• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reformulasi Dana Alokasi Khusus Untuk Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reformulasi Dana Alokasi Khusus Untuk Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

REFORMULASI DANA ALOKASI KHUSUS UNTUK

PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BIDANG KESEHATAN

NIA NIRMALA SARI AMBARITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Reformulasi Dana

Alokasi Khusus untuk Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

ABSTRAK

NIA NIRMALA SARI AMBARITA. Reformulasi Dana Alokasi Khusus untuk

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Dibimbing oleh

BAMBANG JUANDA.

Implementasi DAK saat ini belum dapat mencapai tujuan yang diamanatkan

yaitu untuk mendukung pencapaian prioritas nasional di daerah. Namun dalam

perkembangannya DAK kehilangan sifat kekhususannya. DAK saat ini juga

hanya dapat digunakan untuk pembangunan yang bersifat fisik. Oleh karena itu,

dalam draft ke XX revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah berencana

melakukan reorientasi tujuan penggunaan DAK yang salah satunya untuk

mendanai pencapaian SPM pada pelayanan dasar, salah satunya bidang kesehatan.

Metode dalam penelitian ini adalah reformulasi DAK untuk pencapaian SPM

(DAK-SPM) pada bidang kesehatan dengan enam indikator terpilih proses

output-outcome

. Hasil penelitian menunjukan bahwa reformulasi DAK-SPM memliki

hubungan linear lebih kuat terhadap PDRB riil, PDRB per kapita dan IPM

dibandingkan dengan DAK

Existing

, hal ini mengindikasikan bahwa DAK-SPM

lebih mampu membantu peningkatan pertumbuhan daerah sehingga terjadi

pemerataan pembangunan antar daerah.

Kata Kunci : Dana Alokasi Khusus, Standar Pelayanan Minimal, reformulasi,

kesehatan, korelasi

ABSTRACT

NIA NIRMALA SARI AMBARITA. Reformulation of Specific Grant for

Minimum Service Standard Achievement in Health Sector. Supervised by

BAMBANG JUANDA.

Implementation of specific grant in Indonesia can not achieve

it’s aim

which

are to support achievement of national priorities in regions. In its development,

the specific grant losses the characteristic of specifical. Recently, specific grant

can only be used for physical development. Therefore, in the draft revision of Law

of the Republic Indonesia number 33 of 2004, government will reorient the use of

specific grant. One of the use of specific grant is to fund the Minimum Service

Standard achievement on basic services, particularity in health sector. The method

in this research is reformulation of specific grant for Minimum Service Standard

achievement (DAK-SPM) in health sector using six selected indicators of

output-outcome process. Result of the research shows that reformulation DAK-SPM

possess stronger linear relationships to GDP real, GDP per capita, and Human

Development Indeks compared with DAK Existing. It indicates that DAK-SPM is

more capable to increase the regions growth and in turn to support distribution

among regions.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

REFORMULASI DANA ALOKASI KHUSUS UNTUK

PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BIDANG KESEHATAN

NIA NIRMALA SARI AMBARITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah

dana alokasi khusus, dengan judul Reformulasi Dana Alokasi Khusus untuk

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1)

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku pembimbing, yang telah

memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini.

2)

Dr. Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr.

Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan

saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.

3)

Orangtua serta kakak dan abang penulis atas doa dan kasih sayangnya.

4)

Teman satu bimbingan M. Sauqi, Ina Marlina dan Ratih Ayu untuk saran,

kritik dan bimbingan.

5)

Rai, Flora, Sabrina, Novrika, Bang Glory, Wiwi, Ira dan GSM HKBP untuk

dukungan dan perhatian yang selalu diberikan.

6)

Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Otonomi Daerah

3

Desentralisasi Fiskal

4

Dana Alokasi Khusus

4

Standar Pelayanan Minimal

5

DAK-SPM

5

Indikator SPN Bidang Kesehatan

6

Penelitian Terdahulu

7

Kerangka Pemikiran

7

METODE PENELITIAN

8

Jenis dan Sumber Data

8

Formula DAK

Existing

9

Formula DAK-SPM

12

Analisis Korelasi

14

Definisi Operasional Data

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Perbandingan Alokasi DAK

Existing

dan DAK-SPM

15

Analisis Koefisien Korelasi

18

SIMPULAN DAN SARAN

21

(10)

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

74

DAFTAR TABEL

1

Data dan sumber data

9

2

Pagu dan alokasi minimal kab/kota bidang kesehatan tahun 2015

12

3

Target pencapaian proksi ISPN

13

4

Bobot ISPN

output-outcome

bidang kesehatan

14

5

Hasil pencapaian indikator SPN

15

6

Sepuluh daerah dengan ICP terbesar

16

7

Sepuluh daerah penerima DAK-SPM terbesar bidang kesehatan

17

8

Sepuluh daerah penerima DAK

Existing

terbesar bidang kesehatan

17

9

Hasil Analisis Koefisien Korelasi

18

10

Korelasi alokasi DAK-SPM dengan IKKD dan ICP

21

11

Korelasi DAK-SPM dengan bobot yang berbeda

21

DAFTAR GAMBAR

1

Realisasi pengeluaran negara untuk Dana Perimbangan tahun

1

2

Kerangka Pemikiran

8

3

Scatter Diagram

DAK

Existing

dengan DAK-SPM

18

4

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan PDRB riil

19

5

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan PDRB per

19

6

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan Tingkat

20

7

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan IPM

20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daerah penerima dan besaran alokasi DAK Existing

24

2 Penentuan kelayakan DAK-SPM

39

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak provinsi, kota dan

kabupaten dengan sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi. Desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah, daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengatur urusan

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah, sedangkan urusan

pemerintahan absolut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan

absolut meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan

fiskal nasional, dan agama.

Otonomi daerah bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunann

secara nasional. Untuk membangun suatu daerah tentu diperlukan dana karena itu

pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada daerah otonom yang

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Dana

perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),

dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH dan DAU ditujukan untuk mengatasi

kesenjangan fiskal daerah sedangkan DAK merupakan instrumen untuk

mempengaruhi pola belanja daerah sesuai prioritas nasional misalnya kesehatan,

pendidikan dan pekerjaan umum. Besaran dana perimbangan tiap tahunnya tidak

tetap, namun relatif mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Sumber: BPS, 2015 (data diolah).

Gambar 1 Realisasi pengeluaran negara untuk Dana Perimbangan tahun

2010-2014

DAK adalah salah satu pendapatan daerah yang digunakan untuk

membiayai kegiatan khusus bagi daerah tertentu sesuai prioritas nasional. DAK

juga merupakan bantuan khusus (

specific grant

) yang berbentuk

matching grants

dimana daerah harus menyiapkan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari

alokasi DAK. Daerah penerima dan jumlah alokasi yang diterima daerah

ditentukan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan

setiap tahunnya.

0 50 100 150 200 250 300 350

2010 2011 2012 2013 2014

T

riliun

rupia

h

Tahun

DBH

DAU

(12)

2

Implementasi DAK saat ini belum dapat mencapai tujuan yang diamanatkan

yaitu untuk mendukung pencapaian prioritas nasional di daerah. Formula

penentuan daerah layak dan besaran alokasi DAK dinilai belum efisien. Pada

penentuan daerah layak, kriteria penentuan bersifat substitutif. Hal ini membuat

semakin banyak daerah yang layak menerima DAK dan menghilangkan makna

kekhususan DAK. Selain itu, kriteria teknis dalam penentuan kelayakan bersifat

kaku karena diberlakukan sama untuk seluruh daerah di Indonesia. Dalam

penelitiannya, BAPENAS, GIZ dan PGSP menyatakan besar alokasi DAK tidak

berkontribusi secara signifikan terhadap beberapa indikator tujuan-tujuan

pembangunan dan pertumbuhan nasional. DAK yang berlaku saat ini juga hanya

dapat digunakan untuk pembangunan yang bersifat fisik.

Dalam draft ke XX revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah

berencana melakukan reorientasi tujuan penggunaan DAK yang salah satunya

untuk mendanai pencapaian SPM pada pelayanan dasar yaitu bidang pendidikan,

kesehatan, dan pekerjaan umum. Hal ini didasarkan pada aturan penyelenggaraan

urusan wajib pemerintah daerah berpedoman pada SPM. Pemerintah juga telah

menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2005 tentang pedoman

penyusunan dan implementasi SPM, namun hingga saat ini belum semua urusan

wajib pemerintah daerah memiliki data pencapaian SPM. Juanda et al (2014)

merekomendasikan penggunaan Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN)

sebagai proksi data pencapaian SPM. Metode analisis dengan ISPN memiliki tiga

pilihan indikator yaitu

input-process

,

output-outcome

, dan kombinasi kedua

indikator tersebut. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah indikator

output-outcome

karena lebih sederhana, valid dan reliabel, serta memberikan

fleksibilitas dalam menentukan indikator yang diprioritaskan untuk dicapai.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang

harus diwujudkan.

Perumusan Masalah

Formula penentuan daerah layak dan besaran alokasi menjadi sangat penting

dalam pengalokasian DAK agar dapat disalurkan secara tepat dan efisien. Formula

pengalokasian DAK saat ini atau selanjutnya akan disebut DAK

existing

menentukan daerah layak penerima DAK dengan tiga kriteria secara substitutif.

Formula tersebut membuat semakin banyak bidang dan daerah yang mendapatkan

DAK, sehingga DAK kehilangan makna kekhususannya. Melihat permasalahan

tersebut maka pemerintah berusaha mencari solusi melalui perbaikan kebijakan

fiskal, yaitu pengalokasian DAK untuk pencapaian SPM (DAK-SPM) pada tiga

bidang pelayanan dasar salah satunya bidang kesehatan.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1.

Bagaimana hasil perhitungan DAK

existing

dan DAK-SPM bidang

kesehatan?

(13)

3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1.

Menghitung dan menganalisis penentuan daerah penerima DAK dan besaran

alokasi yang akan diterima dengan menggunakan formula DAK

existing

dan

DAK-SPM untuk alokasi tahun 2015 bidang kesehatan.

2.

Membandingkan hasil kedua formula yang digunakan untuk melihat

hubungan dari kedua formula terhadap kondisi perekonomian dan

pembangunan daerah itu sendiri.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

Kementerian Keuangan atau pemerintah daerah dalam menetapkan

kebijakan terkait pengalokasian DAK pada bidang kesehatan.

2.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi pembaca dan menjadi

bahan rujukan untuk penelitian berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini ditujukan menganalisis dan menghitung besaran alokasi Dana

Alokasi Khusus dengan formula DAK

Existing

dan DAK-SPM pada bidang

Kesehatan tahun 2015 serta melihat korelasi DAK dengan PDRB riil, PDRB per

kapita, tingkat kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penelitian

ini mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Karena data pencapaian SPM

terbatas, Juanda et al (2014) merekomendasikan penggunaan Indikator Standar

Pelayanan Nasional (ISPN) sebagai proksi data pencapaian SPM. Penelitian ini

menggunakan ISPN dengan indikator

output-outcome

.

TINJAUAN PUSTAKA

Otonomi Daerah

(14)

4

1.

Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan

memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah

2.

Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan

masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana,

pembangunan sistem agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat,

pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan

sumber daya alam

3.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah sesuai dengan

potensi dan kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran pendidikan

yang memadai

4.

Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah berlandaskan prinsip

desentralisasi dan otonomi daerah.

Ada beberapa konsep otonomi daerah, yaitu desentralisasi administratif,

desentralisasi politik, desentralisasi ekonomi dan desentralisasi fiskal.

Desentralisasi Fiskal

Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang

memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan

lokal merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan

sentralisasi. Desentralisasi fiskal adalah salah satu pendukung pelaksanaan

otonomi daerah karena kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang harus

diperhitungkan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Indikator penting

keberhasilan kemampuan keuangan daerah tercermin dalam kemampuan suatu

daerah dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD) nya untuk membiayai

belanja rutin dan pembangunan di daerah tersebut. Desentralisasi fiskal memiliki

fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) mengurangi peran dan tanggung jawab

pemerintah pada semua tingkat, (2) memperhitungkan bantuan atau transfer antar

pemerintahan, (3) memperkuat sistem penerimaan daerah /lokal dan merumuskan

jasa-jasa lokal, (4) memprivatisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta (5)

menyediakan suatu jaringan pengaman bagi fungsi retribusi. Oleh karena itu

keberhasilan desentralisasi fiskal juga dapat dinilai dari sejauh mana fungsi-fungsi

tersebut dilaksanakan.

Dana Alokasi Khusus

(15)

5

melalui DAK biasanya memerlukan kontribusi dana dari daerah yang

bersangkutan atau semacam

matching grant

. Pengalokasian DAK tahun 2015 dan

tahun-tahun sebelumnya berdasarkan kepada tiga criteria penentuan yaitu kriteria

umum, kriteria khusus dan kriteria teknis.

Standar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu

pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

setiap warga secara minimal. Pedoman penyusunan dan penerapan SPM diatur

dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 828 tahun 2008, terdapat 18

indikator pencapaian SPM di bidang kesehatan yaitu :

1.

Cakupan kunjungan ibu hamil

2.

Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

3.

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

4.

Cakupan pelayanan nifas

5.

Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani

6.

Cakupan kunjungan bayi

7.

Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

8.

Cakupan pelayanan anak balita

9.

Cakupan pemberian makanan pendamping ASI 6-24bulan

10.

Cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan

11.

Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD setingkat

12.

Cakupan peserta KB aktif

13.

Cakupan penemuan penanganan penderita penyakit AFP, pneumonia

balita, pasien TB baru, penderita DBD ditangani, dan penderita diare

14.

Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin

15.

Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin

16.

Cakupan pelayanan gawat darurat level 1yang harus diberikan sarana

kesehatan di kabupaten/kota

17.

Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB

18.

Cakupan desa siaga aktif

DAK-SPM

(16)

6

Indikator SPN Bidang Kesehatan

Perhitungan dengan formula DAK-SPM menggunakan data pencapaian

SPM setiap daerah di Indonesia, namun sampai saat ini belum semua daerah

mendokumentasikan data pencapaian SPM. Oleh karena itu, Juanda

et. al

(2014)

menyarankan penggunaan proksi Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN)

karena penggunaan istilah pencapaian SPM sering diinterpretasikan salah,

seolah-olah ingin mencapai standar pelayanan yang minimum, padahal maksudnya

pelayanan yang diberikan minimal pada standar yang telah ditetapkan. Proksi

ISPN dipilih menggunakan metode

expert judgment

dengan kriteria :

1.

Bersumber dari IPM BPS,

Millenium Development Goals

(MDGs)

BAPPENAS, Pelayanan Publik Sistem Informasi Pembangunan Daerah

(SIPD) Kementerian Dalam Negeri, dan SPM Kementerian dan lembaga

terkait

2.

Keterwakilan indikator SPM

3.

Ketersediaan data

4.

Terdiri dari indikator

input process

,

output outcome

, atau gabungan

keduanya

Hasil

pemilihan

indikator

SPN

juga

didiskusikan

dengan

kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah. Berikut merupakan indikator

SPN yang terpilih :

Input-Process

1.

Rasio posyandu terhadap balita dalam 1000 penduduk

2.

Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24

bulan keluarga miskin

3.

Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih (dokter,

bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya)

4.

Cakupan kunjungan bayi

5.

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan

6.

Cakupan pelayanan Antenatal 1 kunjungan

7.

Cakupan pelayanan Antenatal 4 kunjungan

8.

Rasio puskesmas terhadap jumlah penduduk

9.

Rasio dokter (umum, gigi, spesialis lainnya) terhadap jumlah penduduk

10.

Rasio tenaga medis (umum+gigi) terhadap jumlah penduduk

11.

Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin

12.

Cakupan peserta KB aktif

13.

Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana

kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota

14.

Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin

15.

Rasio Rumah Sakit

16.

Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan

penyelidikan epidemiologi < 24 jam

(17)

7

Output-Outcome

1.

Angka harapan hidup

2.

Angka kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup

3.

Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup

4.

Angka balita gizi buruk

5.

Tingkat prevalensi TB per 100.000 penduduk

6.

Tingkat prevalensi HIV/AIDS

Pada penelitian ini, penulis menggunakan indikator

output-outcome

karena

indikator tersebut lebih sederhana, valid dan reliabel, serta memberikan

fleksibilitas dalam menentukan indikator yang diprioritaskan untuk dicapai.

Penelitian Terdahulu

Juanda,

et al

(2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Atas

Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) di Bidang Layanan Publik Dasar

yang Relevan dengan Pengalokasian DAK” merekomendasikan penggunaan

Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) sebagai proksi dari indikator SPM.

Perumusan indikator ISPN bertujuan untuk mendorong daerah agar mencapai

target SPM, karena itu lebih cocok jika menggunakan indikator output-outcome.

Pemilihan ISPN berdasarkan indikator output-outcome relatif sederhana, valid dan

reliabel serta memberikan fleksibilitas dalam melakukan intervensi indikator

mana yang diprioritaskan. Penyusunan ISPN juga dapat menjadi jalan keluar dari

kondisi keterbatasan data pencapaian SPM untuk pengalokasian DAK.

Wibowo,

et al

(2011) dengan analisis statistik yang menggunakan data

alokasi DAK 33 provinsi tahun 2003-2009, menyatakan mekanisme

pengalokasian DAK sekarang menghilangkan esensi dari makna “khusus”. Hasil

penelitian juga menunjukan bahwa pola dan besaran alokasi DAK yang telah

dilaksanakan selama bertahun-tahun tidak memberikan kontribusi yang signifikan

dalam pembangunan, selain itu daerah penerima juga kurang memiliki ruang

gerak untuk berkreasi sesuai kebutuhannya. Pemerintah perlu mengganti

pendekatan berbasis input dengan pencapain pendekatan output termasuk

indikator yang relevan dengan Standar Pencapaian Minimum (SPM), sehingga

pemerintah pusat dapat mengoptimalkan pencapaian prioritas nasional.

Kerangka Pemikiran

(18)

8

sehingga peneliti menggunakan indikator SPN sebagai proksi dari data SPM

(Juanda

et. al

. 2014)

.

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data

sekunder yaitu data

cross section

dari 505 kota/kabupaten di Indonesia. Beberapa

Daerah Otonom Baru (DOB) tidak memiliki data daerah, oleh karena itu

perhitungan menggunakan data daerah induk DOB tersebut. Data yang digunakan

didominasi oleh data tahun 2013 karena perhitungan alokasi DAK dilakukan pada

tahun 2014 dengan data yang tersedia lengkap yaitu data tahun 2013. Oleh karena

itu penelitian ini menggunakan data t

-2

(Kemenkeu). Alat analisis yang digunakan

adalah

Microsoft Excel

dan SPSS 20. Jenis dan sumber data secara lengkap

disajikan pada Tabel 1.

Otonomi Daerah

Desentralisasi Fiskal

Dana Perimbangan

DAK

DAU

DBH

DAK

Existing

:

1) Kriteria Umum

2) Kriteria Khusus

3) Kriteria Teknis

Kurang efisien dan

tidak berkontribusi

signifikan dalam

pembangunan

DAK - SPM :

- IKKD

- ICP

Pelayanan Dasar

Kesehatan

Pendidikan

Pekerjaan

Umum

(19)

9

Tabel 1 Data dan sumber data

Jenis Data

Tahun

Sumber

Penerimaan Asli Daerah (PAD)

2013

Kementerian Keuangan

Dana Alokasi Umum (DAU)

2013

Kementerian Keuangan

Dana Bagi Hasil (DBH)

2013

Kementerian Keuangan

Belanja PNS Daerah

2013

Kementerian Keuangan

DAK Existing

2015

Kementerian Keuangan

Pagu Bidang Kesehatan

2013

Kementerian Keuangan

Angka Kematian Bayi (AKB)

2013

Kementerian Kesehatan

Angka Kematian Ibu (AKI)

2013

Kementerian Kesehatan

Angka Balita Gizi Buruk (ABGB)

2013

Kementerian Kesehatan

Tingkat Prevalensi TB

2013

Kementerian Kesehatan

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS

2013

Kementerian Kesehatan

PDRB per kapita

2013

Badan Pusat Statistik

Tingkat Kemiskinan

2013

Badan Pusat Statistik

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

2013

Badan Pusat Statistik

Target Pencapaian Pelayanan bidang

Kesehatan

2013

Renstra bidang Kesehatan

Angka Harapan Hidup (AHH)

2013

Badan Pusat Statistik

Formula DAK

Existing

Berlandaskan pada UU No. 33 Tahun 2004 pasal 40, pengalokasian DAK

Existing

berdasarkan tiga kriteria kelayakan, yaitu kriteria umum, khusus, dan

teknis.

Kriteria Umum

Kriteria umum merupakan penentuan dengan melihat Kemampuan

Keuangan Daerah (KKD). Angka KKD diperoleh dari pengurangan Penerimaan

Umum Daerah (PUD) dengan Belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (BPNSD).

Penerimaan Umum daerah terdiri dari penjumlahan PAD, DAU, dan DBH setelah

dikurangi DBH Dana Reboisasi.

[

]

Selanjutnya untuk menentukan daerah berdasarkan kriteria umum, KKD

dihitung ke dalam bentuk indeks menjadi Indeks Fiskal Netto (IFN). IFN dihitung

dengan :

(20)

10

IFNi

= Indeks Fiskal Netto daerah ke-i

KKDi

= Kemampuan Keuangan Daerah ke-i

̅̅̅̅̅̅

= Rata-rata KKD Nasional

Daerah yang layak mendapat DAK pada kriteria umum adalah daerah yang

memiliki IFN kurang dari 1 (IFN < 1). Selanjutnya IFN dikatagorikan menjadi 4

katagori dengan rumus :

IFN Rendah Sekali

IFN

1

IFN Rendah

IFN Sedang

IFN Tinggi

Ket:

= Angka median antara 1 sampai dengan

= Angka median antara 1 sampai dengan IFN tertinggi

Daerah dengan IFN Tinggi tidak mendapatkan DAK dan tidak masuk ke

dalam perhitungan selanjutnya.

Kriteria Khusus

Pada kriteria khusus, penilaian berdasarkan otonomi khusus dan

karakteristik daerah. Daerah yang merupakan otonomi khusus seperti Papua dan

Papua Barat dinyatakan layak menerima DAK. Karakteristik daerah yang

diperhitungkan adalah Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan dan Daerah Pesisir

Kepulauan. Nilai masing-masing daerah dihitung dalam Indeks Karakteristik

Wilayah (IKW).

̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅

IKWi

= Indeks Karakteristik Wilayah daerah ke-i

IDTi

= Indeks Daerah Tertinggal daerah ke-i

IDPi

= Indeks Daerah Perbatasan daerah ke-i

IDPKi = Indeks Daerah Pesisir Kepulauan daerah ke-i

Untuk menentukan kelayakan daerah penerima DAK pada kriteria ini, IKW

dikompositkan dengan IFN

-1

menjadi Indeks Fiskal Wilayah (IFW). Daerah layak

menerima DAK jika nilai IFW > 1.

Kriteria Teknis

Kriteria ini melihat kondisi sarana dan prasarana suatu daerah, disusun dari

indikator teknis yang ditetapkan masing-masing kementerian atau lembaga terkait.

Penilaian pada kriteria ini berdasarkan indeks gabungan IFW dan Indeks Teknis

(IT) menjadi IFWT

-1

. Daerah yang layak mendapatkan DAK adalah daerah

dengan nilai IFWT

-1

> 1. Indeks Teknis merupakan perhitungan dari

indikator-indikator teknis dengan bobot tertentu. Bobot untuk bidang kesehatan adalah

sebagai berikut :

Sub Bidang Pelayanan Dasar

1)

Puskesmas Non Perawatan

bobot 20%

2)

Puskesmas Perawatan

bobot 20%

3)

Puskesmas Perawatan Mampu Poned

bobot 15%

4)

Rumah Dinas Dr/Drg

bobot 7,5%

(21)

11

6)

Instalansi Pengolahan Limbah (IPL)/ Instalansi

Pengolahan Air Limbah (IPAL)

bobot 10%

7)

Puskesmas Keliling

bobot 10%

8)

Kendaraan Khusus Promkes

bobot 5%

9)

Pusat data dan informasi Sistem Informasi Kesehatan

(SIK) Daerah

bobot 5%

Sub Bidang Pelayanan Rujukan

1)

Tempat Tidur Kelas III

bobot 20%

2)

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

bobot 15%

3)

Intensive Care Unit Rumah Sakit

bobot 20%

4)

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif

bobot 15%

5)

Pengolah Limbah Padat

bobot 5%

6)

Instalasi Pengolah Limbah (IPL)

bobot 5%

7)

Bank Darah Rumah Sakit

bobot 5%

8)

Unit Transfusi Darah Rumah Sakit

bobot 5%

9)

Alat Kalibrasi

bobot 5%

10)

Ambulan

bobot 5%

Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian

a)

Provinsi

1)

Indeks Pembangunan Baru/Rehabilitasi IFP

bobot 45%

2)

Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi

bobot 45%

3)

Indeks Usulan DAK

bobot 10%

b)

Kabupaten/Kota

1)

Indeks Alokasi Obat dan Perbekkes

bobot 70%

2)

Indeks Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi

bobot 20%

3)

Indeks Usulan DAK

bobot 10%

Penentuan Besaran Alokasi

Daerah yang dinyatakan layak berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus,

dan kriteria teknis berhak mendapatkan alokasi DAK. Untuk menghitung besaran

alokasi yang diterima daerah IFWT diformulasikan kembali menjadi IFWT

2

yaitu

indeks gabungan dari IFW dan IT.

IFWT

2

=

Setelah mendapatkan nilai IFWT

2

, maka IFWT

2

dikalikan dengan Indeks

Kemahalan Konstruksi (IKK) untuk mendapatkan Bobot Daerah (BD).

Perhitungan Alokasi DAK per Bidang (ADB) memperhitungkan besaran

pagu bidang dan juga alokasi minimal daerah tersebut. Pagu bidang dan alokasi

minimal bidang sudah ditentukan oleh kementerian teknis. Pagu dan alokasi

minimal bidang kesehatan dapat dilihat pada tabel 2.

(22)

12

Tabel 2 Pagu dan alokasi minimal kab/kota bidang kesehatan tahun 2015

No Sub Bidang

Pagu Bidang (Rp)

Alokasi Minimal (Rp)

1.

Pelayanan Dasar

1.603.519.000

800.000.000

2.

Pelayanan

Rujukan

856.422.000

745.000.000

3.

Kefarmasian

747.110.000

600.000.000

Sumber : DJPK 2015

Formula DAK-SPM

SPM Kesehatan untuk kabupaten/kota telah ditetapkan dalam Permenkes

No 741 Tahun 2008. Namun sampai saat ini pendokumentasian SPM di daerah

belum maksimal, oleh karena itu digunakan Indeks Standar Pelayanan Nasional

(ISPN) sebagai proksi indikator SPM. Indikator ISPN bidang kesehatan

menggunakan indikator

output-outcome

yang lebih sederhana, sehingga terpilih

enam indikator

output-outcome

ISPN bidang kesehatan yakni :

1.

Angka Harapan Hidup (AHH)

2.

Angka Kematian Bayi per 100.000 Kelahiran Hidup (AKB)

3.

Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup (AKB)

4.

Angka Balita Gizi Buruk (ABGB)

5.

Tingkat Prevalensi TB

6.

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS

Penentuan daerah layak dan besaran alokasi dengan DAK-SPM berdasarkan

kepada kemampuan keuangan daerah dan indeks pencapaian SPM. Daerah

dikatakan layak jika Indeks Kemampuan Keuangan Daerah berada dibawah

rata-rata nasional (IKKD < 1) dan Indeks Celah Pencapaian SPM dibawah target yang

ditetapkan (IP

SPM

< SPM).

IKKD dihitung menggunakan rumus :

Dimana,

[ ]

Indeks Celah Pencapaian SPM bidang ke i ditentukan dengan menggunakan

rumus :

ICP

SPM

=

ij

(SPM

ij

- IP

SPMij

)

Keterangan :

ICP

SPMi

= Indeks Celah Pencapaian SPM untuk bidang ke-i daerah.

W

ij

= Bobot untuk indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah

ditetapkan kementerian teknis.

SPM

ij

= Nilai indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah

ditetapkan oleh Kementerian Teknis.

IP

SPMij

= Indeks Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i

(23)

13

ICP

SPN

=

ij

(SPN

ij

- IP

SPNij

)

Sehubungan satuan SPN berbeda-beda maka perlu dibakukan sehingga

Indeks Pencapaian SPN (IP

SPNij)

dengan indikator yang nilai pencapaiannya ke

arah lebih besar

diperoleh dengan rumus :

IP

SPNij

=

Untuk indikator yang nilai pencapaian ISPNnya ke arah lebih kecil

diperoleh rumus :

IP

SPNij

=

dimana :

X(ij)

= Nilai indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i

X(ij) maks

= Nilai maksimum indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i

X(ij) min

= Nilai minimum indikator SPN ke-j untuk bidang ke-i

Jika suatu daerah pencapaian SPNnya lebih besar dari SPN yang ditetapkan

kementerian dan lembaga terkait berarti nilai IP

SPN

adalah 100 sehingga ICP

SPN

adalah nol.

Tabel 3 Target pencapaian proksi ISPN

No

Indikator

Target

1

Angka Harapan Hidup

72 Tahun

2

Angka Kematian Bayi per 100.000

Kelahiran Hidup

2400 kematian per 100.000

Kelahiran Hidup (2,4 %)

3

Angka Kematian Ibu per 100.000

Kelahiran Hidup

118 kematian per 100.000

Kelahiran Hidup (0,118 %)

4

Angka Balita Gizi Buruk (%)

15,5 %

5

Tingkat Prevalensi Tuberkulosis per

100.000 penduduk

224 kasus per 100.000

penduduk (0,224 %)

6

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS (%)

0,5 %

Sumber : Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 dan

Riskedas Kementerian Kesehatan 2013

Besaran alokasi yang diterima daerah juga ditentukan oleh besarnya indeks

kemampuan keuangan daerah dan indeks celah pencapaian perhitungannya

menggunakan rumus :

SPNij

=

x P_DAK

SPNi

I_DAK

SPNij

=

ɑ1

(IKKD)

-1

+

ɑ2

ICP

SPNi

dimana

ɑ1

dan

ɑ2

ditentukan serupa dengan formula lama sebesar

Keterangan :

I_

SPNij

= Indeks DAK-SPN bidang ke-i untuk daerah ke-j

P_DAK

SPNi

= Pagu DAK-SPN untuk bidang ke-i

ɑ1

= Bobot untuk IKKD

ɑ2

= Bobot untuk ICP

SPNi
(24)

14

DAK menghitung bobot untuk indikator dengan metode

Focus Discussion Group

(FGD), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4 Bobot ISPN

output-outcome

bidang kesehatan

No

Indikator

Bobot

Kota

Kabupaten

1

Angka Harapan Hidup

0.1777

0.1814

2

Angka Kematian Bayi per 100.000 Kelahiran

Hidup

0.1777

0.1814

3

Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran

Hidup

0.1745

0.1782

4

Angka Balita Gizi Buruk (%)

0.1698

0.175

5

Tingkat Prevalensi Tuberkulosis per 100.000

penduduk

0.151

0.1424

6

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS (%)

0.1493

0.1416

Sumber : Juanda

et. al

2014

Analisis Korelasi

Uji korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua

peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien

korelasi menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah

hubungannya (positif atau negatif). Koefisien korelasi

Pearson

dihitung

menggunakan SPSS 20. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1.

Korelasi positif kuat jika koefisien korelasi mendekati +1, dan korelasi negatif

kuat jika koefisien korelasi mendekati -1.

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi, disusun suatu hipotesis

sebagai berikut :

H

0

: ρ = 0

H

1

: ρ ≠ 0

Penelitian ini menggunakan taraf nyata (α) 1%. Jika probabilitas (

p-value

) <

α maka tolak H0

, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada korelasi

antara kedua variabel. Jika probabilitas (

p-value

) > α maka terima H0

, artinya

secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa ada korelasi antara kedua variabel.

Probabilitas ini dapat diinterpretasikan sebagai peluang atau risiko kesalahan

dalam menyimpulkan H

1

(Juanda 2009).

Definisi Operasional Data

Definisi data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Sistem

Rujukan dan Informasi (Sirusa) BPS. Berikut penjelasan definisi operasional data

yang digunakan :

Angka Harapan Hidup

(25)

15

Indikator ini merupakan alat analisis yang umumnya digunakan dalam

meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Ibu

Angka Balita Gizi Buruk

Tingkat Prevalensi TB

Tingkat Prevalensi HIV/AIDS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Alokasi DAK

Existing

dan DAK-SPM

Pencapaian SPM kesehatan di Indonesia belum merata di setiap daerah.

Dalam tabel 5, penulis menampilkan pencapaian indikator SPN dari kabupaten

dan kota di Indonesia. Keenam indikator tersebut adalah AHH, AKB, AKI,

ABGB, Prev. TB dan Prev.HIV. Target pencapaian indikator SPN ditentukan oleh

Kementerian Kesehatan RI.

Tabel 5 Hasil pencapaian indikator SPN

Indikator

AHH

AKB

AKI

ABGB

TB

HIV

Rata-rata

68.97

1.492

0.211

0.133

0.163

0.027

Jumlah daerah yang

telah mencapai target

SPM

30

40

212

1

45

5

Pencapaian Tertinggi

75.79

47.826

7.207

38.283

5.55

2.36

Pencapaian

Terendah

61.43

0

0

0

0

0

(26)

16

DAK-SPM ada 333 daerah. Terdapat 99 daerah yang awalnya mendapatkan DAK

Existing

namun pada DAK-SPM tidak mendapatkan DAK. Hal ini menunjukkan

bahwa beberapa daerah penerima DAK

Existing

sudah memiliki pencapaian pada

indikator-indikator Standar Pelayanan Nasional yang menjadi proksi Standar

Pelayanan Minimal. Berdasarkan formula DAK-SPM, daerah yang layak

berdasarkan Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKKD) sebanyak 356

kabupaten/kota, sedangkan berdasarkan Indeks Celah Pencapaian (ICP) SPN ada

476 kabupaten/kota. Daerah berhak menerima DAK jika layak secara kemampuan

keuangan daerah dan secara celah pencapaian. Pada perhitungan, daerah yang

tidak menerima DAK

Existing

dipastikan tidak juga mendapatkan DAK-SPM.

Pada DAK-SPM, daerah yang memiliki Indeks Celah Pencapaian lebih besar

dibandingkan dengan daerah lainnya belum tentu mendapatkan alokasi DAK

seperti terlihat pada Tabel 5. Dari sepuluh daerah dengan Indeks Celah

Pencapaian terbesar hanya lima daerah yang layak mendapatkan DAK. Hal ini

dikarenakan daerah tersebut memiliki Indeks Kemampuan Keuangan diatas

rata-rata nasional (IKKD>1).

Tabel 6 Sepuluh daerah dengan ICP terbesar

No

Daerah

ICP-SPN

IKKD

Dapat/

Tidak Dapat

DAK

1

Kab. Puncak

9.4884

1.3335

Tidak

2

Kab. Dogiyai

8.0012

0.7813

Dapat

3

Kab. Ponorogo

5.0361

0.8569

Dapat

4

Kab. Intan Jaya

4.2659

1.1566

Tidak

5

Kab. Gorontalo Utara

3.9060

0.4467

Dapat

6

Kab. Rokan Hilir

3.4372

3.3347

Tidak

7

Kab. Tanah Bumbu

3.0379

1.1365

Tidak

8

Kab. Pegunungan Bintang

2.9625

1.3983

Tidak

9

Kab. Simeulue

2.7961

0.5122

Dapat

10

Kab.

Kepulauan

Siau

Tagulandang Biaro

2.7048

0.4670

Dapat

(27)

17

Tabel 7 Sepuluh daerah penerima DAK-SPM terbesar bidang kesehatan

No.

Daerah

DAK SPM

(juta rupiah)

DAK

Existing

(juta rupiah)

1

Kab. Dogiyai

66.112,09

8.872.27

2

Kab. Ponorogo

41.938,56

6.818.77

3

Kab. Gorontalo Utara

33.730,48

4.322.82

4

Kab. Simeulue

24.461,44

8.996.27

5

Kab. Banggai Laut

24.402,70

9.519.01

6

Kab. Konawe Kepulauan

24.190,36

9.041.65

7

Kab. Kepulauan Siau Tagulandang

Biaro

23.890,91

10.385.79

8

Kab. Sumbawa

22.922,77

7.565.23

9

Kab. Dompu

22.814,76

6.567.35

10

Kab. Lombok Utara

22.755,27

6.277.71

Dari sepuluh daerah terbesar penerima DAK

Existing

, terlihat bahwa

delapan daerah terbesar penerima DAK

Existing

justru tidak mendapatkan

DAK-SPM, hanya Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Yalimo yang menerima DAK

Existing

dan juga DAK-SPM. Alokasi yang diterima Kabupaten Tolikara dan

Kabupaten Yalimo dengan formula DAK

Existing

lebih besar daripada alokasi

yang diterima berdasarkan formula DAK-SPM. Daerah yang menerima DAK

pada DAK

Existing

namun tidak menerima DAK-SPM dapat dikarenakan daerah

tersebut sudah memiliki pencapaian indikator SPN yang menjadi proksi SPM,

namun secara kewilayahan maupun secara teknis daerah tersebut masih berada

dibawah rata-rata nasional. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8 Sepuluh daerah penerima DAK

Existing

terbesar bidang kesehatan

No.

Daerah

DAK Existing

(juta rupiah)

DAK SPM

(juta rupiah)

1

Kab. Pegunungan Bintang

30.895,55

0

2

Kab. Puncak Jaya

27.934,92

0

3

Kab. Puncak

24.162,04

0

4

Kab. Mamberamo Tengah

23.366,19

0

5

Kab. Merauke

20.927,45

0

6

Kab. Tolikara

19.204,37

12.700,89

7

Kab. Intan Jaya

18.022,91

0

8

Kab. Mappi

17.344,32

0

9

Kab. Asmat

17.313,53

0

10

Kab. Yalimo

16.365,11

14.824,39

(28)

18

diatas garis persamaan menerima alokasi DAK-SPM lebih besar dibandingkan

dengan DAK

Existing

. Begitu sebaliknya, daerah yang berada dibawah garis

persamaan menerima alokasi DAK

Existing

lebih besar dibandingkan DAK-SPM.

Berdasarkan sumbu Y, daerah yang berada diatas garis persamaan memiliki

celah pencapaian SPM besar atau pencapaian SPM rendah sedangkan daerah yang

berada dibawah garis persamaan memiliki celah pencapaian kecil atau pencapain

SPM tinggi.

Gambar 3

Scatter Diagram

DAK

Existing

dengan DAK-SPM

Analisis Koefisien Korelasi

Penentuan suatu variabel memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya

menggunakan analisis korelasi. Tujuan dari analisis korelasi pada penelitian ini

adalah untuk melihat hubungan antara besaran alokasi DAK

Existing

dan

DAK-SPM dengan indikator-indikator pertumbuhan dan pembangunan nasional yakni

PDRB, PDRB per Kapita, Tingkat Kemiskinan, dan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Dari hasil korelasi secara keseluruhan, formula DAK-SPM lebih

baik dibandingkan DAK

Existing

. Berikut merupakan hasil perhitungan koefisien

korelasi :

Tabel 9 Hasil Analisis Koefisien Korelasi

No

Variabel

Koef.Korelasi

p-value

1

DAK

Existing

- PDRB riil

-0,202

0,000

2

DAK

Existing

- PDRB per Kapita

-0,033

0,491

3

DAK

Existing

- Tingkat Kemiskinan

0,557

0,000

4

DAK

Existing

- IPM

-0,610

0,000

5

DAK SPM - PDRB riil

-0,226

0,000

6

DAK SPM - PDRB per Kapita

-0,179

0,001

7

DAK SPM - Tingkat Kemiskinan

0,305

0,000

8

DAK SPM - IPM

-0,619

0,000

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan PDRB riil

Hasil dari analisis koefisien korelasi DAK

Existing

dengan PDRB riil

sebesar -0,202 sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan PDRB riil sebesar

-0,226. Hal ini mengindikasikan bahwa ada hubungan linear antara DAK

Existing

maupun DAK-SPM dengan PDRB riil. Namun karena koefisien mendekati nol

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

0.00 10000.00 20000.00 30000.00 40000.00 50000.00 60000.00 70000.00

DAK -S PM K e seh atan (J u ta ru p iah)

(29)

19

maka hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya kurang dari nol, maka

semakin rendah PDRB riil suatu daerah maka semakin tinggi pula DAK yang

diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua korelasi memiliki

p-value

< 0,001 maka

dapat disimpulkan bahwa ada korelasi diantara peubah tersebut. Dari hasil ini

disimpulkan bahwa DAK-SPM memiliki hubungan linear lebih kuat terhadap

PDRB riil dibandingkan dengan DAK

Existing.

Gambar 4

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan PDRB riil

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan PDRB per Kapita

Koefisien korelasi DAK

Existing

dengan PDRB per kapita sebesar -0,033

sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan PDRB per kapita sebesar -0,179.

Nilai ini menunjukan bahwa ada hubungan linear antara DAK

Existing

maupun

DAK-SPM dengan PDRB per kapita. Namun karena koefisien mendekati nol

maka hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya negatif, maka semakin

rendah PDRB per kapita suatu daerah maka semakin tinggi pula DAK yang

diperoleh, begitupun sebaliknya. Korelasi DAK-SPM terhadap PDRB per kapita

signifikan dengan

p-value

< 0,001 sedangkan korelasi DAK

Existing

terhadap

PDRB per kapita memiliki

p-value

> 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa

korelasi DAK-SPM terhadap PDRB per kapita dapat dibuktikan secara statistik,

namun korelasi DAK

Existing

terhadap PDRB per kapita belum dapat dibuktikan

secara statistik. Dari hasil ini disimpulkan bahwa DAK

Existing

memiliki

hubungan linear lebih kuat terhadap PDRB per kapita dibandingkan dengan

DAK-SPM

Gambar 5

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan PDRB per

Kapita

-10000 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

(10000) 10000 30000 50000 70000

P DR B r ii l 2 0 1 3 ( M il iar R p )

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

-20000 -10000 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000

-10000 10000 30000 50000 70000

P D R B 2013 (M il iar R p)

DAK - SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 500000

0 15000 30000 45000 60000 75000

P D R B pe r K api ta 2013 (R ibu R p)

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

-50000 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 500000

0 15000 30000 45000 60000 75000

P D R B pe r K api ta 2013 (R ibu R p)

(30)

20

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan Tingkat Kemiskinan

[image:30.595.84.482.88.785.2]

Hasil analisis koefisien korelasi DAK

Existing

dengan tingkat kemiskinan

sebesar 0,557 sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan tingkat kemiskinan

sebesar 0,305. Terdapat hubungan linear antara DAK

Existing

maupun

DAK-SPM dengan tingkat kemiskinan, namun karena koefisien mendekati nol maka

hubungan tersebut lemah. Nilai koefisien korelasinya lebih besar dari nol, maka

semakin rendah tingkat kemiskinan suatu daerah maka semakin rendah pula DAK

yang diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua korelasi memiliki

p-value

< 0,005

maka secara statistik dapat dibuktikan bahwa ada korelasi diantara peubah

tersebut. Dari hasil ini disimpulkan bahwa DAK

Existing

memiliki hubungan

linear lebih kuat terhadap tingkat kemiskinan dibandingkan dengan DAK-SPM

.

Gambar 6

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan Tingkat

Kemiskinan

Analisis Koefisien Korelasi DAK dengan IPM

DAK

Existing

memiliki koefisien korelasi dengan IPM sebesar -0,610

sedangkan koefisien korelasi DAK-SPM dengan IPM sebesar -0,619. Hal ini

mengindikasikan bahwa ada hubungan linear antara DAK dengan IPM. Besar

koefisien mendekati satu maka dapat dinyatakan bahwa hubungan linear bersifat

kuat. Nilai koefisien korelasinya kurang dari nol, maka semakin rendah IPM suatu

daerah maka semakin tinggi DAK yang diperoleh, begitupun sebaliknya. Kedua

korelasi memiliki

p-value

< 0,005 maka secara statistik dapat dibuktikan bahwa

ada korelasi diantara peubah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa DAK-SPM

memiliki hubungan linear lebih kuat terhadap IPM dibandingkan DAK

Existing

.

Gambar 7

Scatter Diagram

DAK

Existing

dan DAK-SPM dengan IPM

0 10 20 30 40 50 60

(10000) 10000 30000 50000 70000

Tk .K e m is ki nan 2013 (% )

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

0 10 20 30 40 50 60

-10000 10000 30000 50000 70000

Tk .K e m is ki nan 2013 (% )

DAK-SPM Kesehatan 2015 (Juta Rp)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

(10000) 10000 30000 50000 70000

IP

M

2013

(%

)

DAK Existing Kesehatan 2015 (Juta Rp)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

-10000 10000 30000 50000 70000

IP

M

2013

(%

)

[image:30.595.101.467.581.730.2]
(31)

21

[image:31.595.162.464.171.215.2]

Pada pembahasan korelasi antara DAK dengan indikator ukuran

perekonomian dan pembangunan daerah, DAK-SPM memiliki korelasi lebih kuat

terhadap PDRB riil, PDRB per kapita dan IPM. Selain itu DAK-SPM juga

memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap IKKD dan ICP, dengan koefisien

korelasi mendekati 1 dan signifikan pada taraf nyata 1%.

Tabel 10 Korelasi alokasi DAK-SPM dengan IKKD dan ICP

Indikator

Koefisien Korelasi

p-value

IKKD

0.721

0.000

ICP

0.763

0.000

Perhitungan besaran alokasi DAK-SPM diatas menggunakan proporsi 10%

IKKD

-1

dan 90% ICP. Besar proporsi tersebut sesuai dengan formula alokasi

DAK yang berlaku saat ini. Penulis membandingkan jika proporsi IKKD

-1

lebih

besar, hal tersebut dengan tujuan daerah yang kemampuan fiskal rendah akan

mendapatkan alokasi yang lebih besar.

Tabel 11 Korelasi DAK-SPM dengan bobot yang berbeda

Indikator

DAK

Existing

DAK-SPM

10 : 90

20 : 80

30 : 70

40 : 60

50 : 50

PDRB riil

-0.202

-0.226

-0.256

-0.288

-0.316

-0.338

PDRB Per

Kapita

-0.033*

-0.179

-0.188

-0.195

-0.198

-0.196

Kemiskinan

0.557

0.305

0.302

0.292

0.275

0.247

IPM

-0.610

-0.619

-0.614

-0.596

-0.561

-0.507

Keterangan : Tidak signifikan pada taraf nyata 1%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan perhitungan formula DAK-SPM pada bidang kesehatan jumlah

daerah yang layak untuk menerima DAK berkurang dari daerah yang layak

dengan formula DAK

Existing

. Daerah yang tidak mendapatkan DAK

Existing

dipastikan tidak mendapatkan DAK-SPM, hal ini dikarenakan terdapat persamaan

kriteria kelayakan pada kedua formula yaitu berdasarkan Indeks Kemampuan

Keuangan Daerah. Hasil perhitungan besaran alokasi yang diterima bervariasi

sesuai kebutuhan daerah untuk mendorong pencapaian SPM pada bidang

kesehatan. DAK-SPM dapat digunakan untuk pembangunan yang bersifat

non-fisik.

[image:31.595.111.517.311.462.2]
(32)

22

disimpulkan bahwa DAK-SPM memiliki hubungan lebih kuat terhadap PDRB riil,

PDRB per kapita dan IPM dibandingkan dengan DAK

Existing

, hal ini

menunjukan DAK-SPM lebih mampu menciptakan pemerataan pertumbuhan

antar daerah. Indikator PDRB riil, PDRB per kapita dan IPM merupakan indikator

yang mampu menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan

penduduk.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah penulis paparkan, berikut beberapa

saran yang dapat disampaikan :

1.

Formula

DAK-SPM

lebih

menggambarkan

pemerataan

karena

menggunakan indeks celah pencapaian. Oleh karena itu penulis

menyarankan penggunaan formula DAK-SPM untuk pengalokasian DAK

bidang Kesehatan.

2.

Penelitian ini menggunakan indikator

output-outcome

, untuk penelitian

lanjutan penulis menyarankan penggunaan indikator

input-process

.

3.

Daerah perlu melengkapi data-data pencapaian SPM di seluruh daerah agar

mempermudah dalam perhitungan pengalokasian DAK-SPM sehingga

alokasi DAK dapat sesuai dengan kebutuhan daerah.

DAFTAR PUSTAKA

[BAPPENAS] Badan Perencana Pembangunan Nasional. 2011.

Analisis

Perspektif Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK)

Whitepaper

. Jakarta(ID): BAPPENAS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.

Data dan Informasi Kemiskinan

Kabupaten/Kota 2013

. Jakarta(ID): BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.

Indeks Pembangunan Manusia 2013

.

Jakarta(ID) : BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.

Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten/Kota 2009-2013

. Jakarta(ID): BPS

[DJPK] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.

2014.

Modul Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2015

.

Jakarta(ID): Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian

Keuangan RI

[DJPK] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.

2013.

Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk

Pembiayaan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

. Jakarta(ID): Direktorat

Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

Riset Kesehatan

Dasar

. Jakarta(ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan 2010-2014

. Jakarta(ID): Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia

(33)

23

Haris, Syamsuddin. 2005.

Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi,

Demokratisasi dan Akuntanbilitas Pemerintahan Daerah

. Jakarta(ID): LIPI

Pr.

Juanda, Bambang. 2009.

Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan

. Bogor(ID):

IPB Pr.

Juanda, Bambang.

Reformulasi Instrumen DAK untuk Pertumbuhan dan

Pemerataan Ekonomi Daerah di Indonesia

.

Juanda B, Paddu AH, Robiani B, Kaiwai HZ. 2014.

Kajian Atas Indikator

Standar Pelayanan Nasional di Bidang Layanan Publik Dasar yang Relevan

dengan Pengalokasian DAK

. Jakarta(ID): TADF, Kemenkeu.

Rahayu, Ani Sri. 2010.

Pengantar Kebijakan Fiskal

. Jakarta(ID): PT. Bumi

Aksara.

Republik Indonesia.

Rencana Revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 daraf

ke-XX.

Republik Indonesia. 2004.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia. 2004.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Republik Indonesia. 2014.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

.

Republik Indonesia. 2005.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55

Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Republik Indonesia. 2005.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65

Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal.

Wibowo K, Dendi A, Zulhanif. 2011.Is a Specific Grant Really “Specific” ? :

Case of Indonesian Provinces 2003-2010.Center for Economics and

Development Studies. 201109.

(34)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penentuan daerah penerima dan besaran alokasi DAK Existing

No Daerah

Kelayakan Alokasi DAK (Juta Rp)

Pel. Dasar Pel. Rujukan Kefarmasian Pel. Dasar Pel. Rujukan Kefarmasian

1 Kab. Aceh Barat Layak Layak Layak 3547.45 2553.30 1538.78

2 Kab. Aceh Besar Layak Layak Layak 2827.27 1427.08 1113.20

3 Kab. Aceh Selatan Layak Layak Layak 4241.67 2715.22 1243.45

4 Kab. Aceh Singkil Layak Layak Layak 3633.90 2545.74 1341.91

5 Kab. Aceh Tengah Layak Layak Layak 2891.20 1510.44 1520.14

6 Kab. Aceh Tenggara Layak Layak Layak 2173.72 2316.36 1439.76

7 Kab. Aceh Timur Layak Layak Layak 4395.33 4310.67 2184.88

8 Kab. Aceh Utara Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

9 Kab. Bireuen Layak Layak Layak 3289.86 1594.18 2221.57

10 Kab. Pidie Layak Layak Layak 3842.10 3060.52 1570.64

11 Kab. Simeulue Layak Layak Layak 4244.42 3170.76 1581.09

12 Kota Banda Aceh Layak Layak Layak 2701.85 1570.01 1011.43

13 Kota Sabang Layak Layak Layak 3434.73 2169.03 1251.98

14 Kota Langsa Layak Layak Layak 2901.03 1880.72 843.41

15 Kota Lhokseumawe Layak Tidak Layak Layak 2852.00 - 1328.03

16 Kab. Nagan Raya Layak Layak Layak 4415.72 3191.05 1704.75

17 Kab. Aceh Jaya Layak Layak Layak 2896.46 1906.43 1170.97

18 Kab. Aceh Barat Daya Layak Layak Layak 4101.29 2594.74 1392.98

19 Kab. Gayo Lues Layak Layak Layak 2890.26 1917.92 1191.11

20 Kab. Aceh Tamiang Layak Layak Layak 3466.78 1975.03 1422.18

21 Kab. Bener Meriah Layak Layak Layak 3061.68 1656.06 1498.50

22 Kab. Pidie Jaya Layak Layak Layak 3323.65 1983.96 1346.90

23 Kota Subulussalam Layak Layak Layak 2218.84 1975.46 989.45

24 Kab. Asahan Layak Layak Layak 4285.46 1942.54 1491.35

(35)

25

26 Kab. Deli Serdang Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

27 Kab. Karo Layak Layak Layak 3024.09 2238.12 1468.39

28 Kab. LabuhanBatu Layak Layak Layak 2281.06 2139.40 905.47

29 Kab. Langkat Layak Tidak Layak Tidak Layak 4537.62 - -

30 Kab. Mandailing Natal Layak Layak Layak 3723.27 2515.08 1205.68

31 Kab. Nias Layak Layak Layak 2074.89 2658.66 1308.14

32 Kab. Simalungun Layak Layak Layak 3262.79 3325.02 1319.77

33 Kab. Tapanuli Selatan Layak Layak Layak 2774.09 2439.95 942.09

34 Kab. Tapanuli Tengah Layak Layak Layak 3490.44 1845.79 1509.81

35 Kab. Tapanuli Utara Layak Layak Layak 2686.88 2194.90 1359.35

36 Kab. Toba Samosir Layak Tidak Layak Layak 2352.50 - 1103.14

37 Kota Binjai Layak Layak Layak 2429.96 1588.28 845.63

38 Kota Medan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

39 Kota PematangSiantar Layak Layak Layak 2950.27 1926.19 1090.06

40 Kota Sibolga Layak Layak Layak 2583.84 2055.53 984.91

41 Kota TanjungBalai Layak Layak Layak 1345.32 1380.64 972.78

42 Kota Tebing Tinggi Layak Layak Layak 2622.83 2257.28 951.61

43 Kota PadangSidempuan Layak Layak Layak 2814.05 2800.25 914.69

44 Kab. Pakpak Bharat Layak Layak Layak 3323.05 1810.10 1011.00

45 Kab. Nias Selatan Layak Layak Layak 5460.51 2633.01 1879.75

46 Kab. Humbang Hasundutan Layak Layak Layak 2545.42 2730.46 836.63

47 Kab. Serdang Bedagai Layak Layak Layak 4035.92 2381.86 1967.15

48 Kab. Samosir Layak Layak Layak 3620.84 2155.58 1102.31

49 Kab. BatuBara Layak Layak Layak 3963.58 1710.43 1184.40

50 Kab. Padang Lawas Layak Layak Layak 3214.00 1521.70 1093.68

51 Kab. Padang Lawas Utara Layak Layak Layak 2506.72 2004.90 994.66

52 Kab. LabuhanBatu Selatan Layak Layak Layak 2778.07 1936.28 892.98

53 Kab. LabuhanBatu Utara Layak Layak Layak 3862.14 1610.34 1317.82

54 Kab. Nias Barat Layak Tidak Layak Layak 3811.36 - 1173.33

55 Kab. Nias Utara Layak Tidak Layak Layak 4741.93 - 1811.30

56 Kota GunungSitoli Layak Tidak Layak Layak 2534.94 - 923.25

(36)

26

58 Kab. Agam Layak Layak Layak 4008.09 2578.78 1119.65

59 Kab. Kepulauan Mentawai Layak Layak Layak 4874.89 2632.05 2790.52

60 Kab. Padang Pariaman Layak Layak Layak 3091.68 1847.79 1590.65

61 Kab. Pasaman Layak Layak Layak 3319.70 2014.38 1704.26

62 Kab. Pesisir Selatan Layak Layak Layak 3759.52 2064.96 1594.69

63 Kab. Sijunjung Layak Layak Layak 3194.40 2308.06 1218.39

64 Kab. Solok Layak Layak Layak 2898.75 1768.45 1544.14

65 Kab. Tanah Datar Layak Layak Layak 3524.52 1905.83 886.89

66 Kota BukitTinggi Layak Tidak Layak Layak 2335.93 - 818.58

67 Kota Padang Panjang Tidak Layak Layak Layak - 1233.84 1074.97

68 Kota Padang Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

69 Kota Payakumbuh Layak Layak Layak 2137.65 2245.41 914.01

70 Kota Sawahlunto Layak Layak Layak 2777.00 2364.48 806.27

71 Kota Solok Layak Tidak Layak Layak 3106.11 - 1149.19

72 Kota Pariaman Layak Tidak Layak Layak 2954.12 - 1081.54

73 Kab. Pasaman Barat Layak Layak Layak 3723.37 1773.20 1333.03

74 Kab. Dharmasraya Layak Layak Layak 3618.50 1925.53 1144.58

75 Kab. Solok Selatan Layak Layak Layak 3012.27 2278.41 1472.44

76 Kab. Bengkalis Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

77 Kab. Indragiri Hilir Layak Layak Layak 3974.65 3302.78 1644.03

78 Kab. Indragiri Hulu Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

79 Kab. Kampar Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

80 Kab. Kuantan Singingi Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

81 Kab. Pelalawan Layak Layak Layak 3833.74 2617.49 1201.23

82 Kab. Rokan Hilir Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

83 Kab. Rokan Hulu Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

84 Kab. Siak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

85 Kota Dumai Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak - - -

86 Kota Pekanbaru Tidak Layak Tidak Layak

Gambar

Gambar 2  Kerangka Pemikiran
Tabel 1  Data dan sumber data
Tabel 4  Bobot ISPN output-outcome bidang kesehatan
Tabel 5  Hasil pencapaian indikator SPN
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan moderasi Belanja Daerah, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah belanja modal, Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) , Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli daerah (PAD), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA),

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis tentang pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) terhadap

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kota Langsa Untuk menganalisis PAD, dana alokasi umum dan dana alokasi

Penelitian ini menggunakan 3 variabel independen untuk menguji pengaruh terhadap belanja modal yaitu Dana Alokasi Umum DAU, Dana Alokasi Khusus DAK dan Pendapatan Asli Daerah PAD..