LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA
PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945
Skripsi Sarjana
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA : SULISTYA FITRIANI PANGGABEAN
NIM : 070706038
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar persetujuan Ujian Skripsi
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945
Yang diajukan oleh :
Nama : Sulistya Fitriani Panggabean
NIM : 070706038
Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh :
Pembimbing
Drs. Timbun Ritonga Tanggal:
……….
NIP. 195901281984031001
Ketua Departemen Sejarah
Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal:
……….
NIP. 196409221989031001
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA TAHUN 1942-1945
Skripsi Sarjana
Yang dikerjakan oleh :
Nama : Sulistya Fitriani Panggabean
NIM : 070706038
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing
Drs. Timbun Ritonga
NIP. 195901281984031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua Departemen
Disetujui oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN ILMU BUDAYA
Ketua Departemen
Drs. Edi Sumarno, M.Hum
NIP. 196409221989031001
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian
Diterima oleh
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana
Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan
Pada
:
Hari
:
Tanggal
:
Fakultas Ilmu Budaya USU
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A
NIP. 19511013197603100
Panitia Ujian
No
Nama
Tanda Tangan
1 . Drs. Edi Sumarno, M.Hum (……….)
2 . Dra. Nurhabsyah, Msi (……….)
KATA PENGANTAR
Bismillahhirohmanirrohim..,
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt., atas segala rahmad dan
karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis sejak dimulainya penelitian ini hingga
berakhir. Adapun penelitian ini membahas tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di
wilayah Sibolga sejak tahun 1942 hingga tahun 1945. Skripsi ini juga akan
membahas tentang bagaimana lembaga tersebut bertahan pada masa pemerintahan
Jepang yang dikenal sangat kaku dan disiplin.
Lembaga Pendidikan Islamiyah merupakan sebuah lembaga yang didirikan
untuk pengembangan agama Islam di tengah-tengah Kota Sibolga pada awal
tumbuhnya lembaga tersebut. Selanjutnya melihat situasi dan kondisi masyarakat
Sibolga yang semakin ingin mengecap pendidikan maka Lembaga Pendidikan
Islamiyah mengambil kebijakan untuk membuka lembaga yang mengajarkan
pengetahuan umum. Pengetahuan umum yang diajarkan merupakan pengetahuan
dasar dalam hal berhitung dan membaca tulisan Arab Melayu. Selain itu beberapa
bahasa pun sempat dipelajari oleh lembaga Islamiyah walaupun bahasa yang
dipelajari tersebut tidak sempurna diterapkan dalam pembelajaran. Beberapa bahasa
yang dipelajari seperti bahasa Arab, Belanda dan Jepang.
Walaupun Lembaga Pendidikan Islamiyah merupakan sebuah sekolah yang
memberikan kontribusi bagi perkembangan dunia pendidikan di wilayah Sibolga.
Selain itu, lembaga Islamiyah secara tidak langsung turut pula ambil bagian dalam
pengenalan Islam di tengah-tengah masyarakat Sibolga.
Penulis menyadari bahwa masih banyak lagi keterangan dan aktifitas
Lembaga Pendidikan Islamiyah yang tidak dibahas dalam skripsi ini, untuk itulah
penulis berlapang dada menerima segala kritik dan saran dari semua pihak yang
bertujuan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih.
Medan, 22 Agustus 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
karunia serta petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
Untuk memenuhi syarat menjadi seorang sarjana, maka penulis memilih judul
“LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA PEMERINTAHAN
JEPANG DI SIBOLGA 1942-1945.” Tentunya sebagai seorang manusia biasa
penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna
dan tidak luput dari kesalahan serta kekurangan. Oleh sebab itu dengan hati terbuka
penulis menerima kritik dan saran yang sehat guna penyempurnaan skripsi ini.
Ucapan teristimewa penulis tujukan kepada orangtua yang sangat saya
sayangi Ayahanda Basrun Panggabean dan Ibunda Baenah yang telah membesarkan
saya, mendidik dan memberikan motivasi yang tulus serta doa yang tidak putus
dalam penyelesaian perkuliahan saya di Universitas Sumatera Utara. Selain itu, tidak
lupa ucapan terima kasih kepada kakanda Aspriyunus Panggabean, adinda Raju
Muddin Panggabean dan Ardiansyah Panggabean yang telah memberikan semangat
dan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan hingga selesai.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
bantuan secara moril maupun materi, bimbingan, pengarahan, nasehat, dan saran
yang tak terhingga nilainya dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :
1. Ibu Mimi , Hera Pratiwi Pasaribu, Bunga dan seluruh keluarga saya yang tidak
pernah lelah membantu dan mengingatkan untuk menyelesaikan kuliah saya.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan
3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum selaku Ketua Departemen Sejarah dan Ibu Dra.
Nurhabsyah, Msi., sebagai Sekretaris Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat
serta pembelajaran yang berharga kepada penulis selama perkuliahan.
4. Drs. Timbun Ritonga selaku pembimbing penulis yang telah banyak memberikan
masukan, nasehat, motivasi dan bimbingan yang berguna dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Dra. Fitriaty Harahap S. U. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama
mengikuti perkuliahan di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
6. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua dosen
sejarah yang telah banyak memberikan pembelajaran selama penulis menjadi
mahasiswa, serta kepada seluruh staf di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
USU yang banyak membantu penulis.
7. Saya juga ucapkan terima kasih kepada Bpk. Raja Zafar Hutagalung dan instansi
penting tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga serta seluruh informan
yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Terima kasih kepada Sarifah Aini dan Resti Budiarti yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan dorongan untuk terus menyelesaikan skripsi
ini, serta kepada seluruh teman-teman angkatan 2007, Meisia, Hery, Siti, Okta,
Mohan, Astina, Naf’an, Shoji, Intan, April, Andika, Judika, Hendrik, Oli, Bona,
Andrey, Iwan, Okky, Togi, Asima, Fasrah, Azmi, Putra, Eta, Santi, David, Anton,
dan Usman. Terima kasih atas kebersamaan kita lebih kurang empat tahun dan
semoga akan terus seperti itu.
9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Gerakan Mahasiswa Pro Demokrasi
(GEMA PRODEM), teman-teman di aliansi Gerakan Mahasiswa Medan Bersatu
(GMMB : FORMADAS, BARSdem, dan FAMUD) atas segala pengetahuan dan
pengalaman yang diberikan dan tak lupa pula kepada seluruh angkatan 2005-2010
sejarah USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, terima kasih
atas dukungannya kepada saya.
Akhirnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis yang
tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu dalam penyelesaian skripsi ini penulis
ucapkan terima kasih. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….. i
UCAPAN TERIMA KASIH………... iii
DAFTAR ISI………. vi
ABSTRAK……… ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1
1.2 Rumusan Masalah………... 6
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian………... 7
1.4 Tinjauan Pustaka……….. .. 8
1.5 Metode Penelitian……….. 11
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA 2.1 Letak Geografis Kota Sibolga……… 14
BAB III LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH
SEBELUM TAHUN 1942
3.1 Komunitas Islam di Wilayah Sibolga……….. 24
3.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan
Islamiyah Sibolga……… 27
3.3 Lembaga Pendidikan Islamiyah Sebelum Tahun 1942……….. 33
3.3.1 Sistem Rekritmen Guru pada slamiyah School……….... 37
BAB IV LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA
PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA
4.1 Kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah Pada
Masa Pemerintahan Jepang………... 37
4.2 Manajemen Lembaga Pendidikan Islamiyah………... 45
4.2.1 Rekritmen Guru di Lembaga Pendidikan
Islamiyah Pada Masa Pemerintahan Jepang……… 47
4.2.2 Kurikulum Lembaga Pendidikan Islamiyah
BAB V PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH
TERHADAP MASYARAKAT SIBOLGA TAHUN 1942-1945
5.1 Keberadaan Lembaga Pendidikan Islamiyah
Bagi Masyarakat Sibolga……… 57
5.2 Pengaruh Pemerintahan Jepang bagi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga….………. 62
5.2.1 Faktor Ekonomi………. 67
5.2.2 Faktor Politik………. 68
5.2.3 Sistem Keyakinan……….. 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………... 71
6.2 Saran ……… 73
DAFTAR PUSTAKA……….. 74
DAFTAR INFORMAN………... 76
ABSTRAK
Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan sebuah lembaga yang didirikan di tengah Kodya Sibolga dan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam pertama di tempat tersebut. Lembaga itu telah berkembang dari zaman kolonial Belanda hingga kini dan cukup banyak memberikan kontibusi bagi perkembangan pendidikan di Sibolga. Selain dari munculnya satu warna pendidikan yang berbeda, lembaga tersebut juga mempunyai peranan dalam hal pengembangan dunia pendidikan yang baik.
Penelitian ini membahas tentang bagaimana kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga pada masa pemerintahan Jepang. Selain itu penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana perjalanan serta kondisi pelajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga. Keterkaitan antara dunia pendidikan dan sistem pendidikan militer Jepang turut pula akan digambarkan sebagi suatu hal yang berkaitan dan memberikan warna yang berbada pada sejarah lembaga tersebut.
Mengingat cakupan dan sejarah tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga cukup luas dan panjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1942 hingga tahun 1945, dimana masa tersebut merupakan masa yang cukup suram bagi perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga khususnya Lembaga Pendidikan Islamiyah. Keterkaitan antara kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jepang turut pula memberikan warna yang berbeda bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya daerah Sibolga. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang lembaga tersebut pada masa pemerintahan Jepang.
Penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah ini menggunakan metode wawancara terhadap masyarakat yang mengetahui tentang sejarah lembaga ini. Wawancara ditujukan kepada guru-guru di lembaga ini, masyarakat setempat serta orang-orang yang pernah mengecap pendidikandi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga.
ABSTRAK
Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan sebuah lembaga yang didirikan di tengah Kodya Sibolga dan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam pertama di tempat tersebut. Lembaga itu telah berkembang dari zaman kolonial Belanda hingga kini dan cukup banyak memberikan kontibusi bagi perkembangan pendidikan di Sibolga. Selain dari munculnya satu warna pendidikan yang berbeda, lembaga tersebut juga mempunyai peranan dalam hal pengembangan dunia pendidikan yang baik.
Penelitian ini membahas tentang bagaimana kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah di Kodya Sibolga pada masa pemerintahan Jepang. Selain itu penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana perjalanan serta kondisi pelajar pada Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga. Keterkaitan antara dunia pendidikan dan sistem pendidikan militer Jepang turut pula akan digambarkan sebagi suatu hal yang berkaitan dan memberikan warna yang berbada pada sejarah lembaga tersebut.
Mengingat cakupan dan sejarah tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga cukup luas dan panjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1942 hingga tahun 1945, dimana masa tersebut merupakan masa yang cukup suram bagi perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga khususnya Lembaga Pendidikan Islamiyah. Keterkaitan antara kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jepang turut pula memberikan warna yang berbeda bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya daerah Sibolga. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang lembaga tersebut pada masa pemerintahan Jepang.
Penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah ini menggunakan metode wawancara terhadap masyarakat yang mengetahui tentang sejarah lembaga ini. Wawancara ditujukan kepada guru-guru di lembaga ini, masyarakat setempat serta orang-orang yang pernah mengecap pendidikandi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah
masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan dari suatu individu bahkan komunitas
masyarakat tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat
mempergunakan teknologi untuk menciptakan berbagai hal yang berguna untuk
masyarakat. Hal ini terkait dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
melalui bidang pendidikan. Pendidikan juga merupakan suatu fungsi terpenting dalam
pengembangan pribadi seorang individu dan pengembangan kebudayaan nasional.1
Lahirnya pendidikan dalam arti luas bermakna merubah dan memindahkan nilai
kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. 2
Dalam sejarah Indonesia, masalah pendidikan secara terus-menerus menjadi
wacana yang menarik untuk diperbincangkan dan diteliti. Pendidikan yang
berkembang di dalam masyarakat belumlah sempurna merata di seluruh wilayah
Indonesia. Beberapa faktor yang melatar belakanginya adalah besarnya biaya yang
harus ditanggung oleh sebuah keluarga untuk biaya pendidikan, serta kemiskinan
1
Kartini Kartono, Tinjauan politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional Beberapa Kritik
Dan Sugesti, Jakarta: Pradya Paramita,1997, hlm. 13
2
yang menjadi penghambat pertumbuhan pendidikan. Selain itu, kurangnya sarana dan
prasarana yang tidak mendukung dalam proses pengajaran di sebuah sekolah ataupun
lembaga pendidikan menjadi sebuah problem yang harus diperhatikan. Begitulah
kondisi dari pendidikan di Indonesia hingga saat ini, sehingga menjadi sebuah
wacana yang menarik untuk diteliti.
Pendidikan di Indonesia khususnya wilayah Sumatera Utara juga menghadapi
konsep yang sama. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi
kebutuhan rohani. Proses pengadaan pendidikan itu juga membutuhkan banyak dana,
waktu, sarana serta keterkaitan politik di dalamnya. Menghadapi keadaan demikian,
maka selain peranan pemerintah juga dituntut partisipasi segenap lapisan masyarakat.
Demikian juga halnya dengan wilayah Sibolga yang terletak di pesisir Pantai
Barat Sumatera. Perkembangan agama Islam membawa dampak yang cukup besar
bagi kemajuan pendidikan di wilayah ini. Hal ini dimulai dengan kedatangan
masyarakat dari wilayah Sumatera Barat, Aceh dan berbagai lapisan masyarakat
lainnya yang merantau ke daerah Sibolga. Kedatangan mereka yang umumnya
beragama Islam, kemudian membentuk suatu lembaga pendidikan agama Islam.
Lembaga atau sekolah yang dimaksudkan adalah Lembaga Pendidikan
Islamiyah di Sibolga. Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga merupakan salah satu
dari sekian banyak sekolah yang ikut serta ambil bagian dalam pengembangan
merupakan sebuah sekolah Islam pertama yang didirikan pada tahun 1920 di wilayah
Sibolga. 3
Pendirian dari Lembaga Pendidikan Islamiyah itu sendiri diawali dengan
dibukanya sebuah lembaga pengajian untuk masyarakat yang beragama Islam di
Sibolga. Keberadaan pengajian tersebut diberdayakan untuk memperdalam agama
Islam dengan mempelajari cara membaca dan menulis Al-Qur’an. Selanjutnya
lembaga pengajian tersebut membuka sebuah sekolah dengan pelajaran umum. Akan
tetapi Lembaga Pendidikan Islamiyah ini bukanlah sebuah pesantren yang berbentuk
asrama dengan santri-santri yang menetap di dalamnya. Lembaga Pendidikan
Islamiyah tersebut mengajarkan bagaimana agama Islam dengan segala
hukum-hukumnya serta bagaimana pengamalan dalam kehidupan sehari-hari, di samping
belajar membaca dan menulis Al-Qur’an.
Langkah yang dilakukan untuk tetap mempertahankan pelajaran Islam di
Lembaga Pendidikan Islamiyah adalah dengan membuka dua kelas yaitu pagi dan
sore hari. Pagi hari digunakan untuk pelajaran umum, dan sorenya digunakan untuk
pelajaran Islam. Pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat dan
keinginan untuk menyeimbangkannya dengan kehidupan akhirat melalui pelajaran
agama didapatkan sekaligus di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Akan tetapi, berbeda
dengan sekolah pemerintah, Lembaga Pendidikan Islamiyah tidaklah memilih anak
3
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 5
didik dalam melakukan proses pengajaran, serta tidak memandang status sosial,
ekonomi maupun agama. Keberadaaan sekolah Islamiyah yang membuka pelajaran
umum tersebut ternyata tetap memprioritaskan pelajaran agama Islam, kendati tetap
juga melihat perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga yang semakin maju
dengan persaingan antar sekolah yang ada.
Jepang masuk ke Indonesia di tahun 1942 setelah berhasil mengalahkan
Belanda. Sebelum masuk, Jepang telah terlebih dahulu melontarkan berbagai
propaganda yang menyejukkan hati orang-orang Indonesia dan pemeluk agama
Islam. Alasannya adalah Jepang dan Indonesia merupakan saudara tua, serta Jepang
menolak adanya imperialisme.4
Pada masa Pemerintahan Jepang beberapa kebijakan yang bernilai positif
telah dilakukan dalam hal pendidikan. Beberapa di antaranya adalah adanya
kebijakan dengan dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar
pendidikan menggantikan Bahasa Belanda dan adanya sistem pendidikan yang lebih
baik dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era
penjajahan Belanda.5
4
Hasan Nasbih, Kedatangan Jepang ke Indonesia, Yogyakarta : Hanindita, 1991, hlm. 7
5
Dalam praktiknya, Pemerintahan Jepang bersikap lunak terhadap pendidikan
Islam, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas. Melihat hal tersebut
masyarakat yang beragama Islam bersimpati terhadap pemerintah Jepang. Tetapi di
balik itu Jepang akhirnya memasukkan unsur-unsur budaya dan agama Jepang dalam
aktifitas keseharian dalam Lembaga Pendidikan Islamiyah.6 Unsur-unsur
ke-Jepang-an tersebut ske-Jepang-angat bertentke-Jepang-angke-Jepang-an dengke-Jepang-an akidah Islam. Selain itu, Lembaga Pendidikke-Jepang-an
Islamiyah mengalami pasang surut karena kondisi yang tidak menentu dalam keadaan
perang.
Di samping itu pengurus pendidikan harus menghadapi kehendak
pemerintahan Jepang yang mencoba untuk menerapkan budayanya melalui
pendidikan. Hal ini dapat dilihat melalui tata cara penghormatan bendera dengan
Kreei (menundukkan kepala ke arah matahari terbit Jepang) yang dilakukan setiap
pagi sebelum memasuki kelas.
Pertentangan inilah yang menyebabkan perkembangan Lembaga Pendidikan
Islamiyah menarik untuk dikaji atau diteliti. Selain dari beberapa alasan di atas, masa
pemerintahan Jepang juga telah banyak memberikan pengalaman dalam hal militer
dan kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang. Atas dasar pemikiran itu timbul rasa
ketertarikan bagi penulis untuk melakukan penelitian tentang dinamika pendidikan di
6
Dokumen Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga “Lembaga Pendidikan Islamiyah Dari
salah satu daerah di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh agama dan budaya daerah
tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam
sebuah penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mempermudah dan
menghasilkan penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah
terhadap penelitian yang dilakukan. Maka, dibuatlah pokok permasalahan yang
kemudian dirangkum dalam beberapa pertanyaan, antara lain:
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Lembaga Pendidikan Islamiyah di
Sibolga ?
2. Bagaimana perkembangan Lembaga Pendidikan Islamiyah pada masa
pemerintahan Jepang di Sibolga tahun 1942-1945 ?
3. Bagaimana pengaruh Lembaga Pendidikan Islamiyah terhadap masyarakat
di Sibolga selama kurun waktu 1942-1945 ?
Batasan waktu penelitian yang dilakukan ini adalah tahun 1942-1945. Tahun
1942 merupakan latar belakang awal kedatangan Jepang ke Indonesia, sedangkan
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Di dalam sebuah penelitian tentunya memiliki suatu tujuan dan manfaat dari
penelitian yang dilakukan, sehingga sedikit banyak dapat menjawab mengapa
penelitian tersebut dilakukan. Dalam prosesnya penelitian bertujuan untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berdirinya
Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga.
2. Untuk mengetahui tentang perkembangan dari Lembaga Pendidikan
Islamiyah pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga tahun 1942-1945.
3. Untuk mengetahui sejauh apa peranan Lembaga Pendidikan Islamiyah
terhadap masyarakat di Sibolga pada tahun 1942-1945.
Sedangkan manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teortis, penelitian ini akan memperkaya pengetahuan penulis
tentang perkembangan pendidikan di wilayah Sibolga yang
2. Menambah kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Sejarah yang difokuskan pada
perkembangan pendidikan dan menambah khasanah penelitian tentang
sejarah pendidikan.
3. Sebagai suatu sarana informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam
penelitian yang lebih lanjut tentang sejarah pendidikan di Sibolga.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam penyelesaian penelitian ini tentunya dibutuhkan buku-buku yang
berhubungan dengan penelitian tentang Lembaga Pendidikan Islamiyah Pada Masa
Pemerintahan Jepang di Sibolga Tahun 1942-1945 sehingga dilakukan tinjauan
pustaka. Buku-buku yang digunakan antara lain adalah karya . H. Hamid Panggabean
dalam bukunya “Bunga Rampai TAPIAN NAULI”, (1995), Hasan Nasbih dalam
bukunya “Kedatangan Jepang Ke Indonesia”, (1991), dan Hasan Langgung dalam
bukunya “Pendidikan dan Peradapan Islam”,(1985).
A. H. Hamid Panggabean dalam buku “Bunga Rampai TAPIAN
NAULI”,(1995), menjelaskan tentang sejarah berdirinya Tapian Nauli yaitu Sibolga
dan wilayah sekitarnya. Memberikan keterangan tentang bagaimana sejarah
berdirinya Kota Sibolga dan perkembangannya mulai dari masa Pemerintahan
keterangan yang menyebutkan tentang keberadaan Lembaga Pendidikan Islamiyah di
Sibolga yang didirikan pada tahun 1920. Keterangan-keterangan yang diberikan
dalam buku ini adalah seputar tentang keberadaan lembaga tersebut dan keberadaan
sekolah-sekolah yang pernah didirikan oleh Pemerintahan Belanda dan Zending
Kristen di Sibolga.7 Buku ini memberikan penulis inspirasi untuk menulis tentang
Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang mana pada masa Pemerintaha
Belanda dan Jepang tidak dituliskan secara lebih rinci bagaimana lembaga tersebut
ada dan berkembang. Sehingga penulis merasa bahwa menuliskan tentang Lembaga
Pendidikan Islamiyah tersebut sangat menarik disamping faktor-faktor kedatangan
Jepang ke Indonesia yang dekat dengan Islam.
Hasan Nasbih dalam buku “Kedatangan Jepang Ke Indonesia”, (1991),
merupakan buku yang memberikan keterangan-keterangan tentang kedatangan
Jepang ke Indonesia. Buku ini menggambarkan bagaimana proses kedatangan bangsa
Jepang ke Indonesia dengan berbagai propaganda yang dilakukan guna mendapatkan
simpati dari masyarakat Indonesia. Melalui buku ini kita dapat mengetahui
bagaimana kedatangan Jepang dan kebijakan-kebjijakan yang pernah dilakukan
Jepeng selama berada di Indonesia. Tidak hanya itu, buku ini memberikan kebijakan
Jepang terhadap pendidikan yang pernah di selenggarakan di wilayah Indonesia serta
7
keterkaitan Jepang dengan Islam.8 Kebijakan yang dilakukan dalam pendidikan
diantaranya adalah dengan dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda dan adanya sistem pendidikan
yang lebih baik dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di
era penjajahan Belanda.
Buku yang ketiga adalah Buku yang ketiga oleh Hasan Langgung dengan
judul “Pendidikan dan Peradapan Islam”(1985), memberikan keterangan tentang
pendidikan di Indonesia yang menyangkut perkembangan Islam. Makdusnya adalah
keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang tradisional seperti perantren
mengajarkan tentang membaca Al-Qur’an serta menuliskannya. Hal itu merupakan
pengajaran yang tradisional dalam perkembangan agama Islam di Indonesia dengan
bertujuan pada pengetahuan agama itu sendiri. Perkembangan dunia pendidikan Islam
yang dilakukan dalam bentuk sebuah pesantren merupakan bentuk dari pengamalan
ilmu di bidang agama yang kemudian berkembang seiring dengan zaman.9 Pada
perkembangan selanjutnya diberikan keterangan tentang keberadaan sistem
pengajaran Islam pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia. Buku ini banyak
memberikan pengetahuan kepada penulis tentang kebijakan-kebijakan apa yang telah
dilakukan oleh pemerintahan Jepang terhadap dunia pendidikan di wilayah Indonesia
8
Hasan Nasbih, op. cit., hlm.37
9
pada zamannya. Sehingga penulis merasa buku ini sangat penting guna memperkaya
wawasan dan memberikan keterangan seputar lembabaga-lembaga pendidikan yang
didirikan oleh Islam di Indonesia.
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan
historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dimaksudkan
untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang
mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis
rekaman peninggalan masa lampau.10 Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian
sejarah antara lain:
1. Heuristik, yaitu tahap awal untuk mencari data-data melalui berbagai
sumber dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap
heuristik sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu :
• Studi lapangan (field research). Data-data dapat diperoleh melalui
wawancara. Wawancara dilakukan secara terbuka dengan berbagai
informan baik itu secara perorangan maupun lembaga. Melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diharapkan penelitian ini akan
10
lebih mendalam dan objektif. Wawancara ditujukan kepada
guru-guru yang ada di Pendidikan Islamiyah, baik mereka yang masih
aktif sebagai guru maupun para alumni yang sudah bekerja di sektor
lain sejauh mengetahui tentang sejarah Pendidikan Islamiyah itu
sendiri. Informan yang dimaksudkan adalah Ketua Yayasan
Islamiyah, masyarakat sekitar lembaga Islamiyah yang mengetahui
tentang lembaga tersebut, dan orang-orang yang dulunya pernah
bersekolah di Lembaga Pendidikan Islamiyah. Selain itu data-data
wawancara dilakukan juga ke berbagai instansi pemerintahan seperti
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan
Departemen Agama.
• Studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan informasi
diperoleh dengan membaca berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain
sebagainya yang mendukung penulisan ini. Buku-buku yang
digunakan berasal dari Perpustakaan Daerah Sibolga, Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan Daerah Sumatera
Utara sedangkan arsip ataupun dokumen diperoleh melalui Sekolah
Dasar Islamiyah itu sendiri dan dari instansi pemerintah terkait.
2. Verifikasi, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari
nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif
baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal
merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuain data dengan
permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini peneliti akan mempertanyakan
beberapa hal mengenai keabsahan data tersebut yaitu kapan data itu
dibuat, dimana data itu dibuat, siapa yang membuat data tersebut, serta
apakah data tersebut asli. Sedangkan kritik eksternal merupakan kritik
yang mencari kebenaran malaui penyesuaian data dari berbagai sumber
baik itu sumber tertulis maupun hasil wawancara.
3. Interpretasi, yaitu tahap dimana peneliti berusaha untuk menghubungkan
fakta-fakta sehingga menimbulkan pemahaman dan penafsiran. Melaui
pemahaman dan penafsiran inilah melahirkan suatu karya dalam bentuk
penulisan sejarah.
4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dimana peneliti
menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis, sehingga
didapatkan penjelasan mengenai perkembangan Lembaga Pendidikan
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA
2.1 Letak Geografis Kota Sibolga
Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344
km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota ini berada pada sisi
pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota
memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari
gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke
pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya
adalah 8.520 km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah
penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk
dijadikan lahan pemukiman.
Wilayah pemerintahan Kodya Sibolga seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari
889,16 Ha (82,5 %) daratan, 187,84 Ha (17,44 %) daratan Kepulauan dan 2.171,6 Ha
lautan. Daratan kepulauan yang termasuk dalam kawasan Sibolga yaitu Pulau
Panjang, Pulau Sarudik, Pulau Poncan Gadang (Besar), dan Pulau Poncan Ketek
(Ketek). Melihat kondisi geografis kota Sibolga yang mempunyai lautan yang luas
tersebut, dapat dipastikan bahwa mayoritas mata pencaharian dari penduduk Sibolga
adalah nelayan. Di samping itu, mata pencaharian dari penduduk kota Sibolga adalah
antara lain, Sungai Aek Doras, Sungai Sihopo-hopo, Sungai Muara Baiyon, dan
Sungai Aek Horsik. 11
Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai,
lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar
antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng)
lahan bervariasi antara 0-2 % sampai dengan 40 %.12 Dari aspek topologinya
berdasarkan lahan seluas 1077,00 Ha yang bersatu dengan Sumatera, keberadaan
wilayah Sibolga dengan kemiringan lahan dapat digambarkan dengan komposisi
sebagai berikut:
- Datar dengan kemiringan 0-150 : 36,14%
- Miring dengan posisi 15-400 : 26,50%
- Curam dengan kemiringan 400 : 32.52%
Topologi kemiringan tanah (km) yaitu :
- Kemiringan 0-2% seluas : 3,12 km persegi
- Kemiringan 2-15% seluas : 0,95 km persegi
11
Erwin J. V Nababan, Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Sumber Daya Alam Pesisir Pada
Masyarakat Sibolga), Medan : Tanpa Penerbit, 2009, hlm. 35
12
- Kemiringan 15-40% seluas : 0,31 km persegi
- Kemiringan 40% seluas : 6,31 km persegi13
Berdasarkan kemiringan lahan tersebut, dapat disimpulkan yang paling
dominan adalah kemiringan yang lebih dari 40 persen. Sehingga dapat pula
disimpulkan wilayah kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena
kecuraman tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu,
pelabuhan Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau
Nias. Hal tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari
luar Kota Sibolga yang datang merantau ke daerah ini. 14
Secara astronomi, Sibolga terletak pada 10 44-10 46 LU dan 980 44-980 48
BT. Kondisi iklim Sibolga tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lain di
Sumatera Utara. Iklim Sibolga terbagi atas dua kondisi, yaitu:
• Musim kemarau yang terjadi pada bulan Januari hingga bulan Agustus
• Musim hujan yang terjadi pada bulan September hingga bulan Desember
Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang
tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan
13
Pemerintahan Kota Sibolga bekerja sama dengan Pusat Informasi Bisnis dan Promosi Indonesia, SIBOLGA NAULI Dalam Aneka Pesona dan Peluang Investasi, Sibolga : Gandewa Divo, 2005, hlm. 15
14
tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 526,1 mm sedangkan hari hujan
terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada
ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas.
Temperatur udara di Sibolga antara 220-330 C kondisi ini cenderung tetap dan tidak
berubah. 15
Batas-batas wilayah Kota Sibolga antara lain :
- Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sebelah Barat : Teluk Tapian Nauli
Wilayah administrasi pemerintahan Kodya Sibolga terdiri dari 4 (empat)
Kecamatan dan 16 (enam belas) Kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah,
Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan luas area 3,333 Km2, Kecamatan
Sibolga Kota dengan empat kelurahan luas area 2,7732 Km2, Kecamatan Sibolga
Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga
Sambas dengan empat kelurahan luas area 1,566 Km2. 16
15
Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Sibolga Dalam Angka, Sibolga : BPS, 2010, hlm 2
16
2.2 Kondisi Mayarakat Kota Sibolga Pada Masa Kolonial
Sibolga merupakan sebuah kota bahari yang terletak di pantai barat Sumatera.
Dahulu, Sibolga hanyalah sebuah dusun kecil yang berada di pinggir sungai Aek
Doras. Tetapi seiring perjalanan waktu, Sibolga tumbuh dan berkembang menjadi
pusat perdagangan. Adapun hasil bumi yang diperdagangkan meliputi, karet, kopi,
kemenyan, rotan, rempah-rempah dan komoditi lainnya. Barang-barang perdagangan
ini berasal dari Sibolga maupun dari daerah di sekitarnya. Wilayah ini merupakan
suatu tempat yang sering dikunjungi oleh para pelaut yang datang dari dalam maupun
luar pulau Sumatera untuk melakukan perdagangan. Jelasnya Sibolga merupakan
sebuah kota pelabuhan.
Perdagangan yang terjadi di wilayah Sibolga tidak hanya dengan orang-orang
yang berasal dari wilayah Sibolga atau luar wilayah Sumatera, akan tetapi juga
dengan bangsa asing yang datang ke Sibolga. Perdagangan itu semakin berkembang
dan ramai dengan singgahnya kapal-kapal asing dari Eropa, di antaranya, Portugis,
Inggris, Tiongkok, Siam, dan Birma untuk membeli rempah-rempah dan komoditas
pertanian lainnya.17
17
Untuk lebih jelas data penduduk Sibolga pada tahun 1930 adalah sebagai berikut :
Masyarakat pribumi berjumlah 839.515 orang yang terdiri dari laki-laki
(421.365 orang) dan perempuan (418.150 orang)
Asing Timur berjumlah 3.307 orang yang terdiri dari laki-laki (2.001 orang)
dan perempuan (1.306 orang)
Eropa berjumlah 763 orang yang terdiri dari laki-laki (302 orang) dan
perempuan (461 orang18
Perdagangan yang terjadi antara orang Sibolga dan masyarakat yang berasal
dari pedalaman Sumatera telah terjadi sejak lama. Orang-orang yang berasal dari
wilayah pedalaman membutuhkan hasil laut seperti garam dan ikan yang didapatkan
dari masyarakat di sekitar pantai Sibolga. Sebaliknya, masyarakat pesisir pantai
memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan, sayuran dan hasil hutan lainnya.19
Rute perjalanan yang ditempuh oleh orang-orang dari Batak Toba ke daerah Pantai
Barat Sumatera yaitu dengan melakukan perjalanan dari Silindung-Aek
Raisan-Bonan Dolok-Mela-Poncan-Mursala dengan pulang pergi.20 Perdagangan inilah yang
menyebabkan banyaknya masyarakat Batak, Aceh, Minang dan lainnya yang datang
ke daerah Sibolga, sehingga mendapat julukan Negeri Berbilang Kaum.
18
Landsdrukkerij wekteureden, Regerings-Alamak voor Nederlandsch indie 1930 (wilayah dan stuktur penduduk dari pemerintahan Hindia Belanda), Jakarta : Arsip Nasional Indonesia, hlm. 17
19
Wawancara dengan Bpk. Zulkifli pada tangal 10 April 2011
20
Julukan “Negeri Berbilang Kaum” menggambarkan kondisi masyarakatnya
yang majemuk. Ada beberapa etnis yang terdapat di wilayah Sibolga, sehingga kota
tersebut mendapat julukan itu. Etnis yang terdapat di Sibolga antara lain Toba,
Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari
Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat beberapa pendatang asing seperti etnis
Tionghoa, India, dan Arab yang hidup berdampingan secara damai dan saling
menghormati adat istiadat masing-masing. Akan tetapi masyarakat di kota Sibolga
lebih dominan adalah orang Batak. Hal ini juga menggambarkan bahwa kota Sibolga
merupakan suatu wilayah yang multi-etnik.
Etnik Batak yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas berasal dari
Silindung yang bernama Tuanku Dorong dan bermarga Hutagalung. Diperkirakan
bahwa marga inilah yang memasuki Sibolga pada tahun 1700. Hal ini berdasarkan
bukti bahwa keturunan marga Hutagalung masih berdiam di Sibolga hingga saat ini
dan telah sampai sembilan keturunan. Selain marga-marga Hutagalung, marga Batak
lainnya datang secara bergerombol dan bermukin di sebahagian wilayah Sibolga.21
Marga-marga Batak lain yang pertama sekali mendiami kota Sibolga antara lain
Simatupang, Panggabean, Hutabarat, Pohan, Batubara, Nadeak, Pasaribu dan marga
Tambunan.22
21
Wawancara dengan Bpk. L. Simbolon pada tanggal 24 Maret 2011
22
Dalam masyarakat Sibolga bahasa daerah atau bahasa Batak sangatlah jarang
dipergunakan untuk pengucapan sehari-hari, khususnya masyarakat yang berada di
pesisir pantai. Masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa pesisir. Bahasa
pesisir ini adalah suatu alat komunikasi masyarakat pesisir dalam menyampaikan
maksud dan tujuan, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa pesisir tersebut banyak
digunakan oleh masyarakat yang berada di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Peranan
bahasa pesisir telah menjadi bahasa pengantar dalam berbagai kegiatan masyarakat
Sibolga, seperti dalam upacara pernikahan adat Sumando.
Pada saat terjadinya perdagangan yang dilakukan antara orang-orang
pedalaman dan masyarakat pesisir pantai Sibolga seorang Ompu Hurinjom
Hutagalung yang berasal dari Silindung membentuk suatu permukimam di daerah
Simaminggir. Simaminggir merupakan suatu kawasan yang dekat dengan Bonan
Dolok yang terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada
ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat
melihat ke Teluk Tapian Nauli. Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai
tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari Silindung ke Pantai
Barat. Ompu Datu Hurinjom Hutagalung berperawakan besar yang dalam bahasa
Batak disebut balga, para pedagang pribumi sering berkata : ‘Beta singga tu inganan
kemudian melekat hingga ke anak cucunya. Inilah yang kemudian menjadi asal kata
Sibolga yang diambil dari kata Balga (besar).23
Sejak ditetapkannya Sibolga menjadi sebuah ibukota keresidenan Tapanuli
pada tanggal 7 Desember 184224 , maka penduduk Pulau Poncan Ketek25 beserta
dengan tokoh masyarakatnya pindah ke wilayah Sibolga. Penduduk yang berada di
Sibolga sebelum kedatangan penduduk dari Pulau Poncan Ketek disebut sebagai
orang “daratan”.26 Masyarakat Sibolga pada saat itu masih banyak yang menganut
agama Palbegu yaitu suatu kepercayaan yang banyak mengandung unsur-unsur
animisme ataupun dinamisme. Sebaliknya masyarakat yang datang dari Pulau Poncan
Ketek telah cukup lama menganut agama Islam. Demikian pula masyarakat
pendatang ke wilayah Sibolga dari kawasan Minangkabau dan pesisir Pantai Barat
Sumatera lainnya.
Pada awal kedatangan masyarakat Pulau Poncan Ketek sebagai pendatang dan
masyarakat Sibolga sebagai yang lebih dahulu menetap, mengalami berbagai masalah
dalam adat istiadat yang menimbulkan perbedaan-perbedaan. Selain dari perbedaan
agama yang dianut oleh kedua masyarakat tersebut, terdapat perbedaan dalam
pemakaian atribut-atribut kebesaran adat. Dalam hal ini hanya penduduk penetap
23
Ibid., hlm. 18
24
Sultan Parhimpunan, Kerajaan Sibolga (1700-1842), Depok: Tanpa Penerbit, 2008, Hlm.63
25
Dalam bahasa Sibolga ketek berarti kecil
26
Lukman Ahmadi dkk.,Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di
yang dibenarkan memakai atribut kebesaran adat27. Apabila seorang masyarakat dari
Pulau Poncan Ketek ingin memakai atribut kebesaran adat tersebut harus terlebih
dahulu meminta izin kepada para tokoh-tokoh adat setempat.
Pada perkembangan selanjutnya antara masyarakat penetap dan masyarakat
pendatang ini kemudian telah menyatu dalam adat istiadat yang mempunyai ciri
tersendiri yaitu adat pesisir.28 Penyatuan adat pesisir ini selanjutnya lebih ditopang
setelah masyarakat penetap yang berasal dari pedalaman Tapanuli menganut agama
yang sama dengan masyarakat pendatang, yaitu agama Islam. Kemudian antara
masyarakat pendatang dan penetap terjalin perkawinan, di mana pemuda pendatang
mengawini wanita penetap, atau sebaliknya yang senantiasa memakai adat istiadat
pesisir atau yang lebih dikenal dengan nama “Adat Sumando”.29 Selanjutnya,
kebudayaan tersebut menjadi sebuah ciri penduduk yang berdiam di kawasan pesisir
atau Pantai Barat Tapanuli. Keindahan dari pulau-pulau, riak laut serta keadaan alam
Sibolga sering menjadi inspirasi masyarakat dalam berkesenian atau melakukan
perkawinan. Berpantun atau bertalibun sering menggambarkan cara kecintaan
masyarakat Sibolga terhadap dunia kebaharian itu.30
27
Ibid.,hlm. 257
28
A. H. Hamid Panggabean,op.cit. ,hlm. 228
29
Sultan Parhimpunan, 0p.cit., hlm. 258
30
BAB III
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH SEBELUM
TAHUN 1942
3.1 Komunitas Islam di Wilayah Sibolga
Persebaran agama Islam ke wilayah Sibolga, menurut beberapa pendapat,
awalnya datang dari wilayah Barus. Barus merupakan suatu Bandar dagang yang
sangat terkenal dengan produksi kapur barusnya. Barus tidak berada jauh dari
wilayah Sibolga sekitar 60 Km.31 Persebaran agama Islam ke wilayah Sibolga
dilakukan melalui jalur darat. Jalur persebaran agama Islam yang terjadi ke wilayah
Sibolga antara lain, Barus-wilayah Sosorgadong-Sorkam- Kolang-Sibolga.32
Dalam buku yang berjudul Sejarah Raja-raja Barus dinyatakan bahwa
seorang sahabat Nabi Muhammad melakukan perjalanan sambil berdagang ke
wilayah Tiongkok lalu mendarat di Kanton. Hal itu terjadi empat tahun sebelum
wafatnya nabi Muhammad. Sahabat nabi yang bernama Wahab Bin Abu Kasbah itu
kemudian singgal di pulau Mursala yang berada dekat dengan wilayah Sibolga dan
Barus. Beliau membeli 10 orang budak Nias untuk dijadikan ulama Islam. Dalam
pelayarannya misi dari Wahab Bin Abu Kasbah tersebut membebaskan para budak-
31
Wawancara dengan Bpk. Syahril Pasaribu pada tanggal 22 Maret 2011
32
budak dan menjadikannya Islam.33 Kemudian, beliau menempatkan seorang kadi
yang bernama Zaka untuk menyebarkan Islam di Pulau tersebut. Akan tetapi
belumlah jelas dinyatakan apakah persebaran Islam ke wilayah Sibolga juga berasal
dari Pulau Mursala. Adapun kata Mursala bberasal dari bahasa Arab yaitu, Mur yang
artinya Arab dan Sala yang artinya Sembahyang. Oleh sebab itu orang-orang sering
menyatakan bahwa Mursala merupakan pulau tempat utusan nabi.34
Walaupun dengan tegas dinyatakan bahwa persebaran agama Islam berasal
dari wilayah Barus, kenyataan bahwa peran dari masyarakat yang berasal dari daerah
lain, seperti Aceh dan Minangkabau, juga besar dalam persebaran agama tersebut.
Banyak masyarakat Minangkabau ataupun Aceh yang datang merantau atau
berdagang ke wilayah Sibolga sekaligus menyiarkan agama Islam. Kedatangan
masyarakat Minangkabau ke daerah Sibolga kemudian mempunyai keterkaitan erat
dengan munculnya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga.
Adapun rumah peribadatan yang terdapat di Sibolga terdiri dari Mesjid,
Musolah, Gereja dan Viara. Secara rinci dapat dilihat dari tabel berikut:
33
Ibid., hlm. 102
34
Tabel II
Sarana Peribadatan Di Kota Sibolga
Gereja
Kota Mesjid Musolah Protestan Khatolik Viara
Sibolga 4 18 6 1 1
Sumber : Sensus penduduk kota Sibolga pada tahun 2000
Berdasarkan pada keterangan- keterangan diatas mayoritas penduduk Sibolga
merupakan agama Islam. Walaupun agama Islam merupakan agama yang paling
dominan di daerah tersebut, kerukunan antar umat beragama selalu terjaga dengan
baik. Masyarakat Sibolga menyadari arti dari perbedaan agama bukanlah menjadikan
antar umat beragama saling bermusuhan. Bahkan perbedaan yang ada dijadikan
sebagai suatu hal untuk saling menjaga dan saling berinteraksi demi kedamaian
bersama. Keberagaman agama dan multi etnik yang terdapat di kota Sibolga dimana
semuanya hidup saling berdampingan, memberikan gambaran bahwa kota Sibolga
merupakan suatu tempat yang aman dan damai. Hal ini merupakan suatu nilai lebih
dari kota tersebut.
Agama Islam di Sibolga terus berkembang dengan melihat kegiatan-kegiatan
yang diadakan oleh masyarakat ataupun pemerintah Kodya Sibolga.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti perlombaan Musadakoh Tilawatil Qur’an (MTQ)
Selain itu melakukan kegiatan penyambutan bulan suci Ramadhan dengan membuka
bazar ataupun kegiatan yang berhubungan dengan amal. Hal ini dilakukan guna
mempererat hubungan silaturrahmi antar umat yang beragama Islam di kota Sibolga.
Keterkaitan agama Islam dengan adat istiadat di kota Sibolga juga sangat erat.
Dimana adat istiadat pesisir Sibolga yaitu adat Sumando menggunakan agama Islam
sebagai salah satu syarat sebagaimana halnya dengan adat Melayu. Adat Sumando
merupakan adat istiadat yang lahir di kota Sibolga seiring dengan perkembangan
Islam di kota tersebut.35 Sehingga yang menggunakan adat pesisir di kota Sibolga
adalah mereka yang beragama Muslim.36 Dalam adat istiadat pesisir Sibolga
kentalnya nuansa Islam juga terlihat melalui upacara ataupun keberagaman warna di
dalam peralatan yang digunakan.
3.2 Latar belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah
Sibolga.
Sebelum berdirinya Lembaga Pendidikan Islamiyah di Sibolga yang bernama
Islamiyah School, pemerintahan Belanda telah membuka beberapa sekolah yang
mengajarkan pelajaran umum. Pada dasarnya sekolah-sekolah tersebut didirikan
untuk kepentingan Belanda sendiri. Sekolah-sekolah saat itu, mengajarkan
35
Jane Drakard, op.cit., hlm. 95
36
pengetahuan umum terhadap anak-anak yang ada di kota Sibolga. Pelajaran-pelajaran
umum yang diajarkan adalah cara membaca, menulis dan berhitung.
Pendidikan umum yang ada di Sibolga pada masa pemerintahan Belanda
antara lain :
• ELS yang dibuka pada tahun 1910
• Ambachts School yang dibuka pada tahun 1922
• Meisjes School yang dibuka pada tahun 1924
• Hollands Indishe Vereniging School (AMS) yang dibuka pada tahun 1925
• Katholieke Holland Inlandshe School yang dibuka pada tahun 1929
• Islamiyah School yang dibuka pada tahun 1929
• Christelijke Holland Inlandshe School dibuka pada tahun 193237
Meskipun demikian peranan pendidikan ini sangat tertutup hanya
diperuntukkan terhadap kalangan-kalangan tertentu. Murid-murid yang dapat belajar
di sekolah Belanda ini hanyalah mereka yang berasal dari status sosial tertentu. Selain
itu terdapat sekolah-sekolah zending yang dikelola oleh penganut agama Kristen di
Sibolga. Pelajaran yang disajikan pun bermuatan umum dan agama Kristen. Hal ini
tidak memberikan kepuasan sekaligus memenuhi tuntutan hidup masyarakat di
37
Sibolga yang pada umunya berlatar belakang agama Islam. Beberapa sekolah yang
didirikan oleh zending Kristen turut pula memberikan dorongan kepada Islamiyah
School. Sekolah yang didirikan oleh zending hanya menerima siswa yang beragama
Kristen sehingga muncul keinginan untuk membuka sekolah umum di Islamiyah
School. Sekolah milik pemerintah Belanda pada saat itu mengajarkan pengetahuan
umum yang bersifat duniawi, sedangkan Islamiyah School mengajarkan pengetahuan
yang berguna untuk penghayatan agama.
Penyebaran Islam di wilayah Sumatera Utara terkhususnya di Sibolga menjadi
sebuah pendorong dalam perkembangan pendidikan yang berbau Islam. Hal ini
dimulai dengan datangnya masyarakat perantau dari Minangkabau, Aceh dan
wilayah-wilayah lainnya seperti Barus dan Mandailing. Pada tahun 1924 seorang
guru dari Sumatera Barat bernama H. Abdul Manam untuk pertama kalinya membuka
pengajian di Sibolga dan merupakan embrio dari Perguruan Islamiyah.38 Dengan
dibukanya pengajian di tengah kota Sibolga diharapkan masyarakat lebih mengenal
Islam serta mengetahui cara membaca dan menulis. Dalam hal ini, membaca dan
menulis lebih ditujukan kepada membaca dan menulis Al-Qur’an.
Lembaga pendidikan Islamiyah adalah sebuah bentuk perkumpulan atau
pengajian yang diadakan untuk mengajarkan Islam. Berbeda dengan sebuah pesantren
38
Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal
yang merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati
dan mengamalkan agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam
sebagai pedoman hidup bermasyarakat.39
Pada awalnya H. Abdul Manam melakukan kunjungan ke keluarga-keluarga
yang beragama Islam di sekitar Sibolga. H. Abdul Manam tersebut menyampaikan
niat beliau membentuk sebuah pengajian demi terjaganya silahturahmi antar umat
Islam dan pengamalan ajaran agama Islam itu sendiri.40 Hal ini kemudian disambut
baik oleh masyarakat yang beragama Islam di Sibolga.
Pengajian yang diadakan H. Abdul Manam merupakan pengajian bergilir
yang dilakukan dari satu rumah ke rumah yang lain. Awalnya pengajian tersebut
hanya diikuti oleh orang tua saja tanpa melibatkan anak-anak yang dianggap belum
pandai membaca Al-Qur’an. Lalu muncul pula usul untuk membuka pengajian yang
mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an kepada anak-anak. Usulan ini
disambut baik oleh H. Abdul Manam yang kemudian membuka pengajian untuk
mengajarkan Islam kepada anak-anak di Sibolga.41
39
Masuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, hlm. 6
40
Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Yayasan Islamiyah Ibu Syamsyiah pada tanggal 27 Maret 2011
41
Pengajian yang dibuka untuk pertama kalinya didirikan di tangah kota Sibolga
dengan bangunan yang sederhana dan terbuka.42 Bangunan dari pengajian tersebut
berbentuk persegi dengan lantai tanah dan digelar tikar yang terbuat dari daun pandan
yang dianyam. Untuk atap dari bangunan tersebut digunakan dari bahan yang terbuat
dari pelepah rumbia dan dindingnya di biarkan terbuka.43 Bentuk bangunannya
merupakan bangunan pertama dari pengajian yang didirikan oleh masyarakat Sibolga.
Pada tahun 1926 seorang guru yang juga berasal dari Sumatera Barat bernama
H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi menggabungkan diri dengan H. Abdul Manam
dalam pengajian ini. Bersama dengan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi, H. Abdul
Manam mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Qur’an serta memberikan
pelajaran tentang cara sholat dan hukum-hukum agama Islam kepada anak-anak di
Sibolga. Antusias dari anak-anak yang ingin belajar tentang agama Islam ternyata
sangat baik. Selain mereka belajar tentang agama, mereka juga mendapatkan
teman-teman yang baru di pengajian. Hal ini juga didorong oleh sistem pengajaran dari
kedua guru tersebut yang tidak terlalu kaku dan keras terhadap anak-anak.
42
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28
Maret 2011
43
A. H. Hamid Pangggabean, Bunga Rampai TAPIAN NAULI, Jakarta: Nadhilah Ceria
Perkembangan lembaga pengajian tidaklah berjalan mulus. Proses awal
pengajian tersebut dibuka oleh H. Abdul Manam yang kemudian berkembang
mengalami beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut timbul akibat adanya
perbedaan paham tentang pola pengajaran perguruan Islam di antara H. Abdul
Manam dengan H Muhammad Kasim Al-Mahmudi. H. Abdul Manam menginginkan
pola pengajaran dilakukan secara serentak terhadap semua siswa di pengajian tersebut
sehingga tidak akan banyak membuang waktu, sedangkan H. Muhammad Kasim
Al-Mahmudi menginginkan pola yang bertolak belakang dengan H. Abdul Manam. Pola
yang ditawarkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi dalam pengajaran dilakukan
dengan membagi siswa pengajian, mengingat kemampuan siswa dalam mempelajari
cara membaca dan menulis berbeda-beda.44
Perbedaan pola pandang serta pola pengajaran tersebut mengakibatkan H.
Abdul Manam mengundurkan diri dari pengajian tersebut sebagai seorang guru. Hal
ini mengakibatkan H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi harus mengajarkan
anak-anak di pengajian seorang diri. Kebijakan pertama yang dilakukan beliau adalah
dengan membuka pengajian pada sore hari sehingga dapat mengajari seluruh
anak-anak. Pagi hari digunakan untuk mengajari anak-anak yang baru belajar mengaji dan
menulis Al-Qur’an, sedangkan pada sore dilakukan pengajian untuk lebih
memperdalam ilmu agama Islam selain memperlancar membaca Al-Qur’an.
Kebijakan ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam perkembangan
44
pengajian itu sendiri. Pada akhirnya terpikirkan pula untuk memberikan nama pada
pengajian yang mulai berkembang di tengah-tengah kota Sibolga, yaitu Islamiyah.
3.3 Lembaga Pendidikan Isamiyah Sebelum Tahun 1942
Kata Islamiyah yang dipilih oleh H. Muhammad Kasim Al-Mahmudi itu
mempunyai makna bahwa pengajaran tersebut merupakan pengajian dengan
pengajaran yang mengutamakan syariat Islam dan hukum-hukum Islam.45 Dengan
harapan bahwa setiap siswa yang menyelesaikan pendidikannya di Islamiyah
mengamalkan pelajaran yang mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran hukum dan syariat Islam dilakukan di sela-sela pelajaran membaca dan
menulis Al-Qur’an di pengajian Islamiyah.
Pemerintahan Belanda di wilayah Sibolga ataupun di wilayah lain di
Indonesia diberikan kesempatan kepada masyarakat pribumi untuk mengecap
pendidikan. Hal ini berkaitan dengan politik etis atau politik balas budi yang
dilakukan Belanda berkaitan dengan transmigrasi, edukasi dan irigasi. Masa
pemerintahan Belanda di wilayah Sibolga pengajian Islamiyah berganti nama
menjadi Islamiyah School. Islamiyah School menjadi sebuah sekolah yang
mengajarkan pelajaran umum di dalamnya. Pelajaran umum yang dimaksudkan
45
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28
adalah belajar menghitung yang sederhana dan membaca tulisan aksara Melayu dan
Arab.
Keberadaan Islamyah School yang membuka pelajaran umum tidaklah
mendapat hambatan dari pemerintahan Belanda. Hal ini dikarenakan Islamiyah
School hanyalah sebuah pengajian yang membuka pelajaran umum dengan pelajaran
menghitung dan membaca tulisan aksara Melayu dan Arab saja. Pelajaran
menghitung yang didapatkan di Islamiyah School juga hanya mengenal angka serta
beberapa pelajaran seperti penambaan dan pengurangan. Itu sebabnya pemerintahan
Belanda menganggap tidak akan berdampak besar terhadap perkembangan
pendidikan di wilayah tersebut.46
Lembaga Pendidikan Islamiyah, yang pada saat itu bernama Islamiyah
School, dikelola oleh masyarakat muslim Sibolga, khususnya yang berada di sekitar
lingkungan Islamiyah School. Hanya karena pada masa itu latar belakang masyarakat
dalam pendidikan masih terbatas maka Islamiyah School dikelola secara sederhana.
Menjelang akhir dari pemerintahan Belanda, lembaga pendidikan ini mendapat
pengawasan dari pemerintah kolonial karena dikhawatirkan akan menjadi sebuah
gerakan kemerdekaan. Itu sebabnya Islamiyah School pada saat itu hanya melakukan
kegiatan seperti pengajian rutin dan sekolah umum yang jam belajarnya dikurangi.
46
Wawancara dengan Ketua Yayasan Islamiyah Bpk. Raja Zafar Hutagalung pada tanggal 28
Lahirnya suatu sistem pendidikan yang ada bukanlah merupakan suatu
perencanaan melainkan suatu dorongan oleh kebutuhan yang dipengaruhi oleh
kondisi sosial, ekonomi dan politik. Islamiyah School lahir menjadi sebuah sekolah
dengan pelajaran umum pada tahun 1929 dikarenakan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan mulai timbul. Hal itu juga tidak terlepas dari pengaruh lingkungan
sekitarnya serta pengaruh politik. Keberadaan sekolah Islamiyah yang membuka
pelajaran umum tersebut ternyata tetap memprioritaskan pelajaran agama Islam. Pada
masa pemerintahan Belanda, Islamiyah School merupakan sebuah sekolah bercorak
Islam pertama yang ada di Sibolga. Keberadaan Islamiyah School memberikan angin
segar kepada masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan. Islamiyah School pada
masa pemerintahan Belanda berjalan dengan cukup baik, hal ini ditandai dengan
pesentase dari siswa yang meningkat dari waktu ke waktu. Pesentase siswa tersebut
walaupun tidak meningkat secara drastis, tetapi pertambahannya di Islamiyah School
tetap ada.
Dengan tidak melupakan langkah awal untuk memberikan pengetahuan
tentang Islam maka lembaga pendidikan Islam ini kemudian membuka satu kelas
dengan dua sesi pembelajaran. Pagi hari digunakan untuk pelajaran umum sedangkan
sore hari digunakan untuk pelajaran Islam. Pelajaran mengaji yang sebelumnya
dilakukan pada pagi dan sore hari, kemudian diadakan pada sore hari saja.
Pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan masyarakat dan keinginan untuk
pelajaran agama sekaligus pelajaran umum di Islamiyah School. Inilah yang
membedakan dengan sekolah pemerintah. Sekolah pemerintah pada umumnya hanya
menyajikan pembelajaran yang bersifat umum dan duniawi, tetapi di Islamiyah
School mencoba menyajikan keduanya (dunia dan akhirat). Dengan hadirnya
Islamiyah school memberikan peluang seluas-luasnya kepada anak-anak untuk
mendapatkan proses belajar. Hal ini tercermin melalui Islamiyah School yang tidak
memilih anak didik dalam melakukan proses pengajaran dengan tidak memandang
status sosial, ekonomi maupun agama. Berbeda dengan pendidikan zaman Belanda
yang memilih peserta didiknya tergantung pada status sosial dan ekonomi dalam
masyarakat.
Perkembangan yang dialami oleh Islamiyah School pada masa pemerintahan
Belanda memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap masyarakat di sekitarnya.
Contohnya adalah perkembangan pendidikan yang semakin baik dengan hadirnya
lembaga tersebut di tengah-tengah masyarakat Sibolga. Selain itu masyarakat juga
dapat mengecap pendidikan yang mampu memberikan nuansa baru bagi pengetahuan
3.3.1 Sistem Rekritmen Guru pada Islamiyah School
Dalam sebuah sekolah maupun lembaga pendidikan tentunya mempunyai
tenaga pengajar sebagai seorang panutan bagi anak didiknya. Pada Islamiyah School
rekritmen guru tidaklah dilakukan secara terbuka. Sebab anak didik yang belajar d
tempat itu masihlah sedikit, akan tetapi seiring dengan perkembangannya Islamiyah
School mendaangkan guru dari wilayah Sumatera Barat sebagai tenaga bantuan untuk
mendidik anak-anak di sana.
Tenaga pengajar yang ada di Islamiyah School pada awalnya tidaklah banyak,
hanya terdiri dari tiga orang tenaga pengajar. Secara bertahap ketiga pengajar ini
datang dari wilayah Sumatera Barat untuk mengajar di Islamiyah School. Untuk
masyarakat yang belajar di Islamiyah School atau telah menamatkan pelajaran
tentang agama di sekolah itu, dijadikan tenaga pengajar untuk pelajar pemula. Hal ini
dilakukan karena kebijakan dari pengurus Islamiyah School menganggap untuk
pelajaran lanjutan akan sedikit lebih sulit untuk diajarkan dan membutuhkan tenaga
pengajar yang telah mempunyai cukup ilmu dan pengalaman yang baik.47
Tenaga-tenaga pengajar di Islamiyah School tidaklah direkrit secara terbuka
oleh sekolah tersebut. Hal ini dilakukan guna menjaga kualitas sekolah dan
terjaganya bentuk pengajaran yang merata disetiap anak didik.
47
BAB IV
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMIYAH PADA MASA
PEMERINTAHAN JEPANG DI SIBOLGA
4.1 Kondisi Lembaga Pendidikan Islamiyah pada Masa
Pemerintahan Jepang Tahun 1942- 1945
Kedatangan Jepang pada tanggal 15 Maret 1945 ke wilayah Sibolga disambut
dengan baik oleh masyarakat.48 Masyarakat Indonesia umumnya dan Sibolga
khususnya yakin bahwa Jepang dapat menggantikan pemerintahan Belanda dengan
cara yang lebih baik. Awal kekuasaan Jepang di Sibolga, Jepang menyatakan
kedatangan bala tentara mereka adalah untuk membantu rakyat Asia sebagai saudara
tua. Untuk itu masyarakat Indonesia harus membantu terwujudnya keinginan Jepang.
Atas dasar itulah Jepang membentuk Gerakan 3 (tiga) A yang berisikan:
• Jepang Pemimpin Asia
• Jepang Pelindung Asia
• Jepang Cahaya Asia
48
Gerakan 3 (tiga) A tersebut dibentuk Jepang dengan tujuan untuk
menghimpun kekuatan masyarakat membantu Jepang dalam perang di Asia Timur
Raya. Segala propaganda tersebut diucapkan oleh Jepang dalam setiap kesempatan
yang ada. Hal seperti ini juga dilakukan pada saat Jepang datang ke wilayah Sibolga.
Implementasi dari propaganda tersebut diharapkan segala daya upaya rakyat
diperuntukkan membantu Jepang. Oleh karena itu, seluruh aspek kehidupan
diprogramkan untuk membantu aktifitas Jepang, dan yang bersifat bertentangan
dihapuskan. Dengan demikian corak pemerintahan pun diubah sesuai dengan
pola-pola Jepang. Perubahan pola-pola-pola-pola itu dapat terlihat dari sistem pemerintahan, politik,
ekonomi bahkan pendidikan. Khusus dalam bidang pendidikan, kebijakan awal yang
dilakukan oleh Jepang adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
menggantikan bahasa Belanda dan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan
kelas sosial.
Perubahan yang dilakukan Jepang ini menghasilkan dampak positif. Dalam
beberapa hal perubahan yang dilakukan oleh pemerintahan Jepang dalam dunia
pendidikan ternyata mampu meningkatkan jumlah masyarakat yang ingin mengecap
pendidikan. Hal ini terjadi pada awal kedatangan Jepang ke wilayah Sibolga. Dengan
kebijakan itu masyarakat dapat mengecap pendidikan secara bebas. Terlebih untuk
tidak diaktifkan. Bahkan, untuk sekolah-sekolah zending Kristen pemerintahan
Jepang bersikap dingin dengan membatasi aktifitas dalam sekolah tersebut.49
Lembaga Pendidikan Islamiyah saat itu diberikan keleluasaan dalam
beraktifitas. Alasan pemerintahan Jepang adalah keinginan untuk mempersatukan
Asia Timur Raya yang diwujudkan dengan paham imperialisme. Untuk
mewujudkannya pemerintahan Jepang membatasi aktifitas yang berhubungan dengan
orang-orang Eropa termasuk Belanda. Itu berarti untuk persebaran agama Islam
termasuk dalam bidang pendidikan yang ada di wilayah Sibolga pemerintahan Jepang
bersikap lunak.50
Pada dasarnya Lembaga Pendidikan Islamiyah Sibolga dibuka untuk
pendidikan yang mengutamakan agama Islam. Selanjutnya pada awal masa
pemerintahan Jepang lembaga tersebut telah berkembang dengan tiga tingkatan,
yaitu:
- Tingkat Pertama, dibuka pada malam hari yang mengajarkan pelajaran
dasar yaitu cara membaca dan menulis Al-Qur’an
- Tingkat Kedua, dibuka pada siang hari yang mengajarkan pelajaran
Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Lughoh, Nahwu Sharaf, Tarikh, Khat,
49
Wawancara dengan Bpk. Muhammad Zailani pada tanggal 29 Maret 2011
50
Aririfin Bey, Perang Jepang Dalam Pasca Abad Amerika Serangkai Bunga Rampai,
Akhlak, dan pelajaran umum seperlunya yaitu cara menulis dan
membaca bahasa Indonesia dan berhitung.
- Tingkat Ketiga, dibuka pada pagi hari yang mengajarkan
pelajaran-pelajaran Tafsir, Mahfuzhat, Ilmu Kalam51
Tingkatan-tingakatan ini sebenarnya dapat digambarkan dalam bentuk
sekolah Diniyah, Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah. Akan tetapi, penggunaan istilah
Diniyah lahir pada tahun 1990, Ibtidaiyah pada tahun 1955, dan istilah Tsanawiyah
lahir pada tahun 1980-an, maka Lembaga Pendidikan Islamiyah menggunakan
tingkatan dalam membedakan pengajaran yang diberikan. 52
Kenaikan pada setiap jenjang pendidikan dalam lembaga tersebut tidak
dilakukan berdasarkan pada sebuah ketetapan seperti semester ataupun caturwulan,
tetapi berdasarkan pada kemampuan setiap siswa dalam menyerap pelajaran. Artinya
bahwa apabila seorang siswa dapat menguasai ilmu yang diajarkan pada tingkat
kedua dengan baik dan cepat dibandingkan dengan siswa lain, maka siswa tersebut
berhak untuk naik ke jenjang berikutnya, yaitu tingkat ketiga. Hal ini dilakukan agar
tidak menghambat kemampuan siswa untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi.
Hal ini merupakan pola pengajaran tradisional dalam sebuah pengajian.
51
---, Perguruan Islamiyah Dari Masa Ke Masa, Sibolga: Tanpa Penerbit, 1995, hlm. 43
52
P