• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Jumlah Koloni Bakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Jumlah Koloni Bakteri"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT

DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5%

DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP

JUMLAH KOLONI BAKTERI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

JASMIN KAUR A/P HARJENDER SINGH NIM : 110600163

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Prostodonsia

Tahun 2015

Jasmin Kaur A/P Harjender Singh

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Terhadap Jumlah Koloni Bakteri.

xii + 65 Halaman

Bahan cetak yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk pencetakan adalah alginat. Namun bahan cetak alginat ini memiliki beberapa

(3)

yang terkandung dalam kedua larutan tersebut aktif dalam menurunkan jumlah koloni bakteri. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan desain pre test and post test control group design. Penelitian ini dilakukan pada sampel hasil cetakan alginat yang diperoleh dari pasien edentulus sebagian pada rahang atas dengan total 30 sampel. Setiap sampel dilakukan pengujian sesuai kelompoknya masing-masing yaitu 15 sampel pada kelompok larutan sodium hipoklorit 0,5% dan 15 sampel pada kelompok larutan glutaraldehid 2% kemudian dianalisis dengan menggunakan uji t-independent untuk mengetahui perbedaan pengaruh perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sodium hipoklorit 0,5% telah mengelimiasi 43,33% koloni bakteri dan glutaraldehid 2% telah mengeliminasi 46,74% koloni bakteri. Hasil uji t-independent menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan jumlah koloni bakteri.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman cetakan

alginat dalam larutan glutaraldehid 2% lebih efektif dari larutan sodium hipoklorit 0,5% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat, walaupun perbedaannya tidak signifikan (p>0,05).

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 3 Juni 2015

Pembimbing Tanda tangan

Eddy Dahar, drg., M.Kes ...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 3 Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Syafrinani, drg., Sp.Pros (K)

ANGGOTA : 1. Eddy Dahar, drg., M.Kes

2. M. Zulkarnain, drg., M.Kes

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda (Harjender Singh) dan Ibunda (Ranjit Kaur) yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, nasehat, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada abang penulis Vikram Singh, Manpreet Singh, kakak penulis dr. Harbinder Kaur dan kedua adik penulis Nirmal Singh dan Karen Kaur yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Eddy Dahar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, saran, nasehat, dorongan, serta meluangkan waktu, tenaga, pemikiran dan kesabaran kepada penulis selama penelitian dan penulisan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Prof. H. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, Sp.Ort selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes, Sp.Pros (K) selaku koordinator skripsi Departemen Prostodonsia yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros dan M. Zulkarnain, drg., M.Kes sebagai anggota tim penguji yang telah banyak membantu serta memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc selaku penasehat akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama masa pendidikan maupun selama penulisan skripsi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

8. Dra, Nunuk Priyani, M.Sc selaku kepala laboratorium Mikrobiologi dan seluruh karyawan Unit FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam pembuatan sampel penelitian dan memberikan dukungan kepada penulis.

9. Maya Fitria, SKM., M.Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam analisis statistik.

10. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara: Tiffany, Tineshraj, Yoges, Lulu Fanty Caroline, Dytha Debrina, Vandersun Lestari, Michiko, Augina Era Pangestika, Yunishara Pratiwi, Maria Lisna Rawaty S, Yulindia Pitri, Citra Purnamasari, Oktia Kiki Triana, Ribka Julia, Grace Asima Siahaan, Garry Beta Gunawan, Dina Fachriza, Rahmi Husni, Sarah Zulaikha,Khalilah, Jefferson, Thinagan, Khairina Atyqa dan para residen PPDGS Departemen Prostodonsia atas dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi.

(8)

perhatian, dukungan, dan dorongan semangat yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan disiplin ilmu Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dan bagi kita semua.

Medan, 3 Juni 2015 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

(10)

2.2.3.3 Inhalasi Aerosol atau Droplet... 16

3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian ... 37

(11)

3.7 Cara Penelitian ... 44 3.8 Analisis Data ... 49 3.9 Kerangka Operasional ... 50

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Cetakan Alginat Sebelum dan Sesudah Direndam dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan

Larutan Glutaraldehid 2% Selama 10 Menit ... 51 4.2 Perbedaan Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam

Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Selama

10 Menit Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Bakteri... 53

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Cetakan Alginat Sebelum dan Sesudah Direndan dalam Larutan Sodium Hipoklroti 0,5%

dan Glutaraldehid 2% Selama 10 Menit ... 55 5.2 Perbedaan Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat dalam Larutan

Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaradehid 2% Selama 10 menit

Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Bakteri ... . 58

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 60 6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Keuntungan dan kerugian metode penyemprotan dan perendaman ... 27

2 Komposisi bahan cetak alginat dan fungsinya ... 31

3 Definisi operasional variabel bebas ... 39

4 Definisi operasional variabel terikat ... 39

5 Definisi operasional variabel terkendali ... 39

6 Definisi operasional variabel tidak terkendali ... 40

7 Jumlah koloni bakteri (CFU/ml) sebelum dan sesudah perendaman dan persentase rata-rata penurunan koloni bakteri pada cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit ... 52

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Cara penularan infeksi melalui kontak langsung ... 16

2 Cara penularan infeksi melalui perkutaneus ... 16

3 Cara penularan infeksi melalui inhalasi aerosol atau droplet ... 17

4 Cara penularan infeksi melalui kontak tidak langsung ... 17

5 Autoclave ... 20

6 Dry heat ... 21

7 Desinfeksi dengan cara penyemprotan ... 25

8 Desinfeksi dengan cara perendaman ... 26

9 Aluminium foil ... 41

10 Vortex ... 42

11 Inkubator ... 42

12 Colony counter ... 43

13 Nutrient Broths……… 43

14 Hasil cetakan alginat di dalam beker gelas yang diisi aquades ... 45

15 Transfer bakteri menggunakan stainless steel wires ... 46

16 Nutrient broths di vortex ... 46

17 10 ul dari setiap nutrient broths diinulasikan kedalam nutrient agar 47 18 Koloni bakteri pada nutrient agar setelah diinkubasi ... 48

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2 Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) 3 Surat persetujuan komisi etik penelitian

4 Surat Permohonan Izin Penelitian di Departemen Prostodonsia USU 5 Surat Permohonan Izin Penelitian di Lab. Mikrobiologi FMIPA USU 6 Surat Keterangan

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Didalam rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora normal maupun yang pathogen. Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang berasal dari tubuh pasien sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain dapat menyebabkan terjadinya infeksi silang. Penularan penyakit pada infeksi silang dapat terjadi melalui kontak langsung, perkutaneus, inhalasi aerosol atau droplet yang patogen dan melalui kontak tidak langsung. Pada bidang kedokteran gigi, sangat rawan untuk terjadinya kontaminasi infeksi silang. Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen selama perawatan gigi. Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, AIDS related complex (ARC), herpes, dan lain-lain.1-3

Dokter gigi harus menganggap pasiennya adalah carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau tuberculosis (TBC), dan harus

selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan.1,2 Tindakan pencegahan infeksi dapat mencegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat atau instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga tetap steril untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.1,3

(16)

jaringan lunak sekitarnya, serta tulang. Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antara lain adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium teknik gigi.1

Salah satu perawatan di bidang prostodonsia adalah pembuatan gigitiruan, tahap awal dalam pembuatan gigitiruan adalah membuat pencetakan pada rahang pasien untuk mendapatkan hasil cetakan negatif yang selanjutnya diisi dengan gips untuk mendapatkan model studi maupun model kerja. Faktor yang harus diperhatikan saat melakukan pencetakan gigi adalah kontrol dari penularan infeksi silang yang berasal dari hasil cetakan. Menurut berbagai penelitian, hasil cetakan merupakan salah satu agen penularan infeksi pada dokter gigi, perawat, staf dan teknisi laboratorium.2 Saliva, debris, darah dan pus dapat menempel pada hasil cetakan saat pencetakan dan mikroorganisme dapat berinteraksi dengan hasil cetakan sehingga menjadi agen penyebab infeksi dan menjadi pencetus penularan penyakit.4 Powell G. L, Runnells R. D dkk (1990) telah menyatakan bahwa 67% dari hasil cetakan yang di kirim dokter gigi ke laboratorium kedokteran gigi terkontaminasi oleh bakteri

patogen.5-7

(17)

Menurut American Dental Association (ADA) dan International Dental Federation (IDF) hasil cetakan seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat pada hasil cetakan, kemudian direndam dalam larutan desinfektan untuk menghindari terjadinya kontaminasi sebelum dikirim ke laboratorium.5,7 Dalam praktek sehari-hari, dokter gigi hanya mencuci hasil cetakan dengan air mengalir tetapi tidak banyak yang menggunakan bahan desinfektan pada hasil cetakan. Desinfektan merupakan suatu bahan yang mengandung agen antimikrobial yang efektif untuk membunuh mikroorganisme. Terdapat beberapa jenis desinfektan yang beredar di pasaran diantaranya sodium hipoklorit, iodophor (biocide), glutaraldehid, fenol, dan klorheksidin.12-14 Sodium hipoklorit dan aldehid (glutaraldehid dan formaldehid) merupakan desinfektan yang paling sering digunakan. Sodium hipoklorit merupakan larutan desinfektan yang paling banyak digunakan, tersedia dalam bentuk cairan dan memiliki efek antimikroba dan termasuk dalam kategori disinfektan yang ideal. Desinfektan ini adalah larutan yang berbahan dasar klorin. Cairan klorin sangat aktif pada semua bakteri, virus, fungi, parasit, dan berbagai spora. Selain sodium

hipoklorit, penggunaan glutaraldehid juga merupakan salah satu desinfektan yang populer di bidang kedokteran gigi dan merupakan desinfektan tingkat tinggi. Selain itu, aldehid juga efektif dalam membunuh bakteri, jamur, virus, mikroba dan spora. Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Glutaraldehid juga mempunyai aktifitas sporosidal yang tinggi, lebih baik bila dibandingkan dengan formaldehyde dalam hal bakterisidal, virusidal dan sporosidal. Merupakan zat yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan aktif. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 – 8,5 dan juga efektif terhadap bakteri seperti M.tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit.3,12,15

(18)

merupakan cara yang lebih efektif karena seluruh permukaan hasil cetakan akan terdesinfeksi dengan sempurna dan dapat mengurangi resiko terhirupnya partikel-partikel larutan desinfektan. Namun, desinfeksi dengan cara perendaman diduga dapat menyebabkan distorsi pada hasil cetakan jika perendaman dilakukan terlalu lama. Selain itu, desinfeksi dengan cara penyemprotan merupakan cara yang lebih sederhana dan cepat tetapi tidak semua permukaan hasil cetakan terdesinfeksi dengan sempurna dan juga partikel-partikel larutan desinfektan yang ada di udara dapat terhirup oleh staf atau pasien.2,14 Menurut Silva dan Salvador (2004) dan Saber FS, dkk (2010), desinfeksi dengan cara penyemprotan menunjukkan aktivitas antimikrobial yang sama dengan cara desinfeksi dengan cara perendaman.12 Panza dkk (2006) telah mengevaluasi kestabilan dimensi cetakan yang diberikan desinfektan baik dengan cara penyemprotan maupun perendaman. Peneliti tersebut telah melakukan perendaman bahan cetak elastomer polyether, polysulfide dan alginat dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% dan sodium hipoklorit 1% selama 10 dan 15 menit. Peneliti telah mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada bahan cetak elastomer polyether maupun polysulfide setelah direndam dengan

(19)

bahan cetak alginat dengan metode perendaman dan juga penyemprotan selama 10 menit.17 Carmen Dolores V. Soares de Moura dkk (2010) telah melakukan penelitian untuk mengevaluasi efek antimikrobial dengan menggunakan larutan sodium hipoklorit 2,5% dan 5,25% selama 10 menit terhadap bahan cetak alginat dan telah menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 5,25% ternyata lebih efektif terhadap penurunan jumlah mikroba.18 Himanshu Aeran, Sunit Kr. Jurel dkk (2010) telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 0,5% ternyata lebih efektif dibanding glutareldehid 2% terhadap penurunan jumlah bakteri pada hasil cetakan alginat dengan cara penyemprotan selama 10 menit yang telah mengeliminasi sebanyak 92% - 99,97% koloni bakteri.19 Hamid Badrian, Ehsan Ghasemi dkk (2012) melaporkan bahwa penggunaan epimax sebagai desinfektan mempunyai efek yang paling tinggi dan telah mengeliminasi 100% koloni bakteri dibanding deconex yaitu 95,39% dan sodium hipoklorit 0,525% mengeliminasi 97,12% koloni bakteri pada bahan cetak alginat yang direndam selama 10 menit.5 Satheesh B. Haralur, Omir S. Al-Dowah dkk (2012) telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit dengan metode penyemprotan selama 10 menit merupakan desinfektan yang efektif

pada bahan cetak alginat terhadap penurunan jumlah koloni bakteri.6

1.2 Permasalahan

(20)

cetakan dengan air mengalir tetapi tidak banyak yang menggunakan bahan desinfektan pada hasil cetakan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pembilasan hasil cetakan dengan air mengalir saja tidak begitu efektif karena tidak cukup untuk mengeliminasikan semua mikroorganisme. Mikroorganisme yang tidak disingkirkan dari hasil cetakan berpotensi untuk menyebabkan infeksi silang antara pasien, dokter gigi dan stafnya.

Penggunaan desinfektan dapat meminimalkan jumlah mikroorganisme pada hasil cetakan. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian, antaranya penelitian Himanshu Aeran, Sunit Kr. Jurel dkk (2010) yang telah menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 0.5% ternyata lebih efektif dibanding glutareldehid 2% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat dengan cara penyemprotan selama 10 menit yang telah mengeliminasi sebanyak 92% - 99,97% koloni bakteri.19 Joana Correia-Sousa, Ana Margarida Tabaio dkk (2013) telah melaporkan bahwa perendaman hasil cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit selama 10 menit lebih efektif dibanding aquades dalam penurunan jumlah mikroba sebanyak 99,99%.2 Hingga saat ini, belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan penggunaan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri dengan cara perendaman. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti apakah ada pengaruh perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% terhadap jumlah koloni bakteri.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dan sesudah direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan larutan glutaraldehid 2% selama 10 menit?

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dan sesudah direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan larutan glutaraldehid 2% selama 10 menit

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan jumlah koloni bakteri.

1.5 Manfaat penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi, perawat dan teknisi laboratorium sebagai suatu pertimbangan dalam memilih jenis desinfektan yang lebih efektif dalam menurunkan jumlah koloni bakteri pada hasil cetakan alginat agar dapat mencegah terjadinya infeksi silang.

2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

di bidang Prostodonsia.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Rongga Mulut

Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Didalam rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora normal maupun yang patogen. Menurut Miller dan Cottone yang dikutip oleh Ghahramanloo, setetes saliva mengandung 50.000 bakteri yang berpotensi patogen dan bakteri patogen ini dapat dengan mudah menyebar melalui bahan cetak, terutama bahan cetak alginat yang menjadi tempat berkumpul bakteri lebih banyak dibanding bahan cetak lainnya.20 Kondisi rongga mulut yang berhubungan langsung dengan saluran nafas bagian atas dan rongga hidung (nasal cavity) memungkinkan mikroorganisme dari organ tersebut dapat masuk ke rongga mulut dengan penetrasi maupun kontaminasi lewat dahak (sputum) dan bercampur dengan saliva. Hasil cetakan mengandung mikroba dalam jumlah yang sangat banyak, di antaranya streptococci (100%), staphylococci (65.4%) dan P.aeruginosa (7.7%) yang semuanya telah diketahui

bersifat patogen, mengakibatkan nosokomial dan merupakan infeksi yang mengancam nyawa bagi orang yang mempunyai sistem imunitas yang rendah.20

Tipe mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 21,22

1. Bakteri

(23)

Bakteri aerob dan fakultatif anaerob yang dapat berada dirongga mulut :

a) Golongan Gram-negatif : (Escherichia coli, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumonia, Eikenella corrodens, Bordetellapertussis,

Haemophilus influenza, Actinobacillus actinomycetemcomitannc,

Campylobacter rectus).

b) Golongan Gram negatif diplococcic:(Moraxella catarrhalis, Neisseriameninggitis, Neisseria flavescens, Neisseria gonorrhoeae)

c) Golongan Gram-positif dan coryneform bacteria

(Lactobacillusacidophilus, Corynebacterium diphteriae)

d) Golongan Staphylococci : (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Staphyloccocus spp.)

e) Golongan Streptococci : ( Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius, Streptococcus milleri, Streptococcus sangius,

Streptococcus pyogenes, Streptpcoccus pneumonia, Streptococcus

Spp. Enterococcus faecalis)

f) Golongan Enterococcus spp : Spirochetes (Treponema pallidum)

Mycoplasmas ( Mycoplasma pneumonia)

Bakteri anaerob dirongga mulut meliputi:

a) Golongan Gram-negatif : (Prophyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia, Prevotella Melaninogenica, Prevotella Oralis, Prevotella

Spp, Fusobacterium Nucleatum, Fusobacterium Spp, Bacteroides Spp,

Verillonella Spp)

b) Golongan Gram-positif : (Arachnia Spp, Bifidobacterium Spp, Eubacterium Spp,Propionibacterium Spp, Peptostreotococcus Micros,

Peptostreptococcus Spp)

c) Golongan yang membentuk spora :Actinomycetes( Actinomysesviscosus, Actinomyces Israelii, Actinomyses Spp)

(24)

• Bakteri penyebab karies : Streotococcus Mutans, Lactobacillus

Acidophilus Dan Actinomyces Viscosus.

• Bakteri anaerob yang menyebabkan periodontitis : Porphyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia Dan Peptostreptococcus Micros.

2. Virus

Banyak kemungkinan infeksi disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang dapat ditularkan dari kontak tangan ke mulut. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Perjalanan penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.

3. Protozoa dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

2.2 Infeksi Silang

2.2.1 Definisi dan Pengertian

(25)

kulit dapat menyebabkan masalah jika memasuki luka. Begitu juga beberapa mikroorganisme yang sudah menimbulkan bahaya pada orang lain dapat menularkan penyakit tersebut ke orang lain, seperti contohnya bakteri yang menyebabkan meningitis. Perpindahan bakteri yang terjadi dari satu orang ke orang lain disebut sebagai infeksi silang. Selain daripada itu, tubuh kita juga memiliki berbagai jenis virus yang hidup tanpa menimbulkan gangguan. Seperti misalnya, virus herpes yang berasal dari sel tubuh akan menjadi aktif apabila sistem imun tubuh menurun.22

Kulit, saluran pernafasan dan usus besar merupakan pertahan pertama tubuh terhadap infeksi, apabila pertahan pertama ini ditembus oleh bakteri maka pertahan berikutnya berupa proses fagositosis oleh sel darah putih dan antibodi akan menjadi aktif untuk membunuh bakteri. Apabila sistem imun tubuh rendah maka seseorang itu akan mengalami infeksi.22

Infeksi silang merupakan perpindahan bakteri yang berbahaya dari satu orang, objek, atau dari suatu tempat ke tempat lain, atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain, seperti misalnya kontak tangan yang terkena infeksi dengan mata. Apabila infeksi silang ini terjadi di rumah sakit atau fasilitas perawatan dalam jangka waktu

yang panjang maka infeksi silang ini disebut sebagai infeksi nosokomial. Infeksi silang yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit dapat berasal dari tubuh pasien sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain. Infeksi lokal terbatas pada bagian tertentu dari tubuh dan memiliki gejala lokal, sebagai contoh infeksi yang terjadi dari tempat pembedahan akan muncul daerah berwarna merah, panas dan terasa sakit pada daerah bekas pembedahan, sedangkan infeksi umum yang masuk melalui pembuluh darah akan menyebabkan gejala sistemik umum seperti misalnya demam, tekanan darah yang rendah, kekacauan mental atau bisul (boils) di atas tubuh.22

(26)

dilihat pada penyakit autoimun. Infeksi adalah invasi multiplikasi mikroorganisme di dalam jaringan tubuh, seperti pada penyakit menular.23,24 Caroline L. Pankhurst dan Wilson A. Coulter (2009) telah menyatakan bahwa transmisi agen infeksi dari manusia atau benda mati dalam lingkungan klinis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dikenal sebagai infeksi silang,25 sedangkan menurut Kristeen Cherney (2013) infeksi silang adalah pemindahan mikroorganisme berbahaya seperti bakteri dan virus. Selanjutnya Kristeen Cherney mengatakan bahwa penyebaran infeksi dapat terjadi di antara manusia, peralatan, atau di dalam tubuh, oleh karena itu tenaga medis harus senantiasa memastikan bahwa peralatan dan lingkungannya bersih dan aman. Infeksi silang dapat berasal dari bakteri, jamur, parasit dan virus yang berasal dari peralatan medis yang tidak steril, bakteri dari batuk dan bersin, transmisi, menyentuh benda yang terkontaminasi dan tempat tidur yang kotor. Infeksi dapat menyebar dalam kondisi apapun dan di tempat seperti sekolah, bank, toko, gedung-gedung pemerintah dan sebagainya.26

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan infeksi silang adalah masuknya mikroorganisme ke dalam

tubuh yang berasal dari tubuh pasien sendiri, atau berasal dari lingkungan, peralatan rumah sakit yang terkontaminasi, pegawai kesehatan, pengunjung atau dari pasien lain. Infeksi silang yang terjadi dapat menggangu fungsi normal tubuh dan dapat berakibat luka kronik, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian.

(27)

Penyebaran infeksi terjadi disebabkan karena adanya sumber infeksi, yang paling banyak didapat dari pasien saat melakukan perawatan gigi. Pasien dengan infeksi akut biasanya sangat menular dan dapat melepaskan sejumlah besar mikroba ke lingkungan. Selain itu, pasien yang menderita penyakit infeksi serius seperti Hepatitis A, B, C, D, Human Immunodeficiency Virus (HIV), tuberculosis dan sebagainya jarang melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi, namun dokter gigi harus tetap mampu dan bersedia untuk memberikan perawatan kepada pasien tersebut dengan cara yang dapat menjamin keselamatan dokter gigi, staf maupun pasien dengan melakukan prosedur pencegahan infeksi yang tepat.24

2.2.2 Perjalanan Penyakit pada Infeksi Silang

Ditinjau dari perjalanan penyakit, maka infeksi silang dapat terjadi dari pasien ke dokter gigi, dari dokter gigi ke pasien, dari pasien ke pasien lainnya, dari pasien ke perawat dan teknisi laboratorium dan dari saluran air dental unit ke pasien.

2.2.2.1 Dari Pasien ke Dokter Gigi

Mikroorganisme dari mulut pasien dapat menyebar ke dokter gigi yang merawatnya baik melalui kontak langsung atau tidak langsung, inhalasi, atau dengan inokulasi. Dokter gigi menghadapi resiko tinggi terkena infeksi terutama melalui jarum suntik dan kecelakaan dari benda tajam yang terkontaminasi lainnya. Pada saat ini, tindakan pencegahan universal yang dilakukan seperti evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi instrument, asepsis dan desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis teryata efektif terhadap pencegahan infeksi silang selama melakukan perawatan pada pasien. Prosedur kontrol infeksi silang direkomendasikan harus cukup baik untuk melindungi dokter gigi, pasien dan perawat.27

2.2.2.2 Dari Dokter Gigi ke Pasien

(28)

yang direkomendasikan untuk pencegahan infeksi silang dalam kedokteran gigi berasal dari epidemi AIDS. Dalam banyak studi kohort transmisi saliva HIV tidak terbukti sedangkan transmisi darah penderita HIV tidak mungkin terjadi dalam jumlah kecil kecuali dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan infeksi silang. Terdapat laporan bahwa enam pasien di Florida telah terinfeksi HIV dari seorang dokter gigi di prakteknya saat melakukan perawatan. Selain itu, tidak ada kasus lain yang terdokumentasi tentang penularan infeksi dari dokter gigi ke pasien.27

2.2.2.3 Dari Pasien ke Pasien Lainnya

Mikroorganisme dari rongga mulut dapat ditularkan antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya melalui infeksi silang. Terdapat laporan tentang penyebaran HIV dari satu pasien ke pasien yang lain dalam praktek bedah umum swasta di New South Wales, Australia. Lima dari sembilan pasien berada di praktek pada hari yang sama, menjadi positif sementara ahli bedah tetap HIV-negatif. Empat dari lima pasien HIV-positif tidak memiliki faktor risiko yang jelas untuk tertular penyakit. Pasien kelima mengaku memiliki pasangan pria dengan status

HIV yang tidak diketahui menjadi sumber kemungkinan HIV yang menyebabkan kematiannya setahun kemudian. Ini menunjukkan bahwa pasien tersebut sudah terinfeksi dan merupakan sumber penularan HIV ke pasien yang lain.27

2.2.2.4 Dari Pasien ke Perawat dan Teknisi Laboratorium

(29)

2.2.2.5 Dari Saluran Air Dental Unit ke Pasien

Air yang digunakan selama perawatan gigi dapat menjadi salah satu faktor dalam penularan penyakit. Kolonisasi bakteri pada saluran air di dental unit terjadi dengan pembentukan biofilm, yang melepaskan mikroorganisme planktonik dalam jumlah yang tinggi. Mikroorganisme planktonik ini dapat masuk ke dalam mulut pasien melalui air dari turbin atau melalui semprotan air dari dental unit dan air kumur. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Jerman pada tahun 1995 telah menunjukkan bahwa terdapat jumlah yang tinggi mikrobakteri non-tuberculosis (Mycobecterium gordonae, flavescens, chelonae, simiae) yang dapat tertelan, terhirup atau diinokulasi ke dalam luka pada rongga mulut pasien selama perawatan gigi melalui semprotan air atau air pendigin dari dental unit.23,27,28

2.2.3 Cara Penularan Penyakit pada Infeksi Silang

Di bidang kedokteran gigi, menurut Kohli dan Puttaiah (2007), terdapat beberapa cara penularan penyakit berdasarkan keparahannya antara lain: 27,28

2.2.3.1 Kontak Langsung

(30)

Gambar 1.Cara penularan infeksi melalui kontak langsung.26

2.2.3.2 Perkutaneus

Inokulasi mikroba dari darah dan saliva dapat ditularkan melalui jarum, pisau bedah atau benda tajam lainnya. Penularan melalui perkutaneus merupakan penularan dengan resiko yang tinggi. (Gambar 2)

Gambar 2. Cara penularan infeksi melalui Perkutaneus. 26

2.2.3.3 Inhalasi aerosol atau droplet yang patogen

(31)

Gambar 3. Cara penularan infeksi melalui inhalasi aerosol atau droplet yang

patogen.26

2.2.3.4 Kontak Tidak Langsung

Penularan melalui kontak tidak langsung dapat terjadi apabila seseorang menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan perawatan, dental unit atau pada ruang operasi. (Gambar 4)

(A) (B)

Gambar 4. Cara penularan infeksi melalui kontak tidak langsung. (A) Tersentuh meja yang terkontaminasi. (B) Dental unit yang terkontaminasi (tanda panah).8,26

(32)

mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengontrol transmisi, dan mengimplementasikan proteksi diri selama praktek sebagai pencegahan terhadap infeksi silang.29

2.3 Kontrol Infeksi

Dasar pemikiran untuk kontrol infeksi adalah untuk “mengkontrol” infeksi iatrogenik, nosokomial diantara pasien dan paparan potensial pada petugas kesehatan terhadap penyakit selama perawatan. Istilah kontrol infeksi tidak berarti pencegahan total terhadap infeksi iatrogenic dan nosokomial diantara pasien, paparan selama perawatan terhadap darah dan material yang berpotensi menginfeksi lainnya, namun istilah tersebut memiliki pengertian mengurangi resiko transmisi penyakit. Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh, virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan, dan cara transmisi. Kontrol terhadap virulensi organisme patogen atau mengurangi kerentanan pasien

adalah hampir tidak mungkin. Petugas klinis harus mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengkontrol transmisi, dan mengimplementasikan kontrol infeksi selama perawatan untuk memutus rantai infeksi. Imunisasi terhadap penyakit, penggunaan peralatan pelindung, pengawasan pada teknik dan tempat kerja, desinfeksi permukaan atau peralatan, sterilisasi instrumen, dan penggunaan protokol aspetik selama perawatan harus selalu dilakukan.29

(33)

2.3.1 Prosedur Kontrol Infeksi

Dalam praktek kedokteran gigi, kontrol infeksi meliputi beberapa prosedur penting yaitu : evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi, pembuangan sampah bekas praktek dan desinfeksi. 1,29,30

2.3.1.1 Evaluasi Pasien

Pasien yang datang berobat harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap dan data hasil pemeriksaan tersebut harus diperbaiki pada tiap kunjungan berikutnya, hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya kemungkinan terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi.1,28,29

2.3.1.2 Perlindungan Diri

Terdapat beberapa perlindungan diri di praktek dokter gigi antaranya kebersihan diri, pemakaian baju praktek, proteksi misalnya penggunaan sarung tangan, kacamata, masker, dan imunisasi. Kebersihan diri yang baik dapat

mengurangi terjadinya infeksi silang di praktek dokter gigi. Secara umum seorang dokter gigi harus menghindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari memegang luka. Selain itu, dokter gigi juga harus menutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester karena luka tersebut dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme pathogen dan mencuci tangan baik sebelum dan sesudah merawat pasien.1,28,29

2.3.1.3 Sterilisasi Alat dan Bahan

(34)

anorganik lainnya, juga melakukan pembersihan secara berkala. Air atau bahan irigasi yang digunakan untuk perawatan pasien harus bebas dari mikroba.1,28,31

Dalam bidang kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui beberapa tahap yaitu:

a) Autoclave

Di antara metode sterilisasi, sterilisasi uap adalah yang paling diandalkan dan ekonomis. Sterilisasi uap digunakan untuk barang-barang kritis dan semikritis yang tidak sensitif terhadap panas dan kelembaban. Sterilisasi uap memerlukan pemaparan langsung dari setiap item untuk langsung menguapnya pada suhu dan tekanan dalam jangka waktu yang tertentu untuk membunuh mikroorganisme.(Gambar 5)

Gambar 5. Autoclave 26

b) Dry Heat

(35)

Gambar 6. Dry Heat.26

c) Unsaturated chemical vapor

Sterilisasi unsaturated chemical vapor melibatkan pemanasan larutan kimia alkohol primer dengan 0.23% formaldehyde pada ruangan tertutup bertekanan. Unsaturated chemical vapor mensterilisasi instrumen carbon steel (misal bur dental) dan menghasilkan korosi yang lebih sedikit dibandingkan sterilisasi uap karena rendahnya tingkat air yang terdapat selama siklus. Instrumen harus dalam keadaan kering sebelum melakukan sterilisasi.

2.3.1.4 Pembuangan Sampah Bekas Praktek

Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu bekas dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus ditangani secara hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik yang kuat dan

tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan ke dalam kantung plastik.1,28

2.3.1.5 Desinfeksi

(36)

infeksi. Kebanyakan laboratorium teknik gigi tidak akan menerima hasil cetakan kecuali ada garansi dari dokter gigi bahwa hasil cetakan itu telah dilakukan desinfeksi. Hasil cetakan alginat yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi mempunyai potensi kontaminasi mikroorganisme patogen rongga mulut. Berdasarkan hal tersebut, dianjurkan untuk melakukan desinfeksi pada hasil cetakan alginat dengan menggunakan bahan desinfektan.6,22,31

2.3.1.6 Desinfektan

Pemakaian desinfektan pada hasil cetakan sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Terdapat beberapa jenis bahan desinfektan yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi diantaranya alkohol, aldehid, biguanid, senyawa halogen, fenol, dan klorsilenol. Desinfektan umumnya digunakan untuk benda mati, karena terlalu berbahaya bagi jaringan hidup. Keefektifan dari desinfektan tergantung pada beberapa faktor yaitu konsentrasi dan sifat mikroorganisme yang menyebabkan kontaminasi, konsentrasi larutan kimia dan lamanya waktu perendaman. Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi

(37)

2.3.1.6.1 Klasifikasi Bahan Desinfektan

Terdapat beberapa klasifikasi bahan desinfektan, antaranya:32,33

a) Low Level Disinfectant

Desinfektan ini mengeliminasi hampir semua mikroorganisme patogen tetapi tidak dapat mengeliminasi spora. Desinfektan ini digunakan untuk alat-alat seperti dental unit, X-ray heads. Bahan yang termasuk low level disinfectant adalah golongan alkohol dan quats (quaternary ammonium compounds).

b) Intermediate Level Disinfectant

Desinfektan ini mengeliminasi semua mikroorganisme patogen tetapi tidak dapat mengeliminasi spora. Desinfektan ini juga digunakan untuk alat-alat seperti kaca mulut, sendok cetak. Bahan yang termasuk intermediate level disinfectant adalah golongan fenol dan halogen.

Sodium hipoklorit termasuk golongan halogen dan merupakan bahan gemisidal yang kuat dan dapat membunuh sebagian besar bakteri.Sodium hipoklorit berupa larutan berwarna putih agak kekuningan berbau khas. Selain itu, sodium

(38)

perendaman hasil cetakan alginat dan zinc oxide eugenol dengan menggunakan larutan peracitic acid, sodium hipoklorit 5.25% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit dan telah menyatakan bahwa peracitic acid merupakan desinfektan yang paling efektif dibanding sodium hipoklorit 5.25% dan glutaraldehid 2% .17 Wala M. Amin (2009) telah melakukan desinfektan hasil cetakan jenis zinc oxide eugenol, silicon dan juga alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0.5% dan 1% selama 10 menit terhadap perubahan dimensi dan telah menyimpulkan bahwa sodium hipoklorit 0.5% telah menghasilkan perubahan dimensi yang paling sedikit pada semua jenis bahan cetak.15 Carmen Dolores V.Soares de Moura dkk (2010) juga telah melakukan perendaman hasil cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 2.5% dan 5.25% selama 10 menit terhadap jumlah bakteri.18 Distrina Fitrian Sari,R (2013) telah melakukan desinfektan hasil cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0.5% dengan cara perendaman dan penyemprotan, masing-masing teknik perlakuan dilakukan selama 10 menit untuk melihat pengaruhnya terhadap stabilitas dimensi.4

c) High Level Disinfectant

Desinfektan ini mengeliminasi semua mikroorganisme patogen dan mengurangi spora tetapi untuk jumlah yang besar tidak dapat mengeliminasi secara sempurna. Desinfektan ini digunakan untuk alat-alat seperti kaca mulut dan sendok cetak. Bahan yang termasuk high level disinfectant adalah golongan etilen oksida, glutaraldehid dan formaldehid.

(39)

dibandingkan dengan formaldehyde dalam hal bakterisidal, virusidal dan sporosidal. Merupakan zat yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan aktif. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 – 8,5.32 Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri seperti M.tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit.1 Savio Marcelo Leite Moreira da Silva dkk (2004) telah melakukan perendaman hasil cetakan silicon dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% selama 10 menit dan 20 menit terhadap stabilitas dimensi.12 Fiona M. Collins dan Bal et al (2007) telah menganjurkan perendaman hasil cetakan dengan larutan desinfektan dilakukan selama 10 menit.8,17 Wala M. Amin dkk (2009) telah melakukan perendaman hasil cetakan alginat, silicon dan zinc oxide eugenol dengan larutan desinfektan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap perubahan dimensi.15

2.3.1.6.2 Metode Desinfektan

Terdapat 2 metode desinfeksi secara kemis yang sering digunakan yaitu :2,5,8,14 a) Penyemprotan

(40)

Gambar 7. Desinfeksi dengan cara penyemprotan.35

b) Perendaman

Metode perendaman dapat dilakukan dengan cara merendam hasil cetakan alginat pada larutan desinfektan yang disediakan dengan waktu tertentu. Metode perendaman merupakan metode desinfeksi yang paling dipilih oleh karena metode ini memungkinkan larutan desinfektan untuk mencapai seluruh permukaan terutama

pada daerah undercut pada hasil cetakan alginat. (Gambar 8)

(41)

Lamanya perendaman atau penyemprotan tergantung dari jenis desinfektan yang digunakan. Durasi dan metode pengaplikasian desinfektan bergantung pada potensi bahan cetak dalam mengabsorbsi air.

Keuntungan dan kerugian masing-masing metode akan ditunjukkan pada table yang diberikan berikut ini :

Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Metode Penyemprotan dan Perendaman

Metode Keuntungan Kerugian

Penyemprotan • Lebih sederhana dan

(42)

2.4 Bahan Cetak

2.4.1 Klasifikasi Bahan Cetak

Salah satu perawatan di bidang prostodonsia adalah pembuatan gigitiruan, tahap awal dalam pembuatan gigitiruan adalah membuat pencetakan pada rahang pasien untuk mendapatkan hasil cetakan negatif yang selanjutnya diisi dengan gips untuk mendapatkan model studi maupun model kerja. Secara garis besar, bahan yang digunakan untuk melakukan pencetakan dapat diklasifikasikan atas dua jenis yaitu bahan cetak non-elastis dan bahan cetak elastis. Bahan cetak yang bersifat non-elastis adalah impression compound, impression wax, plaster of paris dan zinc oxide eugenol. Bahan cetak elastis terdiri dari reversibel hidrokoloid, irreversibel hidrokoloid(alginat) dan elastomer.37,38

2.4.1.1 Bahan Cetak Non-elastis

1. Impression Compound

Impression compound adalah bahan cetak yang terdiri dari campuran malam, resin termoplastik, bahan pengisi dan bahan pewarna. Bahan ini digunakan pada suhu

dalam keadaan panas dan kemudian akan kembali keras pada suhu pendinginan sesuai dengan temperatur rongga mulut. Indikasi utama penggunaannya adalah untuk mencetak linggir tanpa gigi dan daerah yang tidak mempunyai undercut.

2. Impression Wax

Bahan cetak wax biasa digunakan untuk menghasilkan cetakan yang memerlukan tekanan dalam pembuatan gigitiruan. Bahan ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan cetakan yang disebabkan karena ukuran sendok cetak yang terlalu kecil sehingga wax dapat ditambahkan pada ujung sendok cetak yang disesuaikan dengan rahang pasien.

3. Impression Plaster

(43)

rigid dan lebih mudah patah. Dalam bidang kedokteran gigi bahan ini digunakan untuk membuat model studi. Gips ini harus disimpan dalam kantung kedap udara karena akan menyerap air dari udara dan akan mempengaruhi waktu pengerasan.

4. Zinc Oxide Eugenol

Bahan cetak zinc oxide eugenol merupakan bahan cetak berbentuk pasta. Bahan ini dikemas dalam 2 bentuk pasta yang berbeda pada masing-masing tube aselerator yaitu base (basis) dan aselerator. Pada base mengandung zinc oxide eugenol dan minyak mineral sedangkan pada tube aselerator mengandung eugenol dan rosin. Bahan cetak zinc oxide eugenol terutama digunakan sebagai bahan cetak untuk gigitiruan pada linggir edentulus dengan undercut kecil atau tanpa undercut. Bahan ini memiliki keuntungan yaitu mampu mengisi pada bagian yang akurat dari hasil cetakan jaringan lunak oleh karena sifat daya alirnya rendah.

2.4.1.2 Bahan Cetak Elastis

1. Reversibel Hidrokoloid (agar)

Komponen dasar bahan cetak hidrokoloid adalah agar. Agar adalah koloid hidrofilik organik yang diekstrak dari rumput laut jenis tertentu. Kandungan utama dalam bahan cetak hidrokoloid berdasarlan berat adalah air. Reversible hydrocolloid merupakan salah satu bahan cetak terakurat. Bahan ini juga sering digunakan untuk mendapatkan hasil cetakan model pada pembuatan gigituran.

2. Irreversible Hidrokoloid (alginat)

(44)

3. Elastomer

Elastomer adalah bahan cetak fleksibel dan menyerupai karet setelah proses pengerasan berlangsung. Kebanyakan bahan cetak ini adalah system dua komponen yang dikemas dalam bentuk pasta. Bahan ini terdiri atas empat jenis yaitu polisulfida, polieter, silikon polimerisasi adisi dan silikon polimerisasi kondensasi.

2.4.2 Persyaratan Bahan Cetak

Menurut Powers JM, dkk (2008), bahan cetak yang ideal adalah bahan cetak yang memenuhi pensyaratan yaitu :38

1. Mempunyai aroma dan rasa yang menyenangkan serta warna yang baik 2. Tidak mengandung bahan yang beracun dan tidak mengiritasi jaringan 3. Mudah dimanipulasikan dan tidak mempergunakan alat-alat yang rumit 4. Setting time yang tidak terlalu lama

5. Konsistensi (daya alir) yang baik dan permukaan yang halus 6. Tidak terjadi deformasi sesudah dicetak

7. Cukup kuat agar tidak pecah atau koyak sewaktu dikeluarkan dari mulut

8. Tidak terjadi perubahan dimensi 9. Relatif tidak mahal

Tidak ada satupun bahan cetak yang memenuhi seluruh pensyaratan diatas, sehingga pemilihan bahan cetak tersebut tergantung pada keadaan klinis dan pilihan masing-masing dokter gigi.

2.4.3 Hasil Cetakan Alginat

(45)

diantaranya manipulasi mudah dan tidak memerlukan banyak peralatan, relatif tidak mahal, dan nyaman bagi pasien. Bahan cetak ini juga mudah ditolerir oleh pasien karena cepat mengeras dan terdapat aroma yang menyegarkan seperti permen karet untuk mengurangi reflek muntah. Kekurangan dari bahan cetak alginat ini adalah mempunyai sifat sineresis dan sifat imbibisi yaitu menyerap air sehingga dapat mengakibatkan perubahan dimensi pada hasil cetakan, selain itu bahan cetak alginat juga mempunyai potensi retensi mikroba lebih kuat dibanding bahan cetak lainnya karena terjadi penyerapan cairan rongga mulut saat dilakukan pencetakan.4,6,8,10

2.4.3.1 Komponen Alginat

Komponen aktif utama dari bahan cetak alginat adalah komponen yang larut air, seperti natrium dan kalium. Bila komponen alginat dicampur dengan air, bahan tersebut akan membentuk sol. Sol tersebut sangat kental meskipun dalam konsentrasi rendah. Alginat dapat larut membentuk sol dengan cepat bila bubuk alginat dan air diaduk dengan kuat.

Menurut ANSI-American Dental Association (ADA) Specification NO.18

komposisi alginat dan fungsinya dapat dilihat dalam table berikut.37,38

Tabel 2. Komposisi Bahan Cetak Alginat dan Fungsinya.

KOMPONEN FUNGSI

Sodium atau Potassium alginat salt

Untuk melarutkan bubuk dalam air dan bereaksi dengan ion kalsium

Calcium Sulfate Untuk bereaksi melarutkan bubuk alginat dari bentuk kalsium alginat yang tidak larut

Sodium Phospate Untuk bereaksi dengan kalsium sulfat dan memperlambat setting time.

Diatomaceous earth atau silicate powder

(46)

Potassium sulfate atau

Organis glycol Sebagai pelapis partikel-partikel powder untuk meminimalkan debu selama pengadukkan

Pigments Untuk memberikan warna

Phenylalaine Untuk bahan pemanis

Wintergreen, peppermint,anise Untuk memberikan rasa yang nyaman

2.4.3.2 Pemanipulasian Alginat

Bubuk alginat dan air harus diukur sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik dan apabila alginat dan air dicampur akan menghasilkan bentuk pasta. Jumlah relatif air dan bubuk alginat mempengaruhi fleksibilitas alginat dan campuran yang kental akan menghasilkan fleksibilitas yang lebih rendah. Pengadukan dilakukan dengan cepat dan terus-menerus, spatula bersinggungan sempurna dengan dinding rubber bowl serta membentuk angka 8 hingga sepenuhnya homogen. Bila pengadukan tidak sempurna, kekuatan gel akan berkurang sampai 50%. Demikian juga bila pengadukan terlalu lama, gel akan rusak dan kekuatannya akan menurun, sehingga mudah koyak pada saat pencetakan. Waktu pengadukan yang umum adalah 30 detik sampai 1 menit, tergantung tipe alginat yang digunakan. Berdasarkan spesifikasi American Dental Association (ADA) nomor 18 terdapat dua jenis alginat yaitu jenis alginat yang mengeras dengan cepat (1-2 menit) dan yang mengeras dengan kecepatan yang normal (2-5 menit).37,38

(47)

mudah akan terdapat pada hasil cetakan. Hal ini menyebabkan bakteri dan virus yang berada pada rongga mulut melekat pada hasil cetakan tersebut. Apabila hasil cetakan ini diisi dengan gips maka mikroorganisme ini akan berpindah pula pada permukaan gips dan keadaan ini akan memberi resiko yang tinggi kepada dokter gigi, perawat dan laboran untuk terkontaminasi infeksi melalui sentuhan tangan.39 Menurut beberapa penelitian, hasil cetakan yang terkontaminasi bakteri dapat menularkan penyakit atau menjadi sumber infeksi silang yang dapat menyebar ke dokter gigi, perawat maupun teknisi laboratorium. Untuk mencegah terjadi infeksi silang maka hasil cetakan harus dicuci dibawah air mengalir selama 15 detik dan setelah itu dilakukan desinfeksi supaya dapat meminimalkan jumlah bakteri pada hasil cetakan dan juga dapat mencegah terjadinya infeksi silang.4,8 Desinfeksi pada hasil cetakan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu direndam atau disemprot, namun kedua metode ini mempunyai keuntungan dan kerugiannya tersendiri. Metode yang paling sering digunakan adalah metode perendaman karena metode ini memungkinkan larutan desinfektan mencapai seluruh permukaan hasil cetakan terutama pada daerah undercut hasil cetakan alginat dan juga dapat mengurangi resiko terhirupnya

(48)

2.5 Kerangka Teori

Bakteri Virus Protozoa dan Jamur

(49)

2.6 Kerangka Konsep

Cetakan Alginat

Perendaman dalam larutan desinfektan

Sodium Hipoklorit 0.5% (Intermediate Level Desinfektant)

Glutaraldehid 2% (High Level Desinfektant)

Memiliki gugus aldehid (COH), merupakan zat yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan aktif terhadap bakteri, jamur, virus, mikroba dan spora.

Memiliki bahan dasar klorin (CI2) yang dibentuk oleh asam hipoklorit, dan akan menempel pada lipoprotein dinding sel bakteri sehingga akan membentuk senyawa toksik yaitu N-chloro.

Pembelahan sel terganggu, menghentikan regenerasi sel dan mengakibatkan menurunnya jumlah koloni bakteri.

(50)

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat penurunan jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat sesudah direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit.

(51)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan pre test and post test control group design.

3.2 Populasi Penelitian

Pasien di Klinik Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ( FKG USU )

3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian

3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah hasil cetakan alginat yang didapat dari cetakan rahang atas pasien, untuk menghindari terjadinya bias maka ditetapkan area swabbing di area molar.

Kriteria inklusi,yaitu : a. Pasien edentulus sebagian

b. Pasien yang koperatif dan bersedia menjadi subjek Kriteria eksklusi,yaitu :

a. Pasien yang mengkonsumsi obat antibiotik

3.3.2 Besar Sampel

(52)

karena terdapat 2 kelompok yaitu kelompok sodium hipoklorit 0,5% dan kelompok glutaraldehid 2%.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Klasifikasi Variabel

3.4.1.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hasil cetakan alginat yang direndam dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2%.

3.4.1.2 Variabel Terikat

Presentase penurunan jumlah koloni bakteri pada hasil cetakan alginat.

3.4.1.3 Variabel Terkendali

a. Pasien edentulus sebagian

b. Rasio alginat dan air (sesuai petunjuk pabrik) c. Waktu pengadukan alginat

d. Lama dan cara pembilasan hasil cetakan alginat e. Jenis larutan desinfektan

f. Konsentrasi larutan desinfektan

g. Lama perendaman sampel dalam desinfektan h. Waktu vortex

i. Suhu dan waktu inkubator

j. Teknik pengisolasian dan pengkulturan k. Daerah swabbing

(53)

3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

a. Kecepatan pengadukan bahan cetak alginat

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Bebas

Variabel Bebas Definisi operasional Skala Ukur

Alat Ukur

Cetakan alginat Cetakan alginat adalah cetakan negatif dari rahang atas rongga mulut pasien yang selanjutnya dibilas dengan air dan direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5%, glutaraldehid 2%.

- -

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Terikat

Variabel Terikat Definisi Operasional Skala Ukur

Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Terkendali

Variabel Terkendali Definisi operasional Skala Ukur Alat Ukur

Pasien edentulus sebagian Orang yang kehilangan gigi satu atau lebih di regio mana saja di rahang atas

- -

Rasio alginat dan air Perbandingan jumlah bubuk : air yang digunakan (sesuai petunjuk

Waktu pengadukan alginat Waktu yang diperlukan untuk mengaduk alginat dengan

Waktu vortex Setiap nutrient broths divortex selama 30 detik.

(54)

Suhu dan waktu inkubasi Suhu dan waktu yang dibutuhkan steel wire dan pengkulturan pada nutrien agar dengan teknik yang sama pada semua sampel dan kelompok.

- -

Daerah swabbing Swabbing dilakukan pada daerah molar untuk menghindari terjadinya bias

Peneliti yang sama Peneliti yang sama untuk setiap tindakan dan bertanggungjawab pada manipulasi dan kerja alat saat melakukan pencetakan dan perhitungan jumlah koloni bakteri.

- -

Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Tidak Terkendali Variabel Tidak

Klinik Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (FKG USU)

3.5.1.2 Tempat Pengujian Sampel

Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU

3.5.2 Waktu Penelitian

(55)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

a. Masker b. Sarung tangan c. Sendok cetak

d. Rubber bowl dan spatula

e. Sendok takar alginat dan sendok takar air f. Stopwatch

g. Gelas beker (Pyrex, Jepang) h. Benang

i. Aluminium foil (Gambar 9)

Gambar 9. Aluminium foil

j. Sterile needle wire k. Spiritus

(56)

Gambar 10.Vortex

m. Mikropipet

o. Inkubator (Heraeus, Jerman) (Gambar 11)

Gambar 11. Inkubator

(57)

Gambar 12. Colony counter

3.6.2 Bahan Penelitian

a. Bahan cetak alginat (Aroma Fine Plus Normal Set, Tokyo-Japan) b. Sodium hipoklorit 0.5%

c. Glutaraldehid 2% d. Aquades

e. Nutrient Agar

f. Nutrient Broths (Gambar 13)

(58)

3.7 Cara Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mengurus surat pengantar dari fakultas yang akan ditujukan kepada Komisi Etik agar peneliti dapat mengurus ethical clearance. Setelah itu, peneliti membawa surat pengantar dari fakultas ke Komisi Etik untuk mendapatkan ethical clearance. Seluruh sebjek penelitian yang memenuhi kriteria akan diberikan lembar penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Bagi subjek penelitian yang bersedia, wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (informed consent).

1. Prosedur Pengambilan Cetakan

a) Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pencetakan b) Cetakan dilakukan pada rahang atas subjek yang edentulus sebagian

c) Subjek diinstruksikan untuk duduk dalam posisi sebaik-baiknya dan dalam keadaan istirahat.

d) Pilih sendok cetak yang sesuai dengan ukuran rahang atas pasien yang akan dicetak

e) Bahan cetak alginat diaduk dengan air dengan perbandingan sesuai petunjuk pabrik.

f) Setelah adonan homogen, adonan dimasukkan kedalam sendok cetak g) Setelah itu, dilakukan pencetakan pada rahang atas subjek

h) Setelah diperoleh hasil cetakan alginat, hasil cetakan tersebut dibilas dibawah air mengalir selama 15 detik.

2. Prosedur mikrobiologi sebelum desinfektan

(59)

c) Setalah pembilasan hasil cetakan alginat selama 15 detik, hasil cetakan tersebut dimasukkan ke dalam beker gelas dan diisi dengan aquades sebanyak ±400ml

d) Beker gelas ditutup rapat dengan menggunakan aluminium foil dan diikat dengan benang supaya tidak terkontaminasi lagi. (Gambar 14)

Gambar 14. Hasil cetakan alginat di dalam beker gelas yang diisi dengan aquades

e) Setelah itu, beker gelas dimasukkan ke dalam inkubator dan diinkubasikan

selama 24 jam pada suhu 37⁰C.

(60)

Gambar 15. Transfer bakteri menggunakan stainless steel wire

h) Setelah itu, Nutrient broths di vortex selama 30 detik untuk melepaskan bakteri yang lengket pada stainless steel wires. ( Gambar 16)

Gambar 16. Nutrient broths di vortex

(61)

Gambar 17. 10 µl dari setiap nutrient broths Diinokulasikan ke dalam nutrient agar

j) Setelah itu, nutrient agar tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37⁰C.

k) Setelah 24 jam, nutrient agar dikeluarkan dari inkubator dan dilakukan penghitungan koloni bakteri dengan menggunakan alat colony counter.

3. Prosedur Desinfektan

a) Persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk desinfektan

b) Larutan desinfektan disediakan di dalam beker gelas masing-masing sebanyak ±400ml dan diberikan kode.

• Kelompok A : Larutan Sodium Hipoklorit 0.5%

• Kelompok B : Larutan Glutaraldehid 2%

c) Hasil cetakan alginat dimasukkan dan direndam ke dalam beker gelas masing-masing selama 10 menit.

(62)

4. Prosedur mikrobiologi setelah desinfeksi

a) Permukaan hasil cetakan alginat yang telah didesinfeksi di swab dengan menggunakan sterile needle wires dan ditransfer ke nutrient broths.

b) Nutrient broths di vortex selama 30 detik supaya dapat melepaskan bakteri yang lengket pada stainless steel wires.

c) Setelah divortex, 10 µl dari setiap nutrient broths diinokulasikan ke dalam nutrient agar dengan menggunakan mikropipet.

d) Lalu nutrient agar tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dan

diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37⁰C.

e) Setelah 24 jam, nutrient agar dikeluarkan dan dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri dengan menggunakan alat colony counter. (Gambar 18)

(63)

3.8 Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tabel data deskriptif, untuk melihat jumlah dan persentase koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dan sesudah dilakukan perendaman dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2%.

(64)

3.9 Kerangka Operasional

Populasi

Pasien edentulus sebagian

Pengambilan cetakan dari rahang pasien dengan menggunakan bahan cetak alginat

Sampel dibilas dibawah air mengalir selama 15 detik

Hasil cetakan alginat dimasukkan ke dalam beker gelas yang berisi aquades sebanyak ±400ml kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C

Hasil cetakan alginat di swab dengan sterile needle wires dan ditransfer ke nutrient broths, lalu nutrient broths di vortex selama 30 detik dan 10 µl dari setiap nutrient broths ditransfer ke nutrient agar dan nutrient agar diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C. Setelah 24 jam, dilakukan perhitungan koloni.

Perendaman hasil cetakan alginat selama 10 menit

Sodium Hipoklorit 0.5% (n=15)

Glutaraldehid 2% (n=15)

Setelah perendaman, hasil cetakan alginat di swab dengan sterile needle wires

ditransfer ke nutrient broths, lalu nutrient broths di vortex selama 30 detik dan 10 µl dari setiap nutrient broths ditransfer ke nutrient agar dan nutrient agar diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C. Setelah 24 jam, dilakukan perhitungan koloni.

Pengumpulan Data

Analisis Data

(65)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Cetakan Alginat Sebelum dan Sesudah Direndam Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Larutan Glutaraldehid 2% Selama 10 Menit

Pada tabel 7, terlihat nilai jumlah koloni bakteri paling sedikit pada cetakan alginat yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% (Kelompok A) adalah 107 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 30 x 102 CFU/mlsesudah perendaman, sedangkan nilai tertinggi adalah 253 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 177 x 102 CFU/ml sesudah perendaman. Besar nilai rerata jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 10 menit adalah 174 x 102 CFU/ml ± 46,48 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 98,6 x 102 CFU/ml ± 45,98 x 102 CFU/ml sesudah perendaman dan persentase jumlah koloni bakteri setelah perendaman dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% adalah sebanyak 43,33%. Jumlah koloni bakteri paling sedikit pada cetakan alginat yang

direndam dalam larutan glutaralaldehid 2% (Kelompok B) adalah 110 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 24 x 102 CFU/ml sesudah perendaman, sedangkan nilai tertinggi adalah 251 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 161 x 102 CFU/ml sesudah perendaman. Besar nilai rerata jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat yang direndam dalam larutan glutaraldehid 2% adalah 175 x 102 CFU/ml ± 38,18 x 102 CFU/ml sebelum perendaman dan 93,2 x 102 CFU/ml ± 38,73 x 102 CFU/ml sesudah perendaman dan persentase jumlah koloni bakteri setelah perendaman dalam larutan glutaraldehid 2% adalah sebanyak 46,74%.

(66)
(67)

4.2 Perbedaan Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Selama 10 Menit Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Bakteri

Perbedaan pengaruh perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan jumlah koloni bakteri dilakukan dengan uji t-independent. Dari tabel 8 terlihat bahwa nilai rata-rata perbedaan jumlah koloni bakteri antara kelompok yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% adalah sebesar 75,46 x102 CFU/ml ± 1,50 x 102 CFU/ml dan pada kelompok yang direndam dalam larutan gluatraldehid 2% adalah sebesar 81,46 x102 CFU/ml ± 23,99 x102 CFU/ml dan diperoleh hasil nilai p = 0,342. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perendaman cetakan alginat dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2% selama 10 menit terhadap penurunan jumlah koloni bakteri, meskipun nilai rerata jumlah koloni bakteri pada cetakan alginat yang direndam dalam larutan glutaraldehid 2% lebih besar dibanding dengan rerata jumlah koloni pada cetakan alginat yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5%. (Tabel 8)

(68)

Gambar 19. Grafik persentase penurunan jumlah koloni bakteri pada kelompok sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2%. (Rerata CFU/ml)

Dari hasil grafik diatas dapat dilihat penurunan koloni bakteri pada cetakan alginat yang direndam pada kelompok A ( sodium hipoklorit 0,5%) adalah sebanyak 43,33% dan penurunan koloni bakteri pada kelompok B ( glutaraldehid 2%) adalah sebanyak 46,74%. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan glutaraldehid 2%, kedua larutan tersebut mempunyai efektifitas yang hampir sama namun larutan glutaraldehid 2% telah menunjukkan penurunan koloni bakteri yang lebih besar dibanding larutan sodium hipoklorit 0,5%.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000

Sodium Hipoklorit 0,5%

Glutaraldehid 2%

17400 17500

9860 9320

Sebelum

(69)

BAB 5

PEMBAHASAN

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental laboratoris, yaitu suatu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mempelajari dan mengungkapkan suatu gejala ataupun pengaruh yang timbul sebagai akibat adanya perlakuan tertentu. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis pre test and post test control group design. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara memberikan eksperimen kepada satu atau beberapa kelompok perlakuan, kemudian dilakukan perbandingan hasil antara kelompok-kelompok tersebut yang telah diberikan perlakuan.

5.1 Jumlah Koloni Bakteri pada Cetakan Alginat Sebelum dan Sesudah Direndam Dalam Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Glutaraldehid 2% Selama 10 Menit

Jumlah koloni bakteri dari kelompok A dan B didapatkan dengan cara melakukan penghitungan koloni bakteri pada cetakan alginat sebelum dilakukan

Gambar

Gambar
Gambar 2. Cara penularan infeksi melalui
Gambar 3. Cara penularan infeksi melalui inhalasi aerosol atau droplet yang
Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Metode Penyemprotan dan Perendaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sodium hipoklorit termasuk golongan halogen. Sodium hipoklorit merupakan bahan germisidal yang kuat dan dapat membunuh sebagaian besar bakteri. Sodium hipoklorit