• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi Pasien Skizofrenia Paranoid Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi Pasien Skizofrenia Paranoid Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2011"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA STATUS GIZI PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID RAWAT INAP

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

NIM : 071000278

HENDRIK MANGASI TUA SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA STATUS GIZI PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID RAWAT INAP

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NIM : 071000278

HENDRIK MANGASI TUA SIREGAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA STATUS GIZI PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID RAWAT INAP

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

TAHUN 2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 071000278

HENDRIK MANGASI TUA SIREGAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Desember 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

NIP. 19700212 199501 2 001 Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

Penguji II

NIP. 19580315 198811 2 001 Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

Penguji III

NIP. 19620529 198903 2 001 Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes

Medan, Januari 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kasus (penderita) skizofrenia paranoid merupakan kelompok terbesar (90%) gangguan jiwa di rumah sakit jiwa. Penatalaksanaan gizi merupakan tolak ukur pendukung tidak langsung yang sangat membantu penderita gangguan jiwa dalam mempertahankan fungsi optimal dan rasa sehat, sehingga memudahkan dalam terapi kejiwaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein serta status gizi pasien Skizofrenia paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia paranoid yang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2011 yaitu 178 pasien, dan dijadikan sampel sebanyak 60 orang. Data jumlah konsumsi makanan diperoleh melalui metode penimbangan makanan dengan cara menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Status gizi dilihat dari hasil pengukuran berat badan yang menggunakan timbangan injak dan tinggi badan dengan menggunakan mikrotois. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien memiliki tingkat kecukupan energi (41,7%) dan protein (61,7%) kategori sedang. Namun masih ada tingkat kecukupan energi (28,3%) dan protein (15,0%) kategori kurang. Status gizi pasien skizofrenia paranoid sebagian besar pada kategori normal (78,3%). Namun masih ada diperoleh pasien dengan status gizi kurus (18,4%).

Disarankan bagi petugas rumah sakit yang bertugas mendistribusikan makanan kepada pasien supaya melakukan pendistribusian makanan setiap hari sesuai dengan angka kecukupan gizi pasien terutama kecukupan gizi berdasarkan jenis kelamin. Dimana angka kecukupan gizi pasien pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

(5)

ABSTRACT

Paranoid Schizophrenia disorder is the biggest group (90%) of mental problem found in mental hospital. Nutrient management is as an indirect supporting parameter and it is so useful to assist those mental sufferers in maintaining the optimum function and healthy feeling to facilitate the therapy. The objective of this research was to know sufficient energy protein and nutrient status of in-patient schizophrenia in Mental Hospital of North Sumatera province 2011.

This was descriptive research with cross sectional. The population was all paranoid schizophrenia patients in Mental Hospital of North Sumatera province on July 2011 for 178 patients and it was taken as the sample for 60 persons. The data on amount of food consumption was taken from food weighing method by noting and weighing all foods consumed for one day. Nutrient status can be seen from weight weighing using the weight tool using mikrotois. The collected data were analyzed descriptively and it was presented in frequency distribution table.

The results of research showed that some patients had sufficient energy (41,7%) and protein (61,7%) and it was categorized medium. However, some were with low nutrient, that is energy (28,35) and protein (15,0%). Nutrient status of paranoid schizophrenia were mostly categorized normal (78,3%). There were still with low nutrient status (18,4%).

It is suggested for the hospital officers to distribute the food for the patients in accordance with nutrient sufficiency based on the gender. Nutrient sufficiency for male was higher than female.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendrik Mangasi Tua Siregar

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 12 Juni 1972

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Jln. Kopra I No. 24 P. Simalingkar

Riwayat Pendidikan

1. SD RK Makmur Medan : Tahun 1979-1985

2. SMP RK Makmur Medan : Tahun 1985-1988

3. SMA Sampali Medan : Tahun 1988-1991

4. SPAG Lubuk Pakam : Tahun 1991-1992

5. D-III Gizi Lubuk Pakam : Tahun 2000-2003

6. FKM USU Medan : Tahun 2007-2011

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 1996-sekarang : Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Rumah Sakit Jiwa Daerah

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang

bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Tingkat Kecukupan

Energi dan Protein serta Status Gizi Pasien Skizofrenia Paranoid Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2011”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada

Ernawati Nasution, SKM., MKes selaku dosen pembimbing I dan Ferry, S.H., S.Si.,

AMG., DC.Nutri., M.Kes selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat

(8)

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan masukan dan motivasi serta membantu dalam segala

urusan administrasi.

4. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, yang telah

memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

sehingga penelitian dapat selesai dengan baik.

5. Kepada istriku yang telah banyak memberikan dukungan moril selama penulis

mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan ini dan buat anak-anakku tersayang

yang selalu memberikan keceriaan di rumah dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan studi ini.

6. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat yang selalu mendukungku, sehingga menambah semangat bagi saya

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Tuhan

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan

teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Januari 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ...

Abstract ...

Daftar Riwayat Hidup ... Kata Pengantar ... 2.1.1. Tingkat Kecukupan Energi ... 2.1.2. Tingkat Kecukupan Protein ... 2.1.3. Tingkat Kecukupan Karbohidrat ... 2.1.4. Tingkat Kecukupan Lemak ... 2.2. Tingkat Kecukupan Gizi yang Dianjurkan ... 2.3. Status Gizi ... 2.3.1. Pengertian Status Gizi ... 2.3.2. Penilaian Status Gizi ... 2.3.3. Masalah Gizi ... 2.4. Skizofrenia ...

2.4.1. Etiologi Skizofrenia ... 2.4.2. Kriteria Diagnostik Skizofrenia ... 2.4.3. Tipe-tipe Skizofrenia ... 2.4.4. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 2.4.5. Prognosis ... 2.5. Konsumsi Pangan Penderita Skizofrenia ... 2.6. Kerangka Konsep Penelitian ...

BAB III METODE PENELITIAN

(10)

3.3. Populasi dan Sampel ... 3.4. Definisi Operasional ... 3.5. Aspek pengukuran ... 3.7 Pengolahan dan Analisis Data ...

3.7.1. Pengolahan Data ... 3.7.2. Analisis Data ...

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 4.2. Karakteristik Responden ...

4.3. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ...

4.3.1. Tingkat Kecukupan Energi ... 4.3.1. Tingkat Kecukupan Protein ... 4.4. Status Gizi ... 4.5. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 4.5.1. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi ... 4.5.2. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein ...

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Pasien Skizofrenia Paranoid ... 5.2. Status Gizi Pasien Skizofrenia Paranoid ...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ...

Tabel 4.1 Standar Gizi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ...

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ...

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ...

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ...

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi dengan Menggunakan Indikator Indeks Massa Tubuh di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ...

Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 ...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ...

(13)

ABSTRAK

Kasus (penderita) skizofrenia paranoid merupakan kelompok terbesar (90%) gangguan jiwa di rumah sakit jiwa. Penatalaksanaan gizi merupakan tolak ukur pendukung tidak langsung yang sangat membantu penderita gangguan jiwa dalam mempertahankan fungsi optimal dan rasa sehat, sehingga memudahkan dalam terapi kejiwaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein serta status gizi pasien Skizofrenia paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia paranoid yang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2011 yaitu 178 pasien, dan dijadikan sampel sebanyak 60 orang. Data jumlah konsumsi makanan diperoleh melalui metode penimbangan makanan dengan cara menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Status gizi dilihat dari hasil pengukuran berat badan yang menggunakan timbangan injak dan tinggi badan dengan menggunakan mikrotois. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar pasien memiliki tingkat kecukupan energi (41,7%) dan protein (61,7%) kategori sedang. Namun masih ada tingkat kecukupan energi (28,3%) dan protein (15,0%) kategori kurang. Status gizi pasien skizofrenia paranoid sebagian besar pada kategori normal (78,3%). Namun masih ada diperoleh pasien dengan status gizi kurus (18,4%).

Disarankan bagi petugas rumah sakit yang bertugas mendistribusikan makanan kepada pasien supaya melakukan pendistribusian makanan setiap hari sesuai dengan angka kecukupan gizi pasien terutama kecukupan gizi berdasarkan jenis kelamin. Dimana angka kecukupan gizi pasien pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

(14)

ABSTRACT

Paranoid Schizophrenia disorder is the biggest group (90%) of mental problem found in mental hospital. Nutrient management is as an indirect supporting parameter and it is so useful to assist those mental sufferers in maintaining the optimum function and healthy feeling to facilitate the therapy. The objective of this research was to know sufficient energy protein and nutrient status of in-patient schizophrenia in Mental Hospital of North Sumatera province 2011.

This was descriptive research with cross sectional. The population was all paranoid schizophrenia patients in Mental Hospital of North Sumatera province on July 2011 for 178 patients and it was taken as the sample for 60 persons. The data on amount of food consumption was taken from food weighing method by noting and weighing all foods consumed for one day. Nutrient status can be seen from weight weighing using the weight tool using mikrotois. The collected data were analyzed descriptively and it was presented in frequency distribution table.

The results of research showed that some patients had sufficient energy (41,7%) and protein (61,7%) and it was categorized medium. However, some were with low nutrient, that is energy (28,35) and protein (15,0%). Nutrient status of paranoid schizophrenia were mostly categorized normal (78,3%). There were still with low nutrient status (18,4%).

It is suggested for the hospital officers to distribute the food for the patients in accordance with nutrient sufficiency based on the gender. Nutrient sufficiency for male was higher than female.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak mampu

menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.

Pengertian seseorang tentang penyakit skizofrenia berasal dari apa yang diyakini

sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart &

Sundeen, 1998). Angka penderita skizofrenia di Indonesia cukup memprihatinkan.

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT), tahun 1995

ditemukan 185 per 1000 penduduk dewasa menunjukan adanya masalah kesehatan

jiwa. Angka perbandingan ini jauh melebihi batas yang ditetapkan WHO, yaitu 1 - 3

per 1000 penduduk (Hasanat, dkk, 2004).

Skizofrenia merupakan salah satu masalah kesehatan jiwa yang serius,

ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan

(kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja dan fungsi

sosial. Prevalensi penderita skizofrenia pada tahun 2006 di Amerika Serikat

dilaporkan bervariasi antara 1 sampai 1,5% (Luana, 2007). Sementara prevalensi

penderita skizofrenia di Indonesia pada tahun 2006 adalah 0,3 sampai 1% dan

biasanya timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun. Apabila penduduk Indonesia

sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia

(16)

Kasus skizofrenia paranoid adalah kelompok terbesar (90%) dari penderita

skizofrenia di rumah sakit jiwa. Penatalaksanaan gizi dalam gejala masalah mental

dan neurologi jarang dilakukan. Mengingat hampir semua penyakit tersebut

merupakan penyakit jangka panjang, maka penatalaksanaan gizi merupakan tolak

ukur pendukung tidak langsung yang sangat membantu penderita dalam

mempertahankan fungsi optimal dan rasa sehat, sehingga memudahkan dalam terapi

kejiwaan. Kebutuhan zat gizi seperti energi, protein, lemak dan lainnya dalam kondisi

stres fisik maupun psikologis seperti depresi, dan masalah emosi lainnya akan

meningkat (Stewart, 2007).

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu

pusat pelayanan bagi pasien penderita skizofrenia yang memiliki jumlah pasien

penderita skizofrenia paling banyak di Kota Medan. Dari hasil survei awal diketahui

bahwa jumlah penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata jumlah

pasien penderita skizofrenia yang dirawat setiap bulannya selama tahun 2009 yaitu

sebanyak 260 pasien, sementara pada tahun 2010 rata-rata jumlah pasien naik

menjadi 460 pasien, dan sebagian besar pasien (70%) berasal dari golongan miskin.

Pada umumnya pasien skrizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara hanya mendapatkan makanan yang disediakan dari rumah

sakit dan jarang mendapatkan makanan tambahan dari keluarga yang

(17)

skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor diketahui bahwa pada

umumnya tingkat kecukupan energi penderita skizofrenia ada pada kategori normal,

sementara tingkat kecukupan protein ada pada kategori defisit berat, dan secara

keseluruhan status gizi pasien penderita skizofrenia umumnya berada pada kategori

kurus 24%, normal 68%, dan gemuk 8%. Sementara hasil survei Wasingun (1998)

dalam Eka (2009), tentang pengukuran status gizi dengan menggunakan metode

indeks masa tubuh diperoleh bahwa 40% penderita skizofrenia yang dirawat inap di

RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang menderita kurang energi kronis (IMT kurang dari

18,5). Menurut Almatsier, (2005), status gizi kurang atau yang lebih sering disebut

undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk

lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi

yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.

Berdasarkan latar belakang di atas dan mengacu kepada penelitian di daerah

lain pada pasien skizofrenia paranoid, sehingga penulis tertarik untuk meneliti tingkat

kecukupan energi dan protein serta status gizi pasien Skizofrenia paranoid rawat inap

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana tingkat kecukupan energi dan protein serta status gizi pasien

Skizofrenia paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah Provinsi

(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein serta status gizi

pasien Skizofrenia paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein pasien Skizofrenia

paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun

2011.

2. Untuk mengetahui status gizi pasien Skizofrenia paranoid rawat inap Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi instalasi gizi Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang tingkat kecukupan energi dan

protein serta status gizi pasien, sehingga dapat menyesuaikan hidangan sesuai dengan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecukupan Gizi

Perbandingan antara konsumsi zat gizi (energi dan protein) dengan keadaan

gizi seseorang biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi zat gizi

individu tersebut berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) (Supariasa, dkk., 2002).

2.1.1. Tingkat Kecukupan Energi

Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan oleh tubuh.

Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin, dan

mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi metabolisme

tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan

pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik. Energi yang diperlukan oleh tubuh

berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi

diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4

kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/ gram (Baliwati, 2004).

Hasil penelitian Salmawati (2006) pada pasien penderita skizofrenia di Rumah

Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor diketahui bahwa pada umumnya tingkat

kecukupan energi penderita skizofrenia ada pada kategori normal, sementara tingkat

kecukupan protein ada pada kategori defisit berat, dan secara keseluruhan status gizi

pasien penderita skizofrenia umumnya berada pada kategori kurus 24%, normal 68%,

dan gemuk 8%. Standar tingkat kecukupan energi yang digunakan di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mengacu kepada Direktorat Kes. Jiwa Depkes,

(20)

2.1.2. Tingkat Kecukupan Protein

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi

utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi

lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk

enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur keseimbangan air, dan

mempertahankan kenetralan asam basa tubuh (Almatsier, 2005).

Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein berasal dari bahan

makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan

sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Catatan Biro

Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1999, menunjukkan secara nasional konsumsi

protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah 48,7 gram sehari. Anjuran asupan

protein berkisar antara 10 – 15% dari total energi (Almatsier, 2005). Standar tingkat

kecukupan protein yang digunakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara mengacu kepada Direktorat Kes. Jiwa Depkes, R.I., tahun 1986, yaitu 60 gr.

2.1.3. Tingkat Kecukupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia yang

dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah (Djunaedi, 2001).

Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian,

kacangkacangan dan gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras, singkong, ubi, jagung,

talas, dan sagu. Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka kecukupan

(21)

55-75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang

tidak mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein untuk memenuhi

kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka protein akan tetap berfungsi

sebagai zat pembangun

2.1.4. Tingkat Kecukupan Lemak

Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh. Lemak terdiri dari

trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi terhadap

kesehataan tubuh manusia. Konsumsi lemak paling sedikit adalah 10% dari total

energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak relatif lebih lama dalam sistem

pencernaan tubuh manusia. Jika seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan,

maka akan mengurangi konsumsi makanan lain. Berdasarkan PUGS, anjuran

konsumsi lemak tidak melebihi 25% dari total energi dalam makanan sehari-hari.

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, seperti minyak kelapa,

kelapa sawit, kacang tanah, jagung, dan sebagainya. Sumber lemak utama lainnya

berasal dari mentega, margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2005).

2.2. Tingkat Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran kecukupan

rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuaikan dengan golongan

umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan

yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi (Depkes, 2005). Angka

(22)

pangan yang seimbang yang disesuaikan dengan pengeluaran energi pada kelompok

umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik. Angka Kecukupan Protein

(AKP) merupakan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein agar

tercapai semua populasi orang sehat disesuaikan dengan kelompok umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas fisik. Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola

pangan yang baik berkisar antara 50-65% total energi, sedangkan kecukupan lemak

berkisar antara 20-30% total energi (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia (per

orang per hari) dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Per Orang Per Hari)

No. Umur Energi (kkal) Protein (gr)

(23)

2.3. Status Gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat

dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi

lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat

keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang

dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke

dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya. Status

gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Almatsier,

2005).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan

keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi

yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit

dari anjuran kebutuhan individu. Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan

gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari

jumlah energi yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk

melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat

gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi

gemuk (Almatsier, 2005).

Hasil survei Wasingun (1998) dalam Eka (2009), tentang pengukuran status

(24)

skizofrenia yang dirawat inap di RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang menderita kurang

energi kronis (IMT kurang dari 18,5).

2.3.1. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang

diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu

populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan

dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada

umumnya antropometri mengukur dimensi tubuh dan komposisi tubuh seseorang.

Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan

protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi

zat-zat gizi yang spesifik (Supariasa, 2002).

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks

antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh

dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan

Body Mass Index (Supariasa, 2002).

IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka

mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia

harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa

(25)

IMT =

Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh terdiri

dari (Supariasa, 2002):

1. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling sering

digunakan dan dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein,

lemak, air, dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan

dihubungkan dengan tinggi badan.

2. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan

pertumbuhan skeletal (tulang).

Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan

kilogram dengan tinggi badan satuan meter kuadrat (Supariasa, 2002).

Berat badan (kg)

Tinggi badan (m) x tinggi badan (m)

Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT

yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1. yang merupakan ambang batas

IMT untuk Indonesia.

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia

Kategori IMT (kg/m2)

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1-18,4

Normal 18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,1

(26)

2.3.2. Masalah Gizi 1. Masalah Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi

baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang

digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan

otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan

makanan. Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah

satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2005).

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya

kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya masalah dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan

produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan

pengetahuan mengenai gizi (Sediaoetama, 2008).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh

negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat

pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum

sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan

Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi

(27)

2. Masalah Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami

kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang

disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa

masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan

dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti

diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan masih

banyak lagi (Sediaoetama, 2008).

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT

untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas

adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi,

anak-anak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya

penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita

kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami kegemukan pula.

Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun

sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami kegemukan

sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah

mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Soerjodibroto, 1993).

2.4. Skizofrenia

Menurut Morel (dalam Coleman, dkk, 1980) menggunakan istilah demence

precoce atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang

(28)

kasus yang terjadi pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran/

keruntuhan fungsi intelek yang gawat sekali. Berikutnya Kraeplin (dalam Coleman,

dkk, 1980) mensistematiskan istilah tersebut menjadi dementia praecox yang

merupakan kamerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muda (praecox)

yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian.

Kraeplin percaya bahwa halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita

skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. Pada akhirnya

Eugen Bleuler (dalam Coleman, dkk, 1980) memperkenalkan istilah skizofrenia atau

.jiwa yang terbelah., sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses

berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi diri

kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan

emosi.

Sesuai dengan perkembangannya pengertian skozofrenia semakin meluas,

seperti yang diberikan oleh Kaplan dan Sadock (1994) bahwa skozofrenia adalah

sebagai suatu gangguan dengan etiologi tidak diketahui yang ditandai oleh gejala

psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan menyangkut gangguan dalam

perasaan, berpikir dan berperilaku. Gangguan ini kronik dan umumnya memiliki fase

prodromal, fase aktif dengan delusi, halusinasi atau keduanya dan suatu fase residual

dimana gangguan itu mungkin dalam keadaan remisi.

Halgin dan Whitbourne (1995) menyatakan skizofrenia merupakan gangguan

akibat suatu rangkaian simptom seperti gangguan dalam isi pikiran, bentuk pikiran,

persepsi, afeksi, kepekaan diri, motivasi, tingkah laku dan fungsi interpersonal.

(29)

peristiwa regresi atau penarikan diri yang narsistik akibat kelemahan struktur ego

karena faktor psikogen atau somatik. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh

Cameron dan Rychlak (1985) yaitu gangguan skizofrenia adalah usaha regresi untuk

melarikan tension dan kecemasan dengan cara mengabaikan hubungan realitas objek

interpersonal dan membentuk delusi dan halusinasi. Defenisi yang lebih rinci

mengenai skizofrenia bersumber dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa Indonesia (PPDGJ-III) yang mengemukakan bahwa gangguan

skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada

kepribadian, terjadi distorsi khas proses pikir, kadangkadang mempunyai perasaan

bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, paham yang

kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, efek abnormal yang tidak terpadu dengan

situasi nyata/sebenarnya dan autisme.

2.4.1. Etiologi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan yang tidak ditimbulkan oleh satu factor saja,

setiap subtipe mempunyai sebab-sebab sendiri. Davidoff (1991) mengulas beberapa

penemuan yang menonjol mengenai penyebab gangguan skizofrenia.

a. Keterlibatan faktor keturunan

Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan

pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan

tersebut. Hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur

mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama

(30)

b. Faktor lingkungan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi,

hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi

diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga

sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri

klinik umum.

c. Teori biologik dan genetik

Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat

mendukung teori bahwa faktor genetik peran penting dalam transmisi skizofrenia atau

paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab

peningkatan insidens dari sindrom mirip-mirip skizofrenia (gangguan kepribadian

skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

d. Hipotesis neurotransmitter

Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor dopaminergik

dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik

diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian

mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari

reseptor dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa temuan

ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.

e. Pencetus psikososial

Stressor sosiolingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan

kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan

(31)

pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan (EE) di lingkungan rumah:

komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti

menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.

Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan

dan Sadock (1997) sebagai berikut:

a. Model diatesis-stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan

lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang

mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu

pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan

gejala skizofrenia.

b. Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk

daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis.

Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah

tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi

suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.

c. Genetika

Penelitian klasik awal tentang genetika dari skizofrenia dilakukan di tahun

1930-an yang menemukan bahwa seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika

anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia adalah berhubungan dengan

(32)

d. Faktor psikososial

Klinisi harus mempertimbangkan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi

skizofrenia karena para ahli telah membuktikan bahwa terapi obat saja tidak cukup

untuk mendapatkan perbaikan klinis yang maksimal. Secara historis telah

diperdebatkan bahwa suatu faktor psikososial secara langsung dan secara kausatif

berhubungan dengan perkembangan skizofrenia.

2.4.2. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria diagnostik skizofrenia yang dikemukakan oleh Halgin dan

Whithbourne (1995) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan pada isi pikiran

Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan pikiran

yang paling umum dan sering dihubungkan dengan skizofrenia. Delusi ini mencakup

delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau dosa

dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai

suatu proses berpikir, seperti percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang

lain atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari

luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh,

misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.

b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi

Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan

tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan kohesivitas dan

logika, cara mereka mengekspresikan ide dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi

(33)

penderita gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren,

kehilangan asosiasi, neologisme, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.

c. Gangguan persepsi halusinasi

Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan

dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita, walaupun halusinasi tidak

begitu terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien

skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam control individu, tetapi terjadi begitu

spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya.

d. Gangguan afeksi (perasaan)

Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara abnormal

dibandingkan dengan orang lain. Secara umum, perasaan itu konsisten dengan

keadaan emosi, tetapi reaksi yang ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya.

e. Gangguan psikomotor

Pasien skizofrenia kadang akan berjalan dengan aneh dan cara yang

berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien

skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mana

pasien tidak lagi merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada

orang di sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak

mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan tubuh).

f. Gangguan kemampuan hubungan interpesonal

Pasien skizofrenia mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan

orang lain karena ketidakmampuan mengontrol keadaan emosi dan karena keanehan

(34)

bagian terpenting kesempatan dari hubungan dengan realita menjadi hilang. Ada juga

pasien skizofrenia yang mengadakan isolasi dengan sendirinya. Isolasi sosial akan

selalu menyebabkan kerusakan dalam hubungan sosial, setelah sekian lama mereka

akan ditolak dan diperlakukan jauh kedalam alam fantasi dan delusi.

g. Gangguan kepekaan diri

Pasien skizofrenia selalu bingung akan identitas keberadaan mereka dan

mereka tidak begitu pasti akan keberadaan diri mereka yang benar atau tidak dan

selalu bertanya-tanya keberadaan dirinya yang pasti.

h. Gangguan motivasi

Pasien skizofrenia mungkin akan mendapatkan bahwa dirinya tidak

termotivasi yang dikarenakan kekurangan dorongan atau interest (keinginan) dalam

mengikuti suatu kejadian tingkah laku atau karena adanya ambivalensi dalam suatu

pemilihan.

2.4.3. Tipe-tipe Skizofrenia

Tipe skizofrenia menurut ICD-X dan PPDGJ III meliputi:

a. Skizofrenia Paranoid (F2.0)

Skizofrenia jenis ini yang paling sering dijumpai di negara manapun. Gambaran

klinis didominasi oleh waham yang secara relatif stabil, sering kali bersifat paranoid

diserta oleh halusinasi, terutama halusinasi pendengaran. Gangguan-gangguan afektif,

dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan serta gejala-gejala katatonik tidak

(35)

b. Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)

Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang jelas dan secara

umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta

terputusputus (flagmentar), perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat

diramalkan serta umumnya mannerisme. Suasana perasaan (mood) pasien dangkal

dan tidak wajar (inappropriate) sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan

puas diri (self satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smilling) atau sikap yang

angkuh dan agung (lofty manner). Proses pikir mengalami disorganisasi dan

pembicaraan tak menentu serta inkoheren. Ada kecenderungan tetap menyendiri

(solitary) dan perilaku tampak hampa tujuan dan hampa perasaan.

c. Skizofrenia Katatonik (F20.2)

Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang penting dan

dominan serta dapat bervariasi antara kondisi ekstrim seperti hiperkinesis dan stupor

atau antara sifat penurut yang otomatis dan negativisme. Sikap dan posisi tubuh yang

dipaksakan dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Episode kegelisahan

disertai kekerasan (violent) mungkin merupakan gambaran keadaan ini yang

menyolok.

d. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)

Kondisi-kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik umum untuk skizofrenia

tetapi tidak sesuai dengan subtipe paranoid, hebefrenik dan katatonik atau

memperlihatkan gejala lebih dari satu sub tipe tanpa gambaran predominasi yang

(36)

e. Depresi Pasca-Skizofrenik (F20.4)

Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah

suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenik harus tetap ada

tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya. Gangguan depresif ini disertai

oleh suatu peningkatan resiko bunuh diri.

f. Skizofrenia Residual (F20.5)

Suatu stadium kronis dalam perkembangan gangguan skizofrenia, di mana

telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih episode

dengan gejala psikotik yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia) ke stadium

lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala negatif jangka panjang

walaupun belum tentu ireversibel.

g. Skizofrenia Simpleks (F20.6)

Suatu kelainan yang tidak lazim ada perkembangan yang bersifat perlahan

tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan untuk memenuhi

tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh, tidak terdapat waham

dan halusinasi. Ciri-ciri negatif yang menonjol adalah afek yang menumpul,

hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.

h. Skizofrenia lainnya (F20.8)

Termasuk skizofrenia senestopatik, gangguan skizofreniform yang Tak

Tergolongkan. Tidak termasuk gangguan skizofrenia akut, skizofrenia siklik,

skizofrenia laten.

i. Skizofrenia YTT (F20.9)

(37)

2.4.4. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan penyakit skizofrenia yang dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock

(1997) bahwa suatu pola gejala premorbid mungkin merupakan tanda pertama dari

penyakit, walaupun gejala biasanya dikenali secara retrospektif. Secara karakteristik,

gejala dimulai pada masa remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal

dalam beberapa hari sampai beberapa tahun. Onset gejala yang mengganggu terlihat

disesuaikan oleh suatu perubahan sosial atau lingkungan seperti pindah sekolah,

pengalaman dengan kematian sanak saudara. Sindroma prodromal (fase awal

penyakit) dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih sebelum onset gejala

psikotik yang jelas.

Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memiliki periode pemulihan

yang bertahap yang dapat diikuti oleh lamanya periode fungsi yang relatif normal,

tetapi relaps biasanya terjadi jika pola umum dari penyakit yang ditemukan dalam

lima tahun pertama setelah diagnosis biasanya memperkirakan perjalanan yang

diikuti pasien. Masing-masing relaps psikosis diikuti oleh pemburukan lebih lanjut

pada fungsi dasar pasien.

Perjalanan klasik skizofrenia adalah satu eksaserbasi dan remisi. Perbedaan

utama antara skizofrenia dan gangguan mood adalah pasien skizofrenia gagal untuk

kembali ke fungsi dasar setelah masing-masing relaps. Seringkali suatu depresi pasca

psikotik yang dapat diobservasi secara klinis mengikuti suatu episode psikotik dan

kerentanan pasien skizofrenik terhadap stress biasanya selama hidup.

Gejala positif cenderung menjadi parah dengan berjalannya waktu, tetapi

(38)

dapat meningkat keparahannya. Walaupun kira-kira sepertiga dari semua pasien

skizofrenik mempunyai eksistensi sosial yang marginal atau terintegrasi, sebagian

besar memiliki kehidupan yang ditandai oleh tidak adanya tujuan, inaktivitas,

perawatan di rumah sakit yang sering dan tinggal di lingkungan perkotaan,

tunawisma dan kemiskinan.

2.4.5. Prognosis

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10

tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia,

hanya kira-kira 10% sampai 20% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang baik,

lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk dengan

perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood

berat dan usaha bunuh diri. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan di dalam

literatur adalah 10% sampai 60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20%

sampai 30% dari semua pasien skizofrenia mampu menjalani kehidupan yang agak

normal. Kira-kira 20% sampai 30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang

dan 40% sampai 60% dari pasien terus terganggu secara bermakna oleh gangguannya

selama seumur hidupnya (Kaplan dan Sadock, 1997).

Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia

(Kaplan dan Sadock, 1997) digambarkan di bawah ini.

a. Skizofrenia prognosis baik

Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat

(39)

gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung

yang baik dan gejala positif.

b. Skizofrenia prognosis buruk

Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas,

riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik diri,

austistik, tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia,

sistem pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala neurologist, riwayat

trauma prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering relaps dan riwayat

penyerangan.

2.5. Konsumsi Pangan Penderita Skizofrenia

Almatsier, (2005 ) menyatakan bahwa beberapa penyakit kronis berat, stress

akut dan operesi berat dapat mengakibatkan keadaan gizi kurang atau buruk sehingga

akan menghambat penyembuhan penyakit. Hal itu juga dapat terjadi pada penderita

skizofrenia jika tidak mendapat perhatian dan pertolongan yang sesuai dan cepat.

Bahkan jika konsumsi makannya tidak terkontrol akan mengakibatkan berbagai

macam masalah gizi diantaranya adalah kurang energi protein (KEP) yang akan

berpengaruh pada status gizinya.

Hasil penelitian Salmawati (2006) pada pasien penderita skizofrenia di Rumah

Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor diketahui bahwa pada umumnya tingkat

kecukupan energi penderita skizofrenia ada pada kategori normal, sementara tingkat

(40)

penderita skizofrenia berada pada kategori normal (68%), dan ada beberapa yang

memiliki status gizi kategori gemuk (8%).

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Status gizi pasien Skizofrenia paranoid rawat inap dapat dipengaruhi oleh

tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein. a. Tingkat kecukupan energi

b. Tingkat kecukupan protein

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian cross sectional,

yang bertujuan untuk mengetahui kecukupan energi dan protein serta status gizi

pasien Skizofrenia paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara tahun 2011.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara. Alasan pemilihan lokasi ini karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat pelayanan bagi pasien penderita

skizofrenia yang memiliki jumlah pasien penderita skizofrenia paling banyak di Kota

Medan, dan sebagian besar pasien (70%) berasal dari golongan miskin.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan November 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia paranoid yang

rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli

(42)

3.3.2. Sampel

Riduwan (2008) menyatakan “untuk menentukan berapa minimal sampel

yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus sebagai

berikut :

Keterangan: N = Jumlah populasi

d = Presisi absolut yang dinginkan = (0,1)

n = Jumlah sampel yang akan diteliti

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut :

( )

2

Jadi, jumlah sampel sebesar 60 orang. Teknik sampling yang digunakan pada

penelitian ini adalah simple random sampling. Dimana masing-masing pasien

skizofrenia paranoid diberi nomor urut sesuai dengan abjad nama atau urutan nomor.

Dengan kertas gulungan yang berisi nomor-nomor pasien skizofrenia paranoid,

(43)

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

1. Kecukupan energi dan protein diperoleh melalui metode penimbangan makanan

dengan cara menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi pasien

skizofrenia paranoid selama satu hari (1 x 24 jam). Adapun langkah-langkah

pelaksanaan penimbangan makanan :

a. Menimbang dan mencatat bahan makanan yang dikonsumsi dalam gram.

b. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian dianalisis dengan

menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).

c. Membandingkan hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG).

2. Status gizi pasien dilihat dari hasil pengukuran berat badan yang menggunakan

timbangan injak dan tinggi badan dengan menggunakan mikrotois.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder terdiri atas umur pasien, suku, agama, dan tingkat pendidikan

pasien serta gambaran letak geografis rumah sakit yang diperoleh dari Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

3.6. Definisi Operasional

1. Tingkat kecukupan energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi oleh pasien

skizofrenia paranoid dalam sehari (1 x 24 jam) dibandingkan dengan angka

kecukupan energi pasien.

2. Tingkat kecukupan protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi oleh pasien

skizofrenia paranoid dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein

(44)

3. Status gizi adalah keadaan gizi pasien skizofrenia paranoid yang dapat ditentukan

dengan indikator dari berat badan, umur dan jenis kelamin.

3.7. Aspek Pengukuran a. Tingkat Kecukupan Energi

Tingkat kecukupan energi dibandingkan dengan standar gizi yang digunakan

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mengacu kepada

Direktorat Kes. Jiwa Depkes, R.I., tahun 1986, yaitu sebesar 2500 kkal.

Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes, RI., (1990)

dalam Supariasa, dkk., (2002), maka pengkategorian tingkat kecukupan energi dibagi

menjadi 4 (empat), yaitu :

− Baik : ≥ 100% AKG

− Sedang : >80 – 99% AKG

− Kurang : 70 – 80% AKG

− Defisit : < 70% AKG

b. Tingkat Kecukupan Protein

Tingkat kecukupan protein dibandingkan dengan standar gizi yang digunakan

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mengacu kepada

Direktorat Kes. Jiwa Depkes, R.I., tahun 1986, yaitu sebesar 60 gram.

Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes, RI., (1990)

dalam Supariasa, dkk., (2002), maka pengkategorian tingkat kecukupan protein

(45)

− Baik : ≥ 100% AKG

− Sedang : >80 – 99% AKG

− Kurang : 70 – 80% AKG

− Defisit : < 70% AKG

c. Status gizi

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan IMT sebagai batas

ambang kategori. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

IMT =

Di bawah ini adalah kategori ambang batas IMT berdasarkan Depkes, 1994

dalam Supariasa, dkk, (2002) :

Tabel 3.2. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia

Kategori IMT (kg/m2)

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1-18,4

Normal 18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,1

Sumber : Depkes, 1994 dalam Supariasa, 2002

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan

(46)

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

bilangan, agar memudahkan menganalisis data dalam bentuk kuantitatif.

c. Processing

Setelah data dikoding maka selanjutnya melakukan entri data dari kuesioner ke

dalam program komputer.

d. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri

apakah ada kesalahan atau tidak.

e. Tabulating

Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

presentase.

3.7.2 Analisis Data

Data dianalisis secara univariat, yaitu untuk menggambarkan tingkat

kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein dan status gizi pasien Skizofrenia

paranoid rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan satu-satunya

Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki

kemampuan pelayanan diklasifikasikan Kelas ”A” dengan sifat kekhususannya

dikategorikan dengan tipe ”B”. Selain melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa,

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara juga menyelenggarakan

pendidikan. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara juga merupakan

Rumah Sakit Jiwa rujukan bagi Rumah Sakit Jiwa lain yang ada di Provinsi Sumatera

Utara dan bagi rumah sakit rumah sakit umum yang ada di Pulau Sumatera.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara terletak di Jalan Letjend

Jamin Ginting KM 10, dengan luas bangunan 9.410 m2. Kapasitas yang dimiliki oleh

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 450 tempat tidur. Jenis

pelayanan yang diberikan yaitu : UGD, rawat jalan, rawat inap, rehabilitasi,

Gangguan Mental Organik, anak remaja, geriatri, Kesehatan gigi dan mulut,

Kesehatan Jiwa Masyarakat (KJM), Psikologi, Fisioterapi, Brain Mapping,

Pemeriksaan Rekam Otak, pemeriksaan Napza, laboratorium klinik, apotik, askes dan

pelayanan poli umum. Seiring dengan meningkatnya orang yang menderita gangguan

jiwa rata-rata rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

(48)

baru rawat inap. BOR lebih 100% (saat ini 471 orang sedang opname) dan UGD 4

orang perhari (pelayanan di luar jam kerja).

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mempunyai visi yaitu

menjadikan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terbaik secara profesional untuk

kepuasan masyarakat. Untuk mewujudkan visi tersebut, Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara mempunyai misi :

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terpadu

2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penaggulangan gangguan jiwa dan masalah

psikososial di masyarakat

3. Menyediakan dan mengembangkan fasilitas pendidikan, pelatihan dan penelitian

dalam bidang pelayanan kesehatan jiwa

4. Meningkatkan upaya profesionalisme dan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

pengembangan ilmu filosofi, keterampilan dan etika profesi.

Untuk menjalankan operasionalnya, Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara didukung oleh lebih kurang 240 orang tenaga tetap dan 20 tenaga

honorer, yang terdiri dari 18 orang tenaga medis (dokter spesialis jiwa dan dokter

umum), 112 orang tenaga paramedis dengan berbagai macam latar belakang

(49)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Cara pengelolaan pemberian makanan bagi pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara dengan system terpusat (sentralisasi). Makanan yang

disediakan oleh instalasi gizi di hitung sesuai dengan standar gizi untuk rumah sakit

jiwa. Di bawah ini adalah standar gizi yang digunakan di rumah sakit jiwa yang

(50)

Tabel 4.1. Standar Gizi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

No. Komponen Volume Energi

Sumber : Direktorat Kes. Jiwa Depkes, R.I., 1986

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi jenis

kelamin dan umur, seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

No. Kelompok Dari tabel 4.2. diketahui bahwa mayoritas responden berumur antara 31-40

tahun yaitu sebanyak 43 orang, dengan perempuan sebanyak 31 orang (72,1%) dan

(51)

4.3. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan metode penimbangan

makanan dengan cara menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi

pasien skizofrenia paranoid selama 1 kali 24 jam.

4.3.1. Tingkat Kecukupan Energi

Tingkat kecukupan energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi oleh

responden dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan energi responden.

Dari hasil penelitian diperoleh tingkat kecukupan energi responden yang dapat dilihat

pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

No Tingkat Kecukupan Energi Jumlah Persentase

1. Baik 17 28,3

2. Sedang 25 41,7

3. Kurang 17 28,3

4. Defisit 1 1,7

Total 60 100,0

Dari hasil penelitian ditemukan masih ada juga responden yang tingkat

kecukupan energinya pada kategori kurang (28,3%) dan defisit (1,7%). Rata-rata

konsumsi energi pasien skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara, yaitu 1.988 kalori.

4.3.1. Tingkat Kecukupan Protein

Tingkat kecukupan protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi oleh

responden dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein responden.

Dari hasil penelitian diperoleh tingkat kecukupan protein responden yang dapat

(52)

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

No Tingkat Kecukupan Protein Jumlah Persentase

1. Baik 14 23,3

2. Sedang 37 61,7

3. Kurang 9 15,0

4. Defisit 0 0,0

Total 60 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4. diketahui bahwa mayoritas responden memiliki

tingkat kecukupan protein pada kategori sedang yaitu sebanyak 37 orang (61,7%),

namun masih ada responden yang tingkat kecukupan proteinnya pada kategori kurang

(15,0%). Rata-rata konsumsi protein pasien skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Sumatera Utara, yaitu 52,8 gr.

4.4. Status Gizi

Status gizi responden dilihat dari hasil pengukuran berat badan yang

menggunakan timbangan injak dan tinggi badan dengan menggunakan mikrotois atau

dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB2 yang dikenal

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT=kg/m2

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi dengan Menggunakan Indikator Indeks Massa Tubuh di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

).

No. Status Gizi Jumlah Persentase

1. Gemuk 2 3,3

2. Normal 47 78,3

3. Kurus 11 18,4

Total 60 100,0

Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi responden

menurut indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) berada pada kategori normal yaitu

sebesar 78,3%. Namun masih ada responden dengan status gizi kurus yaitu sebesar

(53)

4.5. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari makanan

yang dikonsumsi.

4.5.1. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi

Distribusi status gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada

tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 No. Tingkat

Dari tabel 4.6. diketahui bahwa semakin rendah tingkat kecukupan energi

maka persentase status gizi kurang semakin tinggi. Diperoleh sebesar 12,0% status

gizi kurus dari 25 orang dengan tingkat kecukupan energi kategori sedang, sebesar

41,2% kurus dari 17 orang dengan tingkat kecukupan energi kategori kurang, dan

100,0% kurus dengan tingkat kecukupan energi defisit.

4.5.2. Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein

Distribusi status gizi berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat

(54)

Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 No. Tingkat

Kecukupan Protein

Status Gizi

n %

Gemuk Normal Kurus

N % n % n %

1. Baik 2 14,3 12 85,7 0 0,0 14 100,0

2. Sedang 0 0,0 31 83,8 6 16,2 37 100,0

3. Kurang 0 0,0 4 44,4 5 55,6 9 100,0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa status gizi kurus tidak

ditemukan pada tingkat kecukupan protein baik. Namun semakin rendah tingkat

kecukupan protein maka persentasi status gizi kurus semakin tinggi. Diperoleh

sebesar 16,2% status gizi kurus dari 37 orang dengan tingkat kecukupan protein

kategori sedang, dan sebesar 55,6% status gizi kurus dari 9 orang dengan tingkat

(55)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Kecukupan Energi dan Proten Pasien Skizofrenia Paranoid

Dari hasil penelitian diketahui bahwa masih ada pasien skizofrenia paranoid

yang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat

kecukupan energinya pada kategori kurang (28,3%) dan defisit (1,7%). Demikian

juga dengan pasien dengan tingkat kecukupan protein kategori kurang ada sebesar

15,0%. Namun secara keseluruhan tingkat kecukupan energi (41,7%) dan protein

(61,7%) pasien mayoritas pada kategori sedang.

Hasil tersebut di atas tidak sejalan dengan penelitian Salmawati (2006) pada

pasien penderita skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor,

dimana diketahui bahwa pada umumnya tingkat kecukupan energi penderita

skizofrenia paranoid ada pada kategori normal, sementara tingkat kecukupan protein

ada pada kategori defisit berat, dan secara keseluruhan status gizi pasien penderita

skizofrenia paranoid umumnya berada pada kategori kurus 24%, normal 68%, dan

gemuk 8%.

Belum tercukupinya asupan energi dan protein bagi pasien skizofrenia

paranoid yang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

dikarenakan pendistribusian makanan dari rumah sakit belum memperhitungkan

jumlah makanan dan gizi yang harus dikonsumsi oleh pasien setiap hari. Hal tersebut

diketahui dari hasil penelitian dengan melakukan penimbangan makanan yang

Gambar

Tabel 2.1.  Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Per Orang Per Hari)
Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.2. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul :Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan.. Peneliti :Septian

Hasil penelitian pada pasien skizofrenia rawat inap di RSJD Surakarta tahun 2012 yaitu biaya rata-rata obat (antipsikotik dan non antipsikotik) pasien skizofrenia sebesar

kecukupan energi protein pada pasien GGK predialisis sebelum dan setelah. mendapat konseling gizi di Rumah

Tidak ada hubungan tingkat depresi dengan asupan protein pada pasien depresi rawat inap yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondohutomo

status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet tinggi kalori tinggi protein di RSU. Swadana

Kepatuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Rawat Jalan Dalam Penggunaan Obat Antipsikotik Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Provinsi Sumatera Utara.Skripsi.. Medan: Fakultas

caring dengan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan

Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi Protein, Status Kesehatan Dan Status Gizi Anak yang Memanfaatkan dan Tidak Memanfaatkan Makanan Sekolah Dasar Islam Terpadu SDIT Harapan Bunda