POTENSI HUTAN MANGROVE BAGI PENGEMBANGAN
EKOWISATA DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN
KABUPATEN DELI SERDANG
KERTAS KARYA
DIKERJAKAN O
L E H
IRPAN RIPAI NASUTION NIM: 062204013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN DIII PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA
ABSTRAKSI
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam. Kedua pelibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja.
DAFTAR ISI
1.1 Alasan Pemilihan Judul 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Maksud Dan Tujuan 2
1.4 Metode Penulisan 3
1.5 Sistematika Penulisan 3
BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 6
2.1 Pengertian Pariwisata 6
2.2 Pengertian Ekowisata 10
2.3 Pengertian Industri Pariwisata 11
2.4 Pengertian Objek Wisata 11
2.5 Undang-undang dalam pelestarian Lingkungan 19
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG 3.1 Letak Geografis
20
3.2 Sejarah Kabupaten Deli Serdang 23
3.3 Sarana Dan Prasarana 23
BAB IV POTENSI HUTAN MANGROVE BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA
4.1 Ekowisata` 24
4.2 Hutan Mangrove 27
4.4 Ekowiata Hutan Mangrove 30
4.5 Upaya Pengembangan Hutan Mangrove Bagi Pengembangan Ekowisata
BAB V PENUTUP 40
5.1 Kesimpulan 40
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Segala puji bagi Allah sang penguasa jagat raya yang masih melimpahkan curahan ni’matnya kepada kita semua hingga masih dapat beraktivitas di dunia yang ia
amanahkan ini. Salawat dan salam buat junjungan alam sayyida Muhammad SAW, yang telah membawa ummat manusia dari alam kejahiliaan ke alam yang terang benderang.
Merupakan sebuah keharusan bagi mahasiswa DIII Pariwisata USU untuk menyusun Kertas Karya sebagi syarat untuk mendapatkan gelar A.md. Dikarenakan hal tersebut maka penulis mengangkat “ Potensi Hutan Mangrove Bagi Pengembangan Ekowisata Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang” sebagai judul Kertas Karya Penulis.
Kertas Karya ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang hampir merasa khatir kepada penulis hingga empat tahun lama nya hal ini baru bisa saya kerjakan, mohon ampun saya kepada mereka yang sudah membuat mereka khwatir, kesibukan saya berorganisasi hampir membuat saya lupa akan kewajiban. Dan janjiku pada kedua orang tua ini bukan yang terakhir dan penulis berjanji akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi lagi demi menggeapi cita-cita dan membanggakan keluarga.
1. Bapak Syahron Lubis selaku Dekan Fakultas Sastra USU yang baru saja terpilih dan Pembantu Dekan I,II dan III, semoga Fakultas Sastra USU ini semakin maju di tangan Bapak.
2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi DIII Pariwisata USU, yang sudah banyak membantu dan memberikan kemudahan dalam menyelesaikan kertas karya ini.
3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, MSP, selaku dosen Pembimbing saya dan selaku dosen yang juga merupakan teman diskusi yang baik bagi mahasiswa pariwisata usu.
4. Bapak Solahuddin Nasution, SE, MSP. Selaku dosen dan Ketua Kordinator PKL untuk bidang studi Usaha Wisata yang sudah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.
5. Bapak/Ibu Dosen saya di Pariwisata USU terimah kasih ilmu yang kalian berikan semoga kelak saya bisa mengaplikasikan ilmu yang diberikan.
6. Senior-senior saya di Fakultas Sastra USU, yang sudah banyak sekali memberikan masukan dan kritikan hingga banyak hal yang tidak dapat dilupakan terkhusus Penghuni Kantin Mem, terima kasih buat, Bang Anharuddin, SS,M.hum, Bang Azrai, SS,MSP, bang Budi Alimuddin, SS, bang Ansor A.md. bang Eko Maulizar, dan tak lupa buat bang Amril Hidayat Harahap Gubernur Pema periode2007-2008 ,ada Pak Win yang mengajari banyak hal dalam kreativitas menulis, ada bang Guru, Bang Awal, ada bang Zulfan, SS, semoga cepat selesai S2 nya, waduh banyak lagi yang gak bisa disebutkan satu persatu.
Naibaho, Juara Sakti Pulungan, K. Mawardi Saragi yang sekarang merupakan Gubernur PEMA FS USU dan Sakti Tua Siregar Sekjen maju terus pantang mundur ,Tesen Siregar, Arwin Kurnia, Gulit, Alfareza Lubis, ada Bung Benk-Benk, dan Dedi Rahmat Sitinjak Ketum HMI FS USU periode 2009-2010 Ibnu sebagai Sekum yakin Usaha Sampai.
8. Teman-teman satu Extrainer LK II Kuningan, Ryan Achidiral Juskal (Fisip USU), Achmad Sandry Nst(FH USU), Asman Syarif Daulay (FP USU), Muhammad Agoes Sahrial (FS IAIN), Okto, dan Reza ( FE USU) Suhendra Dan Muhammad Ari ( Fisikologi UMA) janji harus kita tepati kan?..
9. Teman-teman Usaha Wisata 06 semoga kita semua sukses. Dan maaf kawan agak telat nyusul kalian wisuda.
10. semua rekan-rekan HMI FS usu yang tidak bisa sebutkan satu persatu khususnya ”stambuk 06” kita tidak hanya berhenti sampai disini.
11. Teman-teman di Gemapala FS USU, Lestari...rekan-rekan Hepta Nirwana, Satara, Pumi, Mahu, Pacak,dan abang-abang Herianto Sihotang, Murtopo Mt. Frans Jun Manalu , Jan Sidabutar dan jangan bosan bersahabat dengan alam. 12. Rekan-rekan di saHIVa angkatan 21, satukan langkah untuk peduli, ada Reza
Tambak, Ripayandi, Ayu, Kecap, Odoy, Yeni, bang Beni SH kordinator dan teman curhat di warung, semoga kita tidak bosan untuk berbuat dan memberi arti kepada sesama.
13. Teman-teman Boxing Camp USU salam olahraga, ada bang Garden Pelatih sekaligus Pendiri BC. USU, ada bartolove, ada rasidin, Anwar Sadat dll.
Mukhris Akbar, Skg, bang Reza Arif Parlindungan Lubis Bang Mitra S,Kg, bang Muhammad Ardiansyah (yang juga pengusaha bandrek said setia budi sukses selalu) dan bang Agung, Dimas, Nia, Arbi dan rekan-rekan pengurus periode 2009-2010 di bawah kepemimpinan saudara Zulkadri Habib Amin.
15. Teman-teman HMI Cabang Medan di bawah kepemimpinan bang Dedi Andika Syahputra dan Edi Gunawan, terima kasih semua semoga kedepan kita bisa lebih baik lagi membangun HMI ini amin.
16. Abang-bang pengurus BADKO HMI Sumut di bawah Kepemimpinan abangda Syamsir Pohan, ada bang Bambang, bang Borkat Sinaga, bang Izala Abdila, ada bang Fauji, bang Asrul Harahap, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimah kasih sudah membiarkan irpan tidur dan menghabiskan waktu di
ruangan Badko HMI sumut, terima kasih banyak bang.
17. Aban-abang dan teman-teman Di Satma MPI, Bakornas, Bakorwil dan bakorda, MPI jaya.
Saya menyadari bahwa Kertas Karya ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu sudilah kiranya pembaca memberikan kritik dan saran demi perbaikan kertas karya ini hingga suatu saat nanti bisa dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti berikutnya.
Medan, 2010
Penulis
Irpan Ripai Nasution
ABSTRAKSI
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam. Kedua pelibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan.
Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata
dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah
satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai
teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan
masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan
ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas.
Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia,
dengan beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan
keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan
budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman
terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga
memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan
kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam. Kedua pelibatan
masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan dalam konsep
pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
yang lebih besar. Dari itu penulis ingin mengangkat judul kertas karya ini dengan
““Potensi Hutan Mangrove Bagi pengembangan Ekowisata di Kecamatan
Percut sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”
Pengelolaan dan pelestarian mangrove bisa diterapkan melelui ekowisata
hutan mangrove, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber
daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu,
dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang
kemudian menetapkan prioritas–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama,
yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
1.2. Batasan Permasalahan
Dalam pembatasan masalah, peulis membahas mengengai potensi hutan
mangrove dalam pengembangan Ekowisata di kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. serta manfaat pengembangan ekomangrove bagi
lingkungan dan masyrakat setempat
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari penulisan kertas karya ini
adalah :
1. Mengetahui gambaran umum tentang kabupaten Deli Serdang
2. Mengetahui potensi hutan mangrove dalam pengembangan ekowisata
3. Mengetahui manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan hutan
4. Mengetahui pentingya pengembangan potensi alam berbasis ekowisata
seperti hutan mangrove yang masih jarang diobservasi.
5. Menambah referensi tentang manfaat hutan mangrove dalam
pengembangan ekowisata.
1.4. Metoda Penulisan
Dalam penyusunan kertas karya ini untuk mendapatkan informasi –
informasi tentang segala sesuatunya menggunakan dua metoda yakni:
1. Library Research
Metoda penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur
(kepustakaan), baik berupa buku, brosur maupun hasil laporan hasil
penelitian dari peneliti terdahulu.
2. Field Research
Dengan mengumpulkan data ataupun informasi langsung dari lokasi
penelitian dengan mengadakan pengamatan langsung (observasi) juga
dengan melakukan wawancara secara langsung kepada phak-pihak yang
bersangkutan (interview)
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang alsan pemilihan judul, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, metoda penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN
Dalam bab ini menguraikan tentang pengertian hutan mangrove,
ekowisata, pengertian bentuk objek wisata, pengertian perencanaan
pembangunan, sarana dan prasarana pariwisata dan pengertian
pengembangan pariwisata.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG KABUPATEN DELI
SERDANG
Dalam bab ini membahas tentang letak geografis, sejarah Kabupaten
Deli Serdang, sarana dan prasarana serta penduduk dan mata
pencaharian
BAB IV : POTENSI HUTAN MANGROVE DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA PERCUT SEI TUAN DELI SERDANG
Dalam bab ini menguraikan tentang potensi hutan mangrove dalam
pengembangan ekowisata, dan upaya-uapaya yang dilakukan dalam
pengembangan ekowisata, peranan pemerintah, swasta,peranan
masyarakat dan manfaat yang diperoleh dari pengembangan hutan
mangrove bagi lingkungan dan masyrakatsetempat.
BAB V : PENUTUP
BAB II
URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata
Secara etimologis , kata “pariwisata” berasal dari Sansekerta yang terdiri
dari ‘pari’ dan ‘wisata’ yang artinya :
a. Pari berarti banyak , berkali-kali,berputar-putar atau berkelililing dan juga
berarti lengkap.
b. Wisata berarti perjalanan atau dapat diartikan sebagai perjalanan yang
dalam hal ini sinonim dengan kata travel.
Secara garis besar , pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan keliling
yang dilakukan dari satu tempat ketempat yang lain , dalam bahasa inggrisnya
dikenal dengan tour (yoeti,1996:112). Sedangkan untuk pengertian jamak, kata
kepariwisataan dapat digunakan kata tourisme atau tourism. Sebelum munas
pariwisata pada tanggal 12-14 Juni 1985 di Tretes (Jawa Timur), kata pariwisata
lebih dikenal dengan tourisme. Kemudian atas himbauan Bapak President RI
pertama yaitu Ir. Soekarno Hatta, kata tourisme diganti dengan kata “pariwisata”.
Kata pariwisata ini diusulkan oleh Prof.priyono (alm).
Adapaun definisi pariwisata menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1. Mr. Herman V. schulard dari Austria (yoeti ,1996:114)
Pada tahun 1910 membuat batasan yang menekankan pada sudut pandang
ekonomi yaitu: pariwisata adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada
kaitannya dengan perekonomian. Secara langsung berhubungan dengan
kota dan daerah. Dan pendapat ini di benarkan oleh Dr. James, J.
Spallane, S.J “ pariwisata seringkali dipandang sebagai berkembang atau
mundur , maka banyak negara atau pemerintah dipengaruhi secara
ekonomis”
2. Batasan yang bersifat teknis dikemukakan oleh dua guru besar swiss, yaitu
K. Kraf dan Hunzicker (yoeti,1996:115) yang juga dianggap sebagai
Bapak Ilmu Pariwisata yang terkenal mengatakan bahwa “kepariwisataan
adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan
dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal
sementara, asalkan orang asing tersebut tidak tinggal menetap dan tidak
memperoleh penghasilan dari aktifitas yang bersifat sementara tersebut”.
Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan oleh pakar diatas, dapat
disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud
bukan untuk menetap atau bertempat tinggal di daerah tersebut dengan mencari
nafkah di tempat yang ia kunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati
perjalanan yang dilakukan tersebut guna kepuasan bertamasya dan berekreasi
serta untuk memenuhi keinginan individu yang melaksanakannya.
2.2 Pengertian ekowisata
Industri pariwisata selama ini memiliki peran dan makna begitu tinggi
dalam aspek kehidupan manusia. Dalam perkembangannya, sektor pariwisata
forms of tourism menjadi Sustainable Tourism. Dari sisi kepariwisataan,
ekowisata merupakan kolaborasi dari tiga macam wisata, diantaranya Rural
tourism, Nature Tourism, dan Cultural Tourism. Dimana wisata-alam yang selama
ini kita kenal, mempunyai kecenderungan berubah menjadi ekowisata, jika
sustainable tourism dijadikan sebagai acuan (Chaniago, 2008).
Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh
Hector Ceballos-Lascurain yaitu:
a. "Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling
to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific
objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild
plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both
past and present) found in the areas."
"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat
alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari)
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati
pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk
manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun
masa kini."
Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentan kegiatan wisata alam
biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism
Society (TIES) pada awal tahun 1990 yaitu sebagai berikut:
"Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the
"Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat
yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
kesejahtraan penduduk setempat”.
Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector
Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam
terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung
unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan
dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk
memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan
budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.
Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas
telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.
a. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang
bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.
b. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
c. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif
masyarakat setempat.
d. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh
manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.
e. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang
masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk
mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata,
usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat
meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu
penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.
b. Definisi dari ekowisata yang disepakati dalam semiloka dan symposium
ecotourism pada April 1995 oleh PACT/WALHI adalah kegiatan
perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami
atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya
selain untuk menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan,
pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan
ekowisata.
c. Unsur penting yang dapat menjadi daya tarik dari sebuah Daerah Tujuan
Ekowisata (DTE) adalah :
1.Kondisi alamnya,
2. Kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan endemik,
3. Kondisi fenomena alamnya,
4. Kondisi adat dan budaya.
Kegiatan ekowisata yang juga merupakan daya tarik dalam sebuah DTE
antara lain diving, bird watching, game fishing, wild life viewing, dll. Semakin
banyak fasilitas kegiatan akan mampu meningkatkan jumlah dan lama kunjungan.
Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan
usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat.
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata
sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini
masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan
ekowisata.
Ekowisata sendiri telah menjadi trend baru di dunia Internasional sebagai
salah satu dari isu 4T (Transportation, Telecommunication, Tourism dan
Technology) dalam milenium ketiga. Ekowisata merupakan sebuah
pengembangan konsep dari penyelarasan antara kegiatan manusia (aspek wisata)
dan lingkungan sekitar (aspek ekologi).
2.3 Pengertian Industri pariwisata
Bila ditinjau dari kata “industry” , maka dapat diberikan batasan industry
pariwisata sebagai berikut: “industri pariwisata adalah kumpulan dari macam –
macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang dan jasa yang
dibutuhkan wisatawan secara khusus dan traveler pada umumnya”.
Jika ditinjau dari sudut pandang para ahli kepariwisataan maka akan kita
peroleh batasan yang bervariasi seperti:
1. Menurut Kusdianto Hardiroto(pendit,1994:37) “ industri pariwisata adalah
suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam
pengembangan produk suatu layanan untuk memenuhi kebutuhan
orang-orang yang bepergian (pelancong/musafir)”.
2. W.Hunzieker dari Bern University (pendit, 1994:38) memeberikan
are all busness entities which, by combining various mean of production,
provide goods and services of specially tourist nature.”
3. Sedangakan menurut G.A Schmoll dalam bukunya Tourist Promotion (
yoeti, 1985:143) mengatakan bahwa “ tourism is ahigly decentralized
industry consisting of enterprises different size, location, function,type
organization, range of servive provide, and methods use to market and sell
them”.
Batasan yang dikemukakan oleh G.A Schmoll tersebut diatas lebih
cenderung menganilisis cara-cara melakukan pemasaran dan promosi hasil
produk industri pariwisata. Industri Pariwisata dalam hal ini bukanlah
industri yang berdiri sendiri , tetapi merupakan suatu industri yang terdiri
dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa-jasa atau produk
yang berbeda suatu dengan yang lainnya. Perbedaan itu katanya tidak
hanya dalam yang dihasilkan tetapi juga dalam besarnya perusahaan ,
lokasi atau tempat, kedudukan letak, secara geografis, fungsi, bentuk
organisasi yang mengelola dan metoda pemasarannya.
2.4 Pengertian Objek Wisata
Objek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri
pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan (som thing to
see). Di lauar negri objek wisata disebut Tourist Atraction (atraksi wisaata),
Mengenai pengertian objek wisata, kita dapat melihat dari beberapa
sumber antara lain:
1. Peraturan Pemerintah No.24/1979
Objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni
budaya serta sejarah bangsa dan tempat keadaan alam yang mempunyai
daya tarik untuk dikunjungi.
2. SK MENPARPOSTEL No.KM 98/PW:102/MPPT-87
Objek wisata adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber
daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya
tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa objek wisata harus
memiliki daya tarik serta harus ada pengusahaan dan pengembangan , objek
wisata dapat di bedakan menjadi beberapa bagian antara lain:
• Alam ( nature), yaitu segala sesuatu yang berasal dari alam yang
dimnafaatkan dan diusahakan di tempat objek wisata yang dapat dinikmati dan
memberikan kepuasan kepada wisatawan. Contohnya, pemandangan alam,
pegunungan , flora dan fauna.
• Budaya (culture) yaitu, segala sesuatu yang berupa daya tarik yang berasal
dari seni dan kreasi manusia. Contohnya, upacara keagamaan, upacara adat
dan tarian tradisional.
a. Buatan Manusia (Man Made), yaitu segala sesuatu yang berasal dari karya
manusia, dan dapat dijadikan sebagai objek wisata seperti benda-benda
b. Manusia ( Human Being), yaitu segala sesuatu dari aktivitas manusia yang
khas dan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat dijadikan sebagi
objek wisata. Contohnya, Suku Asmat di Irian Jaya dengan cara hidup
mereka yang masih primitive dan memiliki keunikan tersendiri.
Menurut Yoeti ( 1985:164-167), suatu daerah untuk Menjadi Daerah
Tujuan Wisata (DTW) yang baik, harus mengembangkan tiga hal agar daerah
tersebut menarik untuk dikunjungi, yakni:
1. Adanya something to see, maksudnya adanya sesuatu yang menarik untuk
dilihat, dalam hal ini objek wisata yang berbeda dengan tempat-tempat lain
(mempunyai keunikan tersendiri). Disamping itu perlu juga mendapat
perhatian terhadap atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagi entertainment
bila orang berkunjung nantinya.
2. Adanya something to buy, yaitu terdapat sesuatu yang menarik dank has
untuk dibeli dalam hal ini dijadikan cendra mata untuk dibawa pulang ke
tempat masing-masing sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas untuk
dapat berbelanja atau shoping yang menyediakan souvenir maupun
kerajinan tangan lainnya dan harus didukung pula oleh fasilitas lainnya
seperti money changer dan bank.
3. Adanya something to do , yaitu suatu aktifitas yang dapat dilakukan di
tempat itu yang bisa membuat orang yang berkunjung merasa betah di
tempat tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu objek wisata yang
harus memiliki keunikan dan daya tarik untuk dikunjungi dan juga didukung oleh
fasilitas pada saat menikmatinya.
2.5 Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia
Indonesia dengan luas daratan yang hanya 1,3 % dari seluruh permukaa
bumi, kaya akan akan berbagai jenis kehidupan liar dan berbagai tipe ekosistem
yang sebagaian besar diantaranya tidak dijumpai di bagian lain di bumi ini.
Kekayaan bumi Indonesia menurut World conservation Monitoring Committee
(1994) mencakup 27, 500 jenis tumbuhan berbunga (merupakan 10% dari seluruh
jenis timbuhan di dunia), 515 jenis mamalia (12% jenis di dunia), 1.539 jenis
burung (merupakan 17% dari jenis seluruh burung di dunia).
781 jenis reptilian dan ampibi di dunia, selain itu, Indonesia memiliki
tingkat endemitas keanekaragaman hayati yang tinggi. Dengan potensi tersebut,
Indonesia layak menyandang predikat sebagai Negara Megabiodivesiti, baik dari
segi keanekaragaman genetic, jenis maupun ekosistemnya. Untuk terus menjaga
kelestarian keanekaragaan hayati tersebut maka dibentuklah pola-pola
pengelolaan kawasan untuk perlindungan keanekaragaman hayati tersebut,
seperti:
• Kawasan Konservasi : Kawasana yang ditetapkan sebagai kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung.
• Kawasan Suaka Alam : kawasan dengan cirri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
• Cagar Alam : kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan an atau satwa dan ekosistemnya atau
eksistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung
secara alami.
• Suaka Margasatwa : kawasan suaka alam yang mempunyai cirri khas yang
berupa keanekaragaman atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
• Taman Nasional : kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, priwisata
dan rekreasi alam.
• Taman Wisata Alam : kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rkreasi alam.
• Taman Hutan Raya : kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli
yang dimanfaatkn untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan
menunjang budidaya, budaya pariwisata, dan rekreasi.
• Taman Buru : kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
diselenggarakannya perburuan secara teratur.
• Hutan Lindung : kawasan hutan karena keadaan dan sifat alamnya
diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegahan banjir ,erosi abrasi serta
Keseluruhan kawasan tersebut terdiri dari 497 unit kawasan dengan luas
seluruhnya 28.447.591 Hektar.
2.6 Undang Undang dalam pelestarian Lingkungan
Pemerintah sudah banyak menetapkan peraturan untuk mendukung
kelesrian lingkungan hidup Indonesia, baik peraturan pelesarian hutan,
laut, danau, sungai hingga kota sekalipun. Namun masih banyak
kebocoran yang terjadi dalam pelaksanaan peraturan tersebut.
Berikut ini diuraikan beberapa peraturan pemerintah tentang
pelestarian lingkungan :
• Peraturan pemerintah nomor 7 Tahun 1999, tentang pengawetan tumbuhan
dan satwa, sedikitnya mentapkan 70 jenis mamalia, 93 jenis burung, 31
jenis reptile, 20 jenis insekta (serangga), 7 jenis ikan,, Antiphates SPP
(akar bahar), 14 jenis bivalvia , semua jenis reflesia SPP, 44 jenis anggrek
smua jenis kantong samar (nphentes SPP) dan 13 jenis pohon keluarga
Diterocarpaceae
• Peraturan Pemerintah no 8 tahun 1999, tentang jenis tumbuhan dan satwa
liar dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
a. Pengkajian, penelitian da pengembangan;
b. Penangkaran
c. Perburuan
d. Peragaan
f. Budidaya tanaman obat obatan
g. Pemeliharaan untuk kesenangan.
• Ketentuan larangan dan ketentuan pidana berdasarkan
Undang-undang nomor 5 tahun 1990 :
A. Ketentuan larangan
1. Pasal 19 ayat (1)
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapt mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Perubahan terhadap
keutuhan kawasan suaka alam, meliputi : mengurangi, menghilangkan fungsi
dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan lain yang
tidak asli.
2. Pasal 21 ayat (2)
Setiap orang dilarang untuk :
- Mengambil, menebang, memiliki, merusak , memusnahkan ,
memelihara, mengangkut dan memperniagakan tumbuhan yang
dilindungi atau bagian-bagianya dalam keadaan hdup atau mati.
- Mengeluarkan tumbuhan yang dilingdungi atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam maupun di luar Indonesia.
3. Pasal 21 ayat (3)
Setiap orang dilarang untuk :
- Menangkap ,melukai, memelihara, mengangkut dan memperniagakan
- Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan
satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
- Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain didalam maupun maupun di luar di indonsia.
- Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh , atau bagian
bagian lain satwa yang dilindungi atau barang--barang yang dibuat dari
bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat
di Indonesia ke tempat lain di dalam maupun di luar Indonesia.
- Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan,
atau memiliki telurdan atau sarang satwa yang dilindungi.
4. Pasal 33 ayat (1)
- Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat megakibatkan
perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. Perubahan
terhadap keutuhan zona intin taman nasional, meliputi: mengurangi,
menghilangkan fungsi dan luas zona inti Taman Nasional , serta
menambah jenis tumbuhan dan jenis satwa lain yang tidak asli.
5. Pasal 33 ayat (3)
- Setiap orang dilarang melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dri Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
B. Ketentuan Pidana
- Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 dan pasal 33
ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan
denda paling banyak 200.000.000. (dua ratus juta rupia).
2. Pasal 40 ayat 2
- Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 da ayat 2 serta
pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah)
3. Pasal 40 ayat 4
- Barang siapa karena kelalainnya melakukan pelanggaran
terhadapketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 da
ayat 2 serta pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling
lama satu tahun dan denda paling banyak 50.000.000.( lima puluh juta
rupiah).
Itulah beberapa peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah tentang
pelestarian lingkungan hidup, terutama kepada perlindungan keanekaragaman
hayati. Masih banyak lagi peraturan yang belum dicantumkan dalam tulisan ini,
termasuk pelestarian sungai, laut, danau dan kota. Namun, semua peraturan yang
ditetapkan pemerintah tersebut tidak lain tujuannya adalah untuk menjaga dan
melindungi kekayaan alam yang ada dan merupakan asset berharga bangsa
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG
3.1 Letak Geografis
Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Provinsi
Sumatera Utara dengan kedudukan geografi pada posisi 2 - 57 ‘ – 3- 16 LU dan
98 – 27 BT. Berada posisi silang di kawasan pasifik barat, dengan luas wilayah
4.397.94 km atau 6,21% dari luas Provinsi Sumatera Utara . Dari luas wilayahnya
84,34 % adalah areal pertanian dan perkebunan, 8,15 % kawasan hutan dan 4,12
% merupakan pemukiman dan pengguna lainnya.
Letak daerah kabupaten Deli Serdang terdiri dari 3 wilayah yakni dataran
pantai, dengan luas lebih kurang 26,06 % terdiri dari 9 kecamatan serta jumlah
desa dan kelurahan 142. Sedangkan dataran rendah 39,76 % terdiri dari 15
kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 304. Wilayah lainnya yakni
dataran tinggi pegunungan dengan ketinggian lebih besar dari 500 m dengan luas
lebih kurang 34,18 % yang terdiri dari 9 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak
197 desa.
Wilayah administrasi Pemerintahan terdiri dari 33 kecamatan, serta 637
desa dan kelurahan yang terdiri dari 617 desa dan 20 kelurahan. Ibu kota
kabupaten Deli Serdang adalah Lubuk Pakam merupakan pemerintahan yang
terletak lebih kurang 30 km dari kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera
Utara.
telah memberikan kontribusi PAD dan 30 objek potensial untuk dikembangkan.
Daerah tujuan wisata tersebut terdiri dari wisata alam dan wisata bahari.
Wisata alam terdapat di daerah inisepeerti; hutan Sibolangit, Pemandian
Air Panas Danau Linting di Kecamatan STM Hulu dan di desa Penen Kecamatan
Biru-Biru yang disertai dengan goa-goa alamnya, pemandian alam Sembahe di
kecamatan Sibolangit.
Sedangkan wisata bahari antara lain Pantai Cermin, Pantai Sialang Buah di
kecamatan Teluk Mengkudu, Pantai Kelang dan masih banyak lagi lokasi pantai
yang belum dikelola, masih dapat diharapkan untuk dikelola dan telah dilirik
investor asing untuk dikembangkan, khusunya di kecamatan percut sei tuan yang
memiliki kekayaan hutannya khususnya hutan mangrove yang dapat
dikembangkan sebagai ekowisata.
3.2 Sejarah Kabupaten Deli Serdang
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945
Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan
yang berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di
Kota Medan, Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (± 38 km dari Kota
Medan menuju Kota Tebing Tinggi).
Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia serikatt (RIS), keadaan
Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara
spontan menuntut agar NST (Negara Sumatera Timur) yang dianggap sebagai
masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk
Permusyawaratan Rakyat se Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat
Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional.
Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia
kemudian bergabung dengan NKRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT)
dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia.
Kecamatan Percut Sei Tuan adalah salah satu Kecamatan di wilayah
Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.
Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 Km2 yang
terdiri dari 18 Desa dan 2 Kelurahan. 5 Desa dari Wilayah Kecamatan merupakan
Desa Pantai dengan ketinggian dari permukaan air laut berkisar dari 10 – 20 m
dengan curah hujan rata-rata 243 persen. Pusat Pemerintahannya berkedudukan di
Jalan Medan – Batang Kuis Desa Bandar Klippa.
Batas-batasnya Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu
Sebelah Barat : Kecamatan Labuhan Deli dan Kodya Medan
Sebelah Selatan : Kodya Medan
Sungai-sungainya :
Di Kecamatan Percut Sei Tuan ada 9 Desa yang dilintasi sungai :
a. Desa Tembung
b. Desa Bandar Khalipah
c. Desa Bandar Setia
e. Desa Sampali
f. Desa Cinta Rakyat
g. Desa Cinta Damai
h. Desa Saentis
i. Desa Percut
3.3 Sarana dan Prasarana
Kabupaten Deli Serdang memilik sarana dan prasarana transportasi berupa
• jalan darat
• transportasi darat kereta api. seperti listrik, • telekomunikasi,
• air bersih dan
BAB IV
POTENSI HUTAN MANGROVE DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA KECAMATAN PERCUT TUAN KABUPATEN DELI
SERDANG
4.1. Ekowisata
Pariwisata diartikan sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan
perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk
jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai (leisure), bisnis dan
berbagai maksud lain (Agenda 21, 1992). Pariwisata di Indonesia menurut UU
Kepariwisataan No. 9 tahun 1990 pasal 1 (5) adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidangnya.
Indonesia memiliki sumber daya wisata yang amat kaya dengan aset alam,
budaya, flora dan fauna dengan ciri khas Asia dan Australia di setiap wilayah
perairan dan pulau di Indonesia (Gunawan M.P., 1997). Indonesia tercatat
mendapatkan ranking ke-enam pada Top Twenty Tourism Destinations in East
dan The Pasific (WTO,1999).
Dalam paradigma lama, pariwisata yang lebih mengutamakan pariwisata
masal, yaitu yang bercirikan jumlah wisatawan yang besar/berkelompok dan paket
wisata yang seragam (Faulkner B., 1997), dan sekarang telah bergerak menjadi
pariwisata baru, (Baldwin dan Brodess, 1993), yaitu wisatawan yang lebih
canggih, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan
asli. Dalam usaha pengembangannya Indonesia wajib memperhatikan
dampak-dampak yang ditimbulkannya, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah
sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang oleh Eadington dan Smith (1995)
diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang
memungkinkan adanya interaksi positif diantara para pelakunya.
Ekowisata (eco-tourism) disebutkan di UU No.9 tahun 1990 pasal 16
sebagai kelompok-kelompok obyek dan daya tarik wisata, yang diperkuat oleh
perpu No. 18 tahun 1994, sebagai perjalanan untuk menikmati gejala keunikan
alam di taman nasional, hutan raya, dan taman wisata alam. Berbagai pendapat
lain tentang ekowisata adalah Lascurain dan Ceballos (1988) yang lebih
menekankan pada faktor daerah alami, oleh The Ecotourism Society (1993)
sebagai suatu perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung
konservasi dan meningkatkan kesejateraan penduduk setempat. Ziffer (1989)
menekankan pada sektor sejarah dan budaya, Whelan (1991) pada faktor etnis,
Boo (1992) pada faktor pendidikan lingkungan, Steele (1993) tentang proses
ekonomi, Cater and Lowman (1994) tentang pemanfaatan bertanggung jawab dan
imbuhan kata ‘eco’(seperti ecotour, ecotravel, ecosafari, ecovacation, ecocruise,
dll), Hudman et.al. (1989) pada faktor budaya, Lindberg (1991) pada faktor
pelestarian, Gunn (1994) pada faktor petualangan, Brandon (1996) pada faktor
pengetahuan dan konservasi, Kususdianto (1996) memberikan batasan ruang
lingkup usaha ekowisata, dan Silver C. (1997) yang memberikan batasan-batasan
berikut:
2. Layak dijalani secara pribadi maupun sosial,
3. Tak ada rencana perjalanan yang ketat,
4. Tantangan fisik dan mental,
5. Interaksi dengan budaya dan penduduk setempat,
6. Toleran pada ketidaknyamanan,
7. Bersikap aktif dan terlibat,
8. Lebih suka petualangan daripada pengalaman,
sedangkan Choy, Low dan Heilbron (1996) memberikan batasan lima
faktor pokok yang mendasar yaitu:
1. Lingkungan,
2. Masyarakat,
3. Pendidikan dan Pengalaman,
4. Keberlanjutan,
5. Manajemen,
dan Ecoturism Research Group (1996), yang membatasi tentang wisata
bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang terkait dengan :
1. Mendidik tentang fungsi dan manfaat lingkungan,
2. Meningkatkan kesadaran lingkungan,
3. Bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi,
4. Menyumbang langsung pada keberkelanjutan.
Ekowisata tidak setara dengan wisata alam. Tidak semua wisata alam
akan dapat memberikan sumbangan positif kepada upaya pelestarian dan
persyaratan-persyaratan tertentu yang menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus, demikian
menurut pendapat dari Wheat (1994) dan Goodwin H. (1997) dan diperkuat oleh
Wyasa P. (2001).
4.2 Hutan mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang
air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh
diantara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah
sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai
tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Soerianegara
(1990) bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai,
biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1)
tidak terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut;
4) tanah rendah pantai; 5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis
pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.),
bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah
(Nypa sp.) dll.
Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan
pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah
mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat
ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu.
Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu
tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di daerah yang landai,
biasanya terletak di belakang hutan payau.
4.3Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik (menjaga garis pantai
agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut,
mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi biologis
(tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat
bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota) dan fungsi ekonomi
(sumber bahan baker, pertambakan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan
dll. (Naamin, 1990), makanan, obat-obatan & minuman, gula alcohol, asam cuka,
perikanan, pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas & tannin dll. Menurut
Wada (1999) bahwa 80% dari ikan komersial yang tertangkap di perairan
lepas/dan pantai ternyata mempunyai hubungan erat dengan rantai makanan yang
terdapat dalam ekosistem mangrove. Hal ini membuktikan bahwa kawasan
mangrove telah menjadi kawasan tempat breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan
beberapa biota laut lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai habitat satwa
liar, penahan angina laut, penahan sediment yang terangkut dari bagian hulu dan
sumber nutrisi biota laut.
Kusmana (1996) menyatakan bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai: 1)
limbah organic; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota
laut; 4) habitat berbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu dan non kayu; 6)
potensi ekoturisme.
Gosalam et al. (2000) telah mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan
mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi yaitu Alcaligenes
faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium pseudodiphtheriticum, Rothia
sp., Bacillus coagulans, Bacillus brevis dan Flavobacterium sp.
Hutan mangrove secara mencolok mengurangi dampak negative tsunami
di pesisir pantai berbagai Negara di Asia (Anonim, 2005a). Ishyanto et al. (2003)
menyatakan bahwa Rhizophora memantulkan, meneruskan dan menyerap energi
gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami
ketika menjalar melalui rumpun Rhizophora (bakau). Venkataramani (2004)
menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat berfungsi seperti tembok alami.
Dibuktikan di desa Moawo (Nias) penduduk selamat dari terjangan tsunami
karena daerah ini terdapat hutan mangrove yang lebarnya 200-300 m dan dengan
kerapatan pohon berdiameter > 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi
dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang karena
pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang
tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak
saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove.
Secara global, sektor pariwisata (termasuk ekowisata) pada saat ini
menjadi harapan bagi banyak Negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang
dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Pada saat ini sektor pariwisata
telah menjadi industri swasta yang terpenting di dunia. Menurut World Travel and
Tourism Council, terbukti pada tahun 1993 pariwisata merupakan industri terbesar
di dunia dengan pendapatan lebih dari US$ 3,5 triliyun atau 6 %.
Masalah kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan pada saat ini sangat
menonjol dan menjadi isu internasional yang mendapat perhatian khusus. Di sisi
lain, justru kepariwisataan alam mengalami perkembangan yang meningkat dan
signifikan. Kepariwisataan alam kemudian berkembang ke arah pola wisata
ekologis yang dikenal dengan istilah ekowisata (ecotourism) dan wisata minat
khusus (alternative tourism). Pergeseran dalam kepariwisataan internasional
terjadi pada awal dekade delapan puluhan. Pergeseran paradigma pariwisata dari
mass tourism ke individual atau kelompok kecil, maka wisata alam sangat
berperan dalam menjaga keberadaan dan kelestarian obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) alam pada khususnya dan kawasan hutan pada umumnya. Pergeseran
paradigma tersebut cukup berarti dalam kepariwisataan alam sehingga perlu
diperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan masyarakat lokal (sosial)nya (Fandeli
dan Mukhlison, 200 dalam Gunarto, 2004).
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan.
Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata
dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah
teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan
masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan
ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas.
Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia,
dengan beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan
keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan
budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman
terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga
memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan
kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam. Kedua pelibatan
masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan dalam konsep
pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja
yang lebih besar. Namun lebih dari itu, demi keberhasilan usaha ini tidak semua
kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk
dikembangkan, yang mana dapat ditentukan atas faktor-faktor berikut:
− Lokasi harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau
− Perencanaan ekowisata dan persiapan oleh masyarakat untuk
menjalankan ekowisata sebagai usaha bersama,
− Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata,
− Kemampuan untuk mencipakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan,
dan juga usaha pembelajaran kepada wisatawan,
− Menjalin hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan
organisasi-organisasi lain yang terlibat.
Dilemanya ialah kegiatan pariwisata tidak melulu menghasilkan
hal-hal yang indah atau ideal, bahkan sangat sering hal-hal-hal-hal negatif dalam
lingkungan dan masyarakat karena kegiatan pariwisata yang terlalu
intensif dan secara bersamaan tidak terkelola dengan baik, dan akhirnya
membunuh sumber daya yang melahirkan pariwisata itu sendiri. Oleh
karena itu pengembangan ekowisata harus dilakukan secara berkelanjutan,
yaitu dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat dan pergerakan
perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan.
Ekowisata mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui
konservasi, yang berupa penambahan dana untuk menyokong kegiatan
konservasi dan pengelolaan lingkungan, termasuk didalamnya penelitian
untuk pengembangan. Selain itu, pengunjung/wisatawan membantu dalam
usaha perlindungan dengan memberikan informasi atas kegiatan ilegal dan
membantu dalam memformulasikan semacam “buku petunjuk”
pengunjung selama melakukan kunjungan atau berwisata.
Sedangkan kontribusi ekowisata secara tidak langsung melalui
konservasi berupa meningkatnya kesadaran publik terhadap konservasi
konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang terbentuk
selama wisatawan ber-ekowisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan
secara langsung terhadap kegiatan pelestarian (sekaligus meningkatkan
kualitas produk ekowisata yang ditawarkan).
4.5 Upaya Pengembangan Potensi Hutan Mangrove Bagi Pengembangan Ekowisata di Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang
Dalam setiap sector pengembangan , ada tiga unsure utama yang saling
mendukung dan saling mengisi yaitu:
1. Pemerintah
2. Dunia usaha
3. Dan masyarakat
Apabila salah satu diantara ketiga unsure tersebut tidak terlibat, akan
menyebabkan kegagalan dalam pembangunan itu sendiri, dari ketiga unsure ini
masing-masing sudah mempunyai fungsi yang suahdi gariskan, baik dalam bentuk
perundang undangan maupun dalam bentuk keputusan lainnya. Hal tersebut diatur
untuk menghindari kesalahphaman dalam pelaksanaan pembangunan. Demikian
juga halnya dalam sector pariwisata. Pemerintah sebagai salah satu instansi yang
mempunyai posisi sebagai pemegang kekuatan dalam menentukan
kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh serta yang menentukan berhasil tidaknya suatu
program pariwisata dalam suatu daerah mempunyai peran yang sangat besar.
Pemerintah harus membantu menggalakkan arus wisatawan untuk
pengembangan ekomangrove di percut sei tuan kabupaten Deli Serdang. Untuk itu
pemerintah terlebih dahulu membuat suatu perencanaan yang matang, baik dari
segi pembangunan maupun pemasaran pariwisata. Hutan Mangrove yang terdapat
di kecamatan Percut Sei Tuansekarang ini belum di maksimal di kembangkan
dalam bentuk ekowisata dan belum mendapat perhatian dari pemerintah setempat,
pengelolaan secara professional tentu saja banyak menyangkut berbagi hal seperti
: menjaga kelestarian objek wisata, mengembangkan dan menciptakan suasana
wisata yang aman, tentram dan damai di objek wisata tersebut.
A. Peranan Pemerintah
Diharapkan dalam pengembangan hutan mangrove dengan ekowisata yang
ada di Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut :
2. Meningkatkan prasarana dan sarana dalam bidang pariwisata yang
merupakan tulang punggung dari kemajuan industry pariwisata
3. Mengawasi serta memberikan pembinaan dan pengarahan kepada
instansi yang bergerak dalam bidang pariwisata
4. Memacu partisipasi masyarakat dengan meningkatkan gairah
masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam pembangunan
pariwisata setempat.
5. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakt melalui berbagai
bimbingan dan penyuluhan , sehingga dapat berpartisipasi secara
optimal dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan
6. Memberikan fasilitas-fasilitas serta kemudahan kepada dunia usaha
yang bergerak di bidang pariwisata dan wisatawan.
7. Memperbaiki lingkungan hidup yang sudah terlanjur rusak selama
ini dan menghentikan semua kegiatan yang merusak kelestarian
lingkungan untuk menjaga kelestrian lingkungan alam yang ada.
8. Melaksanakan promosi wisata dengan pihak yang bersangkutan.
B. Peranan Swasta
Instansi swasta merupakan instansi yang berhubungan langsung dengan
wisatawan serta memberikan pelayanan secara bergantian dalam rangkaian
perjalanan wisatawan. Instansi ini juga memegang peran yang sangat penting
dalam meningkatkan dunia kepariwisataan local maupun nasional. Citra yang di
tunjukkan oleh dunia usaha sebagai perantara ( intermediary), juga merupakan
citra bangsa Indonesia secara local maupun nasional.
Adapun tugas yang dilaksanakan oleh dunia usaha adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan sarana pariwisata yang di butuhkan wisatawan seperti :
hotel/ penginapan, restoran, trnsportasi dan sebaginya.
2. Membuat paket wisata dan melaksanakan acara perjalanan wisata ke
daerah daerah tujuan wisata
3. Mengadakan promosi wisata yang bekerjasama dengan pemerintah
daerah
4. Sebagai pengusaha yang beergerak di wilayah hokum Indonesia ,
serta mengamankan Negara dari gangguan Negara lain( termasuk
wisatawan)
5. Menyetor pajak penghasilan
Sedangkan fungsi dari Dunia Swasta adalah :
1. Sebagai perantara dari pemerintah dengan wisatawan (intermediary)
2. Sebagai wakil dari bangsa (duta bangsa)
3. Sebagai pelaksana teknis di lapangan( memebrikan pelayanan) langsung
kepada wisatawan.
Untuk menjadikan suatu objek wisata yang terkenal bagi khalayak ramai
dan ramai dikunjungi wisatawan, maka keberadaannya dan kelestarianya harus
tetap dijaga. Selain objek wisata tersebut harus tersu mengalami proses
perbaikan-perbaikan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas objek wisata yang
dalam hal ini ekowisata baik dalam pengelolaanya dan atraksi yang di tawarkan.
Sehingga setiap wisatawan yang datangg berkunjung merasa puas dan senang dan
mendapatkan pengalaman baru yang memungkinkan mereka datang lagi jika
memiliki kesempatan.
C. Peranan Masyarakat
Sector kepariwisataan sebagi sektor andalan bagi penerimaan devisa
Negara, menempatkan masyarakat sebagai subjek yang memiliki dan menikmati
hasil pembangunan, sehingga sektor kepariwisataan dapat mendorong upaya
hasil-hasil pembangunan dari sektor ini, tetapi juga ikut serta dan terlibat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta pemeliharaan.
Mengingat luasnya kegiatan yang harus dilakukan untuk mengembangkan
kepariwisataan, maka perlu dukungan dan peranan serta yang aktif dari masyrakat
agar berhasil dan mencapai tujuannya.peranan yang diharapkan dari seluruh
lapisan masyarakat seperti pemerintah , petugas keamanan dan ketertiban, tokoh
adat, tokoh agama, cendekiawan, budayawan, seniman, pemuda , mahasiswa,
pelajar, pengusaha,pedagang, dan sebagainya adalah sebagai berikut :
1. Memperbesar manfaat dan keuntungan yang dapat diraih dengan cara
wajar dan sebaiknya memperkecil dampak yang merugikan
2. Menjadi tuan rumah yang baik
3. Secara aktif ikut serta meningkatkan keamanan dan ketertiban
4. Secara aktif melestarikan lingkunngan hidup dan budaya bangsa
5. Secara aktif ikut memelihara dan mengembangkan daya tarik objek wisata
6. Menyediakan fasilitas akomodasi
7. Dan memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan yang berkunjung
Untuk menciptakan pesona wisata yang dapat menarik wisatawan lokal
maupun manca Negara, maka pariwisata berbasis masyarakat harus terus
digalakkan . Pengembangan objek wisata harus memperhatikan posisi, potensi,
dan peranan masyarakat sebagai aktor dan subjek pengembangan. Masyarakat
berada pada dua posisi yakni sebagai tuan rumah dan pelaku wisata. Jika kedua
kunjungan wisatawan terus membaik. Saat menjadi tuan rumah, mampu menjadi
tuan rumah yang baik begitu juga saat melakukan kunjungan wisata.
Teori pada buku dasar-dasar manajemen Kepariwisataan Alam yang di
temukan oleh Fandeli tahun 1995, menyatakan bahwa “ SAPTA PESONA”
merupakan suatu slogan yang sangat penting di dalam hal kepariwisataan di
Indonesia. Sapta pesona merupakan kondisi yang harus diwujudkan dalam rangka
menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau wilayah tujuan wisata.
Sapta pesona terdiri dari tujuh unsur yaitu : aman, tertib, bersih, sejuk, indah,
ramah tama dan kenangan. Kita harus menciptakan suasana indah dan
mempesona, dimana saja dan kapan saja, khususnya di tempat- tempat yang
banyak dikunjungi wisatawan dan pada waktu melayani wisatawan.
1. Aman
Wisatawan akan senang brkunjung ke suatu tempat apabila merasa
aman. Tentram,tidak takut,terlindungi dan bebas dari:
a. Tindak kejahatan , kekerasan,ancaman seperti kecopetan, pemerasan,
penodongan , penipuan, dan lain sebaginya.
b. Terserang penyakit menular dan penyakit berbahya lainnya
c. Kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang
kurang baik, seperti kenderaan, peralatan untuk makan dan minum.
Lift, perlengkapan rekreasi atau olah raga.
d. Gangguan oleh masyarakat , antara lain berupa pemaksaan oleh
pedagang asongan, tangan jail. Ucapan dan tindakan serta perilaku
2. Tertib
Kondisi yang merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh
setiap wisatawan. Kondisi tersebut tercermin dari suasana yang teratur,
rapi dan lancar sertam menunjukkan disiplin yang tinggi dalam semua segi
kehidupan masyarakat , misalnya :
a. Lalu lintas yang tertib, teratur dan lancar, alat angkutan datang dan
berangkat tepat waktunya
b. Tidak kelihatan orang yang berdesakan atau berebutan untuk
mendapatkan atau membeli sesuatu yang di perlukan
c. Bangunan dan lingkungan ditata teratur dan rapi
d. Pelayanan dilakukan secara baik dan tepat
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN
1. Pengembangan pariwisata khususnya ekowisata magrove haruslah
berbasis kerakyatan (ecotourism based community developmnet) dimana
prinsip dasarnya adalah memprioritasan keikutsertaan masarakat lokal
dalam pengembangangannya. Agar pengembangannya maksimal dan
keuntungan yang diperoleh dapat dirasakan masarakat secara merata.
2. Dalam persaingan industri pariwisata yang telah mencapai tingkat gloal ,
paradigam baru pengembangang pariwisata khusnya ekowisata
mangrove merupakan pilihan tepat karena sektor ini memiliki ciri-ciri
unik dan rasional yang yang sangat menguntungkan masarakat. Adapun
ciri-ciri tersebut adalah memanfaatkn kekayaan alam hutan mangrove
dalam prinsip ekowisata dan mengikut sertakan masarakt setempat
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta peroehan
manfaatnya.
3. Peranan instansi terkait mutlak dilaksanakan terutama sebagai fasilitator
, melalui sistem pemberdayaan masarakat yang sistematis.
4. Keseimbangan dan harmoni antar masyarakat , lingkungan dan
wisatawan menjadi tujuan utama pembangunan pariwisata berbasis
kerakyatan sehingga keberlanjutan pebangunan pariwista dapat pula
5. Hutan mangrove di kecamatan Percut Sei Tuan memiliki prospek
cemerlang untuk dikembangkan bila kita lihat dari kacamata ekowisata
walaupun sektor ini masih jarang kita temukan di kembangkan, namun
sektor ini memang di tujukan untuk wisatawan khusus. Selain
keuntungan materi yang di peroleh, banyak keuntungan lain yang bisa
kita peroleh apa lagi di khususkan dari hutan mangrove. Hutan
mangrove sendiri mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting
antara lain: mangrove memiliki banyak manfaat, seperti perlindungan
pantai dari abrasi dan ombak. penanaman mangrove itu ikut membantu
pemerintah Provinsi Sumut yang juga sedang menjalankan program
pemulihan hutan mangrove di pantai timur..
6. Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan
ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk
industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan
mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang
dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari
nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi
dari hutan mangrove yang ada di Indonesia, fungsi-fungsi tersebut tidak
jauh berbeda dengan fungsi yang ada di India baik secara fisika kimia,
biologi, maupun secara ekonomis.
7. Proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan
memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis
1. Fungsi Fisik
• Menjaga garis pantai
• Mempercepat pembentukan lahan baru
• Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
• Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
• Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground,
bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat berbagai
kehidupan liar
3. Fungsi Ekonomi
• Akuakultur
• Rekreasi
• Penghasil kayu
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai
yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan.
Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat
produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006 “ Perencanaan Ekowisata dari
Teori Ke Aplikasi” . Yogyakarta. CV. Andi Offset
Sedarwayanti, Prof.DR.Hj.Dra.,M.Pd.2005 “ Membangun Kebudayaan dan
Pariwisata” Bunga Rampai Tulisan Pariwisata. Bandung. Mandar
Maju
Mowforth, Martin dan Ian Munt. 1998, ” Tourism and Suistainability :A new
Tourism in Third World, London dan New York : Rotledge.
Yoeti. A Oka, 2000, ”Ecotourism, pariwisata Berwawasan Lingkungan ” jakarta :
Pt. Pertja.
Natori, Masahiko. 2001 (ed). ” A guidebook for Tourism Based Community
Development”. Japan : Aptec.
Soekardijo, R.G, 1997. Anatomi Pariwisata ” : Memahami Pariwisata Sebagai
Systematic Linkage ”. Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Pendit, S. Nyoman, 199 9. ”Ilmu Pariwisata” Sebuah pengantar Perdana. Cetakan
Ke Enam. Jakarta : Pt. Pradnya Paramita.
Pitana, 1999. ”Community Management Dalam Pembangunan Pariwisata”:
Dalam Majalah Ilmiah Pariwisata Vol.2 No. 2. Denpasar : Program
Studi Pariwisata Unud.
Stear, L, Et.Al, 1989. ” Contructing A Meaningful Concept Of A Tourism Industy;
Some Problems Dan Implications For Research And Policy”: Dalam
Case Histories Of Tourism Dan Hospitality James Blackwell And Llod
Nasikun, ”Globalisasi dan Paradigma Baru Pembangunan Pariwisata Berbasis
Komunitas” Dalam Penguasahaan Ekowisata.Ed. Chafid Fandeli dan
Mukhlison.Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Pustaka Pelajar,
dan Unit Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa
Yogyakarta.
undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil,