• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Dermatitis Atopik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Dermatitis Atopik"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS VITAMIN D TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK

TESIS

DEVITA SARI 097103022 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

(2)

EFEKTIFITAS VITAMIN D TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan

Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DEVITA SARI 097103022 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Penelitian : Efektifitas Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Dermatitis Atopik

Nama Mahasiswa : Devita Sari

NIM : 097103022

Program Magister : Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

dr. Hj. Rita Evalina, M. Ked (Ped), Sp.A(K) Ketua

dr. Supriatmo, M. Ked (Ped), Sp.A(K) Anggota

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

(4)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS VITAMIN D TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2015

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 5 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked (Ped), SpA(K) ………

Anggota : 1. dr. Supriatmo, M.Ked (Ped), SpA(K) ………

2. Prof.DR.dr. Irma D. Roesyanto, SpKK(K) ………

3. dr. Tiangsa Sembiring, M.Ked (Ped),SpA(K) ………

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pembimbing utama dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked (Ped), SpA(K) dan dr.

Supriatmo, M.Ked (Ped), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

(7)

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Prof.DR.dr. Irma D. Roesyanto, SpKK(K), dr. Lily Irsa, SpA(K), dan dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), SpA yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Monalisa Kak Anjeli Mery, Fontanella, Kak Lidia, Syarifah, Karlince. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

(8)

atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril

maupun materil selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, April 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR SINGKATAN xi

ABSTRAK xii

ABSTRACT xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan 3

1.5. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Dermatitis Atopik 5

2.1.1. Definisi 5

2.1.2. Apidemiologi 5

2.1.3. Patogenesis 6

2.1.4. Diagnosis 7

2.1.5. Tatalaksana 10

2.2. Vitamin D 11

2.2.1. Sumber Vitamin D 11

2.2.2. Distribusi Vitamin D dalam Tubuh 12

2.2.3. Kebutuhan Vitamin D 13

2.3. Vitamin D dan Dermatitis Atopik 14

BAB 3. METODOLOGI 19

3.1. Desain 19

3.2. Tempat dan Waktu 19

3.3. Populasi dan Sampel 19

3.4. Perkiraan Besar Sampel 19

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 20 3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan / Infomed Consent 21

3.7. Etika Penelitian 21

(10)

3.10. Definisi Operasional 24 3.11. Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL PENELITIAN 28

4.1. Karakteristik Responden Penelitian 28 4.2. Rerata Indeks SCORAD sebelum Pemberian 30 4.3. Perbedaan Indeks SCORAD setelah Pemberian 1

Minggu, 2 Minggu dan 3 Minggu antara Kelompok

yang Diberi Vitamin D dan Plasebo 32

BAB 5. PEMBAHASAN 37

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 40

6.1. Kesimpulan 40

6.2. Saran 40

RINGKASAN 41

SUMMARY 42

DAFTAR PUSTAKA 43

Lampiran:

1. Personil Penelitian 2. Jadwal Penelitian

3. Rincian Biaya Penelitian 4. Lembar Penjelasan

5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 6. Kuesioner

7. Biodata Penulis Utama

8. Lembar persetujuan oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Hanifin dan Rajka 9

2.2. Sumber Vitamin D dari Makanan dan Suplemen 11

3.1. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Hanifin dan Rajka 25 4.1. Karakteristik Responden Penelitian 28 4.2. Perbedaan Indeks SCORAD Berdasarkan Usia sebelum

Pemberian 31

4.3. Perbedaan Indeks SCORAD setelah 1 Minggu 32 4.4. Perbedaan Indeks SCORAD Setelah 2 Minggu Pemberian 33 4.5. Perbedaan Indeks SCORAD setelah 3 Minggu Pemberian

Vitamin D dan Plasebo 34

4.6. Perbedaan Kumulatif Indeks Scorad Setelah 3 Minggu

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Mekanisme Vitamin D dalam Fungsi Nonskeletal 15

3.1. Alur Penelitian 23

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG α : Kesalahan tipe I

APC : Antigen presenting cells β : Kesalahan tipe II IFN- : Interferon- IgE : Imunoglobulin E

IL : Interleukin

IL-1 : Interleukin-1

IL-2 : Interleukin-2

IL-4 : Interleukin-4

IL-5 : Interleukin-5

IL-9 : Interleukin-9

IL-10 : Interleukin-10 IL-13 : Interleukin-13

MHC : Major histocompatibility complex n : Jumlah subjek / sampel

P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi bila hipotesis nol benar

T-eff : T-cell effector

Th1 : T helper 1

Th2 : T helper 2

TNF- : Tumor necrosis factor-TNF- α : Tumor necrosis factor-α T-reg : T-cell regulatory

VDBP : Vitamin D Binding Protein VDR : Vitamin D reseptor

(14)

EFEKTIFITAS VITAMIN D TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK

Abstrak

Latar belakang. Vitamin D sebagai imunomodulator dapat mengurangi gejala dermatitis atopik dengan menghambat pematangan sel dendritik dan mempengaruhi secara langsung T Limfosit untuk menghambat proliferasi sel T dan penurunan indeks SCORAD.

Tujuan. Untuk menentukan efektivitas vitamin D untuk mengurangi keparahan dermatitis atopik.

Metode. Sebuah penelitian secara acak tunggal buta dilakukan dari Januari 2014 hingga Mei 2014. Sampel adalah mendiagnosa dengan dermatitis atopik dibagi menjadi 2 kelompok: kelompok perlakuan yang menerima vitamin D 600 IU sekali sehari secara oral selama 3 minggu dan kelompok plasebo. Kedua kelompok diamati selama 21 hari. Indeks SCORAD keparahan dermatitis atopik per minggu diukur dengan uji Mann-Whitney U.

(15)

EFFECTIVENESS OF VITAMIN D TO REDUCE THE SEVERITY OF ATOPIC DERMATITIS

Abstract

Background Vitamin D as an immunomodulator can decrease the symptoms of atopic dermatitis by inhibiting dendritic cell maturation and affecting directly T lymphosit to inhibits T cell proliferation and decreasing the SCORAD index.

Objective To determine the effectiveness of vitamin D to decrease the severity of atopic dermatitis

Methods A single blind randomized study was conducted from January 2014 until May 2014. Sample was diagnose with atopic dermatitis were divided into 2 group : treatment group who received Vitamin D 600 IU once a day orally for 3 weeks and placebo group. Both groups were observed for 21 days. Index SCORAD of severity of atopic dermatitis per week was measured with Mann-Whitney test.

Result From total of 51 patients with atopic dermatitis enrolled this study, 5 were exluded because of dropping out. There were 22 boys and 24 girls and most sample was less than one year old age (76,1%). Vitamin D group and placebo group consist of 23 patients, respectively. The cumulative score of SCORAD index in vitamin D group are lower than in placebo group (8,43 vs 12,09, SD=12,49 vs 12,18), but statistically no significant difference noted before and after 3 weeks treatment (P=0.135)

Conclusion Vitamin D is ineffective to decrease the symptoms of atopic

dermatitis.

(16)

EFEKTIFITAS VITAMIN D TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK

Abstrak

Latar belakang. Vitamin D sebagai imunomodulator dapat mengurangi gejala dermatitis atopik dengan menghambat pematangan sel dendritik dan mempengaruhi secara langsung T Limfosit untuk menghambat proliferasi sel T dan penurunan indeks SCORAD.

Tujuan. Untuk menentukan efektivitas vitamin D untuk mengurangi keparahan dermatitis atopik.

Metode. Sebuah penelitian secara acak tunggal buta dilakukan dari Januari 2014 hingga Mei 2014. Sampel adalah mendiagnosa dengan dermatitis atopik dibagi menjadi 2 kelompok: kelompok perlakuan yang menerima vitamin D 600 IU sekali sehari secara oral selama 3 minggu dan kelompok plasebo. Kedua kelompok diamati selama 21 hari. Indeks SCORAD keparahan dermatitis atopik per minggu diukur dengan uji Mann-Whitney U.

(17)

EFFECTIVENESS OF VITAMIN D TO REDUCE THE SEVERITY OF ATOPIC DERMATITIS

Abstract

Background Vitamin D as an immunomodulator can decrease the symptoms of atopic dermatitis by inhibiting dendritic cell maturation and affecting directly T lymphosit to inhibits T cell proliferation and decreasing the SCORAD index.

Objective To determine the effectiveness of vitamin D to decrease the severity of atopic dermatitis

Methods A single blind randomized study was conducted from January 2014 until May 2014. Sample was diagnose with atopic dermatitis were divided into 2 group : treatment group who received Vitamin D 600 IU once a day orally for 3 weeks and placebo group. Both groups were observed for 21 days. Index SCORAD of severity of atopic dermatitis per week was measured with Mann-Whitney test.

Result From total of 51 patients with atopic dermatitis enrolled this study, 5 were exluded because of dropping out. There were 22 boys and 24 girls and most sample was less than one year old age (76,1%). Vitamin D group and placebo group consist of 23 patients, respectively. The cumulative score of SCORAD index in vitamin D group are lower than in placebo group (8,43 vs 12,09, SD=12,49 vs 12,18), but statistically no significant difference noted before and after 3 weeks treatment (P=0.135)

Conclusion Vitamin D is ineffective to decrease the symptoms of atopic

dermatitis.

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis atopik merupakan masalah yang sering muncul pada

negara berkembang dan sedang berkembang. Dermatitis atopik

merupakan penyakit inflamasi kronik pada kulit yang terjadi pada 15%

sampai 25% pada anak dan 3% pada dewasa. Sekitar 85% pasien

dengan dermatitis atopik muncul pada masa anak-anak dan 70% pasien

dengan dermatitis atopik berat berkembang menjadi asma atau rhinitis.1

Prevalensi dermatitis pada anak 18,1 % pada usia 3 sampai 5 tahun.2

Penyakit ini menyebabkan morbiditas dan memiliki efek pada kualitas

hidup.3

Dalam dekade terakhir ini, dijumpai defisiensi vitamin D di negara berkembang dan negara yang sedang berkembang sekitar 30% sampai 80% pada seluruh populasi di seluruh dunia dan prevalensinya tinggi pada anak usia 0 tahun sampai 16 tahun.4 Pada anak dengan asma, rhinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria akut dan alergi makanan cenderung dijumpai defisiensi vitamin D.5

(19)

prohormon yang memiliki fungsi utama mengatur keseimbangan kalsium

tubuh. Sebagai imunoregulasi, vitamin D memiliki dua fungsi penting

sebagai hormon sekosteroid pada regulasi hemostasis kalsium pada

tubuh dan sebagai zat esensial organik yang sangat penting terhadap

respons imun. Vitamin D sebagai imunomodulator berfungsi untuk

mengembalikan dan memperbaiki keadaan patologik menjadi normal

kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan

(imunosupresi).5

Beberapa studi mendapatkan efek vitamin D terhadap dermatitis atopik pada anak. Penelitian di Mesir tahun 2011 melaporkan hubungan defisiensi vitamin D terhadap derajat keparahan dermatitis atopik.7 Hata dkk menerangkan pemberian diet vitamin D dapat meningkatkan fungsi imunitas bawaan pada kulit dermatitis atopik dibuktikan secara in vitro bahwa vitamin D dapat merangsang pembentukan AMP pada tubuh.8 Pemberian vitamin D oral memberikan reaksi dalam menurunkan ekspresi sitokin Th-2 dengan dijumpainya peningkatan vitamin D pada serum.7

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan yaitu:

Apakah pemberian vitamin D bermanfaat mengurangi derajat keparahan

(20)

1.3. Hipotesis

Pemberian vitamin D bermanfaat dalam mengurangi derajat

keparahan dermatitis atopik pada anak.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek vitamin D pada derajat keparahan

dermatitis atopik pada anak.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efek pengobatan vitamin D dalam mengurangi

derajat keparahan dermatitis atopik pada anak

1.5. Manfaat

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti

dalam hal efektifitas vitamin D terhadap derajat keparahan dermatitis

atopik pada anak.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha pelayanan

kesehatan anak khususnya di bidang alergi-imunologi anak tentang

efektifitas vitamin D pada dermatitis atopik .

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan terhadap

bidang alergi-imunologi anak, khususnya dalam pengembangan

(21)

4. Di bidang farmakoterapi untuk mengetahui peranan dari vitamin D

sebagai imunomodulator pada derajat keparahan dermatitis atopik.

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Atopik

2.1.1. Definisi

Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit kulit

kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor

herediter dan lingkungan dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta,

skuama dan pruritus yang hebat. Pada kebanyakan penderita dermatitis

atopik terdapat reaksi kulit yang didasari oleh immunoglobulin E (IgE) dan

mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rhinitis atau keduanya

dikemudian hari dan dikenal sebagai allergic-march.10,11

Kriteria diagnosis dermatitis atopik adalah bila dijumpai kondisi kulit

yang gatal (sesuai laporan orang tua/pengasuh mengenai riwayat

menggaruk pada anak) dengan tiga atau lebih kriteria minor sesuai

dengan usia anak.10

2.1.2. Epidemiologi

Angka kejadian dermatitis atopik masih cukup tinggi, 15% sampai

25% terjadi pada anak-anak dan 3% pada dewasa.1 Prevalensi dermatitis

atopik sekitar 18,1% pada anak usia 3 sampai 5 tahun.3 Dermatitis atopik

menyebabkan morbiditas dan memiliki efek terhadap kualitas hidup.2

(23)

kanak-kanak dan 70% pasien dengan dermatitis atopik berat berkembang menjadi asma atau rhinitis.1

2.1.3. Patogenesis

Dari penelitian-penelitian didapatkan 4 peranan yang mempengaruhi terjadinya dermatitis atopik yaitu defek barier kulit, alergi, autoimun dan kolonisasi agen mikroba.12 Ada dua hipotesis mengenai awal terjadinya dermatitis atopik yaitu hipotesis inside-outside dan hipotesis outside-inside. Hipotesis inside-outside dikatakan karena pada dermatitis atopik terjadi defek barier kulit yang merupakan reaksi sekunder pada respons inflamasi terhadap iritan dan alergen. Dan hipotesis outside-inside dikatakan karena pada serosis dan permeabilitas barier yang tidak normal dapat menimbulkan inflamasi pada dermatitis atopik.12,13

(24)

2.1.4. Diagnosis

Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan riwayat

penyakit dan manifestasi klinis yang dijumpai. Beberapa kriteria diagnosis

digunakan untuk mendiagnosis dermatitis atopik tanpa harus melakukan

tes invasif dan memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi yaitu kriteria

Hanifin dan Rajka.14 Gejala umum dermatitis atopik muncul sebelum bayi

berumur 6 bulan dan dapat sembuh dengan bertambahnya usia akan

tetapi dapat juga menetap bahkan memberat sampai dewasa.11

Manifestasi klinis yang muncul pada dermatitis atopik bervariasi

berdasarkan usia, karena gatal pada dermatitis atopik berkelanjutan setiap

harinya dan akan memberat pada malam hari sehingga menyebabkan

gangguan tidur yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.2 Indeks SCORing Atopic Dermatitis (SCORAD) adalah alat klinis yang digunakan untuk menilai keparahan dermatitis atopik. Penilaian indeks SCORAD berupa gejala objektif yang terdiri dari persentase area dan intensitas

yang sering muncul berupa eritema, papul, krusta, ekskoriasi, xerosis dan

likenifikasi. Gejala subjektif yang dinilai adalah pruritus dan insomnia yang

didapatkan dari orang tua dan dinilai dengan angka nol sampai 10. Dari

indeks SCORAD dapat dikelompokkan derajatnya yaitu ringan, sedang

dan berat. Dikatakan ringan bila nilai indeks SCORAD kurang dari 25,

sedang bila nilai indeks SCORAD 25 sampai 50 dan dikatakan berat bila

nilai indeks SCORAD lebih dari 50.15 Gejala dermatitis atopik berdasarkan

usia adalah bentuk infantil, bentuk anak dan bentuk dewasa.10 Selain

(25)

Global Assessment (IGA) atau Three Item Severity Scale (TISS). EASI

menilai derajat keparahan dermatitis atopik dengan mengukur area yang

terlibat kepala dan leher, badan termasuk daerah genitalia, anggota gerak

atas dan bawah dengan 4 gejala eritema, ketebalan, ekskoriasi dn

likenifikasi. IGA merupakan sistem penilaian derajat keparahan dermatitis

atopik dengan menilai gejala inflamasi tidak dijumpai skor 0, skor 1 bila

eritema dan papul , skor 2 dijumpai eritema dengan papul ringan, skor 3

dijumpai eritema dengan papul sedang, skor 4 ditemukan eritema dan

papul yang berat dan skor 5 bila dijumpai eritema berat dengan krusta.

TISS sistem penilaian sederhana yang menggunakan tiga item intensitas indeks SCORAD yaitu eritema, edema dan ekskoriasi dengan masing masing gejala dinilai pada skala 0 sampai 3.

Bentuk Infantil

Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun, merupakan bentuk

dermatitis akut eksudatif, predileksi daerah muka terutama pipi dan

daerah ekstensor ekstremitas. Pada bayi lebih muda, predileksi lebih

sering di muka dan pada bayi yang sudah merangkak predileksi lebih

sering pada daerah ekstensor. Lesi paling menonjol adalah vesikel,

papula serta garukan yang menyebabkan krusta terkadang infeksi

sekunder. Gatal adalah gejala yang mencolok sehingga bayi gelisah dan

rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita disertai

(26)

Bentuk Anak

Bentuk ini lebih sering merupakan lanjutan infantile. Gejala ditandai

dengan kulit kering (xerosis) yang bersifat kronik dengan predileksi daerah

fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita.

Bentuk Dewasa

Bentuk ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun, berlokasi di daerah

lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk

dermatitis kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Hanifin dan Rajka:14 Kriteria mayor (3 dari 4 temuan)

Pruritus

Morfologi dan distribusi lesi kulit

Dermatitis kronik atau dermatitis relaps Riwayat atopic

Kriteria minor (3 dari 23 temuan) Xerosis

Iktiosis

Reaktivitas cepat uji kulit Peningkatan IgE

Onset yang cepat Mudah terinfeksi kulit

Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki Eksema puting susu

Cheilitis

Konjungtivitis berulang

Lipatan infra orbita dennie morgan Keratoconus

Katarak anterior subcapsular Kehitaman di daerah mata Pucat pada wajah/eritema Pityriasis alba

Lipatan leher bagian depan Gatal saat berkeringat

Intoleransi terhadap wool dan larutan lemak Perfollicular accentuation

Faktor lingkungan/emosional

(27)

2.1.5. Tatalaksana

Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan akan tetapi

dapat dikontrol.10 Dari patogenesis dermatitis atopik dijumpai keterlibatan

pada reaksi alergi, agen infeksius, iritan, lingkungan fisik dan stres

emosional yang sangat penting dalam memulai pengobatan. Pengobatan

dermatitis atopik dibagi atas 2 bentuk yaitu pengobatan topikal dan

sistemik.13

Mandi disarankan untuk pasien dermatitis atopik sebagai bagian

dari terapi dan perawatan walaupun tidak ada standard berapa kali atau

berapa lama waktu yang digunakan untuk pasien deramatitis atopik.16

Dengan mandi dapat mengurangi alergen pada lapisan kulit dan

mengurangi kolonisasi kuman S. aureus. Penggunaan emollient yang

dikombinasi dengan hidrasi membantu dalam memperbaiki barier stratum

korneum dan mengurangi penggunaan salep kortikosteroid. Penggunaan

kortikosteroid topikal maupun sistemik untuk jangka panjang sebaiknya

diamati efek samping yang mungkin terjadi. Pilihan yang cukup aman

menurut dermatologi dengan penggunaan calcineurin inhibitor seperti

salep tacrolimus 0,03% dan 0,1% dan salep pimecrolimus 1% sebagai zat

non steroid yang digunakan untuk mengurangi efek samping jangka

panjang steroid topikal.13

Pengobatan sistemik diberikan untuk mengurangi rasa gatal

(28)

terfenadin atau antihistamin nonklasik lain. Kombinasi antihistamin H1

dengan H2 dapat menolong pada kasus tertentu.10,13

2.2. Vitamin D

2.2.1. Sumber Vitamin D

Vitamin D didapat dari makanan dan suplemen. Dari sumber

makanan dan suplemen seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.2. Sumber Vitamin D dari Makanan dan Suplemen

Makanan Jumlah Vitamin D (IU)

Minyak hati ikan cod, 1 sendok makan 1,360

Salmon, dimasak, 3,5 ons 360

Mackarel, dimasak, 3,5 ons 345

Sarden, kaleng 1,75 ons 250

Ikan tuna, kaleng 3 ons 200

Susu, vitamin D fortifikasi 1 cup 98 Margarin, fortifikasi 1 sendok makan 60

Sereal siap saji 0,75-1 cup 40

Telur 1 butir 20

Hati/Daging 3,5 ons 15

Keju, swiss 1 ons 12

Suplemen

Vitamin D2 (ergocalciferol) 50.000 IU / capsul Vitamin D2 cair 8.000 IU/mL

1,25-dihydroxyvitamin D (Rocaltriol) 0,25 atau 0,5mcg/capsul 1,25-dyhidroxyvitamin D (Calcijex) 1 mcg/mL injeksi

(29)

diikat oleh vitamin D receptor (VDR) yang ada dalam tulang, usus, ginjal, paratiroid dan jaringan hematopoetik, sel sistem imun, prostat pada laki-laki dan lokasi lain yang berhubungan. Biosintesis vitamin D melewati beberapa tahap mulai dari bentuk kolesterol yang dioksidasi menjadi provitamin D dan kemudian diubah menjadi 7-hydrocalciferol oleh sinar ultraviolet (UV) diikuti dengan konversi menjadi pre-vitamin D. Konversi ini terjadi karena adanya konversi suhu yang reversible terhadap vitamin D3 pada kulit yang dikenal sebagai cholecalciferol. Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah produksi vitamin D3 yang berlebihan bila terpapar sinar matahari saat vitamin D3 dikonversi menjadi bentuk yang tidak aktif. Vitamin D Binding Protein (VDBP) mengikat vitamin D3 dalam darah dan membawa ke hati untuk dikonversi menjadi 25-hydroxycholecalciferol (25-(OH)D3). Kemudian masuk ke aliran darah menuju ginjal yang kemudian diubah menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol (1,25-(OH)2D3) yang merupakan vitamin D aktif dan 24,25-dihydroxycholecalciferol yang merupakan vitamin D tidak aktif.18

2.2.2. Distribusi Vitamin D dalam Tubuh

Vitamin D mempunyai aktivitas seperti hormon, disimpan di hati dan

di ekskresi melalui feses, dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek

toksik.

(30)

terhadap homeostasis kalsium pada usus, absorpsi fosfat dan menurunkan kalsium dan eksresi kalsium melalui ginjal. Vitamin D disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh dan untuk menjadi bentuk aktif vitamin D harus dimetabolisme lebih dahulu melalui rangkaian proses hidroksilasi di ginjal dan di hati. Dalam sirkulasi vitamin D diikat oleh α–

globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan pada lemak tubuh untuk waktu lama dengan masa paruh 19 sampai 25 jam. 25-hidroksikolekalsiferol mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat sehingga masa paruh dapat mencapai 19 hari.19

2.2.3. Kebutuhan Vitamin D

Institute of Medicine (IOM) menentukan kebutuhan nutrisi kalsium dan vitamin D di Amerika utara sesuai dengan review yang komprehensif terhadap hasil yang didapat pada skeletal dan ekstraskeletal. Berdasarkan pada tulang yang sehat untuk kebutuhan vitamin D, Recommended Dietary Allowances (RDA) untuk usia 1 sampai 70 tahun adalah 600 IU perhari, RDA ini ditentukan berdasarkan minimalnya paparan sinar ultra UV yang berhubungan dengan sintesis vitamin D dan risiko terjadinya kanker kulit.18

(31)

2.3. Vitamin D dan Dermatitis Atopik

Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang

merupakan prohormon dan memiliki fungsi utama mengatur

keseimbangan kalsium tubuh.20 Vitamin D sebagai imunomodulator

merupakan zat yang berperan dalam usaha mengembalikan dan

memperbaiki keadaan patologik menjadi normal kembali dengan cara

menekan fungsi imun yang berlebihan (imunosupresi).5 Defisiensi vitamin

D berhubungan dengan kerentanan terhadap infeksi yang meningkat oleh

gangguan imunitas non spesifik dan hipersensitivitas tipe lambat.

Imunomodulator adalah obat-obatan yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun. Imunosupresi atau disebut juga down regulation merupakan usaha menekan respons imun sebagai kontrol negatif atau reaktivitas imunologik. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut juga imunopotensiasi atau upregulation merupakan usaha untuk memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun. Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun.

Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun,

berfungsi sebagai kontrol negatif atau regulasi reaktivitas imunologik.

Pada sistem imun dan respons imun, peranan vitamin D didapat melalui

(32)

sel dendritik.21 Metabolit aktif vitamin D, 1,25D merupakan inhibitor

pematangan sel dendritik yang merupakan APC paling poten dan bekerja

langsung pada limfosit T dalam menghambat proliferasi sel T.5 Metabolit

vitamin D menekan aktivasi antigen dan pengambilan Th-1 dengan efek

polarisasi respon T helper menjadi Th-2 yang dianggap sebagai

komponen penting dalam menekan respons imun yang diaktivasi oleh

Th-1.7 Pada barier kulit yang abnormal vitamin D berperan pada ekspresi

cathelicidin oleh makrofag yang merupakan peptide antimikroba berperan

untuk membunuh kuman. Gambar dibawah ini menerangkan peranan

[image:32.595.206.420.390.568.2]

vitamin D melalui VDR yang berperan sebagai imunomodulator.

(33)

Pada satu studi didapatkan level serum vitamin D yang rendah pada penderita asma dan defisiensi vitamin D banyak dijumpai pada anak dengan asma, rhinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria akut dan alergi makanan dimana defisiensi vitamin D disertai dengan peningkatan IgE.23

Vitamin D dapat menekan produksi IL-12, mengurangi respons Th-1 dan berpontensial secara langsung meningkatkan proliferasi alergi oleh Th-2. Dengan stimulasi oleh vitamin D, sel T CD4+ menunjukkan respons terhadap Th-2 dengan meningkatkan produksi IL-4, IL-5, dan IL-10. Pada satu studi pemberian vitamin D membantu konversi sel T CD4+ menjadi sel T-reg yang memiliki peranan menurunkan mekanisme alergi.24

Beberapa studi menjelaskan efek vitamin D sebagai sitokin proinflamasi, regulasi sel T. Studi cross-sectional Costa Rican Children menjelaskan rendahnya kadar 25 (OH)D disertai dengan peningkatan IgE dan eosinofil sama seperti peningkatan kejadian asma pada pasien yang di rawat di rumah sakit dengan pemberian anti inflamasi.13 Vitamin D memiliki fungsi yang penting pada imunitas bawaan dan imunitas didapat melalui rangsangan T-toll like reseptor, meningkatkan produksi sitokin pro-inflamasi dan memudahkan respons Th-2.25

(34)

imunitas bawaan pada kulit dermatitis atopik semenjak dibuktikan secara in vitro bahwa vitamin D dapat merangsang pembentukan AMP pada tubuh.9 Pemberian vitamin D oral memberikan reaksi dalam menurunkan ekspresi sitokin Th-2 dengan dijumpainya peningkatan vitamin D pada serum.9

(35)

Kerangka Konseptual

Alergen

APC

Proliferasi Limfosit T

Sel T h

Th-1 Th-2

IL-2 IL -13

Ig E

Dermatitis Atopik

Indeks SCORAD sebelum pemberian

Indeks SCORAD sesudah pemberian

Sel T

Vitamin D

(36)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain

Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin D pada derajat keparahan dermatitis atopik.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada pasien di Posyandu Puskesmas Helvetia yang ada di kota Medan, Propinsi Sumatera Utara mulai Januari 2014 sampai Mei 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang menderita dermatitis atopik. Populasi terjangkau adalah populasi target anak usia kurang dari 5 tahun di Posyandu Puskesmas Helvetia kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus uji klinis terhadap rerata dua proporsi independen : 29

n1 = n2 = (Z √2PQ + Z √P1Q1 + P2Q2 )2

(37)

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok kontrol

n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok eksperimental = kesalahan tipe I = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)  Z = 1,96

= kesalahan tipe II = 0,2 (power 80%)  Z = 0,842

P1 = proporsi kesembuhan di kelompok kontrol = 0,1726 Q1 = 1 – P1 = 0,83

P2 = proporsi kesembuhan di kelompok eksperimental = 0,8 Q2 = 1 – P2 = 0,2

P = P1+P2 = 0,485 2

Q = 1 – P = 0,515

Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel untuk masing masing kelompok sebanyak 23 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi

Usia kurang dari 5 tahun.

Harus memenuhi semua kriteria Hanifin dan Rajka Kriteria Eksklusi

(38)

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent

Semua subyek penelitian telah disetujui orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu

3.7. Etika Penelitian

Penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1. Cara Kerja

1. Peneliti memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai penelitian dan obat yang akan diberikan

2. Orang tua yang setuju diminta menandatangani informed consent. 3. Pasien disurvei dulu dengan kuisioner dan wawancara langsung 4. Pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengukuran

antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan.

5. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria diagnostik Hanifin dan Rajka dimasukkan ke dalam penelitian.

6. Sampel dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi sederhana yaitu kelompok yang mendapat vitamin D dan kelompok yang mendapat plasebo.

(39)

yang dinilai 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu setelah pemberian obat. Indeks SCORAD terdiri dari gejala objektif yang terdiri dari persentase atau luas daerah yang muncul dermatitis atopik dan intensitas seperti eritema, papul, krusta, ekskoriasi, xerosis atau likenifikasi yang sering muncul dan dan gejala subjektif yaitu pruritus dan insomnia

8. Kepada orang tua diberikan penjelasan mengenai cara membersihkan daerah kemerahan dan gatal pada badan pasien dengan air dan dikeringkan

9. Kelompok pertama (A) mendapat vitamin D 600 IU (1 tablet= 400 IU) 1½ tablet dimasukkan kedalam kapsul hijau dimasukkan ke dalam susu yang akan di minum satu kali sehari selama tiga minggu.

10. Kelompok kedua (B) mendapat plasebo berupa maltodextrin yang dimasukkan ke dalam kapsul berwarna hijau dimasukkan ke dalam susu yang akan diminum sekali sehari.

11. Vitamin D dan plasebo dalam kapsul dengan warna yang sama. Plasebo dalam kapsul berisi maltodextrin. Pasien tidak mengetahui obat yang diberikan.

12. Dievaluasi setiap minggu selama tiga minggu untuk menilai adanya perbaikan dari dermatitis atopik berdasarkan indeks SCORAD.

(40)
[image:40.595.118.513.144.555.2]

3.8.2. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Dermatitis atopik menurut Hanifin dan Rajka

Indeks SCORAD setelah pemberian

(1 minggu, 2minggu, 3 minggu) Indeks SCORAD setelah

pemberian

(1 minggu, 2 minggu, 3 minggu)

Randomisasi

Vitamin D (21 hari)

Plasebo (21 hari) Indeks SCORAD sebelum

pemberian

Indeks SCORAD sebelum pemberian

Anak kelainan kulit

(41)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Kelompok obat (plasebo dan kapsul vitamin D) Nominal

Variabel tergantung Skala

Indeks SCORAD Numerik

3.10. Definisi Operasional

1. Anak yang dimaksud pada penelitian ini adalah anak usia kurang dari 5 tahun.

(42)

Tabel 3.1. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Hanifin dan Rajka:14 Kriteria mayor (3 dari 4 temuan)

Pruritus

Morfologi dan distribusi lesi kulit

Dermatitis kronik atau dermatitis relaps Riwayat atopik

Kriteria minor (3 dari 23 temuan) Xerosis

Iktiosis

Reaktivitas cepat uji kulit Peningkatan IgE

Onset yang cepat Mudah terinfeksi kulit

Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki Eksema puting susu

Cheilitis

Konjungtivitis berulang

Lipatan infra orbita dennie morgan Keratoconus

Katarak anterior subcapsular Kehitaman di daerah mata Pucat pada wajah/eritema Pityriasis alba

Lipatan leher bagian depan Gatal saat berkeringat

Intoleransi terhadap wool dan larutan lemak Perfollicular accentuation

Faktor lingkungan/emosional

White demographism/delayed blanch

(43)

sudah ada dimasukkan ke dalam kalkulator SCORAD untuk mendapatkan hasil indeks SCORAD.

4. Vitamin D yang digunakan adalah dalam bentuk tablet 400 IU yang berasal dari GNC, di import oleh : PT. Guna Nutrindo Sehat, Jakarta 10350 dengan nomor POM SI: 024 501 161

(44)

6. Evaluasi dilakukan penilaian gejala dermatitis atopik sebelum pengobatan, 1 minggu setelah pengobatan, 2 minggu setelah pengobatan dan 3 minggu sesudah pengobatan sebanyak satu kali.

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

(45)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden Penelitian

[image:45.595.116.510.442.641.2]

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Puskesmas Helvetia, Medan dari bulan Januari sampai Mei 2014. Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 51 anak yang menderita dermatitis atopik, yang telah memenuhi kriteria inklusi. Dari 51 anak yang menderita dermatitis atopik lima anak dikeluarkan dari penelitian karena tidak teratur minum obat dan 46 anak yang teratur minum obat dimasukkan ke dalam analisis penelitian. Tabel 4.1 merupakan karakteristik responden penelitian saat di diagnosa dermatitis atopik sebelum mendapatkan vitamin D maupun plasebo.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik Vitamin D(n=24) Plasebo (n=27) Jenis Kelamin

Laki-laki 12,0 ( 50) 12,0 (44,40)

Perempuan 12,0 (50) 15,0 (55,60)

Usia

< 1 tahun 17,0 (70,80) 23,0 (85,20)

1-3 tahun 4,0 (16,70) 4,0 (14,80)

3-5 tahun 3,0 (12,50) 0,0 (0,00)

BB, rerata (SB), kg 7,2 (2,86) 6,7 (2,38) BB/PB,rerata(SB),kg/cm2 66,4 (13,23) 63,9 (11,04) Status Gizi

Normal 21,0 (87,50) 24,0 (88,90)

Kurang 2,0 (8,30) 3,0 (11,10)

Lebih 1,0 (4,20) 0,0 (0,00)

(46)
[image:46.595.115.513.309.588.2]

tahun, sebanyak 17 orang pada kelompok menerima vitamin D dan 23 orang di kelompok plasebo. Rerata berat badan kedua kelompok tidak berbeda bermakna (P=0,741), dimana pada kelompok vitamin D dengan rerata berat badan 7,23 kg dan kelompok plasebo dengan rerata 6,79 kg. Berdasarkan status gizi, kedua kelompok menunjukkan status gizi normal sebanyak 21 orang di kelompok yang mendapat vitamin D dan 24 orang pada kelompok penerima plasebo.

Gambar 4.1. Alur Penelitian

Plasebo n=27

Indeks SCORAD sesudah pemberian

Indeks SCORAD sesudah pemberian

Eksklusi Eksklusi

Anak dermatitis atopik, n=51

Indeks SCORAD sebelum pemberian

(47)

4.2. Rerata Indeks SCORAD sebelum Pemberian

(48)
[image:48.842.118.820.137.506.2]

Tabel 4.2. Perbedaan Indeks SCORAD Berdasarkan Usia sebelum Pemberian

< 1 tahun 1-3 tahun 3-5 tahun

Vit D Plasebo P Vit D Plasebo P Vit D Plasebo P

Persentase area yang terkena, rerata (SB)

Kepala dan leher 5 (1,5) 5,22 (0,99) 0,376 4,5 (1) 4,5 (1) 1,000 4,33 (0,58) - - Badan depan 2,18 (2,53) 2,13 (1,87) 0,818 - 2 (2,31) - 2 (2) - -

Tangan - - - -

Ekstremitas atas 1,05 (2,14) 0,96 (1,99) 0,766 - - - -

Ekstremitas Bawah 0,12 (0,49) 0,35 (1,15) 0,871 - - - -

Kepala dan leher belakang 0,12 (0,49) - - - -

Ekstremitas atas belakang - - - -

Badan belakang 0,53 (2,18) - - - -

Ekstremitas Bawah Belakang

- - - -

Genitalia - - - -

Intensitas, rerata (SB)

Eritema 2,18 (0,39) 2,17 (0,49) 0,970 1,75 (0,5)

- - - - -

Edema 1,76 (0,66) 1,83 (0,65) 0,759 - 1,5

(0,56)

- 1,33 (0,58) - - Oozing/crust 0,71 (0,92) 0,61 (0,78) 0,808 - - - 1,33 (0,58) - - Ekskoriasi 0,24 (0,75) 0,26 (0,86) 0,793 - - - 0,33 (0,58) - -

Xerosis 0,18 (0,73) - - - -

Lichenifikasi - - - -

(49)

Pruritus 3,47 (0,62) 3,87 (0,69) 0,065 - 4,25 (0,5)

- - - -

Insomnia 3,47 (0,62) 3,87 (0,69) 0,065 - 4,25 (0,5)

- - - -

Indeks Scorad, rerata (SB)

25,06 (10,23)

25,09 (8,56) 0,837 16 (2) 21 (2,45) 0,017 23,67 (6,35)

- -

(50)
[image:50.612.122.528.210.559.2]

4.3. Perbedaan Indeks SCORAD setelah Pemberian 1 Minggu, 2 Minggu dan 3 Minggu antara Kelompok yang Diberi Vitamin D dan Plasebo

Tabel 4.3.Perbedaan Indeks SCORAD setelah 1 Minggu Pemberian

SCORAD Vitamin D

(n=23)

Plasebo

(n=23) P

Persentase area yang terkena, rerata (SB)

Kepala dan leher 4,87 (1,36) 5,04 (1,02) 0,403 Badan depan 1,7 (2,34) 2,13 (1,96) 0,299

Tangan 0 0

Ekstremitas atas 0,78 (1,88) 0,7 (1,66) 0,775 Ekstremitas Bawah 0,09 (0,42) 0,17 (0,83) 0,975 Kepala dan leher belakang 0,09 (0,42) 0 0,317

Ekstremitas atas belakang 0 0

Badan belakang 0,39 (1,88) 0 0,317

Ekstremitas Bawah Belakang 0 0

Genitalia 0 0

Intensitas, rerata (SB)

Eritema 2,09 (0,42) 2,13 (0,46) 0,726

Edema 1,61 (0,66) 1,74 (0,62) 0,440

Oozing/crust 0,7 (0,88) 0,52 (0,73) 0,552 Ekskoriasi 0,22 (0,67) 0,13 (0,63) 0,323

Xerosis 0,13 (0,63) 0 0,317

Lichenifikasi 0 0

Gejala Subjektif, rerata (SB)

Pruritus 2,48 (0,73) 3,26 (0,92) 0,004

Insomnia 2,48 (0,73) 3,26 (0,92) 0,004

(51)
[image:51.612.115.527.250.600.2]

Berdasarkan indeks SCORAD ditemukan rerata 21,91 (SB=9,91) pada kelompok yang menerima vitamin D dan 22,61 (SB=7,48) pada kelompok penerima plasebo. Untuk indeks SCORAD juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (P=0,360).

Tabel 4.4. Perbedaan Indeks SCORAD Setelah 2 Minggu Pemberian

SCORAD Vitamin D

(n=23)

Plasebo

(n=23) P

Persentase area yang terkena, rerata (SB)

Kepala dan leher 4,87 (1,36) 5,04 (1,02) 0,403 Badan depan 1,7 (2,34) 2,13 (1,96) 0,299

Tangan 0 0

Ekstremitas atas 0,78 (1,88) 0,7 (1,66) 0,775 Ekstremitas Bawah 0,09 (0,42) 0,17 (0,83) 0,975 Kepala dan leher belakang 0,09 (0,42) 0 0,317

Ekstremitas atas belakang 0 0

Badan belakang 0,39 (1,88) 0 0,317

Ekstremitas Bawah Belakang 0 0

Genitalia 0 0

Intensitas, rerata (SB)

Eritema 1,3 (0,7) 1,61 (0,72) 0,086

Edema 1 (0,85) 1,35 (0,71) 0,075

Oozing/crust 0,57 (0,89) 0,52 (0,73) 0,918 Ekskoriasi 0,22 (0,67) 0,13 (0,63) 0,323

Xerosis 0,13 (0,63) 0 0,317

Lichenifikasi 0 0

Gejala Subjektif, rerata (SB)

Pruritus 1,43 (0,99) 2,09 (1,51) 0,098

Insomnia 0,7 (1,36) 1,48 (1,97) 0,133

Indeks Scorad, rerata (SB) 12,96 (10,54) 16,7 (10,15) 0,076

(52)

sebelum dan 1 minggu setelah pemberian obat baik pada kelompok anak yang menerima vitamin D dan plasebo.

Berdasarkan gejala subjektif, hasil pengukuran menunjukkan tidak ada perbedaan rerata skor yang signifikan baik untuk pruritus maupun insomnia (P>0,05).

[image:52.612.117.527.388.708.2]

Berdasarkan Indeks SCORAD ditemukan rerata 12,96 (SB=10,54) pada kelompok yang menerima vitamin D dan 16,7 (SB=10,15) pada kelompok penerima plasebo. Untuk indeks SCORAD juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (P=0,076).

Tabel 4.5. Perbedaan Indeks SCORAD setelah 3 Minggu Pemberian Vitamin D dan Plasebo

SCORAD Vitamin D (n=23) Plasebo (n=23) P Persentase area yang terkena,

rerata (SB)

Kepala dan leher 4,87 (1,36) 5,04 (1,02) 0,403 Badan depan 1,7 (2,34) 2,13 (1,96) 0,299

Tangan 0 0

Ekstremitas atas 0,78 (1,88) 0,7 (1,66) 0,775 Ekstremitas Bawah 0,09 (0,42) 0,17 (0,83) 0,975 Kepala dan leher belakang 0,09 (0,42) 0 0,317

Ekstremitas atas belakang 0 0

Badan belakang 0,39 (1,88) 0 0,317

Ekstremitas Bawah Belakang 0 0

Genitalia 0 0

Intensitas, rerata (SB)

Eritema 0,65 (1,03) 0,96 (1,07) 0,271

Edema 0,57 (0,99) 1,04 (0,77) 0,013

Oozing/crust 0,52 (0,85) 0,48 (0,73) 0,969 Ekskoriasi 0,22 (0,67) 0,13 (0,63) 0,323

Xerosis 0,13 (0,63) 0 0,317

Lichenifikasi 0 0

Gejala Subjektif, rerata (SB)

Pruritus 0,7 (1,36) 1,35 (1,97) 0,217

(53)

Pada pengamatan minggu ketiga pemberian obat, tampak bahwa peresentase area dermatitis masih relatif sama untuk kedua kelompok (P>0,05). Berdasarkan intensitas dermatitis atopik, maka untuk edema ditemukan perbedaan rerata skor yang signifikan (P=0,013) dimana rerata skor edema pada kelompok vitamin D lebih kecil dengan rerata 0,57 (SB=0,99) bila dibandingkan dengan edema pada kelompok plasebo dengan rerata 1,04 (SB=0,77) dengan menggunakan uji Mann Whitney.

Berdasarkan Indeks SCORAD ditemukan rerata 8,43(SB=12,49) pada kelompok yang menerima vitamin D dan 12,09 (SB=12,18) pada kelompok penerima plasebo. Untuk indeks SCORAD juga tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (P=0,099).

(54)
[image:54.612.115.527.142.504.2]

Tabel 4.6. Perbedaan Kumulatif Indeks Scorad Setelah 3 Minggu Pemberian Obat

Scorad Vitamin D

(n=23)

Plasebo

(n=23) P

Persentase area yang terkena, rerata (SB)

KeKepala dan leher 4,87 (1,36) 5,04 (1,02) 0,403 BaBadan depan 1,7 (2,34) 2,13 (1,96) 0,299

TaTangan - -

EkEkstremitas atas 0,78 (1,88) 0,7 (1,66) 0,775 EkEkstremitas Bawah 0,09 (0,42) 0,17 (0,83) 0,975 Kepala dan leher belakang 0,09 (0,42) 0,39 (1,88) 0,317

EkEkstremitas atas belakang - - -

BaBadan belakang - - -

EkEkstremitas Bawah Belakang

- - -

GeGenitalia - - -

Intensitas, rerata (SB)

Eritema 1,35 (0,67) 1,57 (0,67) 0,151

Edema 1,06 (0,76) 1,38 (0,63) 0,03

Oozing/crust 0,59 (0,85) 0,51 (0,72) 0,669 Ekskoriasi 0,22 (0,67) 0,13 (0,63) 0,323

Xerosis 0,13 (0,63) -

Lichenifikasi - - -

Gejala Subjektif, rerata (SB)

Pruritus 1,54 (0,95) 2,23 (1,37) 0,011

Insomnia 1,29 (1,07) 2,03 (1,51) 0,011

(55)

BAB 5. PEMBAHASAN

Dermatitis atopik merupakan keadaan yang sering muncul pada anak yang biasanya dapat menghilang pada usia 3 tahun pada beberapa anak.2 Pada penelitian ini diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kriteria Hanifin dan Rajka.

Penderita dermatitis atopik yang kami skrining saat datang ke posyandu puskemas untuk penimbangan rutin dan imunisasi. Jumlah laki laki maupun perempuan sama pada kedua kelompok dengan usia terbanyak dijumpai pada usia kurang dari satu tahun dengan status gizi yang normal. Pada studi tahun 2013 di Inggris melaporkan tidak ada perbedaan pada jenis kelamin, usia dan indeks massa tubuh pada penderita dermatitis atopik.7

(56)

subjektif pruritus dan insomnia. Pada usia tiga sampai lima tahun area yang terkena adalah kepala, leher dan badan dengan gejala edema dan krusta dan gejala subjektif yang dilaporkan adalah pruritus dan insomnia. Pada penelitian tahun 2012 oleh Motswaldi melaporkan gejala pruritus merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh penderita dan keluarga penderita dermatitis atopik disertai eritema, edema, krusta, kulit kering, ekskoriasi dan likenifikasi.30

Penelitian tahun 2008 di Boston mendapatkan pemberian vitamin D tidak signifikan terhadap Eczema Area and Severity Index (EASI) dan

Investigator’s Global Assessement (IGA),31 sedangkan pada penelitian tahun

2011 di Iran pemberian vitamin D signifikan terhadap indeks SCORAD.7Pada studi ini menggunakan indeks SCORAD untuk menilai derajat keparahan penyakit sebelum dan sesudah diberikan vitamin D.

(57)

atopik menggunakan indeks SCORAD.32 Subjek dengan dermaitits dapat mengalami infeksi karena kekurangan dalam fungsi sistem kekebalan tubuh alami sehingga dapat menimbulkan gangguan epidermis dan perubahan pengenalan reseptor dan penekanan peptida antimikroba.9 Penelitian tahun 2009 di Costa Rica mendapatkan vitamin D berhubungan dengan alergi dan didapatkan hubungan yang signifikan antara level serum vitamin D, serum immunoglobulin E dan jumlah eosinofil dalam sirkulasi.22 Penelitian tahun 2008 di Boston mendapatkan perbedaan yang tidak signifikan pada kelompok yang mendapatkan suplemen vitamin D dengan kelompok yang mendapatkan plasebo.31 Penelitian tahun 2011 di Iran mendapatkan perubahan yang signifikan terhadap indeks SCORAD pada kelompok yang mendapat vitamin D oral atau pada kelompok yang mendapat vitamin D dan E.33 Penelitian ini merupakan uji klinis untuk mengetahui efek vitamin D pada derajat keparahan dermatitis atopik dengan menggunakan indeks SCORAD untuk menilai derajat keparahan dermatitis atopik sebelum dan sesudah pemberian vitamin D tanpa melakukan pemeriksaan kadar serum vitamin sebelum dan sesudah pemberian vitamin D. Setelah pemberian vitamin D selama tiga minggu dijumpai rerata skor indeks SCORAD yang menurun akan tetapi secara statistik tidak signifikan.

(58)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Vitamin D tidak efektif dalam menurunkan derajat keparahan dermatitis atopik.

6.2. Saran

(59)

RINGKASAN

Suatu uji klinis dilakukan di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan mulai Januari 2014 sampai Mei 2014. Sampel penelitian adalah penderita dermatitis atopik dengan usia kurang dari 5 tahun yang dinilai derajat keparahan dermatitis atopik menggunakan indeks SCORAD. Pemberian vitamin D dosis 600 IU dan plasebo diberikan selama tiga minggu berturut turut dan dievaluasi setiap minggu selama 3 minggu berturut-turut. Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik dari Universitas Sumatera Utara dan informed consent dari orang tua.

(60)

SUMMARY

A clinical trial was conducted in Posyandu Puskesmas Helvetia Medan from January 2014 to May 2014. Samples were patients with atopic dermatitis with less than 5 years of age were assessed severity of atopic dermatitis using the SCORAD index. Giving a dose of 600 IU of vitamin D and placebo administered for three consecutive weeks and evaluated weekly for 3 consecutive weeks. The study was conducted after obtaining approval from the Ethics Committee of the University of Sumatera Utara and informed consent of the parents.

This study was followed by as many as 51 children who suffer from atopic dermatitis, be evaluated every week for three consecutive weeks found five children were excluded from the study due to irregular taking medication and 46 children who regularly take medication studies included in the analysis. This study getting the SCORAD index changes found after the administration of vitamin D and placebo. Cumulatively found vitamin D lowers SCORAD index compared with placebo but not statistically significantly decreased the severity of atopic dermatitis.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kim BE, Leung DY. Epidermal barrier in atopic dermatitis. Allergy Asthma Immunol Res. 2012; 4(1):12-6

2. Peroni DG, Piancentini GL, Rigotti E, Pigozzi R, Boner AL. Prevalence and risk factors for atopic dermatitis in preschool children. Br J of Dermatol. 2008; 158:539-43

3. Watson W, Kapur S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011;7(1):1-7

4. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Eng J Med. 2007;357:266-81

5. Barata KG, Rengganis I. Imunofarmakologi. Dalam: Barata KG, Rengganis I, penyunting. Imunologi dasar. Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta ; 2010. Edisi 9. h.515-56

6. Pulungan AB. Who needs vitamin D and calcium? Diunduh dari: http://www.nestlenutrition-institute.org. Diakses Januari 2015

7. Hartmann B, Heine G, Babina M, Steinmeyer A, Zugel U, Radbruch A, et al. Targetting the vitamin D receptor inhibits the B cell-dependent allergic immune response. Allergy. 2011;66:540-8

8. Hata TR, Audish D, Kotol P, Coda A, Kabigting F, Miller J, Alexandrescu D et al. A rsndomized controlled double-blind investigation of the effects of vitamin D dietary supplementation in subjects with atopic dermatitis. JEADV. 2013;1-9

9. Searing DA, Leung DY. Vitamin D in atopic dermatitis, asthma and allergic disease. Immunol Allergy Clin North Am. 2010;30(3):397-409 10. Santosa H. Dermatitis atopik. Dalam: Akib AAP, Munasir Z,

Kurniati,penyunting. Buku ajar alergi-imunologi anak. Jakarta:Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2007.h.235-45

11. Boguniewicz M, Leung DY. Atopic dermatitis. Dalam: Atkinson FE, Bochner BS, Busse WW, Holgate ST, Lemaske RF, Simons FE, penyunting. Middleton’s Allergy Principles & Practice. Mosby:Elsevier;2009. Edisi 7. h.1083-103

12. Elias PM, Hatano Y, Williams ML. Basis for the barrier abnormality in atopic dermatitis:outside-inside-outside pathogenic mechanisms. J Allergy Clin Immunol. 2008;121(6):1337-43

(62)

SCORAD index, objective SCORAD and the three-item severity score. Br J Dermatol. 2007;157:645-48

15. Leung DY, Einchenfiels LF, Boguwenicz M. Atopic dermatitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilschrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatrik’s dermatology in general medicine.. USA:Mc Grawhill;2010. Edisi 7. h.146-58

16. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarberger K et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis. J Am Acad Dermatol. 2014;71:116-32

17. Kulie T, Groff A, Redmer J, Hounshell J, Schranger S. Vitamin D: an evidence-based review. J am board fam med. 2009;22:698-706

18. Galea S, Blundell R. Physiology of vitamin D. International Journal of molecular medicine and advance sciences. 2011;7(1):1-4

19. Dewoto RH, Wardhini BP. Vitamin. Dalam: Ganisma SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1995.h.714--37

20. Ross AC, Manson JE, Abrams SA, Alioa JF, Brannon PM, Clinton SK. The 2011 report on dietary reference intakes for calcium and vitamin D from the institute of medicine: what clinicians need to know. J Clin endocrinol. 2011;96:53-8

21. Miyake Y, Sasaki S, Tanaka K, Hirota Y. Dairy food, calcium and vitamin D intake in pregnancy, and wheeze and eczema in infants. Eur respire J. 2010; 35:1228-34

22. Sidiartha IGL. Defisiensi vitamin D dan kalsium. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 182-89

23. Thacher T, Clarke BL. Vitamin D insufficiency. Mayo clin proc. 2011;86:50-60

24. Brehm JM, Celedon JC, Soto-Quiros ME, Avila L, Hunninghake GM, Fornr E, et al. Serum vitamin D levels and severity of childhood asthma in Costa Rica. American Journal of Respiratory and critical care medicine. 2009;179:765-71

25. Wjst M. Introduction of oral vitamin D supplementation and the rise of the allergy pandemic. Allergy, asthma & clinical immunology. 2009;5:8

26. Prietl B, Pilz S, Wolf M, Tomaschits A, Obermayer-pietsch, Graniger W, et al. Vitamin D supplementation and regulatory T cells in apparently healthy subjects: vitamin D treatment for autoimmune disease? IMAJ. 2010;12:136-139

(63)

28. Hewison M. Vitamin D and the immune system: new perspective on an old theme. Endocrinol Metab Clin North Am. 2010;39(2):365-79

29. Harun SR, Putra ST, Chair I, Sastroasmoro. Uji klinis. Dalam: Sastroasmoro S, Ismail S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto. Jakarta. 2011.Edisi ke-4.h.187-243

30. Motswaldi MH. An approach to mild to moderate atopic eczema. S Afr Fam Proct. 2012;54(5):411-412

31. Sidbury R, Sullivan AF, Thadani RI, Camargo CA. Randomized controlled trial of vitamin D supplementation for winter-related atopic dermatitis in Boston: a pilot study. Br J Dermatol. 2008; 159:231-266

32. Peroni DG, Paicentini GL, Cametti E, Chinellato I, Boner AL. Correlation between serum 25-hydroxyvitamin D levels and severity of atopic dermatitis in children. BJD.2011;164:1078-1082

33. Javanbakht MH, Keshavarz SA, Djalali M, Siassi F, Eshraghian MR, Firooz A, Seirafi H et al. Randomized controlled trial using vitamin E and D supplementation in atopic dermatitis. Jour of Dermatol Treatment. 2011;22:144-150

(64)

Lampiran

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Devita Sari (08129907195)

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak

FK USU

Anggota penelitian : Nova Yulia Rita (085262110021) Irike Ayumi (085261520000)

Ahmad Tarmizi Rangkuti (082165008603) 2. Supervisor

1. Dr. Hj. Rita Evalina , SpAK 2. Dr. Supriatmo, SpAK

3. Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpAK 4. Dr. Lily Irsa, SpAK

(65)

2. Jadwal Penelitian Kegiatan/

Waktu

Januar i 2014

Februa ri 2014

Maret 2014

April 2014

Mei 2014

Juni 2014 Persiapan

Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

3. Rincian Biaya Penelitian

1. Penyediaan obat-obatan : Rp. 6.000.000 2. Penyusunan dan penggandaan hasil : Rp. 3.000.000 3. Seminar hasil penelitian : Rp. 2.000.000

(66)

4. Lembar Penjelasan Yth Bapak/ Ibu……

1. Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dokter Devita Sari, bertugas di divisi Alergi-imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian tentang peranan vitamin D pada anak yang menderita gatal-gatal dan kemerahan pada kulit.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, anak Bapak / Ibu menderita gatal-gatal dan kemerahan pada kulit yang muncul pada anak.

3. Untuk itu, kami berencana untuk mengobati anak Bapak / Ibu dengan memberikan vitamin D/plasebo. Dari penelitian didapatkan bahwa pemberian terapi tambahan vitamin D selama tiga minggu akan memberikan efek yang baik dalam mengurangi jumlah dan beratnya gejala gatal-gatal dan kemerahan pada kulit. Hanya saja penelitian tersebut dilaksanakan di luar negeri. Saat ini saya mencoba untuk melakukan penelitian ini

(67)

akan diberikan obat selama 3 minggu, obat dimakan satu kali sehari. Pemantauan ulangan dilakukan setiap hari dan dilakukan pengukuran setelah diberi obat.

5. Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diobati dengan obat tersebut, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

6. Bapak/ Ibu serta putri anda bebas menolak ikut atau mengundurkan diri dalam penelitian ini. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua biaya penelitian akan ditanggung oleh peneliti.

(68)

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan dermatitis atopik terhadap anak saya : Nama : ...Umur ... ..tahun…… bulan Alamat Rumah : ... yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. ... , ... 2013 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Devita Sari ………

(69)

... ...

6. Kuisoner

1. Data Pribadi

Nama: ... Tanggal pemeriksaan: ... Alamat :... Tempat/tanggal lahir: ... Jenis kelamin : ……….

Anak ke….dari ……jumlah saudara. ...

Pendidikan orang tua :……….

Pekerjaan orang tua :………. Berat badan: ...kg Tinggi badan: ...cm

Status nutrisi : Obese / Overweight / Normoweight / Mild malnutrition / Moderate malnutrition / Severe malnutrition

(70)
(71)

BIODATA PENULIS UTAMA

Nama Lengkap : dr. Devita Sari

Tempat /Tanggal Lahir : Jakarta / 18 Juli 1978

Alamat : Jl. Utama Gang Johar No. 13 Medan

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri IKIP Jakarta tamat tahun 1990

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 236 IKIP Jakarta tamat tahun 1993

Sekolah Menengah Umum : SMA Yayasan IKIP Jakarta tamat tahun 1996

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti tamat tahun 2003

RIWAYAT PEKERJAAN :

1. Dokter Kontrak RSUD Bayu Asih, Purwakarta April 2004-Februari 2005 2. Dokter PTT di Puskesmas Johan Pahlawan, Meulaboh, Nanggoe Aceh

Darussalam dari Maret 2005-Agustus 2005

3. Dokter PNS di Dinkes Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam dari April 2006-sekarang

(72)

2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2010, sebagai peserta

3. Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI) di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

4. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2012, sebagai peserta

5. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2013, sebagai peserta

6. The symposium of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014. Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai peserta

7. The symposiym of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014). Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai pembicara.

ORGANISASI

1. 2003-sekarang : IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

Gambar

Tabel 2.2. Sumber Vitamin D dari Makanan dan Suplemen
Gambar 2.1. Mekanisme Vitamin D dalam Fungsi Nonskeletal20
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

‡ Kelompok perlakuan vitamin D hasil histopatologinya menunjukan rerata jumlah eosinofil jaringan paru kelompok perlakuan vitamin D peroral menunjukan penurunan jika

Pada penelitian ini dengan mengambil sampel penderita DA anak umur 0–14 tahun tidak didapatkan peningkatan IgE spesifik terhadap Malassezia furfur yang lebih banyak pada