• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

RUDIANSYAH PULUNGAN

097011004/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUDIANSYAH PULUNGAN

097011004/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

Nama : RUDIANSYAH PULUNGAN

Nim : 097011004

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : STATUS PENGUASAAN TANAH TIMBUL

(AANSLIBBING) DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :RUDIANSYAH PULUNGAN

(6)

Pertanahan Indonesia belum ada ditemukan ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang penguasaannya. Untuk mengkaji lebih dalam tentang penguasaan atas tanah timbul menurut kebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, status penguasaan atas tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, dan langkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris (sosiologis), yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat kepada aspek penerapan hukum itu sendiri ditengah masyarakat, ataupun suatu kajian mengenai perilaku masyarakat yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, akan dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif yaitu pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk

memberikan gambaran jelas jawaban atas permasalahan yang ada. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata terjadinya penguasaan atas tanah timbul menurut kebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, sama halnya dengan pembukaan lahan baru. Namun dalam pelaksanaan pembukaan tanah timbul tersebut, ada suatu kebiasaan dimana orang (warga desa) yang memiliki tanah yang berbatasan secara langsung dengan tanah timbul adalah pihak yang diprioritaskan untuk mengerjakan dan mengusahai tanah timbul tersebut. Status penguasaan atas tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu sampai saat ini masih berdasarkan hukum adat/kebiasaan setempat, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya warga masyarakat yang memperoleh izin secara langsung dari aparat pemerintah yang berwenang untuk itu yaitu Kepala Kantor Pertanahan setempat. Adapun angkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu sama halnya dengan permohonan hak atas tanah negara pada umumnya, yaitu dengan mengajukan permohonan hak kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat, namun untuk tanah timbul yang baru terjadi harus terlebih dahulu memperoleh izin dan persetujuan dari Kepala Daerah setelah dilakukannya kajian mengenai batas ruas sungai baru oleh tim atau instansi teknis yang dibentuk oleh kepala daerah setempat untuk itu.

(7)

the naturally emerging land has not yet found in the Indonesian Agrarian Law. The purpose of this study was to examine more about the control over the naturally emerging land according to the customs of local communities, the status of the control over the naturally emerging land, and the steps taken to acquire the right to land related to the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District.

This empirical (sociological) juridical study looked at the aspect of legal application in the society or the communities’ behavior generated due to the interaction conducted based on the existing norm system. The data obtained were qualitatively analyzed to provide a clear description on the answer to the problems studied. To draw a conclusion, the result of this data analysis was process through deductive method.

The result of this study showed that according to the customs of local communities, the incident of the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District is the same as that of clearing a new land. But in the process of clearing the naturally emerging land is based on local tradition in which the villager owning the land directly adjacent to the naturally emerging land is the one who is prioritized to work on and control the naturally emerging land. Up to now, the status of the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District is still based on adat law/local customs. The evidence is that there is no villager who obtains permit directly from the Head of Local Land Office as the government official who is authorized to issue the permit. The steps taken or procedures done to acquire the right to land related to the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District are the same as those done when applying for the right to state land in general which is to apply for the right to land to the Head of Local Land Office, but, for the newly emerging land, a permit and approval issued by the Head of District after the team or technical agency established by the Head of District conducted a study on the limit of new river segments is needed.

(8)

PENGUASAAN TANAH TIMBUL (AANSLIBBING) DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU”

Penulisan Tesis inimerupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi

untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan dalam bidang ilmu Kenotariatan pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam Kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.AK selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, M.S, C.N, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan, sekaligus Pembimbing Utama yang dengan penuh

perhatian memberikan bimbingan dan saran kepada penulis, serta telah menjadi

orang tua kami selama menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan, sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan

kritik dan masukan yang sangat berharga dan membangun bagi penulis, baik dari

awal hingga akhir dari penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang

telah dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, masukan dan saran

kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku Dosen Pembimbing yang telah

dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada

(9)

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.

Dalam kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada seluruh warga Desa Teluk Erong danaparat Pemerintahan di Kecamatan

Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, yang telah iklas memberikan

bantuan kepadapenulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis

menyadari bahwa tanpa bantuan mereka, penulisan tesis ini mustahil dapat

diselesaikan. Disini penulis ucapkan terimakasih yang tulus kepadaBapak Abdul

Roni,Bapak Hilman Bahri, S.Sos, Bapak Rajial Anwar, S.Sos, Bapak Encik

Suherman, S.Sos, Bapak Dedi Putra, dan Bapak Sumadi.

Secara khusus, dari lubuk hati yang terdalam,penulisucapkan terimakasih

yang tak terhingga kepada:

1. Ayahanda tercinta Alm. H. Roil Pulungan dan Ibunda tercinta Almh. Hj.

Doriamas Batubarayang merupakan penuntunsekaligusmotivator terbaik dalam

hidup penulis.

2. Nenekku tersayang, Hj. Nurhaimah Lubis, yang telah membesarkan, mendidik,

menyayangi dengan penuh cinta, kasih dan ketulusan yang mungkin tidak dapat

terbalaskan.

3. Abangku tersayang, Madronuddin Pulungan dan Aminuddin Pulungan, yang

telah tulus memberi kasih sayang, semangat dan dukungan demi

terwujudnyacita-cita penulis.

4. Paman dan Ibundakutercinta, Indra Ali Akbar dan Hj. Siti Amran Batubara, yang

tidak pernah berhenti dengan tulus memberikan perhatian, cinta,kasih sayang,

dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.

5. Adik-adikku tersayang, Ade Irma Suryani, Indrasyah, Ade Sinta Suryani, Ragil

(10)

motivasiterutama pada saat penulis melaksanakan penelitian ini.

8. Keluarga Besar Mahasiswa Program Magister Kenotarian, Fakultas

HukumUniversitas Sumatera Utara,Sahabat dan rekan-rekan penulis semuanya

:Doni Kartien, Pudio Yunanto, J.E Melky Purba, Dikko Amar, Buchler Tarigan,

Rahmat Setiadi, Abi Yaser Handito, Magdalena Simarmata, Putri Rizky Syawal,

Nina Agraini, Olifia, Tessy, Marjan, Sari Fitri Daulay, Inez, dan semua sahabat

penulis yangtidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah

diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar

selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.

Akhirnya, semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri dan juga semua pihak dan

kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang

ilmu Kenotariatan.

Medan, Januari 2013

Penulis

(11)

A. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Rudiansyah Pulungan

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 16 Agustus 1985

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Nama Ayah : Alm. H. Roil Pulungan

Nama Ibu : Almh. Hj. Doriamas Batubara

Email : rudi_pulungan@yahoo.co.id

B. PENDIDIKAN

1992 – 1998 : SDN 15 Padangsidimpuan

1998 – 2001 : SLTPN 1 Padangsidimpuan

2001 – 2004 : SMA NU Padangsidimpuan

2004 – 2009 : Strata satu (S1) Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Tapanuli Selatan

2009 – 2013 : Strata dua (S2) Magister Kenotariatan Universitas

(12)

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SINGKATAN... x

DAFTAR ISTILAH... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi... 23

G. Metode Penelitian... 24

1. Jenis Dan Sifat Penelitian ... 24

2. Lokasi Penelitian... 25

3. Sumber Data... 25

4. Alat Pengumpulan Data ... 28

(13)

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

B. Istilah dan Pengertian Tanah Timbul ... 41

C. Penguasaan Tanah Timbul Menurut Kebiasaan Masyarakat di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu ... 43

BAB III STATUS PENGUASAN TANAH TIMBUL DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU... 51

A. Undang-Undang Pokok Agraria Sebagai Dasar Hukum Tanah Nasional... 51

1. Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah ... 55

2. Hak Menguasai Dari Negara Atas Tanah... 56

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ... 59

4. Hak Perseorangan Atas Tanah ... 61

B. Pengaturan Hukum Mengenai Status Tanah Timbul ... 63

1. Tanah Timbul Dalam Persepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat/Kebiasaan ... 64

2. Tanah Timbul Dalam Persepsi Hukum Tanah Nasional. 68 3. Tanah Timbul Dalam Persepsi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai 70 C. Status Penguasaan Tanah Timbul Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu ... 75

BAB IV LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DI TEMPUH UNTUK MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH TERKAIT PENGUASAAN TANAH TIMBUL... 78

(14)

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran... 111

DAFTAR PUSTAKA... 113

(15)

BW : Burgerlijk Wetboek

HAN : Hukum Agraria Nasional

HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

HM : Hak Milik

HMN : Hak Menguasai Negara

HP : Hak Pakai

HTN : Hukum Tanah Nasional

HPL : Hak Pengelolaan

HSUB : Hak Sewa Untuk Bangunan

Kepres : Keputusan Presiden

Kepmen : Keputusan Menteri

LNRI : Lembaran Negara Republik Indonesia

MA : Mahkamah Agung

Pemda : Pemerintahan Daerah

Perda : Peraturan Derah

Permen : Peraturan Menteri

Permen Agraria : Peraturan Menteri Agraria

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri

(16)

PP : Peraturan Pemerintah

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

RT : Rukun Tetangga

RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah

RUU : Rancangan Undang-undang

SE : Surat Edaran

SKPH : Surat Keputusan Pemberian Hak

SKPT : Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

TLNRI : Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

UU : Undang-undang

UUD : Undang-undang Dasar

(17)

Tanah timbul : Tanah atau daratan yang muncul akibat adanya peristiwa alam. Dimana akibat adanya peristiwa alam tersebut seperti banjir, longsor, meletusnya

gunung berapi, mengakibatkan terbentuknya

dataran baru.

Aluvium : Lempung, pasir halus, pasir, kerikil, atau butir

batuan lain yang terendapkan oleh air mengalir (banjir, arus sungai, arus laut).

Topografi : Kajian atau penguraian yang terperinci tentang

keadaan muka bumi pada suatu daerah.

Sedimentasi : Pengendapan lumpur ditepi pantai, sungai, dan

danau.

Sedimentelogi : Ilmu yang mempelajari tentang terjadinya

pengendapan.

Eksplisit : Diuraikan secara jelas atau tegas.

Implisit : Tidak diuraikan secara jelas atau tegas.

Delta : Tanah endapan berbentuk segitiga di muara

sungai, atau tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai.

Juncto : Berhubungan dengan, atau bertalian dengan.

(18)

relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan.

Sempadan Sungai : Garis maya tepi kanan dan kiri aliran sungai.

Tanah timbul endapan tua : Tanah timbul yang telah lama keberadaannya atau

dapat juga dikatakan bahwa tanah timbul jenis ini sudah stabil (bentuk maupun luasnya sudah tetap dan tidak berubah).

Tanah timbul endapan muda : Tanah timbul yang baru muncul atau dapat juga

(19)

Gambar 1. : Tanah Timbul (Endapan Tua) Serta Contoh Penanda Batas Lahan di Desa Teluk Erong Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu ... 47

Gambar 2 : Tanah Timbul (Endapan Tua) Serta Contoh Penanda Batas

Lahan di Desa Teluk Erong Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu ... 48

Gambar 3 : Tanah Timbul (Endapan Tua) Yang Dijadikan Tambak dan

Lahan Pertanian di Desa Teluk Erong Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu... 49

Gambar 4 : Garis Sempadan Sungai Tidak Bertanggul... 73

Gambar 5 : Garis Sempadan Sungai Bertanggul ... 74

Gambar 6 : Tanah Timbul Endapan Muda di Desa Teluk Erong

(20)

Pertanahan Indonesia belum ada ditemukan ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang penguasaannya. Untuk mengkaji lebih dalam tentang penguasaan atas tanah timbul menurut kebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, status penguasaan atas tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, dan langkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris (sosiologis), yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat kepada aspek penerapan hukum itu sendiri ditengah masyarakat, ataupun suatu kajian mengenai perilaku masyarakat yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, akan dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif yaitu pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk

memberikan gambaran jelas jawaban atas permasalahan yang ada. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata terjadinya penguasaan atas tanah timbul menurut kebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, sama halnya dengan pembukaan lahan baru. Namun dalam pelaksanaan pembukaan tanah timbul tersebut, ada suatu kebiasaan dimana orang (warga desa) yang memiliki tanah yang berbatasan secara langsung dengan tanah timbul adalah pihak yang diprioritaskan untuk mengerjakan dan mengusahai tanah timbul tersebut. Status penguasaan atas tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu sampai saat ini masih berdasarkan hukum adat/kebiasaan setempat, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya warga masyarakat yang memperoleh izin secara langsung dari aparat pemerintah yang berwenang untuk itu yaitu Kepala Kantor Pertanahan setempat. Adapun angkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu sama halnya dengan permohonan hak atas tanah negara pada umumnya, yaitu dengan mengajukan permohonan hak kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat, namun untuk tanah timbul yang baru terjadi harus terlebih dahulu memperoleh izin dan persetujuan dari Kepala Daerah setelah dilakukannya kajian mengenai batas ruas sungai baru oleh tim atau instansi teknis yang dibentuk oleh kepala daerah setempat untuk itu.

(21)

the naturally emerging land has not yet found in the Indonesian Agrarian Law. The purpose of this study was to examine more about the control over the naturally emerging land according to the customs of local communities, the status of the control over the naturally emerging land, and the steps taken to acquire the right to land related to the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District.

This empirical (sociological) juridical study looked at the aspect of legal application in the society or the communities’ behavior generated due to the interaction conducted based on the existing norm system. The data obtained were qualitatively analyzed to provide a clear description on the answer to the problems studied. To draw a conclusion, the result of this data analysis was process through deductive method.

The result of this study showed that according to the customs of local communities, the incident of the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District is the same as that of clearing a new land. But in the process of clearing the naturally emerging land is based on local tradition in which the villager owning the land directly adjacent to the naturally emerging land is the one who is prioritized to work on and control the naturally emerging land. Up to now, the status of the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District is still based on adat law/local customs. The evidence is that there is no villager who obtains permit directly from the Head of Local Land Office as the government official who is authorized to issue the permit. The steps taken or procedures done to acquire the right to land related to the control over the naturally emerging land in Rengat Subdistrict, Indragiri Hulu District are the same as those done when applying for the right to state land in general which is to apply for the right to land to the Head of Local Land Office, but, for the newly emerging land, a permit and approval issued by the Head of District after the team or technical agency established by the Head of District conducted a study on the limit of new river segments is needed.

(22)

A. Latar Belakang

Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia,

terlebih lagi dilingkungan masyarakat Indonesia yang sebagian besar penduduknya

menggantungkan kehidupan dari tanah. Selain tempat pemukimam tanah merupakan

sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usahatani, tambak

dan perkebunan.

Bagi kehidupan manusiatanah mengandung makna yang multidimensional.

Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat

mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi

seseorang dalam pengambilan keputusanmasyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya,

tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah

bermakna sakral, dimana setiap akhir hayat manusia akan kembali kepada tanah.1

Pembukaan tanah di suatu tempat tertentu merupakan awal dari lahirnya

kepemilikan tanah bagi individu atau kelompok, yang menurut hukum adat

pembukaan tanah tersebut diawali dengan pemberitahuan kepada persekutuan hukum

dan diberi tanda dan batas tertentu.2Selanjutnya tanah yang dibuka tersebut dijadikan

sebagai tempat berusaha dan atau di atasnya dibangun tempat tinggal yang dikuasai

1 Heru Nugroho, 2001, Menggugat Kekuasaan Negara, Muhammadiyah University Press,

Surakarta, hlm.237.

2 Mukhtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika,

(23)

oleh masing-masing orang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, hingga

penguasaan tanah tersebut berlangsung secara terus menerus dan bahkan turun

temurun.

Penguasaan tanah yang dilakukan secara terus menerus akan

menimbulkanhubungan nyata antara manusia dengan tanah, sehingga dapat dikatakan

bahwa hubungan dan tindakan pengolahan nyata atas tanah adalah unsur utama

lahirnya hak atas tanah. Berdasarkan penguasaan dan tindakan pengolahan nyata atas

tanah secara berkesinambungan tersebut, maka akan menimbulkan hubungan hukum

dengan tanah yang ditempati dan diusahakannya, kemudian hubungan hukum

tersebut diakui oleh penguasa atau pemerintah setempat yang ditandai dengan

pengakuan secara tertulis maupun secara lisan.

Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah

akan menjadi bertambah penting, sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah

penduduk yang semuanya memerlukan tanah. Karena pentingnya tanah dalam

kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan antara

manusia, hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah,

sementara itu persediaan tanah relatif tetap.

Namun adakalanya di beberapa tempat tertentu, seperti di tepi pantai, sungai,

dan danau, karena peristiwa alam, membuat bidang tanah pada lokasi tersebut

menjadi bertambah luasnya. Pertambahan luas tanah tersebut disebabkan karena

adanya erosi tanah di hulu sungai yang kemudian hanyut terbawa arus sungai.

(24)

aliran sungai, dan sebagian lagi terus ke muara sungai yang bersangkutan. Maka

secara tidak langsung, akibat proses yang demikian berulang terjadi akan membuat

endapan lumpur tersebut meluas dan meninggi, sehingga pada akhirnya membentuk

sebuah daratan baru yang dikenal dengan sebutan tanah timbul(aanslibbing).

Tanah timbul merupakan suatu karunia yang sangat berharga bagi mereka

masyarakat yang bertempat tinggal (bermukim) di sekitar pantai ataupun sungai

tersebut, khususnya bagi mereka warga masyarakat yang berekonomi lemah yang

mencari nafkah sebagai petani, karena sebagai sumber daya alam baru, tanah timbul

merupakan daratan yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk usaha pertanian,

tambak, dan bahkan dapat dijadikan tempat untuk mendirikan bangunan sebagai

tempat tinggal.

Pada prinsipnya unifikasi hukum pertanahan di Indonesia telah terwujud,

yaitu dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960,

(Lembaran Negara 1960-104), yang merupakan peraturan dasar pertanahan Indonesia

yang dibentuk berdasarkan Hukum Adat, yaitu untuk melaksanakan amanah Pasal 33

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), agar bumi, air, dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

(25)

Kemudian hak menguasai oleh negara sebagaimana tersebut diatas lebih lanjut

dituangkan dalam UUPA, yang menyatakan bahwa hak menguasai tersebut memberi

wewenanag kepada negara untuk:3

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Wewenang pada hak menguasai dari negara sebagaimana tersebut diatas

digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,

kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang

merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Maka berdasarkan wewenang tersebut, negara

dapat menentukan bermacam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan

dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama serta badan hukum.

Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud merupakan hak untuk mempergunakan

tanah yang bersangkutan.4

Namun persoalan hukum muncul ketika penguasaan dan kepemilikan bersifat

faktual tersebut dihadapkan dengan ketentuan hukum secara yuridis formal, dimana

3 Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

4 Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

(26)

kepemilikan yang terjadi menurut hukum adat/kebiasaan, belum tentu mendapat

kepastian hak atas tanah berdasarkan ketentuan hukum formal, bahkan penguasaan

tersebut bisa jadi suatu perbuatan yang menyalahi atau bertentangan menurut hukum

formal.

Sebagai daratan baru, apa yang dimaksud tanah timbul (aanslibbing)

sebenarnya secara eksplisit pengaturannya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal

584 juncto 589 KUHPerdata (BW) yang pada intinya menyatakan bahwa tanah

timbul adalah “milik” yang menguntungkan sekalian pihak yang memiliki tanah

dipertepian aliran sungai tersebut,yaitu atas dasar perlekatan (natrekking).

Namun demikian, apa yang tertuang dalam pasal KUHPerdata

tersebutberbedadengan persepsi hukum adat/kebiasaan rakyat Indonesia. Dimana

dalam persepsi Hukum Adat tidak mengenal dan menggunakan asas perlekatan

sebagai dasar pemilikan atas tanah. Dan sejalan dengan itu, atas dasar angka 4

Konsideran Memutuskan UUPA dengan tegas telah mencabut seluruh ketentuan yang

termuat dalam Buku II KUHPerdata,yaitu sepanjang yang mengenai bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Tetapi sejak dicabutnya Buku II KUHPerdata dan diberlakukannya UUPA serta

berbagai peraturan perundang-undangan sektoral lainnya, baik bersifat pelaksana maupun

berupa kebijakan dari pemerintah, sampai sekaranag tidak ada ditemukan aturan yang

tegastentang keberadaan tanah timbul, melainkan hanya suatu pernyataan bahwa “tanah

(27)

surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh negara”,5 tanpa ada suatu

pemaparan yang tegas tentang hak-hak masyarakat didalamnya.

Sejalan dengan apa yang telah uraikan diatas, lokasi yang dipilih untuk

melakukan penelitian ini adalah di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu,

Provinsi Riau,tepatnya disebuah desa bernama Teluk Erong yang posisinya terletak di

daerah aliran sungai Indragiri, dimana sebagian luas tanah desa ini adalah merupakan

tanah timbul dengan cakupan luas mencapai + 15 ha (lima belas hektar), dan seiring

waktu luas tanah timbul di desa inipun terus bertambah, dimana dalam kurun waktu 5

tahun terakhir kemunculan tanah timbul diperkirakan mencapai 4 ha (empat hektar).

Sebagai fenomena hukum, sangat menarik untuk dikaji sistem penguasaan dan

pemilikan tanahtimbul menurut budaya atau hukum adat/kebiasaan masyarakat

tersebut, demikian juga pengaturan terkait tanah timbul dalam perundang-undangan

besertalangkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh hak atas tanah

terkait penguasaannya. Oleh karena itu, maka diajukan penelitian dengan judul tesis:

“Status Penguasaan Tanah timbul (aanslibbing) di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.” Sehingga nanti diharapkan diperoleh jawaban yang bermanfaat dan berguna untuk pengembangan ilmu hukum khususnya dibidang

hukum pertanahan.

B. Perumusan Masalah

5Pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2004 tentang

(28)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Bagaimanapenguasaan dan kepemilikan atas tanah timbul menurut kebiasaan

masyarakat di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu?

2. Bagaimanastatus penguasaan atas tanah timbul di Kecamatan Rengat, Kabupaten

Indragiri Hulu?

3. Bagaimana langkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait

penguasaan tanah timbuldi Kecamatan Rengat,Kabupaten Indragiri Hulu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan

dibidang hukum agraria khususnya dibidang pertanahan, sehingga dapat memberi

penjelasan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui terjadinya penguasaan dan kepemilikan tanah timbul

menurutkebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu.

2. Untuk mengetahui status penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat,

Kabupaten Indragiri Hulu.

3. Untuk mengetahui langkah-langkah untuk memperoleh hak atas tanah terkait

penguasaan tanah timbul di Kecamatan Rengat,Kabupaten Indragiri Hulu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

(29)

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya hukum pertanahan.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan bagi praktisi,

pemerintah, maupun masyarakat terkait dengan penguasan tanah timbul,

khususnya di Kecamatan Rengat,Kabupaten Indragiri Hulu.

E. Keaslian Penelitian

Setelah dilakukan pengamatan terhadap Tesis dan Disertasi yang ada

diperpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, sepanjang yang

diketahuibelum ada suatu penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Pasca Sarjana

ataupunorang lain yang membahas tentang “Status Penguasaan Tanah Timbul

(Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu”.Akan tetapi ada

beberapa penelitian yang antara lain:

1. Afnansyah, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, yang

berjudul: “Pelaksanaan Sosialisasi Program Redistribusi Tanah Obyek

Pengaturan Penguasaan Tanah/ Landreform Di Kecamatan Sei Bingei,

Kabupaten Langkat”, dengan pokok permasahan sebagai berikut:

1) Mengapa masyarakat Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat banyak yang

belum mengetahui Program Redistribusi Tanah Obyek Pengaturan

(30)

2) Hal-hal apa saja yang perlu disosialisasikan tentang Program Redistribusi

Tanah Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/ Landreform di Kecamatan Sei

Bingei?

3) Apa faktor penghambat dan upaya apa yang harus ditempuh agar sosialisasi

Program Redistribusi Tanah Obyek Landreform dapat berjalan dengan lancar

di Kecamatan Sei Bingei?

2. Nur Afni Damanik, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera

Utara, yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Penguasaan Tanah Tanpa Hak Oleh

Masyarakat: Studi Pada Penguasaan Tanah Aset PT. Kereta Api di Pancur Batu”,

dengan pokok permasahan sebagai berikut:

1) Bagaimana timbulnya penguasaan tanah tanpa hak oleh masyarakat pada

tanah Aset PT. Kereta Api di Pancur Batu?

2) Bagaimanaakibat hukum jika terjadi penguasaan tanah tanpa hak yang

dilakukan oleh masyarakat di Pancur Batu?

3) Bagaimana Perlindungan Hukum bagi masyarakat yang menduduki tanah

Aset PT. Kereta Api di Pancur Batu yang tidak dapat membuktikan alas

haknya?

3. Juliani Libertina Nasution, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Universitas

Sumatera Utara, yang berjudul: “Hak Kepemilikan dan Penguasaan Atas Tanah

di Wilayah Pulau Batam (Studi: Di Pulau Sekikir dan Pulau Bulat)”, dengan

(31)

1) Bagaimana pola kepemilikan dan penguasaan tanah pada pulau-pulau di

wilayah Kepulauan Batam?

2) Bagaimana Pelaksanaan penggunaan tanah pada pulau-pulau di wilayah

Kepulauan Batam?

3) Apakah ada perlindungan hukum terhadap kepemilikan dan penguasaan tanah

di pulau-pulau di wilayah Kepulauan Batam tersebut?

Dengan demikian penelitian ini benar-benar asli,baik dari segi substansi

maupun dari segi permasalahan.Sehingga dengan demikian penelitian inibukan hasil

ciplakan dari penelitian atau penulisan orang lain dan dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,

teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman

mengenai suatu fenomena atau teori merupakan simpulan dari rangkaian berbagai

fenomena menjadi sebuah penjelasan.6Kerangka teori merupakan landasan dari teori

atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari

permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran

6Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

(32)

atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak

disetujui.7

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Friedrich von

Savigny dari mazhab sejarah.Menurut von Savigny bahwa hukum merupakan

pencerminan dari jiwa bangsa (volksgeist). Jiwa (semangat) bangsa menjelma dalam

bahasa, adat kebiasaan, susunan ketatanegaraan, dan hukum bangsa itu. Mazhab ini

menolak pengagungan terhadap akal (rasio) manusia. Hukum tidak dibuat, melainkan

diteruskan dalam masyarakat. Hukum hanyalah cerminan darivolkgeist.Oleh karena

itu, hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam rahim volkgeist, harus

dipandang sebagai hukum kehidupan sejati.8

Selanjutnya menurut Savigny, hukum timbul bukan karena perintah penguasa,

tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa (Volkgeist) itu

menjadi sumber hukum. Ia juga mengingatkan bahwa untuk membangun hukum,

studi terhadap sejarah suatu bangsa mutlak perlu dilakukan.9

Kemudian di lain pihak, Puchta salah seorang murid von Savigny menguatkan

pendapat tersebut dengan menyatakan:

Hukum berasaskan pada keyakinan bangsa, baik menurut isinya maupun menurut ikatan materiilnya. Artinya, hukum timbul dan berlaku karena terikat pada jiwa bangsa. Timbulnya hal itu dalam tiga bentuk. Hukum timbul dari jiwa bangsa secara langsung dalam pelaksanaannya (dalam adat istiadatorang-orang), secara tidak langsung hukum timbul dari jiwa bangsa dari

undang-7M.Solly Lubis,1994,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju,Bandung, hlm.80. 8Ishaq, 2009,Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.202.

(33)

undang (yang dibentuk oleh negara) dan melalui ilmu pengetahuan hukum (yang merupakan karya ahli hukum).10

Sebagaimana dikutip oleh Ishaq, W. Freidmann menjelaskan bahwa

pokok-pokok ajaran mazhab sejarah yang diuraikan Savigny dan beberapa pengikutnya

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hukum ditemukan, tidak dibuat. Ada pandangan yang pesimistis tentang pandangan manusia. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dengan adat kebiasaan.

2. Karena hukum berkembang dari hubungan hukum yang mudah dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern. Kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum, yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis. Ahli hukum tetap merupakan suatu organ kesadaran umum, terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa yang ia temukan sebagai bahan mentah perundang-undangan menyusul pada tingkat akhir. Oleh karena itu, ahli hukum sebagai badang pembuat undang-undang relatif lebih penting dari pada pembuat undang-undang itu sendiri.

3. Undang-undang tidak berlaku atau dapat diterapkan secara universal. Setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaannya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat dan konstitusi yang khas. Savigny menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar. Juga tidak dapat diterapkan pada masyarakat dan daerah lain. Volksgeist dapat dilihat dalam hukumnya, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti evolusi Volksgeist melalui penelitian hukum sepanjang sejarah.11

Sejalan dengan apa yang disampaikan diatas, pada tanggal 24 September

1960, Indonesia telah berhasil mewujudkan cita-citanya, yaitudengan mengahapuskan

hukum agraria kolonial dan menggantikannya dengan hukum agraria nasional yang

berlandaskan kepada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945),

(34)

yaituUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (UUPA).

Dengan demikian kesatuan hukum agraria telah tercapai secara nasional yang

mana ketentuan yang berlaku atasnya didasarkan pada hukum adat, yang berarti

hukum adat menduduki posisi yang sentral didalam hukum agraria nasional. Hal

tersebut dapat kita lihat pada rumusan Pasal 5 UUPA yang berbunyi:

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”

Selain sebagai sumber utama dalam pembentukan hukum agraria nasional,

hukum adat berfungsi sebagai pelengkap. Hal tersebut untuk mengatasi agar tidak

terjadi kekosongan hukum. Berfungsinya hukum adat sebagai pelengkap hukum

tanah nasional yang tertulis, artinya jika sesuatu soal belum atau belum lengkap

mendapat pengaturan dalam hukum tanah yang tertulis maka yang berlaku

terhadapnya adalah ketentuan hukum adat.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 58 UUPA, bahwa “selama

peraturan pelaksanaan undang-undang ini belumterbentuk, maka

peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak-hak atas tanah, yang ada pada

(35)

Dengan lahirnya UUPA maka telah melahirkan beberapa ketentuan yang

mengatur hubungan antara negara dengan masyarakat bangsa Indonesia atas bumi,

air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan umum UUPA sebagai berikut:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria Nasional yang akan

merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi

Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan

makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesadaran dalam

hukum pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Selanjutnyakembali kepada pokok pembahasan dalam tesis ini. Sebagai

hukum agraria nasional, di dalam UUPA tidak ada ditemukan pengaturan yang

mengatur secara eksplisit (tegas) terkaitmengenai tanah timbul. Namun demikian,

secara implisit (tidak tegas) sebagaimana termuat dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA yang

menyatakan “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasardan

hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

Negara....”.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

(36)

Reklamasi, tanah timbul adalah merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh

negara. Sebagaimana termuat dalam angka 3 Surat Edaran Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-1293 tersebut, yang

menyatakan bahwa:

“Tanah-tanah timbul secara alami seperti delta, tanah pantai, tepi danau/situ, endapan tepi sungai, pulau timbul dan tanah timbul secara alami lainnya dinyatakan sebagai tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Selanjutnya penguasaan/pe-milikan serta penggunaannya diatur oleh Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku”.

Selanjutnya pernyataan tanah timbul sebagai tanah yang dikuasai langsung

oleh negara juga dapat lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004

tentang Penatagunaan Tanah. Dimana dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini

dinyatakan bahwa: “Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di

wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai

langsung oleh negara”

Berkaitan dengan hal di atas, UUPA memberi pengertian bahwa dikuasai

bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian memberi kewenangan kepada

negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu, untuk tingkatan

tertinggi:12

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaannya;

12Penjelasan Umum angka II, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

(37)

b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi,

air, dan ruang angkasa itu;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 4

ayat (1) dan (2) UUPA, dapat disimpulkan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat,atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana dimaksud

maka ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut

tanah (dalam hal ini termasuk tanah timbul), hak-hak tanah yang dimaksud adalah

memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan.

Adapun macam-macam hak-hak atas tanah tersebut dapat dilihat dalam Pasal

16 ayat (1) UUPA, yaitu sebagai berikut:

a. Hak milik g. Hak memungut hasil hutan,

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Sejalan dengan urain pasal di atas, dapatlah diketahui bahwa tanah-tanah yang

tidak dilekati dengan suatu hak, yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,

(38)

tanah merupakan tanah negara.Menurut Herman Hermitsebagaimana dikutip Sunahan

Yosua,bahwa tanah negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu tanah negara

bebas dan tanah negara tidak bebas. Tanah negara bebas adalah tanah negara yang

langsung di bawah penguasaan negara, yang mana diatas tanah tersebut tidak ada

satupun hak yang dipunyai oleh pihak lain selain negara. Sedangkan tanah negara

tidak bebas adalah tanah negara yang diatasnya sudah ditumpangi oleh suatu hak

punya pihak lain.13

Kemudian dapat dilihat adanya batasan terhadap kebebasan masyarakat dalam

menguasai dan memanfaatkan tanah. Dimana penguasaannya dibatasi oleh hak

menguasai oleh negara, sedangkan pemanfaatannya dibatasi oleh kewenangan negara

yang mengatur dan menyelenggarakan peruntukan dan penggunaan tanah

tersebut.Sehingga dengan dasar pemikiran ini dapat dipahami bahwa setiap warga

negara Republik Indonesia dalam menggunakan dan memamfaatkan tanah haruslah

berdasarkan ketentuan atau peraturan hukum yang berlaku sebagai landasan yuridis,

sehingga tidak menyimpang dan melanggar hukum.

Lalusejauh mana Negara mengakui dan menghormati hak-hak penguasaan

dan kepemikan atas tanah (termasuk tanah timbul) yang lahir berdasarkan kebiasaan

masyarakat hukum adat yang mana secara tegasdalam Pasal 5 UUPA menyatakan

bahwa “...Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum

adat...”, yang mana selanjutnyadalamPasal 56 UUPA tersebut,menyatakan

13Sunahan Yosua, 2010, Hak Atas Tanah Timbul (aanslibbing) Dalam Sistem Hukum

(39)

bahwaapabila “...undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam Pasal 50

ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat

setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi

wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20...”Karena

sebagaimana telah disebutkan pada uraian sebelumnya, bahwa secara eksplisit (tegas)

di dalam UUPAtidak ada ditemukan aturan yang mengatur tentang tanah timbul

(aanslibbing).

Hal ini merupakan permasalahanyang dapat memicu konflik antara

masyarakat dengan pemerintah. Karena pada kenyataannya pangkal permasalahan

yang selalu muncul adalah pelaksanaan hak menguasai negara tersebut. Dimana

disatu pihak yaitu pemerintah sebagai pengemban tugas yang diberikan negara,

menyatakan bahwa semua tanah yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang tidak dilekati dengan suatu hak diatasnya dengan salah satu macam hak (hak

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara) sebagaimana

yang telah ditentukan dalam Pasal 16 UUPA, adalah merupakan tanah yang dikuasai

langsung oleh Negarayang berlandaskan kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Sementara itu di lain pihak masyarakat yang berada dalam suatu wilayah,

yang merupakan bagian dari keluruhan rakyat Indonesia yang turut serta memberikan

kuasa kepada negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaan

semua tanah di seluruh wilayah Indonesia, merasakan bahwa hak atas tanahnya telah

diingkari oleh negara yang secara langsung pelaksanaannya dijalankan oleh

(40)

Pengingkaran hak ini dirasakan oleh masyarakat (khususnya masyarakat tani

yang berekonomi lemah) karena minimnyapelaksanaan ataupun pengakuan terhadap

hak-hak persekutuan (ulayat) masyarakat maupun hak perseorangan (individu) atas

tanah yang lahir berdasarkan ketentuan hukum yang hidup dalam masyarakat itu

sendiri.

Selain itu masyarakat juga merasa bahwa berbagai kebijakan dan peraturan

perundang-undanganyang dikeluarkan oleh pemerintah pada kenyataannya tidak

melindungi hak-hak mereka atas tanah, bahkan berbagai kebijakan itu dinilai sebagai

rekayasa hukum yang lebih berpihak kepada investor. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya kasus sengketa pertanahan ditanah air, dimana masyarakat tani menggugat

kekuasaan negara yang tidak diketahui batasannya.

Hal ini merupakan persoalan hukum yang harus benar-benar diperhatikan,

karena yang namanya hak ulayat maupun hak perseorangan harusdiakui dan

dihormati sebagaimana ketentuan yang berlaku dalamperaturan perundang-undangan

di Negara Republik Indonesia. Berbagai peraturan sebagai dimaksud antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Terhadap hak ulayat masyarakat

1. Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang

menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

(41)

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria, yang merupakan payung hukum bagi hukum adat dan hak ulayat,

sebagaimana terlihat dalam konsiderannya “Berpendapat” huruf (a) bahwa

“...perlu adanya hukum agraria nasional yang berdasarkan atas hukum adat

tentang tanah,...dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada

hukum agama.” Selanjutnya di dalam Pasal 5 UUPA tersebut ditegaskan

bahwa “hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah

hukum adat,...”

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

5 Tahun 1999, tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat, yang mana dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun

1999 tersebut dinyatakan bahwa “pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada

kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang

bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.”

b. Terhadap hak perorangan (individu)

1. Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada Pasal 28H ayat (4) UUD 1945

tersebut yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mempunyai hak milik

pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh

siapapun.”

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu

(42)

a. Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi perkembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.

b. Tidak boleh seorangpun dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.

c. Hak milik mempunyai fungsi sosial. Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Ini berarti bahwa, setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi negara dan pemerintah untuk menghormati, mengakui, melindungi, membela dan menjamin hak asai manusia rakyatnya tanpa adanya diskriminasi.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok

Agraria, yaitu pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa “...warga

negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi,

air, dan ruang angkasa” selanjut pada ayat (2) dinyatakan bahwa “ ... baik

laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk

memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat hasilnya baik bagi diri

sendiri maupun keluarganya.” Hak atas tanah yang dimaksud adalah hak

sebagaimana disebut pada Pasal 16 UUPA ini. Maka dengan adanya hak

seseorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 16, berarti telah dilindungi dan

diakui oleh hukum Indonesia.

Dengan demikian, mengacu pada teori Carl von Savigny maka penerapan

prinsip mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan

keanekaragamannya sebagai suatu hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat

(43)

yang tumbuh atau yang hidup dalam masyarakat akan dapat berakibat hilangnya

unsur kebangsaan dalamnegara itu sendiri.

Sebagaimana Ida Nurlinda berpendapat bahwa keanekaragaman hukum

sebagai wujud dari pluralisme hukum harus dijadikan sebagai unsur yang akan

memperkuat bentuk sistem hukum nasional itu, dan bukan untuk dipertentangkan,

karna penyangkalan keberadaan hukum adat sebagai sistem hukum tanah selain

sistem hukum tanah nasional, hanya akan menambah jumlah konflik pertanahan yang

melibatkan masyarakat hukum adat.14

Dari permasalahan yang telah disebutkan, tesis ini berusaha mengkaji secara

mendalam berbagai hal yang berkaitan dengan masalah penguasaan atas tanah

khususnya penguasaan tanah timbul pada obyek penelitian di Kecamatan Rengat,

Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Memahami hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat tidaklah mungkin

dapat dilakukan tanpa pemahaman terhadap struktur dari masyarakat itu sendiri,

sebagaimana menurut Muhammad dalam Ida Nurlinda bahwa struktur masyarakat

menentukan sistem hukum yang berlaku pada masyarakat.15 Sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam memahami segala hubungan hukum dan peristiwa hukum

yang terjadi dilingkungan masyarakat, hendaknya terlebih dahulu dilakukan

pemahaman terhadap struktur hukum masyarakat itu sendiri.

14Ida Nurlinda, 2009,Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria, Perspektif Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta, hlm.122

(44)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.16

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok atau individu tertentu.17

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian inidapat

dijelaskansebagai berikut:

1. Status merupakan keadaan atau kedudukan orang ataupun badan hukum.

2. Penguasaan adalah kewenangan subjek hukum (orang/badan hukum) atas suatu

objek benda berupa tanah, dan/atau Penguasaan adalah hubungan yang nyata

antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.18

3. Tanah Timbul (aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul di tepi arus

sungai yang berbelok. Tanah ini berasal dari endapan lumpur yang makin

meninggi dan mengeras. Timbulnya tanah ini bukan karena kesengajaan dari

16Samadi Suryabrata,1998,Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.31. 17Burhan Ashshofa, 1996,Metodelogi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.19. 18Supriadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Menemukan Keadilan, kemanfaatan,

(45)

seseorang atau pemilik tanah yang berbatasan, melainkan terjadi secara

alamiah.19

4. Kecamatan Rengat adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten

Indragiri Hulu, sekaligus sebagaiIbu Kota Kabupaten Indragiri Hulu.

5. Kabupaten Indragiri Hulu adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi

Riau.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris (sosiologis), yaitu suatu penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara melihat kepada aspek penerapan hukum itu

sendiri ditengah masyarakat,20ataupun suatu kajian mengenai perilaku masyarakat

yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada.21

Penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifatdeskriptif maksudnya

dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang

permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta

yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab

permasalahan.22

Dari uraian diatas, maka penilitian ini berusaha mengkaji norma-norma

hukum yang hidup dalam kehidupan masyarakat, dan selanjutnya dihubungkan

19Urip Santoso, 2008,Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah. Kencana, Jakarta, hlm.94. 20Bambang Sungono, 2002,Metode Penelian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.89. 21Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad,Op.cit, hlm.51.

22 Sunaryati Hartono, 1994,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni,

(46)

dengan ketentuan hukum formal (hukum tertulis) yang ada kaitannya dengan tanah

timbul.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu,

Provinsi Riau, tepatnyaberada di Desa Teluk Erong.Adapun alasan dipilihnya lokasi

ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Bahwa sebagian luas dari desa ini merupakan tanah timbul(aanslibbing).

b. Bahwa disamping tanah timbul yang telah lama keberadaannya, kemunculan

tanah timbul di desa iniseiring waktu terus bertambah luasnya.

c. Bahwa penguasaan yang dilakukanmasyarakat terhadap tanah timbuldi desa ini

masih berdasarkankebiasaan setempat.

3. Sumber data

Untuk memperoleh data yang akurat dan objektif, maka dalam penelitian ini

dilakukan dua cara pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data

tersebut dapat diperoleh melalui:

a. Data Primer

Data primer ini diperoleh dengan cara mengadakan penelitian lapangan

yaitudengan mengadakan wawancara dengan bertanya secara langsung kepada

Informan, responden, dan para narasumber yang telah ditetapkan sebelumnya.

Metode wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, yaitu

(47)

pertanyaan, tetapi tetap berpegang pada pokok penting permasalahan yang sesuai

dengan tujuan penelitian.

Wawancara tidak terstruktur ini dimaksudkan agar memperoleh jawaban

spontan ataupun gambaran yang lugas tentang masalah yang diteliti. Sifat wawancara

yang dilakukan adalah wawancara terbuka, artinya wawancara ini dilakukan secara

tatap muka yang mana subjeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai

serta mengetahui maksud dan tujuan wawancara tersebutdilakukan.

Informan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Aparat Pemerintah Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu.

2. Aparat Pemerintah Desa Teluk Erong, Keluharan Kampung Dagang.

Selanjutnya responden yang dimaksud dalam penelitian adalah seluruh

populasi atau masyarakat Desa Teluk Erong baik yang menguasai maupun tidak

mengusai tanah timbul, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi diskriminasi atau

pembedaan yang bersifat memihak, sehingga jawaban yang diperoleh dapat diketahui

dan diakui kebenarannya. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini kurang lebih

sebanyak 130 orang, dengan dikepalai oleh 32 Kepala Keluarga.

Tetapi berhubung keterbatasan biaya dan waktu peneliti, sehingga tidak dapat

(48)

dengan menggunakan teknik Non random sampling, yaitu suatu cara menentukan

sampel dimana peneliti telah menentukan sendiri sampel dalam penelitiannya.23

Dengan menggunakan teknik Non random samplingini, maka

penelitidenganbantuan aparat pemerintahan desa setempat, menunjuk warga

masyarakat untuk dijadikan responden penelitian ini, yaitu:

a. 5 orang warga yang memiliki tanah timbul

b. 5 orang warga yang tidak memiliki tanah timbul

Sehingga dengan demikian, jawaban seluruh sampel yang dijadikan

responden, telah dapat mewakili jawaban seluruh populasi yang ada pada objek

penelitian.

Untuk melengkapi data penelitian yang diambil dari wawancara dari informan

dan responden, selanjutnya dilakukan wawancara dengan para narasumber yaitu

pejabat pemerintah yang ada kaitannya dengan masalah yang dimaksud dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Aparat PemerintahKantor PertanahanKabupaten Indragiri Hulu.

2. Aparat PemerintahDinas Pekerjaan UmumKabupaten Indragiri Hulu.

b. Datasekunder

1. Bahan hukum sekunder, yaituliteratur-literatur para ahli hukum, peraturan

perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan

dengan materi penelitian.

(49)

2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Seperti jurnal

hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan kamus hukum, surat kabar, internet,

serta makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini

diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara

sebagai berikut:

a. Wawancara,dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan dan

narasumberyang telah ditetapkan, dengan model wawancara langsung (tatap

muka), yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara yang sistematis,

tujuannya agar mendapat data yang mendalam dan lebih lengkap dan punya

kebenaran yang konkrit baik secara hukum maupun kenyataan yang ada di

lapangan.

b. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca,

mempelajari, meneliti, mengidenfikasi dan mengalisis data sekunder yang

berkaitan dengan materi penelitian.24Sehinggadata sekunder yang berkaitan

dengan penelitian dapat diperoleh dengan menghimpun data yang berasal dari

kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku atau

(50)

literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal maupun artikel-artikel yang

terdapat pada majalah-majalah maupun koran yang berhubungan dengan tanah

timbul.

5. Analisis Data.

Analisis data adalah merupakan kegiatan dalam penelitian untuk melakukan

kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori yang

telah ditetapkan sebelumnya.25 Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, akan

dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu pemaparan kembali dengan

kalimat yang sistematis untuk memberikan gambaran jelas jawaban atas

permasalahan yang ada. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan

menggunakan metode deduktif sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

(51)

BAB II

PENGUASAAN TANAH TIMBUL MENURUT KEBIASAAN MASYARAKAT DI DESA TELUK ERONG KECAMATAN RENGAT KABUPATEN

INDRAGIRI HULU

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Telok Erong adalah merupakan desa yang terletak di kawasan Sungai

Indragiriatau dikenaljuga dengan nama Sungai Batang Kuantan, yang secara

administratif pemerintahan desanya berada di Kelurahan Kampung Dagang,

Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu. Dimana pada awalnya, jauh sebelum

Republik Indonesia merdeka Teluk Erong adalah merupakan sebuah nama lahan

kosong berbentuk hutan yang kemudian masyarakat sekitar buka/garap dan dijadikan

sebagai lahan pertanian.

Namun seiring waktu, selain dijadikan sebagai lahan pertanian, daerah inijuga

dijadikan sebagai pemukiman oleh warga yang membuka daerah tersebut.

Adapunluas wilayah Desa Teluk Erongyaitu sekitar 0,35 km2 (35 hektar) yang

merupakan daerah dataran rendah dengan batas-batas sebagai berikut:26

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Hutan Desa Kampung Pulau.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Sungai Indragiri.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Kuantan Babu.

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Kampung Pulau.

26Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang,

(52)

Menurut keterangan Dedi Putra, asal usul nama atau sebutan Teluk Erong

pada lokasi tersebut dilatarbelakangi karena posisinya yang terletak di pinggiran laut.

Perkataan “laut” merupakan istilah keseharian masyarakat setempat dalam hal

mengucapkan sungai Indragiri yang melintas di desa ini. Hingga sampai sekarang

istilah “laut” merupakan bahasa sehari-hari masyarakat setempat dalam hal

menyatakan sungai Indragiri.27

Adapun jumlah wargayang bertempat tinggal di desa iniyaitu sebanyak 32

kepala keluarga dengan jumlah penduduk kurang lebih sebanyak 130 jiwa.

Keseluruhan masyarakat yang bertempat tinggal didesa ini adalah masyarakat asli

suku melayu rengat, menganut agama Islam, dan mencari nafkah dibidang usaha

pertanian, tambak, dan nelayan.28

Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa desa ini

adalah desa palingbanyakmemunculkan tanah timbul di Kecamatan Rengat. Hal ini

terjadi karena letak posisi desa berada di aliran sungai yang berbelok. Menurut

keterangan Dedi Putra dan warga masyarakat setempat, sebagian luas daratan yang

masyarakat jadikan lahanpertanian dan tempattinggal adalah daratan yang terbentuk

akibat terjadinya sedimentasi atau pengendapan lumpur dengan luas kurang lebih

mencapai 15 ha (lima belas hektar).Dan seiring waktu dari tahun ke tahun

27Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang,

Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 3 Desember 2011.

28Hasil wawancara dengan Dedi Putra, RT Desa Teluk Erong, Kelurahan Kampung Dagang,

(53)

kemunculan tanah timbul terus terjadi, adapun luas tanah timbul yang baru muncul 5

tahun terakhir ini kurang lebih luasnya mencapai 4 ha (hektar).29

Kemunculan tanah timbul di Kecamatan Rengat sebenarnya bukanlah suatu

hal yang asing lagi bagi masyarakat sekitar, karena secara tofografi daerah ini

merupakan wilayah dataran rendah dengan kemiringan 0-2% dan ketinggian 0-10

meter di atas permukaan laut, berdasarkan kondisi dengan jenis tofografi ini,

mengakibatkan sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hulu, merupakan dataran

endapan (aluvium) muda dan tua.30 Tanah Aluviumadalah tanah hasil erosi yang

diendapkan di dataran rendah.31

Sejalan dengan keadaan tofografi sebagaimana dimaksud diatas, menurut

keterangan Hilman Bahri Sungai Indragiri adalah sungai yang melintasi 2 provonsi,

yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Bagian hulu sungai berada pada

Provinsi Sumatera Barat, yang meliputi 10 kabupaten/kota antara lain:32

1. Kabupaten Tanah Datar;

2. Kabupaten Padang Panjang;

3. Kabupaten Agam;

4. Kabupaten Bukit Tinggi;

29Hasil wawancara dengan Dedi Putra (RT), dan warga Desa Teluk Erong, Kelurahan

Kampung Dagang, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, pada tanggal 4 Desember 2011.

30Gambaran Umum Kondisi Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu Nomor 8

Tahun 2011 Tentang Rencana Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2005-2025.

31Ari Sudewa, Beberapa Jenis Tanah Di Indonesia,

http://arisudev.wordpress.com/2011/07/13/berbagai-jenis-tanah-di-indonesia/, diakses pada tanggal 4 Februari 2012.

32Hasil wawancara dengan Rajial Anwar, Sekretaris Kasubbag Umum Dinas Pekerjaan

(54)

5. Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung;

6. Kota Sawah Lunto;

7. Kabupaten Payah Kumbuh;

8. Kabupaten Limapuluh Kota;

9. Kabupaten Solok;

10. Kota Solok.

Sedangkan pada bagian hilir sungai berada di wilayah Provinsi Riau, yang

meliputi 3 kabupaten, yaitu:

1. Kabupaten Indragiri Hulu;

2. Kabupaten Singigi;

3. Kabupaten Indragiri Hilir.

Berdasarkan uraian lintasan sungai tersebut, lebih lanjut Hilman Bahri

menjelaskan bahwa sedimentasi (pengendapan) yang terjadi dibagian hilir

diakibatkan karena kondisi tofografiwilayah pada hulu sungai memiliki kemiringan

lereng yang cukup tinggi, sehingga akan secara cepat menghanyutkan tanah sebagai

sedimen erosi ke daerah hiliryang lebih cenderung terjadi penggenangan.33

Namun demikian, hal terpenting dan menarikuntuk dikaji dalam penelitian ini

adalah aspek hukum pertanahan yang melingkupinya, terutama mengenai kebiasaan

masyarakat setempat dalam hal melakukan penguasaan atas tanah yang terjadi karena

33Hasil wawancara dengan Rajial Anwar, Sekretaris Kasubbag Umum Dinas Pekerjaan

Gambar

Gambar 1 :Tanah Timbul (Endapan Tua) Serta Contoh Penanda Batas Lahan diDesa Teluk Erong, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu
Gambar 2 :Tanah Timbul (Endapan Tua) Serta Contoh Penanda Batas Lahan diDesa Teluk Erong, Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.
Gambar 3 :Tanah timbul (Endapan Tua) Yang Dijadikan Tambak dan Lahan
Gambar 4 : Sungai Tidak Bertanggul
+2

Referensi

Dokumen terkait

Lima alasan untuk mengidentifikasi fenomena Wayang Hip Hop yaitu: (1) persimpangan musik yang kompleks, (2) adaptasi radikal cerita wayang klasik untuk mengatasi

KONTRIBUSI DAN RELEVANSI TERHADAP PERKEMBANGAN INSTITUSI Dusun Pait Desa Pandansari Kecamatan Ngantang adalah salah satu wilayah yang terkena dampak erupsi gunung kelud terparah

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan Body Image bagi wanita penderita CA Mamae dengan tindakan

Setelah dilakukan analisis metode Taguchi melalui ANOVA didapat bahwa faktor yang berpengaruh secara dan berkontribusi besar terhadap peningkatan kualitas benang

Working with a powerful executive team, retailers can combine development of enterprise and Cisco development and operations resources (control, governance, accounting, etc.)

1.Stockless Anchor Merupakan jenis jangkar haluan yang banyak digunakan pada kapal - kapal ukuran besar, jangkar tipe ini memiliki tiang jangkar yang dapat bergerak.. Jangkar tipe

[r]

Dari pengetahuan informan yang sudah cukup baik sebaiknya informan ataupun masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang harus