STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA AREAL
PERTANAMAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN
TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT PERKEBUNAN
HUTA PADANG
SKRIPSI
OLEH :
ISABELLA PANJAITAN
050302007/HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA AREAL
PERTANAMAN KELAPA SAWIT BERDASARKAN
TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT PERKEBUNAN
HUTA PADANG
SKRIPSI
OLEH :
ISABELLA PANJAITAN 050302007/HPT
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
( Ir. Marheni, MP ) ( Ir. Syahrial Oemry, MS ) Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Isabella Panjaitan, Variety study of Insect Population on oil palm
(Elaeis guineenis Jack.) of PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. With counselor commission Ir. Marheni, MP as chief and Ir. Syahrial Oemry, MS as a
member.
This research was to study the diversity of insect population on oil palm
plantation and to identification the insect. This research was conducted at PTPN
III Huta Padang. The mehods used insect net, fit fall trap and light trap
.
Result of research indicated the amount of insect caught at flatten ground
topography counted 433 imagoes, consist of 13 orders and 38 families, at low
topography counted 551 imagoes, consist of 13 orders and 45 families and at hilly
topography counted 554 imagoes, consist of 11 orders and 43 families.
As the index of insect variety at flatten ground topography are 3.364, at
ABSTRAK
Isabella Panjaitan, Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. Dibawah bimbingan Ir. Marheni, MP selaku ketua dan Ir. Syahrial Oemry selaku
anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis
serangga pada perkebunan kelapa sawit dan mengidentifikasi serangga yang ada
di PTPN III, Huta Padang. Dengan metode yang digunakan adalah perangkap
jaring, perangkap jatuh dan perangkap cahaya.
Hasil peneliitian menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada
topografi tanah rata sebanyak 433 imago, yang terdiri dari 13 ordo dan 38 famili,
pada topografi rendahan serangga yang tertangkap sebanyak 551 imago, yang
terdiri dari 13 ordo dan 45 famili, dan pada topografi berbukit serangga yang
tertangkap sebanyak 554 imago yang terdiri dari 11 ordo dan 43 famili.
Adapun nilai indeks keanekaragaman serangga untuk topografi tanah rata
adalah 3.364, untuk topografi tanah rendahan adalah 3316 dan untuk topografi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah
dan anugerah Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah STUDI KEANEKARAGAMAN
SERANGGA PADA AREAL PERTANAMAN KELAPA SAWIT
BERDASARKAN TOPOGRAFI LAHAN DI PTPN III UNIT
PERKEBUNAN HUTA PADANG yang digunakan sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Disini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. Marheni, MP
selaku ketua pembimbing dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku anggota
pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis meyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,
semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 4 Februari 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULAN Latar belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 5
Hipotesa Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Indeks Keanekaragaman Spesies ... 6
Morfologi Kelapa Sawit ... 7
Syarat Tumbuh ... 9
Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit ... 9
Hama-Hama Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) ... 11
Parasitoid dan Predator Utama Pada Hama Pemakan Daun di Perkebunan Kelapa Sawit ... 13
Evaluasi Lahan Kelapa Sawit ... 14
Pengendalian Ulat Api (Setathosea asigna) dan Kumbang Tanduk ( Oryctes Rhinoceros) ... 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Analisa Data ... 17
Pelaksanaan Penelitian ... 19
Pengambilan Sampel ... 19
Identifikasi Serangga ... 23
Koleksi Serangga ... 24
Peubah Amatan ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata Pertanaman Kelapa Sawit ... 26
Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Rendahan Pertanaman Kelapa Sawit ... 27
Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 36 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah
Rata Pertanaman Kelapa Sawit ... 25
Tabel 2. Status Hama Pada Topogafi Tanah Rata Pertanaman
Kelapa Sawit ... 26
Tabel 3. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah
Rendahan Pertanaman Kelapa Sawit ... 29
Tabel 4. Status Hama Pada Topogafi Tanah Rendahan Pertanaman
Kelapa Sawit ... 30
Tabel 5. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi
Tanah Berbukit/Perengan Pertanaman Kelapa Sawit ... 33
Tabel 6. Status Hama Pada Topogafi Tanah Berbukit/ Perengan Pertanaman
Kelapa Sawit ... 34
Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga Berdasarkan
Topografi Lahan ... 36
Tabel 8. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Topografi Tanah Rata ... 39
Tabel 9. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Topografi Rendahan ... 38
Tabel 10. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi Berbukit/
ABSTRACT
Isabella Panjaitan, Variety study of Insect Population on oil palm
(Elaeis guineenis Jack.) of PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. With counselor commission Ir. Marheni, MP as chief and Ir. Syahrial Oemry, MS as a
member.
This research was to study the diversity of insect population on oil palm
plantation and to identification the insect. This research was conducted at PTPN
III Huta Padang. The mehods used insect net, fit fall trap and light trap
.
Result of research indicated the amount of insect caught at flatten ground
topography counted 433 imagoes, consist of 13 orders and 38 families, at low
topography counted 551 imagoes, consist of 13 orders and 45 families and at hilly
topography counted 554 imagoes, consist of 11 orders and 43 families.
As the index of insect variety at flatten ground topography are 3.364, at
ABSTRAK
Isabella Panjaitan, Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan. Dibawah bimbingan Ir. Marheni, MP selaku ketua dan Ir. Syahrial Oemry selaku
anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis
serangga pada perkebunan kelapa sawit dan mengidentifikasi serangga yang ada
di PTPN III, Huta Padang. Dengan metode yang digunakan adalah perangkap
jaring, perangkap jatuh dan perangkap cahaya.
Hasil peneliitian menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada
topografi tanah rata sebanyak 433 imago, yang terdiri dari 13 ordo dan 38 famili,
pada topografi rendahan serangga yang tertangkap sebanyak 551 imago, yang
terdiri dari 13 ordo dan 45 famili, dan pada topografi berbukit serangga yang
tertangkap sebanyak 554 imago yang terdiri dari 11 ordo dan 43 famili.
Adapun nilai indeks keanekaragaman serangga untuk topografi tanah rata
adalah 3.364, untuk topografi tanah rendahan adalah 3316 dan untuk topografi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit sawit yang
dibawa Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman
kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun
1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet,
seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang sawit di Afrika. Beberapa pohon
sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor sampai saat ini masih hidup, dengan
ketinggian 12 m dan merupakan kelapa sawit tertua yang berasal dari afrika
(Satyawibawa dan Widyastuti, 2002).
Luas areal pertanaman kelapa sawit di seluruh Indonesia selama 20 tahun
berkambang sangat cepat, tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera
seperti yang dicatat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mencapai 5,2 hektar
pdahal pada tahun 1997 luas areal sawit di Sumatera hanya 611.300 hektar
(Bakir dan Mulyadi, 2006).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan
kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada
pembangunan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun
1996 telah mencapai 2 juta ha dengan tingkat produksi terbesar kedua setelah
mencapai 7 juta ha, sehingga Indonesia diharapkan akan menjadi negara penghasil
minyak sawit terbesar di dunia (Anonimous, 2007a).
Pengembangan kelapa sawit sampai dengan saat ini baik yang dilakukan
oleh perusahaan perkebunan maupun oleh rakyat telah mengarah ke lahan lahan
marginal. Pada kenyataannya, produktivitas kelapa sawit umumnya belum
sepenuhnya tercapai sesuai dengan potensinya. Hal tersebut berkaitan dengan
belum optimalnya pengelolaan faktor-faktor produksinya (Anonimous, 2007b).
Berbagai faktor dapat menyebabkan rendahnya produksi kelapa sawit.
Salah satu faktor tersebut adalah serangan hama. Serangan hama ini di areal
perkebunan kelapa sawit menimbulkan kerugian bila tidak dikelola dengan baik.
Beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit antara lain ulat
api Setathosea asigna, Darna trima, Setoranitens, tikus Rattus tiomanicus,
ulat kantong Mahasena corbetti dan Metisa plana
(Girsang dan Daswir, 1995).
Pengendalian dapat dilakukan untuk meminimalkan kerugian akibat
serangan hama pada tanaman kelapa sawit. Saat ini sering dilakukan usaha
pengendalian dengan menggunakan insektisida botani. Pengendalian dengan
insektisida botani dilakukan karena pengendalian secara kimiawi ternyata
mempunyai dampak negatif terhadap resistensi serangga hama, musuh alami serta
makhluk hidup lainnya. Disamping itu pengendalian dengan insektisida botani
bahannya mudah didapat dan mudah terurai di lingkungan, walaupun
PHT lebih mengutamakan berjalannya pengendalian alami khususnya
pengendalian hama yang dilakukan oleh berbagai musuh alami. Dengan
memberikan kesempatan sepenuhnya kepada musuh alami untuk bekerja berarti
menekan sedikit mungkin penggunaan pestisida. Pestisida sendiri secara langsung
dan tidak langsung dapat merugikan perkembangan populasi musuh alami
(Untung, 2001).
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan pengunaan
musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian
hayati di latar belakangi oleh pengendalian alami dan keseimbangan ekosistem.
Musuh alami yang terdiri dari parasitoid, predator dan patogen merupakan
pengendali hayati yang bekerja secara density-dependent (Untung, 2001).
Secara teoritis pertunbuhan hama akan diikuti oleh pertumbuhan populasi
musuh alami. Akan tetapi, banyak faktor hama akan diikuti oleh pertumbuhan
populasi musuh alami. Akan tetapi, banyak faktor alamiah seperti iklim dan
tersedianya makanan sepanjang waktu bagi hama tertentu, dapat menyebabkan
populasi hama tersebut melampaui batas kritis (Risza, 1994).
Kelapa sawit menghasilkan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan
baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit
dan industri farmasi. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit
adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang
diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.
Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol,
baku margarin.Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri
kosmetika. (Anonimous, 2008c).
Keanekaragaman hayati adalah variabilitas antar makhluk hidup dari
semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan
komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies
dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan
pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat
memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Ekologi merupakan keseluruhan pola hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya yang merupakan faktor abiotik. Kajian
ekologi memungkinkan kita memahami komunitas secara keseluruhan, guna dapat
memastikan kenyataan ini perlu diadakan penelitian.
(Ewusie, 1990).
Kajian ekologi dapat diketahui dengan membagi lingkungan hidup atau
biosfer dalam beberapa bagian sesuai dengan komponen-komponen yang
membentuk lingkungan tersebut. Diantaranya adalah : lingkungan fisik atau
abiotik mencakup unsur litosfer (tanah), hydrosfer (suhu, pH, air) dan atmosfer
(udara : iklim, cuaca, angin). Lingkungan biotik mencakup keseluruhan
lingkungan yang terbentuk dari semua fungsi hayati makhluk-makhluk hidup yang
saling berinteraksi (Heddy dan Kurniaty, 1996).
Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
dalam yaitu kemampuan berkembang biak, perbandingan kelamin, sifat
kelembaban/hujan, cahaya, warna, bau,angin, makanan dan faktor hayati
(Jumar, 2001).
Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui indeks keanekaragam jenis serangga pada areal
pertanaman kelapa sawit PTPN III unit perkebunan Huta Padang.
- Untuk mengetahui jenis-jenis hama penting dan musuh alami pada
beberapa topografi yang diteliti.
Hipotesa Penelitian
- Adanya perbedaan indeks keanekaragaman serangga pada berbagai
topografi yang berbeda pada areal pertanaman kelapa sawit PTPN III unit
perkebunan Huta Padang.
- Terdapat berbagai jenis hama dan musuh alami pada beberapa topografi
yang diteliti
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Indeks keanekaragaman Spesies
Indeks keanekaragaman spesies mengacu pada macam dan kelimpahan
spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di
mana mereka berada. Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan
hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri
dari 2 komponen:
1. Jumlah species dalam komunitas yang sering disebut kekayaan species
2. Kesamaan spesies dimana menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu
(yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara
banyak spesies itu (Hermawan, 2009).
Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi
alam. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya
seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Sebagian besar ekosistem
memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk sebuah
rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan jaringan makanan.
Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah tropis
dan ekosistem lautan (Rifqi, 2009).
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang
hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Sebuah komunitas
tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome.
yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe
biome air. Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi
(niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di
dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa
yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa,
jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi
dimana dapat direproduksi (Rifqi, 2009).
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama,
yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama
adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal.
Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang
ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya
ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan
mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit. Jumlah
terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu
disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang
normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka
(Rifqi, 2009).
Morfologi kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian
sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari
bunga dan buah. Adapun sistematika dari sawit adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecacae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq. (Satyawibawa dan Widyastuti, 2002).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dibedakan atas 2 bagian yaitu bagan vegetative dan bagian generative. Bagian vegetative tanaman kelapa
sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generative nya meliputi
bunga dan buah (Risza, 1994).
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar
serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga
terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna
sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12
tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga
penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah
namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Tanaman
menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai
tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan: eksoskarp, mesoskarp dan
endoskarp. Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma
dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Anonimous, 2007c).
Syarat Tumbuh
Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman
ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit.
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari. Angin tidak mempengaruhi
pertumbuhan. Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara
tanaman) yang cukup panjang. Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang
tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada
proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35ºC.
Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000-3.000 mm/tahun
(Hartono, 2008).
Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit
Hama utama atau hama kunci merupakan spesies hama pada kurun waktu
yang lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang
berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian yang sering kali dalam daerah
kerugiam ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agro-ekosistem hanya satu
atau dua hama utama. Sisanya adalah hama kategori hama yang lain
(Untung, 1996).
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat
dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga
yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama. Tetapi tidak semua
serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga
penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. Serangga mempunyai
serbaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan
populasi (Untung, 1996).
Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan, sebagai parasitoid
(hidup secara parasit pada serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai
pemakan bangkai, sebagai penyerbuk dan sebagai penular (vector) bibit penyakit tertentu (Putra, 1994).
Serangga adalah bahan makanan tunggal atau penting bagi banyak unggas,
ikan dan hewan-hewan lain (termasuk manusia di beberapa belahan dunia.
Kebanyakan orang lebih banyak waspada terhadap serangga perusak dan
pengaruh-pengaruh mereka dari ada serangga-serangga yang bermanfaat, dan
jenis serangga perusak barangkali lebih terkenal daripada serangga yang
bermanfaat (Krebs, 1987).
Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya
sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore atau malam hari.
Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Habitat
dan ada yang berbeda. Pada ordo Lepidoptera, larva aktif makan dan biasanya
menjadi hama, sedangkan serangga dewasanya hanya menghisap nectar atau
madu bunga. Pada ordo Coleoptera, umumnya larva dan imago aktif makan
dengan habitat yang sama, sehingga kedua-duanya menjadi hama (Jumar, 2000).
Hama – hama Tanaman kelapa sawit Belum Menghasilkan (TBM) dan
Tanaman Menghasilkan(TM)
Hama- hama tanaman yang umum dijumpai menyerang tanaman kelapa
sawit belum menghasilkan (TBM) adalah Ulat Pemakan Daun Kelapa
Sawit(UPDKS). Serangan UPDKS mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun
dan akhirnya secara signifikan akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hama
lainnya adalah Kumbang Penggerek Pucuk Kelapa Sawit(Oryctes rhinoceros) yang hinggap pada pelepah yang agak muda, kemudian menggerek ke arah titik
tumbuh kelapa sawit apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan
tanaman akan mati atau tumbuh tunas baru satu atau lebih. Hama yang juga
merusak titik tumbuh tanaman dan memakannya adalah tikus dan apabila
serangan dengan intensitas tinggi harus dilakukan penanaman ulang.
Jenis ulat Populasi kritis (ulat/pelepah)
Ulat api:
Setothosea asigna Setora nitens
Darna (Orthocraspeda) trima Darna (Ploneta) diducta Darna (Ploneta) bradleyi
5-10
5-10
20-30
10-20
Birthosea bisura 10-20
Ulat kantong:
Mahasena corbetti Metisa plana
4-5
5-10
Hama utama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit menghasilkan
(TM) adalah Ulat Pemakan Daun seperti ulat api, ulat kantung, dan ulat bulu yang
secara signifikan akan menurunkan produktivitas tanaman. Ulat api yang sering
dijumpai antara lain Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, sedangkan ulat kantung yang sering dijumpai antara lain Mahasena corbetti dan Metisa plana. Ulat bulu yang sering dijumpai antara lain Dasychira mendosa, dan
Amathusa phidippus. Jenis hama lain yang juga menimbulkan kerusakan adalah
beberapa jenis tikus belukar (Rattus tiomanicus), tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus rumah (Rattus rattus diardii), dan tikus huma
(Rattus exulans) diantara keempat tikus tersebut tikus belukar merupakan tikus yang paling dominan dan dijumpai pada hampir semua perkebunan kelapa sawit.
(Purba dkk, 2005).
Banyak sekali hama- hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di
pembibitan ataupun tanaman yang telah berproduksi. Diantara hama- hama
Parasitoid dan Predator Utama Pada Hama Pemakan Daun di Perkebunan
Kelapa Sawit
No Jenis parasitoid/ predator Jenis inang(hama) Stadia/ instar inang
Tingkat parasitasi/ predasi
1. Parasitoid
Trichogrammatoidea thoseae Setothosea asigna Setora nitens Telur Telur 30,6-33,5% 26% 2. Metaplectrus solitarius
Euplectromorpha nr. Bicarinata
S. asigna L2-L3 46%
3. Fornicia ceylonica S. asigna S. nitens
L4 L4
30,4% 77,8% 4. Spinaria spinator S.nitens Larva instar
terakhir
28,6-100%
5. Apanteles aluella Darna trima Larva instar terakhir
55-65%
6. Apanteles metisae Metisa plana Mahasena corbetti Larva instar terakhir Larva instar terakhir 70% -
7. Chlorocrytus purpuratus S. asigna Larva instar terakhir/ pupa
2,6%
8. Chaetexorista javana S. asigna S. nitens Larva instar terakhir/ pupa Larva instar terakhir/ pupa 15,4%
90% (Pada areal terbuka) 9. Predator
Sycanus leucomesus dan
S. dichotomus
M. plana
M. corbetti D.trina dan jenis
ulat api lainnya
Larva
Larva larva
430 larva/ selama hidupnya (>1
bulan) -
1 larva/ 4-5 jam
10. Kelompok Eocanthecona- Chantheconidae
Semua jenis ulat api
Larva dan kadang- kadang
ngengat
1-5 larva/ hari (lama stadia predator aktif memangsa ulat ±3
bulan 11. Callimerus arcufer Semua jenis ulat
api.
M. plana
Telur dan larva
larva
-
Evaluasi lahan kelapa sawit
Tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan
evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang
telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan
didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan
satuan-satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa
karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.
Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi
kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang,
khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan
biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka
berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini. Hasil evaluasi kesesuaian
lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk
mencapai produktivitas tanaman sesuai dengan potensi lahannya
(Gaol, 2007).
Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas
flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor
Pengendalian Ulat Api (Setothosea asigna) dan Kumbang Tanduk
(Oryctes rhinocheros)
Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna pada kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus
ß Nudaurelia, multi plenucleo-polyhedrovirus (MNPV), dan jamur
Cordyceps aff. militaris. Mikroorganisme entomopatogenik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati yang efektif, efisien, dan aman terhadap lingkungan.
Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif mengendalikan ulat, sedangkan jamur
Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong hama tersebut. Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan
insektisida kimia sintetis Penggunaan insektisida kimia sintetis selama ini justru
seringkali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti munculnya
resistensi dan resurgensi hama. Pengendalian ulat api menggunakan bahan alami
terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan insektisida
kimia sintetis, dengan biaya pengendalian hanya 7% dari biaya pengendalian
secara kimiawi (Gaol, 2007).
Pengendalian hama O. rhinoceros secara terpadu dengan mengkombinasikan penggunaan Metarhizium anisopliae untuk mengendalian
larvanya dan aplikasi feromon sintetik agregat untuk menarik kumbang (imago)
nya sehingga populasinya terkendali. Metarhizium anisopliae telah diformulasikan
dalam berbagai bentuk meliputi: jagung, granul dan tepung maupun
kombinasinya. Formulasi ini diciptakan untuk mempermudah aplikasi pada tandan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN III unit perkebunan
Huta Padang Kabupaten Asahan dengan ketinggian tempat ± 123 m di atas
permukaan laut. Identifikasi serangga yang tertangkap dilakukan di Laboratorium
Hama Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang dilaksanakan mulai
bulan Oktober 2009 sampai Desember 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago yang tertangkap,
air bersih, detergen, plastik transparan, formalin, feromon sex, alkohol 70 % dan
vaselin sebagai perekat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol kecil, kain
kasa, tanggok kain berdiameter 50 cm, light trap dengan menggunakan lampu neon dan kain kelambu berwarna putih, fit fall trap dengan menggunakan ember plastik berdiameter 25 cm, selotip, kuas, pinset, gunting, killing bottle, jarum
suntik, lup, kamera, mikroskop stereo binokuler, tangga, alat tulis menulis, serta
buku identifikasi yaitu Suin (1997), Dindal (1990), Chung (1995) Kalshoven
Metode Analisa Data
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
diagonal. Luas areal pengambilan sampel berdasarkan topografi lahan seluruhnya
563, 43 hektar dengan rincian sebagai berikut:
- Blok sampling I, topografi lahan tanah rata dengan ketinggian 123 mdpl dengan
luas areal 34 hektar dan jumlah tanaman 4161 pokok tahun tanam 2004
- Blok sampling II, topografi lahan rendahan dengan ketinggian 73- 83 mdpl
dengan luas areal 253,9 hektar dan jumlah tanaman 34073 pokok tahun tanam
2007
- Blok sampling III, topografi lahan berbukit/ perengan dengan ketinggian 143-
153 mdpl dengan luas areal 275,53 hektar dan jumlah tanaman 36299 pokok tahun
tanam 2007
Serangga-serangga yang diperoleh pada setiap penangkapan setelah
dikumpulkan, dikelompokkan dan selanjutnya diidentifikasi di laboratorium,
kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
- Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga :
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang
ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
- Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga :
FR = x100 %
FM FM
n penangkapa seluruh Jumlah serangga jenis suatu ditemukan Jumlah FM % 100 n penangkapa setiap serangga seluruh Jumlah Total n penangkapa setiap serangga jenis suatu FM NilaiFrekuensi relatif menunjukkan kesering hadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut
(Suin, 1997).
- Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga :
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
(Suin, 1997).
- Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis serangga
KR = x100%
KM KM
-
Indeks Keanekaragaman jenis seranggaUntuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga
digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus :
H = -Σ pi In pi (Michael, 1995).
Dimana : pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu semua jenis
Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut krebs (1989) sebagai berikut :
H’>3-5 (Tinggi)
H’ 1-3 (Sedang)
H’ <1-3 (Rendah)
n Penangkapa Jumlah p tertangka yang jenis individu Jumlah KM % 100 n penangkapa setiap dalam individu Total n penangkapa setiap dalam jenis suatu individu Jumlah
Pelaksanaan Penelitian
Adapun metode yang digunakan untuk menentukan tanaman sampel
dalam penelitian ini adalah metode diagonal. Dimana sampel pertama dibuat
ditengah-tengah dari blok sampling, dan dari sampling pertama tersebut diambil 4
sampling yang lain. Pengambilan data dilakukan ± 2-3 bulan
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan
serangga yang tertangkap pada masing-masing titik sampel perangkap yang telah
ditentukan. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada afdeling IV Kebun Huta
Padang PTPN III :
- Topografi lahan tanah rata dengan ketinggian 123 mdpl dengan luas areal 34
hektar dan jumlah tanaman 4161 pokok tahun tanam 2004
- Topografi lahan rendahan dengan ketinggian 73- 83 mdpl dengan luas areal
253,9 hektar dan jumlah tanaman 34073 pokok tahun tanam 2007
- Topografi lahan berbukit/ perengan dengan ketinggian 143- 153 mdpl dengan
luas areal 275,53 hektar dan jumlah tanaman 36299 pokok tahun tanam 2007
Cara menentukan titik sampel dilakukan dengan mengambil 10% dari
luas lahan dan jumlah pokok, maka dari blok sampling I dapat diambil titik
sampel dengan luas lahan 3,4 ha (10% dari 34 ha) atau 34000 meter dengan
jumlah pohon 416 pokok, lalu ditarik lahan ukuran 100 m x 340 m berbentuk
persegi dimana penempatan titik sampel pertama diambil dari tengah areal kebun
lalu ditarik jarak untuk penempatan titik sampel II, III, IV dan V. Begitu juga
100 meter
340 meter
Gambar bagan pengambilan sampel pada Blok I
Pada jarak 100 meter dari titik sampel I ke titik sampel II terdapat 11
pokok (karena jarak tanam kelapa sawit 9x9 meter) kelapa sawit, pada jarak titik
sampel I ke titik sampel IV terdapat 38 pokok jadi jumlah pohon seluruhnya pada
blok sampling I adalah ± 418 pokok kelapa sawit . Diperkirakan letak titik sampel
I berada pada pokok yang ke- 209.
Sampel serangga yang diambil yaitu berupa imago dari serangga yang
terperangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai
perangkap yaitu sebagai berikut :
Serangga Diurnal (Serangga aktif siang hari)
Untuk penangkapan serangga yang aktif pada siang hari dilakukan dengan 2 (dua)
metode, yaitu :
1.Perangkap tanggok dari kain
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang berada di atas
pohon. Diameter nya ± 50 cm. Serangga tersebut dikumpulkan dengan cara
memukul pelepah atau menggoyangkannya sebanyak 10 kali. Sehingga serangga
yang berada di atas pohon jatuh ke bawah. Selain itu perangkap ini diayunkan ke II
I
III
sekeliling tanaman di sekitar kelapa sawit untuk menangkap serangga di
sekitarnya. Hal ini dilakukan pada ketiga areal dengan lima titik sampel yang telah
ditentukan.
Serangga yang jatuh langsung ditampung dengan tanggok kain, serangga
yang terkumpul di tanggok kain tersebut lalu dipindahkan ke dalam botol
spesimen. Untuk serangga yang berukuran kecil dipindahkan dengan kuas
seterusnya dimasukkan ke dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70 %
kemudian diidentifikasi di laboratorium. Pengamatan dilakukan sebanyak 8x
[image:32.595.199.423.330.493.2]pemantauan dengan interval 1x seminggu selama 2 bulan.
Gambar 1: Perangkap Tanggok Sumber: Foto Langsung
2. Perangkap jatuh (fit fall trap)
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang hidup di atas
permukaan tanah. Pemasangan perangkap dilakukan pada ketiga areal dengan titik
sampel yang telah ditentukan. Pemasangan perangkap dilakukan dengan sistem
diagonal dengan interval pemantauan 1 kali seminggu dengan waktu pengamatan
8x pemantauan selama 2 bulan. Pada masing-masing titik sampel yang telah
dengan detergen kira- kira 1/3 ember. Perangkap ini dipasang pada pukul 07.00
pagi hari, dan diambil setelah 12 jam pada pukul 19.00 WIB. Kemudian serangga
yang tertangkap diambil dengan cara menyaringnya memakai kain kasa dan
dimasukkan ke dalam botol sampel transparan. Selanjutnya semua sampel
diawetkan dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi
[image:33.595.209.417.248.431.2](Gallangher dan Lilies, 1991).
Gambar 2 : Perangkap jatuh (Fit Fall Trap) Sumber: Foto Langsung
Serangga nocturnal ( Serangga aktif malam hari)
Untuk penangkapan serangga yang aktif malam hari dilakukan dengan
menggunakan metode :
3. Perangkap cahaya lampu (light trap)
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang respon
terhadap cahaya malam hari (nocturnal). Pemasangan alat ini dilakukan pada
pukul 18.00-20.00 WIB. Lokasi pemantauan pemasangan perangkap dilakukan
dengan sistem diagonal dengan interval pemantauan 1 kali seminggu dengan
lampu neon sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan tepat di bagian atas kain
kelambu yang telah diolesi vaselin. Kain kelambu ini dipasang dengan cara
merentangkan pada dua buah tiang setinggi 1 meter dari permukaan tanah (bentuk
kerangka mirip gawang sepak bola), dengan demikian pendaran cahaya menjadi
lebih banyak di sekitar kain kelambu, sehingga serangga tertarik akan menubruk
[image:34.595.215.409.277.420.2]kain dan menempel pada kain tersebut.
Gambar 3: Light Trap (Perangkap Cahaya)
Identifikasi Serangga
Serangga yang terdapat di lapangan dibawa ke laboratorium kemudian
dikelompokkan sesuai dengan lokasi pengambilan sampel dan diawetkan dengan
alkohol 70%, selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan memperhatikan
bentuk luar (morfologi) dengan bantuan loup, mikroskop stereo binokuler serta
buku acuan Suin (1997), Dindal (1990), Chung (1995), kalshoven (1981),
Koleksi Serangga
Serangga-serangga yang telah diidentifikasi, kemudian dikoleksi basah
dalam campuran alkohol dan formalin untuk serangga-serangga yang berukuran
kecil, sedangkan serangga koleksi kering untuk imago serangga-serangga yang
berukuran besar.
Adapun cara untuk dapat membuat koleksi adalah sebagai berikut :
1. Koleksi kering
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi kering, yaitu :
Dikumpulkan serangga yang tertangkap ke dalam toples
Ditutup rapat dan dibiarkan sampai serangga tersebut lemas.
Diambil formalin dan disuntikkan ke bagian abdomen serangga yang telah
lemas
Diletakkan di media koleksi
Diatur letak tungkainya sayapnya bagi serangga yang dapat terbang.
Diberi pelekat pada serangga ke media koleksi.
Diberi label keterangan morfologi pada media koleksi
2. Koleksi basah
Koleksi basah dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran kecil.
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi basah, yaitu :
Disediakan botol koleksi yang transparan.
Dimasukkan formalin, alkohol dan air bersih dengan perbandingan 1:3:10
Dimasukkan serangga yang berukuran kecil ke dalam botol koleksi sesuai
dengan ciri morfologinya masing-masing
Peubah Amatan
1. Jumlah serangga yang tertangkap baik yang berstatus hama maupun
musuh alami.
2. Nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan
relatif pada setiap pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Tanah RataPertanaman Kelapa Sawit
Jumlah serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit
menunjukkan nilai-nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, dan
[image:37.595.24.596.345.605.2]frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Topografi Tanah Rata
Pertanaman Kelapa Sawit
N o
ORDO KM KR(%) FM FR(%)
Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap
1 Lepidoptera 18 7 16 18.557 4.930 15.385 8 6 8 21.622 7.317 13.793
2 Orthoptera
8 16 8 8.247 11.268 7.692 6 11 8 16.216 13.415 13.793
3 Diptera
2 24 15 2.062 16.901 14.423 2 6 12 5.405 7.317 20.690
4 Hemiptera
0 12 13 0.000 8.451 12.500 0 8 6 0.000 9.756 10.345
5 Homoptera
0 11 8 0.000 7.746 7.692 0 8 6 0.000 9.756 10.345
6 Hymenoptera
47 34 26 48.454 23.944 25.000 6 19 8 16.216 23.171 13.793
7 Coleoptera 11 12 15 11.340 8.451 14.423 6 13 8 16.216 15.854 13.793
8 Odonata
10 4 3 10.309 2.817 2.885 8 3 2 21.622 3.659 3.448
9 Megaloptera
1 2 0 1.031 1.408 0 1 2 0 2.703 2.439 0
10 Dermaptera
0 7 0 0 4.930 0 0 3 0 0 3.659 0
11 Neuroptera
0 13 0 0 9.155 0 0 3 0 0 3.659 0
Total
97 142 104 100 100 100 37 82 58 100 100 100
Dari tabel 1 dapat kita lihat pada perangkap tanggok jumlah serangga yang
tertangkap adalah 97 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi adalah
pada Ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 47 dan nilai Kerapatan Relatif (KR)
serangga yang tertangkap adalah 142 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada
ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 34 dan nilai KR sebanyak 23.944%sedangkan
nilai KM yang terendah adalah pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2 dengan
nilai KR sebanyak 1.408%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap
sebanyak 104 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera
yaitu sebanyak 26 dan nilai KR sebanyak 25% sedangkan nilai KM yang terendah
adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 2.885%.
Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi
pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Lepidoptera dan Odonata yaitu
sebanyak 8 dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) masing-masing adalah 21.622%
sedangkan nilai FM terendah terdapat pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 1
dengan nilai FR 2.703%. Pada Fit Fall Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo
Ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 19 dengan nilai FR sebanyak 23.171%, yang
terendah terdapat pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR
2.439%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo Diptera yaitu
sebanyak 12 dengan nilai FR nya adalah 20.690%. Nilai FM terendah terdapat
pada ordo Odonata yaitu sebanyak 2 dengan nilai FR nya adalah 3.448%.
2. Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Rendahan
Pertanaman Kelapa Sawit.
Jumlah serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit
menunjukkan nilai-nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, dan
frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No ORDO KM KR(%) FM FR(%) Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap
1 Coleoptera 13 24 15 15.854 14.371 11.364 8 12 9 22.222 15.000 14.516
2 Dermaptera 0 9 2 0.000 5.389 1.515 0 4 2 0.000 5.000 3.226
3 Diptera 9 21 17 10.976 12.575 12.879 5 10 8 13.889 12.500 12.903
4 Hemiptera 0 12 20 0.000 7.186 15.152 0 9 10 0 11.250 16.129
5 Homoptera 0 14 12 0.000 8.383 9.091 0 5 5 0 6.250 8.065
6 Hymenoptera 19 41 26 23.171 24.551 19.697 8 13 10 22.222 16.250 16.129
7 Lepidoptera 25 9 16 30.488 5.389 12.121 8 8 8 22.222 10.000 12.903
8 Odonata 3 1 1 3.659 0.599 0.758 2 1 2 5.556 1.250 3.226
9 Orthoptera 13 26 23 15.854 15.569 17.424 5 15 8 13.889 18.750 12.903
10 Megaloptera 0 1 0 0 0.599 0.000 0 1 0 0 1.250 0.000
11 Neuroptera 0 9 0 0 5.389 0.000 0 2 0 0 2.500 0.000
Total 82 167 132 100 100 100 36 80 62 100 100 100
Dari tabel 2 dapat kita lihat pada perangkap tanggok, jumlah serangga
yang tertangkap adalah 82 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi
adalah pada Ordo Lepidoptera yaitu sebanyak 25 dan nilai Kerapatan Relatif (KR)
sebanyak 30.488% sedangkan KM terendah adalah pada ordo Odonata yaitu
sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 3.659 %. Pada Fit Fall Trap jumlah
serangga yang tertangkap adalah 167 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada
ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 41 dan nilai KR sebanyak 24.551% sedangkan
nilai KM yang terendah adalah pada ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai
KR sebanyak 0.599%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap
sebanyak 132 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera
yaitu sebanyak 26 dan nilai KR sebanyak 19.697 sedangkan nilai KM yang
terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai KR sebanyak
Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi
pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Coleoptera, Hymenoptera dan
Lepidoptera yaitu sebanyak 8 dengan nilai Frekuensi Relatif (FR) masing-masing
adalah 22.222% sedangkan nilai FM terendah terdapat pada ordo Odonata yaitu
sebanyak 2 dengan nilai FR 5.556%. Pada Fit Fall Trap nilai FM tertinggi terdapat
pada ordo Ordo Orthoptera yaitu sebanyak 15 dengan nilai FR sebanyak 18.750%,
yang terendah terdapat pada ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai FR
1.250%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo Hemiptera dan
Hymenoptera yaitu sebanyak 10 dengan nilai FR nya adalah 16.129%. Nilai FM
terendah terdapat pada ordo Dermaptera dan Odonata sebanyak 2 dengan nilai FR
nya adalah 3.226%.
3.
Jumlah Serangga yang Tertangkap Pada Topografi Berbukit/ PerenganPertanaman Kelapa Sawit
No ORDO KM KR(%) FM FR(%)
Perang kap Tanggok Fit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap Perang kap Tanggok Pit Fall Trap Light Trap
1 Lepidoptera 3 14 23 3.158 8.861 15.033 8 10 8 19 12.500 11.268
2 Orthoptera 20 20 8 21.053 12.658 5.229 9 12 6 21 15.000 8.451
3 Diptera 4 35 18 4.211 22.152 11.765 1 14 9 2 17.500 12.676
4 Hemiptera 0 8 9 0 5.063 5.882 0 7 4 0 8.750 5.634
5 Homoptera 0 25 20 0 15.823 13.072 0 8 5 0 10.000 7.042
6 Hymenoptera 22 26 39 23.158 16.456 25.490 10 10 19 23 12.500 26.761
7 Coleoptera 32 14 35 33.684 8.861 22.876 11 12 19 26 15.000 26.761
8 Odonata 14 6 1 14.737 3.797 0.654 4 4 1 9 5.000 1.408
9 Neuroptera 0 10 0 0.000 6.329 0.000 0 3 0 0 3.750 0.000
Total 95 158 153 100 100 100 43 80 71 100 100 100
Dari tabel 3 dapat kita lihat pada perangkap tanggok, jumlah serangga
yang tertangkap adalah 95 ekor dengan nilai Kerapatan Mutlak (KM) tertinggi
sebanyak 33.684% sedangkan KM terendah adalah pada ordo Lepidoptera yaitu
sebanyak 3 dengan nilai KR sebanyak 3.158%. Pada Fit Fall Trap jumlah
serangga yang tertangkap adalah 158 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada
ordo Diptera yaitu sebanyak 35 dan nilai KR sebanyak 22.152% sedangkan nilai
KM yang terendah adalah pada ordo Odonata yaitu sebanyak 6 dengan nilai KR
sebanyak 3.797%. Pada Light Trap jumlah serangga yang tertangkap sebanyak
153 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu
sebanyak 35 dan nilai KR sebanyak 22.876% sedangkan nilai KM yang terendah
adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1 dengan nilai KR sebanyak 0.654%
Pada hasil pengamatan dapat dilihat nilai Frekuensi Mutlak (FM) tertinggi
pada perangkap tanggok terdapat pada ordo Coleoptera yaitu sebanyak 11 dengan
nilai Frekuensi Relatif (FR) adalah 26% sedangkan nilai FM terendah terdapat
pada ordo Diptera yaitu sebanyak 1 dengan nilai FR 2%. Pada Fit Fall Trap nilai
FM tertinggi terdapat pada ordo Ordo Diptera yaitu sebanyak 14 dengan nilai FR
sebanyak 17.5%, yang terendah terdapat pada ordo Neuroptera yaitu sebanyak 3
dengan nilai FR 3.75%. Pada Light Trap nilai FM tertinggi terdapat pada ordo
Hymenoptera dan Coleoptera yaitu sebanyak 19 dengan nilai FR nya adalah
26.761%. Nilai FM terendah terdapat pada ordo Odonata sebanyak 1 dengan nilai
FR nya adalah 1.408%.
4. Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan
kelimpahan spesies dalam komunitas. Dalam lingkaran hidup dari organisme
yang tidak memiliki variasi habitat yang luas biasanya miskin spesies, tetapi
beberapa spesies yang mampu menduduki wilayah ini mungkin berlimpah karena
kompetisi dengan spesies lain untuk sumberdaya berkurang. Faktor-faktor
ekologis berperan juga berperan, temperatur , iklim, dan musim tumbuh
menciptakan habitat yang lebih kondusif sehingga menghasilkan keanekaragaman
spesies. Faktor lain yang berpengaruh pada kekayaan spesies pada suatu area
adalah jarak atau barier yang memisahkan area tersebut dengan sumber spesies.
Nilai indeks keanekaragaman serangga pada pertanaman kelapa sawit berdasarkan
topografi lahan dapat dilihat pada tabel 4.
No. Lokasi Indeks Keanekaragaman Jenis Keterangan
1. Topografi Tanah
Rata(123 mdpl) 3.393 Tinggi
2. Topografi
Rendahan(73-83 mdpl) 3.528 Tinggi
3. Topografi
Berbukit/Perengan143-153 mdpl) 3.602 Tinggi
Menurut Michael (1995), ada 3 kriteria kenekaragaman jenis
serangga yaitu bila H’< 1 berarti keanekaragaman serangga rendah, dimana
keberadaan serangga hama dan musuh alami tidak seimbang yang dapat membuat
kerusakan pada tanaman. Bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang,
yaitu mengarah ke baik dimana keberadaan hama dan musuh alami di lapangan
hampir seimbang, dan bila H>3 berarti keanekaragaman serangga tinggi, dimana
keadaan ekosistem yang ada di lapangan adalah seimbang yaitu antara hama dan
musuh alaminya dalam keadaan seimbang sehingga tidak perlu dilakukan
Pada tabel 4 menunjukkan indeks keanekaragaman jenis serangga
pada topografi lahan rata adalah 3.393, topografi rendahan adalah 3.528 dan
topografi berbukit/perengan adalah 3.602. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
indeks keanekaragaman di ketiga topografi tersebut adalah tinggi, yang artinya
ekosistem yang ada di lapangan masih seimbang yaitu antara hama dan musuh
alaminya dalam keadaan seimbang sehingga tidak perlu dilakukan perlakuan
[image:43.595.163.464.308.751.2]untuk membunuh serangga hama atau pengendalian.
Tabel 5. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi tanah rata
No. SERANGGA pi ln pi H'
1 LEPIDOPTERA
1. Danaidae 0.047 -3.065 0.143
2. Geometridae 0.035 -3.353 0.117
3. Limacodidae 0.012 -4.451 0.052
4. Psychidae 0.026 -3.641 0.096
2 ORTHOPTERA
5. Gryllidae 0.026 -3.641 0.096
6. Acrididae 0.017 -4.046 0.071
7. Mantidae 0.023 -3.758 0.088
8. Blattidae 0.017 -4.046 0.071
9. Tettigoniidae 0.009 -4.739 0.041
3 DIPTERA
10. Stratiomyidae 0.017 -4.046 0.071
11. Cecidomyiidae 0.020 -3.892 0.079
12. Muscidae 0.035 -3.353 0.117
13. Chloropidae 0.023 -3.758 0.088
14. Sarcophagidae 0.023 -3.758 0.088
4 HEMIPTERA
15. Reduviidae 0.029 -3.535 0.103
16. Coreidae 0.017 -4.046 0.071
17. Pentatomidae 0.026 -3.641 0.096
5 HOMOPTERA
18. Aphididae 0.032 -3.440 0.110
19. Cercopidae 0.023 -3.758 0.088
6 HYMENOPTERA
20. Formicidae 0.111 -2.200 0.244
21. Ichneumonidae 0.044 -3.130 0.137
22. Dryinidae 0.047 -3.065 0.143
23. Braconidae 0.050 -3.005 0.149
24. Vespidae 0.061 -2.793 0.171
7 COLEPTERA
25. Lampyridae 0.017 -4.046 0.071
26. Dysticidae 0.017 -4.046 0.071
27. Phalacridae 0.012 -4.451 0.052
28. Cerambycidae 0.026 -3.641 0.096
29. Dermestidae 0.015 -4.228 0.062
30. Chrysomelidae 0.023 -3.758 0.088
31. Cordullidae 0.020 -3.892 0.079
32. Libellulidae 0.029 -3.535 0.103
9 MEGALOPTERA 0.000
33. Siallidae 0.009 -4.739 0.041
10 DERMAPTERA
34. Carcinophoridae 0.020 -3.892 0.079
11 NEUROPTERA
35. Myrmeleontidae 0.038 -3.273 0.124
[image:44.595.162.461.85.186.2]Total 1 3.393
Tabel 6. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi rendahan
No. SERANGGA pi ln pi H'
1 COLEOPTERA
1. Cerambycidae 0.021 -3.863 0.081
2. Chrysomelidae 0.016 -4.151 0.065
3. Coccinelidae 0.026 -3.640 0.096
4. Cleridae 0.010 -4.557 0.048
5. Passalidae 0.018 -3.997 0.073
6. Galerucidae 0.013 -4.333 0.057
7. Phalacridae 0.005 -5.250 0.028
8. Dermestidae 0.016 -4.151 0.065
9. Dysticidae 0.010 -4.557 0.048
2 DERMAPTERA
10. Carcinophoridae 0.029 -3.545 0.102
3 DIPTERA
11. Muscidae 0.029 -3.545 0.102
12. Stratiomyidae 0.024 -3.746 0.088
13. Tabanidae 0.026 -3.640 0.096
14. Syrphidae 0.010 -4.557 0.048
15. Sepsidae 0.013 -4.333 0.057
16. Cecidomyiidae 0.021 -3.863 0.081
4 HEMIPTERA
17. Reduviidae 0.021 -3.863 0.081
18. Coreidae 0.024 -3.746 0.088
19. Miridae 0.013 -4.333 0.057
20. Pentatomidae 0.026 -3.640 0.096
5 HOMOPTERA
21. Psyllidae 0.026 -3.640 0.096
22. Aphididae 0.042 -3.170 0.133
6 HYMENOPTERA
23. Formicidae 0.100 -2.305 0.230
24. Sphecidae 0.026 -3.640 0.096
25. Braconidae 0.021 -3.863 0.081
26. Ichneumonidae 0.042 -3.170 0.133
27. Vespidae 0.037 -3.304 0.121
7 LEPIDOPTERA :
28. Danaidae 0.039 -3.235 0.127
29. Geometridae 0.021 -3.863 0.081
30. Limacodidae 0.021 -3.863 0.081
31. Psychidae 0.034 -3.378 0.115
32. Saturniidae 0.016 -4.151 0.065
8 ODONATA
33. Coenagrionidae 0.013 -4.333 0.057
9 ORTHOPTERA :
34. Acridiidae 0.037 -3.304 0.121
36. Mantidae 0.029 -3.545 0.102
37. Gryllidae 0.039 -3.235 0.127
38. Tettigonidae 0.042 -3.170 0.133
10 MEGALOPTERA:
39. Sialidae 0.003 -5.943 0.016
11 NEUROPTERA:
40. Myrmeleontidae 0.024 -3.746 0.088
[image:45.595.159.465.83.174.2]Total 1 3.528
Tabel 7. Indeks keragaman jenis serangga pada topografi berbukit/perengan
NO SERANGGA pi ln pi H'
1 COLEOPTERA
1. Coccinelidae 0.025 -3.704 0.091
2. Dermestidae 0.022 -3.809 0.084
3. Tenebrionodae 0.022 -3.809 0.084
4. Dysticidae 0.012 -4.397 0.054
5. Lampyridae 0.015 -4.215 0.062
6. Mycetaphagidae 0.034 -3.367 0.116
7. Hidrophilidae 0.017 -4.060 0.070
8. Silphidae 0.020 -3.927 0.077
9. Cleridae 0.032 -3.441 0.110
2 ORTHOPTERA
10. Acrididae 0.034 -3.367 0.116
11. Tettigonidae 0.030 -3.521 0.104
12. Gryllidae 0.022 -3.809 0.084
13. Blattidae 0.032 -3.441 0.110
3 DIPTERA
14. Bombyliidae 0.025 -3.704 0.091
15. Cecidomidae 0.030 -3.521 0.104
16. Tabanidae 0.032 -3.441 0.110
17. Tipulidae 0.030 -3.521 0.104
18. Muscidae 0.025 -3.704 0.091
4 HEMIPTERA
19. Corimelaenidae 0.012 -4.397 0.054
20. Reduviidae 0.030 -3.521 0.104
5 HOMOPTERA
21. Psyllidae 0.054 -2.915 0.158
22. Aphididae 0.032 -3.441 0.110
23. Cercopidae 0.025 -3.704 0.091
6 HYMENOPTERA
24. Formicidae 0.054 -2.915 0.158
25. Braconidae 0.020 -3.927 0.077
26. Vespidae 0.032 -3.441 0.110
27. Drynidae 0.030 -3.521 0.104
28. Mymaridae 0.027 -3.608 0.098
29. Ichneumonidae 0.030 -3.521 0.104
30. Apidae 0.022 -3.809 0.084
7 LEPIDOPTERA
31. Danaidae 0.022 -3.809 0.084
32. Geometridae 0.012 -4.397 0.054
33. Saturniidae 0.012 -4.397 0.054
34. Limacodidae 0.030 -3.521 0.104
35. Pyralidae 0.022 -3.809 0.084
8 ODONATA
36. Cordullidae 0.017 -4.060 0.070
37. Libellulidae 0.020 -3.927 0.077
39. Myrmeleontidae 0.025 -3.704 0.091
TOTAL 1 3.602
Dari tabel 5, tabel 6 dan tabel 7 diketahui bahwa keanekaragaman jenis
pada ketiga topografi tersebut adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena belum
pernah diadakannya replanting atau penanaman ulang pada lahan pertanaman
kelapa sawit kebon Huta Padang ini, sehingga serangga disana masih menempati
habitat aslinya, dan kompetisi untuk mendapatkan makanan masih rendah karena
sumberdaya makanan nya masih tercukupinya, sehingga ekosistem yang terjadi
masih stabil.
Nilai keanekaragaman serangga tertinggi terdapat pada topografi berbukit/
perengan. Hal ini disebabkan karena areal ini lebih heterogen dibandingkan areal
yang lain (berbukit-bukit). Hal ini sesuai dengan pernyataan Krebs (1987) yang
menyatakan bahwa semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks
flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada Topografi Tanah Rata pada Perangkap Tanggok jumlah serangga
yang tertangkap adalah 97 ekor nilai KM tertinggi adalah pada Ordo
Hymenoptera yaitu sebanyak 47 dan nilai KM terendah adalah pada ordo
Megaloptera yaitu sebanyak 1 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang
tertangkap adalah 142 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo
Hymenoptera yaitu sebanyak 34 dan sedangkan nilai KM yang terendah
adalah pada ordo Megaloptera yaitu sebanyak 2, pada Light Trap jumlah
serangga yang tertangkap sebanyak 104 ekor dengan nilai KM tertinggi
terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 26 sedangkan nilai KM
yang terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 3.
2. Pada topografi Tanah Rendahan pada perangkap tanggok jumlah serangga
yang tertangkap adalah 82 nilai KM tertinggi adalah pada Ordo
Lepidoptera yaitu sebanyak 25 dan nilai KM terendah adalah pada ordo
Odonata yaitu sebanyak 3 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang
tertangkap adalah 167 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo
Hymenoptera yaitu sebanyak 41 dan sedangkan nilai KM yang terendah
adalah pada ordo Odonata dan Megaloptera yaitu sebanyak 1, pada Light
Trap jumlah serangga yang tertangkap sebanyak 132 ekor dengan nilai
KM tertinggi terdapat pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 26
3. Pada topografi Tanah Berbukit/Perengan pada perangkap tanggok jumlah
serangga yang tertangkap adalah 95 nilai KM tertinggi adalah pada Ordo
Coleoptera yaitu sebanyak 32 dan nilai KM terendah adalah pada ordo
Lepidoptera yaitu sebanyak 3 pada Fit Fall Trap jumlah serangga yang
tertangkap adalah 158 ekor dengan nilai KM tertinggi adalah pada ordo
Diptera yaitu sebanyak 35 dan sedangkan nilai KM yang terendah adalah
pada ordo Odonata yaitu sebanyak 6, pada Light Trap jumlah serangga
yang tertangkap sebanyak 153 ekor dengan nilai KM tertinggi terdapat
pada ordo Hymenoptera yaitu sebanyak 39 sedangkan nilai KM yang
terendah adalah ordo Odonata yaitu sebanyak 1.
4. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga (H`) tertinggi terdapat pada
topografi tanah berbukit/perengan yaitu sebesar 3.602, kemudian topografi
rendahan yaitu sebesar 3.528 dan topografi tanah rata yaitu sebesar 3.393.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat sejauh mana
hubungan perkembangan hama terhadap parasitoid, untuk memastikan
kemampuan predasi dan parasitis parasitoid terhadap hama.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keanekaragaman serangga
pada tanaman kelapa sawit berdasaran fase pertumbuhan tanaman kelapa
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, R., 2008. Penelitian Kelapa Sawit. Diunduh dari ryan_adje86@yahoo.com. (22 April 2009)
Anonimous, 2007a. Budidaya Kelapa Sawit. Diunduh dari http://seafast.ipb.ac.id/maksi/index.php?option=com_content&task=view &id=39&Itemid=25. (22 April 2009)
, 2007b. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Menuju Sustainable Palm Oil. Diunduh dari http://iopri.org/ptks. (22 April 2009)
, 2008c. African Oil Palm (Elaeis guineensis). Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. (22 April 2009)
Arief, 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Jakarta
Bakir, M., dan A. Mulyadi, 2006. Sawit Andalan Devisa Republik. Diunduh dari http://www.kompos.com/kompascetak/0602/25/fokus/2460838.htm. (22 April 2009)
Borror, D.J., C.A. Triplehorn., dan N.F. Johnson., 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB, Bandung.
Gallangher, D. K dan S. Lilies, Ch., 1991. Metode Ekologi Lapangan. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Jakarta.
Gaol, E. L., 2007. Kelapa Sawit. Diunduh dari
http://erik12127.wordpress.com/2007/09/22/kelapa-sawit/ . (22 April 2009)
Girsang, P., dan Daswir, 1995. Ekonomi Pengendalian Hama Tanaman Kelapa Sawit. Seminar Ilmiah HIMAPETAN Korwil I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal 15
Hartono, R., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Diunduh dari http://budidayakelapasawit.blogspot.com/. (22 April 2009)
Hermawan. E. 2009. Indeks Diversitas/Keanekaragaman. Diunduh dari
elisa.ugm.ac.id/files/t3hermawan/mas2B0KN/1-Pengertian.doc (13 Maret 2010)
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Kalshoven, L.G.E, 1981. The Pest Of Crops In Indonesia. PT. Ichtan Baru-Van Hoeve, Jakarta.
Krebs, 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher, New York.
Michael, 1995. Metode penelitian Laboratorium dan Lapangan. UI Press. Jakarta. Hal 56-72
Purba, R., Akiyat, dkk., 2005. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Sumatera Utara. Hal 6-7
Rifqi, M.A. 2009. Ekologi. Diunduh dari
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/9/Seri_Ekologi.
Risza, 1994. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Sastrodiharjo, 1990. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.Hal 57
Satyawibawa, L., dan Y. E. Widyastuti, 1992. Usaha Budidaya Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 50
Setyamijaja, D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 68
Suin, N. M., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 47
Sulthoni, A, dan Subyanto, 1980. Kunci Determinasi Serangga. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lampiran 1. Jumlah serangga Yang Tertangkap pada Perangkap Tanggok
(Sweep net) di pertanaman Kelapa sawit
No . SERANGGA Pengamatan KM KR (%) FM FR (%) 1 2 3 4 5 6 7 8
1 COLEOPTERA
1. Cerambycidae 2 3 2 2 2 2 2 15 5.474 7 6.034 2. Coccinelidae 3 2 1 3 9 3.285 4 3.448 3. Dermestidae 2 2 3 7 2.555 3 2.586 4. Cleridae 2 2 2 3 3 12 4.380 5 4.310 5. Crysomelidae 2 2 2 3 2 2 13 4.745 6 5.172 2 DIPTERA
6. Muscidae 2 3 2 1 1 1 3 2 15 5.474 8 6.897 3 ODONATA
7. Libellulidae 2 2 2 3 2 11 4.015 5 4.310 8. Corduliidae 2 1 2 2 2 9 3.285 5 4.310 9. Coenagrionidae 2 2 2 1 7 2.555 4 3.448 4 ORTHOPTERA
10. Tettigonidae 2 3 3 2 2 2 2 16 5.839 7 6.034 11. Acrididae 1 2 2 2 2 2 2 3 16 5.839 8 6.897
12. Gryllidae 3 3 1 1 1 9 3.285 6 5.172
5 HYMENOPTERA
13. Vespidae 2 4 3 2 3 3 5 22 8.029 7 6.034 14. Formicidae 7 6 6 6 4 3 2 6 40 14.599 8 6.897 15. Braconidae 3 3 3 3 5 2 3 4 26 9.489 8 6.897 6 LEPIDOPTERA
16. Geometridae 2 2 1 2 2 2 2 1 14 5.109 8 6.897 17. Saturniidae 2 4 2 2 2 1 2 1 16 5.839 8 6.897 16. Danaidae 2 3 3 1 2 1 2 2 16 5.839 8 6.897 7 MEGALOPTERA
21. Sialidae 1 1 0.365 1 0.862
Lampiran 2. Jumlah serangga Yang Tertangkap pada Perangkap Jatuh
(Fit Fall Trap) di pertanaman Kelapa sawit
No. SERANGGA Pengamatan KM KR (%) FM FR (%) 1 2 3 4 5 6 7 8
1 COLEOPTERA
1. Dysticidae 2 2 2 1 1 1 9 1.927 6 2.479
2. Phalacridae 2 1 2 1 1 1 1 9 1.927 7 2.893
3. Chrysomelidae 2 1 1 2 6 1.285 4 1.653
4. Galerucidae 2 1 1 2 1 7 1.499 5 2.066
5. Dermestidae 2 2 1 1 6 1.285 4 1.653
6. Passalidae 2 1 1 4 0.857 3 1.240
7. Mycetaphagidae 1 1 1 3 0.642 3 1.240
8. Hidrophilidae 2 1 3 0.642 2 0.826
9. Silphidae 1 1 1 3 0.642 3 1.240
2 DIPTERA
10. Chloropidae 2 3 2 2 2 3 2 1 17 3.640 8 3.306
11. Bombyliidae 3 2 2 4 2 3 1 2 19 4.069 8 3.306
12. Muscidae 3 4 2 3 2 2 2 4 22 4.711 8 3.306
13. Tabanidae 3 3 3 3 2 3 2 3 22 4.711 8 3.306
3 ODONATA
14. Corduliidae 2 2 1 1 2 1 1 1 11 2.355 8 3.306
4 0RTHOPTERA
15. Blattidae 2 1 2 1 2 2 2 12 2.570 7 2.893
16. Mantidae 1 2 2 1 2 1 2 1 12 2.570 8 3.306
17. Gryllidae 2 1 1 2 1 1 2 10 2.141 7 2.893
18. Tettigonidae 1 2 1 2 3 2 1 1 13 2.784 8 3.306
19. Acrididae 1 2 2 3 2 2 2 1 15 3.212 8 3.306
5 HYMENOPTERA
20. Formicidae 4 2 2 2 2 2 14 2.998 6 2.479
21. Icneumonidae 2 3 3 2 2 4 2 18 3.854 7 2.893
22. Vespidae 2 2 3 3 2 2 14 2.998 6 2.479
23. Braconidae 3 2 2 2 2 3 2 16 3.426 7 2.893
24. Dryinidae 3 2 3 3 2 2 3 18 3.854 7 2.893
25. Sphecidae 2 2 3 2 4 2 15 3.212 6 2.479
26. Mymaridae 2 2 2 6 1.285 3 1.240
6 LEPIDOPTERA
27. Saturdidae 1 1 1 2 2 2 9 1.927 8 3.306
28. G