• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kelainan Jaringan Lunak Mulut Di Kalangan Penarik Becak Di Kotamadya Medan (2008).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kelainan Jaringan Lunak Mulut Di Kalangan Penarik Becak Di Kotamadya Medan (2008)."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Kedoteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2009

T.M. Riyan Syahrir

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kelainan Jaringan Lunak Mulut Di Kalangan Penarik Becak Di Kotamadya Medan (2008)

xiii + 75 halaman

Merokok merupakan suatu kebiasaan yang mempunyai daya merusak yang tinggi, efek merokok dalam jangka panjang akan menyebabkan kelainan atau penyakit bahkan dapat menunjukkan tanda keganasan. Kebiasaan merokok telah lama dihubungkan dengan terbentuknya kelainan-kelainan pada mukosa mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan merokok dengan adanya kelainan di rongga mulut pada perokok di kalangan penarik becak di Kotamadya Medan, Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan potong silang yang melibatkan 110 orang penarik becak yang diperiksa secara klinis dan hasilnya dicatat di rekam medik.

(2)

Tingginya prevalensi kelainan-kelainan mukosa mulut telah menunjukkan kurangnya perhatian para perokok terhadap kesehatan rongga mulut. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kelainan-kelainan dengan kebiasaan merokok yaitu lama merokok (tahun), jumlah batang rokok per hari dan jenis rokok dengan tingkat kemaknaan (p<0,05).

Daftar Rujukan : 44 (1976 – 2008)

(3)

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN

KELAINAN JARINGAN LUNAK MULUT DI

KALANGAN PENARIK BECAK DI KOTAMADYA

MEDAN, (2008)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

T.M.RIYAN SYAHRIR NIM : 050600101

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 Juni 2009

Pembimbing : Tanda tangan

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ……….. NIP. 132 161 242

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 25 Juni 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ANGGOTA : 1. Syuaibah Lubis, drg.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kelainan Jaringan Lunak Mulut Di Kalangan Penarik Becak Di Kotamadya Medan (2008) “ sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Salawat beserta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Rasulullah SAW atas suri teladan yang baik.

(7)

Ucapan terima kasih dengan segenap cinta dan ketulusan hati kepada keluarga tersayang, penulis persembahkan kepada ayahanda T. Syaifuddin dan ibunda Cut Nazly, juga kepada Kak Pocut atas segala perhatian, dukungan moril dan materil, motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Sundari dan keluarga yang telah banyak membantu dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk pembuatan skripsi ini. Tak lupa pula terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh penarik becak yang ada di Kotamadya Medan yang telah bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan atas segala semangat, dukungan dan perhatian yang telah diberikan oleh Tiwi, Amy, Adiwika, Topik, Pepenk, Shelly, Heykal, Shazana, Ain, Irvan, Ardian, Tuiq, Kak Arin dan teman-teman stambuk 2005 lainnya atas bantuan, semangat, motivasi dan kebersamaan di FKG USU, Kinanti Indika atas doa, dukungan dan kesabaran selama ini kepada penulis.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 25 Juni 2009

Penulis,

(T.M.Riyan Syahrir)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.2.1 Masalah Umum ... 4

1.2.2 Masalah Khusus ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Rokok... 7

2.2. Cara Merokok ... 8

2.3. Jenis Rokok ... 9

2.4. Kandungan Rokok ... 10

2.5. Pengaruh Merokok Pada Jaringan Mulut ... 13

2.5.1 Keratosis Rokok ... 15

2.5.2 Melanosis Perokok ... 16

2.5.3 Leukodema ... 17

2.5.4 Stomatitis Nikotina ... 18

2.5.5 Preleukoplakia ... 19

2.5.6 Leukoplakia ... 20

2.5.7 Kelainan pada Lidah (coated tongue) ... 21

2.5.8 Kanker Rongga Mulut ... 23

KERANGKA TEORI ... 25

(9)

HIPOTESIS ... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 28

3.2 Populasi dan Sampel ... 28

3.2.1 Populasi ... 28

3.2.2 Sampel ... 28

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 29

3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 29

3.4 Variabel Penelitian ... 30

3.4.1 Variabel bebas ... 30

3.4.3 Variabel terkendali ... 30

3.4.2 Variabel terikat ... 30

3.4.4 Variabel tidak terkendali ... 31

3.5 Defenisi Operasional ... 31

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.7 Sarana penelitian ... 34

3.7.1 Alat dan Bahan ... 34

3.7.2 Formulir Pencatatan ... 34

3.8 Cara Pengumpulan Data ... 34

3.8.1 Data demografi dan Data kebiasaan merokok ... 35

3.8.2 Data Klinik ... 35

3.9 Pengolahan Data ... 35

3.10 Analisis Data ... 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Keratosis rokok pada mukosa bibir ... 16

2 Melanosis Perokok ... 17

3 Leukodema ... 18

4 Stomatitis nikotina... ... 19

5 Leukoplakia ... ... 20

6 Coated Tongue ... 23

7 Skuamus sel karsinoma ... 24

8 Distribusi responden berdasarkan kelompok umur ... 37

9 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan... 38

10 Distribusi responden berdasarkan saat memulai merokok ... 39

11 Distribusi responden berdasarkan alasan mengapa merokok ... 40

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihisap per Hari Pada Penarik Becak ... 41 2 Persentase Responden Berdasarkan Lama Merokok (Tahun) pada

Penarik Becak ... 41 3 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Merokok Pada Penarik

Becak ... 42 4 Persentase Responden Berdasarkan Cara Merokok Pada Penarik Becak 43 5 Persentase Responden Berdasarkan Dengan ada Tidaknya Kelainan ... 43 6 Persentase Subyek dan Kontrol Menurut Jenis Kelainan-kelainan yang

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lembar Kartu Rekam Medik ... 68

2 Lembar Kuesioner Penelitian. ... 70

3 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ... 72

4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... 74

(13)

Fakultas Kedoteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2009

T.M. Riyan Syahrir

Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kelainan Jaringan Lunak Mulut Di Kalangan Penarik Becak Di Kotamadya Medan (2008)

xiii + 75 halaman

Merokok merupakan suatu kebiasaan yang mempunyai daya merusak yang tinggi, efek merokok dalam jangka panjang akan menyebabkan kelainan atau penyakit bahkan dapat menunjukkan tanda keganasan. Kebiasaan merokok telah lama dihubungkan dengan terbentuknya kelainan-kelainan pada mukosa mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan merokok dengan adanya kelainan di rongga mulut pada perokok di kalangan penarik becak di Kotamadya Medan, Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan secara survei analitik dengan pendekatan potong silang yang melibatkan 110 orang penarik becak yang diperiksa secara klinis dan hasilnya dicatat di rekam medik.

(14)

Tingginya prevalensi kelainan-kelainan mukosa mulut telah menunjukkan kurangnya perhatian para perokok terhadap kesehatan rongga mulut. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kelainan-kelainan dengan kebiasaan merokok yaitu lama merokok (tahun), jumlah batang rokok per hari dan jenis rokok dengan tingkat kemaknaan (p<0,05).

Daftar Rujukan : 44 (1976 – 2008)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek psikologis dan gejala sosial, baik dalam lingkungan berpendidikan tinggi maupun pada orang-orang yang berpendidikan rendah.1 Merokok merupakan suatu kebiasaan yang bersifat umum dan berdaya rusak tinggi terhadap kesehatan.2,3 Kebiasaan ini, selain merangsang psikologis juga dapat menimbulkan kenikmatan bagi para perokok sehingga mereka mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sangat sulit. Penghentian kebiasaan merokok sering mengakibatkan rasa gelisah dan keinginan untuk terus menambah rangsangan rokok di dalam mulut.3 Apalagi bagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, akan merasa lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan dengan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.

Konsumsi rokok saat ini terus meningkat terutama di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Laporan WHO tahun 1996 menyatakan bahwa di negara berkembang sekitar 50%-60% pria dan 10% wanita mempunyai kebiasaan merokok. Sementara itu di negara maju sekitar 30% pria dan 30% wanita mempunyai kebiasaan merokok. Diperkirakan terdapat 1,2 miliar perokok di dunia, separuh dari para perokok meninggal oleh berbagai penyakit karena merokok. Rata – rata merokok dapat menyebabkan kematian 6 orang per menit. Ada kecenderungan peningkatan

2

(16)

konsumsi rokok di negara sedang berkembang. Alasannya, semakin banyak negara sedang berkembang yang menjadi tempat pelemparan komoditi tembakau karena : 1) demografis : dalam 20 tahun terakir ini terdapat pertumbuhan penduduk dari 1,5 menjadi 2 milyar di negara-negara berkembang. 2) kesadaran penduduk yang rendah terhadap bahaya merokok. 3) sosial ekonomi meningkat dan kemampuan membeli rokok juga meningkat. 4) proteksi terhadap zat-zat berbahaya umumnya kurang. 5) merokok juga didominasi oleh kelompok pendapatan rendah pekerja kasar (blue colar) termasuk kalangan penarik becak.

Indonesia menduduki peringkat kelima tertinggi dengan tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah Cina, Amerika, Rusia dan Jepang. Konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena tumbuh sangat cepat terutama para perokok pemula. Bila pada tahun 1990 Indonesia merupakan 2,7% konsumen rokok, maka pada tahun 2000 angka tersebut telah menjadi 6,6%. Lebih dari 80% perokok mulai merokok pada usia produktif usia muda sampai usia mapan dan jenis rokok yang tinggi dikonsumsi masyarakat adalah rokok kretek.

2,4

Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Sudah banyak data yang menunjukkan adanya hubungan yang berbahaya antara kebiasaan merokok dengan kesehatan secara umum seperti penyakit jantung, gangguan pembuluh darah, stroke, penyakit pernapasan, kanker paru, kanker laring, kanker oesofagus, bronkhitis, kenaikan tekanan darah, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.

2,5,6

1,2,7,8

(17)

Bahaya merokok terhadap kesehatan diakibatkan oleh asap rokok dan kandungan zat-zat yang terkandung dalam rokok tersebut. Bahaya merokok tersebut tergantung pada tipe tembakau, suhu pembakaran, ukuran panjang rokok, bumbu rokok, serta ada tidaknya filter rokok. Zat-zat yang berbahaya di dalam rokok dapat berupa gas maupun partikel-partikel. Sebanyak 90% dari asap rokok mengandung berbagai gas seperti N2, O2, CO2 dan sisanya 10% mengandung partikel-partikel

tertentu seperti tar, nikotin. Tar merupakan partikel dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker.

Rongga mulut juga tidak luput dari bahaya merokok. Telah banyak penelitian-penelitian dilakukan yang menunjukan adanya efek merugikan dari kebiasaan merokok terhadap rongga mulut, baik pada jaringan keras maupun pada jaringan lunak mulut. Mani NJ, dkk (1976) telah melakukan penelitian terhadap buruh di India terhadap jaringan lunak mulut dimana sebesar 29,6% perokok memiliki stomatitis nikotina, 13,5% terkena leukoplakia dan leukodema sekitar 4,3% tetapi penelitian beliau terbatas hanya pada leukoplakia, leukodema dan stomatitis nikotina.

9

5,10

(18)

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan merokok dengan kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada salah satu kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang sering dijumpai di Sumatera Utara, khususnya di Kotamadya Medan dalam hal ini kalangan penarik becak mesin atau dayung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumusakan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Masalah Umum:

1. Bagaimana pola kelainan-kelainan jaringan lunak mulut yang ditemukan serta faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut di kalangan penarik becak di Kotamadya Medan? 1.2.2 Masalah Khusus:

1. Berapakah prevalensi kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada perokok di kalangan penarik becak?

2. Bagaimana jenis, lokasi kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada perokok di kalangan penarik becak?

3. Apakah terdapat hubungan antar adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan jumlah rokok per hari?

(19)

5. Apakah ada hubungan antara adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan cara merokok?

6. Apakah ada hubungan antara adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan jenis rokok?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan merokok dengan adanya kelainan-kelainan di rongga mulut.

2. Mengetahui keadaan rongga mulut pada kalangan penarik becak karena merokok.

3. Mengetahui kelainan-kelainan apa saja yang terjadi di rongga mulut karena merokok.

4. Mengetahui persentase penarik becak yang mempunyai kelainan-kelainan di jaringan lunak mulut yang disebabkan kebiasaan merokok.

5. Mengetahui prevalensi perokok dengan kelainan atau tidak ada kelainan di jaringan lunak mulut karena merokok.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelainan-kelainan jaringan lunak mulut, maka diharapkan:

(20)

2. Dapat memberikan informasi bagi dokter gigi maupun tenaga medis lainnya tentang perlunya edukasi pada kalangan penarik becak yang merokok.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Rokok

Tembakau atau Tobacco merupakan bahan dasar dari rokok yang pertama kali diperkenalkan bangsa Indian. Colombus dalam perjalanannya menemukan Benua Amerika (1492), melihat bangsa Indian mempergunakan daun tembakau kering dengan berbagai cara, satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok.

Daun tembakau dipopulerkan di Eropa pada abad ke-16.

11 12

Bangsa Spanyol membawa dan memperkenalkannya ke dalam dunia Barat. Jean Nicot, seorang duta Perancis di Lissabon menyatakan bahwa tembakau mengandung zat yang berkhasiat untuk penyembuhan dan beliau yang pertama mengirimkan bibit tembakau untuk ditanam ditanah airnya. Dari nama beliau inilah kata Nikotin dibakukan untuk nama generik dari tembakau. Pada abad ke-17 tembakau digunakan dengan cara dihisap di dalam pipa dan dikunyah dengan tujuan untuk pengobatan. Pada akhir abad ke-17 cigarette atau rokok pertama kali dibuat di Inggris yang kemudian menjadi lebih popular di daratan Eropa.

Sejak abad ke-19 ini merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan perlahan-lahan beralih menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan ini mula-mula hanya dimiliki kaum pria, tetapi sejak tahun 1920 kaum wanita turut menghisapnya. Mula-mula hanya terbatas pada kalangan orang kaya, akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman kebiasaan ini merata pada semua lapisan masyarakat. Begitu

12

(22)

pula halnya dengan rokoknya sendiri, tembakau yang akan digunakan mengalami pengolahan dan kedalamnya ditambahkan bumbu-bumbu sebelum dijadikan rokok.

Di India dan beberapa negara Amerika Selatan, masyarakatnya mempunyai kebiasaan yang disebut dengan merokok terbalik, yang mana ujung sigaret yang menyala berada di rongga mulut. Resiko terjadinya kanker mulut pada masyarakat ini sangat tinggi sebab intensitas panas dari asap tembakau di daerah palatum dan lingual sangat tinggi.

9,11

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satunya berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok.

13

12

2.2 Cara Merokok

(23)

Pengunaan daun tembakau yang paling dominan ialah dengan cara dirokok dimana daun tembakau kering digulung dengan pembungkus atau menggunakan pipa. Di Amerika selatan, terdapat dalam bentuk rokok cerutu, rokok linting dan dengan berbagai bentuk rokok pipa.

Di India sebagian masyarakatnya mempunyai cara yang unik dalam hal merokok, yang mana ujung sigaret yang menyala berada di rongga mulut, kebiasaan ini disebut merokok terbalik. Kebiasaan ini mempunyai tingkat resiko lebih besar terjadinya kanker daripada merokok dengan cara yang biasa dilakukan, karena panas thermal dari ujung rokok ke muko sa mulut mengiritasi, namun iritasi yang terjadi kecil sebab ujung rokok pada daerah palatum yang punya derajat keratinisasi yang lebih tebal dibandingkan bibir.

13

Setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam menghisap rokok, ada yang menghisap dari mulut lalu asap rokok dikeluarkan melalui mulut atau hidung dan berbagai cara yang lain. Secara garis besar dapat dibedakan tiga macam pengisap rokok, yaitu perokok mulut yang mana tipe ini hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja, perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru disebut perokok paru, dan perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru, menahan napas sebentar dan baru menghembuskannya keluar.

13,14

11

2.3 Jenis Rokok

(24)

menggunakan pipa, tembakau yang disedot dan tembakau tanpa asap.14 Di Indonesia semakin meningkat minat masyarakat memilih rokok kretek dibandingkan rokok putih. Rokok kretek ialah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah.

Banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi rokok lebih dari dua bentuk rokok diatas, mereka mengkombinasikan pemakaian rokok tersebut dan jenis rokok yang dikonsumsi masyarakat 80-95 % adalah rokok kretek.

15

Pada rokok putih dikenal dua macam filter yaitu filter yang berventilasi dan filter yang tidak berventilasi. Filter yang berventilasi adalah filter yang berpori-pori sehingga pada saat perokok menghisap rokoknya, sebagian udara bebas ikut terisap. Filter berguna untuk mengurangi bahan-bahan kandungan rokok yang menganggu kesehatan manusia.

5

11

2.4 Kandungan Rokok

(25)

dari karbonmonoksida, karbondioksida, hydrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzantraccne, benzopiren, fenol, cadmium, dan lain lain. Partikel seperti benzopiren, dibenzopiren, benzantraccne dan uretan dikenal sebagai bahan karsinogen, pada benzopiren bersifat mutagenik dan karsinogenik.1,2 Banyaknya komponen tersebut tergantung pada tipe tembakau, suhu pembakaran, ukuran panjang rokok, bumbu rokok, serta ada tidaknya filter pada rokok.2 Bahan-bahan tersebut dapat bersifat mengiritasi, toksik terhadap mukosa mulut dan bersifat karsinogen.

Asap yang dihembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (mainstream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif.

2,11,14

Asap yang dihasilkan ketika merokok merupakan suatu aerosol yang terdiri dari partikel padat yang tersuspensi dalam gas dan juga berbahaya bagi tubuh.

1

16

Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri atas 90% gas dan 10% partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, tar, timah hitam adalah sebagian dari beribu-ribu zat yang terkandung dalam rokok.7

Agen karsinogenik utama dalam rokok adalah N-nitrosamine, polikrilik hidrokarbon aromatik, nitrosodiethanolamine, nitrosoproline, dan polonium yang diketahui sebagai faktor penyebab kanker mulut dan orofaring pada rongga mulut.

(26)

Diantara sekian banyak bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok, terdapat tiga macam zat yang paling berbahaya yaitu tar, nikotin, dan karbonmonoksida.

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik.

3,16

1,2,7,16

Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat yang setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru.7 Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker.16 Kadar tar yang terdapat di dalam rokok berkisar antara 24-45 miligram.

Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis.

7

2,7,17,18

(27)

sirkulasi darah hanya 25%.14 Filter rokok yang baik dapat mengurangi efek bahan yang bersifat adiksi ini.

Kadar gas karbonmonoksida rendah dalam rokok, tetapi zat ini dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin.

2

2

Memiliki afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin.16 Sebanyak 10% dari seluruh haemoglobin terisi oleh karbonmonoksida sehingga haemoglobin kekurangan oksigen.7,16 Persentase kadar gas ini di dalam darah perokok meningkat 4-5% dibandingkan darah bukan perokok yang mempunyai persentase lebih kecil dari 1%.

Komponen rokok lain yang juga sangat berbahaya adalah timah hitam (Pb) yang terkandung dalam rokok sebanyak 0,5 µg. Batas ambang zat ini di dalam tubuh adalah 20 miligram per hari. Jadi, zat ini akan sangat berbahaya jika konsumsi rokok melebihi batas ambang yang dapat diterima oleh tubuh.

7

7

2.5 Pengaruh Merokok Pada Jaringan Lunak Mulut

(28)

penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, sehingga dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva.7,20

Efek rokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.

7,19

Artinya, makin banyak rokok yang dihisap, makin lama kebiasaan merokok, makin tinggi kadar tar yang dihisap seseorang, dan makin dalam seseorang menghisap rokoknya, maka akan semakin tinggi efek perusakan yang akan diterima orang tersebut.

Pada penelitian ditemukan hubungan antara dosis merokok dengan terjadinya periodontitis, perokok yang merokok kurang dari ½ bungkus perhari lebih beresiko tiga kali lipat daripada yang tidak merokok untuk dapat terkena periodontitis, dimana pada perokok yang merokok 1½ bungkus perhari dapat memiliki enam kali lebih beresiko terkena periodontitis. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan antara jenis rokok dengan masalah di rongga mulut terutama masalah periodontal dan gigi. Cerutu dan rokok pipa mempunyai kemiripan untuk memberikan efek yang merugikan pada periodonsium dan kehilangan gigi, dimana pada penelitian kepada 705 orang antara umur 21-92 terdapat 17,6 % yang baru memulai merokok atau sudah lama merokok cerutu atau rokok pipa memiliki berbagai masalah periodontal dan mempunyai resiko tinggi terkena kanker tenggorokan.

20

8,22

(29)

Semua bentuk tembakau dapat mempengaruhi resiko terjadinya penyakit mulut, perokok memiliki resiko enam kali lebih besar dapat terkena kanker rongga mulut, resiko juga meningkat apabila dikombinasikan dengan konsumsi alkohol.21,23 Merokok juga beresiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan setelah pembedahan dan juga dapat menyebabkan hilangnya gigi dan penyakit periodontal.2,3,8 Pada perokok memiliki resiko empat kali lebih dapat terkena penyakit periodontal dibanding yang tidak merokok.8 Perubahan panas akibat merokok menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur.1 Pada perokok yang mengkonsumsi rokok 10-20 batang/hari mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang lemah.8 Rata-rata 6 orang perokok tiap menit meninggal karena penyakit yang diakibatkan kebiasaan buruk ini.

Keparahan penyakit yang timbul akibat merokok dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan dengan jumlah rokok yang diisap setiap hari, berapa tahun seseorang menjadi perokok dan cara merokok. Kebiasaan merokok juga merupakan salah satu penyebab penyakit mulut dan gigi. Merokok dapat menyebabkan gigi berwarna coklat atau kusam, mudah terkena gingivitis, napas berbau tidak sedap, lesi prekanker sampai kanker rongga mulut.

3

2.5.1 Keratosis Rokok

20

(30)
[image:30.612.228.413.194.321.2]

pembentukan keropeng akan menimbulkan kecurigaan pada perubahan neoplastik, kelainan ini biasanya mengenai pria-pria tua. Pada pengguna rokok tanpa filter atau marijuana dalam jangka waktu yang pendek sebagai etiologi terjadinya kelainan ini. Menghentikan kebiasaan merokok dapat memberi kesembuhan.24

Gambar 1. Keratosis rokok pada mukosa bibir 2.5.2 Melanosis Perokok

24

(31)
[image:31.612.222.437.77.212.2]

Gambar 2.Melanosis perokok24

2.5.3 Leukodema

Leukodema merupakan gangguan ditandai dengan suatu film tipis yang opak, putih atau abu-abu. Menonjolnya lesi berhubungan dengan derajat pigmentasi melanin dibawahnya, derajat kebersihan mulut dan banyaknya merokok. Sering timbul pada bagian mukosa bukkal dan mukosa labial.

Etiologi dari kelainan ini belum diketahui secara pasti tetapi dikaitkan dengan pengunaan temabakau.

10,24

(32)
[image:32.612.212.430.85.220.2]

Gambar 3. Leukodema 2.5.4 Stomatitis Nikotina

25

Stomatitis Nikotina merupakan salah satu kelainan pada mukosa mulut sebagai akibat kebiasaan pengunaan tembakau dalam jumlah besar dan waktu yang lama. Kelainan ini sering terjadi pada palatum keras. Mula-mula dengan gejala kemerahan yang difus, kemudian menjadi keabuan dan kemungkinan mengalami pengerutan pada waktunya, terlihat banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung dan berhubungan dengan duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang melebar serta meradang, papula –papula yang terpisah tetapi dengan yang tengah merah yang menonjol adalah umum.

2,3

(33)
[image:33.612.206.436.85.217.2]

Gambar 4. Stomatitis Nikotina 2.5.5 Preleukoplakia

24

Preleukoplakia sama halnya dengan leukoplakia yang juga dihubungkan dengan merokok tembakau. Dimana preleukoplakia merupakan prekursor untuk terjadinya leukoplakia.

Preleukoplakia merupakan kesatuan dari kriteria diagnostik yang spesifik dan dikarakteristikkan dengan derajat rendah atau reaksi mukosa yang ringan dengan gambaran warna seperti abu-abu atau putih keabu-abuan tapi tidak pernah terlihat putih. Lesi dengan corak sedikit lobular, berbatas tidak jelas menyatu dengan mukosa normal.

26

Prevalensi preleukoplakia di India adalah sekitar 0,5%-4,1%, penelitian selama 10 tahun menemukan sebesar 15% preleukoplakia berubah menjadi leukoplakia dan sekitar 0,4 % berubah menjadi kanker. Perubahan malignansi tidak hanya terjadi setelah terdapat preleukoplakia tetapi dapat terjadi leukoplakia terlebih dahulu lalu berubah menjadi kanker.

26

(34)

2.5.6 Leukoplakia

[image:34.612.208.435.389.535.2]

Salah satu penyebab terjadinya leukoplakia adalah merokok.27 Oral leukoplakia merupakan lesi prekanker yang berwarna putih pada mukosa mulut dan tidak dapat dikikis atau diangkat.2,3,28 Keadaan ini banyak dijumpai pada usia 30-70 tahun dan mayoritasnya ialah perokok. Lesi ini memiliki ketebalan yang bervariasi dan dengan pemeriksaan klinis menunjukkan hiperkeratosis pada jaringan epitel, yang kemudian mengalami perubahan sel ke arah sel epitel displasia yang bersifat ganas dengan persentase 3-6%.3,28 Lesi ini sering tampak pada mukosa bukkal, dasar mulut, ventral dan lateral lidah.25 Lesi ini timbul setelah kontak berkepanjangan dengan tembakau yang dibakar (merokok) atau tanpa dibakar (dikunyah/dihisap) dan dapat hilang jika kebiasaan merokok dihentikan.1

(35)

2.5.7 Kelainan pada Lidah (coated tongue)

Merokok mengganggu rangsangan papilla filiformis pada lidah sehingga menjadi hipertropi (pembesaran epitel) dan terlihat lebih panjang, ini biasanya terjadi pada perokok berat.1,3 Lidah berselaput juga sering tampak pada perokok berat seperti coated tongue.17,29 Kelainan pada lidah ini menyebabkan perokok sukar merasakan rasa pahit, asin, dan manis karena rusaknya ujung sensoris dari alat perasa (tastebuds).

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa deposisi kalkulus, debris, dan stain makin bertambah pada perokok. Beberapa faktor predisposisi yang dapat mengubah keseimbangan lingkungan rongga mulut antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sistemik yang kronis, kebiasaan merokok, memakai gigi tiruan yang kurang baik, sedang dalam pengobatan antibiotik jangka panjang atau sedang menjalani terapi radiasi. Pada keadaan-keadaan tersebut dapat menyebabkan Candida albicans tumbuh dengan lebih menyebabkan lidah berselaput atau coated tongue.

1

29

Coated Tongue adalah penampilan klinis pada dorsum lidah yang seperti tertutup oleh suatu lapisan biasanya berwarna putih atau terwarnai oleh jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi. Selaput ini terdiri dari papilla filiformis yang memanjang sehingga memberikan gambaran seperti selaput tebal pada lidah dan akan menahan debris serta pigmen yang berasal dari makanan, minuman, rokok, dan permen. Kemungkinan terjadinya selaput pada lidah ini meningkat dengan penggunaan obat-obatan lokal maupun sistemik yang menyebabkan perubahan mikroflora normal mulut. Kondisi ini juga dapat terjadi pada penderita dehidrasi,

(36)

penyakit infeksi, penyakit kronis dan penyakit sistemik dimana lidah tampak berselaput tebal dan berwarna putih.

Merokok selain menimbulkan pengaruh terhadap mukosa mulut dan gigi, juga berpengaruh terhadap kestabilan rongga mulut dan terhadap kebersihan rongga mulut dan jaringan lunak mulut.

29

2

(37)
[image:37.612.235.437.83.306.2]

Gambar 6. Coated tongue31

2.5.8 Kanker Rongga Mulut

Kebiasaan merokok sebagai faktor predisposisi dapat meningkatkan kemungkinan kanker rongga mulut sekitar 2-4 kali, selain keterlibatan virus dan bakteri.2,20,30 Perokok berat (lebih dari satu pak rokok per hari atau lima buah cerutu per hari) mengakibatkan resiko karsinoma rongga mulut meningkat enam kali lebih tinggi. Iritasi kronis bahan karsinogen tar menyebabkan perubahan awal struktur dasar epitel mukosa mulut, seperti deskuamasi, atropi, keratosis, bahkan dapat menyebabkan displasia epitel yang mengalami keganasan.3

(38)

lamanya kebiasaan tersebut dilakukan.8 Kanker di rongga mulut diawali dengan perubahan mukosa, perubahan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit.

Untuk mendeteksi kanker rongga mulut dapat dilakukan dental checkup, ini merupakan salah satu cara yang terbaik untuk mendeteksi awal kanker rongga mulut, semakin cepat kanker rongga mulut dideteksi maka jauh lebih baik untuk penderita tersebut agar dapat bertahan untuk sembuh.

[image:38.612.229.412.244.565.2]

8

(39)

KERANGKA TEORI

Kebiasaan Merokok Dengan kelainan Jaringan Lunak

Mulut

Cara Merokok

Jenis Rokok

Kandungan Rokok

●Keratosis Rokok ●Pigmentasi ●Leukodema

●Stomatitis Nikotina ●PreLeukoplakia ●Leukoplakia ●Kelainan pada

Lidah(coated tongue)

●Kanker Rongga Mulut

Lama Merokok

(40)

KERANGKA KONSEP

● Jenis kelamin

●Penarik becak yang

merokok

●Tidak konsumsi alkohol

Kebiasaan Merokok ●Cara Merokok ●Jenis Rokok ●Lama Merokok ●Jumlah merokok

Kelainan-kelainan jaringan lunak mulut : ●Keratosis Rokok ●Pigmentasi ●Leukodema

●Stomatitis Nikotina ●PreLeukoplakia ●Leukoplakia

●Kelainan pada Lidah (coated tongue)

●Kanker Rongga Mulut

●Penyakit Sistemik

(41)

HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan antara adanya kelainan-kelainan mukosa mulut dengan jumlah rokok.

2. Terdapat hubungan antara adanya kelainan-kelainan mukosa mulut dengan lama merokok.

3. Terdapat hubungan antara adanya kelainan-kelainan mukosa mulut dengan cara merokok.

(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara survei analitik observasional dengan pendekatan potong silang.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah para kalangan penarik becak di Kotamadya Medan. 3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah para kalangan penarik becak dayung dan motor yang berjenis kelamin laki-laki, mempunyai kebiasaan merokok. Penentuan kecamatan dilakukan secara Proporsional stratified random sampling, pada mulanya kota Medan dibagi atas 21 kecamatan lalu diambil empat kecamatan yang ada di Kotamadya Medan yang padat penarik becaknya dan homogen yaitu Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Selayang.

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan presentase hubungan kelainan di rongga mulut dengan tembakau di Cape Town berdasarkan penelitian Darling MR, dkk yaitu 70,2%.

44

37

N = Za

Diperoleh sampel dengan menggunakan rumus :

2

.p.q / d2

(43)

Dimana : Za = confidence level 95% ( 1,96)

p = persentase hubungan lesi oral dengan tembakau q = 1-p

d = presisi relatif 10%

N = 1,962. 0,702 ( 1-0,605) / 0,1 = 106,5

2

Maka jumlah sampel peneliti adalah 110 orang yang akan diambil dari keempat kecamatan di Medan, dimana masing-masing kecamatan diambil sampel ± 28-29 orang.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.3.1 Kriteria Inklusi :

- Memiliki kebiasaan merokok sampai pada saat penelitian dilakukan. - Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.

- Bersedia mengikuti penelitian. 3.3.2 Kriteria Eksklusi :

- Telah berhenti merokok sebelum pengambilan data atau kebiasaan merokok dilakukan hanya sewaktu-waktu.

(44)

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas Kebiasaan merokok:

- Cara merokok - Jenis rokok - Lama merokok - Jumlah merokok 3.4.2 Variabel terikat :

Kelainan-kelainan jaringan lunak mulut: - Keratosis rokok

- Pigmentasi - Leukodema

- Stomatitis Nikotina - PreLeukoplakia - Leukoplakia

- Kelainan pada lidah (Coated Tongue) - Kanker Rongga mulut

3.4.3 Variabel terkendali : - Jenis kelamin

(45)

3.4.4 Variabel tidak terkendali : - Penyakit Sistemik - Memakai obat-obatan

3.5 Defenisi Operasional

a. Jenis kelamin : Seluruh penarik becak yang dibagi atas jenis kelamin laki-laki.

b. Kebiasaan merokok meliputi :

- Perokok adalah seseorang yang merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang –kurangnya 1 tahun.

- Kebiasaan merokok adalah kebiasaan yang dilakukan seseorang dengan cara menghisap rokok sedikitnya 1 batang per hari.

- Jumlah rokok adalah banyaknya batang rokok yang dihisap oleh seorang perokok dalam 1 hari.

- Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian dilakukan (tahun). - Cara merokok adalah cara kebiasaan seseorang dalam menggunakan

rokok dalam keseharian :

1) Perokok paru mulut adalah yang mana tipe ini hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja.

(46)

3) Perokok paru dalam adalah yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru, menahan napas sebentar dan baru menghembuskannya keluar.

- Jenis rokok adalah berbagai bentuk rokok yang biasa digunakan perokok dalam keseharian : rokok filter, rokok kretek, cerutu, rokok pipa.

c. Leukoplakia adalah bercak atau plak putih, tidak dapat dihapus dan tidak dapat dikarakteristikkan secara klinis maupun patologis tidak dapat disamakan dengan penyakit lain dan tidak dihubungkan dengan berbagai agen penyebab seperti fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau.

d. Stomatitis nikotina adalah kelainan berupa pembentukan nodul yang agak cekung dan berwarna merah pada palatum pertama terlihat merah lalu menjadi abu keputihan pada tahap selanjutnya terlihat bercak putih pada palatum akibat iritasi panas yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau.

3,28

e. Leukodema adalah kelainan dengan gambaran mukosa berwarna abu keputihan atau putih kebiruan dengan permukaan berkerut kasar. Sering timbul pada bagian bukal mukosa tetapi jarang pada labial mukosa pipi.

3,26

f. Melanosis perokok adalah perubahan warna yang khas pada permukaan-permukaan mukosa yang terpajan, derajat pigmentasi berkisar dari coklat muda sampai coklat tua.

10

(47)

g. Keratosis rokok adalah kelainan berupa bercak yang berdekatan satu sama lain ketika mulut ditutup, papula-papula menimbul putih jelas terlihat di seluruh bercak.3,24

h. Coated Tongue adalah suatu lapisan biasanya berwarna putih atau terwarnai oleh jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi, memberikan gambaran seperti selaput tebal pada lidah terjadinya selaput pada lidah ini meningkat dengan penggunaan obat-obatan lokal maupun sistemik dan kebiasaa merokok.

i. Preleukoplakia adalah dengan gambaran warna seperti abu-abu atau putih keabu-abuan tapi tidak pernah terlihat putih. Lesi dengan corak sedikit lobular, berbatas tidak jelas menyatu dengan mukosa normal.

29

j. Kanker Rongga Mulut dapat terlihat sebagai:

26

- Lesi yang berkembang sebagai lesi putih, indurasi dan permukaannya mungkin nodular atau ulserasi. Lesi ini mungkin terfiksasi jika jaringan terjadi pada bagian mukosa bergerak. Lesi dapat juga terlihat sebagai massa seperti jamur.

43

- Lesi yang berkembang pada daerah yang merah, terdapat indurasi dimana jaringan terasa padat dan penebalan seluruh lesi atau tepi lesi jika mengalami ulserasi. - Lesi yang mengalami ulserasi dengan indurasi pada tepi ulser. Ulser dapat meninggi, tepi bergelung dan dapat berkembang membentuk area putih.

(48)

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pangkalan-pangkalan becak yang ada di beberapa kecamatan di Medan yaitu Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Selayang. Waktu penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.7 Sarana penelitian 3.7.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah kaca mulut, sarung tangan, masker dan lampu senter. Sebagai bahan untuk desinfeksi digunakan alkohol 96% untuk mensterilkan alat-alat, kemudian alat dikeringkan dengan handuk. Selanjutnya dipergunakan untuk pemeriksaan subjek yang lain.

3.7.2 Formulir Pencatatan

Formulir Pencatatan terdiri dari :

- Blanko rekam medik yang mencakup data demografi (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku) dan data klinik pemeriksaan subjektif dan objektif (pemeriksaan intraoral dan extraoral).

- Blanko kuesioner mengenai kebiasaan merokok.

3.8 Cara Pengumpulan Data

(49)

3.8.1 Data demografi dan Data kebiasaan merokok.

Data demografi dan data kebiasaan merokok diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan subjek yang dipilih oleh peneliti dengan menggunakan daftar data demografis dan data kebiasaan merokok (kuesioner).

3.8.2 Data Klinik

Data klinik diperoleh dengan melakukan pemeriksaan terhadap subjek dengan cara sebagai berikut :

- Subjek diminta duduk atau dalam keadaan rileks.

- Pemeriksaan klinis rongga mulut dilakuakan dengan bantuan 2 kaca mulut dan penerangan menggunakan lampu senter.

- Dari masing-masing subjek yang diteliti dicatat kelainan-kelainan di mukosa mulut pada blanko rekam medik terutama kelainan-kelainan mukosa mulut yang berhubungan dengan kebiasaan merokok (kelainan target). Kriteria diagnosa klinis kelainan target sesuai dengan kriteria defenisi operasional.

3.9 Pengolahan Data

(50)

3.10 Analisis data - SPSS

(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

[image:51.612.117.523.442.663.2]

Subyek penelitian yang diperiksa berjumlah 110 orang, semuanya laki-laki. Usia rata-rata subyek adalah 39,8 dengan usia terendah 17 tahun dan usia tertinggi 69 tahun. Gambar 8 menunjukkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur. Kelompok umur dengan frekuensi jumlah perokok tertinggi adalah diantara subyek berusia 36-45 tahun sebesar 36 (32,7%). Kelompok umur 26-35 tahun adalah sebesar 27 (24,5%), kelompok umur 46-55 tahun adalah sebesar 17 (15,5%), kelompok umur 15-25 tahun adalah sebesar 15 (13,6%), kelompok umur 56-65 tahun adalah sebesar 14 (12,7%). Kelompok umur 66-75 tahun adalah sebesar 1 (0,9%).

Gambar 8. DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN KELOMPOK UMUR

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Jum lah Sam pe l

15-25 26-35 36-45 46-55 56-65 66-75

Um ur

(52)
[image:52.612.119.532.274.498.2]

Gambar 9 menunjukkan distribusi subyek menurut tingkat pendidikan, terlihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan subyek adalah sekolah menengah atas sejumlah 49 orang (44,5%), sekolah menengah pertama sebesar 34 orang (30,9%) dan sekolah dasar sebesar 27 orang (24,5%).

Gambar 9. DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Jumlah Sampel

SD SMP SMA

Tingkat Pendidikan

(53)
[image:53.612.148.542.214.469.2]

orang (52,7%), antara umur 16-25 sebesar 41 orang (37,3%), antara umur 26-35 sebesar 11 orang (10 %).

Gambar 10. DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN SAAT MEMULAI MEROKOK

Gambar 11 menunjukkan alasan-alasan yang disebutkan para responden untuk memulai merokok. Untuk alasan menghilangkan rasa jenuh adalah yang paling banyak sebesar 55 orang (50%), untuk alasan stress sebesar 33 orang (30%), untuk alasan kemauan sendiri sebesar 16 orang (14,5%) dan untuk alasan pengaruh lingkungan sebesar 6 orang (5,5%).

0 10 20 30 40 50 60

Jumlah Sampel

5-15 16-25 26-35

(54)
[image:54.612.117.523.142.392.2]

Gambar 11. DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN ALASAN MENGAPA MEROKOK

0 10 20 30 40 50 60

Jumlah Sampel

stress jenuh kemauan sendiri

pengaruh lingkungan

Alasan Merokok

(55)
[image:55.612.113.529.139.276.2]

Tabel 1. PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN JUMLAH ROKOK YANG DIHISAP PER HARI PADA PENARI BECAK

Jumlah rokok

(batang/hari) Jumlah %

1-9 37 33,6

10-20 65 59,1

21-40 8 7,3

Total 110 100

[image:55.612.113.529.495.668.2]

Tabel 2 menunjukkan persentase responden berdasarkan lama merokok, terlihat bahwa lama merokok yang paling banyak adalah antara 11-20 tahun yaitu (32,7%) dibandingkan lama merokok 21-30 tahun yaitu (24,5%), lama merokok 1-10 tahun yaitu (17,3%), lama merokok 31-40 tahun yaitu (17,3%), lama merokok 41-50 tahun yaitu (8,2%) adalah persentase yang paling kecil.

Tabel 2. PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN LAMA MEROKOK (TAHUN) PADA PENARIK BECAK

Lama Merokok (Tahun) Jumlah %

1-10 19 17,3

11-20 36 32,7

21-30 27 24,5

31-40 19 17,3

41-50 9 8,2

(56)
[image:56.612.114.529.274.440.2]

Tabel 3 menunjukkan distribusi subyek berdasarkan jenis rokok yang dihisap. Terlihat bahwa jenis rokok yang paling banyak dihisap subyek adalah pada pemakai rokok kretek (56,3%), dibandingkan perokok dengan rokok filter sebanyak (30,9%), persentase paling kecil pada perokok campur sebanyak (12,7%).

Tabel 3. PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN JENIS ROKOK PADA PENARIK BECAK

Jenis Rokok Jumlah %

Rokok Putih 34 30,9

Rokok Kretek 62 56,3

Rokok campur 14 12,7

Total 110 100

(57)
[image:57.612.113.530.137.298.2]

Tabel 4. PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN CARA MEROKOK PADA PENARIK BECAK

Cara merokok Jumlah %

Perokok Paru mulut 24 21,8

Perokok paru 61 55,5

Perokok paru dalam 25 22,7

Total 110 100

Dari tabel 5 menunjukkan bahwa persentase responden yang mempunyai kelainan di rongga mulut akibat merokok sebanyak 75 (68,2%) responden dan yang tidak mempunyai kelainan sebanyak 35 (31,8%) responden dari keseluruhan responden sebanyak 110 penarik becak.

Tabel 5. PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN DENGAN ADA TIDAKNYA KELAINAN

Subyek %

Dengan Kelainan 75 68,2%

Tanpa Kelainan 35 31,8%

[image:57.612.114.528.516.651.2]
(58)
[image:58.612.118.530.331.544.2]

Gambar 12 menunjukkan distribusi subyek menurut jumlah kelainan yang ditemukan di mukosa mulut. Dari subyek yang terdapat satu kelainan sebesar 35 orang (30%), mempunyai dua kelainan adalah 20 orang (20%), mempunyai tiga kelainan adalah 19 orang (17,2%), mempunyai lebih dari 3 kelainan adalah 1 orang. persentase perokok yang tidak memiliki kelainan adalah yang terbanyak sebesar 31,8%.

Gambar 12. DISTRIBUSI JUMLAH KELAINAN-KELAINAN MUKOSA MULUT PADA RESPONDEN

0 5 10 15 20 25 30 35

Jumlah Sampel

Tidak ada les i

(59)

Tabel 6. DISTRIBUSI SUBYEK DAN KONTROL MENURUT JENIS KELAINAN-KELAINAN YANG DITEMUKAN

Kelainan-kelainan mukosa mulut

subyek kontrol

n % n %

Keratosis Rokok 3 2,7 - -

Pigmentasi 24 21,8 - -

Leukodema 2 1,8 - -

Coated tongue 6 5,5 - -

Keratosis + pigmentasi 5 4,5 - -

Keratosis+leukodema 1 0,9 - -

Pigmentasi + coated tongue

13 11,8 - -

Leukodema + coated tongue

1 0,9 - -

Keratosis + pigmentasi + coated tongue

18 16,4 - -

Pigmentasi + leukodema + coated tongue

1 0,9 - -

Pigmentasi + leukodema + leukoplakia + coated

tongue

(60)
[image:60.612.115.527.410.674.2]

Tabel 6 menunjukkan distribusi subyek menurut kelainan-kelainan yang ditemukan di mukosa mulutnya beserta. Pada kelompok subjek dimana kelainan- kelainan mukosa mulut yang terbanyak adalah pigmentasi sebesar 21,8%, coated tongue sebesar 5,5%, keratosis rokok sebesar 2,7%, leukodema sebesar 1,8%, keratosis + pigmentasi sebesar 4,5%, keratosis + leukodema sebesar 0,9%, pigmentasi + coated tongue sebesar 11,8%, leukodema + coated tongue sebesar 0,9%, keratosis + pigmentasi + coated tongue sebesar 16,4%, pigmentasi + leukodema + coated tongue sebesar 0,9%, pigmentasi + leukodema, leukoplakia + coated tongue sebesar 0,9% dan pada kelompok kontrol tidak terdapat kelainan-kelainan mukosa mulut.

Tabel 7 DISTRIBUSI RESPONDEN MENURUT LOKASI KELAINAN YANG DITEMUKAN

Lokasi Total %

Bibir 50 45,4%

Gingiva 55 50%

Mukosa Labial 15 13,7%

Mukosa Bukkal 30 27,2%

Palatum Durum 18 16,3%

Palatum Molle 1 0,9%

(61)
[image:61.612.114.529.233.501.2]

Tabel 7 Menunjukkan persentase dari keseluruhan kelainan-kelainan mukosa mulut pada responden, lokasi yang terbanyak adalah pada gingiva sebesar 50%, diikuti bibir sebesar 45,4%, lidah sebesar 37,3 %, mukosa bukal sebesar 27,2%, palatum durum sebesar 16,3%, mukosa labial sebesar 13,7 %, dan palatum molle sebesar 0,9%.

Tabel.8 HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN KELAINAN DENGAN

KARAKTERISTIK MEROKOK

Karakteristik

Kelainan jaringan lunak mulut

Korelasi Nilai P

Lama Merokok 6,105 P=0,043

Jenis Rokok 1,361 P=0,020

Cara Merokok 0,147 P=0,197*

Batang rokok per hari 26,685 P=0,0001

* = tidak signifikan

(62)
(63)

BAB 5 PEMBAHASAN

Negara berkembang merupakan lahan yang baik untuk komoditi tembakau termasuk Indonesia.2,4 Indonesia salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia dimana konsumen rokok meningkat di tiap tahunnya.2,5,6 Menurut survey WHO (1996) merokok masih didominasi oleh kaum pria sekitar 50-60% sedangkan wanita hanya 10%.

Dalam penelitian ini terlihat dari 110 penarik becak yang mengambil bagian dari penelitian berusia 17 sampai 70 tahun, kelompok yang terbanyak adalah usia 36 sampai 45 tahun sebesar 32,7%. Berdasarkan data WHO Indonesia, prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur dimulai dari usia 10-14 tahun sebesar 0,7% ke usia 15-19 tahun sebesar 24,2% dan melonjak ke usia 20-24 tahun sebesar 60,1%.

4

6

Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Natamiharja L, dkk (2000) yang menemukan kelompok usia 25-29 tahun sebagai kelompok usia terbanyak sebesar 23,2 %, diikuti usia 35-39 tahun sebesar 21,3%.

Para penarik becak memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Pada 110 penarik becak, yang berlatar pendidikan sekolah dasar sebesar 24,5%, sekolah menengah pertama sebesar 30,9% dan sekolah menengah akhir sebesar 44,5%. Bagi yang bersekolah, sebagian besar tidak dapat meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena kurang mampu. Hasil penelitian ini lebih tinggi

4

(64)

bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul A, (1999) yang menemukan latar belakang pendidikan terakhir sekolah menengah pertama sebesar 12,8% dan sekolah menengah akhir sebesar 34,8%.33

Latar belakang pendidikan berperan penting terhadap kondisi kesehatan rongga mulut seseorang. Latar belakang pendidikan yang rendah pada para penarik becak menyebabkan kurangnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut. Hal ini penting untuk menjadi perhatian para tenaga kesehatan agar memberikan penyuluhan-penyuluhan mengenai upaya menjaga kesehatan rongga mulut yang tepat sesuai dengan latar belakang pendidikan para penarik becak.

Latar belakang pendidikan yang rendah mengakibatkan pengetahuan mengenai bahaya merokok bagi kesehatan umum maupun kesehatan rongga mulut yang juga rendah.

(65)

kebiasaan merokok pada saat sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama. Hal ini disebabkan karena kelompok usia tersebut masih dipengaruhi oleh ajakan teman, ingin menunjukkan kedewasaan, untuk menghilangkan kejenuhan atau kemauan sendiri untuk memulai kebiasaan merokok.

Kebiasaan merokok merupakan hal yang sulit untuk ditinggalkan karena dalam kandungan tembakau terdapat nikotin yang bersifat memberi ketagihan jika dipergunakan.12 Kebiasaan merokok dapat dikarenakan dua hal, yang pertama dapat disebabkan dorongan psikologi seperti menunjukkan kejantanan, kedewasaan dan mengalihkan kecemasan atau stress, yang kedua karena dorongan fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap kandungan rokok atau ketagihan terhadap nikotin.12

Pada kalangan penarik becak memiliki kebiasaan merokok per hari yang tinggi, hal ini ditunjukkan dengan terdapat 61 penarik becak yang merokok 10-20 batang rokok per hari dengan persentase sebesar 59,1% dan yang merokok 21-40 batang per hari dengan persentase sebesar 7,3%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L, dkk (2000) yang menemukan persentase perokok 10-20 batang rokok per hari sebesar 42% dan persentase perokok lebih dari 20 batang per hari yaitu sebesar 47,06%.

Pada penelitian menemukan sekitar 50% responden beralasan merokok karena menghilangkan rasa jenuh, 30% responden yang beralasan merokok karena stress dan sebesar 5,5% yang beralasan karena pengaruh lingkungan.

4

(66)

latar belakang pendidikan yang rendah dan penghasilan yang rendah. Menurut WHO, menyatakan jika makin rendah penghasilan seseorang maka makin tinggi konsumsi rokoknya, didapat hasil sebanyak 62,9% pria berpenghasilan rendah merokok secara teratur dibandingkan pria berpenghasilan tinggi dengan persentase sekitar 57,4%.

Kebiasaan merokok selain merangsang psikologi, juga dapat menimbulkan kenikmatan bagi para perokok sehingga mereka mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sulit disebabkan nikotin. Nikotin dapat mempengaruhi ganglion syaraf sebagai tempat kerjanya. Dengan kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap oleh orang dewasa sudah dapat membuatnya ketagihan.

6

2,7,17

Hal ini ditunjukkan dengan terdapat lama merokok 21-30 tahun memiliki persentase sebesar 24,5%. Hasil ini berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L, dkk (2000) yang menemukan persentase lama merokok lebih dari 15 tahun adalah sebesar 62%.4 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L, dkk (2004) yang menemukan persentase lama merokok lebih dari 10 tahun sebesar 75,73% dan lama merokok 5-10 tahun sebesar 20,59%.

Di Indonesia semakin meningkat minat masyarakat memilih rokok kretek dibandingkan rokok putih.

28

15

(67)

menemukan sekitar 72% perokok menghisap rokok kretek, diikuti rokok campur sebesar 20% dan rokok putih sebesar 6%.

Setiap orang mempunyai cara masing–masing dalam menghisap rokok yang sedang dinikmatinya. Menurut Kisyanto, dkk dapat dibedakan tiga macam penghisap rokok yaitu perokok paru mulut, perokok paru dan perokok paru dalam.

4

11

Pada penelitian ini perokok paru merupakan persentase yang paling tinggi sebesar 55,5% dibandingkan dengan cara merokok yang lain. Cara menghisap rokok (jumlah hisapan, volume tiap hisapan, dalamnya hisapan, kecepatan aliran hisapan dan tiupan hisapan) mempengaruhi jumlah bahan yang terkandung dalam asap rokok masuk ke dalam tubuh.11 Resiko perokok mendapatkan kanker berhubungan juga dengan cara merokok seperti seberapa dalam perokok menghisap rokok dan jumlah hisapan asap per menit.9

Temuan penelitian kebiasaan merokok di kalangan penarik becak di kotamadya Medan memperlihatkan adanya kelainan jaringan lunak mulut sebanyak 75 subyek (68,2%) berupa keratosis rokok, pigmentasi, leukodema, leukoplakia dan coated tongue. Hal ini dapat disebabkan karena hampir seluruh responden memiliki kebersihan rongga mulut yang buruk disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai menjaga kesehatan mulut pada penarik becak atau asupan nutrisi yang kurang baik, hal ini merupakan faktor presdiposisi untuk terjadinya kelainan-kelainan di rongga mulut. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan penelitian oleh Mani NJ, dkk (1976) yang menemukan sebesar 37,90% subyek memperlihatkan

(68)

adanya kelainan-kelainan mukosa mulut seperti stomatitis nikotina, leukodema dan leukoplakia.

Dalam penelitian ini, dari 110 penarik becak yang diperiksa terdapat sebesar 68,2% menunjukkan adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut. Pada 30% perokok dijumpai hanya terdapat satu kelainan jaringan lunak mulut. Hasil penelitian ini persentasenya lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Mani NJ, dkk (1976) yang menemukan sekitar 2,14 % dijumpai satu atau lebih kelainan-kelainan mukosa mulut pada perokok.

10

10

Dari perbandingan ini dapat terlihat bahwa hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi kelainan-kelainan mukosa mulut yang sangat tinggi, hal ini dapat disebabkan karena rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok. Terjadinya perubahan temperatur akibat merokok di rongga mulut juga mempengaruhi terjadinya kelainan di rongga mulut karena temperatur saat merokok pada bibir adalah 30º C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900º C.7 Keparahan penyakit yang timbul akibat merokok dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan dengan jumlah rokok yang diisap setiap hari, berapa tahun seseorang menjadi perokok dan cara merokok.

Dari seluruh kelainan-kelainan mukosa mulut yang dijumpai pada perokok di kalangan penarik becak, pigmentasi adalah yang terbanyak dijumpai sebesar 21,8 %, coated tongue sebesar 5,5% dan leukodema sebesar 1,8%. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ditemukan kelainan sama sekali. Pigmentasi dapat disebabkan karena rokok menstimulasi melanosit mukosa mulut dan menghasilkan melanin berlebihan,

(69)

sehingga terjadi pigmentasi coklat pada mukosa mulut. Hal ini terjadi karena kebiasaan merokok yang cukup tinggi di kalangan penarik becak.3,23 Kebiasaan merokok dapat menyebabkan coated tongue atau lidah terlihat berselaput tebal dan berwarna putih. Merokok juga dapat membuat hipertropi pada papilla filiformis dan menyebabkan perokok sukar merasakan rasa pahit, asin, dan manis.5,29 Penelitian lain yang dilakukan oleh Axell T, dkk (1982) menemukan pigmentasi dengan persentase lebih rendah sebesar 21,5% dan 9,9%.34 Berbeda halnya dengan penelitian di Nigeria oleh Solomon, dkk (2007) yang menemukan persentasi pigmentasi sebesar 78,3%.

Dalam penelitian ini lokasi pigmentasi tertinggi terjadi pada mukosa gingiva sebesar 50%. Pigmentasi meningkat dalam kurun waktu satu tahun merokok dan setelah tiga tahun dapat berkurang jika konsumsi rokok dikurangi.

35

34

(70)

rokok pertama kali mengenai mukosa gingiva anterior rongga mulut sehingga menyebabkan perubahan pada mukosa mulut terutama pada daerah anterior. Hal ini membuktikan merokok merupakan salah satu penyebab terjadinya pigmentasi.

Pada penelitian tidak dijumpai stomatitis nikotina, hal ini disebabkan karena tidak ada responden yang merokok rokok pipa atau cerutu karena etiologi dari kelainan ini adalah panas dari menghisap rokok pipa dan cerutu yang berkepanjangan.24,27 Hasil ini berbeda bila dibandingkan dengan penelitian Mani NJ, dkk (1976) yang menemukan kelainan jaringan lunak mulut terbanyak pada perokok adalah stomatitis nikotina sebesar 50,3%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Darling, dkk (1993) yang menemukan stomatitis nikotina sebesar dengan persentase 10,5%.37

Dari seluruh kelainan-kelainan mukosa mulut pada penelitian ini, leukodema hanya dijumpai sebesar 5,6%. Hasil penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Mani NJ, dkk (1976) yang menemukan leukodema sebesar 2,9%.

10

(71)

menemukan preleukoplakia sebesar 13,4%. Darling, dkk (1993), Salem (1992), Marija, dkk (2002) menemukan kelainan seperti preleukoplakia, leukoplakia dan leukodema.37,39,41,42 Tanda keganasan dapat terjadi karena asap rokok tembakau mengandung gas dan bahan-bahan kimia yang bersifat racun dan atau karsinogenik. Lebih dari 4000 macam bahan tersebut terkandung dalam sebatang rokok, berkembangnya neoplasma pada individual akibat stimulus karsinogenik ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan/genetik, diet, hormonal, jenis kelamin, dan sebagainya. Sudah banyak penelitian yang menghubungkan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya keganasan di rongga mulut.

Hasil penelitian ini mengindikasikan hubungan yang kuat antara kebiasaan merokok dengan kelainan-kelainan pada mukosa mulut. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan kebiasaan merokok. Penelitian oleh Pindborg, dkk (1967) juga menemukan terdapatnya hubungan antara kebiasaan merokok dan mengunyah tembakau dengan kelainan-kelainan di mukosa mulut, tetapi hasil yang didapat menyatakan merokok tembakau lebih kuat hubungannya dengan kelainan-kelainan di mukosa mulut dibandingkan mengunyah tembakau.

27

39

(72)

kejadian pigmentasi dan berkurangnya pigmentasi pada perokok jika kebiasaan tersebut dikurangi.

Dalam penelitian sekarang ini, faktor-faktor yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kelainan-kelainan jaringan lunak mulut meliputi lama merokok, jumlah batang rokok per hari dan jenis rokok. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama seseorang melakukan kebiasaan merokok, semakin sering melakukan kebiasaan merokok, maka semakin tinggi resiko seseorang untuk terkena kelainan-kelainan di mukosa mulut. Ini juga menunjukkan hubungan dosis respon untuk terjadinya kelainan di mukosa mulut perokok dan sekaligus menjawab hipotesis dalam penelitian ini.

35

(73)

menunjukkan jenis rokok, jumlah batang rokok per hari dan lama merokok mempengaruhi perubahan di mukosa mulut.

(74)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapatnya hubungan antara kebiasaan merokok meliputi lama merokok (tahun), jenis rokok, jumlah rokok batang per hari dengan kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan memperlihatkan adanya kelainan-kelainan mukosa mulut sebanyak 75 subjek. Hal ini menunjukkan masih banyaknya masalah kesehatan pada pada perokok khususnya kalangan penarik becak. Dengan adanya kelainan-kelainan mukosa mulut dengan prevalensi tinggi telah menunjukkan kurangnya perhatian para perokok terhadap kesehatan rongga mulut dan hal ini berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pengetahuan mereka akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.

Penelitian ini hanya menguraikan secara umum mengenai hubungan antara kelainan-kelainan mukosa mulut dengan kebiasaan merokok pada perokok, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar, kalangan yang berbeda dengan penarik becak untuk melakukan evaluasi lebih lanjut. Peran pemerintah perlu dalam memberi penyuluhan-penyuluhan terhadap usaha untuk mensosialisasikan mengenai bahaya merokok pada kesehatan. Selain itu juga diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada untuk bekerjasama dengan dokter gigi dalam rangka meningkatkan kesehatan rongga mulut perokok serta memberikan penyuluhan-penyuluhan dan edukasi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan

(75)
(76)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyawati Y. Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. 31 Maret 2004. <http://www.alatkesehatan.com/index.php> (1 Maret 2007).

2. Ruslan G. Efek Merokok terhadap Rongga Mulut. 1996. <http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14EfekMerokokterhadapRongga Mulut113.pdf/14EfekMerokokterhadapRonggaMulut113.html> (1 Maret 2007).

3. Diana D. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Mukosa Mulut. Dentika J Dent 2005;10(2):132-5.

4. Natamiharja L, Butarbutar L. Kebiasaan Merokok dan Karies Gigi Spesifik pada Sopir-sopir di Medan. Dentika J Dent. 2001; 6 (2): 284-9.

5. Soetiarto F, Winanto SS, Rukmo M, Irawan B. Pengaruh Rokok terhadap Kekerasan Mikro pada Email dan Dentin. Scientific J Dentistry 2004; 19 (56): 70-4.

6. Anonymous. Data WHO Indonesia dan Departemen Republik Indonesia :Konsumsi Tembakau dan Prevalensi Merokok di Indonesia

<http://www.litbang.depkes.go.id/tobaccofree/media/FactSheet/FactInd/7_kon sumsi_prevalensi.pdf.> (10 september 2008).

(77)

8. Anonymous. The Effects of Smoking on Oral Health. 2008. 2008).

9. Shryock H, Mervyn GH. Kiat Keluarga Sehat Mencapai Hidup Prima dan Bugar. Eds. Pola Hidup.Jilid 1. Bandung:Indonesia Publishing House. 1991: 281-302.

10.Mani NJ. Tobacco Smoking And Associated Oral Lesions. College of Dentristry. Saudi Arabia. 1976;3(4):7-13.

11.Girianto T. Resiko Terjadinya Stroke Pada Pengaruh Kebiasaan Merokok. Neurona 1990;24-26.

12.Sitepoe M. Usaha Mencegah Bahaya Rokok. Jakarta: Gramedia, 1997: 9-17. 13.Syafriadi M. Patologi Mulut:Tumor neoplastik & Non neoplastik Rongga

Mulut. 1st

14.Djamanshiro. Dampak Merokok Bagi Kesehatan. 2008. <http://one.indoskripsi.com/judu l-skripsi-tugas-makalah/kedokteran.php>

(25 september 2008).

ed. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2008;83.

15.Soetiarto F. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kerusakan Gigi pada Sopir Bis di Jakarta Tahun 1992. Proceeding Asean Meeting On Dental Public Health. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Padjajaran. 1994: 82-6. 16.Revianti S. Peranan Antioksidan Saliva pada Patogenesis Kanker Orofaring

(78)

17.Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru, 1998: 104-105. 18.Mangan GL, Golding JF. The Psychopharmacology of Smoking. 1st

19.Dewi NM, Wahyadi D,Hayatun S,Irene S. The Effect of Daily Lifestyle on Periodontal Health. Indonesian Journal of Dentristry. 2005; 66-71.

ed. Australia: Cambridge University Press, 1984: 17-9.

20.Aditama TY. Rokok dan Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: UI press, 1996: 30-3. 21.Dalimunthe SH. Periodonsia. Edisi ke-2. Medan: Bagian Periodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2005: 72,126,133. 22.Carranza FA. Glickman’s Clinical Periodontology. 6th

23.Douglas G. The third Phase of ASH Scotland’s Tobacco and inequalities project.2003.

<http://www.ashscotland.org.uk/ash/files/older%20adults%20briefing%20pap er2.pdf.> (27 agustus 2008).

ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1984: 422.

24.Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim. Alih Bahasa. Budi Susetyo.Jakarta: Hipokrates,1998:54-70.

25.Anonymous. Leukodema. <http://gotoknow.org/file/neeranart/view/7910> (11 februari 2008).

(79)

27.Ruslan G. Efek Merokok terhadap Rongga Mulut. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran, 1996: 41-43.

28.Hasibuan S, Aliyah S. Status Klinis Leukoplakia Mulut Setelah Berhenti Merokok Dan Responnya. Dentika J Dent. 2004;33- 38.

29.Tenny S, Irna S. Efektifitas Hekseditin Sebagai Obat Kumur Terhadap Frekuensi Kehadiran Jamur Candida Albicans Pada Penderita Kelainan Lidah

<http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen.pdf> (30 Januari 2009).

30.Langlais RP, Bricker SL, Cottone JA, Baker BR. Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment Planning. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1984:278-9.

31.Anonymous.

2008).

32.Rizzolo D, Hanifin C, Chiodo TA. Oral cancer : how to find this hidden killer in 2 minutes. 2007.

33.Nurul AY. Development of Smoking Cessation On Adolescents by Dentist. Dentika J Dent 2007; 12 (1): 85-89.

(80)

35.Solomon A, Kofo WS, Patricia A, Sunny OJ. Smoker’s Melanosis in a Nigerian Population: A Preliminary Study. 2007. <http://www.thejcdp.com/issue034/nwathor/nwathor.pdf> (5 April 2009).

36.Taybos, George DDS. Oral Changes Associated With Tobacco Use. 2003. <http://www.amjmedsci.com/pt/re/ajms/abstract> (5 April 2009).

37.Darling MR, Arendorf TM. Effects of Cannabis Smoking On Oral Soft Tissues. Community Dent Oral Epidemiol 1993; 21: 78-81.

38.Axell T, Henricsson V. Leukoedema an Epidemiologic Study With Special Reference To The Influence Of Tobacco Habits. 1981. <http://www.find-health-articles.com/rec_pub_6946897-leukodema> (5 April 2009).

39.Pindborg JJ, Odont B, Roed P.Epidemiology and Histology of Oral Leukoplakia and Leukodema Among Papuans and New Guineans. 1967. <http://www. interscience.wiley.com/journal/abstract> (11februari 2009). 40.Gupta, Murti, Bhonsie, Mehta, Pindborg JJ. Effect of cessation of tobacco use

on the incidence of oral mucosal lesions in a 10 years follow up study of 12,212 users.1995.<http://www.find-health-articles.com/rec_pub_7553382-effect-cessation-tobacco-use-incidence-oral-mucosal-lesions-10-yr.htm> (5 April 2009).

41.Salem C. Leukoplakia and tobacco habits in Gi

Gambar

Gambar
Tabel
Gambar 1. Keratosis rokok pada mukosa bibir24
Gambar 2.Melanosis perokok24
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya para peneliti sebelumnya menggunakan angka laba operasi sebagai ukuran angka la ba karena angka laba operasi lebih mampu menggambarkan operasi perusahaan

i) Semua kata ekasuku tertutup dengan vokal [a] dieja dengan huruf alif, iaitu bagi semua kata Melayu Jati dan kata pinjaman daripada bahasa Inggeris atau bahasa-bahasa lain,

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan

Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Dalam Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Bekerja Pada Usaha Air Minum Isi Ulang Tirtha Semadhi Denpasar Utara.. Adapun yang

Dikatakan dalam al-Qur’an bahwa “sari pati tanah” yang pada mulanya digunakan untuk menciptakan Adam manusia pertama, telah dirubah bentuknya menjadi cairan yang

Dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah dengan diketahuinya pengaruh ripple input maupun ripple output pada peralatan pengatur tegangan, maka perlu

Metode Pembelajaran yang digunakan Guru Kelas dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika .... Media Pembelajaran yang digunakan Guru Kelas dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Dihubungkan dengan fungsi sekunder hukum pidana, dapat dikemukakan bahwa dalam tindak pidana yang mengatur penyidik khusus, penyidik diberikan kewenangan administratif,