UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH DEFISIT ANGGARAN DAN INVESTASI TERHADAP JUMLAH PINJAMAN LUAR NEGERI INDONESIA
Skripsi
Diajukan Oleh:
ELFIDAWATI SIPAYUNG
070501016
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRACT
This study aims to analyze Causality and Cointegration Economic Growth and Composite Stock Price Index in Indonesia using annual data for the period 2000-2009. The analytical method used is the Granger Causality Test and Cointegration Test with the help of the program Eviews 5.1.
Cointegration Test results show the existence of long-term equilibrium relationship between these variables. In addition, estimation results Granger Causality Test (Granger Causality Test) conducted on the variable Economic Growth (GDP) and variables of Composite Stock Price Index (CSPI), indicating the existence of causality or influence each other (both directions).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan dengan menggunakan data kuartalan selama kurun waktu 2000-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Cointegration Test dan Granger Causality Test dengan bantuan program Eviews 5.1.
Hasil Cointegration Test menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut. Sedangkan, hasil estimasi Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) menunjukkan bahwa pada variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDB) dan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), memiliki hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi (dua arah).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan
anugerahNya serta kesempatan, kesehetan serta pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan
Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia” ditujukan
sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan
Strata-1 Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang sempurna baik
dalam penulisan maupun isi disebabkan keterbatasan kemampuan penulis.. Oleh sebab
itu, mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis lebih baik lagi
dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi (Alm) Pdt.P.E.Sipayung dan
N.br.Simbolon yang telah memberikan kasih sayangnya, mendidik, dan memberikan
motivasi serta mendoakan penulis. Dan kepada abang penulis terkhusus
Ir.Posmaludin Sipayung yang memberikan semangat dan motivasi baik dalam bentuk
moril maupun materil selama masa pekuliahan hingga menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Serta kepada abang dan kakak penulis yang lain yaitu, Sumardi Sipayung,
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan dan Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Phd selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan dan dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal hingga
selesainya skripsi ini.
6. Bapak Kasyful Mahalli, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan
masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hsb, M.Si selaku dosen penguji II dan sekaligus
dosen wali penulis yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan penulis
serta saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ekonomi Unversitas Sumatera Utara
khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
9. Seluruh staf pegawai Bank Indonesia (BI) Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumatera Utara yang telah membantu dalam memperoleh data.
10. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir
kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu berbagai pihak
yang membutuhkannya, terutama rekan mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.
Medan, Februari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ……… .. i
ABSTRAK ……….. ii
KATA PENGANTAR ………... iii
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ………. ix
DAFTAR GAMBAR ………. x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………...1
1.2. Perumusan Masalah ………....7
1.3. Hipotesis ………...7
1.4. Tujuan Penelitian ………....8
1.5. Manfaat Penelitian ………...8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi…………..………...9
2.1.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi...12
2.2. Pasar Modal…..………....14
2.2.1.Definisi Pasar Modal………...15
2.2.2. Jenis-Jenis Pasar Modal…………...………...15
2.2.3. Manfaat Pasar Modal……….…...16
2.3. Saham ...18
2.3.2 Indeks Harga Saham...18
2.3.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)...20
2.3.2 Faktor-Faktor yangMempengaruhi IHSG...21
2.4. Relasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi...23
2.5. Relasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG...25
2.6. Penelitian Sebelumnya……….28
BAB III. METODE PENELITIAN 1.1. Ruang Lingkup Penelitian ………...30
1.2. Jenis dan Sumber Data………...30
1.3. Pengolahan Data...………...31
1.4. Metode Analisis Data ………..31
1.5. Definisi Operasional ………35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Kondisi Ekonomi Makro di Indonesia…………36
4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ...…..38
4.2.1.Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha …...39
4.3.1. Sejarah Pasar Modal Indonesia ...41
4.3.2. Perkembangan Penjualan Saham di Pasar Modal...47
4.4. Perkembangan Indeks Harga saham Gabungan………..50
4.5. Analisis data ………...55
4.5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Derajat Integrasi ….55 4.5.2. Hasil Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ………...57
4.5.3. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ……...59
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………...………...61
5.2. Saran ………...……….61
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
4.1. Perkembangan Indikator Makro di Indonesia …...38
4.2. Jumlah Emisi Saham pada Pasar Modal...49
4.3. Perkembangan IHSG...54
4.4. Hasil Uji Akar Unit dengan Menggunakan
Augmented Dickey Fuller (ADF)...56
4.5. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen ……...58
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Performa
Industri terhadap Perkembangan Pasar Modal...27
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul
1. Data PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG)
2. Hasil Uji Akar Unit untuk Kredit Perbankan (Cr) pada Level dan
2nd Difference-Intercept
3. Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) pada
Level dan 2nd Difference-Intercept
4. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen
ABSTRACT
This study aims to analyze Causality and Cointegration Economic Growth and Composite Stock Price Index in Indonesia using annual data for the period 2000-2009. The analytical method used is the Granger Causality Test and Cointegration Test with the help of the program Eviews 5.1.
Cointegration Test results show the existence of long-term equilibrium relationship between these variables. In addition, estimation results Granger Causality Test (Granger Causality Test) conducted on the variable Economic Growth (GDP) and variables of Composite Stock Price Index (CSPI), indicating the existence of causality or influence each other (both directions).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan dengan menggunakan data kuartalan selama kurun waktu 2000-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Cointegration Test dan Granger Causality Test dengan bantuan program Eviews 5.1.
Hasil Cointegration Test menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut. Sedangkan, hasil estimasi Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) menunjukkan bahwa pada variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDB) dan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), memiliki hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi (dua arah).
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total
(pertumbuhan ekonomi) di suatu negara dengan memperhitungkan adanya pertambahan
jumlah penduduk, perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan
pendapatan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pertumbuhan ekonomi mencerminkan
perubahan output yang dihasilkan oleh suatu perekonomian pada periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1996 mencapai 7,8%. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi makro yang berhati-hati dan ditunjang oleh kebijakan
sektoral yang konsisten, serta upaya menciptakan iklim dunia usaha yang mendorong
kelancaran produksi dan kemudahan perizinan baik bagi perusahaan dalam negeri
maupun asing. Periode 1997-1998, Kegiatan ekonomi mengalami kontraksi sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merosot 13,9% pada
tahun 1998. Perekonomian nasional mengalami krisis yang menyebabkan kinerja
perekonomian Indonesia menurun tajam, dan berdampak menjadi krisis yang
berkepanjangan di berbagai bidang termasuk di bidang investasi di pasar modal.
Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang
(emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi
makroekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 merupakan awal
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana
besar-besaran (rush) oleh deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri (capital
flight). Tingkat suku bunga yang mencapai 70 % dan depresiasi nilai tukar rupiah (kurs)
terhadap dolar AS sebesar 500 % mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi
terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke
pasar modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian
yang cukup signifikan bagi investor.
Pasar modal merupakan alternatif menggali pembiayaan pembangunan. Pasar
modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal
menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal
memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang
mempertemukan pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana
(issuer), dengan adanya pasar modal pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return)
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi
perusahaan. Pasar modal dikatakan memilik fungsi keuangan karena memberikan
kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai
dengan karakteristik investasi yang dipilih. Kemudian, bagi para investor atau pemilik
modal, dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dengan
meningkatnya produk domestik bruto (PDB) suatu negara, hal ini menjanjikan
keuntungan yang akan menambah pendapatan sehingga diharapkan akan meningkatkan
Bila pertumbuhan ekonomi ini terus berkelanjutan (sustainable), maka kegiatan
investasi sangat diperlukan untuk menunjang peningkatan dalam produksi, yang
selanjutnya memberikan pengembangan yang baik bagi pasar modal sebagai sumber dana
bagi pengembangan bagi dunia usaha. Sebaliknya bila tingkat pertumbuhan ekonomi
rendah atau menurun, akan memberikan dampak yang negatif bagi kegiatan investasi,
sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal. Sebagai contoh, dapat
dilihat kasus yang dialami Thailand dimana indeks bursa Thailand mengalami penurunan
dimulai tahun 1996 akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi Thailand (I Putu Gede Ary
Suta 2000:14).
Sejak dimulainya liberalisasi pasar modal di Indonesia pada tahun 1989, pasar
modal mengalami perkembangan yang cukup pesat khususnya Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Berdasarkan Keppres No. 60 tahun 1988, pasar modal merupakan sarana
mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek, baik
yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun perusahaan swasta (private
sectors). Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan tolok ukur perkembangan pasar
modal Indonesia, antara lain nilai kapitalisasi pasar, perkembangan emisi saham, emisi
obligasi, right issue, pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG), kinerja
perdagangan dan lain-lain.
IHSG merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan
IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun
menunjukkan kondisi pasar sedang bearish. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh
variabel-variabel ekonomi diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat suku
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk menanamkan investasi di
pasar modal semakin besar. Perkembangan IHSG menunjukkan pergerakan jumlah
pemegang saham, nilai perdagangan saham, dan dana yang dihimpun baik dari saham
maupun obligasi. Pada tahun 1988 pada saat krisis terjadi harga saham yang dijual
dengan harga hanya Rp 10,- per lembar dan IHSG pernah turun sampai di bawah 300.
Namun, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun terakhir ini, gejala pemulihan
kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada September 2004, IHSG mencapai 820,1 dan
sampai Desember 2005 telah mencapai 1162,63. Ini merupakan peningkatan yang cukup
signifikan mengingat IHSG pada tahun 2001, 2002, dan 2003 baru mencapai 392,03,
424,94, dan 679,3. Kemudian sepanjang periode bulan Januari-Juli 2006, PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar,
teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang
sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan IHSG di BEJ yang berhasil
mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11 Mei 2006 di level
2010).
Pasar Asia khususnya di Indonesia memang menjanjikan prospek yang baik untuk
beberapa tahun ke depan. Namun demikian, pasar keuangan global tetaplah bagian yang
terintegrasi sehingga volatilitas di Wall Street cenderung akan membawa pengaruh
terhadap kinerja pasar di Asia. Untuk saat ini masih sangat dibutuhkan kehati-hatian di
dalam menyikapi kenaikan IHSG dan menyikapi volatilitas pasar yang akan terjadi.
Kondisi perekonomian dunia pada tahun 2008 mengalami ”krisis finansial global” yang
memiliki dampak atau pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Krisis yang melanda
mortgage), semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Sebagai contoh
lembaga keuangan Lehman Brothers, Merryl Linch, mengajukan permohonan pailit ke
pengadilan (dan dikabulkan). Kemudian terjadi keguncangan di lantai bursa (trading
floor) di bursa saham AS dan negara lainnya. Dalam kondisi tersebut pemilik saham mau
menerima harga berapa saja, sehingga nilai saham benar-benar hancur karena bursa
memuat saham perusahaan besar dan raksasa, kebangkrutan bursa sama saja dengan
kelumpuhan total dunia usaha dan kebangkrutan perekonomian nasional (Basri,
2009:632).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Asia juga tidak luput dari
imbas krisis finansial global. Pada tahun 2008 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia
masih meningkat 6,2%, yang berarti lebih rendah yang ditargetkan pemerintah sebesar
6,5%. Bahkan pada 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 4,5%. Indonesia
terimbas resesi yang terjadi di AS dan negara maju lainnya, karena negara maju tersebut
merupakan tujuan utama komoditas produk Indonesia. Dengan menurunnya permintaan
akan produk Indonesia di negara-negara maju tersebut, nilai ekspor Indonesia mengalami
penurunan yang drastis. Atau dengan kata lain akan berpengaruh negatif terhadap
permintaan domestik, konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan
impor, sehingga pada akhirnya menentukan besaran PDB dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia.
Demikian pula krisis tersebut membuat kinerja perusahaan menjadi buruk dan
mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya dengan melakukan pemutusan
hubungan kerja, pengurangan produksi dan tindakan lainnya yang membuat produktivitas
Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada sistem finansial (bank, pasar uang dan pasar
modal). Para investor menarik dananya dari bursa sehingga menyebabkan krisis. Krisis
ini berdampak terhadap pengeringan likuiditas dan pertumbuhan ekonomi yang merosot.
Semakin baik kondisi ekonomi suatu negara yang dicerminkan dalam nilai PDB, maka
masyarakat akan mempercayakan dananya kepada perusahaan sehingga semakin banyak
dana yang mengalir ke pasar modal dan membuat IHSG semakin baik. Jadi artinya,
hubungan fundamental ekonomi dengan fluktuasi harga saham menunjukkkan adanya
hubungan yang positif.
Dari latar belakang di atas serta didukung oleh data dan beberapa penelitian
sebelumnya, penulis mencoba untuk mengkaji fenomena yang terjadi di antara indeks
harga saham gabungan (IHSG) dengan pertumbuhan ekonomiyang dinyatakan dalam
produk domestik bruto (PDB) baik secara kausalitas (hubungan timbal balik) dan
kointegrasi (kesembangan dalam jangka panjang) dalam kurun waktu tahun 2000 sampai
2009 dengan judul “ Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan
Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara
pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia?
2. Apakah terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi dan
1.3. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan dan teori di atas,
maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pertumbuhan
ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.
2. Terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi dan indeks
harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara
pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.
2. Untuk mengetahui hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi
dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi masyarakat dan mahasiswa/i
yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
3. Sebagai wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan disiplin ilmu
4. Sebagai pertimbangan dalam memproyeksi dan mengambil kebijakan mengenai
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pertumbuhan Ekonomi
2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets adalah : “ kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Defenisi ini memiliki 3 komponen : pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat
dari meningkatnya secara terus- menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju
merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajad pertumbuhan
kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga,
penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang
kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat
manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Teknologi modern misalnya, tidak cocok
dengan corak/kehidupan desa,pola keluarga besar, dan buta huruf (M.L.Jhingan,
2007:57).
2.1.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Kaum klasik merupakan ahli-ahli ekonomi yang mengemukakan analisisnya
Ricardo, Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Beberapa kesimpulan dari teori kaum
klasik antara lain:
a. Tingkat perkembangan suatu masyarakat tergantung kepada empat faktor,
yaitu jmlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah, tingkat
teknologi yang dicapai.
b. Pendapatan nasional suatu masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga jenis
pandapatan, yaitu upah para pekerja, keuntungan para pengusaha, dan sewa
tanah yang diterima pemilik tanah.
c. Kenaikan upah akan menyebabkan pertambahan penduduk.
d. Tingkat keuntungan merupakan faktor yang menentukan besarnya
pembentukan modal; apabila tidak terdapat keuntungan maka pembentukan
modal tidak akan terjadi dan perekonomian akan mencapai tingkat stationary
state.
e. Hukum hasil lebih yang makin berkurang berlaku untuk segala kegiatan
ekonomi sehingga mengakibatkan tanpa adanya kemajuan teknologi,
pertambahan penduduk akan menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat
keuntungan, akan tetapi menaikkan tingkat sewa tanah.
f. Faktor-faktor bukan ekonomi yang mempunyai peranan penting seperti
kepercayaan masyarakat, kebiasaan berpikir, adat istiadat, dan corak institusi
yang ada (menurut Mill).
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik
Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang serangkaian analisis mengenai
Oleh sebab itu, dewasa ini teori tersebut dikenal sebagai teori pertumbuhan
Neo-Klasik. Ahli ekonomi yang menjadi perintis mengembangkan teori tersebut adalah
Solow.(Sukirno, 2006:263). Selain itu ada ahli-ahli ekonomi Neo-Klasik antara
lain: Trevor Swan, Alfred Marshal, dan Joseph Schumpeter.
Pandangan menurut Neo-Klasik antara lain:
a. Pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penawaran
faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi sehingga perekonomian
akan berkembang.
b. Rasio modal produksi dapat dengan mudah mengalami perubahan. Adanya
fleksibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak
terbatas dalam menentukan gabungan modal dan tenaga kerja yang akan
digunakan dalam menghasilkan sejumlah produksi tertentu.
c. Pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh inisiatif dari golongan
pengusaha yang inovatif atau golongan entrepreneur (menurut Schumpeter).
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Yang termasuk golongan ini antara lain: Harrod-Domar, Rostow, Kuznets dan
Chenery. Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua orang ahli
ekonomi sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan R.F.Harrod. Pada dasarnya teori
tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua ahli ekonomi itu secara terpisah.
Tetapi, karena inti dari teori tersebut sama, maka dewasa ini ia dikenal sebagai teori
Harrod-Domar.(Sukirno: 2006:255). Teori Harrod-Domar merupakan perluasan
dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi nasional dan masalah penggunaan
untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau
steady growth – yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu
menciptakan penggunaan sepenuhnya barang-barang modal – akan selalu berlaku
dalam perekonomian.
Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dapat dibedakan dalam lima
tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima
tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya. Kelima tahap pertumbuhan itu
adalah: masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk lepas landas
(the preconditions for take off), lepas landas (the take off), gerakan ke arah
kedewasaan (the drive to maturity), dan masa konsumsi tinggi (the age of high
massconsumption).(Sukirno, 2006:167).
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting karna selain sebagai
tenaga kerja dan pengusaha (orang yang akan mengkombinasikan seluruh faktor
produksi didalam proses produksi), manusia juga berperan untuk menciptakan
teknologi baru dan atau mengembangkan teknologi yang sudah ada.
Meningkatkan kualitas tersebut dengan meninggalkan cara-cara berpikir
tradisional yang diganti dengan cara berpikir modern. Sehingga, peran sumber
daya manusia sangat menentukan berhasil tidaknya proses pertumbuhan
ekonomi.
Hal-hal yang termasuk sumber daya alam adalah tanah, air, udara, hewan,
tumbuh-tumbuhan, mineral, dan segala sesuatu yang ada dialam ini. Tanpa
faktor yang cukup, pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi. Indonesia dari segi
faktor sumber daya alam cukup memadai, hanya tinggal kemampuan untuk
memanfaatkan dan melestarikannya agar proses pembangunan dapat
beralngsung secara berkesinambungan.
c. Modal
Agar ekonomi bertumbuh stok barang modal harus ditambah melalui investasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi akan lebih baik lagi jika
penambahan kuantitas barang modal juga disertai penambahan kualitas.
d. Kewirausahaan
Merupakan kemampuan dan keberanian mengambil resiko guna memperoleh
keuntungan. Para pengusaha mempunyai perkiraan yang matang bahwa input
yang dikombinasikan akan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat. Kemampuan mengkombinasikan input dapat disebut sebagai
kemampuan inovasi.
2.2. Pasar Modal
2.2.1. Defenisi Pasar Modal
Defenisi pasar modal menurut (Sundjaja dan Barlian,2003:424) sebagai
berikut :
Pasar modal merupakan kegiatan yang mempertemukan penjual dan pembeli dana
jangka panjang.
2. Dalam arti luas
a. Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk
bank-bank komersil dan semua perantara dibidang keuangan serta surat-surat
berharga jangka panjang dan jangka pendek.
b. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang
memperdagangkan warkat-warkat kredit ( biasanya jangka waktunya lebih dari
1 tahun) termasuk saham,obligasi, hipotek dan tabungan serta deposito
berjangka.
2.2.2. Jenis-Jenis Pasar Modal
a. Pasar Perdana
Yang dimaksud pasar perdana adalah penjualan perdana efek/ sertfikat atau
penjualan yang dilakukan sesaat sebelum perdagangan dibursa/pasar
sekunder (Pandji Anoraga,2001:26). Penjualan perdana kepada publik (Initial
Public Offering (IPO)) sekuritas yang baru diterbitkan, baru boleh dilakukan
setelah mendapat izin emisi dari Ketua Bapepam. Harga saham dipasar
perdana ditentukan oleh penjamin emisi pada pasar perdana yang akan go
public (emiten), berdasarkan analisis fundamental yang bersangkutan. Hasil
penjualan saham tersebut keseluruhannya masuk sebagai modal perusahaan.
Penjualan saham dan obligasi ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
keuangan, investment banker,broker, dan dealers. Para perarntara ini
b. Pasar Sekunder
Pasar sekunder merupakan pasar/bursa dimana efek atau surat berharga
diperdagangkan dengan harga kurs diluar pasar perdana
(Danareksa,PT,1986). Atau dengan kata lain pasar sekunder merupakan pasar
yang memperdagangkan saham sesudah melewati pasar perdana. Sehingga
hasil penjualan saham biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan,
melainkan masuk kedalam kas para pemegang saham yang bersangkutan.
c. Pasar ketiga (Bursa Paralel)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar
bursa (over the counter market). Bursa paralel merupakan suatu sistem
perdagangan efek yang terorganisasi diluar bursa efek resmi, dalam pasar
sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang
dan Efek dengan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang
dinamakan floor trading (lantai bursa). Operasi yang ada pada pasar ketiga
berupa pemusatan informasi yang disebut tradinginformation. Informasi yang
diberikan dalam pasar ini meliputi harga-harga saham, jumlah transaksi, dan
keterangan lainnya mengenai surat berharga yang beersangkutan. Dalam
sistem perdagangan ini pialang dapat bertindak dalam kedudukan sebagai
pedagang efek maupun sebagai perantara pedagang.
2.2.3. Manfaat Pasar Modal
Manfaat pasar modal bisa diraakan baik oleh investor, emiten, pemerintah
• Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu :
1) jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar;
2) dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai;
3) tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam
pengelolaan dana/perusahaan;
4) solvabilitis perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan;
5) ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil;
6) cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga
nominalperusahaan;
7) emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi;
8) tidak ada bebas finansial yang tetap;
9) jangka waktu penggunaan data tidak terbatas;
10) tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu;
11) profesionalisme dalam manajemen meningkat.
• Manfaat pasar modal bagi investor :
1) nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan
tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai capital
gain;
2) memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga
tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi;
3) mempunyai hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham, mempunyai hak
4) dapat dengan mudahmengganti instrumen investasi, misal dari saham A ke
saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko.
5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang
mengurangi resiko.
• Manfaat Pasar Modal bagi lembaga penunjang :
1) menuju kearah profesional didalam memberikan pelayanannya sesuai dengan
bidang tugas masing-masing;
2) sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel;
3) semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang;
4) likuiditas efek semakin tinggi.
• Manfaat Pasar Modal bagi pemerintah yaitu:
1) mendorong laju pembangunan;
2) mendorong investasi;
3) penciptaan lapangan kerja;
4) memperkecil debt Service Ratio (DSR);
5) mengurangi beban anggaran bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
2.3. Saham
2.3.1. Indeks Harga Saham
Indeks harga saham merupakan catatan-catatan terhadap perubahan-perubahan
maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat
tertentu.
Keputusan pemodal memilih suatu saham sebagai obyek investasinya
secara individu, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksiinvestasi saham
terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan
berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian informasi dan sifat
spesifik.
Di Bursa Efek Indonesia terdapat 7 jenis indeks
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing
masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta
Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa
dan saham preferen yang tercatat di BEJ.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap
sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9
(sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh BEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange
Industrial Classification).
4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan
syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang
6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk
mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan
berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi
perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.
2.3.2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983. IHSG merupakan
indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham” (Darmadji,2001:95).
IHSG menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat dibursa efek.
Indeks ini merupakan gabungan dari sejumlah sektor yaitu pertanian, pertambangan,
industri kimia dasar, aneka industri, industri barang konsumsi, properti dan real estate,
transportasi dan infrastruktur, keuangan, dan perdagangan, jasa dan investasi. Indeks ini
mencakup seluruh pergerakan harga saham biasa maupun preferen yang tercatat dalam
Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perhitungan IHSG didasarkan pada jumlah nilai pasar dari total saham yang
tercatat dibursa. Jumlah nilai pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali
untuk perusahaan yang berrada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEI pada
hari tersebut.
Perhitungannya sebagai berikut :
Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari ini atau
disebut sebagai kapitalisasi pasar. Nilai dasar adalah nilai yang dihitung berdasarkan
harga perdana dari masing-masing saham atau berdasarkan harga yang telah dikoreksi
jika perusahaan telah melakukan kegiatan yang menyebabkan jumlah saham yang tercatat
dibursa berubah. Penyesuaian dilakukan agar indeks akan benar-benar mencerminkan
harga saham.
2.3.3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi IHSG 1. Tingkat Inflasi
Berdasarkan penelitian empiris, inflasi memiliki korelasi negatif pada harga
saham. Hal ini berarti jika tingkat inflasi naik maka harga saham akan turun,
demikian sebaliknya jika tingkat inflasi turun maka harga saham akan naik.
Sehingga dapat disimpulkan inflasi mempengaruhi harga saham berarti juga ikut
mempengaruhi IHSG.
2. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik investasi
sahamnya dan memindahkannya ke tingkat pengembalian lebih baik dan aman,
seperti deposito. Turunnya permintaan saham mengakibatkan terjadinya kelebihan
penawaran saham, sehingga harga-harga saham turun dan IHSG juga turun.
3. Nilai Tukar (Kurs)
Kurs adalah harga suatu mata uang yang diekspresikan terhadap mata uang yang
diekspresikan terhadap mata uang lainnya. Kurs dapat dipresentasikan sebagai
sejumlah mata uang lokal yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang
nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang negara lain (asing). Perusahaan
yang menggunakan mata uang asing dalam menjalankan aktivitas operasional dan
investasi akan menghadapi resiko nilai tukar (kurs). Perubahan nilai tukar yang
tidak diantisipasi oleh perusahaan akan berpengaruh pada nilai perusahaan
tersebut.
4. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan kondisi perekonomian suatu
negara yang bersangkutan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila aktivitas ekonomi sekarang lebih tinggi dibanding tahun
sebelumnya. Pertumbuhan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah fisik barang
dan jasa yang dihasilkan yang mengakibatkan kenaikan pendapatan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari produk domestik bruto (PDB) yaitu nilai
semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu.
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka meningkat juga kemampuan
masyarakat untuk berinvestasi di pasar saham maupun pasar uang. Dengan makin
banyaknya masyarakat yang berinvestasi akan menaikkan harga-harga saham dan
IHSG juga ikut naik.
2.4. Relasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan
ekonomi, atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tanpa
dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja (sumber pendapatan) akan
mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut
ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan dan kesempatan kerja
itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan ouput agregat (barang dan jasa) atau
PDB yang terus menerus.
Dengan adanya kegiatan produksi, maka tercipta kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan dan meningkatkan
permintaan pasar. Pasar berkembang berarti juga volume produksi, kesempatan kerja dan
pendapatan dalam negeri meningkat, dan seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan
ekonomi.
Secara teori, korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi
diuraikan secara sederhana namun jelas dalam model pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar yang intinya adalah penambahan K (kapital) dan pertumbuhan PDB (Y). Dua
variabel fundamental dari model ini adalah penambahan K dan rasio penambahan K
terhadap pertumbuhan PDB (Y). Rasio ini disebut ICOR (the incremental capital output
ratio) yaitu
ICOR = ΔK/ ΔY
Sejak penambahan K adalah investasi (I) dalam defenisi, maka :
ICOR = I/ ΔY
Model Domar lebih memfokuskan pada laju pertumbuhan investasi (ΔI/I),
Didalam modelnya, I ditetapkan harus tumbuh atassuatu persentase yang konstan, sejak S
(Marginal propensity to save), yakni rasio dari pertumbuhan tabungan nasional (S)
terhadap peningkatan Y, dan ICOR kedua-duanya konstan. Sedangkan penekanan dari
model Harrod lebih pada pertumbuhan Y jangka panjang. Didalam modelnya, laju
direncanakan ditetapkan selalu dengan sama besarnya I yang direncanakan. Selama Orde
Baru,telah terbukti bahwa I memang merupakan faktor krusial bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi. Terbukti juga, selama krisis ekonomi, lesunya kegiatan I didalam
negeri membuat kondisi perekonomian nasional semakin buruk. Dengan tingkat S yang
masih terbatas, Indonesia terpaksa bergantung pada pinjaman luar negeri dan penanaman
modal baik di pasar modal maupun pasar keuangan untuk mempertahankan kegiatan I
yang diperlukan dalam negeri.
Perdagangan di pasar modal merupakan salah satu bentuk investasi selain
investasi di sektor riil. Partisipan dalam pasar modal terutama adalah pemerintah dan
perusahaan. Pemerintah menjual obligasi jangka menengah dan jangka panjang untuk
membiayai proyek pendidikan, transportasi, dan proyek-proyek pembangunan ekonomi
lainnya. Pemerintah tidak pernah menjual karena pemerintah tidak dapat menjual klaim
kepemilikan, sebaliknya perusahaan dapat menjual saham dan obligasi. Saham dan
obligasi ini digunakan sebagai sumber pembiayaan perusahaan dalam jangka panjang
sehingga likuiditas perusahaan tidak terganggu dan meningkatkan produktifitas. Semakin
tinggi harga saham suatu perusahaan maka jumlah dana yang dapat diperoleh melalui
penjualan saham akan semakin tinggi, dan tambahan perolehan dana tersebut dapat
digunakan untuk membiayai peningkatan aktivitas perusahaan.
2.5. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG
Teori mengenai hubungan antara perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan
ekonomi dimulai pada abad ke 20 (Schumpter,1911). Adapun yang menjadi perdebatan
pertumbuhan ekonomi, atau jika terdapat hhubungan kausalitas antar-keduanya,
bagaimanakah arah hubungannya.
Menurut Kamat dan Kamat (2001), literatur dan hasil studi empiris mengenai arah
hubungan kausalitas antar kedua variabel tersebut secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi tiga pendekatan yaitu : pendekatan pertama, supply leading,
menyatakan bahwa perkembangan sektor finansial menyebabkan pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan ini menyatakan bahwa keberadaan sektor finansial berfungsi sebagai
intermediasi keuangan yang menghubungkan antar unit ekonomi yang surplus dan defisit,
yang selanjutnya menyebabkan alokasi sumber daya yang efisien dan akhirnya memacu
sektor lainnya dalam perekonomian untuk tumbuh. Penelitian ini telah dilakukan
Schumpeter,1911 dan Levine dan Zervos (1996).
Pendekatan yang kedua adalah, demand following menyatakan pertumbuhan
aktivitas ekonomi sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi memerlukan banyak dana
untuk ekspansi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan meningkatkan permintaan
sarana investasi alternatif selain deposito / asset riil. Yaitu investasi dalam saham, oleh
karena itu meningkatnya permintaan saham akan memicu perkembangan pasar modal,
dalam hal ini IHSG menjadi indikator perkembangan pasar modal.
Pendekatan yang ketiga adalah, feedback yaitu hubungan dua arah antara
pertumbuhan ekonomi yang di proxykan melalui PDB dengan peningkatan pertumbuhan
sektor finansial di pasar modal yang diproxykan melalui IHSG.
Kinerja perekonomian yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi serta kinerja
industri merupakan komponen utama dalam pergerakan IHSG, juga sebaliknya, Investor
merupakan elemen kunci dalam pergerakan IHSG. Penilaian investor tersebut akan
membentuk ekspektasi yang kemudian akan merubah harga saham sehingga berdampak
terhadap IHSG.
Harga saham dipengaruhi oleh ramalan perekonomian, ramalan nilai tukar dollar
terhadap mata uang domestik, tingkat dan ramalan suku bunga, industri relatif dengan
perekonomian, kinerja perusahaan relatif dengan industri, dividen dan pertumbuhan
pendapatan potensial dan kualitas manajemen.
Pasar modal yang memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan secara teori
memiliki pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian mengenai pengaruh
pasar modal terhadap perekonomian Indonesia masih belum banyak dilakukan namun
beberapa penelitian telah dilakukan, pasar modal memiliki pengaruh terhadap
perekonomian Indonesia dan sebaliknya semakin membaiknya perekonomian Indonesia
maka akan semakin meningkatkan ekspektasi investor untuk menginvestasikan modalnya
di pasar modal sehingga IHSG juga mengalami peningkatan. Berdasarkan penjelasan
diatas, terdapat bahwa adanya hubungan jangka panjang antara pasar barang, pasar uang,
pasar sekuritas (pasar modal) dengan perekonomian Indonesia. Hubungan tersebut akan
Gambar 2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Performa Industri terhadap Perkembangan Pasar Modal
Berdasarkan skema diatas diketahui bahwa adanya hubungan yang bersifat jangka
panjang antara perekonomian Indonesia dengan pasar modal yang diukur dari tingkat
IHSG.
2.6. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan Fauzan Anhar (2007) tentang peranan faktor makro
ekonomi terhadap perkembangan IHSG dipasar modal Indonesia. Penelitian ini mencoba
untuk menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga deposito
terhadap IHSG dipasar modal Indonesia khususnya PT.BEJ. Data Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dan deposito tidak berpengaruh signifikan
terhadap pergerakan IHSG, sedangkan pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pergerakan IHSG di pasar modal Indonesia.
Selanjutnya dilakukan Muzafar Shah (1996) dalam jurnal “International
Economic journal” yang meneliti hubungan kointegrasi antara variabel ekonomi makro
yaitu 177 bulan yang dimulai dari tahun 1978 – 1992 di Malaysia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antara penawaran uang M1, M2, dan
PDB terhadap harga saham di Malaysia.
Geske dan Roll (1983) menemukan bahwa harga saham di bursa Amerika Serikat
berhubungan negatif dengan inflasi namun memiliki hubungan positif dengan aktifitas
ekonomi riil yang dicerminkan dengan produk domestik bruto.
Tim Peneliti BEJ dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran (2006) melakukan
penelitian peranan pasar modal terhadap perekonomian Indonesia studi kasus BEJ dengan
menggunakan analisis Autoregressive Distributed Lag Model dan Cointegration test,
hasilnya walau kurang elastis IHSG memiliki pengaruh kuat dan pasti terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
I Made Ambara (2008), melakukan analisis VECM (Vector Error Correction
Models) dan Causality Granger pasar modal terhadap perekonomian Indonesia, hasilnya
secara statistik pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh perkembangan pasar modal
(hubungan searah).
Bahadur dan Neupane (2006) melakukan analisis Causality Granger, menemukan
bahwa pertumbuhan ekonomi yang diproxykan melalui GDP riil memiliki kausalitas dua
arah (feedback) dengan pasar modal yang diproxykan melalui indeks harga saham di
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu langkah dan prosedur yang dilakukan dalam
rangka mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan suatu masalah dan menguji
hipotesis dari penelitian.
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menganalisis
kausalitas dan kointegrasi antara pertumbuhan ekonomi yang diukur dari produk
domestik bruto (PDB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal
Indonesia.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time
series) yang bersifat kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka, dengan menggunakan
data kuartalan dari kuartal pertama tahun 2000 sampai tahun 2009 sehingga berjumlah 40
kuartal.
Sumber data diperoleh dari berbagi sumber informasi yang berkaitan dengan
penelitian ini, yaitu Bank Indonesia (BI) Kota Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumatera Utara.
Penulis juga melakukan studi literatur untuk mendapatkan teori yang mendukung
penelitian. Referensi studi kepustakaan diperoleh melalui buku-buku, jurnal, media
internet, blog, perpustakaan FE-USU, perpustakaan pusat USU,dan perpustakaan Bank
3.3. Pengolahan Data
Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan program komputer
Eviews 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini
dengan terlebih dahulu melakukan pemindahan data yang diperoleh ke dalam program
Microsoft Excel untuk mempermudah pengolahan data pada proses selanjutnya untuk
meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingan dengan pencatatan
ulang secara manual dan menggunakan Microsoft Word 2007 dalam penulisan penelitian.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah Cointegration Test dan
Granger Causality Test. Analisis Cointegration Test (Johansen Test) bertujuan untuk
melihat hubungan keseimbangan dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang
diukur dari PDB dengan IHSG di pasar modal Indonesia. Sedangkan Granger Causality
Test dilakukan untuk mengamati hubungan timbal balik (causal) antara pertumbuhan
ekonomi yang diukur dari PDB terhadap IHSG di pasar modal Indonesia.
Dalam kaitannya dengan metode tersebut, maka pengujian terhadap perilaku data
runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi
digunakannya metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
3.4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Pengujian apakah suatu data runtun waktu mengandung unsur trend atau tidak,
maka dilakukan dengan uji akar unit (unit root test). Uji akar unit atau ADF (Augmented
Dickey–Fuller) juga penting untuk mendeteksi apakah data yang digunakan stasioner atau
tersebut, lagged difference terms, konstanta, dan variabel trend (Kuncoro, 2007:133).
Selain uji ADF, uji akar unit juga dapat menggunakan uji Phillips–Perron. Formula dari
Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut:
DPDBt = a0 + γPDBt-1 + ∑ βi DPDBt-1+1 + εt ...(1)
Sedangkan untuk Uji Philips–Perron (PP) adalah:
DYt = a0+ λYt-1 + εt ...(2)
dimana D adalah perbedaan atau diferensi.
Kedua uji dilakukan dengan hipotesis nol γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP.
Stasioner atau tidaknya data, didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP
yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis statistik dari
MacKinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai absolut kritis
MacKinnon, maka data stasioner; dan sebaliknya, jika nilai absolut statistik ADF dan PP
lebih kecil dari nilai absolut kritis MacKinnon, maka data tidak stasioner.
3.4.2. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam
jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB dengan IHSG di pasar
modal Indonesia dengan menggunakan Johansen Test.
Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi tersebut, maka Johansen
menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.
Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, λtrace) yaitu menguji hipotesis nol
(null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang
dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut:
λtrace (r) = -T (1-λi) ………...(2) p
Dimana λ adalah nilai eigenvectors terkecil (p-r). null hypothesis yang disepakati
adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jmlah
vektor kointegrasi lebih kecil atau sama dengan (≤) r, dimana r= 0,1,2 dan seterusnya.
Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (λ) yang
dilakukan dengan formula sebagai berikut:
λmax (r,r+1) = -T in (1-λr+1)………...(3)
Uji ini berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vektor
kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vektor kointegrasi. Untuk melihat hubungan
kointegrasi tersebut, maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistic dan Max-Eigen
statistic dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen.
3.4.3. Uji Kausalitas Granger
Pengujian ini untuk melihat hubungan kausalitas antara keseimbangan dalam
jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB dengan IHSG di pasar
modal Indonesia sehingga dapat diketahui variabel tersebut secara statistik saling
mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak
ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode Granger Causality Test
seperti berikut ini:
PDBt = iIHSGt-i + jPDBt-j + µ1t ………...(4)
IHSGt = iIHSGt-i + jPDBt-j + µ2t ………...(5)
Dimana µ1t dan µ2t adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi
serial dan m=n=r=s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di
atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi
(1) Jika ji ≠ 0 dan + j = 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari PDB ke
IHSG.
(2) Jika ji = 0 dan + j ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari IHSG
ke PDB.
(3) Jika ji = 0 dan + j = 0, maka IHSG dan PDB tidak saling
berhubungan.
(4) Jika ji ≠ 0 dan + j ≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara PDB
dan IHSG.
Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang
disebutkan di atas, maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi.
3.5. Definisi Variabel Operasional
1. Pertumbuhan ekonomi adalah produk domestik bruto (PDB) menurut harga
Berlaku, yaitu jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi di dalam batas wilayah negara Indonesia selama kurun waktu
2000-2009 dan dinyatakan dalam milyaran rupiah.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks gabungan yang
menunjukkan pergerakan harga seluruh jenis saham yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia dalam kurun waktu 2000-2009 yang besarnya dinyatakan dalam satuan
BAB IV
4.1. Perkembangan Kondisi Ekonomi Makro di Indonesia
Perkembangan kondisi ekonomi makro Indonesia dapat dilihat dari beberapa
indikator seperti PDB menurut harga berlaku, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Apabila
dilihat dari perkembangan PDB menurut harga berlaku , indikator ini mengalami
peningkatan yang cukup sustainable setiap tahunnya, yaitu mulai dari tahun 2001 PDB
sebesar 1.467.655 miliar rupiah sampai pada tahun 2009 meningkat sebesar 5.613.442
miliar rupiah.
Membaiknya kondisi ekonomi ditahun 2003 ditandai oleh menurunnya laju inflasi
telah memberikan ruang bagi penurunan suku bunga secara perlahan-lahan.Hasil
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang netral mampu mendorong sentimen positif
bagi perekonomian domestik, kondisi tersebut berdampak pada : (Bank Indonesia, 2003)
1. Terapresiasinya nilai tukar (7,92% selama 2003, merupakan hal yang terbaik
ketiga di Asia)
2. Country Risk yang menurun (merupakan peringkat tertinggi didunia pada tahun
2002)
3. Sektor rill yang mulai berjalan (hanya pada sektor konsumsi , kendaraan bermotor
dan property saja)
4. Perbaikan fungsi intermediasi perbankan (meskipun belum optimal)
5. Membaiknya berbagai indikator sektor rill.
Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi makro di Indonesia
sebesar 3,5% pada tahun 2001 hingga pada 2009 tingkat pertumbuhannya sebesar 4,5%.
Walaupun ditahun 2006 pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan di
bandingkan tahun 2005 yaitu dri 5,6% menjadi 5,5% ditahun 2006,kemudian ditahun
2007 hingga 2008, peningkatan sebesar 6,3% dan 6,4%.
Selain dilihat dari tingkat PDB menurut harga berlaku dan pertumbuhan ekonomi,
kondisi ekonomi makro Indonesia juga dapat dilihat dari tingkat inflasinya.Dilihat dari
tingkat inflasi , selama kurun waktu 2001 ke 2003 inflasi terus mengalami peningkatan,
yaitu mulai dari 9,35%, 12,55%, 10,03%. Namun, ditahun 2004, inflasi mengalami
penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 5,06% . Ditahun 2005 nilai inflasi
menjadi 6,40% daan cenderung stabil di dua tahun berikutnya yaitu 6,6% pada 2006, dan
6,54% pada 2007. Namun ditahun 2008, disaat pasar global mengalami keguncangan
ekonomi, berimbas ke indonesia yaitu menyebabkan inflasi menjadi 11,06%. Pada ahun
2009 perekonomian mulai pulih kembali, dan pemerintah berhasil menjaga kepercayaan
investor untuk menanamkan modalnya nilai inflasi menjadi 4,8%.
Konsolidasi kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan Pemerintah dengan
Bank Indonesia diharapkan dapat menjaga kepercayaan pelaku pasar. Serta kebijakan
pembenahan sektor riil termasuk didalamnya kebijakan percepatan pembangunan
infrastruktur diharapkan dapat semakin mendorong aktifitas produktif secara
keseluruhan. Dengan demikian, kecenderungan penguatan kinerja ekonomi dan
membaiknya pola ekspansi ekonomi diharapkan berlanjut dalam tahun-tahun berikutnya
sehingga kondisi ekonomi makro di Indonesia pun semakin meningkat dan membaik dari
tahun-tahun sebelumnya.
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik
4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah
terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan
penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini bisa didapat lewat peningkatan output
agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi, dalam
pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan produk domestik
bruto yang berarti juga penambahan pendapatan nasional. Oleh karena itu, apabila ingin
melihat perkembangan perekonomian suatu negara atau wilayah, dapat dilihat dari
Secara ringkas perekonomian Indonesia pada tahun 2009 mengalami
pertumbuhan sebesar 4,5% dibanding tahun 2008 nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp662,0 triliun, yaitu dari
Rp4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009.
Selama tahun 2009, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 15,5 %,
diikuti oleh Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 13,8 %, Sektor Konstruksi 7,1 %, Sektor
Jasa-jasa 6,4 %, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,0 %, Sektor
Pertambangan dan Penggalian 4,4 %, Sektor Pertanian 4,1 %, dan Sektor Industri
Pengolahan 2,1 %, serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,1 %. Pertumbuhan
PDB tanpa migas pada tahun 2009 mencapai 4,9 % yang berarti lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 4,5 %. Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi yang mengalami pertumbuhan sebesar 15,5 % sekaligus merupakan sumber
pertumbuhan terbesar pula terhadap total pertumbuhan PDB yaitu sebesar 1,2 %.
Selanjutnya sumber pertumbuhan yang cukup besar yaitu Sektor Pertanian, Sektor
Industri Pengolahan, dan Sektor Jasa-jasa masing-masing memberikan peranan sebesar
0,6 %.
4.2.1. Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha
Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan
harga berlaku dan nilai riil (nyata) berdasarkan harga konstan. Menurut harga berlaku,
nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun bersangkutan dengan menyertakan nilai
inflasi. Sedangkan untuk PDB harga konstan dinyatakan pada tahun dasar tertentu dan
Perkembangan PDB berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha di
Indonesia dibagi ke dalam sembilan sektor yaitu : sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate,
dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Selama kurun waktu 2005 – 2009 secara
agregat, sektor penyumbang PDB terbesar di Indonesia adalah sektor pengolahan, sektor
perdagangan hotel dan restoran, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan,
dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan berada diurutan keempat.
Pada tahun 2005, sektor pengolahan menyumbang PDB sebesar Rp.
760.361miliar,kemudian diurutan kedua penyumbang PDB adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 431.620 miliar, sedangkan sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan berada diurutan ketiga dan menyumbang sebesar
Rp.364.169 miliar sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan
dan komunikasi merupakan sektor terkecil dalam menyumbang PDB di Indonesia yaitu
masing – masing sebesar Rp.26.694 miliar dan Rp.180.585 miliar. Hal tersebut dapat
Sumber : Badan Pusat Statistik
Gambar 4.1 Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) 4.3. Perkembangan Pasar Modal Indonesia
4.3.1. Sejarah Pasar Modal Indonesia
Perkembangan pasar modal Indonesia ternyata mengalami pasang dan surut,
seirama dengan perjalanan negara dan bangsa Indonesia. Pada zaman penjajahan
Belanda, misalnya, pasar modal Indonesia pernah mengalami pasang. Kemudian, seiring
dengan berakhir kekuasaan Belanda di Indonesia, pasar modal juga mengalami
kemunduran. Selanjutnya, saat Indonesia mengalami kemelut (termasuk kesulitan
ekonomi), pada 1960-an, pasar modal juga tidak bisa menunjukkan aktivitas yang baik.
Catatan terakhir menunjukkan, pasar modal Indonesia mengalami masa pasang ketika
pembangunan ekonomi yang dilakukan sejak Orde Baru mulai menunjukkan hasil pada
dilanda krisis moneter yang menyebabkan pasar modal juga terkena imbasnya. Puncak
angka indeks mencapai 700-an harus terjun bebas menjadi 200-an.( Sawidji Widoatmojo,
2009)
a. Era Penjajahan
Dalam usaha mengembangkan perekonomian, pemerintah kolonial belanda
sekitar awal abad 19 membangun perkebunan secara besar-besaran di tanah jajahan
Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah
dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk
pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar
modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal
di Batavia (Jakarta) yang diberi nama Vereniging Voor de Effectenhandel (bursa efek),
dan sekaligus memulai perdagangan efek pada tanggal 14 Desember 1912.
Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu :
a. Fa. Dunlop & Kolf
b. Fa. Gijselman & Steup
c. Fa. Monod & Co
4. Fa. Adree Witansi & Co
5. Fa. A.W. Deeleman
6. Fa. H. Jul Joostensz
7. Fa. Jeannette Walen
8. Fa. Wiekert & V.D. Linden
10. Wieckert & V.D. Linden
11. Fa. Vermeys & Co
12. Fa. Cruyff
13. Fa. Gebroeders.
Sedangkan efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/
perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah
(propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang
diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda
lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat, menarik minat masyarakat
kota lainnya. Untuk menampung minat itu, maka perlu untuk membuka bursa efek yang
baru. Pada tanggal 11 januari 1925, kota Surabaya resmi menyelenggarakan perdagangan
efek. Kemudian pada tanggal 1 agustus 1925, dibuka pula bursa efek Semarang. Ketika
Perang Dunia II berkecamuk, kegiatan perdagangan efek di Jakarta, Surabaya, dan
Semarang ditutup pada tanggal 10 Mei 1940. Penutupan bursa efek di ketiga kota tersebut
sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula
pada penutupan kantor kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja para pegawainya.
Ini mengakibatkan perusahaan dan perseorangan Belanda kurang berhasrat untuk
menanam modal di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya perang Dunia II menandai
berakhirnya aktivitas pasar modal Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Sampai
terakhir, tercatat emisi efek di Indonesia sudah mencapai NIF 1,4 milyar yang berasal
dari 250 macam efek.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 september 1951
dikeluarkan Undang-Undang Darurat no.12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang
no. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui keputusan Menteri keuangan No.
289737/U.U. tanggal 1 nopember 1951, Bursa Efek jakarta (BEJ) akhirnya dibuka
kembali pada tanggal 3 Juni 1952.
Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang
sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk
mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar
modal di Jakarta lri ke luar negeri.
Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke Perserikatan Perdagangan
Uang dan Efek-Efek (P.P.U.E) sebagai anggota kehormatan. Bursa efek ini berkembang
dengan cukup baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah
obligasi oleh perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank
Pembangunan Indonesia. Penjualan obligasi semakin meningkat dengan dikeluarkannya
obligasi pemerintah melalui Bank Industri negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Karena
adanya engketa antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua bisnis
Belanda dinasionaliasikan melalui Undang-Undang Nasionalisasi No.86 tahun 1958.
Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari tanah Indonesia. Akibatnya
mulai tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak diperdagangkan
lagi di bursa efek Jakarta. Sejak itu aktivitas di Bursa Efek Jakarta semakin menurun.
c. Era Orde Baru
Bursa Efek Jakarta dikatakan aktif kembali pada tahun 1977 dalam periode orde