• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Caring Behavior, Nurses, Paranoid Schizofrenia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Caring Behavior, Nurses, Paranoid Schizofrenia"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU CARING PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID DI

RUANG RAWAT INAP RS JIWA PROF.Dr.M.ILDREM MEDAN

Heni Triana,SKM, M.Kes Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora

Surel : henitriana15@gmail.com

Abstrac:Paranoid Schizofrenia is one of the most common mental disorders

compared to other types of Schizofrenia. Services for people with mental

disorders can not be separated from the role of health professionals,

including nursing. Caring behavior is an important and core component in

nursing practice that underlies the behavior of a nurse in providing nursing

care. The low caring behavior of nurses can be caused by several factors,

including knowledge and caring attitudes. So, the formulation in this

research is how nurses caring bahivior in providing nursing care to

Paranoid Schizofrenia patients in the inpatient room of the Mental Hospital

of Prof.Dr.M.Ildrem Medan.The type of this research is observational

analytic with cross sectional design. The study was located in the Mental

Hospital of Prof.Dr.M.Ildrem Medan. The population of the study was all

nurses inpatient of the Mental Hospital of Prof.Dr.M.Ildrem Medan in 2018

years amounted to 135 people. The sample size is 25% of the total study

population of 30 people. Data analysis using univariate and bivariate with

Chi Square. The results of the study are the majority of the level of good

knowledge and negative attitudes, there is a relationship of knowledge (p

value 0.024<0.05; OR 11.00; 95%CI 1.164-103.944) and attitudes (p value

0.019<0.05; OR 9.333; 95% CI 1.511-57.654)towards nurses caring

behavior in providing nursing care to Paranoid Schizofrenia patients in the

inpatient room of the Mental Hospital of Prof.Dr.M.Ildrem Medan. The

conclusion is a relationship between knowledge and attitudes with caring

nurses inpatient behavior. It was suggested to the Mental Hospital of

Prof.Dr.M.Ildrem Medan to make training program aimed at improving

nursing Paranoid Schizofrenia patients.

Keywords: Caring Behavior, Nurses, Paranoid Schizofrenia

Abstrak :Skizofrenia paranoid adalah salah satu gangguan jiwa yang terbanyak diderita dibandingkan Skizofrenia tipe lain. Pelayanan bagi penderita gangguan jiwa tidak terlepas dari peran para profesional kesehatan, termasuk keperawatan. Perilaku caring merupakan komponen penting dan inti dalam praktek keperawatan yang mendasari sikap perilaku seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Rendahnya perilaku caring perawat dapat disebabkan oleh beberapa

(2)

Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan. Populasi penelitian yaitu seluruh perawat rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan tahun 2018 berjumlah 135 orang. Besar sampel adalah 25 % dari total populasi penelitian sebanyak 30 orang. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat dengan Chi Square. Hasil penelitian adalah mayoritas tingkat pengetahuan baik dan sikap negatif, ada hubungan pengetahuan (p value 0,024<0,05; OR 11,00; 95%CI 1,164-103,944) dan sikap (p value 0,019<0,05; OR 9,333; 95% CI 1,511-57,654) terhadap perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan. Kesimpulan adalah ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku caring perawat rawat inap. Disarankan kepada Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan untuk membuat program pelatihan caring bertujuan untuk meningkatkan perilaku caring dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid.

(3)

1

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara umum serta menjadi dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kesehatan jiwa membuat perkembangan fisik, intelektual dan emosional seseorang berkembang secara optimal selaras dengan perkembangan orang lain (Kemenkes, 2009). Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa), gangguan jiwa merupakan sindrom atau perilaku seseorang yang khas dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau pemburukan (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi manusia yaitu fungsi perilaku, psikologik, biologik dan gangguan tersebut tidak hanya terletak di dalam hubungan antara manusia tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2013). Menurut data WHO (World Health Organization) diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi dan 3,6% gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan juga gangguan jiwa akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030 (World Health Organization, 2017).Skizofrenia merupakan salah satu jenis psikotik yang paling dominan dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya dan multifaktorial. Sepertiga penderita gangguan jiwa tinggal di negara berkembang. Delapan dari 10 penderita Skizofrenia tidak mendapatkan perawatan medis. Gejala awal Skizofrenia umumnya muncul pada usia 15-25 tahun dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan perempuan dengan prevalensi semasa hidup secara global sekitar 0,3% – 0,7% (Ashturkar & Dixit, 2013; Van & Kapur, 2009). Rumah Sakit Prof.Dr.M.Ildrem Medan merupakan salah satu rumah sakit khusus bagi penderita gangguan jiwa. Berdasarkan data dari rekam medis menunjukkan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa yang pernah berada di ruang rawat inap pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah penderita Skizofrenia pada tahun 2015 tercacat sebanyak 549 orang, pada tahun 2016 menjadi 616 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 754 orang. Angka Skizofrenia sekitar 43-77% dari seluruh penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Prof.Dr.M.Ildrem Medan.Perilaku caring

perawat merupakan perilaku yang mendasari sikap perilaku seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasiennya. Perilaku perawat yang ramah, perhatian, peduli, memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga ketika melakukan pemeriksaan dan tindakan, menghargai pasien, tidak terburu-buru, tenang, lemah lembut, kasih sayang dan mengerti perasaan pasien atau keluarga pasien (Potter&Perry,2009). Perilaku caring

sangat penting karena akan memberikan kepuasan pada pasien. Diharapkan setiap perawat dapat memahami konsep caring

tersebut dan mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan. Selain itu, perilaku

caring dapat mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan kepuasan pasien di rumah sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan (Potter&Perry,2009). Pernyataan tersebut sejalan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perilaku

(4)

(2009) yang mengidentifikasi perilaku

caring perawat di RS Dr.M.Djamil Padang diperoleh perawat masih kurang ramah dalam melayani pertanyaan pasien, berperilaku tidak bersahabat dan jarang tersenyum. Begitu juga dengan hasil pengamatan Suwardi (2008) terhadap komunikasi terapeutik perawat di RSU Pandan Arang Boyolali yang mana masih ada perawat yang cenderung emosi saat menerima keluhan dari pasien, perawat yang hanya duduk-duduk di ruang perawat, perawat yang cenderung tidak tahu mengenai kondisi pasien, program pengobatan yang sudah diberikan dan yang akan diberikan, serta perawat yang kurang memahami keluhan yang dirasakan pasien. Ini menunjukkan bahwa perilaku caring masih kurang ditunjukkan oleh perawat yang bekerja di rumah sakit. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul (2013) di Rumah Sakit Umum Daerah Bao-Bao Sultra terhadap 64 responden juga diperoleh hasil sama yang menyatakan adanya hubungan perilaku

caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien dimana nilai p value 0,01(p<0,05). Hasil penelitian ini sesuai pula dengan penelitian kualitatif Saputri (2009) yang dilakukan di RSUD Rahayu Kudus terhadap 27 responden dimana nilai p value 0,001 (p<0,05) yang menyatakan bahwa perawat yang memberi perhatian lebih kepada pasien akan dianggap menjadi bagian keluarga oleh keluarga pasien. Perawat aktif bertanya, berbicara lembut, memberi dukungan, responsif kepada pasien, terampil dan menghargai serta menjelaskan. Perilaku perawat yang tidak caring lebih besar peluangnya sembilan kali menyebabkan keluarga pasien tidak puas dibandingkan perilaku perawat yang caring (Sera dkk, 2014). Rendahnya perilaku caring perawat tersebut dapat disebabkan oleh beberapa

faktor. Gibson (1987) dalam Rahayu & Susilawati (2018) mengatakan terdapat tiga faktor yang dapat memengaruhi perilaku caring perawat antara lain faktor individu yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan, latar belakang pendidikan dan demografis. Faktor psikologi yang terdiri dari sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, pelatihan dan pengembangan, imbalan atau penghargaan, pembuat keputusan, pengambilan risiko dan kerja sama.

Secara umum pelayanan keperawatan

di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa

Prof.Dr.M.Ildrem

Medan

telah

diupayakan sebaik mungkin, namun

berdasarkan hasil wawancara peneliti

terhadap

keluarga

pasien

diatas

memberikan

gambaran

bahwa

sebagian

besar

keluarga

pasien

merasakan perilaku

caring

perawat

masih

belum

memuaskan.

Berdasarkan latar belakang tersebut,

maka

penulis

tertarik

untuk

melakukan penelitian tentang perilaku

caring perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien

Skizofrenia Paranoid di ruang rawat

inap

Rumah

Sakit

Jiwa

Prof.Dr.M.Ildrem Medan.

Berdasarkan hasil survei di lapangan ditemukan keluhan dari keluarga pasien tentang perilaku caring perawat di ruang rawat inap yang masih belum bekerja secara professional Oleh karena itu rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan.

(5)

3

1) Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan.

2) Ada hubungan sikap dengan perilaku

caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan.

KAJIAN TEORITIS

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “schizein” yang berarti terpisah atau

pecah dan “phren” yang berarti jiwa.

Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses berpikir serta disharmonisasi antara proses piker, afek atau emosi, kemauan dan psikmotor disertai distorsi kenyataan, terutama ketika waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emose inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (FKUI, 2013). Kesadaran intelektual tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang dikemudian hari (Maslim, 2013).

Tipe-tipe

Penderita digolongkan ke dalam salah satu tipe menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam satu jenis. Tipe-tipe Skizofrenia adalah paranoid, hiberfenik, katatonik, undifferentiated dan

residual (Maramis, 2009). 1) Paranoid

Tipe skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

2) Heberfenik

Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik, waham dan halusinasinya

banyak sekali. 3) Katatonik

Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

Gejala yang penting adalah gejala psikomotor seperti:

a) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa mimik, seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang sangat

lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang beberapa bulan. b) Bila diganti posisinya penderita menentang.

c) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.

(6)

d) Terdapat grimas dan katalepsi. 4) Undifferentiated

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis

simplex adalah kedangkalan emosi dan adanya kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan. 5) Residual

Tipe ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kea rah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri

dan fungsi sosial.

Sub tipe Skizofrenia menurut ICD-10/PPDG-III sebagai berikut (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

1) Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia Paranoid merupakan subtipe Skizofrenia yang paling banyak ditemui di berbagai negara yang ditandai adanya satu atau lebih waham dengan halusinasi auditorik yang seing muncul. Pada konteks lain, paranoid dapat disamakan juga dengan persekuratorik, meskipun pada kenyataannya yang dialami tidak hanya selalu persekuratorik. Konten dari halusinasi auditorik sering berhubungan dengan waham. 2) Skizofrenia Hebefrenik

Subtipe Skizofrenia atau disebut juga

Skizofrenia disorganized pertama kali diperkenalkan oleh Ewald Hecker. Fitur utama adalah gangguan pikiran, meski adanya perilaku disorganisasi dan afek datar atau inappropriate

juga diperlukan untuk pemenuhan diagnosis.

3) Skizofrenia Katatonik

Skizofrenia katatonik pertama kali diperkenalkan oleh Karl Ludwig Kahibaum dengan istilah katatonia. Insidensi Skizofrenia katatonik mengalami penurunan dikarenakan perkembangan terapi dengan menggunakan obat-obatan antipsikosis yang semakin maju, atau disebabkan adanya beberapa perubahan dalam kriteria diagnosisnya.

4) Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)

Kategori ini digunakan pada pasien yang masuk dalam kriteria Skizofrenia, namun tidak dapat diklasifikasikan pada subtipe Skizofrenia paranoid, Skizofrenia hebefrenik maupun Skizofrenia katatonik. Atau pasien yang memperlihatkan gejala lebuh dari satu subtipe tanpa gambaran predominasi yang jelas untuk suatu kelompok diagnosis yang khas.

5) Depresi pasca Skizofrenia

Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan Skizofrenia. Beberapa gejala Skizofrenia harus tetap ada, tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap ini dapat merupakan gejala positf ataupun negatif, meskipun gejala negatif lebih sering ditemui. 6) Skizofrenia Residual

Diagnosis ini digunakan untuk pasien yang memiliki setidaknya satu episode psikosis sebelumnya dan memenuhi criteria Skizofrenia, namun sudah tidak memiliki gejala psikosis. Pasien masih mengalami gangguan dengan gambaran

(7)

gejala-5

gejala negatif, gejala residual, atau keduanya. Kondisi dapat kronis atau merupakan transisi menuju remisi yang sempurna.

7) Skizofrenia Simpleks

Diagnosis Skizofrenia subtipe ini diambil berdasarkan gejala defisit atau gejala negatif yang menonjol. Gejala positif tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis Skizofrenia simpleks. Gambaran klinis adalah penurunan fungsi atau penarikan diri secara sosial dan okupasi atau hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Gejala-gejala psikosis yang berat, atau halusinasi yang parah, waham yang menetap, biasanya tidak didapatkan pada pasien denan subtipeSkizofrenia ini.

8) Skizofrenia lainnya

9) Skizofrenia YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

Diagnosis

Skizofrenia dalam Javit (2014) merupakan suatu sindrom yang sifatnya heterogen yang berlangsung selama minimal enam bulan dan sindrom tersebut mencakup setidaknya 1 bulan gejala fase aktif yang mana diagnosisnya ditegakkan berdasarkan adanya sekumpulan gejala. Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid Skizofrenia paranoid merupakan subtipe Skizofrenia yang paling banyak ditemukan di berbagai negara (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

Komplikasi

Skizofrenia paranoid yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut (Maslim, 2013)

1)

Keinginan atau usaha bunuh diri.

2)

Perilaku merusak diri sendiri.

3)

Depresi.

4)

Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan terlarang, maupun obat yang diresepkan.

5)

Kemiskinan dan tuna wisma.

6)

Pengurungan, misalnya oleh keluarga.

7)

Konflik keluarga.

8)

Tidak mampu bekerja atau bersekolah.

9)

Masalah kesehatan akibat penggunaan obat antipsikosis.

10)

Menjadi pelaku ataupun korban kejahatan.

11)

Terkena penyakit jantung atau paru-paru.

Penatalaksanaan

Penanganan semua subtipe Skizofrenia

sebenarnya serupa. Namun tiap penderita mungkin menjalani perawatan yang berbeda, bergantung pada tingkat keparahan gejala dan kondisi penderitanya masing-masing. Batasan Perilaku. Perilaku merupakan respon terbuka dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati (Fitriani, 2011).

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain

cross sectional yaitu suatu desain penelitian dimana pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara simultan atau bersamaan pada satu saat (sekali waktu).

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.M.Ildrem Medan, karena penderita Skizofrenia di rumah sakit tersebut mengalami

(8)

peningkatan cukup tinggi selama tahun 2018-2019.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2019.

Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi penelitian yaitu seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan tahun 2019 sebanyak 120 orang. Metode Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder Analisa Data

Metode analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Univariat 2. Bivariat Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel yaitu variabel independen (pengetahuan

caring dan sikap caring) dengan variabel dependen (perilaku caring) menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan

p value< 0,05.

Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Caring Perawat

Berdasarkan hasil tabulasi silang pengetahuan responden dengan perilaku

caring dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan Tahun 2018, maka diketahui bahwa 9 dari 18 orang responden adalah berpengetahuan baik dan perilaku yang baik juga, sedangkan 12 orang responden

yang pengetahuannya kurang baik hanya 1 orang yang menjadi perilakunya baik. Hasil analisis statistik uji Chi-square

diperoleh nilai p=0,024<0,05, artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan caring dengan perilaku

caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan Tahun 2018, atau dapat disimpulkan bahwa adanya kecenderungan perawat tidak akan berperilaku caring baik jika tidak memiliki pengetahuan caring yang baik juga. Selain itu juga diperoleh nilai OR 11,000 dengan 95% CI 1,164-103.944 yang berarti perawat dengan tingkat pengetahuan caring yang kurang baik memilik peluang 11 kali berperilaku menjadi kurang baik pada pasien dalam memberikan asuhan keperawatan.

Distribusi hubungan pengetahuan caring

dengan perilaku caring perawat dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut ini.

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan

Caring dengan Perilaku Caring

Pengetahuan Caring * Perilaku Caring Pengetah uan Caring Perilaku Caring Total p OR (CI=95%) Baik Kurang Baik n % N % n % Baik 9 30 ,0 9 30 ,0 18 60 ,0 0,024 11,000 (1,164-103.944) Kurang Baik 1 3, 3 11 36 ,7 12 40 ,0 Total 1 0 33 ,3 20 66 ,7 30 10 0, 0

(9)

7

Hubungan Sikap dengan Perilaku Caring Perawat

Berdasarkan hasil tabulasi silang pengetahuan responden dengan perilaku

caring dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan Tahun 2018, maka diketahui bahwa dari 8 dari 14 orang responden adalah bersikap positif dan perilaku yang baik, sedangkan 16 orang responden yang sikapnya negatif hanya 2 orang yang menjadi perilakunya baik.

Hasil analisis statistik uji Chi-square

diperoleh nilai p=0,019<0,05, artinya ada hubungan yg signifikan antara sikap

caring dengan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan Tahun 2018, atau dapat disimpulkan bahwa adanya kecenderungan perawat untuk tidak berperilaku baik dalam memberikan asuhan keperawatan jika tidak memiliki sikap yang positif. Selain itu juga diperoleh nilai OR 9,333 dengan 95% CI 1,511-57,654 yang berarti perawat dengan sikap caring yang negatif cenderung memiliki peluang 9,333 kali berperilaku menjadi kurang baik pada pasien dalam memberikan asuhan keperawatan. Distribusi hubungan sikap

caring dengan perilaku caring perawat dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.16 Hubungan Sikap Caring

dengan Perilaku Caring

Pengetahuan Caring * Perilaku Caring

Sikap Perilaku Caring Total p OR

Caring Baik Kurang Baik (CI=9 5%) N % N % n % Positif 8 26, 7 6 20,0 14 46,7 0, 0 1 9 9,333 (1,51 1-57,65 4) Negatif 2 6,7 14 46,6 16 53,3 Total 10 33, 3 20 66,7 30 100, 0 Pembahasan Univariat

Distribusi karakteristik umur responden berpedoman pada ketetapan Kemenkes RI (2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat 3 kelompok umur yaitu kelompok umur 17-25 tahun merupakan kelompok umur remaja akhir yang mencapai 14 orang (46,7%), kelompok umur 26-45 tahun merupakan kelompok umur dewasa awal sebanyak 9 orang (30,0%), dan kelompok umur 36-45 tahun merupakan kelompok umur dewasa akhir sebanyak 7 orang (23,3%). Perilaku caring perawat kurang baik juga disebabkan oleh sebagian besar perawat yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan tersebut memiliki usia yang tergolong muda yaitu rentang usia 17-25 tahun dan masa kerja kurang dari 2 tahun. Pengalaman yang masih kurang dan tingkat emosional yang belum stabil ikut memengaruhi terhadap perilaku caring

kepada pasien. Rentang usia 17-25 tahun menurut ketetapan Kementerian Kesehatan RI (2013) termasuk kategori usia remaja akhir.

(10)

Menurut Santrock (2008), usia remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup adanya perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Perubahan ini terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir yang abstrak sampai pada kemandiriannya. Ahli psikolog dalam Santrock (2008) menambahkan, usia remaja belum memiliki kematangan dalam cara berpikir dan kurangnya pengalaman untuk berinteraksi dengan lingkungan biologis dan sosial. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian ini tentang masa kerja responden yang menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki masa kerja dibawah 2 tahun, sehingga dapat diartikan mayoritas perawat yang bekerja di ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan tersebut masih kurang pengalaman dalam berinteraksi sosial, baik dengan pasien maupun keluarga pasien, termasuk pengalaman dalam menangani pasien jiwa.

Tingginya penilaian perilaku caring

perawat seperti yang dikutip oleh Jannah dkk (2016) adalah suatu keadaan positif yang dapat memicu terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dari suatu rumah sakit. Penilaian positif ini merupakan suatu penghargaan dan pencapaian yang cukup baik yang perlu untuk dipertahankan dan dikembangkan agar dapat menciptakan citra rumah sakit yang baik di pandangan masyarakat. umum Namun pada penelitian ini justru sebaliknya yang terjadi. Rendahnya penilaian yang diberikan oleh masyarakat dikarenakan perilaku caring perawat di ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan dianggap masih kurang baik dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien Skizofrenia Paranoid. Hasil penelitian ini

tidak sesuai dengan pendapat dari Varcarolis&Halter (2009) yang menyatakan bahwa caring merupakan esensi dari ilmu keperawatan dan landasan untuk perilaku secara etis. Orang-orang yang berada dalam hubungan caring cenderung berperilaku secara etis terhadap satu sama lain. Bivariat

Peningkatan kinerja petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit mutlak dilakukan guna memperbaiki citra dari rumah sakit tersebut yang telah terbentuk di masyarakat dikarenakan kurang optimalnya pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Peningkatan kinerja petugas kesehatan ini juga perlu dilakukan kepada tenaga keperawatan sebagai mayoritas tenaga kesehatan yang bekerja di suatu rumah sakit (Nurhayati, 2016).

Kinerja perawat menerapkan prinsip etik yang penting untuk dilakukan, mengingat perawat yang dalam melakukan asuhan keperawatan berperilaku tidak etik dapat menimbulkan kerugian bagi pasien sebagai penerima dari asuhan keperawatan tersebut yaitu dapat mengalami injury atau bahaya fisik antara lain nyeri, kecacatan maupun kematian, serta bahaya emosional seperti perasaan tidak berdaya atau terisolasi. Faktor yang memengaruhi kinerja perawat dalam menerapkan prinsip etik asuhan keperawatan adalah perilaku

caring perawat (Nurhayati, 2016). KESIMPULAN DAN SARAN

1)

Sebagian besar tingkat pengetahuan

caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa

(11)

9

Prof.Dr.M.Ildrem Medan adalah memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 18 orang.

2)

Sebagian besar sikap caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan adalah memiliki sikap negatif sebanyak 16 orang.

3)

Sebagian besar perilaku caring

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan adalah memiliki perilaku yang kurang baik yaitu sebanyak 20 orang.

4)

Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan (p value

0,024<0,05; OR 11,00; 95%CI 1.164-103.944).

5)

Ada hubungan sikap dengan perilaku

caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan (p value

0,019<0,05; OR 9,333; 95% CI 1,511-57,654).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka :

1) Disarankan kepada Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem Medan untuk membuat program pelatihan caring

pada perawat agar perilaku caring

perawat menjadi lebih baik.

2) Disarankan kepada perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap

caring yang akan memengaruhi pada peningkatan perilaku caring dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Skizofrenia Paranoid. 3) Disarankan kepada peneliti

selanjutnya untuk menggali informasi hasil penelitian ini lebih mendalam dengan melakukan penambahan dengan data-data kualitatif yang mendukung. Diharapkan dengan data-data kualitatif tersebut dapat melihat dinamika perilaku caring perawat yang dialami oleh pasien di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, dkk. (2013). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Bao-Bao. Skripsi

Tidak dipublikasikan.

Abidi, S. (2013). Psychosis in Children and Youth Focus on Early Onset Schizophrenia. Pediatr Rev; 34(&): 296-305.

Anjaryani, W.D. (2009). Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Pelayanan perawat di RSUD Tugurejo Semarang. Tesis. Anonim. (2010). Schizophrenia. Concise

Medical Dictionary, Oxford: Oxford University Press.

Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta Armilah, S. (2015). Hubungan stres kerja

dengan Perilaku Caring di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr.Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang. Skripsi. Tidak dipublikasikan.

(12)

Ashturar, M.D & Dixit, J.V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of Schizofrenia: A Cross Sectional Study at Terityary Care Hospital in Maharashtra. National Journal of Community Medicine; 65-69.

Asmadi. (2012). Gangguan Jiwa di Indonesia Masih Terabikan. Kompas 11 Februari 2012.

Badan Pusat Statistik Kota Medan. (2017). Kota Medan dalam Angka, Sumatera Utara: BPS Sumatera Utara.

Blais, K.K.(2007). Praktek Keperawatan Profesional (Edisi 4), Jakarta: EGC. Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K.

(2017). Research Methods Education, United Kingdom: Routledge.

Darwin, Eryati., & Hardisman. (2014).

Etika Profesi Kesehatan (Edisi 1 cetakan Pertama), Yogyakarta: Deepublish.

Davies, Teifion & Craig, TKJ. (2009).

ABC Kesehatan Mental (Cetakan Pertama); Alih bahasa: Alifa Dimanti, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fitriani, S. (2011). Promosi Kesehatan

(Cetakan I), Yogyakarta: Graha Ilmu.

FKUI. (2013). Buku Ajar Pasikiatri

(Edisi 2), Jakarta: FKUI.

Hafsyah L. (2012). Hubungan Perilaku Caring yang Dilakukan Perawat dengan Tingkat Kepuasan Klien

di Ruangan Penyakit Dalam RSUD Pariaman Tahun 2012.

Skripsi. Tidak dipublikasikan. Hawari, D. (2014). Skizofrenia

Pendekatan Holistik (BPSS) Bio-PsikoSosial-Sosial, Jakarta: FKUI.

Hidayati, Nurlaili. (2013). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hogan, M.F. (2008). Assesing the

Economic Costs of Serious Mental Illness. American Journal Psychiatry. June 2008; 165: 6. Jannah, F., Rizani, A., & Marwansyah, H.

(2016). Gambaran Perilaku Caring dan Faktor Perilaku Caring Perawat terhadap Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Banjarbaru tahun 2016.

(13)

Gambar

Tabel  4.15    Hubungan  Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melihat bahwa Negara terbukti masih lemah dalam penanganan hukum kasus tindak pidana perdagangan orang, maka kemungkinan besar yang terjadi, menjadi

merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok

Pulau Sembilan merupakan satu diantara 17 Pulau yang terdapat di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara.Hampir sepanjang pantai di Pulau Sembilan di tumbuhi oleh Mangrove.Pulau

[r]

 guru memberikan kesempatan pada siswa lain, apabila ada siswa yang mempunyai pemikiran yang beda antara siswa satu dengan siswa yang telah menyampaikan pendapatnya tadi..  guru

[r]

ajar  Instrumen penilaian pelajaran kewirausa- haan  Laporan kinerja siswa yang dihasilkan dalam SIM kinerja siswa  Buku referensi yang relevan 1.7 Membuat keputusan

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode pengumpulan data, yaitu: (1) metode observasi dilakukan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah