ANALISIS MAKNA PERIBAHASA DALAM BAHASA
MELAYU RIAU KABUPATEN KEPULAUAN
MERANTI: KAJIAN SEMANTIK
SKRIPSI
DIKERJAKAN OLEH
NAMA : ANGELIA RAMITA LUMBAN GAOL
NIM : 110702016
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS MAKNA PERIBAHASA DALAM BAHASA
MELAYU RIAU KABUPATEN KEPULAUAN
MERANTI: KAJIAN SEMANTIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana
OLEH
ANGELIA RAMITA LUMBAN GAOL
NIM 110702016
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. Drs. Irwan, M.Hum.
NIP. 196207161988031002 NIP. 196110121990101001
Ketua Departemen Sastra Daerah
Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.
Disetujui oleh:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
MEDAN
2015
Departemen Sastra Daerah
Ketua,
Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.
PENGESAHAN
Diterima oleh:
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Hari/Tanggal:...
Fakultas Ilmu Budaya
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP 195110131976031001
Panitia ujian:
ABSTRAK
Judul skripsi: Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti: Kajian Semantik
Penelitian ini berjudul Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti: Kajian Semantik. Desa Selatpanjang di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu desa yang penulis teliti. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menjelaskan jenis-jenis peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti; 2) Mendeskripsikan makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti. Penelitian tentang Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti ini adalah penelitian kajian semantik dengan menggunakan metode deskriptif. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Dapat memberikan penjelasan tentang jenis-jenis dan makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti; 2) Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang analisis makna peribahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti; 3) Sebagai sumber informasi tentang kajian semantik bagi mahasiswa khususnya Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini penulis menerapkan penelitian yang bersifat deskriptif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat tentang Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu: Kajian Semantik. Dengan demikian, metode yang digunakan tersebut sekaligus digunakan sebagai upaya ekplorasi terhadap gejala dan kenyataan yang diamati dan dipelajari dan pengumpulan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik oleh Prof. DR. Henry Guntur Tarigan (1985) serta makna idiomatikal dan peribahasa oleh Abdul Chaer (2009). Menurut Tarigan (1985) mengatakan bahwa peribahasa merupakan suatu teknik pengajaran kosakata dan juga dapat menunjang pengajaran semantik. Peribahasa mungkin saja dapat dibagi-bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sudut pandangan yang berbeda-beda. Tetapi dalam buku ini peribahasa dibagi atas tiga jenis, yaitu: a) Pepatah; b) Perumpamaan; c) Ungkapan. Chaer (2009) mengatakan bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase atau kalimat) yang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya serta kekuatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa
Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti: Kajian Semantik”. Adapun hasil
penelitian ini penulis harapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terhadap kajian bahasa.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang isi skripsi ini, penulis
memaparkan rincian sistematika penulisan ini sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang maslah,
rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan
dan teori yang digunakan.
Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi
penelitian, sumber data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, variabel
penelitian, populasi dan sampel, tahapan kegiatan.
Bab IV merupakan temuan penelitian dan pembahasan dan bab V
merupakan kesimpulan dan saran.
Penulis menyadari skripsi ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
Akhir kata, penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada para dosen di
Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatea Utara
yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu bagi penulis khususnya kepada
Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. dan Bapak Drs. Irwan, M.Hum., yang
telah memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi
ini. Ucapan terima kasih, penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2015
Penulis,
Angelia Ramita Lumban Gaol
ر ڠف
ير ڠي , يا ڠي
ريد
ف ي ف ر يش يج ف
ف ڬڠي
ر ثيي ر اد
ر
ڠي ي فير ي يث ي ي
ي :ي ري
ف ي ف ير ي ي
اد
يريف ي ي ا " دجر
ڠف اد
فاد فر ي ف ي ا يي ي ف ي فادا ." ي
.
ي فد ر
رف ي ف ,ي ا ي فير ي ا ڠ
ف
د ي ق ا
ي
ﭼ
ي
:
ر يڬ ي ا ي ف ي ي
ڠي
د ف فر ا
ﭼ
اد يي ي ف
,
ڠ ر ف
. يي ي ف
. ڬ يد ڠي يرؤ اد ف ير ڠي
ف ي فر
ڠي يي ي ف يد فر
ﭼ
ر , يي ي ف ي ,ر د يد ف
ف ر يا , اد
ف , ف اد ي فف , يي ي ف يرف , اد ف ڠف يد , يي ي
. يڬ
اد ف
فر اد
ف اد يي ي ف
فر
ير ا . ڠر يڬ ر يرد ف ر دي ي ا ي فر يرادث ي ف
يرد ڠ ث ف ڠي ر اد ير فر ڠ ڠ ي ف , يا
ف
,ﭼ
ي د
.ي ا ي فير رف
ڠ ث ي ف , ري ا
ﭼ
رفد اد
د ارف ادف ي ير ف
ير ڠي ر ا رط
رفي ا ,يد يا
ف رياد ار
اد . . ,ڬ
ير . رد ف ادف ث
ي ف يڬ يا اد
ڠف
ڠي ,
, ريا . رد
ي ف اد ي ف ادف
اد ي ير ير
ا .ي ا ي فير
ﭼ
ا ي ف , ي ير ف
ﭼ
ادف ف
ير ڠي
ي ا ي فير ڬ ي ا ي فير ي ث د ي ف يڬ ر ف ڠ
.ا
ي يڬ ا ف ر
ڬا , دي
١٠
ي ف
ڬ
ي ر يي يڠا
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis tiada hentinya mengucapkan puji dan syukur serta berterima kasih
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesikan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada orang-orang yang sudah membantu penulis dalam memberikan
arahan, motivasi, bimbingan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, pada kesempatn ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh
pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra
Daerah dan pembimbing I yang sudah memberikan motivasi, arahan dan
masukan kepada penulis.
3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra
Daerah, yang sudah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Irwan, M.Hum., selaku pembimbing II yang sudah
memberikan arahan, motivasi dan masukan kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
5. Dosen-dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu dengan
ikhlas memberikan pelajaran yang baik selama perkuliahan buat penulis
yang tidak dapat disebut satu persatu.
6. Terima kasih kepada Ayahanda Drs. M. Lumban Gaol, M.Si dan ibunda R.
Br. Marpaung, B.Sc yang sangat penulis hormati dan sayangi yang telah
bersusah payah untuk membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, dan
7. Terima kasih kepada kakak dan adikku tercinta Marisi Yohana Lumban
Gaol, S.Hut, Indra Junjungan Lumban Gaol, S.Kom, Ester Lestari Katrina
Lumban Gaol dan Winny Handayani Lumban Gaol yang telah membantu
penulis dalam material dan juga atas doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Sahabat-sahabat penulis stambuk 2011 Royanti Lamtiur Purba, Ermawati,
Tifanny Panjaitan dan yang lainnya saya ucapkan terima kasih atas saran
dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman penulis semuanya yang telah mendukung penulis, yang tidak
dapat ditulis satu persatu terima kasih atas kritik dan saran yang
membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini
yang telah membantu penulisan skripsi ini, kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa
senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis
menyadari akan keterbatasan penulis maka hasil penelitian ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak
diharapkan penulis guna penyempurnaannya. Semoga skripsi ini berguna bagi
pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, Agustus 2015
Penulis,
Angelia Ramita Lumban Gaol
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Masalah ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUTAKA ... 8
2.1 Kepustakaan Yang Relavan ... 8
2.2 Landasan Teori ... 11
2.2.1 Pepatah ... 12
2.2.2 Perumpamaan ... 12
2.2.3 Ungkapan ... 14
2.2.4 Makna Idiomatikal dan Peribahasa ... 14
2.3 Pengertian Bahasa Melayu ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Metode Dasar ... 17
3.2 Lokasi, Sumber Data Penelitian ... 17
3.3 Instrumen Penelitian ... 18
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 18
BAB IV PEMBAHASAN ... 21
4.1 Pepatah ... 22
4.2 Perumpamaan ... 56
4.3 Ungkapan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN :
Surat Keterangan
ABSTRAK
Judul skripsi: Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti: Kajian Semantik
Penelitian ini berjudul Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti: Kajian Semantik. Desa Selatpanjang di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu desa yang penulis teliti. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menjelaskan jenis-jenis peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti; 2) Mendeskripsikan makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti. Penelitian tentang Analisis Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti ini adalah penelitian kajian semantik dengan menggunakan metode deskriptif. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Dapat memberikan penjelasan tentang jenis-jenis dan makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti; 2) Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang analisis makna peribahasa Melayu Riau Kabupaten Kepulauan Meranti; 3) Sebagai sumber informasi tentang kajian semantik bagi mahasiswa khususnya Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini penulis menerapkan penelitian yang bersifat deskriptif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat tentang Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu: Kajian Semantik. Dengan demikian, metode yang digunakan tersebut sekaligus digunakan sebagai upaya ekplorasi terhadap gejala dan kenyataan yang diamati dan dipelajari dan pengumpulan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik oleh Prof. DR. Henry Guntur Tarigan (1985) serta makna idiomatikal dan peribahasa oleh Abdul Chaer (2009). Menurut Tarigan (1985) mengatakan bahwa peribahasa merupakan suatu teknik pengajaran kosakata dan juga dapat menunjang pengajaran semantik. Peribahasa mungkin saja dapat dibagi-bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sudut pandangan yang berbeda-beda. Tetapi dalam buku ini peribahasa dibagi atas tiga jenis, yaitu: a) Pepatah; b) Perumpamaan; c) Ungkapan. Chaer (2009) mengatakan bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase atau kalimat) yang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi baik lisan maupun
tulisan oleh masyarakat Melayu di Nusantara. Bahasa Melayu tersebar luas
hampir di seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi pembahasan ini khusus
merujuk pada bahasa yang dipertuturkan di daerah Melayu Riau, Kabupaten
Kepulauan Meranti Kecamatan Tebing Tinggi Kota Selatpanjang.
Kabupaten Kepulauan Meranti adalah salah satu kabupaten di provinsi
Riau, Indonesia, dengan ibu kotanya adalah Selatpanjang. Secara geografis
kabupaten Kepulauan Meranti berada pada koordinat antara sekitar 0° 42' 30" -
1° 28' 0" LU, dan 102° 12' 0" - 103° 10' 0" BT, dan terletak pada bagian pesisir
timur pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan sejumlah
negara tetangga dan masuk dalam daerah Segitiga Pertumbuhan Ekonomi
(Growth Triagle) Indonesia - Malaysia - Singapore (IMS-GT) dan secara tidak
langsung sudah menjadi daerah Hinterland Kawasan Free Trade Zone (FTZ)
Batam - Tj. Balai Karimun. Dalam rangka memanfaatkan peluang dan
keuntungan posisi geografis dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah
perbatasan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura, maka wilayah
dengan Riau daratan dengan negara tetangga melalui jalur laut, hal ini untuk
melengkapi kota Dumai yang terlebih dahulu ditetapkan dan berfungsi sebagai
kota Pusat Kegiatan Strategis Negara yaitu yang berfungsi sebagai beranda
depan negara, pintu gerbang internasional, niaga dan industri.
Luas kabupaten Kepulauan Meranti : 3707,84 km², sedangkan luas kota
Selatpanjang adalah 45,44 km².
Bahasa Melayu Riau dalam pemakaian sehari-hari, sama seperti bahasa
daerah lainnya, mengalami frekuensi yang menurun dilihat dari kosakata yang
muncul, terutama kosakata baru yang merupakan budaya baru. Kosakata baru
bagi masyarakat bahasa Melayu Riau cenderung diserap melalui bahasa
Indonesia, yang sebagian besar lafalnya disesuaikan dengan lingkungan
fonetik bahasa Melayu.
Salah satu unsur bahasa yang cenderung baku dan beku, baik dari segi
struktur maupun makna (maksud) adalah unsur yang disebut peribahasa
(secara universal unsur ini dimiliki bahasa-bahasa yang ada di dunia dengan
bentuk-bentuk baku dan beku, yang sering disebut pula adalah unsur idiom).
Unsur tersebut diwariskan secara turun-temurun dengan struktur dan makna
yang sama meskipun sebagian makna ekspresi itu tidak cocok bagi budaya
Peribahasa Melayu mempunyai kaitan yang rapat dengan kehidupan
dan pemikiran bangsa Melayu. Sebagai salah satu puisi tertua yang
memaparkan akal budi bangsa Melayu, penciptaan peribahasa sangat terkait
dengan adat-istiadat Melayu lama. Sejajar dengan itu, menelusuri peribahasa
dapat dikaji struktur sosial Melayu lama, sikap, aktivitas kehidupan serta
falsafah hidup yang mereka anut.
Peribahasa Melayu diciptakan berdasarkan pengalaman hidup yang
memancarkan nilai dan hati budi orang Melayu. Perwatakan serta sifat-sifat
orang Melayu dapat juga diketahui dari peribahasa Melayu di mana peribahasa
berperanan sebagai hukum adat dan nasihat moral dalam mengawali tingkah
laku anggota masyarakatnya. Penciptaannya, yang berdasarkan keadaan
kehidupan bermasyarakat sebenarnya, memancarkan pemikiran bangsa Melayu
tentang alam kehidupan yang mereka alami.
Ungkapan yang berbunyi “Bahasa menunjukkan bangsa” mempunyai
makna bahwa adanya hubungan intrinsik antara bahasa dan sikap, pemikiran
dan perilaku sesuatu bangsa itu yang dapat diidentifikasi melalui pemakaian
bahasa termasuklah peribahasa dimana terkandung nilai-nilai budaya yang
mencerminkan kehidupan manusia pada waktu tertentu. Tidak dapat dipungkiri
bahwa peribahasa merupakan manifestasi kehidupan jiwa bangsa dari abad ke
abad. Peribahasa merupakan pengungkapan emosi dalam masyarakat Melayu
Peribahasa merupakan khazanah ilmu pengetahuan dan budaya. Oleh
karena itu, penghayatan terhadap peribahasa akan memberikan keseimbangan
antara pemerolehan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak dan
pembangunan jiwa di pihak lain.
Peribahasa dalam bahasa Melayu mencakup berbagai jenis atau genre
termasuk mamang, bidal, gurindam, pantun dan lain-lain. Sebagian daripada
peribahasa ini merupakan bentuk terikat lalu dipakai dalam kalimat biasa
dengan diberi sebuah referent (rujukan) yang menunjuk kepada apa atau siapa.
Pernyataan emosi yang menggunakan ungkapan tersurat, misalnya untuk
menyatakan kerendahan hati pihak penutur, “apalah… kita ini mentimun je…
takkanlah hak berlawanan dengan durian”. Pernyataan ini menggambarkan
luapan emosi kecewa atau pernyataan ketidakmampuan untuk yang
dibicarakan. Ini salah satu fungsi penting metafora secara umum, yaitu
mengalihkan muatan emosi dari penutur ke pendengar. Hal ini dapat dilihat
dalam peribahasa yang mempunyai pesan yang berlaku dalam masyarakat
tetapi juga menilai emosi yang terungkap dari segi baik buruknya.
Karena sebagian besar peribahasa yang berkaitan dengan emosi
merujuk kepada perasaan universal yang tidak boleh dipisahkan daripada isi
kognitif pesannya. Peribahasa ini juga merupakan suatu bentuk nyata yang
dapat dikesan daripada kerangka budaya yang mengandung norma-norma
Sama halnya dengan peribahasa dalam bahasa lain, peribahasa Melayu
memiliki beberapa fungsi sosial, termasuk memberikan nasihat, pengamatan
terhadap dunia dan keadaan, sebagai tanda identitas pembicara sebagai
identitas pembicara sebagai anggota suatu kaum atau untuk memperindah
bahasa cakap.
Semua bahasa mempunyai berbagai strategi verbal untuk
menyampaikan emosi (perasaan), walaupun emosi sangat bersifat universal di
dalam arti bahasa dialami oleh semua manusia di dunia ini, tetapi
tindakan-tindakan emosi ini berbeda mengikuti budaya. Dengan ini emosi adalah
bersifat kultural spesifik yang berkaitan dengan tingkah laku dan tindakan
suatu masyarakat dalam memaparkan emosi tersebut. Emosi orang Melayu
berbeda dengan emosi orang India, orang Cina dan sebagainya. Ungkapan ini
merujuk keadaan yang mempengaruhi pikiran orang Melayu. Tidak heran
banyak peribahasa Melayu berkaitan dengan emosi dan reaksi terhadap emosi
yang dialami orang Melayu sejak dulu kala.
Peribahasa emosi dibagi beberapa kelompok, menurut metafora yang
dikandungi emosi yang digambarkan struktur atau hal lain yang mempermudah
analisis. Disamping itu setiap peribahasa mempunyai maksud sosial, pesan
yang sama-sama dimengerti pemakai dan pendengar yang berkaitan erat
dengan masyarakat dan keadaan mereka.
Oleh karena itu sangatlah wajar kalau peribahasa dikaji secara
sejak dahulu dan menambahkan pengetahuan kita mengenai pandangan dunia
suatu bangsa.
1.2Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah jenis-jenis peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten
Kepulauan Meranti?
2. Bagaimanakah makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten
Kepulauan Meranti ?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah disebutkan di atas,
adapun tujuan penelitian yang dijelaskan adalah antara lain:
1. Menjelaskan jenis-jenis peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten
Kepulauan Meranti.
2. Mendeskripsikan makna peribahasa dalam bahasa Melayu Riau Kabupaten
Kepulauan Meranti.
1.4Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian ini, manfaat yang diharapkan dari
1. Meningkatkan kualitas pengetahuan pemahaman kajian semantik
terhadap peribahasa.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya tentang
analisis semantik terhadap peribahasa Melayu Riau.
3. Untuk menambah kepustakaan pada bidang linguistik.
4. Sebagai penambah pengetahuan dan penambah data kepustakaan di
Departemen Sastra Daerah khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kepustakaan yang Relevan
Sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik
berupa buku-buku acuan yang relevan maupun dengan
pemahaman-pemahaman teoritis dan pemaparan yang berdasarkan fakta sangatlah
diperlukan untuk menghasilkan karya ilmiah yang objektif.
Berkaitan dengan judul proposal ini, penulis akan menguraikan
beberapa definisi tentang peribahasa.
Peribahasa ialah segala susunan cakap yang pendek yang telah melekat
di mulut orang ramai semenjak beberapa lama oleh sebab sedap dan bijak
perkataannya, luas dan benar tujuannya, dipakai akan dia jadi sebutan oleh
orang sebagai bandingan, teladan dan pengajaran. Maka ialah juga yang
dikatakan bidalan, pepatah, perbilangan dan perumpamaan kerana tiap-tiap
satu ini cakap yang mengandung segala sifat peribahasa yang telah disebutkan
itu (Za‟ba 1962, 165 dalam Harun Mat Piah).
KBBI dalam buku Nilai Budaya dalam Ungkapan dan Peribahasa
Sunda (1988:671 dan 991) mengatakan, “peribahasa merupakan kelompok
kata atau kalimat yang tetap susunannya dan menyatakan suatu maksud
Ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas dan padat berisi perbandingan,
perumpamaan dan nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
Peribahasa merupakan kelompok kata yang tetap susunannya dan
biasanya mengiaskan suatu maksud tertentu. Poerwadarminta dalam buku
Nilai Budaya dalam Ungkapan dan Peribahasa Sunda (1976:738).
Penelitian Djajasudarma, dkk. (1997) dengan judul Nilai Budaya dalam
Ungkapan dan Peribahasa Sunda. Hasil penelitiannya adalah bahwa peribahasa
merupakan unsur bahasa yang dapat menggambarkan budaya suatu masyarakat
bahasa pada zamannya atau unsur-unsur budaya yang memiliki nilai yang
sebagian besar menjadi pedoman atau larangan dalam aktivitas manusia
berbudaya.
Depdikbud dalam buku Pepatah-petitih dalam bahasa Dayak Ngaju
(1988:671), peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat; yang tetap
susunannya dan biasanya mengisahkan maksud tertentu.
Edward Djamaris dalam buku Pepatah-petitih dalam bahasa Dayak
Ngaju (1990:26), peribahasa itu ada yang bersifat universal, berlaku untuk
semua orang dan segala zaman; dapat pula ditafsirkan banyak sesuai dengan
suasana dan situasi penggunaannya; mempunyai arti kiasan, merupakan suatu
perumpamaan yang tepat; halus dan jelas; mutiara bahasa mustika bahasa,
bunga bahasa, keindahan bahasa, dan pula dianggap sebagai bahasa diplomasi.
Peribahasa adalah suatu kiasan bahasa yang berupa kalimat atau
nasihat, perbandingan, perumpamaan, prinsip dan aturan tingkah laku.
(http://bahasindo.blogspot.com/2012/08/peribahasa.html)
Poerwadarminta dalam buku Pengajaran Semantik (1976:738),
peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan
biasanya mengiaskan sesuatu maksud yang tentu.
Peribahasa merupakan kekayaan bahasa kita perlu kita pelihara
baik-baik. Memang ada peribahasa yang sudah menghilang, yang tidak dijumpai
lagi dalam percakapan sehari-hari tetapi masih banyak pula yang tetap
bertahan, Zakaria & Syofyan dalam buku Pengajaran Semantik (1984:7).
Tarigan dalam buku Pengajaran Semantik (1985:156), peribahasa
merupakan suatu teknik pengajaran kosakata dan juga dapat menunjang
pengajaran semantik. Di dalam setiap peribahasa terkandung bukan hanya
makna kamus tetapi juga makna majasi; bukan hanya arti kata-kata yang
sebenarnya tetapi juga arti kiasan, yang merupakan garapan semantik dan juga
pengajaran semantik.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa peribahasa adalah kelompok
perkataan atau kalimat yang tetap susunannya dan biasanya menyatakan suatu
maksud tertentu (ke dalam peribahasa termasuk pula pepatah, perumpamaan
2.2 Landasan Teori
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk
yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Teori yang digunakan untuk
membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi
penulis.
Dalam landasan teori penelitian ini, penulis menggunakan teori
semantik oleh Prof. DR. Henry Guntur Tarigan dan analisis makna idiomatikal
dan peribahasa oleh Abdul Chaer. Penulis menggunakan teori ini karena
penulis berpendapat bahwa untuk menganalisis Peribahasa Melayu Riau, teori
ini lebih sesuai.
Menurut Tarigan (1985:156), peribahasa merupakan suatu teknik
pengajaran kosakata dan juga dapat menunjang pengajaran semantik.
Peribahasa mungkin saja dapat dibagi-bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
sudut pandangan yang berbeda-beda. Tetapi dalam buku ini peribahasa dibagi
atas tiga jenis, yaitu:
a. Pepatah
b. Perumpamaan
2.2.1 Pepatah
Pepatah adalah sejenis peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran
yang berasal dari orang tua-tua (Poerwadarminta; 1976 : 734). Jadi secara
singkat: pepatah adalah peribahasa yang berisi nasihat dan ajaran.
Contoh:
1. Datang tampak muka, pergi tampak punggung
(Datang dengan baik, pergi pun harus dengan baik pula)
2. Sepala-pala mandi biar basah
(Mengerjakan sesuatu perbuatan hendaklah sempurna, jangan
separuh-separuh)
3. Arang habis besi tak kimpal
(Kerugian sudah banyak, maksud tak sampai)
2.2.2 Perumpamaan
Perumpamaan adalah ibarat, amsal; persamaan (perbandingan)
peribahasa yang berupa perbandingan. (Poerwadarminta; 1976:1125).
Perbedaan utama antara pepatah dengan perumpamaan dapat kita lihat
dengan jelas pada pemakaian secara eksplisit kata-kata:
a. seperti
b. sebagai
c. laksana
e. bagai (kan)
f. seumpama
g. macam
h. umpama
dan sejenisnya, seperti beberapa contoh perumpamaan beserta maksud atau
maknanya.
1. Bagai air di daun talas.
(Dikiaskan kepada orang yang tiada tetap hatinya; mudah berubah-ubah
jika ada orang yang menyalahkan pendiriannya).
2. Umpama air digenggam tiada tiris
(Dikiaskan kepada orang yang sangat kikir, tidak sedikit juga terbuka
tangannya untuk menolong orang sengsara).
3. Bak alu pencungkil duri
(Melakukan pekerjaan yang sia-sia, yang tak mungkin berhasil).
4. Bagaikan anjing melintangi denai
(Dikiaskan kepada seseorang yang sombong menunjukkan
kesombongannya. Sangat gembira mendapat keterangan sesuatu)
5. Laksana antah lemukut, lapar sangat baru berguna
(Menunjukkan barang suatu yang tidak berharga dan kurang baik, tetapi
6. Penaka api di dalam sekam
(Rindu atau dendam tersembunyi; dari luar tidak kelihatan, tetapi di dalam
sudah remuk).
2.2.3 Ungkapan
Ungkapan ialah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk
menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan, seperti:
1. datang bulan
yang berarti haid;
2. celaka tiga belas
yang berarti celaka sekali. (Poerwadarminta; 1976 : 1129).
2.2.4 Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Untuk dapat memahami yang dimaksud dengan makna idiomatikal,
kiranya perlu diketahui dulu apa yang dimaksud dengan idiom. Yang
dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase
maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal
unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. (Chaer,
2009:74).
Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna „yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya‟; bentuk
mendapat sepedanya‟; tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi,
tidaklah memiliki makna seperti bentuk menjual rumah ataupun menjual
sepeda, melainkan bermakna „tertawa dengan keras‟. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itu yang disebut makna idiomatic. Seperti contoh
bentuk lain, membanting tulang, meja hijau, tulang punggung, dsb.
Kridalaksana (Chaer, 1993) menyebutnya dengan makna kiasan
(transferred meaning, figurative meaning) adalah pemakaian kata dengan
makna yang tidak sebenarnya.
2.3 Pengertian Bahasa Melayu
Menurut Ridwan (2005:81-124), bahasa Melayu sebagai sistem
mengisyaratkan keteraturan. Bahasa Melayu merupakan penanda identitas
masyarakat etnis budaya Melayu, juga penanda identitas utama kehidupan
manusia Melayu. Bahasa Melayu kaya akan nilai-nilai kemanusiaan yang
dikandungnya diekspresikan melalui berbagai bentuk dan jenis kebahasaan
ungkapan, kiasan, gurindam, seloka, pepatah, yang selalu membekali manusia
denngan peran tunjuk ajar untuk selalu berkehidupan yang baik dan berbudi
bahasa. Sikap berbahasa orang Melayu mencerminkan sentuhannya dengan
alam dan lingkungann yang menurut persepsi budaya dan memiliki
gejala-gejala hubungan antara sikap manusia dengan keyakinan, dambaan dan
tata-krama seperti yang diungkapkan melalui hasil-hasil kesusastraan dan bahasa
dalam pembinaan sikap hidup manusia yang berkepribadian dan melalui kata
dan ungkapan bahasa Melayu sesuai dengan pilar utama adat Melayu yang
bernuansakan Islam.
Sinar (2002:111) mengatakan bahwa “penutur bahasa Melayu adalah
masyarakat yang merupakann sekelompok manusia atau homo langues yang
hidup berkelompok dan saling mempengaruhi”. Bahasa Melayu juga bersifat
universal, selalu menerima, tidak ekslusif, terbuka dan toleransi terhadap
bahasa yang lain.
Bahasa Melayu Riau memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting
di wilayah pemakaiannya, yaitu berfungsi sebagai alat komunikasi antar warga
dalam kegiatan sehari-hari dan upacara adat. Sementara itu, di luar wilayah
pemakaiannya, bahasa Melayu Riau digunakan oleh masyarakat Melayu Deli
dan Sedang. Agar bahasa daerah Melayu tetap dapat berkembang, maka harus
tetap dilakukan pembinaannya.
Dalam hal ini bahasa Melayu Riau diteliti berdasarkan semantik dalam
kajian makna idiomatikal dan peribahasa menurut Abdul Chaer (2009) dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode adalah prosedur atau tata cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam melakukan penelitian, penulis menerapkan penelitian
yang bersifat deskriptif yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan
tepat tentang Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu: Kajian Semantik.
Dengan demikian, metode yang digunakan tersebut sekaligus digunakan
sebagai upaya ekplorasi terhadap gejala dan kenyataan yang diamati dan
dipelajari. Dapat dipahami, bahwa penggunaan metode tersebut akan sekaligus
dijadikan sebagai kerangka analisis dalam menjawab masalah-masalah yang
diajukan dalam penelitian.
Sebagaimana dijelaskan bahwa, fokus penelitian yang diarahkan pada
pemaparan inti Makna Peribahasa dalam Bahasa Melayu. Sesuai dengan objek
yang dikaji, pilihan metode ini adalah opsi yang cukup beralasan mengingat
sifatnya deskriptif.
3.2 Lokasi dan Sumber Data
Lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah di Provinsi Riau,
Kabupaten Kepulauan Meranti Kecamatan Tebing Tinggi Desa Selatpanjang.
kelengkapan data peribahasa standar. Data tulis diambil dari berbagai kamus
dan hasil penelitian pemula.
Kamus yang digunakan sebagai sumber data tulis, antara lain Antologi
Puisi Lama Nusantara Berisi Nasihat dan Adat Budaya Melayu Jati Diri dan
Kepribadian dijadikan pula sebagai sumber data peribahasa Melayu.
3.3. Instrumen Penelitian
Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu
mempersiapkan instrumen atau alat bantu penelitian. Instrumen penelitian
adalah :
1. Alat tulis, berupa buku catatan dan pulpen untuk mencatat data-data yang
diperlukan.
2. Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk membantu merekam
wawancara dengan informan, sehingga mempermudah penulis pada saat
pengolahan data.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data merupakan
langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data
Teknik metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Metode Observasi
Metode observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke
daerah objek penelitian.
2. Metode Wawancara
Dengan cara mewawancarai informan atau dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada informan. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh keterangan lebih lanjut dan terperinci mengenai Peribahasa
Melayu Riau.
3. Metode kepustakaan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan keterangan tentang penelitian
yang pernah dilakukan terhadap peribahasa Melayu, mengumpulkan
buku-buku yang berhubungan dengan judul proposal.
3.5. Metode Analisa Data
Metode analisa data merupakan cara dalam pengolahan data, fakta atau
fenomena yang sifatnya belum dianalisis. Metode analisis data juga merupakan
Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini adalah :
1. Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan
2. Data yang diperoleh diperiksa ulang kemudian dilakukan klasifikasi data.
3. Data yang diklasifikasikan sesuai dengan objek penelitian.
4. Setelah data diklasifikasikan, kemudian di analisis sesuai dengan kajian
yang diterapkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dewasa ini banyak orang yang tidak mengetahui lagi arti sebuah
peribahasa; padahal peribahasa yang merupakan kekayaan bahasa kita perlu
kita pelihara baik-baik. Memang ada peribahasa yang sudah menghilang, yang
tidak dijumpai lagi dalam percakapan sehari-hari, tetapi masih banyak pula
yang tetap bertahan.
Karena itulah maka peribahasa itu perlu dilestarikan dan diajarkan
di sekolah-sekolah. Di samping itu memang peribahasa merupakan suatu
teknik pengajaran kosakata dan dapat menunjang pengajaran semantik. Di
dalam setiap peribahasa terkandung bukan hanya makna kamus tetapi juga
makna majas bukan hanya arti kata-kata yang sebenarnya tetapi juga arti
kiasan, yang merupakan garapan semantik dan juga pengajaran semantik.
Berikut ini penulis telah mengumpulkan data peribahasa yang akan
dikelompokkan dan dianalisis serta ditafsirkan kandungan karakternya
berdasarkan teori yang penulis gunakan di atas sebagai berikut :
1. Pepatah
2. Perumpamaan; dan
PEPATAH
1. Dayung sudah di tangan, perahu sudah di air.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah dayung sudah di
tangan perahu sudah di air adalah sebagai berikut. Pada kata „dayung dan
perahu‟ membandingkan arti apa yang dikehendaki, „di tangan/ di air‟ adalah
tempat yang baik atau pas buat untuk diperoleh terhadap apa yang
dikehendaki.
Secara idiomatis pepatah dayung sudah di tangan, perahu sudah di air
diumpamakan kepada segala-gala yang dikehendaki sudah diperoleh.
2. Yang lama dikelek, yang baharu didukung
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah yang lama
dikelek, yang baharu didukung adalah sebagai berikut. Pada kata „yang lama
dan yang baharu‟ membandingkan arti perubahan terhadap sesuatu, „dikelek/ didukung‟ sama dengan pengertian tetap diamalkan.
Secara idiomatis pepatah yang lama dikelek, yang baharu didukung
diumpamakan kepada adat yang lama tetap diamalkan di samping budaya
3. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing adalah sebagai berikut. Pada kata „berat dipikul,
ringan dijinjing‟, membandingkan beban (berat) ditanggung (dipikul), rasa
senang (ringan) dirasakan bersama (jinjing).
Secara idiomatis pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing
diumpamakan kepada: mengalami susah senang bersama-sama.
4. Kalah membeli menang memakai.
Secara harfiah, ungkapan kalah membeli menang memakai dapat
digambarkan sebagai berikut. Seseorang, misalnya Rina, membeli sesuatu (tas)
dengan harga yang agak mahal, tetapi kulaitas tas itu bagus sehingga dapat
digunakan oleh Rina dalam jangka waktu yang agak lama. Seorang yang lain,
misalnya Dini, juga membeli tas dengan harga yang lebih murah, tetapi
kualitas tas itu kurang bagus sehingga tidak dapat digunakan Dini dalam
jangka waktu yang agak lama. Dalam hal membeli, Rina kalah dari Dini
karena membeli tas itu dengan harga mahal, sedangkan Dini membeli tas itu
dengan harga murah. Namun, dalam hal memakai, Rina menang dari Dini
karena Rina dapat menggunakan tas itu dalam jangka waktu yang agak lama,
sedangkan Dini menggunakan tas itu dalam jangka waktu yang tidak terlalu
Secara idiomatis, ungkapan kalah membeli, menang memakai dapat
digunakan untuk menyatakan pendapat bahwa seseorang yang bijaksana akan
membeli barang yang kualitasnya baik dan dapat dipakai dalam jangka waktu
yang agak lama meskipun harganya mahal.
5. Dia gali lubang tutup lubang.
Secara harfiah, ungkapan gali lubang tutup lubang mempunyai makna
sebagai berikut. Seseorang menggali lubang, berarti ia membuat suatu
masalah. Lalu, ia mengatasi masalah itu dengan membuat masalah baru.
Keadaan seperti itu digambarkan dengan ungkapan gali lubang tutup lubang.
Secara idiomatis ungkapan gali lubang tutup lubang menggambarkan
keadaan seseorang yang hidup dengan berutang, tetapi tidak sanggup
membayar utangnya. Kemudian ia berutang kepada orang lain lagi untuk
membayar utangnya yang lama. Dengan cara itu ia terbebas sementara karena
utang lama sudah dapat dilunasinya. Secara singkat ungkapan itu bermakna
“membayar utang dengan uang yang diutang pula”.
6. Cepat kaki ringan tangan.
Secara harfiah, ungkapan cepat kaki ringan tangan dapat digambarkan
sebagai seseorang yang rajin, tidak pernah bermalas-malasan, cekatan, suka
bekerja, dan suka menolong orang lain. Dalam melakukan pekerjaannya, orang
dengan senang hati tanpa merasa terpaksa dan tidak menunggu-nunggu
perintah lagi.
7. Mumbang jatuh kelapa jatuh
Secara harfiah, ungkapan mumbang jatuh kelapa jatuh mengandung
makna bahwa bukan buah kelapa (biasanya buah kelapa yang sudah sangat tua
terlepas dari tangkainya) saja yang dapat jatuh atau gugur, melainkan
mumbang (putik yang bakal menjadi buah) pun dapat jatuh atau gugur.
Secara idiomatis ungkapan mumbang jatuh kelapa jatuh mengandung
makna „baik yang muda maupun yang tua pasti mati atau menemui ajalnya.‟
Ungkapan ini memberi nasihat atau peringatan kepada manusia bahwa maut
bukan milik orang tua saja, melainkan juga milik orang muda bahkan bayi
sekalipun dapat djemput maut.
8. Sudah memberi air kepada orang yang haus, memberi makan kepada
orang yang lapar.‟
Secara harfiah orang yang haus tentu ingin sekali minum agar hilang
hausnya itu. Orang yang lapar pun tentu ingin makan agar hilang rasa
laparnya. Jadi, jika orang haus diberi minum dan orang lapar diberi makan
betapa senang hatinya, hilang sudah kesusahan karena rasa haus dan lapar.
Secara idiomatis ungkapan memberi air kepada orang yang haus,
sengsara atau sedang dalam kesulitan. Dia sangat mengharapkan pertolongan.
Dengan pertolongan yang didapatnya itu ia terlepas dari kesulitan yang selama
ini dialaminya.
9. Anjing pun, kalau berjalan-jalan akan terkena tongkat.
Karena berjalan-jalan kesana kemari, seekor anjing, matanya menjadi
lebam seperti terkena tongkat. Hal yang baik seperti hujan musiman, yang
datangnya tak terduga, misalnya seperti ketika kita sedang berangkat ke
kantor. Selain itu juga mempunyai arti, seseorang mendapatkan keberuntungan
yang tidak terpikirkan sebelumnya.
10. Besar pasak daripada tiang.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah besar pasak
daripada tiang adalah sebagai berikut. Seharusnya pasak harus lebih kecil
daripada tiang, jika pasak itu lebih besar, tentu tidak mungkin dapat
dimasukkan pada lubang tembus yang ada pada tiang.
Secara idiomatis pepatah besar pasak daripada tiang diumpamakan
kepada keadaan pengeluaran belanja lebih besar jumlahnya daripada
11 Tong kosong nyaring bunyinya.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah tong kosong
nyaring bunyinya adalah sebagai berikut. Disini orang yang tiada berilmu itu
diperbandingkan dengan tong yang kosong. Hanya tong yang kosong yang
kalau dipukul akan berbunyi nyaring; tong yang berisi penuh tentu tiada akan
berbunyi nyaring. Sebaliknya orang pandai, yang banyak ilmunya biasanya
pendiam, merunduk dan tidak pongah.
Secara idiomatis pepatah tong kosong nyaring bunyinya diumpamakann
kepada orang yang tiada berilmu biasanya banyak cakapnya. Keadaan ini
disebutkan dengan peribahasa yang berbunyi Bagai padi, semakin berisi,
semakin runduk.
12. Hina besi karena karat.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah hina besi karena
karat adalah sebagai berikut. Pada kata „besi dan karat‟ membandingkan arti bahwa besi hancur karena karat, begitu juga dengan manusia mendapatkan
hinaan orang karena hidupnya miskin (melarat).
Secara idiomatis pepatah hina besi karena karat diumpamakan kepada
13. Macam abu diatas tunggul.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah macam abu
diatas tunggul adalah sebagai berikut. Pada kata „abu, tunggul‟ menajamkan arti yaitu „abu‟ diletakkan dimana saja; tertiup angin, dihapus akan dengan mudahnya terbang, begitu juga manusia gampang datang dan pergi.
Secara idiomatis pepatah macam abu diatas tunggul diumpamakan
kepada gampang datanng, gampang pergi. Dalam pepatah ini mempunyai
makna marah/ sindiran.
14. Cacing punya tai, kera punya “gah”.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah cacing punya tai,
kera punya “gah” adalah sebagai berikut. Pada kata „cacing-tai, kera-gah‟,
membandingkan arti yaitu „cacing/ kera‟ adalah manusia, „tai/ gah‟ adalah
tempat yang tidak baik atau pas buat manusia bersenang-senang.
Secara idiomatis pepatah cacing punyai tai, kera punya “gah”
diumpamakan kepada senang tidak pada tempatnya.
15. Mata mengantuk bantal disodorkan.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah mata mengantuk
bantal disodorkan adalah sebagai berikut. Pada kata „mata dan bantal‟,
Secara idiomatis pepatah mata mengantuk bantal disodorkan
diumpamakan kepada apa yang diinginkan mendapatkan sambutan.
16. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah sesal dahulu
pendapatan, sesal kemudian tak berguna adalah sebagai berikut. Pada kata
„pendapatan, tak berguna‟ membandingkan „pendapatan‟ adalah pengambilan
keputusan dan „tak berguna‟ adalah keputusan yang salah.
Secara idiomatis pepatah sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak
berguna diumpamakan kepada dalam mengambil keputusan harus berhati-hati,
jangan sampai salah mengambil keputusan karena bisa membahayakan diri
sendiri.
17. Tak sia-sia pasang naik, tak sia-sia perahu berlayar, tak sia-sia matahari
terbit, tak sia-sia ternak disembelih, tak sia-sia malim diundang.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah Tak sia-sia
pasang naik, tak sia perahu berlayar, tak sia matahari terbit, tak
sia-sia ternak disembelih, tak sia-sia-sia-sia malim diundang adalah sebagai berikut. Pada
„kata tak sia-sia‟ menajamkan arti yaitu menyatakan tidak berguna secara tak
langsung.
Secara idiomatis pepatah tak sia-sia pasang naik, tak sia-sia perahu
malim diundang diumpamakan kepada segala keputusan yang telah disetujui
supaya jangan tidak berguna dan hanya lelah saja yang diperoleh.
18. Sebesar-besar gunung, lebih besar maksud yang kami kandung.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah Sebesar-besar
gunung, lebih besar maksud yang kami kandung adalah sebagai berikut. Pada
kata „sebesar-besar gunung‟, membandingkan hasrat hati yang begitu membara
seperti sebesar gunung.
Secara idiomatis pepatah diumpamakan kepada penghulu telangkai
berharap sekali jawaban dari pihak perempuan menerima pinangan mereka.
19. Siapa suka bersangka buruk, orang melarat hidup pun teruk.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah siapa suka
bersangka buruk, orang melarat hidup pun teruk adalah sebagai berikut. Pada
kata „buruk dan teruk‟ membandingkan arti bahwa pikiran yang selalu jelek
pada orang lain akan menyusahkan diri sendiri.
Secara idiomatis pepatah siapa suka bersangka buruk, orang melarat
hidup pun teruk diumpamakan kepada: jangan berburuk sangka kepada orang
19. Sudah jatuh ketimpa tangga.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah sudah jatuh
ketimpa tangga adalah sebagai berikut. Pada kata „jatuh dan ketimpa‟
menajamkan „arti‟ yaitu jatuh adalah suatu hal yang tidak enak dirasakan pada
tubuh manusia karena sakit, sedangkan „ketimpa‟ adalah keadaan yang
menyesakkan nafas. Jadi jatuh adalah masalah yang diperoleh, belum lagi
selesai datang pula masalah yang lain (ketimpa).
Secara idiomatis pepatah sudah jatuh ketimpa tangga diumpamakan
kepada: baru saja mendapat musibah, belum selesai mendapatkan musibah
lagi.
20. Berkotek di luar sangkar, bertelur diluar pagar.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah berkotek di luar
sangkar, bertelur diluar pagar adalah sebagai berikut. Pada kata „berkotek -sangkar, bertelur-pagar‟, membandingkan arti bahwa „berkotek dan bertelur‟
sama dengan memberikan keterangan, „sangkar dan pagar‟ sama dengan
setelah perkara diputuskan.
Secara idiomatis pepatah berkotek di luar sangkar, bertelur diluar
pagar diumpamakan kepada: setelah perkara diputuskan, baru memberi
21. Nyamuk mati gatal tak habis.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah nyamuk mati
gatal tak habis adalah sebagai berikut. Pada kata „mati dan gatal‟, menajamkan
arti yaitu „mati‟ maksudnya adalah masalah sudah selesai, „gatal‟ maksudnya
dendam yang tak kunjung reda dan tetap membara.
Secara idiomatis pepatah nyamuk mati gatal tak habis diumpamakan
kepada: menaruh dendam meski perkara selesai.
22. Kalau tak berhemat cermat, karam dilaut sesat di darat.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah kalau tak
berhemat cermat, karam dilaut sesat di darat adalah sebagai berikut. Pada kata
„tak hemat cermat, karam dan sesat‟, menajamkan arti yaitu „tak hemat cermat‟ maksudnya sikap boros, „karam dan sesat‟ maksudnya akan celaka kalau sikap
boros terus-terusan dilakukan.
Secara idiomatis pepatah kalau tak berhemat cermat, karam dilaut
sesat di darat diumpamakan kepada: sikap boros dapat mencelakakan.
23. Tahu dilihat cermin orang, tahu dikias gunjing orang.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah tahu dilihat
cermin orang, tahu dikias gunjing orang adalah sebagai berikut. Pada kata
gunjing‟ maksudnya hargai dan hati-hati dengan pujian, komentar, serta ejekan
orang lain terhadap diri kita.
Secara idiomatis pepatah tahu dilihat cermin orang, tahu dikias gunjing
orang diumpamakan kepada: menjaga kesopanan dan tingkah laku dan
menghargai serta mewaspadai kritik dan komentar orang lain.
24.Piring tak retak, nasi tak dingin.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah piring tak retak,
nasi tak dingin adalah sebagai berikut. Pada kata „piring retak, nasi dingin‟,
menajamkan arti yaitu „piring‟ yaitu keinginan, „retak‟ yaitu ditolak, „nasi‟ yaitu orang yang diinginkan, „dingin‟ yaitu tolakan.
Secara idiomatis pepatah piring tak retak, nasi tak dingin diumpamakan
kepada: apabila pinangan ditolak, tidak mengapa, pihak laki-laki pun tak
memaksa.
25. Kalau berjalan pelihara kaki, kalau melihat pelihara mata, kalau berkata
pelihara lidah.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah kalau berjalan
pelihara kaki, kalau melihat pelihara mata, kalau berkata pelihara lidah
harus dibuka untuk melihat hal yang baik, „lidah‟ alat berbicara harus
digunakan untuk mengucapkan kata yang baik-baik saja.
Secara idiomatis pepatah kalau berjalan pelihara kaki, kalau melihat
pelihara mata, kalau berkata pelihara lidah diumpamakan kepada: dalam
menjalani bahtera rumah tangga harus menjaga semua rambu-rambu
pernikahan dan menjaga segalanya dengan damai.
26. Tercubit kulit ikut daging.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah tercubit kulit ikut
daging adalah sebagai berikut. Pada kata „kulit dan daging‟, membandingkan
arti „kulit‟ sama dengan malu, „daging‟ sama dengan saudara dan orang tua.
Secara idiomatis pepatah tercubit kulit ikut daging diumpamakan
kepada: Jangan buat malu, karena saudara dan orang tua ikut malu juga.
27. Menitipkan pisang pada kere (kera).
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah menitipkan
pisang pada kere (kera) adalah sebagai berikut. Pada kata „pisang, kere‟,
menajamkan arti yaitu „pisang‟ adalah makanan kesukaan „kera‟, jangankan
dititipkan, didekatkan saja langsung dimakan, pisang adalah amanah, harus
disampaikan pada orang yang tepat, bukan pada sembarangan orang.
Secara idiomatis pepatah menitipkan pisang pada kere (kera)
28. Anjing menggonggong kafilah berlalu.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah anjing
menggonggong kafilah berlalu adalah sebagai berikut. Pada kata „anjing
menggonggong, kafilah‟, membandingkan arti yaitu „anjing‟ menggonggong sama dengan orang yang suka usil, „kafilah‟ adalah orang yang diusil.
Secara idiomatis pepatah Anjing menggonggong kafilah berlalu
diumpamakan kepada: apapun yang dikatakan orang biarkan saja karena yang
dikatakannya tidak benar.
29. Ubah dan ganti, tukar dan anjak, bernaung pada kitabullah dan rumah
nabi.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah ubah dan ganti,
tukar dan anjak, bernaung pada kitabullah dan rumah nabi adalah sebagai
berikut. Pada kata „ubah dan bernaung‟, menajamkan arti yaitu „ubah‟
maknanya berganti tentang hukum, adat atau apapun tetapi harus tetap
„bernaung‟ artinya berpedoman/ berdasarkan pada kitab Al-Qur‟an.
Secara idiomatis pepatah ubah dan ganti, tukar dan anjak, bernaung
pada kitabullah dan rumah nabi diumpamakan kepada: setiap perubahan
30. Mengubah jangan semena-mena, mengganti jangan sesuka hati.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah mengubah
jangan semena-mena, mengganti jangan sesuka hati adalah sebagai berikut.
Pada kata „semena-mena‟, menajamkan arti yaitu menyatakan sesuka hati
menurutkan nafsu yang tidak baik.
Secara idiomatis pepatah mengubah jangan semena-mena, mengganti
jangan sesuka hati diumpamakan kepada: jangan semewenang-wenang
menurut nafsu.
31. Hilang jasa beliung, timbul jasa rimbas.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah hilang jasa
beliung, timbul jasa rimbas adalah sebagai berikut. Pada kata „beliung dan
rimbas‟, membandingkan arti yaitu „beliung‟ sama dengan kebaikan seseorang,
„rimbas‟ sama dengan kebusukan seseorang.
Secara idiomatis pepatah hilang jasa beliung, timbul jasa rimbas
diumpamakan kepada: hilang jasa seseorang, busuk orang tahu.
32. Beranak tiada berbidan.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah beranak tiada
berbidan adalah sebagai berikut. Pada kata „beranak dan berbidan‟,
melahirkan. Maksudnya „beranak‟ adalah keadaan susah, „tiada berbidan‟
adalah karena kebodohan sendiri.
Secara idiomatis pepatah beranak tiada berbidan diumpamakan
kepada: seseorang dalam kesusahan karena kebodohan sendiri.
33. Tiada biduk karam sebelah.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah tiada biduk
karam sebelah adalah sebagai berikut. Pada kata „biduk karam‟,
membandingkan arti yaitu „biduk‟ adalah satu keluarga, „karam sebelah‟
adalah anak yang nakal yang membuat malu satu keluarga.
Secara idiomatis pepatah tiada biduk karam sebelah diumpamakan
kepada: anak celaka, satu keluuarga menderita juga.
34. Janganlah menjadi itik tak sudu, ayam tak patuh.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah janganlah
menjadi itik tak sudu, ayam tak patuh adalah sebagai berikut. Pada kata „tak
sudu dan tak patuh‟, membandingkan arti yaitu „tak sudu‟ artinya tercampak begitu saja akhirnya kehinaan yang datang, „tak patuh‟ artinya tidak menuruti
peraturan akhirnya menjadi tak berguna.
Secara idiomatis pepatah janganlah menjadi itik tak sudu, ayam tak
patuh diumpamakan kepada: janganlah jadi orang yang hina atau benda yang
35. Biar jatuh terletak, jangan jatuh terhempas.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah biar jatuh
terletak, jangan jatuh terhempas adalah sebagai berikut. Pada kata „biar
terletak, jangan terhempas‟, menajamkan arti yaitu „terletak‟ adalah suatu tindakan yang lembut walaupun sakit, tapi kalau „terhempas‟ adalah suatu
keadaan yang terletak secara terpaksa dan keadaan yang menyakitkan.
Secara idiomatis pepatah biar jatuh terletak, jangan jatuh terhempas
diumpamakan kepada: kalau sebagai pejabat lebih baik mengundurkan diri
sebelum dipecat.
36. Jauh mencari suku, dekat mencari induk.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah jauh mencari
suku, dekat mencari induk adalah sebagai berikut. Pada kata „jauh suku, dekat
induk‟, menajamkan arti yaitu kemanapun kita pergi merantau tetap yang
paling enak adalah bertemu dengan satu suku karena cuma mereka saudara kita
di tempat asing, tapi kalau tidak merantau pasti yang kita cari adalah teman
dekat.
Secara idiomatis pepatah jauh mencari suku, dekat mencari induk
diumpamakan kepada: jika merantau carilah sesuku dengan kita, kalau dekat
37. Rusa masih di hutan, arang sudah membara.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah rusa masih di
hutan, arang sudah membara adalah sebagai berikut. Pada kata „rusa,
membara‟, membandingkan arti yaitu „rusa di hutan‟ sama dengan sesuatu yang belum diraih, „arang membara‟ sama dengan sudah digembar
-gemborkan.
Secara idiomatis pepatah rusa masih di hutan, arang sudah membara
diumpamakan kepada: sesuatu yang belum diraih, tapi sudah
digembar-gemborkan.
38. Sepuluh batang bertindih, batang di bawah yang keberatan.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah sepuluh batang
bertindih, batang di bawah yang keberatan adalah sebagai berikut. Pada kata
„bertindih, keberatan‟, membandingkan arti yaitu „bertindih‟sama dengan para
pejabat yang berbuat jahat, „keberatan‟ sama dengan masyarakat yang
menderita.
Secara idiomatis pepatah sepuluh batang bertindih, batang di bawah
yang keberatan diumpamakan kepada: para pejabat tinggi melakukan
39. Kuini yang bau, bacang yang nampak.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah kuini yang bau,
bacang yang nampak adalah sebagai berikut. Pada kata „kuini bau dan bacang
nampak‟, membandingkan arti yaitu kuini bau sama dengan pekerja yang
berpikir keras hasilnya baik, tapi yang mendapat pujian adalah „bacang
namapak‟ yaitu pimpinan.
Secara idiomatis pepatah kuini yang bau, bacang yang nampak
diumpamakan kepada: para pekerja yang bekerja dan berpikir keras, pimpinan
yang dipuji.
40. Pinang tak berbuah, sirih yang ditebas.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah pinang tak
berbuah, sirih yang ditebas adalah sebagai berikut. Pada kata „pinang berbuah,
sirih ditebas‟, membandingkan arti yaitu „pinang tak berbuah‟ sama dengan diri sendiri yang teledor, „sirih ditebas‟ sama dengan orang lain yang
disalahkan.
Secara idiomatis pepatah pinang tak berbuah, sirih yang ditebas
diumpamakan kepada: kesalahan dilakukan karena ulah diri sendiri, tetapi
41. Berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita ke tepian, bersakit dahulu senang
pun tak datang malah mati kemudian.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah berakit-rakit kita
ke hulu, berenang kita ke tepian, bersakit dahulu senang pun tak datang malah
mati kemudian adalah sebagai berikut. Pada kata „berakit-rakit‟ maksudnya menggunakan sejenis sampan kecil untuk menyeberangi sungai. Menggunakan
rakit harus berhati-hati karena kalau tidak, bisa terjatuh dan tenggelam ke
sungai. Begitu juga rakyat miskin, sudah berusaha keras untuk memenuhi
kebutuhan, itu pun hanya makan sehari saja terpenuhi, bahkan kadang-kadang
mereka tidak memperoleh apa-apa. Jadi „berakit-rakit‟ sama dengan berusaha
keras, „malah mati kemudian‟ sama dengan sudah berusaha keras bekerja
namun hasil tak ada. Dalam pepatah ini beroperasi menggunakan bahasa
figuratif.
Secara idiomatis pepatah berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita ke
tepian, bersakit dahulu senang pun tak datang malah mati kemudian
diumpamakan kepada: orang zaman sekarang (tingkat ekonominya menengah
ke bawah) berusaha segiat apapun dia akan tetap miskin, karena para pejabat
tidak peduli dengan keadaan mereka dan hanya memperkaya diri sendiri tanpa
42. Diberi hati minta jantung, diberi jantung minta nyawa, nya mu yang ku
telan.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah diberi hati minta
jantung, diberi jantung minta nyawa, nya mu yang ku telan adalah sebagai
berikut. Pada kata „hati‟ adalah bantuan yang diberikan, „jantung‟ adalah
bantuan yang lebih, „nyawa‟ adalah yang dibantu ingin menguasai. Jadi dalam
pepatah ini mengatakan secara tak langsung sifat orang yang diberi bantuan
adalah rakus dan tamak.
Secara idiomatis pepatah diberi hati minta jantung, diberi jantung
minta nyawa, nya mu yang ku telan diumpamakan kepada: sudah diberi
bantuan minta lagi, sudah diberi lebih mau menguasai bahkan melakukan
tindakan pembunuhan, akhirnya yang memberi bantuan marah dan semua
bantuan diambil kembali.
43. Uang mu adalah uang ku, uang ku milikku sendiri.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah uang mu adalah
uang ku, uang ku milikku sendiri adalah sebagai berikut. Pada kata „uang‟
sama dengan harta, „ku‟ sama dengan orang yang pelit.
Secara idiomatis pepatah uang mu adalah uang ku, uang ku milikku
lain, sementara hartanya sendiri tidak pernah dibagi-bagikan. Alias pelit,
curang dan dengki.
44. Sirik tanda tak mampu.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah sirik tanda tak
mampu adalah sebagai berikut. Pada kata „sirik‟ adalah sifat manusia yang
artinya iri hati, „tak mampu‟ maknanya ketidakmampuan seseorang untuk
berkompeten dengan temannya, akhirnya melakukan sesuatu yang tak baik
terhadap temannya yang berhasil.
Secara idiomatis pepatah sirik tanda tak mampu diumpamakan kepada:
orang yang mempunyai rasa benci pada orang lain bersifat sirik yaitu selalu iri
hati atas keberhasilan orang lain, karena ketidakmampuannya.
45. Umur baru seumur jagung, darahpun baru setampuk pinang.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah umur baru
seumur jagung, darahpun baru setampuk pinang adalah sebagai berikut. Pada
kata „seumur jagung dan setampuk pinang‟ menajamkan arti menyatakan usia
si gadis baru saja beranjak dewasa dan belum pantas untuk menikah karena
Secara idiomatis pepatah umur baru seumur jagung, darahpun baru
setampuk pinang diumpamakan kepada: usia si gadis masih muda muda belum
bisa dipercaya untuk mengurus rumah tangga.
46. Nampaknya gayung telah bersambut juga.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah nampaknya
gayung telah bersambut juga adalah sebagai berikut. Pada kata „gayung‟ membandingkan apa yang diinginkan sama dengan gayung yang dicidukkan ke
air dan sudah pasti air yang diinginkan diperoleh.
Secara idiomatis pepatah nampaknya gayung telah bersambut juga
diumpamakan kepada: apa yang ditanyakan dan diinginkan akhirnya
diindahkan juga bagi yang diajak bicara.
47. Begitu di lidah, begitu di hati.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah begitu di lidah,
begitu di hati adalah sebagai berikut. Pada kata „lidah dan hati‟, membandingkan arti bahwa apa yang diucapkan, begitu juga dengan apa yang
tersirat di hati.
48. Tanda manusia tetap beradat, tanda kampung tetap berpenghulu.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah tanda manusia
tetap beradat, tanda kampung tetap berpenghulu adalah sebagai berikut. Pada
kata „beradat dan berpenghulu‟, membandingkan arti bahwa setiap sesuatu pasti kembali pada bagian utamanya/ pemimpinnya.
Secara idiomatis pepatah tanda manusia tetap beradat, tanda kampung
tetap berpenghulu diumpamakan kepada: apapun keputusan yang diambil tetap
harus dalam adat yang berlaku.
49. Dimana ranting dipatah, di situ air disauk, dimana tanah dipijak, disitu
langit dijunjung.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah dimana ranting
dipatah, di situ air disauk, dimana tanah dipijak, disitu langit dijunjung adalah
sebagai berikut. Pada kata „ranting dipatah, air disauk, tanah dipijak, langit
dijunjung‟, membandingkan arti bahwa dimanapun kita berada, kita harus
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan tata cara kehidupan serta
Secara idiomatis pepatah dimana ranting dipatah, di situ air disauk,
dimana tanah dipijak, disitu langit dijunjung diumpamakan kepada: adat akan
diikuti sesuai dengan adat yang ada pada anak perempuan.
50. Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah.
Secara harfiah makna yang terkandung dalam pepatah adat bersendikan
syarak, syarak bersendikan kitabullah adalah sebagai berikut. Pada kata
„syarak dan kitabullah‟, menajamkan arti yaitu menyatakan bahwa Islam
dalam Melayu adalah yang nomor satu sehingga dalam melakukan segala
sesuatu harus berlandaskan pada hukum Islam yang terdapat