis serangga

Untuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga

digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus :

H = -Σ pi In pi (Michael, 1995).

Dimana : pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis

pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu semua jenis

Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut krebs (1989) sebagai berikut :

H’>3-5 (Tinggi)

H’ 1-3 (Sedang)

H’ <1-3 (Rendah)

n Penangkapa Jumlah p tertangka yang jenis individu Jumlah KM % 100 n penangkapa setiap dalam individu Total n penangkapa setiap dalam jenis suatu individu Jumlah

(30)

Pelaksanaan Penelitian

Adapun metode yang digunakan untuk menentukan tanaman sampel

dalam penelitian ini adalah metode diagonal. Dimana sampel pertama dibuat

ditengah-tengah dari blok sampling, dan dari sampling pertama tersebut diambil 4

sampling yang lain. Pengambilan data dilakukan ± 2-3 bulan

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan

serangga yang tertangkap pada masing-masing titik sampel perangkap yang telah

ditentukan. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada afdeling IV Kebun Huta

Padang PTPN III :

- Topografi lahan tanah rata dengan ketinggian 123 mdpl dengan luas areal 34

hektar dan jumlah tanaman 4161 pokok tahun tanam 2004

- Topografi lahan rendahan dengan ketinggian 73- 83 mdpl dengan luas areal

253,9 hektar dan jumlah tanaman 34073 pokok tahun tanam 2007

- Topografi lahan berbukit/ perengan dengan ketinggian 143- 153 mdpl dengan

luas areal 275,53 hektar dan jumlah tanaman 36299 pokok tahun tanam 2007

Cara menentukan titik sampel dilakukan dengan mengambil 10% dari

luas lahan dan jumlah pokok, maka dari blok sampling I dapat diambil titik

sampel dengan luas lahan 3,4 ha (10% dari 34 ha) atau 34000 meter dengan

jumlah pohon 416 pokok, lalu ditarik lahan ukuran 100 m x 340 m berbentuk

persegi dimana penempatan titik sampel pertama diambil dari tengah areal kebun

lalu ditarik jarak untuk penempatan titik sampel II, III, IV dan V. Begitu juga

(31)

100 meter

340 meter

Gambar bagan pengambilan sampel pada Blok I

Pada jarak 100 meter dari titik sampel I ke titik sampel II terdapat 11

pokok (karena jarak tanam kelapa sawit 9x9 meter) kelapa sawit, pada jarak titik

sampel I ke titik sampel IV terdapat 38 pokok jadi jumlah pohon seluruhnya pada

blok sampling I adalah ± 418 pokok kelapa sawit . Diperkirakan letak titik sampel

I berada pada pokok yang ke- 209.

Sampel serangga yang diambil yaitu berupa imago dari serangga yang

terperangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai

perangkap yaitu sebagai berikut :

Serangga Diurnal (Serangga aktif siang hari)

Untuk penangkapan serangga yang aktif pada siang hari dilakukan dengan 2 (dua)

metode, yaitu :

1.Perangkap tanggok dari kain

Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang berada di atas

pohon. Diameter nya ± 50 cm. Serangga tersebut dikumpulkan dengan cara

memukul pelepah atau menggoyangkannya sebanyak 10 kali. Sehingga serangga

yang berada di atas pohon jatuh ke bawah. Selain itu perangkap ini diayunkan ke II

I

III

(32)

sekeliling tanaman di sekitar kelapa sawit untuk menangkap serangga di

sekitarnya. Hal ini dilakukan pada ketiga areal dengan lima titik sampel yang telah

ditentukan.

Serangga yang jatuh langsung ditampung dengan tanggok kain, serangga

yang terkumpul di tanggok kain tersebut lalu dipindahkan ke dalam botol

spesimen. Untuk serangga yang berukuran kecil dipindahkan dengan kuas

seterusnya dimasukkan ke dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70 %

kemudian diidentifikasi di laboratorium. Pengamatan dilakukan sebanyak 8x

[image:32.595.199.423.330.493.2]

pemantauan dengan interval 1x seminggu selama 2 bulan.

Gambar 1: Perangkap Tanggok Sumber: Foto Langsung

2. Perangkap jatuh (fit fall trap)

Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang hidup di atas

permukaan tanah. Pemasangan perangkap dilakukan pada ketiga areal dengan titik

sampel yang telah ditentukan. Pemasangan perangkap dilakukan dengan sistem

diagonal dengan interval pemantauan 1 kali seminggu dengan waktu pengamatan

8x pemantauan selama 2 bulan. Pada masing-masing titik sampel yang telah

(33)

dengan detergen kira- kira 1/3 ember. Perangkap ini dipasang pada pukul 07.00

pagi hari, dan diambil setelah 12 jam pada pukul 19.00 WIB. Kemudian serangga

yang tertangkap diambil dengan cara menyaringnya memakai kain kasa dan

dimasukkan ke dalam botol sampel transparan. Selanjutnya semua sampel

diawetkan dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi

[image:33.595.209.417.248.431.2]

(Gallangher dan Lilies, 1991).

Gambar 2 : Perangkap jatuh (Fit Fall Trap) Sumber: Foto Langsung

Serangga nocturnal ( Serangga aktif malam hari)

Untuk penangkapan serangga yang aktif malam hari dilakukan dengan

menggunakan metode :

3. Perangkap cahaya lampu (light trap)

Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang respon

terhadap cahaya malam hari (nocturnal). Pemasangan alat ini dilakukan pada

pukul 18.00-20.00 WIB. Lokasi pemantauan pemasangan perangkap dilakukan

dengan sistem diagonal dengan interval pemantauan 1 kali seminggu dengan

(34)

lampu neon sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan tepat di bagian atas kain

kelambu yang telah diolesi vaselin. Kain kelambu ini dipasang dengan cara

merentangkan pada dua buah tiang setinggi 1 meter dari permukaan tanah (bentuk

kerangka mirip gawang sepak bola), dengan demikian pendaran cahaya menjadi

lebih banyak di sekitar kain kelambu, sehingga serangga tertarik akan menubruk

[image:34.595.215.409.277.420.2]

kain dan menempel pada kain tersebut.

Gambar 3: Light Trap (Perangkap Cahaya)

Identifikasi Serangga

Serangga yang terdapat di lapangan dibawa ke laboratorium kemudian

dikelompokkan sesuai dengan lokasi pengambilan sampel dan diawetkan dengan

alkohol 70%, selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan memperhatikan

bentuk luar (morfologi) dengan bantuan loup, mikroskop stereo binokuler serta

buku acuan Suin (1997), Dindal (1990), Chung (1995), kalshoven (1981),

(35)

Koleksi Serangga

Serangga-serangga yang telah diidentifikasi, kemudian dikoleksi basah

dalam campuran alkohol dan formalin untuk serangga-serangga yang berukuran

kecil, sedangkan serangga koleksi kering untuk imago serangga-serangga yang

berukuran besar.

Adapun cara untuk dapat membuat koleksi adalah sebagai berikut :

1. Koleksi kering

Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi kering, yaitu :

 Dikumpulkan serangga yang tertangkap ke dalam toples

 Ditutup rapat dan dibiarkan sampai serangga tersebut lemas.

 Diambil formalin dan disuntikkan ke bagian abdomen serangga yang telah

lemas

 Diletakkan di media koleksi

 Diatur letak tungkainya sayapnya bagi serangga yang dapat terbang.

 Diberi pelekat pada serangga ke media koleksi.

 Diberi label keterangan morfologi pada media koleksi

2. Koleksi basah

Koleksi basah dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran kecil.

Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi basah, yaitu :

 Disediakan botol koleksi yang transparan.

 Dimasukkan formalin, alkohol dan air bersih dengan perbandingan 1:3:10

 Dimasukkan serangga yang berukuran kecil ke dalam botol koleksi sesuai

dengan ciri morfologinya masing-masing

(36)

Peubah Amatan

1. Jumlah serangga yang tertangkap baik yang berstatus hama maupun

musuh alami.

2. Nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan

relatif pada setiap pengamatan.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata

Pertanaman Kelapa Sawit

Jumlah serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit

menunjukkan nilai-nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, dan

[image:37.595.24.596.345.605.2]

frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata

Pertanaman Kelapa Sawit

N o

ORDO KM KR(%) FM FR(%)

Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap

1 Lepidoptera 18 7 16 18.557 4.930 15.385 8 6 8 21.622 7.317 13.793

2 Orthoptera

8 16 8 8.247 11.268 7.692 6 11 8 16.216 13.415 13.793

3 Diptera

2 24 15 2.062 16.901 14.423 2 6 12 5.405 7.317 20.690

4 Hemiptera

0 12 13 0.000 8.451 12.500 0 8 6 0.000 9.756 10.345

5 Homoptera

0 11 8 0.000 7.746 7.692 0 8 6 0.000 9.756 10.345

6 Hymenoptera

47 34 26 48.454 23.944 25.000 6 19 8 16.216 23.171 13.793

7 Coleoptera 11 12 15 11.340 8.451 14.423 6 13 8 16.216 15.854 13.793

8 Odonata

10 4 3 10.309 2.817 2.885 8 3 2 21.622 3.659 3.448

9 Megaloptera

1 2 0 1.031 1.408 0 1 2 0 2.703 2.439 0

10 Dermaptera

0 7 0 0 4.930 0 0 3 0 0 3.659 0

11 Neuroptera

0 13 0 0 9.155 0 0 3 0 0 3.659 0

Total

97 142 104 100 100 100 37 82 58 100 100 100

Dari tabel 1 dapat kita lihat pada perangkap tanggok jumlah serangga yang

tertangkap adalah 97 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi adalah

pada Ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 47 dan nilai Kerapatan Relatif (KR)

(38)

serangga yang tertangkap adalah 142 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada

ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 34 dan nilai KR sebanyak 23.944%sedangkan

nilai KM yang terendah adalah pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2 dengan

nilai KR sebanyak 1.408%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap

sebanyak 104 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera

yaitu sebanyak 26 dan nilai KR sebanyak 25% sedangkan nilai KM yang terendah

adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 2.885%.

Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi

pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Lepidoptera dan Odonata yaitu

sebanyak 8 dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) masing-masing adalah 21.622%

sedangkan nilai FM terendah terdapat pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 1

dengan nilai FR 2.703%. Pada Fit Fall Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo

Ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 19 dengan nilai FR sebanyak 23.171%, yang

terendah terdapat pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR

2.439%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo Diptera yaitu

sebanyak 12 dengan nilai FR nya adalah 20.690%. Nilai FM terendah terdapat

pada ordo Odonata yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR nya adalah 3.448%.

2. Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Rendahan

Pertanaman Kelapa Sawit.

Jumlah serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit

menunjukkan nilai-nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, dan

frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(39)

No ORDO KM KR(%) FM FR(%) Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap

1 Coleoptera 13 24 15 15.854 14.371 11.364 8 12 9 22.222 15.000 14.516

2 Dermaptera 0 9 2 0.000 5.389 1.515 0 4 2 0.000 5.000 3.226

3 Diptera 9 21 17 10.976 12.575 12.879 5 10 8 13.889 12.500 12.903

4 Hemiptera 0 12 20 0.000 7.186 15.152 0 9 10 0 11.250 16.129

5 Homoptera 0 14 12 0.000 8.383 9.091 0 5 5 0 6.250 8.065

6 Hymenoptera 19 41 26 23.171 24.551 19.697 8 13 10 22.222 16.250 16.129

7 Lepidoptera 25 9 16 30.488 5.389 12.121 8 8 8 22.222 10.000 12.903

8 Odonata 3 1 1 3.659 0.599 0.758 2 1 2 5.556 1.250 3.226

9 Orthoptera 13 26 23 15.854 15.569 17.424 5 15 8 13.889 18.750 12.903

10 Megaloptera 0 1 0 0 0.599 0.000 0 1 0 0 1.250 0.000

11 Neuroptera 0 9 0 0 5.389 0.000 0 2 0 0 2.500 0.000

Total 82 167 132 100 100 100 36 80 62 100 100 100

Dari tabel 2 dapat kita lihat pada perangkap tanggok, jumlah serangga

yang tertangkap adalah 82 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi

adalah pada Ordo Lepidoptera yaitu sebanyak 25 dan nilai Kerapatan Relatif (KR)

sebanyak 30.488% sedangkan KM terendah adalah pada ordo Odonata yaitu

sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 3.659 %. Pada Fit Fall Trap jumlah

serangga yang tertangkap adalah 167 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada

ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 41 dan nilai KR sebanyak 24.551% sedangkan

nilai KM yang terendah adalah pada ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai

KR sebanyak 0.599%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap

sebanyak 132 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera

yaitu sebanyak 26 dan nilai KR sebanyak 19.697 sedangkan nilai KM yang

terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai KR sebanyak

(40)

Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi

pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Coleoptera, Hymenoptera dan

Lepidoptera yaitu sebanyak 8 dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) masing-masing

adalah 22.222% sedangkan nilai FM terendah terdapat pada ordo Odonata yaitu

sebanyak 2 dengan nilai FR 5.556%. Pada Fit Fall Trap nilai FM tertinggi terdapat

pada ordo Ordo Orthoptera yaitu sebanyak 15 dengan nilai FR sebanyak 18.750%,

yang terendah terdapat pada ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai FR

1.250%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo Hemiptera dan

Hymenoptera yaitu sebanyak 10 dengan nilai FR nya adalah 16.129%. Nilai FM

terendah terdapat pada ordo Dermaptera dan Odonata sebanyak 2 dengan nilai FR

nya adalah 3.226%.

3.

Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Berbukit/ Perengan

Pertanaman Kelapa Sawit

No ORDO KM KR(%) FM FR(%)

Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap

1 Lepidoptera 3 14 23 3.158 8.861 15.033 8 10 8 19 12.500 11.268

2 Orthoptera 20 20 8 21.053 12.658 5.229 9 12 6 21 15.000 8.451

3 Diptera 4 35 18 4.211 22.152 11.765 1 14 9 2 17.500 12.676

4 Hemiptera 0 8 9 0 5.063 5.882 0 7 4 0 8.750 5.634

5 Homoptera 0 25 20 0 15.823 13.072 0 8 5 0 10.000 7.042

6 Hymenoptera 22 26 39 23.158 16.456 25.490 10 10 19 23 12.500 26.761

7 Coleoptera 32 14 35 33.684 8.861 22.876 11 12 19 26 15.000 26.761

8 Odonata 14 6 1 14.737 3.797 0.654 4 4 1 9 5.000 1.408

9 Neuroptera 0 10 0 0.000 6.329 0.000 0 3 0 0 3.750 0.000

Total 95 158 153 100 100 100 43 80 71 100 100 100

Dari tabel 3 dapat kita lihat pada perangkap tanggok, jumlah serangga

yang tertangkap adalah 95 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi

(41)

sebanyak 33.684% sedangkan KM terendah adalah pada ordo Lepidoptera yaitu

sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 3.158%. Pada Fit Fall Trap jumlah

serangga yang tertangkap adalah 158 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada

ordo Diptera yaitu sebanyak 35 dan nilai KR sebanyak 22.152% sedangkan nilai

KM yang terendah adalah pada ordo Odonata yaitu sebanyak 6 dengan nilai KR

sebanyak 3.797%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap sebanyak

153 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu

sebanyak 35 dan nilai KR sebanyak 22.876% sedangkan nilai KM yang terendah

adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai KR sebanyak 0.654%

Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi

pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Coleoptera yaitu sebanyak 11 dengan

nilai Frekuensi Relatif (FR) adalah 26% sedangkan nilai FM terendah terdapat

pada ordo Diptera yaitu sebanyak 1 dengan nilai FR 2%. Pada Fit Fall Trap nilai

FM tertinggi terdapat pada ordo Ordo Diptera yaitu sebanyak 14 dengan nilai FR

sebanyak 17.5%, yang terendah terdapat pada ordo Neuroptera yaitu sebanyak 3

dengan nilai FR 3.75%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo

Hymenoptera dan Coleoptera yaitu sebanyak 19 dengan nilai FR nya adalah

26.761%. Nilai FM terendah terdapat pada ordo Odonata sebanyak 1 dengan nilai

FR nya adalah 1.408%.

4. Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga

Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan

kelimpahan spesies dalam komunitas. Dalam lingkaran hidup dari organisme

(42)

yang tidak memiliki variasi habitat yang luas biasanya miskin spesies, tetapi

beberapa spesies yang mampu menduduki wilayah ini mungkin berlimpah karena

kompetisi dengan spesies lain untuk sumberdaya berkurang. Faktor-faktor

ekologis berperan juga berperan, temperatur , iklim, dan musim tumbuh

menciptakan habitat yang lebih kondusif sehingga menghasilkan keanekaragaman

spesies. Faktor lain yang berpengaruh pada kekayaan spesies pada suatu area

adalah jarak atau barier yang memisahkan area tersebut dengan sumber spesies.

Nilai indeks keanekaragaman serangga pada pertanaman kelapa sawit berdasarkan

topografi lahan dapat dilihat pada tabel 4.

No. Lokasi Indeks Keanekaragaman Jenis Keterangan

1. Topografi Tanah

Rata(123 mdpl) 3.393 Tinggi

2. Topografi

Rendahan(73-83 mdpl) 3.528 Tinggi

3. Topografi

Berbukit/Perengan143-153 mdpl) 3.602 Tinggi

Menurut Michael (1995), ada 3 kriteria kenekaragaman jenis

serangga yaitu bila H’< 1 berarti keanekaragaman serangga rendah, dimana

keberadaan serangga hama dan musuh alami tidak seimbang yang dapat membuat

kerusakan pada tanaman. Bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang,

yaitu mengarah ke baik dimana keberadaan hama dan musuh alami di lapangan

hampir seimbang, dan bila H>3 berarti keanekaragaman serangga tinggi, dimana

keadaan ekosistem yang ada di lapangan adalah seimbang yaitu antara hama dan

musuh alaminya dalam keadaan seimbang sehingga tidak perlu dilakukan

(43)

Pada tabel 4 menunjukkan indeks keanekaragaman jenis serangga

pada topografi lahan rata adalah 3.393, topografi rendahan adalah 3.528 dan

topografi berbukit/perengan adalah 3.602. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

indeks keanekaragaman di ketiga topografi tersebut adalah tinggi, yang artinya

ekosistem yang ada di lapangan masih seimbang yaitu antara hama dan musuh

alaminya dalam keadaan seimbang sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan

[image:43.595.163.464.308.751.2]

untuk membunuh serangga hama atau pengendalian.

Tabel 5. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi tanah rata

No. SERANGGA pi ln pi H'

1 LEPIDOPTERA

1. Danaidae 0.047 -3.065 0.143

2. Geometridae 0.035 -3.353 0.117

3. Limacodidae 0.012 -4.451 0.052

4. Psychidae 0.026 -3.641 0.096

2 ORTHOPTERA

5. Gryllidae 0.026 -3.641 0.096

6. Acrididae 0.017 -4.046 0.071

7. Mantidae 0.023 -3.758 0.088

8. Blattidae 0.017 -4.046 0.071

9. Tettigoniidae 0.009 -4.739 0.041

3 DIPTERA

10. Stratiomyidae 0.017 -4.046 0.071

11. Cecidomyiidae 0.020 -3.892 0.079

12. Muscidae 0.035 -3.353 0.117

13. Chloropidae 0.023 -3.758 0.088

14. Sarcophagidae 0.023 -3.758 0.088

4 HEMIPTERA

15. Reduviidae 0.029 -3.535 0.103

16. Coreidae 0.017 -4.046 0.071

17. Pentatomidae 0.026 -3.641 0.096

5 HOMOPTERA

18. Aphididae 0.032 -3.440 0.110

19. Cercopidae 0.023 -3.758 0.088

6 HYMENOPTERA

20. Formicidae 0.111 -2.200 0.244

21. Ichneumonidae 0.044 -3.130 0.137

22. Dryinidae 0.047 -3.065 0.143

23. Braconidae 0.050 -3.005 0.149

24. Vespidae 0.061 -2.793 0.171

7 COLEPTERA

25. Lampyridae 0.017 -4.046 0.071

26. Dysticidae 0.017 -4.046 0.071

27. Phalacridae 0.012 -4.451 0.052

28. Cerambycidae 0.026 -3.641 0.096

29. Dermestidae 0.015 -4.228 0.062

30. Chrysomelidae 0.023 -3.758 0.088

(44)

31. Cordullidae 0.020 -3.892 0.079

32. Libellulidae 0.029 -3.535 0.103

9 MEGALOPTERA 0.000

33. Siallidae 0.009 -4.739 0.041

10 DERMAPTERA

34. Carcinophoridae 0.020 -3.892 0.079

11 NEUROPTERA

35. Myrmeleontidae 0.038 -3.273 0.124

[image:44.595.162.461.85.186.2]

Total 1 3.393

Tabel 6. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi rendahan

No. SERANGGA pi ln pi H'

1 COLEOPTERA

1. Cerambycidae 0.021 -3.863 0.081

2. Chrysomelidae 0.016 -4.151 0.065

3. Coccinelidae 0.026 -3.640 0.096

4. Cleridae 0.010 -4.557 0.048

5. Passalidae 0.018 -3.997 0.073

6. Galerucidae 0.013 -4.333 0.057

7. Phalacridae 0.005 -5.250 0.028

8. Dermestidae 0.016 -4.151 0.065

9. Dysticidae 0.010 -4.557 0.048

2 DERMAPTERA

10. Carcinophoridae 0.029 -3.545 0.102

3 DIPTERA

11. Muscidae 0.029 -3.545 0.102

12. Stratiomyidae 0.024 -3.746 0.088

13. Tabanidae 0.026 -3.640 0.096

14. Syrphidae 0.010 -4.557 0.048

15. Sepsidae 0.013 -4.333 0.057

16. Cecidomyiidae 0.021 -3.863 0.081

4 HEMIPTERA

17. Reduviidae 0.021 -3.863 0.081

18. Coreidae 0.024 -3.746 0.088

19. Miridae 0.013 -4.333 0.057

20. Pentatomidae 0.026 -3.640 0.096

5 HOMOPTERA

21. Psyllidae 0.026 -3.640 0.096

22. Aphididae 0.042 -3.170 0.133

6 HYMENOPTERA

23. Formicidae 0.100 -2.305 0.230

24. Sphecidae 0.026 -3.640 0.096

25. Braconidae 0.021 -3.863 0.081

26. Ichneumonidae 0.042 -3.170 0.133

27. Vespidae 0.037 -3.304 0.121

7 LEPIDOPTERA :

28. Danaidae 0.039 -3.235 0.127

29. Geometridae 0.021 -3.863 0.081

30. Limacodidae 0.021 -3.863 0.081

31. Psychidae 0.034 -3.378 0.115

32. Saturniidae 0.016 -4.151 0.065

8 ODONATA

33. Coenagrionidae 0.013 -4.333 0.057

9 ORTHOPTERA :

34. Acridiidae 0.037 -3.304 0.121

(45)

36. Mantidae 0.029 -3.545 0.102

37. Gryllidae 0.039 -3.235 0.127

38. Tettigonidae 0.042 -3.170 0.133

10 MEGALOPTERA:

39. Sialidae 0.003 -5.943 0.016

11 NEUROPTERA:

40. Myrmeleontidae 0.024 -3.746 0.088

[image:45.595.159.465.83.174.2]

Total 1 3.528

Tabel 7. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi berbukit/perengan

NO SERANGGA pi ln pi H'

1 COLEOPTERA

1. Coccinelidae 0.025 -3.704 0.091

2. Dermestidae 0.022 -3.809 0.084

3. Tenebrionodae 0.022 -3.809 0.084

4. Dysticidae 0.012 -4.397 0.054

5. Lampyridae 0.015 -4.215 0.062

6. Mycetaphagidae 0.034 -3.367 0.116

7. Hidrophilidae 0.017 -4.060 0.070

8. Silphidae 0.020 -3.927 0.077

9. Cleridae 0.032 -3.441 0.110

2 ORTHOPTERA

10. Acrididae 0.034 -3.367 0.116

11. Tettigonidae 0.030 -3.521 0.104

12. Gryllidae 0.022 -3.809 0.084

13. Blattidae 0.032 -3.441 0.110

3 DIPTERA

14. Bombyliidae 0.025 -3.704 0.091

15. Cecidomidae 0.030 -3.521 0.104

16. Tabanidae 0.032 -3.441 0.110

17. Tipulidae 0.030 -3.521 0.104

18. Muscidae 0.025 -3.704 0.091

4 HEMIPTERA

19. Corimelaenidae 0.012 -4.397 0.054

20. Reduviidae 0.030 -3.521 0.104

5 HOMOPTERA

21. Psyllidae 0.054 -2.915 0.158

22. Aphididae 0.032 -3.441 0.110

23. Cercopidae 0.025 -3.704 0.091

6 HYMENOPTERA

24. Formicidae 0.054 -2.915 0.158

25. Braconidae 0.020 -3.927 0.077

26. Vespidae 0.032 -3.441 0.110

27. Drynidae 0.030 -3.521 0.104

28. Mymaridae 0.027 -3.608 0.098

29. Ichneumonidae 0.030 -3.521 0.104

30. Apidae 0.022 -3.809 0.084

7 LEPIDOPTERA

31. Danaidae 0.022 -3.809 0.084

32. Geometridae 0.012 -4.397 0.054

33. Saturniidae 0.012 -4.397 0.054

34. Limacodidae 0.030 -3.521 0.104

35. Pyralidae 0.022 -3.809 0.084

8 ODONATA

36. Cordullidae 0.017 -4.060 0.070

37. Libellulidae 0.020 -3.927 0.077

(46)

39. Myrmeleontidae 0.025 -3.704 0.091

TOTAL 1 3.602

Dari tabel 5, tabel 6 dan tabel 7 diketahui bahwa keanekaragaman jenis

pada ketiga topografi tersebut adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena belum

pernah diadakannya replanting atau penanaman ulang pada lahan pertanaman

kelapa sawit kebon Huta Padang ini, sehingga serangga disana masih menempati

habitat aslinya, dan kompetisi untuk mendapatkan makanan masih rendah karena

sumberdaya makanan nya masih tercukupinya, sehingga ekosistem yang terjadi

masih stabil.

Nilai keanekaragaman serangga tertinggi terdapat pada topografi berbukit/

perengan. Hal ini disebabkan karena areal ini lebih heterogen dibandingkan areal

yang lain (berbukit-bukit). Hal ini sesuai dengan pernyataan Krebs (1987) yang

menyatakan bahwa semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks

flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada Topografi Tanah Rata pada Perangkap Tanggok jumlah serangga

yang tertangkap adalah 97 ekor nilai KM tertinggi adalah pada Ordo

Hymenoptera yaitu sebanyak 47 dan nilai KM terendah adalah pada ordo

Megaloptera yaitu sebanyak 1 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang

tertangkap adalah 142 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo

Hymenoptera yaitu sebanyak 34 dan sedangkan nilai KM yang terendah

adalah pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2, pada Light Trap jumlah

serangga yang tertangkap sebanyak 104 ekor dengan nilai KM tertinggi

terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 26 sedangkan nilai KM

yang terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 3.

2. Pada topografi Tanah Rendahan pada perangkap tanggok jumlah serangga

yang tertangkap adalah 82 nilai KM tertinggi adalah pada Ordo

Lepidoptera yaitu sebanyak 25 dan nilai KM terendah adalah pada ordo

Odonata yaitu sebanyak 3 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang

tertangkap adalah 167 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo

Hymenoptera yaitu sebanyak 41 dan sedangkan nilai KM yang terendah

adalah pada ordo Odonata dan Megaloptera yaitu sebanyak 1, pada Light

Trap jumlah serangga yang tertangkap sebanyak 132 ekor dengan nilai

KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 26

(48)

3. Pada topografi Tanah Berbukit/Perengan pada perangkap tanggok jumlah

serangga yang tertangkap adalah 95 nilai KM tertinggi adalah pada Ordo

Coleoptera yaitu sebanyak 32 dan nilai KM terendah adalah pada ordo

Lepidoptera yaitu sebanyak 3 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang

tertangkap adalah 158 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo

Diptera yaitu sebanyak 35 dan sedangkan nilai KM yang terendah adalah

pada ordo Odonata yaitu sebanyak 6, pada Light Trap jumlah serangga

yang tertangkap sebanyak 153 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat

pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 39 sedangkan nilai KM yang

terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1.

4. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga (H`) tertinggi terdapat pada

topografi tanah berbukit/perengan yaitu sebesar 3.602, kemudian topografi

rendahan yaitu sebesar 3.528 dan topografi tanah rata yaitu sebesar 3.393.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat sejauh mana

hubungan perkembangan hama terhadap parasitoid, untuk memastikan

kemampuan predasi dan parasitis parasitoid terhadap hama.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keanekaragaman serangga

pada tanaman kelapa sawit berdasaran fase pertumbuhan tanaman kelapa

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, R., 2008. Penelitian Kelapa Sawit. Diunduh dari ryan_adje86@yahoo.com. (22 April 2009)

Anonimous, 2007a. Budidaya Kelapa Sawit. Diunduh dari http://seafast.ipb.ac.id/maksi/index.php?option=com_content&task=view &id=39&Itemid=25. (22 April 2009)

, 2007b. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Menuju Sustainable Palm Oil. Diunduh dari http://iopri.org/ptks. (22 April 2009)

, 2008c. African Oil Palm (Elaeis guineensis). Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. (22 April 2009)

Arief, 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Jakarta

Bakir, M., dan A. Mulyadi, 2006. Sawit Andalan Devisa Republik. Diunduh dari http://www.kompos.com/kompascetak/0602/25/fokus/2460838.htm. (22 April 2009)

Borror, D.J., C.A. Triplehorn., dan N.F. Johnson., 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB, Bandung.

Gallangher, D. K dan S. Lilies, Ch., 1991. Metode Ekologi Lapangan. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta.

Gaol, E. L., 2007. Kelapa Sawit. Diunduh dari

http://erik12127.wordpress.com/2007/09/22/kelapa-sawit/ . (22 April 2009)

Girsang, P., dan Daswir, 1995. Ekonomi Pengendalian Hama Tanaman Kelapa Sawit. Seminar Ilmiah HIMAPETAN Korwil I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal 15

Hartono, R., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Diunduh dari http://budidayakelapasawit.blogspot.com/. (22 April 2009)

(50)

Hermawan. E. 2009. Indeks Diversitas/Keanekaragaman. Diunduh dari

elisa.ugm.ac.id/files/t3hermawan/mas2B0KN/1-Pengertian.doc (13 Maret 2010)

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. PT. Rineka Cipta, Jakarta

Kalshoven, L.G.E, 1981. The Pest Of Crops In Indonesia. PT. Ichtan Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Krebs, 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher, New York.

Michael, 1995. Metode penelitian Laboratorium dan Lapangan. UI Press. Jakarta. Hal 56-72

Purba, R., Akiyat, dkk., 2005. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Sumatera Utara. Hal 6-7

Rifqi, M.A. 2009. Ekologi. Diunduh dari

http://arifqbio.multiply.com/journal/item/9/Seri_Ekologi.

Risza, 1994. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.

Sastrodiharjo, 1990. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.Hal 57

Satyawibawa, L., dan Y. E. Widyastuti, 1992. Usaha Budidaya Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 50

Setyamijaja, D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 68

Suin, N. M., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 47

Sulthoni, A, dan Subyanto, 1980. Kunci Determinasi Serangga. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(51)

Lampiran 1. Jumlah serangga Yang Tertangkap pada Perangkap Tanggok

(Sweep net) di pertanaman Kelapa sawit

No . SERANGGA Pengamatan KM KR (%) FM FR (%) 1 2 3 4 5 6 7 8

1 COLEOPTERA

1. Cerambycidae 2 3 2 2 2 2 2 15 5.474 7 6.034 2. Coccinelidae 3 2 1 3 9 3.285 4 3.448 3. Dermestidae 2 2 3 7 2.555 3 2.586 4. Cleridae 2 2 2 3 3 12 4.380 5 4.310 5. Crysomelidae 2 2 2 3 2 2 13 4.745 6 5.172 2 DIPTERA

6. Muscidae 2 3 2 1 1 1 3 2 15 5.474 8 6.897 3 ODONATA

7. Libellulidae 2 2 2 3 2 11 4.015 5 4.310 8. Corduliidae 2 1 2 2 2 9 3.285 5 4.310 9. Coenagrionidae 2 2 2 1 7 2.555 4 3.448 4 ORTHOPTERA

10. Tettigonidae 2 3 3 2 2 2 2 16 5.839 7 6.034 11. Acrididae 1 2 2 2 2 2 2 3 16 5.839 8 6.897

12. Gryllidae 3 3 1 1 1 9 3.285 6 5.172

5 HYMENOPTERA

13. Vespidae 2 4 3 2 3 3 5 22 8.029 7 6.034 14. Formicidae 7 6 6 6 4 3 2 6 40 14.599 8 6.897 15. Braconidae 3 3 3 3 5 2 3 4 26 9.489 8 6.897 6 LEPIDOPTERA

16. Geometridae 2 2 1 2 2 2 2 1 14 5.109 8 6.897 17. Saturniidae 2 4 2 2 2 1 2 1 16 5.839 8 6.897 16. Danaidae 2 3 3 1 2 1 2 2 16 5.839 8 6.897 7 MEGALOPTERA

21. Sialidae 1 1 0.365 1 0.862

(52)

Lampiran 2. Jumlah serangga Yang Tertangkap pada Perangkap Jatuh

(Fit Fall Trap) di pertanaman Kelapa sawit

No. SERANGGA Pengamatan KM KR (%) FM FR (%) 1 2 3 4 5 6 7 8

1 COLEOPTERA

1. Dysticidae 2 2 2 1 1 1 9 1.927 6 2.479

2. Phalacridae 2 1 2 1 1 1 1 9 1.927 7 2.893

3. Chrysomelidae 2 1 1 2 6 1.285 4 1.653

4. Galerucidae 2 1 1 2 1 7 1.499 5 2.066

5. Dermestidae 2 2 1 1 6 1.285 4 1.653

6. Passalidae 2 1 1 4 0.857 3 1.240

7. Mycetaphagidae 1 1 1 3 0.642 3 1.240

8. Hidrophilidae 2 1 3 0.642 2 0.826

9. Silphidae 1 1 1 3 0.642 3 1.240

2 DIPTERA

10. Chloropidae 2 3 2 2 2 3 2 1 17 3.640 8 3.306

11. Bombyliidae 3 2 2 4 2 3 1 2 19 4.069 8 3.306

12. Muscidae 3 4 2 3 2 2 2 4 22 4.711 8 3.306

13. Tabanidae 3 3 3 3 2 3 2 3 22 4.711 8 3.306

3 ODONATA

14. Corduliidae 2 2 1 1 2 1 1 1 11 2.355 8 3.306

4 0RTHOPTERA

15. Blattidae 2 1 2 1 2 2 2 12 2.570 7 2.893

16. Mantidae 1 2 2 1 2 1 2 1 12 2.570 8 3.306

17. Gryllidae 2 1 1 2 1 1 2 10 2.141 7 2.893

18. Tettigonidae 1 2 1 2 3 2 1 1 13 2.784 8 3.306

19. Acrididae 1 2 2 3 2 2 2 1 15 3.212 8 3.306

5 HYMENOPTERA

20. Formicidae 4 2 2 2 2 2 14 2.998 6 2.479

21. Icneumonidae 2 3 3 2 2 4 2 18 3.854 7 2.893

22. Vespidae 2 2 3 3 2 2 14 2.998 6 2.479

23. Braconidae 3 2 2 2 2 3 2 16 3.426 7 2.893

24. Dryinidae 3 2 3 3 2 2 3 18 3.854 7 2.893

25. Sphecidae 2 2 3 2 4 2 15 3.212 6 2.479

26. Mymaridae 2 2 2 6 1.285 3 1.240

6 LEPIDOPTERA

27. Saturdidae 1 1 1 2 2 2 9 1.927 8 3.306

28. G

Gambar

Gambar 1: Perangkap Tanggok Sumber: Foto Langsung
Gambar 2 : Perangkap jatuh (Fit Fall Trap) Sumber: Foto Langsung
Gambar 3: Light Trap (Perangkap Cahaya)
Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanenan kelapa sawit adalah kegiatan mengutip hasil produksi dari tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan, berupa buah kelapa sawit atau tandan buah segar (TBS), yang

Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 184 morfospesies dari 10 ordo dan 57 famili, sedangkan padi sawah diperoleh 183 morfospesies dari

Penelitian ini dilatar belakangi oleh hama serangga sebagai vektor penyakit pada tanaman kelapa sawit sehingga akan mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit (Elaeis

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT.. Perkebunan

Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 184 morfospesies dari 10 ordo dan 57 famili, sedangkan padi sawah diperoleh 183 morfospesies dari

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata jumlah spikelet pertanaman kelapa sawit terbanyak (104,5 buah) diperoleh pada blok penanaman tahun 2009 sehingga populasi

Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 184 morfospesies dari 10 ordo dan 57 famili, sedangkan padi sawah diperoleh 183 morfospesies dari

Dengan ini saya, Kartika Putri menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Keanekaragaman Collembola dan Serangga Permukaan Tanah di Berbagai Umur Perkebunan Kelapa