Asuhan Keperawatan Pada bayi P dengan Prioritas
Masalah Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit
di Kelurahan Harjosari II Lingkungan VII
Kecamatan Medan Amplas
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan
Oleh
Dameria Haryati Sirait
122500165
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Bayi P dengan Prioritas Masalah Kebutuhan
Dasar Cairan dan Elektrolit di Kelurahan Harjosari II Lingkungan VII Kecamatan
Medan Amplas”, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan
kemampuan serta pengalaman penulis. Karena itu penulis sangat mengharapkan
adanya kritik serta saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna
dijadikan pedoman bagi penulis dikemudian hari.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS. selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan III
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII
6. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, NS, M.Kep selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing saya menyelesaikan KTI
8. Ibu Eryunita Lubis, S.Kep, NS selaku dosen penguji yang memberikan saran
dan kritik.
9. Seluruh Dosen Fakultas Keperawatan khususnya jurusan DIII Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama
proses perkuliahan dan Staff non akademik yang telah banyak membantu
penulis di bidang administrasi.
10. Teristimewa ayah saya Demson Sirait dan ibu saya Sitiaminah Simanjuntak
yang telah membesarkan serta mendidik saya sehingga mampu
menyelesaikan perkuliahan saya, serta Abang saya Chandra Sirait yang selalu
memberi saya motivasi dan dukungan kepada saya, adik saya Nancy sirait
dan Mitha sirait yang mendukung dan selalu mendoakan dan memberi
motivasi.
11. Kepada teman dekat saya Ranfernando Ambarita yang selalu mendukung dan
membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini.
12. Sahabat-sahabat tercinta saya, Arvina, Natalia, Elsi, Haryati, Ewi, Devita
yang selalu memberi motivasi.
Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang memerlukan.
DARTAR ISI
LEMBAR SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 4
C. Manfaat ... 4
BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 5
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ... 5
1. Pengkajian ... 16
2. Analisa Data ... 20
3. Rumusan Masalah ... 22
4. Perencanaan ... 24
B. Asuhan Keperawatan Kasus ... 26
1. Pengkajian ... 26
2. Analisa Data ... 34
3. Rumusan Masalah ... 34
4. Perencanaan ... 35
5. Implementasi ... 36
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Kesimpulan ... 42
B. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan atau
homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang
mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk
hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi (FKUI,
2008).
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi
neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuskular,
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf
(Asmadi, 2008).
Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan. Cairan tubuh ini sangat
penting perannya dalam menjaga keseimbangan (hemodinamik) proses
kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis
(FKUI, 2008).
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan
elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang
terdapat dalam tubuh sendiri. Pada bayi dan anak sering terjadi gangguan
keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph cairan tubuh (Irwan,
Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia. Cairan
berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh. Untuk menjaga
kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan cairan. Cairan dalam tubuh
manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input) dan haluaran (output).
Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari
tubuh. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan
memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika terjadi ketidak seimbangan
antara asupan dan haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh
manusia. Pengaturan keseimbangan cairan tubuh, proses difusi melalui membran
sel, dan tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen
(Mubarak, 2007).
Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-sel tubuh hanya dapat hidup
dan berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai. Sehingga,
homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun tubuh mempunyai
respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, peningkatan volume
cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan tekanan darah serta
sebaliknya. Sehingga, dari hukum tersebut dapat diasumsikan bahwa yang
mengatur tekana darah adalah volume cairan ekstrasel (Mubarak, 2007).
Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali dengan respon untuk
memasukkan cairan ke dalam tubuh. Respon harus merupakan refleks yang
secaara otomatis menjadi perintah kepada tubuh memasukkan cairan. Pusat
Rasa haus akan muncul jika volume dalam tubuh menurun. Kondisi
tersebut akan memberikan stimulasi pada terhadap pusat rasa haus bahwa terjadi
peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah. Sehingga pusat
rasa haus di hipotalamus akan memerintahkan motorik untuk memasukkan cairan
ke dalam tubuh. Selain itu, untuk memantau osmolalitas diatur oleh sel-sel
reseptor yang disebut dengan osmoresepor akan berespon dan mengaktifkan pusat
rasa haus dan pada akhirnya orang tersebut akan minum (Pranata, 2013).
Selain penurunan volume cairan dalam plasma, pusat rasa haus juga
dipengaruhi oleh keringnya membran mukosa faring dan mulut, Angiotensi II,
Kehilangan kalsium, Faktor psikologis (Perry & Potter, 2006).
Anak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi. Ada banyak
alasan untuk hal ini. Anak-anak mempunyai insiden yang meningkat untuk
penyakit gastrointestinal, terutama gastroenteritis, gejala-gejala gastrointestinal
terjadi pada banyak penyakit yang nongastrointestinal. Anak-anak mengalami
kehilangan melaluin gastrointestinal yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
orang dewasa. Bayi tidak dapat berespons terhadap rasa haus secar bebas. Semua
anak sakit, tidak hanya yang sakit gastroenteritis saja, harus dinilai status
hidrasinya (Pediatri, 2002).
Diare sendiri umumnya disebabkan asupan makanan yang terkontaminasi
bibit penyakit ataupun racun. Diare akibat makanan yang terkena kuman biasanya
menimbulkan gejala bayi sering pup kemudian muntah. Sebaliknya, diare karena
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Bayi dengan gangguan
kebutuhan dasar cairan dan elektrolit.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Untuk mengetahui analisa data asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Untuk mengetahui rumusan masalah asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Untuk mengetahui perencanaan asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Untuk mengetahui implementasi asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Untuk mengetahui kriteria hasil asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
C. Manfaat
1. Bagi Ibu
Untuk menambah pengetahuan ibu tentang perawatan pada Anak dengan
gangguan cairan dan elektrolit.
2. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Kebutuhan dasar
Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan
elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh (Irwan,
2013).
Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
A. Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira- kira 60%
dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak, badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit
menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak daripada pria
sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya. Sebagai
contoh, bayi baru lahir memiliki TBW 70%-80% dari BB; usia 1 tahun 60% dari
BB; usia pubertas sampai dengan 39 tahun untuk pria 60% dari BB dan wanita
52% dari BB; usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB;
sedangkan pada usia diatas 60 tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari
B. Distribusi cairan
Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen, yaitu pada
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS) kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB,sedangkan cairan ekstraseluler (CES) 20% dari BB, cairan ini terdiri atas
plasma (cairan intravascular) 5% cairan interstisial (cairan disekitar tubuh seperti
limfa) 10-15% dab transelular (misalnya, cairan serebrospinalis, synovial, cairan
dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-3%. Terutama
karena kesulitan dalam memperoleh cairan intraseluler, maka relative sedikit
diketahui tentang pengendalian volume cairan intraseluler dalam keadaan sehat
maupun sakit, maka haruslah terdapat mekanisme tertentu yang mencegah
masuknya air secara tidak terkendali ke dalam sel dan mengakibatkan
pembengkakan sel, yang berbeda dengan sel tanaman, sel tubuh tidak dilindungi
oleh membran yang kuat (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Klasifikasi Dehidrasi Dengan Konsep MTBS
A. Klasifikasi diare untuk dehidrasi :
1. Balita diklasifikasikan mengalami diare dehidrasi berat apabila terdapat
dua atau lebih tanda-tanda berikut ini :
a. Latergi atau tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
2. Balita diklasifikasikan mengalami diare dehidrasi ringan/sedang apabila
terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut ini :
b. Mata cekung
c. Haus, minum dengan lahap
d. Cubitan kulit perut kembali lambat
3. Balita diklasifikasikan mengenai diare tanpa dehidrasi terdapat cukup
tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau
ringan/sedang
4. Klasifikasi diare jika 14 hari atau lebih :
a. Balita diklasifikasikan mengalami diare persisten berat apabila
terdapat gejala dehidrasi
b. Balita diklasifikasikan mengalami diare persisten apabila tanpa
gejala dehidrasi
5. Klasifikasi diare, jika ada darah dalam tinja :
Gejala/derajat Keadaan umum Baik, sedang Gelisah, rewel Lesu, lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Keinginan
Turgor Kembali segar Kembali lambat Kembali sangat lambat
B. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare untuk
dehidrasi dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare
a. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare
dehidrasi berat meliputi :
1) Jika tidak ada klasifikasi lainya: beri cairan untuk dehidrasi
berat (rencana terapi C)
2) Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lainya :
a) Rujuk segera
b) Jika masih bisa minum ASI dan larutan oralit selama
perjalanan
3) Jika ada kolera di daerah tersebut, beri antibiotik untuk kolera
2. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare
dehidrasi ringan/sedang meliputi :
a. Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi B dan tablet zinc
b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain :
1) Rujuk segera
2) Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutkan oralit selama
perjalanan
c. Nasihati kapan kembali segera
d. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan
3. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare tanpa
dehidrasi, meliputi :
a. Berikan cairan dan makanan sesuai rencana terapi Adan tablet zinc
b. Nasihati kapan kembali segera
4. Tindakan/ pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare jika
diare 14 atau lebih, dibagi menjadi :
a. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare
persisten berat, meliputi :
1) Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat
lain
2) Rujuk
b. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare
persisten, meliputi :
1) Nasihati pemberian makanan untuk diare persistem
2) Kunjungan ulang 5 hari
c. Tindakan/pengobatan pada balita sakit berdasarkan klasifikasi diare,
jika ada darah dalam tinja, yaitu tindakan/ pengobatan pada balita
sakit berdasarkan klasifikasi disentri, meliputi :
a. Beri antibiotik yang sesuai
b. Nasihati kapan kembali segera
c. Kunjungan ulang 2 hari (Maryunani, 2014).
Terapi Dehidrasi Dengan Konsep MTBS
A. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah :
a) Pengertian dan hal-hal berkaitan dengan rencana terapi A :
a. Terapi A, yaitu terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan
malnutrisi, dimana anak yang tanpa tanda gejala dehidrasi
membutuhkan ekstra cairan air dan elektrolit yang hilang selama
b. Cairan yang biasa diberikan dalam pengobatan ini :
1) Cairan yang bias diberikan, yaitu cairan dehidrasi oral dari gula
dan garam, sayuran dan sop ayam yang mengandung garam
2) Cairan yang diberikan kapada anak sebanyak anak mau sampai
diare berhenti, atau :
a) Anak < 2 tahun, sebanyak 50 – 100 ml
b) Anak 2 – 10 tahun, sebanyak 100 – 200 ml
c) Anak > 10 tahun, diberikan cairan sebanyak anak mau
2. Dalam hal ini, yang paling utama ditekankan pada rencana terapi A ini
adalah menjelaskan kepada ibu mengenai empat aturan perawatan di
rumah sakit, berikut ini :
a. Pemberian cairan tambahan
Dalam rencana terapi pemberian cairan tambahan sebanyak anak
mau ini, perlu dilakukan hal-hal berikut ini :
1) Berikan penjelasan kepada ibu, hal-hal berikut ini :
a) Untuk menberikan ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian
b) Untuk memberikan oralit atau matang sebagai tambahan,
apabila anak memperoleh ASI tambahan
c) Untuk memperoleh susu cairan atau lebih, apabila anak
tidak memperoleh ASI eksklusif. (cairan-cairan tersebut,
misalnya oralit, cairan makanan, atau air matang)
d) Jelaskan juga kepada ibu bahwa anak harus diberikan
a) Anak telah diberikan pengobatan dengan rencana terapi
B atau C dalam kunjungan ini
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik apabila diare pada
anak bertambah parah
e) Ajarkan kepada ibu tentang cara mencampur dan
memberikan oralit serta berikan ibu 6 bungkus oralit (200
ml) untuk digunakan di rumah
f) Tunjukan kepada ibu tentang berapa banyak oralit/cairan
lain yang harus diberikan setiap kali anak buang air besar
g) Untuk anak umur sampai 1 tahun, banyaknya oralit/cairan
lain yang harus diberikan adalah 60 sampai 100 ml setiap
kali anak buang air besar (berak)
h) Untuk anak umur 1 sampai 5 tahun, banyaknya oralit/cairan
lain yang harus diberikan adalah 100 sampai 200 ml setiap
kali anak buang air besar (berak)
3. Jelaskan kembali atau katakan kepada ibu mengenai hal-hal berikut ini :
a. Untuk memberi minum pada anak sedikit demi sedikit tetapi sering
dengan menggunakan mangkuk atau cangkir atau gelas
b. Apabila anak yang diberikan minuman muntah, tunggu sebentar
yaitu sekitar 10 menit. Kemudian, lanjutkan lagi pemberian minum
lebih lambat
c. Untuk melanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.
2) Melanjutkan pemberian makan
3) Penjelasan kapan harus kembali
B. Terapi B : penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit
1. Rencana terapi B, yaitu terapi dehidrasi oral untuk anak dehidrasi sedang
adalah dengan pemberian CRO (cairan oralit)
2. Hal yang paling utama ditekankan pada rencana terapi B ini, antara lain:
a. Pemberian oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama 3 hari,
antara lain :
a) Anak umur ≤ 4 bulan dan berat badan < 6 kg, cairan oralit yang
diberikan sebanyak 200-400 ml
b) Anak umur 4-12 bulan dan berat badan 6-10 kg, cairan oralit
yang diberikan sebanyak 400-700 ml
c) Anak umur 1-2 tahun dan berat badan 10-12 kg, cairan oralit
yang diberikan sebanyak 700-900 ml
d) Anak umur 2-5 tahun dan berat badan 12-19 kg, cairan oralit
yang diberikan sebanyak 900-1400 ml
b. Penentuan jumlah oralit untuk 3 jam pertama :
Ketentuan :
1) Jumlah oralit yang diperlukan dihitung dengan rumus: berat
badan (dalam kg) x 75 ml
2) Penggunaan umur digunakan hanya apabila berat badan anak
tidak diketahui
c. Jumlah oralit dapat diberikan lebih banyak dari pedoman yang
1. Selama periode ini, dapat diberikan juga 100-200 ml air matang
pada anak yang berumur kurang dari 6 bulan yang tidak
menyusu ASI
d. Penjelasan kepada ibu cara pemberian larutan oralit :
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu ditunjukan pada ibu
Dalam memberikan larutan oralit :
1) Larutan oralit dapat diminumkan sedikit demi sedikit tetapi
sering dengan menggunakan cangkir atau gelas
2) Apabila anak muntah, pemberian larutan oralit dapat ditunggu
sebentar, yaitu selama 19 menit, untuk selanjutnya dapat
diberikan kembali dengan lebih lambat
3) ASI dapat diberikan selama anak mau
e. Pemberian tablet zinc
f. Penanganan selama 3 jam :
1. Lakukan penilaian ulang dan klasifikasikan kembali derajat
dehidrasi pada anak
2. Setelah itu, pilih rencana terapi yang sesuai dengan penilaian
dan klasifikasi tadi untuk melanjutkan pengobatan
3. Selanjutnya, anak bisa mulai diberikan makan
g. Penanganan apabila ibu memaksa pulang sebelum pengobatan
selesai :
1. Peragakan atau tunjukan kepada ibu cara menyiapkan cairan
2. Peragakan atau tunjukan kepada ibu banyaknya oralit yang
harus diberikan kepada anak di rumah untuk menyelesaikan 3
jam pengobatan
3. Untuk mencukupi kebutuhan rehidrasi, maka berikan oralit yang
cukup dengan menambahkan 6 bungkus lagi sesuai anjuran pada
rencana terapi A
4. Empat aturan perawatan di rumah berikut ini seperti yang
terdapat pada rencana terapi A, perlu dijelaskan kembali :
a) Pemberian cairan tambahan
b) Melanjutkan pemberian tablet zinc sampai 10 hari
c) Memberikan pemberian makanan
d) Memberitahukan kapan harus kembali
C. Rencana terapi C: penanganan dehidrasi berat dan cepat :
a. Terapi C adalah pengobatan untuk pasien dengan dehidrasi berat, dengan
pemberian cairan rehidrasi intravena secara cepat
b. Hal yang paling utama ditekankan pada rencana terapi C ini, antara lain:
a. Lakukan pemberian cairan intravena secepatnya
b. Pada anak yang bisa minum, sementara mempersiapkan infus
berikan oralit melalui minum
c. Cairan infus yang diberikan yaitu cairan ringer laktat (apabila tidak
tersedia, bisa diberikan cairan NaCl) dengan pemberian 100 ml/kg,
dengan pembagian sebagai berikut :
a) 30 ml/kg selama 1 jam (ulangi sekali lagi apabila denyut
nadi sangat lemah atau tidak teraba)
b) 70 ml/kg selama 5 jam
2) Untuk anak usia 12 bulan sampai 5 tahun, diberikan cairan
sebanyak:
a) 30 ml/kg selama 30 menit (ulangi sekali lagi apabila denyut
nadi sangat lemah atau tidak teraba)
b) 70 ml/kg selama 2 1/2 jam
3) Lakukan pemeriksaan kembali pada anak setiap 15-30 menit :
a) Segera setelah anak minum, berikan oralit (dengan
dosis/takaran kira-kira 5 ml/kg/jam
b) Oralit ini bisa diberikan pada bayi sesudah 3-4 jam dan
pada anak sesudah 1-2 jam
c) Disamping oralit, juga perlu diberikan tablet zinc
4) Lakukan pemeriksaan kembali, yaitu sesudah 6 jam pada bayi
dan sesudah 3 jam pada anak
5) Dalam hal ini dilakukan klasifikasi dehidrasi
6) Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai untuk meneruskan
1. Pengkajian
Ketepatan pengkajian yang dilakukan perawat sangat berpengaruh
terhadap kualitas asuhan keperawatan yang dilakukannya. Pengkajian terhadap
respirasi meliputi frekuensi, kedalaman, pola nafas, dan suara nafas. Frekuensi
nafas yang cepat dapat meningkatkan insensible water losss. Nafas yang cepat dan
dalam mungkin merupakan kompensasi tubuh terhadap asidosis metabolik yang
terjadi. Suara nafas bronki, reles dapat menandakan terbentuknya cairan dalam
paru-paru karena kelebihan volume cairan.
1. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem ini meliputi pengukuran distensi vena jugularis,
frekuensi denyut nadi, tekanan darah, bunyi jantung, distritmia, dan
lain-lain.
b. Sistem pernafasaan
Pengkajian pada sistem ini antara lain frekuensi pernafasan, gangguan
pernafasan seperti dispnea, rales, dan bronki.
c. Sistem persarafan
Pengkajian pada sistem ini antara lain perubahan tingkat kesadaran,
gelisah atau kekacauan mental, refleks-refleks abnormal, perubahaan
neuromuskular misalnya berupa kesemutan, parestesia, fatigue, dan
lain-lain.
d. Sistem gastrointestinal
Pengkajian pada sistem ini antar lain meliputi riwayat anoreksia, kram
e. Sistem perkemihan
Pengkajian pada sistem perkemihan antar lain perlu dikaji adakah
oliguria atau anuria, berat jenis urine.
f. Sistem muskuloskeletal
Pengkajian pada sistem perkemihan antara lain adakah kram otot,
kesemutan, tremor, hipotonisitas atau hipertonisitas, refleks tendon, dan
lain-lain.
g. Sistem integumen
Pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh, turgor kulit,
kelembaban pada bibir, adanya edema, dan lain-lain.
Terkait dengan gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit, maka ada
beberapa aspek yang perlu dikaji oleh perawat, antara lain:
1. Aspek biologis, seperti:
a. Usia
Usia memengaruhi distribusi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Oleh
karena itu, pada saat mengkaji klien, perawat perlu menghitung adanya
perubahan cairan yang berhubungan dengan proses penuaan dan
perkembangan
b. Jenis kelamin.
Persentase cairan tubuh pada laki-laki berbeda dengan wanita di manaa
wanita lebih sedikit persentase cairan tubuhnya dibandingkan laki-laki.
c. Berat badan
Perlu dikaji berat badan sebelum sakit dengan berat badan saat sakit.
d. Riwayat kesehatan
Hal yang perlu dikaji antaraa lain riwayat penyakit atau kelainan yang
dapat menyebabkan gangguan dalam homeostasis cairan dan elektrolit,
misalnya kolitus ulseratif dan diabetes melitus. Dikaji juga mengenai
terapi penyakit yang dijalani klien, seperti mengonsumsi obat-obatan
kemoterapi antikanker.
e. Tanda vital meliputi suhu, respirasi, nadi, dan tekanan darah.
Peningkatan suhu dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit
karena peningkatan insensible water loss (IWL). Sebaliknya, penurunan
suhu tubuh akan mengakibatkan penurunan IWL.
2. Aspek psikologis
Pada aspek psikologis ini, perlu dikaji adanya masalah-masalah perilaku atau
emosional yang dapat meningkatkan risiko gangguan cairan dan elektrolit.
3. Aspek sosiokultural
Pada aspek ini, perlu dikaji adanya faktor sosial, budaya, finansial, atau
pendidikan yang memengaruhi terhadap terjadinya gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan elektrolit.
4. Aspek spritual
Perlu dikaji apakah klien mempunyai keyakinan, nilai-nilai yang dapat
memengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Misalnya, apakah klien
mempunyai pantaangan untuk tidak menerima transfusi darah manusia.
5. Aspek laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memperoleh data objektif lanjutan
meliputi kadarserum elektrolit, hitungan darah lengkap, kadar blood urea
nitrogen (BUN), kadar kreatinin darah, berat jenis urine dan analisa gas darah
arteri. Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi,
konsentrasi elektrolit pada plasma darah. Elektrolit yang sering di ukur dalam
darah vena memcakup, ion-ion natrium, kalium, dan bikarbonat serta daya
gabung karbon dioksida. Hitungan darah lengkap adalah suatu penetapan
jumlah dan tipe sel darah putih dan sel darah merah permilimeter kubik darah.
Penghitungan darah lengkap khususnya hematokrit, terjadi sebagai respon
terhadap dehidrasi atau over dehidrasi (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan dan intervensi
a. Kekurangan volume cairan b/d pengeluaran cairan sekunder akibat
demam, drainase yang abnormal, peritonitis, atau diare.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Kehilangan cairan secara berlebihan
b. Mual dan muntah
Tujuan yang diharapkan:
a. Mempertahankan keseimbangan cairan
b. Menunjukan adanya keseimbangan cairan dan nutrisi seperti output urine
adekuat, tekanan darah stabis, nafsu makan meningkat, membran mukosa
mulut dan bibir lembab, dan turgor kulit baik
c. Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekuarangan volume cairan,
2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan pasien, kemampuan pasien mengelolah kesehatan terhadap dirinya
sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainya. Data fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon pasien terhadap kesehatan
dan masalah kesehatanya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan
keperawatan dan kesehatan lainya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal
dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul didapat data dasar
tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selajutnya data dasar itu digunakan
untuk menetukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan,
serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak dilakukan pengkajian. Tujuan
pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan
klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya. Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Data
subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, ide klien terhadap status kesehatan lainya.
Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat
badan dan tingkat kesadaran.
Jika kita menelaah, sebenarnya sebagian besar tubuh manusia terdiri atas
cairan. Cairan tubuh ini sangat penting peranannya dalam menjaga keseimbangan
(hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki
karakteristik fisiologis. Beberapa peran air, antara lain (FKUI, 2008).
1. Sebagai media utama pada reaksi intrasel.
2. Mempertahankan kehidupan sel, karena hampir semua reaksi biokimia terjadi
dalam media air.
3. Sebagai pelarut terbaik untuk solute polar dan ionik.
4. Media transport pada sistem sirkulasi, ruang di sekitar (intravaskuler,
interstitium) dan intrasel.
5. Sebagai pengatur suhu tubuh (thermoregulasi), karena air mempunyai panas
jenis, panas penguapan dan daya hantar panas yang tinggi.
Komponen cairan tubuh ini sangat bervariasi jumlahnya, tergantung dari
faktor usia, antara lain:
1. Pada bayi yang lahir prematur komposisi cairan di dalam tubuh sekitar 80%
dari berat badan.
2. Pada bayi yang lahir normal, komposisi cairan di dalam tubuh berkisar antara
70-75% dari berat badan tubuh.
3. Pada masa remaja, komposisi cairan tubuh ini berkisar antara 65-70% dari
berat badan tubuh.
4. Pada orang dewasa, komposisi cairan tubuh ini berkisar 50-60% dari berat
3. Rumusan Masalah
Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali tubuh. Respon untuk
memasukan cairan ke dalam tubuh. Respon haus merupakan reflek yang secara
otomatis menjadi perintah kepada tubuh memasukkan cairan. Pusat pengendalian
rasa haus berada di dalam hipotalamus otak.
Rasa haus akan muncul jika volume cairan dalam tubuh menurun. Kondisi
tersebut akan memberikan stimulus pada terhadap pusat rasa haus terjadi
peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah. Sehingga, pusat
rasa haus di hipotalamus akan memerintahkan motorik untuk memasukkan cairan
ke dalam tubuh. Selain itu, untuk memantau diatur oleh sel-sel reseptor yang
disebut dengan osmoreseptor. Jika terjadi kehilangan cairan terlalu banyak, maka
osmoreseptor akan berespons dan mengaktifkan akan minum.
Selain menurunan volume cairan dalam plasma, pusat rasa haus
dipengaruhi oleh (Perry & Potter, 2006).
1. Keringnya membran mukosa faring dan mulut
2. Angiotensin II
3. Kehilangan kalsium
4. Faktor psikologis
Air sebagai asupan pokok diperoleh dari sebagai bahan makanan, seperti
buah-buahan, sayuran dan daging. Proses oksidasi bahan makanan selama proses
pencernaan juga menghasilkan air. Proses pencernaan makanan akan
menghasilkan jumlah air yang cukup (220 ml dari metabolisme karbohidrat,
Asupan cairan melewati oral bisa dilakukan pada orang yang sadar, karena
respon haus reflek menelan yang bagus. Akan tetapi, pada klien dengan kerusakan
neurologis atau psikologis, bahkan lansia sering mengalami reistraned sehingga
tidak merasakan dan merespon rasa haus dari hipotalamus. Klien-klien seperti
inilah yang sangat beresiko untuk terjadinya dehidrasi.
Sebagain asupan cauran, peroses reabsorbsi dalam tubuh juga memberikan
input bagi keseimbangan. Reabsorbsi bisa terjadi di tubulus proksimal dalam
tubulus.
Terdapat banyak sebab kehilangan cairan tubuh dan kandungan elektrolit
diantaranya kehilangan melalui saluran pencernaan misalnya muntah, diare,
drainase dan gastrik intestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui saluran
perkemihan, karena diuresis osmotik, diabetes insipidus.
Ada dua jenis dehidrasi yaitu: (Long, 1992)
1. Dehidrasi di mana kekurangan air lebih dominan dibanding kekurangan
elektrolit (dehidrasi isotonis). Pada dehidrasi jenis ini terjadi pemekatan
cairan ekstraseluler, sehingga terjadi perpindahan air dari intrasel ke ekstrasel
yang menyebabkan terjadi „dehidrasi intraselluler‟. Bila cairan intrasel
berkurang lebih dari 20%, maka sel akan mati. Dehidrasi jenis ini terjadi bila
seseorang minum air laut pada saat kehausan berat.
2. Dehidrasi di mana kekurangan elektrolit lebih dominan dibanding kekurangan
air (dehidrasi hipertonik). Pada dehidrasi jenis ini cairan ekstraseluler bersifat
hipotonis, sehingga terjadi perpindahan air dari ekstrasel ke intrasel yang
seseorang yang mengalami kekurangan cairan hanya diatas dengan minum air
murni tanpa mengandung elektrolit (Asmadi, 2008).
Dehidrasi sangat bahaya terhadap keselamatan hidup manusia. Tingkat
keparahan yang ditimbulkan akibat dehidrasi bergantung pada seberapa besar
derajat dehidrasi yang dialaminya. Perawat harus mampu untuk
mengidentifikasi tingkat dehidrasi yang terjadi pada klien. Untuk
mengetahuinya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, tingkat
keparahan dehidrasi dapat dihitung dari penurunan berat badan.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan, perawat mengembangkan
rencana keperawatan. Rencana asuhan keperawatan bersifat individu, bergantung
pada ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa yang dialami klien,
kronik atau akut. Rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan cairan klien yang aktual atau yang potensial. Tujuan rencana tersebut
meliputi satu yang lebih tujuan berikut:
1. Klien akan memiliki keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa yang
normal.
2. Penyebab ketidakseimbangan dapat diidentifikasi dan dikoreksi.
3. Klien tidak akan mengalami komplikasi akibat terapi yang dibutuhkan untuk
mengembalikan status keseimbangan.
Terutama penting untuk melibatkan klien dan keluarga dalam proses
perencanaan ini. Ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa sering
menimbulkan perubahan ringan pada perilaku atau status klien, dan hanya
mengidentifikasi perubahan tersebut secara bertahap. Klien dan kelurga harus
mengetahui tindakan pencegahan, tanda dan gejala dilaporkan, dan tindakan yang
dapat diimplementasikan jika terjadi ketidakseimbangan.
Intervensi Rasional
1. Ukur dan catat setiap 4 jam : - Intake dan output cairan
- Warna muntahan, urine, dan feses
- Monitor turgor kulit - Berat badan
- Status mental - Tanda vital
2. Berikan makanan yang disukai dan cairan
3. Berikan pengobatan seperti anti diare dan anti muntah
4. Berikan dukungan verbal dalam pemberian cairan
5. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
6. Ubah posisi pasien setiap 4 jam
7. Berikan pendidikan kesehatan : - Tanda dan gejala dehidrasi - Intake dan output cairan - Terapi
1. Menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan dan nutrisi
2. Memenuhi kebutuhan makan dan minum
3. Menurunkan pergerakan usus dan muntah
4. Meningkatkan konsumsi yang lebih
5. Meningkatkan nafsu makan
6. Meningkatkan sirkulasi
B. Asuhan Keperawatan Kasus
1. Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI LINGKUNGAN 7 KELURAHAN HARJO SARI II KEC.MEDAN AMPLAS
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 bulan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Link VII Kelurahan Harjosari II
Kecamatan Medan Amplas
Tempat, tgl lahir : Medan, 9 maret 2015
Tanggal Pengkajian : 19 Mei 2015
Diagnosa Keperawatan : Defisit volume cairan
II. KELUHAN UTAMA
BAB lebih dari 3 s/d 4 ×/hari dengan konsitensi cairan lebih banyak dari
ampas.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocatif /palliative
1. Apa penyebabnya:
Bayi mengalami diare karena diberi susu formula dan ketidakbersian
2. Hal-hal yang memperbaikin keadaan:
Ibunya menghentikan pemberian susu formula kepada bayinya.
B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan:
Bayi rewel terus
2. Bagaimana dilihat:
Bayi selalu menangis, mukosa bibir kering, badan semakin kurus,
kulit kering, kembali lambat, ada rasa haus.
C. Region
1. Dimana lokasinya:
Hanya daerah abdomen.
2. Apakah menyebar:
Tidak menyebar
D. Severity
Bayi terlihat lemah
E. Time
Hal ini dialami bayi sejak 3 hari yang lalu
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami
Bayi pertama kali mengalami penyakit demam setelah mendapat
imunisasi HB0.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Pengobatan yang dilakukan oleh keluarga tidak ada hanya memberikan
C. Pernah dirawat/dioperasi
Bayi tersebut tidak pernah dirawat dan tidak pernah mengalami operasi.
D. Lama dirawat
Tidak pernah di rawat di rumah sakit.
E. Alergi
Bayi tidak ada mengalami alergi karena obat maupun makanan.
F. Imunisasi
Bayi baru mendapatkan imunisasi HB0 saat baru lahir.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
A. Orang tua
Orang tua sibayi tidak ada mengalami penyakit.
B. Saudara kandung
Pasien ini adalah anak pertama dan belum mempunyai saudara yang lain.
C. Penyakit keturunan yang ada
Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Anggota kelurga pasien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Anggota keluarga pasien belum ada yang meninggal
F. Penyebab meninggal
G. Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal Serumah
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakit
Persepsi orangtua tentang penyakit saat ini adalah untuk tidak memberikan
susu formula dan selalu memberikan ASI kepada bayinya.
B. Keadaan emosi
Klien hanya bisa menangis dan gelisah saat sedang BAB dan BAK.
C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti: anak
2. Hubungan dengan keluarga: klien sebagai anak dikeluarga
3. Hubungan dengan orang lain: hubungan dengan orang lain sebagai
4. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidah ada hambatan
hanya saja klien masih bayi dan belum bisa bersosialisasi kepada teman di
lingkungannya dan belum bisa mengikuti aktivitas dan kegiatan
dilingkungannya.
D. Spiritual
Nilai dan keyakinan: klien mengikutin dan menaati nilai sesuai keyakinan dan
peraturan yang ada ditengah-tengah keluarga klien. Dan itu masih di lakukan
oleh kedua orang tuanya karena klien masih bayi belum bisa melakukan
peraturan yang ada di keyakinannya. Kegiatan ibadah: klien belum bisa
mengikuti kegiatan ibadah dan kumpulan di lingkungannya karna klien masih
bayi.
VII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Bayi terlihat lemas, gelisah, rewel dan badan semakin menurun.
B. Tanda-tanda vital
1. Suhu tubuh : 38,1 ºC
2. Pernafasan : 25×/menit
3. Nadi : 100×/menit
4. TB : 5,8 cm
5. BB : 3,5kg
C. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk : bentuk oval tidak ada massa atau benjolan
c. Kulit kepala : kulit kepala bayi bersih
2. Rambut
a. Penyebaran dan keadaan rambut: rambut bayi sedikit dan hitam,
rambut lurus
b. Bau : tidak ada bau dari rambut
3. Wajah
a. Warna kulit : warna kulit wajah masih merah.
b. Struktur wajah : struktur wajah oval.
4. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan: mata lengkap dan simetris tidak
ada gangguan atau sakit pada mata.
b. Mata: cekung
5. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi: lengkap dan simetris
b. Lubang hidung: simetris dan bersih tidak ada sinusitis
c. Cuping hidung: tidak ada pernafasan cuping hidung
6. Telinga
a. Bentuk telinga: bentuk telinga pasien normal, simetris antara
telinga kanan dan kiri
b. Ukuran telinga: ukuran telinga kanan dan kiri sama besar
c. Lubang telinga: kedua lubang telinga pasien bersih
d. Ketajaman pendengaran: bayi belum tau apa-apa tentang yang
7. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : mukosa bibir kering
b. Keadaan gusi dan gigi : gusi bersih
c. Keadaan lidah : bersih dan tidak ada putih-putih karenah ASI
8. Leher
a. Posisi trachea: posisi trakea pasien berada di tengah
b. Suara: bayi hanya bisa menangis
c. Denyut nadi karotis : dapat teraba dengan jelas
d. Kelenjar limfe: tidak ada pembengkakan kelenjar limfe
e. Tyroid: tidak ditemukan adanya pembengkakan thyroid
9. Pemeriksaan integumen
a. Kebersihan : bayi bersih dan harum.
b. Kehangatan : urin bayi hangat
c. Turgor : bersih, bila dicubit kulit kembalinya lambat > 2 detik
10. Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suaran: tidak ada suara tambahan
b. Perkusi : bunyi nafas bronchial sama secara bilateral
11. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi (bentuk, benjolan): tidak ada benjolan atau massa pada
abdomen
b. Auskultasi: tympany
c. Palpasi(tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien): tidak
ada nyeri
12. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a. genitalia (rambut pubis, lubang uretra): lubang uretra pada
puncak glen penis.
b. anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum):
lubang anus paten, perineum bersih
c. testis: testis dapat diraba di dalam setiap skrotum
d. skrotum: skrotum lengkap ada dua, edema, pendulus dan tertutup
dengan rugae.
e. Pigmentasi: lebih gelap pada kulit kelompok etnik
VIII. POLA KEBIASAAB SEHARI-HARI
1. Pola makan dan minum
a. Frekuensi makanan/ hari: minum ASI 8×/hari
b. Nafsu/selera makan: minum ASI dan ditambah susu Formula
c. Mual dan muntah: muntah bila bayi banyak bergerak setelah minum
ASI
d. Waktu pemberian makan: setiap hari minimal 8×/hari atau lebih
e. Jumlah dan jenis makan : 100 glas ASI
2. Perawatan diri/ personal hygiene
a. Kebersihan tubuh: bayi bersih dan selalu harum.
3. Kersihan gigi dan mulu: mulut bersih, tidak bau belum mempunyai gigi
4. Pola kegiatan/aktifitas
Pasien tidak mempunyai kegiatan atau aktifitas karna pasien masih bayi
2. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. Data subjektif:
Ny. N mengatakan bayinya gelisah dan rewel terus Data objektif:
– Rasa haus meningkat – Cubitan kulit perut kembali
lambat >2 detik – Mata cekung
– BAB lebih dari 3×/hari
dengan konsitensi cairan lebih banyak dari ampas
– Warna urine kekuningan – Mukosa bibir kering
Pengeluaran cairan
Ny.N mengatakan bayinya ingin minum terus
Data objektif :
– Berat badan turun 1/5kg sebelum sakit BB An.P 3,8 – Rasa haus meningkat
– Minum ASI 100ml ditambah susu formula 100ml
1. Kekurangan volume cairan
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
1. Kekurangan volume cairan b/d pengeluaran cairan sekunder akibat demam,
drainase yang abnormal, peritonitis, atau diare
4. Perencanaan Keperawatan dan Rasional
No. Dx Waktu Perencanaan Keperawatan
1 21 Mei 2015
09.00
09.30
09.45
Tujuan dan Kriteria Hasil :
1. Meningkatkan masukan cairan paling sedikit 200ml 2. Meningkatkan kebutuhan asupan cairan selama stres
dan panas
3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal 4. Adatanda dan gejala dehidrasi Menampilkan tidak
Rencana Tindakan Rasional
- Berikan cairan oral 150-260ml sesuai dengan program rehidrasi
- Pantau intake dan output yang keluar bersama feses
- Kaji tanda-tanda vital - Timbang berat badan
- Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan - Memberikan informasi
status keseimbangan cairan untuk menetapkan
kebutuhan cairan pengganti - Untuk menilai status hidrasi,
elektrolit dan keseimbangan asam basa
2 21 Mei 2015
Tujuan dan Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan masukan cairan yang adekuat Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal 2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
3. Elastisitas turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Rencana Tindakan Rasional
- 09.50
- Dehidrasi nyata mungkin ada karena muntah, diare. Kebutuhan terapi didasarkan pada penyebab dasar dan keseimbangan cairan
Tujuan dan Kriteria Hasil :
- Mempertahankan masukan makanan yang adekuat - Mempertahankan urine output sesuai dengan berat badan
- 10.20
Rencana Tindakan Rasional
- Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan
- Mengumpulkan dan
- 10.35 nutrisi dan kalori pada catatan asupan
- Timbang pasien pada interval yang cepat - kaji adanya alergi
makanan
- yakinkan pasien dan berikan lingkungan yang tenang selama makan
- Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan diet keseimbangan
- Membantu menyediakan makanan yang disukai pasien
5. Implementasi
Upaya mencegah ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
adalah penting. Apabila mungkin, saat terjadi ketidakseimbangan, perawat
melakukan upaya untuk menghilangkan atau menangani penyebab
ketidakseimbangan tersebut. Intervensi keperawatan lain, dilakukan dengan tujuan
mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektroli.
Apabila volume cairan menurun, cairan dan elektrolit dapat digantikan
secara oral, melaluin pemberian cairan intravena dan komponen darah, atau
melalui pemberian NPT(nutrisi parenteral total), jika kekurangan cairan
disebabkan oleh malnutrisi. Untuk klien dengan kelebihan volume cairan, perawat
mengimplementasikan tindakan untuk mengurangi cairan, misalnya dengan
membatasi asupan cairan, mengurangi asupan natrium, dan pemberian obat
6. Pelaksanaan Keperawatan
Hari/ Tanggal/
Waktu
No Implementasi
Keperawatan Evaluasi (SOAP)
Selasa,
– Sarankan ibu agar memberikan ASI sesering mungkin – Minimal 260 ml atau 1
glas ukuran 200 ml – Memantau bayi selama
melakukan pengkajian – Mengkur suhu tubuh
bayi setiap 8 jam sekali - Suhu : 38,2ºc
– Nadi : 130×/menit – RR : 30×/menit
– Memantau ibu cara membuat susu formula dan kebersihan botol susu bayi
– Menyarankan ibu agar memantau bayinya saat malam hari
– Memantau keadaan bayi
– Menyarankan ibu agar memberhentikan
pemberian susu formula – Memantau bayi setelah
susu formula dihentikan – Melihat keadaan bayi – Mukosa bibir mulai
lembab
– Pola makan dan minum meningkat
– Turgor kulit elastis
S: Ibu mengatakan klien lemas O: Klien tampak lemas, mata cekung
A: masalah belum teratasi P: Pengkajian dilanjutkan – Menyarankan ibu agar
memberikan ASI kepada bayinya
S: Ibu mengatakan bayi rewel O: Klien tampak gelisah dan rewel
A: masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan – Menyarankan ibu agar
memantau keadaan bayinya saat malam hari
S: Ibu mengatakan bayi sudah tidak rewel lagi
O: Klien tidak rewel
A: masalah masih dilanjutkan P: Intervensi di lanjutkan – Menyarankan ibu untuk
melakukan pemberian ASI ekslusif
CATATAN PERKEMBANGAN
No. Dx
Hari/
Tanggal Waktu Tindakan Keperawatan Evaluasi 1 Rabu,
4. Memberikan cairan ASI minimal 260 ml
5. Mengkaji tanda-tanda vital
6. Memantau input dan output cairan pasien
- turgor kulit jelek dan mukosa bibir
3 Rabu,
4. Menimbang berat badan pasien
S : Klien mengatakan akan mengubah kebiasaan pola makannya
O :
- Klien mulai selera makan
- Berat badan klien 3,5 kg
4. Memantau input dan output cairan pasien
2 Kamis, 4. Memberikan cairan ASI
260 ml
S : Klien mengatakan badanya sudah tidak
4. Menimbang berat badan pasien
S : Klien mengatakan akan mengubah kebiasaan pola makannya
O :
- Klien mulai selera makan
- Berat badan klien 3,5 kg
3. Memberikan cairan ASI
4. Mengkaji tanda-tanda
4. Menimbang berat badan pasien
S : Klien mengatakan akan mengubah kebiasaan pola makannya
O :
- Klien mulai selera makan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Diare pada anak merupakan penyakit yang umumnya diakibatkan oleh
infeksi atau dapat disebabkan oleh faktor makanan maupun psikologis pada anak
yang dapat menyebabkan dehidrasi, syok, dan kematian. Berdasarkan pada hasil
pembahasan dapat disimpulkan bahwa gangguan kekurangan volume cairan pada
Bayi P dapat teratasi dibuktikan dengan mukosa lembab, anak tidak rewel, tidak
tampak lemah, cairan tubuh mulai seimbang, dan turgor kulinya elastis.
B. Saran
Pada kasus diare pada anak, sebaiknya diperhatikan dengan benar intake
maupun output serta TTV pada anak dan pelaksanaan yang utama yaitu dehidrasi
yang benar.
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan cairan dan elektrolit.
2. Bagi para orang tua
Selalu memantau intake serta output anak misalkan makan dan minum segera
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008). Buku Ajar Teknik Prosedur Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Cetakan kedua. Jakarta. Penerbit: Salemba Medika.
Wartonah & Tarwoto (2006). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi ketiga. Jakarta. Penerbit: Salemba Medika.
Pranata, E. A (2013). Buku Ajar Manajemen Cairan Dan Elektrolit. Cetakan pertama: Yogyakarta. Penerbit: Nusa Medika.
Maryunani, A (2014). Buku Ajar MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Bogor. Penerbit: In Media.
Poter & perry (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mubarak. I, dkk (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan pertama. Jakarta: EGC.
FKUI (2008). Gangguan Keseimbangan Air – Elektrolit Dan Asam – Basa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.