KEWENANGAN PEMERINTAH TERHADAP PENGELOLAAN
INVESTASI PEMERINTAH
TESIS
OLEH
SRI MARIANI
107005072/HK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan investasi, yang dilakukan oleh PIP. Dalam melakukan pembelian saham divestasi terhadap modal asing, Menteri Keuangan menggunakan uang negara. Hal ini lah yang menjadi kisruh tentang pembelian saham PT. NNT, dimana terjadi pertentangan pendapat antara Menteri Keuangan dengan DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pembelian saham PT. NNT tidak memerlukan persetujuan DPR karena pembelian saham PT. NNT sudah terencana dalam APBN dan bukan merupakan keadaan tertentu misalnya BLBI.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: pertama: bagaimana ketentuan tentang divestasi saham asing pada perusahaan penanam modal di Indonesia? kedua, bagaimana kewenangan pemerintah (Menteri Keuangan) dalam melakukan investasi pemerintah melalui pembelian saham divestasi modal asing? dan ketiga, bagaimana ketentuan dalam hal pemerintah melakukan divestasi terhadap saham pemerintah?
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah dalam investasi dan divestasi saham.
Ketentuan peraturan divestasi modal asing pertama kali diatur dalam PP No. 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing ditentukan jangka waktu divestasi 30 tahun harus didivestasikan setelah berproduksi secara komersil kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ditentukan divestasi modal asing berdasarkan kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam kontrak karya, khusus untuk bidang pertambangan ketentuan divestasi diatur dalam Pasal 97 PP No. 24 Tahun 2012. Dalam UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 6 Ayat (1) Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk melakukan pembelian saham divestasi modal asing. Persyaratan dan tata cara untuk melakukan divestasi terhadap saham pemerintah diatur dalam Permenkeu No. 183/PMK.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah yaitu pemerintah terlebih dahulu melakukan analisis yaitu : analisis penilaian saham, analisis portofolio, analisis penilaian surat utang, analisis resiko, analisis kelayakan.
Diharapkan agar Pemerintah dalam membuat pengaturan tentang divestasi harus disesuaikan dengan iklim perekonomian di Indonesia. Pemerintah dalam membuat peraturan sebaiknya dijelaskan secara terperinci mengenai definisi operasional yang dirasa dapat menimbulkan permasalahan untuk ke depannya. Pemerintah harus lebih cermat dalam teliti dalam menyetujui sebuah kontrak karya.
ABSTRACT
One factor to promote economic development in Indonesia, with investments. Minister of Finance as Treasurer of the State has the authority to perform investment management, conducted by Central Government Investment. In to buy shares of divestment of foreign capital, the Minister of Finance using state funds. Use of money this country must come through the procedures specified in the law, this is the chaotic about the purchase of shares in PT. NNT, where there is disagreement between the Minister of Finance of the House of Representatives and the State Audit Board (BPK).
Problems discussed in this study are: first: how the provisions on foreign divestment of shares in the company's investment in Indonesia? second, how the government authority (Finance Minister) in the conduct of government investment through the buyer's share of foreign capital divestment? and third, how the provisions of this government to divest its stake?
The method used in this study is the juridical normative, ie research that refers to the norms of law, contained in legislation relating to government authority in the investment and divestment.
Conclusions in this study illustrated that foreign capital divestment provisions first set out in PP. 17 of 1992 on Share Ownership Requirements in Foreign Investment Company specified period of 30 years must divest set to commercially produce ah then the government passed Law No. 25 Year 2007 concerning Capital Investment divestment of foreign capital is determined by agreement of the parties set forth in the contract. The Law No. 17 of 2003 on State Financial, Article 6 Paragraph (1) The Minister of Finance has the authority to make purchases of foreign capital divestment. Requirements and procedures to divest of government shares to be set in keu No. Per. 183/PMK .05/2008 About Requirements and Procedures for the divestment of Government Investment in government prior to the analysis: the analysis of stock valuation, portfolio analysis, debt valuation analysis, risk analysis, feasibility analysis.
It is hoped that the Government in making arrangements about the divestment should be adapted to the economic climate in Indonesia. Government in making the rules should be explained in detail about the operational definition that is felt can cause problems for the future. Government should be more careful in approving a contract in the meticulous work.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang, penulis dapat
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.) pada Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan
judul penelitian “Kewenangan Pemerintah Terhadap Pengelolaan Investasi
Pemerintah”.
Dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas, penulis ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM). Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.
Dr. Runtung, SH, M.Hum serta Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Anggota
Komisi yang selalu memberikan arahan dan masukan serta perbaikan terhadap
penelitian ini sampai selesai;
5. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum dan Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum, selaku
6. Seluruh Guru Besar dan Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
7. Teman-teman angkatan 2010 serta seluruh Staf Akademik dan Pegawai pada
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu dalam melancarkan segala urusan berkenaan dengan
administrasi dan informasi;
8. Orang Tua ku, Papa: Muhammad Ishak, Mama: Dewi Susemi, Abang: Rachmat
Ishak, Kakak: Ratna Sari Dewi, dan Adik: Nia Novianti, setiap waktu dan
sepanjang hari tidak lupa dengan ikhtiar dan doa serta selau memberikan bantuan
materil dan moril agar penulis mencapai cita-cita.
Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini memberi
manfaat bagi semua pihak dan menambah serta memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan.
Akhir kata, mohon maaf atas ketidaksempurnaan substansi dalam penelitian
ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan ke
depannya.
Medan, Juli 2012
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sri Mariani
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/01 Maret 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Vetpur-Raya III B.5 Medan Estate (20371)
Pendidikan Formal : - SD Swasta Swakarya Medan (Lulus Tahun 2000);
- SMP Swasta Budisatrya Medan (Lulus Tahun 2003);
- SMA Swasta Utama Medan (Lulus Tahun 2006);
- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(Lulus Tahun 2010);
- S2 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian... 12
D. Manfaat Penelitian... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori... 15
2. Kerangka Konsep ... 21
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian ... 23
2. Sumber Bahan Hukum ... 24
3. Teknik Pengumpulan Data ... 26
5. Metode Penarikan Kesimpulan ... 28
BAB II. KETENTUAN TENTANG DIVESTASI SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA... 29
A. Pengertian dan Dasar Hukum Divestasi... 29
B. Tujuan Pengaturan Divestasi Saham Asing ... 31
C. Pelunakan Persyaratan Divestasi Modal Asing ... 35
D. Ketentuan Divestasi Saham Modal Asing yang Dituangkan dalam Kontrak Karya... 41
1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya ... 41
2. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Divestasi Saham Modal Asing ... 51
3. Jumlah dan Jangka Waktu Divestasi Modal Asing ... 54
4. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Karya... 58
BAB III. KEWENANGAN PEMERINTAH (MENTERI KEUANGAN) DALAM MELAKUKAN INVESTASI PEMERINTAH MELALUI PEMBELIAN SAHAM DIVESTASI... 72
A. Ruang Lingkup Investasi Pemerintah... 72
B. Divestasi Saham Pada Perusahaan Pertambangan ... 79
C. Kewenangan Menteri Keuangan dalam Pembelian Saham Divestasi Perusahaan Modal Asing... 86
E. Tugas dan Fungsi Pusat Investasi Pemerintah (PIP)... 97
F. Laporan atas Pelaksanaan Kegiatan Investasi (LPKI) sebagai Informasi dalam Rangka Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Investasi Pemerintah ... 108
G. Analisis Kewenangan Pemerintah pada Pembelian Saham Divestasi PT. Newmont NTT ... 112
BAB IV. KETENTUAN DALAM HAL PEMERINTAH MELAKUKAN DIVESTASI SAHAM... 131
A. Wewenang Pemerintah Melakukan Divestasi Saham ... 131
B. Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah ... 132
C. Pelaksanaan Divestasi atas Investasi Pemerintah... 135
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 137
A. Kesimpulan ... 137
B. Saran ... 139
DAFTAR PUSTAKA ... 140
ABSTRAK
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan investasi, yang dilakukan oleh PIP. Dalam melakukan pembelian saham divestasi terhadap modal asing, Menteri Keuangan menggunakan uang negara. Hal ini lah yang menjadi kisruh tentang pembelian saham PT. NNT, dimana terjadi pertentangan pendapat antara Menteri Keuangan dengan DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pembelian saham PT. NNT tidak memerlukan persetujuan DPR karena pembelian saham PT. NNT sudah terencana dalam APBN dan bukan merupakan keadaan tertentu misalnya BLBI.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: pertama: bagaimana ketentuan tentang divestasi saham asing pada perusahaan penanam modal di Indonesia? kedua, bagaimana kewenangan pemerintah (Menteri Keuangan) dalam melakukan investasi pemerintah melalui pembelian saham divestasi modal asing? dan ketiga, bagaimana ketentuan dalam hal pemerintah melakukan divestasi terhadap saham pemerintah?
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah dalam investasi dan divestasi saham.
Ketentuan peraturan divestasi modal asing pertama kali diatur dalam PP No. 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing ditentukan jangka waktu divestasi 30 tahun harus didivestasikan setelah berproduksi secara komersil kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ditentukan divestasi modal asing berdasarkan kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam kontrak karya, khusus untuk bidang pertambangan ketentuan divestasi diatur dalam Pasal 97 PP No. 24 Tahun 2012. Dalam UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 6 Ayat (1) Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk melakukan pembelian saham divestasi modal asing. Persyaratan dan tata cara untuk melakukan divestasi terhadap saham pemerintah diatur dalam Permenkeu No. 183/PMK.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah yaitu pemerintah terlebih dahulu melakukan analisis yaitu : analisis penilaian saham, analisis portofolio, analisis penilaian surat utang, analisis resiko, analisis kelayakan.
Diharapkan agar Pemerintah dalam membuat pengaturan tentang divestasi harus disesuaikan dengan iklim perekonomian di Indonesia. Pemerintah dalam membuat peraturan sebaiknya dijelaskan secara terperinci mengenai definisi operasional yang dirasa dapat menimbulkan permasalahan untuk ke depannya. Pemerintah harus lebih cermat dalam teliti dalam menyetujui sebuah kontrak karya.
ABSTRACT
One factor to promote economic development in Indonesia, with investments. Minister of Finance as Treasurer of the State has the authority to perform investment management, conducted by Central Government Investment. In to buy shares of divestment of foreign capital, the Minister of Finance using state funds. Use of money this country must come through the procedures specified in the law, this is the chaotic about the purchase of shares in PT. NNT, where there is disagreement between the Minister of Finance of the House of Representatives and the State Audit Board (BPK).
Problems discussed in this study are: first: how the provisions on foreign divestment of shares in the company's investment in Indonesia? second, how the government authority (Finance Minister) in the conduct of government investment through the buyer's share of foreign capital divestment? and third, how the provisions of this government to divest its stake?
The method used in this study is the juridical normative, ie research that refers to the norms of law, contained in legislation relating to government authority in the investment and divestment.
Conclusions in this study illustrated that foreign capital divestment provisions first set out in PP. 17 of 1992 on Share Ownership Requirements in Foreign Investment Company specified period of 30 years must divest set to commercially produce ah then the government passed Law No. 25 Year 2007 concerning Capital Investment divestment of foreign capital is determined by agreement of the parties set forth in the contract. The Law No. 17 of 2003 on State Financial, Article 6 Paragraph (1) The Minister of Finance has the authority to make purchases of foreign capital divestment. Requirements and procedures to divest of government shares to be set in keu No. Per. 183/PMK .05/2008 About Requirements and Procedures for the divestment of Government Investment in government prior to the analysis: the analysis of stock valuation, portfolio analysis, debt valuation analysis, risk analysis, feasibility analysis.
It is hoped that the Government in making arrangements about the divestment should be adapted to the economic climate in Indonesia. Government in making the rules should be explained in detail about the operational definition that is felt can cause problems for the future. Government should be more careful in approving a contract in the meticulous work.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Percepatan pembangunan ekonomi ke arah stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi, perlu didukung dengan permodalan terutama permodalan yang berasal dari
proyek-proyek produktif karena apabila hanya mengharapkan permodalan dari
bantuan luar negeri, hal tersebut sangatlah terbatas dan sangat bersifat hati-hati. Hal
ini dikarenakan politik luar negeri negara Indonesia tidaklah sama dengan politik luar
negeri negara lainnya karena kepentingan suatu negara tentulah berbeda dengan
negara lainnya. Faktor yang membedakan adalah letak geografis, kekayaan
sumber-sumber alam, jumlah penduduk, sejarah perjuangan kemerdekaan, kepentingan
nasional untuk suatu masa tertentu, dan situasi politik internasional.1
Salah satu faktor untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di Indonesia,
yaitu dengan investasi. Investasi yang penting untuk pembangunan ekonomi yaitu
investasi yang memberikan manfaat ekonomi, sosial dan manfaat lainnya. Investasi
ini dikelola oleh pemerintah karena menyangkut kepentingan masyarakat luas. Hal ini
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945:
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”2
1
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 5-6.
2
Dalam melakukan investasi di Indonesia, pemerintah sendiri tidak mempunyai
modal yang cukup untuk melakukan investasi. Oleh karena itu pemerintah melakukan
kerjasama dengan pihak swasta maupun luar negeri. Dalam melakukan kerjasama
dengan pihak swasta dan pihak luar negeri, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
kebijakan diantaranya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal
Asing ditujukan untuk mengundang para investor asing untuk menanamkan
investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi keterbatasan
kemampuan negara mengelola Sumber Daya Alam. Sementara itu, potensi sumber
ekonomi yang dimiliki oleh Indonesia belum dapat diolah dengan baik karena
keterbatasan modal dan teknologi yang tidak memadai. Untuk itu, investasi asing
sangat dibutuhkan dalam melanjutkan pembangunan ekonomi nasional.
Investasi asing memberikan manfaat dan keuntungan bagi Indonesia, yaitu:3
1. Penyediaan lapangan kerja;
2. Mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa;
3. Mendorong berkembangnya industri barang-barang ekspor non-migas untuk mendapatkan devisa;
4. Pembangunan daerah-daerah tertinggal; 5. Alih Teknologi4
3
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal; Studi Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 407.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri, iklim investasi di Indonesia relatif berkembang
pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa insentif yang terkandung di dalam
Undang-Undang tersebut, yaitu meliputi perlindungan dan jaminan investasi, terbukanya
lapangan kerja bagi tenaga kerja asing, dan adanya insentif di bidang perpajakan dan
yang tak kalah penting, situasi politik dan keamanan pada saat itu relatif lebih stabil
yang mendorong investasi semakin bergairah dan menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Bahkan pada awal tahun 70-an sampai akhir 80-an, Jepang melakukan
investasi besar-besaran di Indonesia. Perusahaan-peusahaan tambang besar seperti
Freeport Mc Morant, Shell, Mobil Oil mulai menanamkan sahamnya secara
besar-besaran di Indonesia.5
Dalam perjalanan waktu penanaman modal asing yang terjadi di Indonesia,
tidak seperti apa yang diharapkan, dalam arti kata target yang ditentukan tidak
tercapai, sehingga pemerintah mengkaji hambatan-hambatan yang menjadi penyebab
kurang berminatnya investor, mulai dari segi politik, hukum dan hubungannya
dengan perangkat undang-undang dan organisasi birokrasi. Pada tahun 1992 melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 diizinkan bagi perusahaan penanaman
modal asing mendirikan perusahaan dengan modal saham yang seluruhnya dimiliki
oleh peserta asing, dan peraturan ini dicabut dan digantikan dengan Peraturan
4
Budiman Ginting, Hukum Investasi: Perlindungan Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanam Modal Asing, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007), hal. 207.
5
Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993, setelah itu dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahan yang Didirikan
dalam Rangka Penanaman Modal Asing yang mencabut Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 1993 Tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993
Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan
Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, mengizinkan kepemilikan saham
asing sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari seluruh nilai modal saham
perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi
sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu persen) dalam jangka waktu 20 tahun
sejak perusahaan berproduksi secara komersial.6
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham
Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing,
mengizinkan kepemilikan saham asing paling banyak 95% (sembilan puluh lima
persen) dan jangka waktunya selama 30 tahun harus didivestasi.7
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, banyak
menimbulkan polemik baik yang kontra maupun yang setuju, padahal sasaran
pemerintah pada waktu itu ingin memenuhi perkembangan ekonomi dunia, agar
6
Pasal 2, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing.
7
deregulasi di berbagai bidang dilanjutkan, sebab peraturan ini sebagai suatu jawaban
dalam upaya menyederhanakan persyaratan tentang pemilikan modal asing.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 mengenai pemilikan
saham dan lainnya secara keseluruhan memberikan kepastian hukum, dan mendorong
pelaksanaan dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 1994 ini juga bertujuan merangsang pengusaha Indonesia untuk mau
menanamkan modalnya dalam penanaman modal asing walaupun modal tersebut
hanya berkisar 5% (lima persen) akan tetapi membawa pengaruh yang cukup banyak
terhadap perkembangan perekonomian nasional sebab diharapkan nantinya
perusahaan tersebut didivestasikan dalam bentuk saham yang menjadi saham warga
negara Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 mengatur penanaman modal
asing dapat dilakukan dalam bentuk patungan antara modal asing dengan modal yang
dimiliki warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Mengenai jumlah
modalnya ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya. Penjualan
saham melalui pemilikan langsung ditentukan sesuai dengan kesepakatan para pihak
dan/atau pasar modal dalam negeri.
Salah satu alasan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1994 adalah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur investasi dengan
mengizinkan pihak asing berinvestasi pada sektor usaha-usaha yang penting bagi
umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum,
pembangkitan tenaga atom dan mass media.
Sejalan dengan perkembangan penanaman modal di Indonesia, harus
dilakukan pembaharuan hukum karena peraturan yang lama dirasakan tidak sesuai
lagi dengan iklim investasi di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah mengeluarkan
kebijakan baru yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Pemerintah menetapkan
ketentuan bagi perusahaan modal asing yang melakukan investasi di Indonesia,
divestasi dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama para pihak yang diatur secara
tegas dalam joint venture agreement, mengenai waktu dan besarnya saham yang
harus didivestasikan oleh pihak asing juga diserahkan kepada para pihak, namun tetap
perlu diingat bahwa pada akhirnya kepemilikan saham PMA 49% (empat puluh
sembilan persen) dan 51% (lima puluh satu persen) saham dikuasai domestik.
Ketentuan baru ini memiliki perbedaan dengan ketentuan lama yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahan yang
Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, dalam hal divestasi ketentuan
lama sudah mengatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan mengenai
jangka waktu divestasi saham asing yakni 30 tahun setelah produksi komersial,
setelah itu perusahaan asing tersebut harus dinasionalisasikan. Dalam ketentuan baru
mengenai jangka waktu divestasi ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak
Khusus berkenaan dengan divestasi di bidang pertambangan diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Latar belakang dikeluarkannya PP ini adalah
untuk meningkatkan penguasaan nasional atas industri tambang sesuai dengan amanat
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Dalam PP ini, yang pada awalnya bentuk
kerjasama KK dalam pertambangan mineral dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) memposisikan negara dan perusahaan secara
sejajar dirubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Melalui paradigma
perizinan dalam IUP ini, negara berada di posisi superior atas investor tambang.
Filosofi divestasi saham asing berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 disebutkan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas
kemandirian, dengan demikian bahwa adalah keberadaan modal asing sebagai unsur
pelengkap dalam pembiayaan pembangunan nasional. Pembangunan nasional
dilaksanakan berdasarkan prinsip kemandirian yaitu penanaman modal dilakukan
dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri
pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. Sumber dana
dari luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip
peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan mencegah
keterikatan dan campur tangan pihak asing.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional di Indonesia, Pemerintah
secara luas, investasi ini selanjutnya disebut investasi pemerintah. Ruang lingkup
investasi pemerintah meliputi investasi jangka panjang yang terdiri dari pembelian
surat berharga meliputi saham dan surat utang, dan investasi langsung meliputi
penyertaan modal dan pemberian pinjaman yang dilaksanakan oleh Badan Investasi
Pemerintah.8
Bagi usaha-usaha yang dirasa dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat
sosial, dan/atau manfaat lainnya haruslah dikelola oleh pemerintah karena usaha
tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan
pemerintah untuk melakukan investasi. Investasi tersebut merupakan wujud dari
peran pemerintah dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9
Terhadap perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dalam
usaha-usaha yang menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia secara luas,
Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan divestasi terhadap
saham asing minimal 51% (lima puluh satu persen).
10
8
Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah.
9
Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
10
Pemerintah Indonesia selain dapat melakukan investasi melalui pembelian
saham divestasi modal asing, juga dapat melakukan divestasi terhadap aset
pemerintah. Mengenai wewenang dalam hal divestasi modal asing maupun divestasi
terhadap investasi pemerintah, Pada prinsipnya sesuai dengan Pasal 7 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara bahwa
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menempatkan uang
negara dan mengelola/menatausahakan investasi.11
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara memiliki kewenangan
untuk melakukan pengelolaan investasi melalui pembelian saham divestasi, dimana
dalam penyelenggaraan kewenangan operasionalnya Menteri Keuangan berwenang
membentuk Badan Investasi Pemerintah, yang dalam hal ini Pusat Investasi
Pemerintah (PIP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
181/PMK.05/2008 Tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah. Pusat Investasi
Pemerintah merupakan unit organisasi non eselon di bidang pengelolaan investasi
pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan
melalui Sekretaris Jenderal.12
Untuk menelusuri dasar hukum terkait dengan kewenangan Pusat Investasi
Pemerintah membeli saham divestasi dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah. Dalam Pasal 11 Ayat (4) Huruf
sehingga kepemilikan peserta Indonesia pada PT. Newmont Nusa Tenggara minimal 51% pada tahun 2010.
11 Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Investasi Pemerintah.
12
l, dalam rangka pelaksanaan kewenangan operasional Menteri Keuangan berwenang
dan bertanggung jawab melaksanakan investasi pemerintah dan divestasinya. Pasal
12 Ayat (12) Menteri Keuangan membentuk Badan Investasi Pemerintah (PIP) untuk
menyelenggarakan kewenangan operasional.
Dalam melakukan pembelian saham divestasi terhadap modal asing, Menteri
Keuangan menggunakan uang negara untuk melakukan pembelian saham.
Penggunaan uang negara ini haruslah melalui prosedur yang telah ditentukan dalam
undang-undang, hal ini yang menjadi kisruh tentang pembelian saham PT. Newmont
Nusa Tenggara, dimana terjadi pertentangan pendapat antara Menteri Keuangan
dengan DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Terkait kisruh pembelian saham PT. Newmont Nusa Tenggara adalah
bermula dari hasil audit dan pendapat BPK yang mengatakan bahwa investasi yang
dilakukan Menteri Keuangan melalui PIP yang berencana membeli 7% (tujuh persen)
saham PT. Newmont Nusa Tenggara tersebut, telah terjadi kesalahan prosedur yang
dilakukan oleh PIP tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPR, karena
pembelian saham tersebut merupakan bentuk penyertaan modal negara sehingga
harus mendapat persetujuan dari DPR.13
Pandangan BPK ini didasarkan pada ketentuan Pasal 24 Ayat (7)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menyebutkan
13 Faisal Akbar Nasution,
“Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah
Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada
perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR”.14
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 BPK beranggapan bahwa pembelian saham PT. Newmont Nusa Tenggara
sebanyak 7% (tujuh persen) yang dilakukan oleh PIP termasuk dalam keadaan
tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional.15
Alasan yang sama kemudian juga didasarkan pada ketentuan Pasal 6
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas, yang menyebutkan “Penyertaan modal ke dalam perseroan terbatas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Huruf b (Penyertaan modal negara pada
perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara), dilakukan
dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional”.16
Dalam penjelasan Pasal 24 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tidak ditemukan tentang
kriteria bagaimanakah suatu keadaan tertentu itu dan demikian pula dengan kriteria
penyelamatan perekonomian nasional. Hal inilah yang menimbulkan permasalahan
penafsiran dan selanjutnya dapat menimbulkan sengketa.17
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Ibid.
17
Berdasarkan uraian di atas, penting kiranya mengetahui kewenangan Menteri
Keuangan dalam melakukan divestasi saham asing maupun divestasi terhadap
investasi pemerintah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut
mengenai hal tersebut, yang akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan judul
“kewenangan pemerintah terhadap pengelolaan investasi pemerintah”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa
permasalahan yang menjadi titik tolak pembahasan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana ketentuan tentang divestasi saham asing pada perusahaan penanaman
modal di Indonesia ?
b. Bagaimana kewenangan Pemerintah (Menteri Keuangan) dalam melakukan
investasi pemerintah melalui pembelian saham divestasi modal asing ?
c. Bagaimana ketentuan dalam hal pemerintah melakukan divestasi terhadap saham
pemerintah ?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian
ini antara lain:
a. Untuk menganalisis dan menjelaskan ketentuan tentang divestasi saham asing
b. Untuk menganalisis dan menjelaskan kewenangan pemerintah (Menteri
Keuangan) dalam melakukan investasi pemerintah melalui pembelian saham
divestasi modal asing.
c. Untuk menganalisis dan menjelaskan ketentuan divestasi saham yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap investasi pemerintah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis yang akan
memperkaya khasanah ilmu hukum guna membangun argumentasi ilmiah sebagai
lampu pencari (search light) untuk menemukan kekurangan-kekurangan dalam
pendekatan penelitian normatif terhadap peraturan hukum yang terkait dengan
rumusan masalah yang dibahas.
Selain itu, penelitian ini mempunyai manfaat sebagai bahan atau data
informasi di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui dinamika
pengelolaan saham dan perkembangan hukum divestasi serta seluruh proses
mekanismenya, khususnya masalah “kewenangan pemerintah terhadap pengelolaan
investasi pemerintah”.
b. Secara Praktis
a) Sebagai bahan masukan bagi perusahan-perusahaan PMA di Indonesia, agar
lebih memahami tentang ketentuan divestasi saham asing.
b) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah terhadap pengelolaan investasi
pemerintah dalam melakukan divestasi, terutama agar tidak terjadi masalah
mengenai kewenangan pembelian saham divestasi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di
Perpustakaan Hukum Universitas Sumatera Utara maupun Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “kewenangan pemerintah
terhadap pengelolaan investasi pemerintah” belum pernah ada yang melakukan
penelitian sebelumnya.
Dengan demikian penelitian ini adalah benar keasliannya baik materi,
permasalahan, tujuan penelitian dan kajiannya karena sesuai dengan asas-asas
keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Selain itu, penelitian ini
dilakukan dengan menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini
merupakan penelitian yuridis normatif, oleh karena itu teori ini diarahkan secara khas
ilmu hukum. Keberadaan teori ini adalah untuk memberikan landasan yang mantap,
pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis.18
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya.19
Teori-teori yang menganalisis tentang divestasi yaitu teori utilitas, teori
kewenangan, teori momentum terjadinya kontrak, yang diperinci di bawah ini:
Teori utilitas dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Teori utilitas sangat
menekankan pentingnya konsekwensi perbuatan dalam menilai baik buruknya suatu
hal. Teori utilitas digunakan untuk menganalisa manfaat divestasi, baik yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada pihak lainnya maupun yang dilakukan
oleh badan hukum asing kepada pemerintah Indonesia, pemerintah daerah, warga
negara Indonesia, ataupun badan hukum Indonesia.20
18
Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 37.
19
DJJ. M. Wuisman, Penelitian ilmu-ilmu sosial jilid I, Penyunting M. Hisyam, (Jakarta: UI Press, 1996), hal. 203.
20
Alasan mengapa menempuh langkah divestasi:21
a. Aset yang dijual lebih tinggi nilainya bagi pembeli, dalam arti pembeli bisa menggunakan secara lebih efisien;
b. Divestasi bukan didorong oleh nilai aset, tetapi lebih ditekankan pada kemunculan kebutuhan mendesak atas dana tunai oleh perusahaan yang melakukan divestasi. Hasil divestasi itu biasanya digunakan untuk melunasi kewajibannya;
c. Alasan bahwa aset-aset yang dijual tidak ada hubungannya dengan bisnis utama perusahaan yang bersangkutan.
Untuk kondisi di Indonesia maka alasan kedualah dipilih oleh pemerintah.
Dalam konteks, pemerintah memang membutuhkan dana tunai untuk menambal
defisit APBN. Dengan demikian divestasi saham milik pemerintah paling tidak akan
memberikan dua manfaat penting sekaligus.22
Divestasi modal asing memberikan manfaat terhadap penguasaan modal
dimana dengan penguasaan modal dominan oleh Pemerintah Indonesia akan
memberikan dampak terhadap posisi pemegang saham. Dengan demikian dapat
mengahasilkan keputusan yang lebih pro kepada kepentingan pembangunan nasional.
Divestasi terhadap investasi pemerintah misalnya divestasi Indosat memberikan
manfaat yaitu meningkatkan nilai pajak dari BUMN yang telah didivestasi karena
badan hukum privat yang membeli saham BUMN akan membayar pajak yang lebih
besar dibadingkan BUMN yang dikelola oleh negara.
21
Maret 2012.
22
Jeff Madura, sebagaimana dikutip di dalam Wikipedia, mengemukakan empat
motif divestasi. Keempat motif itu meliputi sebagai berikut:23
a. Sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual bisnis) yang bukan merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh: Eastman Kodak, Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam bisnis yang tidak berkolerasi dengan bisnis utamanya.
b. Untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat memperoleh uang. Sebagai contoh: CSX Corporation melakukan divestasi untuk berfokus pada bisnis utamanya, yaitu pembangunan rel kereta api serta bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar utangnya pada saat ini.
c. Nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi lebih tinggi dari pada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga dari pada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.
d. Menciptakan stabilitas.
Selain teori di atas penelitian ini juga menggunakan teori kewenangan. Istilah
teori kewenangan berasal dari bahasa inggris, yaitu authority of theory, sedangkan
istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda, yaitu theorie bevoegdheid. Teori
kewenangan berasal dari dua suku kata, yaitu teori dan kewenangan. Menurut H.D.
Stoud, seperti dikutip Ridwan HR, pengertian kewenangan adalah:24
“Keseluruhan aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di
dalam hubungan hukum publik.”
23
H. Salim HS, Op. Cit., hal. 34.
24
Teori kewenangan, digunakan untuk menganalisis kewenangan dari Menteri
Keuangan yang kemudian membentuk Badan Investasi Pemerintah dalam
mengadakan transaksi dengan pihak lainya dan mengadakan transaksi divestasi
dengan badan hukum asing.25 Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan
dengan sumber kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum,
baik dalam hubungannya dengan hukum publik maupun hukum privat. Dalam
berbagai literatur, sumber kewenangan yang utama berasal dari undang-undang.
Sumber kewenangan yang berasal dari peraturan perundang-undangan meliputi
atribusi, delegasi, dan mandat.26
Menteri Keuangan dalam hal pengelolaan investasi pemerintah meliputi
kewenangan regulasi, supervisi dan operasional:27
a. Kewenangan regulasi
Kewenangan regulasi dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan (Up. Direktorat Sistem Manajemen Investasi).
b. Kewenangan supervisi
Kewenangan Supervisi dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP)
c. Kewenangan operasional
Kewenangan operasional dilaksanakan oleh Badan Investasi Pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum (BLU), yaitu Pusat Investasi Pemerintah. Dalam rangka melaksanakan kewenangan operasional, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah.
25 H. Salim HS,
Op. Cit., hal. 58-60.
26
Ibid, hal. 61.
27
Dalam pengelolaan investasi pemerintah, Menteri Keuangan mempunyai
kewenangan supervisi dan pelaksanaan kewenangan tersebut dibantu oleh Komite
Investasi Pemerintah.28
Dalam pelaksanaan pengelolaan investasi pemerintah diperlukan juga Badan
Investasi Pemerintah yang menjalankan kewenangan sebagai operator. Untuk
pengawasan internal dalam Badan Investasi Pemerintah yang berbentuk satuan kerja,
Menteri Keuangan dapat membentuk Dewan Pengawas apabila diperlukan sesuai
dengan kebutuhan rentang pengendalian internal dalam pelaksanaan investasi
pemerintah. Kelembagaan yang terkait dengan penanganan pengelolaan investasi
pemerintah ini mempunyai pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi regulasi,
supervisi, dan operasional.29
Badan Investasi Pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan
divestasi. Kewenangan Badan Investasi Pemerintah tidak mutlak karena dalam
melakukan divestasi lembaga ini harus mendapat persetujuan dari Menteri
Keuangan.30
Divestasi yang dilakukan Badan Investasi Pemerintah yang memerlukan
persetujuan dari Menteri Keuangan, yaitu divestasi terhadap kepemilikan investasi
langsung, sedangkan untuk divestasi surat berharga sesuai dengan masa waktu yang
28 Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Investasi Pemerintah.
29
Ibid.
30
telah ditentukan tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan.31
Teori momentum terjadinya divestasi, apabila dikaji dari proses divestasi
saham, yang dimulai dari penawaran sampai penerimaan oleh pembeli, teori yang
relavan untuk diterapkan dalam divestasi saham adalah teori tentang momentum
terjadinya perjanjian. Ada empat teori yang menganalisis tentang momentum
terjadinya kontrak, yaitu:
Kedudukan,
tugas, dan fungsi PIP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.01/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah.
32
a. Teori pernyataan;
b. Teori pengiriman;
c. Teori pengetahuan; dan
d. Teori penerimaan
Teori pernyataan berpendapat bahwa kesepakatan (toesterming) terjadinya
pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan menerima penawaran itu.
Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menyatakan menerima,
kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah teori ini sangat teoritis karena
dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
Teori pengiriman berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini adalah hal itu
31
Ibid, hal. 89.
32
bias saja diketahui, karena bisa saja walau telegram sudah dikirim, hal tersebut tidak
diketahui oleh pihak yang menawarkan.
Teori pengetahuan (vernemingstheorie) berpendapat bahwa kesepakatan
terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie
(penerimaan), tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara
langsung). Kritik terhadap teori ini adalah bagaimana mengetahui isi penerimaan itu
apabila belum menerimanya. Teori penerimaan (ontvangstheorie) berpendapat bahwa
toesteming terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban
dari pihak lawan.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori momentum terjadinya
kontrak digunakan untuk menganalisis tentang saat terjadinya kontrak antara penjual
saham dengan pembeli saham yang didivestasikan. Momentum terjadinya kontrak,
tidak cukup dengan adanya kesepakatan para pihak, tetapi harus dituangkan dalam
sebuah kontrak jual beli saham yang ditandatangani oleh para pihak.
2. Kerangka Konsep
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda
tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan
konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut:
a. Kewenangan pemerintah adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan
melimpahkan tanggung jawab kepada organ lain dan haruslah jelas diatur secara
b. Pengelolaan investasi pemerintah adalah proses yang memberikan pengawasan
pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan yang berkaitan dengan investasi yang dimiliki oleh pemerintah;
c. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam
jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung
untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya;33
d. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan dari pemerintah
baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak asing maupun dari pihak asing baik
sebagian atau keseluruhan kepada pemerintah;
e. Pusat Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat PIP adalah Badan
Investasi Pemerintah yang berbentuk satuan kerja yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab melaksanakan Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan;34
f. Bendahara Umum Negara adalah Menteri Keuangan yaitu pejabat yang diberi
tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara;
g. Perusahaan penanaman modal asing dalam studi penelitian ini adalah PT.
Newmont Nusa tenggara;
33 Pasal 1 Angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Investasi Pemerintah.
34
h. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh Negara asing, perseorangan WNA,
badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang
sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing;35
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sedangkan penelitian
merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran
secara sistematis, metodologis dan konsisten.36 Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan cara menganalisanya.37
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang hanya
menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka
sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan
menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.38
35
Pasal 1 Angka 8, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing.
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1.
37
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.
38
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, maka penelitian ini
menekankan pada sumber-sumber data sekunder, baik berupa peraturan
perundang-undangan maupun teori-teori hukum, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum
yang berupa dogma atau doktrin hukum yang akan menjawab pertanyaan sesuai
permasalahan hukum dalam penulisan tesis ini, yaitu tentang kewenangan pemerintah
dalam investasi dan divestasi saham.
2. Sumber Bahan Hukum
Sumber data yang digunakan dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui
penelitian kepustakaan. Dari hasil penelitian kepustakaan diperoleh data sekunder,
yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier
yakni dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan tesis ini. Penelitian
yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau data kepustakaan yang
sumber datanya terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan kewajiban pemerintah terhadap pengelolaan
saham dalam ketentuan divestasi, diantaranya adalah UUD RI Tahun 1945,
Undang Nomor 1 Tahun 1967 sebagaimana diubah dengan
Undang Nomor 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing,
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diganti
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 sebagaimana telah
mengalami perubahan yaitu diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 1993 kemudian diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham
dalam Perusahaan yang Didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing,
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi
Pemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
179/PMK.05/2008 Tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan
Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
180/PMK.05/2008 Tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Investasi
Pelaksanaan Investasi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
183/PMK.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap
Investasi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2011
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah, Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 Tentang Tata
dan Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip,
Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para
ahli, makalah-makalah, dan media internet.39
c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.40
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk
mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan
perundang-39
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 24.
40
undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, yang
berkaitan dengan penelitian ini.41
Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh bahan hukum
yang dipandang relavan dalam penelitian ini, antara lain mengenai divestasi, investasi
pemerintah, dan penanaman modal asing. Perpustakaan yang digunakan adalah
perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Analisis data
dilakukan dengan pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan evaluasi sehingga
diketahui rehabilitasi data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif dengan
mempelajari seluruh jawaban, kemudian dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada42
a. Menemukan konsep-konsep hukum yang terkandung dalam bahan-bahan hukum
yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum
tersebut;
, yaitu dengan:
b. Mengelompokkan konsep atau peraturan yang sejenis atau berkaitan.
Kategori-kategori dalam penelitian ini adalah sehubungan dengan judul tesis ini;
41
Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung: Bina Cipta, 2004), hal. 97.
42
c. Menemukan hubungan di antara berbagai kategori atau peraturan yang kemudian
diolah;
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara berbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif,
sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas
permasalahan.
5. Metode Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir
deduktif-induktif yaitu teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk
melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai alat, ukuran dan
bahkan instrument untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung akan
menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah kewenangan
pemerintah dan investasi pemerintah. Teorisasi induktif adalah menggunakan data
sebagai awal pijakan melakukan penelitian. Maka, deduktif-induktif adalah penarikan
kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal penelitian dan data-data
BAB II
KETENTUAN TENTANG DIVESTASI SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Divestasi
Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu divestment.
Pengertian divestasi ditemukan dalam Pasal 1 Angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 183/PM.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi
terhadap Investasi Pemerintah. Divestasi adalah: “Penjualan surat berharga dan/atau
kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.”43
Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai jual-beli. Subjeknya
adalah pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya berupa orang atau badan
hukum. Hal yang menjadi objek jual-belinya, yaitu surat berharga dan aset
pemerintah.
Definisi lain tentang divestasi dikemukakan oleh Sally Wehmeir, yaitu:
“The act ot selling the shares you have bought in company or taking money away from where you have invested.”44 (Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang).
Ahli lain yang menganalisis tentang pengertian divestasi adalah Miriam
Flickinger. Divestasi didefinisikan:
43
H. Salim HS, Op. Cit., hal. 32.
44
“As a firm’s decision to dispose of a significant portion of its ases,
can increase the strength of a firm by changing its ase structure and
its resource allocation patterns.”45
Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai keputusan perusahaan
untuk meningkatkan nilai penting aset yang dimiliki perusahaan. Tujuannya dapat
meningkatkan kekuatan perusahaan dalam mengubah struktur aset dan pengalokasian
sumber daya.
Pada dasarnya, divestasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah semata-mata,
tetapi juga oleh badan hukum, terutama badan hukum asing yang menanamkan
investasinya di bidang pertambangan. Biasanya modal yang dimiliki oleh badan
hukum asing terdiri dari 80% (delapan puluh persen) modal asing dan 20% (dua
puluh persen) modal domestik. Divestasi tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk
jual beli, tetapi juga dilakukan dalam bentuk hibah atau testament.
Jeff madura menyajikan pengertian divestasi, yaitu:
“Pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau
barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh
perusahaan. Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru.”46
Setyo Wibowo mendefinisikan divestasi yaitu:47
“Suatu transaksi penjualan aset kepemilikan/saham suatu entitas ekonomi yang dikuasai pemerintah oleh institusi yang ditunjuk seperti
45
Ibid.
46
Ibid, hal. 32.
47
BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) atau PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Aset-aset ini sebelumnya menjadi ‘investasi pemerintah’ sebagai konsekwensi dari program-program penyehatan ekonomi yang dijalankan pemerintah, seperti: program penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS), program-program penyehatan bank (rekapitalisasi, merger, pembekuan), program penjaminan pemerintah, dan sebagainya.”
Abdul Moin juga memberikan pengertian divestasi, yaitu:
“Menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain
untuk mendapatkan dana segar dalam rangka menyehatkan
perusahaan secara keseluruhan.”48
B. Tujuan Pengaturan Divestasi Saham Asing
William J. Gole dan Paul J. Hilger mengemukakan tentang pertimbangan
divestasi, sebagaimana disajikan berikut ini:49
1. Penjualan unit yang berjalan dengan baik, tetapi tidak strategis.
Tampilan keuangan yang kuat tidak sama dengan kesehatan strategis. Namun, tampilan yang kuat dapat merintangi keputusan untuk melakukan divestasi karena keadaan ini menutupi kekurangan kesehatan strategis dan ini dapat menyebabkan pengelola memilih pembiayaan jangka pendek. Oleh Karena itu, keputusan menjual unit usaha yang berjalan baik memerlukan tingkat disiplin yang tinggi pada pihak pengelola, dan biasanya diberikan dalam tautan dengan strategi investasi untuk beralih dari penjualan tersebut.
2. Penjualan unit yang tidak berjalan baik (underperforming) yang merusak pertumbuhan yang terkonsolidasi dan profitabilitas.
Alasan ini umumnya didasarkan pada pengakuan pengelola bahwa unit yang ditargetkan tidak lagi memiliki hubungan baik dengan pasarnya dan tidak merupakan suatu kemungkinan yang baik bagi investasi di masa datang. Dalam keadaan demikian, tidak berinvestasi atau rendahnya investasi sangat mungkin menimbulkan lingkaran menurun yang merusak bekerjanya unit tersebut, mempercepat ketiadaan investasi, dan terus-menerus memperburuk kinerja.
48
Ibid, hal. 33.
49
Jika tidak adanya property dihubungkan dengan pasarnya, investasi berikutnya dimaksudkan untuk menimbulkan harapan-harapan yang tidak dipenuhi dan penyalahgunaan sumber daya material dan finansial. Berdasarkan keadaan ini, manajemen pada umumnya akan melepaskan unit tersebut.
3. Penjualan unit yang sehat atau dapat memberikan keuntungan untuk memperoleh uang tunai.
Organisasi biasanya menjual harta kekayaan yang dapat memberikan keuntungan dan secara strategis bagus untuk memperoleh uang tunai. Ini biasanya dilakukan untuk memungkinkan organisasi membayar utang dan merestrukturisasi posisi keuangannya. Dalam kasus yang relatif jarang, ini dapat dilakukan untuk memperoleh uang tunai operatif, suatu pertimbangan yang menyarankan problem bisnis struktural.
4. Penjualan unit yang diterima oleh pasar yang menyebabkan salah perkiraan seluruh perusahaan penjual.
Strategi organisasi dan struktur bisnis tidak berada dalam ruang kosong dan tunduk kepada analisis kritis oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti organisasi pemegang saham, himpunan investasi pada umumnya.
Manajemen harus mempertimbangkan bahwa pasar keuangan melakukan penilaian sendiri mengenai kelayakan dan nilai strategis dan bahwa penilaian tersebut mungkin berdampak negatif terhadap para pemegang saham dan nilai perusahaan.
Dalam keadaan himpunan investasi menganggap bahwa suatu unit bisnis yang ada merusak nilai perusahaan yang lebih besar, manajemen mungkin merasa penting atau sangat diperlukan untuk melakukan koreksi dalam bentuk divestasi. Karena semua pertimbangan ini, perusahaan yang melakukan divestasi tidak boleh dilihat sebagai transaksi pembiayaan tersendiri yang dilakukan untuk menghapuskan unit bisnis yang tak dikehendaki atau benar-banar untuk memperoleh uang tunai. Divestasi adalah suatu tindakan yang dapat merefleksikan strategi penting untuk mereposisi dan merestrukturisasi suatu organisasi dengan tujuan meningkatkan nilai organisasi tersebut.
Patricia Ajeng Pebrikasari melakukan penelitian dengan judul pengaruh
pengumuman dan karakteristik transaksi divestasi dan aliansi terhadap kemakmuran
pemegang saham perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:50
50
“Transaksi divestasi dan aliansi di Bursa Efek Jakarta ini memberikan kemakmuran bagi pemegang saham perusahaan yang melakukan aktivitas tersebut, walapun karakteristik transaksi yang memberikan pengaruh signifikan terhadap cumulative abnormal return yang diperoleh hanyalah nilai transaksi. Sementara itu, karakteristik perusahaan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap cumulative abnormal return yang diperoleh.”
Penelitian Patricia Ajeng Pebrikasari difokuskan pada tingkat kemakmuran
dari pemegang saham yang melakukan divestasi di Bursa Efek Jakarta. Dengan
melakukan divestasi saham, pemegang saham yang melakukan divestasi akan
memperoleh uang kontan. Dengan diperolehnya uang kontan tersebut, pemegang
saham akan dapat mengembangkan usahanya secara optimal.51
Pavel Trisch menyajikan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan divestasi.
Pavel Trisch mengemukakan bahwa divestasi bertahap dapat menyebabkan hasil yang
lebih tinggi dari pada satu transaksi divestasi terhadap seluruh aset. Hal ini mungkin
terjadi dalam hubungan dunia nilai informasi apakah lengkap dan tidak lengkap dan
didistribusikan secara sistematis.52
Penelitian yang dilakukan oleh Pavel Trisch difokuskan pada divestasi
kepemilikan saham di perusahaan yang terafiliasi dalam konteks hubungan berbasis
sistem keuangan. Model ini diterapkan pada divestasi yang terjadi di Jerman setelah
ditetapkan The Tax Reduction Act tahun 2000. Penelitian ini hanya menganalisis nilai
51
Ibid.
52
jual saham atau aset yang dilakukan secara bertahap. Penjualan secara bertahap akan
memberikan hasil yang tinggi jika dibandingkan dengan divestasi secara total.53
Naga Lakshmi Damaraju melakukan penelitian, dengan judul Why and How
do Firms Divest. Naga Lakshmi Damaraju menyajikan tentang pengaruh teori
keputusan nyata dari pengambilan keputusan untuk divestasi. Naga Lakshmi
Damaraju mengemukakan sebagai berikut:54
1. Ketidakmenentuan yang tinggi dalam lingkungan unit bisnis memiliki hubungan negatif secara signifikan terhadap keputusan untuk melakukan divestasi terhadap unit bisnis. Bertambahnya ketidakmenentuan memperjelas asosiasi negatif dengan keputusan untuk melakukan divestasi, sedangkan menurunnya ketidakmenentuan tidak relavan dengan keputusan untuk divestasi. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan perusahaan untuk melakukan divestasi unit usaha mungkin didorong oleh pertimbangan-pertimbangan pilihan, khususnya jika kondisi lingkungan divestasi dalam keadaan tidak menentu.
2. Ketidakmenentuan adalah tidak signifikan dengan keputusan yang terkait dengan penjadwalan divestasi. Hal ini merupakan hasil yang sangat menarik karena menegaskan bahwa teori pilihan nyata mungkin tidak dapat diaplikasikan dalam hal divestasi, sebagaimana dalam kasus investasi.
3. Ide mungkin dalam kondisi tertentu, pilihan pertimbangan mungkin lebih penting untuk keputusan divestasi dari pada meningkatnya perhatian karena informasi asimetris (tidak seimbang).
Secara keseluruhan ketiga uraian di atas memberikan kontribusi penting pada
teori pilihan nyata secara umum, dan khususnya pada kajian literatur divestasi.
Penelitian yang dilakukan Naga Lakshmi Damaraju bertujuan untuk menguji teori
keputusan nyata dalam investasi dan divestasi. Ada dua inti teori keputusan nyata,
1. Perusahaan-perusahaan akan menghindari untuk melakukan investasi yang mahal dalam kondisi yang sangat tidak menentu/tidak menguntungkan;
2. Jika investasi yang telah dilakukan dalam kondisi yang sangat tidak menentu, investasi yang dilakukan secara bertahap akan lebih disukai (preferred) contohnya joint venture sebagai upaya untuk menghindari investasi total, karena patungan ini lebih bersifat fleksibel dalam menghadapi ketidakmenentuan.
Khusus bidang usaha pertambangan divestasi diatur dalam Pasal 97 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara, yang menentukan bahwa pemegang IUP dan IUPK setelah lima tahun
sejak berproduksi harus mendivestasikan sahamnya secara bertahap sehingga pada
tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki
peserta Indonesia.
Tujuan peraturan pemerintah diartikan sebagai kebangkitan industri
pertambangan nasional. Penanaman modal asing memberikan investasi besar dan
divestasi diberlakukan secara bertahap, karena selama ini perusahaan tambang
nasional tidak pernah mendapat kesempatan investasi di pertambangan besar. Dengan
demikian perusahaan modal asing wajib mendivestasi sahamnya kepada Peserta
Indonesia paling sedikit 51% (lima puluh satu persen).
C. Pelunakan Persyaratan Divestasi Modal Asing
Dalam usaha untuk lebih menarik minat dan meningkatkan peran penanaman
modal asing dalam pembangunan di bidang ekonomi, semakin dirasakan perlu adanya
berbagai kebijakan dan langkah-langkah untuk mewujudkan iklim yang memadai
pengaturan yang jelas dan mampu memberi kepastian hukum mengenai pemilikan
saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing
tersebut.
Perkembangan hubungan modal asing dengan negara penerima modal pada
umumnya dikuasai oleh suatu prinsip bahwa semakin rendah tingkat perkembangan
ekonomi suatu negara, berarti kebutuhan pembangunan akan lebih besar, sehingga
untuk itu memerlukan dana atau sumber modal, teknologi dan keahlian dari pemodal
asing yang lebih besar.56
Melalui pengaturan mengenai persyaratan pemilikan saham pada perusahaan
seperti di atas, cara dan bentuk kegiatan penanaman modal asing memperoleh arahan
yang jelas. Termasuk di dalamnya, pengaturan mengenai kapan dan bagaimana
syarat-syarat yang harus dipenuhi bilamana usaha penanaman modal asing tersebut
dilakukan sepenuhnya dan seluruh modal sahamnya dapat dimiliki oleh pihak asing. Dengan latar belakang pemikiran itulah Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan
Penanaman Modal Asing disusun.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 ditentukan bahwa
persetujuan dalam rangka penanaman modal asing pada dasarnya dapat diberikan,
apabila jumlah modal yang akan ditanamkan tidak lebih kecil dari US $ 1.000.000.-
(satu juta dollar Amerika Serikat).
Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya
disebut Perusahaan PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan
56