• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KETENTUAN TENTANG DIVESTASI SAHAM

D. Ketentuan Divestasi Saham Modal Asing yang

4. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Karya

Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:98

a. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; b. Meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD);

c. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; d. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

e. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;

f. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat lingkar tambang; g. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

96

Ibid.

97

Ibid.

98

H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 57.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:99 a. Kehancuran lingkungan hidup;

b. Penderitaan masyarakat adat;

c. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; d. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; e. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan

f. Terjadi pelanggaran hak asasi manusia pada kuasa pertambangan.

Ida Bagus Rahmadi Supancana mengemukakan hasil penelitian yang berkaitan dengan sumber potensi sengketa menyangkut divestasi, yaitu kelemahan rumusan kontrak karya dan ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa.100

Ada tiga kelemahan dalam kontrak karya, yaitu:101

a. Tidak menjelaskan bagaimana mekanisme divestasi, apakah melalui pasar modal atau melaui private placement dengan mengundang strategic partner;

b. Tidak menjelaskan peran pemerintah dalam proses divestasi;

c. Tidak ada ketentuan tentang apa kriteria yang digunakan dalam penetapan harga saham.

Kelemahan-kelemahan ketentuan kontrak karya tersebut sangat berpotensi memunculkan sengketa karena ketidakjelasan isi kontrak akan mengakibatkan masing-masing pihak berupaya untuk menafsirkan sesuai dengan kepentingannya. Masing-masing merasa benar sesuai dengan penafsiran dan justifikasinya. Hal ini tidak hanya menyebabkan terhambatnya proses divestasi dan timbulnya sengketa, namun juga menciptakan ketidakpastian hukum.

99 Ibid. 100 Ibid, hal. 77. 101 Ibid, hal. 78.

Aspek ketidakpastian hukum karena tidak berfungsinya sistem hukum di Indonesia berpotensi meningkatkan risiko investasi di Indonesia. Ini merupakan salah satu faktor yang membuat daya saing investasi Indonesia rendah.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa jika dalam suatu hubungan bisnis muncul perbedaan pendapat atau masalah, penyelesaian yang paling baik dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang terkait. Untuk mengatasi perbedaan pendapat dan masalah itu, antara lain melalui negosiasi.102

Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi. Persamaan kepentingan juga memberikan alasan terjadinya negosiasi atas dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan.103

Mekanisme penyelesaian sengketa pada dasarnya menekankan pada penyelesaian melalui cara-cara perundingan, konsultasi, dan konsiliasi. Jika cara-cara tersebut telah dilakukan melebihi jangka waktu 90 hari dan tetap tidak dapat menyelesaikan sengketa para pihak akan menyelesaikannya melalui arbitrase.

Kelemahan ketentuan arbitrase dalam kontrak karya, yaitu sebagai berikut:104 a. Ketentuan tentang arbitrase tersebut sangat umum sehingga dapat menimbulkan:

1) Penafsiran yang berbeda, baik mengenai forum penyelesaian sengketa; 2) Peraturan dan prosedur yang diterapkan;

102

Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 37.

103

Heron, dkk, Negosiasi Efektif Sebuah Panduan Praktis, (Jakarta: Perwakilan Indonesia, 2002), hal. 1.

104

3) Keanggotaan ataupun sifat keputusan arbitrase.

b. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa dalam kontrak karya tidak jelas karena: 1) Sama sekali tidak mengacu kepada forum arbitrase mana sengketa tersebut

harus diselesaikan;

2) Sifat keputusan yang diambil, apakah final and binding ataukah hanya bersifat rekomendasi, juga tidak jelas;

3) Susunan dan keanggotaan majelisnya tidak jelas, apakah tunggal atau terdiri dari 3 orang.

Ketentuan tentang arbitrase tersebut juga sangat umum sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, baik mengenai forum penyelesaian sengketa, peraturan dan prosedur yang diterapkan, keanggotaan, maupun sifat keputusan arbitrase.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara pengakhiran sengketa yang telah disepakati antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Kesepakatan ini telah dituangkan dalam dokumen kontrak karya PT. Newmont Nusa Tenggara. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa itu adalah melaui lembaga Arbitrase Uncitral di New York.105

Tujuan Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan melalui Arbitrase Uncitral di New York adalah:106

a. Menjaga iklim investasi; dan b. Sikap menghormati kontrak.

Untuk mengajukan sengketa pada lembaga Arbitrase Uncitral, Pemerintah Indonesia harus menyatakan default kepada PT. Newmont Nusa Tenggara. Default

105

Ibid, hal. 164.

106

telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan gugatannya pada tanggal 29 Juli 2008. Isi gugatannya, yaitu sebagai berikut:107

a. Pemegang saham mayoritas PT. Newmont Nusa Tenggara telah melakukan wanprestasi terhadap kontrak karya (contract of work) yang mewajibkan divestasi saham kepada Pemerintah RI dilakukan secara bertahap 3% (tiga persen) pada tahun 2006, 7% (tujuh persen) pada tahun 2007, dan 7% (tujuh persen) pada tahun 2008 karena sampai saat ini kewajiban kontraktual tersebut masih belum dilaksanakan; dan

b. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, Pemerintah RI menuntut agar kontrak karya tersebut diakhiri sehingga pengoperasian tambang sepenuhnya dikuasai kembali oleh Pemerintah RI.

Pihak yang bertindak sebagai arbiter dalam gugatan perkara divestasi ini terdiri dari tiga arbiter, yakni:108

a. Robert Briner; b. M. Sonarajah; dan c. Stephen M. Scwebel

Robert Briner merupakan arbiter independent. Robert Briner berasal dari swiss. Robert Briner akan menjadi penengah proses arbitrase dalam sidang akhir putusan arbitrase divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara. M. Sonarajah berasal dari Singapura. Robert Briner ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia. Arbiter Judge Stephen M. Scwebel berasal dari AS. Robert Briner mewakili Sumitomo Corporation dan Newmont Corp.109

107 Ibid, hal. 164-165. 108 Ibid, hal. 165. 109 Ibid.

Sidang perdana telah dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008 di Hotel JW Marriot Jakarta. Dalam sidang arbitrase uncitral ini, telah didengar saksi-saksi dan berbagai dokumen penawaran dan jawaban, baik yang disampaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara maupun Pemerintah Indonesia. Saksi-saksi yang telah didengar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:110

a. Saksi yang berasal dari pemohon atau Pemerintah Indonesia; dan b. Saksi yang berasal dari PT. Newmont Nusa Tenggara.

Saksi-saksi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terdiri dari:111 a. K.H. Zulkifli Muhadli;

b. Mahendra Asoka dan Shamil Shamsuddin; c. Simon F. Sembiring;

d. MS. Marpaung; e. H. Lalu Serinata; f. G.P. Aji Wijaya; g. M. Lutfi;

Saksi dari PT. Newmont Nusa Tenggara terdiri dari:112 a. Russel Ball;

b. Britt Banks; c. Martiono Hadiato; d. Rio Ogawa; dan

e. Rahmat Sadeli Soebagia Soemadipradja.

Disamping itu, dikenal juga saksi fakta. Saksi fakata merupakan saksi-saksi yang mengtahui tentang proses divestasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara. Saksi fakta tersebut antara lain:113

110 Ibid. 111 Ibid. 112 Ibid, hal. 165-166. 113 Ibid, hal. 166.

a. Muh. Amin; b. Russel Ball; c. Martiono Hadiato; d. Kent Rowey; e. Malik Salim;

f. Rahmat Sadeli Soebagia Soemadipradja; dan g. Arifin Umar.

Dari hasil pemeriksaan, baik dari saksi-saksi maupun bukti surat, Majelis Arbitrase telah menetapkan putusan tentang sengketa divestasi antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Putusan itu ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2009. Isi putusan itu meliputi sebagai berikut:114

a. PT. Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk menjamin bahwa saham yang akan dialihkan/dijual kepada Pemerintah Indonesia sesuai dengan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya adalah bebas dari gadai.

b. PT. Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk melakukan divestasi saham sebesar: (a). 3% (tiga persen) pada tahun 2006; dan (b) 7% (tujuh persen) pada Tahun 2007 kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Pengaturan sumber dana yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersebut dan/atau perusahaan yang ditunjuknya bukan merupakan urusan PT. Newmont Nusa Tenggara.

c. Mengenai 7% (tujuh persen) saham divestasi tahun 2008. PT. Newmont Nusa Tenggara wajib untuk menyerahkan saham tersebut kepada pemerintah, yaitu Pemerintah RI atau Pemerintah Daerah atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah RI atau Pemda jika sesudah persetujuan mengenai harga penyerahan saham, Pemerintah melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya.

d. PT. Newmont Nusa Tenggara diberikan jangka waktu 180 hari, sejak putusan untuk melakukan divestasi saham kepada Pemerintah RI.

e. Biaya:

1) PT. Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada Pemerintah RI dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemeritahuan keputusan ini uang sejumlah USD 190,306.25 untuk biaya arbitrase, ditambah bunga 6% (enam persen) per tahun terhitung sejak 12 November 2008.

2) PT. Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada pemerintah RI dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemeritahuan keputusan

114

ini uang sejumlah USD 1,658,243 untuk biaya perwakilan dan bantuan hukum.

f. Tuntutan lainnya tidak dikabulkan.

Gugatan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia adalah meminta untuk diakhiri kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Namun, gugatan yang dihajatkan oleh Pemerintah Indonesia tidak dikabulkan oleh Majelis Arbitrase. Tuntutan yang dikabulkan oleh Majelis Arbitrase, yaitu:115

a. Saham yang digadaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara; b. Kewajiban divestasi; dan

c. Biaya perkara.

Ketiga hal itu dijelaskan sebagai berikut: a. Kedudukan hukum gadai saham

Setiap tindakan atau perbuatan hukum apa pun yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara harus meminta persetujuan kepada Pemerintah Indonesia. Begitu juga dengan masalah saham yang digadaikan kepada bank. Pada tahun 1997, PT. Newmont Nusa Tenggara telah mengajukan surat permohonan kepada Pemerintah Indonesia agar dapat menggadaikan saham yang dimilikinya kepada pihak lainnya. Atas dasar permohonan itu, Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyetujui

115

permohonan tersebut. Persetujuan itu telah dituangkan dalam surat bernomor 4064/03/M.SI/1997, tertanggal 30 Oktober 1997.116

PT. Newmont Nusa Tenggara, dalam hal ini Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation telah menggadaikan sahamnya kepada bank ekspor impor Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Jumlah pinjaman PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak US$ 1 Miliar dollar AS. Hal yang menjadi objek jaminannya berupa saham PT. Newmont Nusa Tenggara, yang dimiliki Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation dan PT. Pukuafuh Indah (100% (seratus persen)).117

Secara yuridis formal, gadai saham dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan konstruksi Pasal 1150 KUHPerdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa objek gadai, yaitu berupa saham, harus berada pada pemegang gadai (asas inbezitstelling).ini berarti bahwa saham-saham yang digadaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara tetap berada pada bank sampai utang pokoknya, berupa pinjaman senilai US$ 1 Miliar beserta bunga-bunganya, telah dilunasi pada bank. Apabila utang pokok beserta bunganya telah disetorkan pada bank, bank berkewajiban untuk mengembalikan saham yang telah digadaikan.118

Hal yang menjadi kekhawatiran pembeli saham adalah PT. Newmont Nusa Tenggara tidak mampu melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar utang pokok beserta bunganya pada bank. Akibatnya saham yang telah digadaikan itu dapat

116 Ibid, hal. 168. 117 Ibid. 118 Ibid.

dilelang oleh bank. Pihak yang rugi nantinya adalah pembeli saham itu sendiri. Pembeli saham tidak dapat menikmati deviden atas saham yang dibelinya. Pada saat PT. Newmont Nusa Tenggara melakukan penawaran saham kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, PT. Newmont Nusa Tenggara telah menawarkan berbagai opsi kontrak, yaitu kontrak jual beli, pinjaman uang dan perjanjian untuk menggadaikan sahamnya lagi kepada bank.

Pemerintah Indonesia telah meminta kepada Majelis Arbitrase Internasional supaya saham yang akan dialihkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara harus bebas dari unsur gadai dan tidak diperkenankan untuk gadai ulang oleh pemilik saham senior. Majelis Arbitrase telah mengabulkan gugatan itu dalam putusannya tertanggal 31 Maret 2009.

b. Kewajiban divestasi

Majelis Arbitrase Internasional telah menetapkan putusan yang mewajibkan PT. Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan divestasi saham yang dimilikinya. Jumlah saham yang harus didivestasikansebanyak 17% (tujuh belas persen), yang terdiri dari 3% (tiga persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2006, 7% (tujuh persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2007, dan 7% (tujuh persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2008. saham yang didivestasikan pada tahun 2006 dan 2007 sebanyak 10% (sepuluh persen) harus didivestasikan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, sementara saham 7% (tujuh persen) tahun 2008 tidak disebutkan secara

pasti calon pembeli. Hanya disebutkan bahwa 7% (tujuh persen) saham tahun 2008 harus didivestasikan kepada:119

a. Pemerintah Indonesia; atau b. Pemerintah daerah; atau

c. Perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia.

Pembeli saham ini masih bersifat alternatif. Artinya apabila Pemerintah Indonesia belum mampu membelinya, harus ditawarkan kepada Pemerintah Daerah. Apabila Pemerintah Daerah tidak mampu, Pemerintah Indonesia dapat menunjuk perusahaan untuk membeli saham sebesar 7% (tujuh persen).

Dalam realitasnya, semua saham yang didivestasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak 10% (sepuluh persen) itu telah dibeli oleh PT. Maju Daerah Bersaing (PT. MDB). PT ini merupakan gabungan dari PT. Multi Capital dan PT. Daerah Maju Bersaing (PT. DMB). Pemilik saham mayoritas ada pada PT. Multi Capital sebanyak 75% (tujuh puluh lima persen), sedangkan PT. DMB memiliki saham sebanyak 25% (dua puluh lima persen). Namun, saham yang dimiliki PT. DMB hanya berupa saham kosong karena PT. DMB tidak pernah menyetorkan modalnya secara riil kepada PT. MDB. Pembagian keuntungan dari saham yang dibeli oleh PT. MDB, yaitu 10% (sepuluh persen) untuk PT. DMB, sisanya untuk pemilik saham mayoritas.120

119

Ibid, hal. 169.

120

c. Biaya perkara

Dalam putusannya, Majelis Arbitrase Internasional telah menetapkan bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara wajib untuk membayar:121

1. Biaya arbitrase; dan

2. Biaya perwakilan dan bantuan hukum

Besarnya biaya arbitrase yang harus dibayar oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak USD 190, 306.25. Sementara itu, untuk biaya perwakilan dan bantuan hukum sejumlah USD 1,658,243. Dalam Pasal 38 Arbitrase Uncitral telah ditentukan bahwa Mahkamah Arbitrase wajib mencantumkan jumlah biaya yang pasti ke dalam putusannya. Biaya itu meliputi:122

a. Biaya Mahkamah Arbitrase yang dicatat terpisah dari biaya yang diberikan kepada arbiter;

b. Biaya perjalanan dan pengeluaran lain oleh arbiter;

c. Biaya penasihat ahli, bantuan, dan lain-lain yang ada hubungan dengan Mahkamah Arbitrase;

d. Biaya perjalanan dan pengeluaran lain para saksi yang disetujui Mahkamah Arbitrase;

e. Biaya perwakilan resmi, termasuk para pembantu yang jumlahnya patut;

f. Biaya dan pengeluaran badan kuasa, seperti pengeluaran Sekretraris Jenderal Permanent Court Of Arbitration di Den Haag.

Ketiga jenis putusan yang tercantum dalam putusan Mahkamah Arbitrase tidak menimbulkan masalah bagi PT. Newmont Nusa Tenggara karena ketiga putusan itu dapat dilaksanakan dengan baik olehnya. Namun, putusan yang sangat dikhawatirkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara pada saat sidang Mahkamah

121

Ibid, hal. 170.

122

Arbitrase adalah yang berkaitan dengan pemutusan kontrak karya. Dengan adanya putusan itu, maka PT. Newmont Nusa Tenggara tidak lagi menjalankan bisnisnya di lingkar tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Para penggugat, khususnya Pemerintah Kabupaten Sumbawa barat berharap putusan Mahkamah Arbitrase adalah pemutusan kontrak karya sehingga dengan pemutusan kontrak karya itu, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat menjadi operator kegiatan tambang di PT. Newmont Nusa Tenggara. Bahkan Slamuddin Daeng mengemukakan bahwa:123

“Pemerintah Indonesia bersama rakyat harus segera mengambil alih putusan perusahaan tambang PT. Newmont Nusa Tenggara melalui skema divestasi sebagaimana yang menjadi mandat Undang-Undang Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967 dan Kontrak Karya (KK) pemerintah dengan Newmont tahun 1986. Pengambilalihan perusahaan tambang tersebut dapat dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah Indonesia karena jelas PT. Newmont Nusa Tenggara telah melangar hukum yang berlaku di negara ini. Hanya dengan jalan mengambil alih perusahaan tambang sesuai undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia (RI), pengelolaan tambang mineral dapat diletakkan sebagai upaya untuk pembentukan modal ekonomi nasional, industrialisasi nasional, pengelolan lingkungan yang lebih baik, dan selanjutnya menjadi landasan kesejahteraan rakyat Indonesia.”

Putusan Mahkamah Arbitrase yang disajikan di atas sudah tepat karena para arbiter telah memutuskan berdasarkan dokumen kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dan tidak ada alasan

123

untuk melakukan pemutusan kontrak karya karena PT. Newmont Nusa Tenggara telah melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak karya. Kewajiban itu meliputi:124 a. Iuran tetap untuk wilayah kontrak atau wilayah pertambangan;

b. Iuran eksplorasi/produksi (royalty) untuk mineral yang diproduksi perusahaan; c. Iuran eksplorasi/produksi tambahan atas mineral yang diekspor;

d. Pajak penghasilan atas segala jenis keuntungan yang diterima atau yang diperoleh perusahaan;

e. Pajak penghasilan perorangan;

f. Pajak atas bunga, deviden atau royalty;

g. Pajak pertambahan nilai (PPn) atas pembelian dan penjualan barang-barang kena pajak;

h. Bea materai atas dokumen-dokumen yang sah;

i. Bea masuk atas barang-barang yang diimpor ke Indonesia; j. Pajak Bumi dan bangunan (PBB).

Disamping itu, kewajiban melakukan penawaran divestasi telah dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sejak tahun keenam, yaitu sejak berproduksi secara komersial (2006). Namun, dalam pelaksanaan divestasi tidak tercapai kesepakatan tentang sistem pembayaran saham yang didivestasikan. Di satu sisi, ada yang menginginkan dengan pinjaman uang dari pemilik modal asing PT. Newmont Nusa Tenggara, dan di sisi yang lain ada yang menginginkan pembayaran harga saham dengan menggunakan dana dari pihak ketiga.

124

Dokumen terkait