• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN KONSOLIDASI LAHAN SAWAH DI

BALAI BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG,

JAWA BARAT

DHANU PRAKOSO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

ABSTRAK

DHANU PRAKOSO. Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat. Di bawah bimbingan BUDI INDRA SETIAWAN.

BB Padi sebagai salah satu balai penelitian masih menggunakan sistem konvensional dalam pengaturan tata letak lahan sawah. Tujuan penelitian ini adalah melakukan rancangan konsolidasi lahan berdasarkan hasil pemetaan topografi dan jaringan drainase alami yang terbentuk. Analisis dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.1. Berdasarkan keseragaman elevasi hasil pemetaan yang dilakukan wilayah BB Padi terbagi menjadi 3 zona. Kemudian dilakukan proses perataan lahan. Sistem tata letak petakan sawah pada rancangan ini adalah petak terpisah (each plot) dengan ukuran umum petak kuarter sebesar 0.3 ha berbentuk persegi. Jumlah petakan sebelum di konsolidasi sebanyak 3398 petak, sedangkan setelah di konsolidasi menjadi 1201 petak . Desain jalan usaha tani dibuat dalam 3 kategori yaitu jalan utama, jalan cabang, dan jalan kecil, dengan lebar masing-masing jalan sebesar 7 m, 4 m, dan 60 cm. Sistem irigasi yang digunakan berupa perpipaan bawah tanah dengan outlet berupa katup alfalfa. Saluran drainase utama dibuat di bagian depan dan belakang BB Padi. Hasil pengujian daya dukung tanah menunjukkan bahwa daya dukung tanah sawah BB Padi masih tergolong rendah untuk proses pemanenan dengan mesin pertanian.

Kata kunci : jaringan drainase, jaringan irigasi, konsolidasi lahan, padi

ABSTRACT

DHANU PRAKOSO. Design of Paddy Field Land Consolidation in Indonesian Center for Rice Research Subang, West Java. Advised by BUDI INDRA SETIAWAN.

BB Padi as one study hall are still using conventional systems in the settings of the layout of the paddy fields. The purpose of this research is to do the draft land consolidation based on the results of the mapping topography and natural drainage network is formed. The analysis is done using the software ArcGIS 10.1. Based on the uniformity of elevation mapping results done BB Padi areas are divided into 3 zones. Land leveling process done. System layout map of rice fields on this draft is separate compartments (each plot) and the General size of the swath of quarter of 0.3 ha square-shaped. The number of mapped before it was consolidated as much as 3396 swaths, while after consolidation into a swath of 1201. The design of the way farmer was made in 3 categories i.e. the main road, the road branches, and small streets, with the width of each way of 7 m, 4 m, and 60 cm. Irrigation systems used in the form of underground piping with outlet valve be alfalfa. The main drainage channels made in the front and rear W rice. The test results show that land support power power support ground rice W Rice still belongs to the process of harvesting by farm machinery.

(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

RANCANGAN KONSOLIDASI LAHAN SAWAH DI BALAI

BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG, JAWA

BARAT

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat

Nama : Dhanu Prakoso NIM : F44110024

Disetujui oleh

Tanggal Lulus :

(8)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ini, terutama kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan serta bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

2. Ir. Sudibyo T. W. Utomo, MS. selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan informasi-informasi dan masukan dalam penyusunan karya ilmiah. 3. Kedua orang tua tercinta (Bapak Nariyanto dan Ibu Lina Herlina), atas segenap dukungan yang telah diberikan kepada penulisan selama ini, baik dalam bentuk moril maupun material.

4. Kirana Ayu Pratiwi Sidik, atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Teman-teman sebimbingan (Achmad Fachrie Afifie, Fikri Surya Andika, Ahmad Sidik, Muhammad Ridwan, dan Mochammad Rizky Ramadhan) yang telah bersama-sama berjuang baik suka maupun duka selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan karya tulis ini.

6. Teman-teman Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2011 dan semua pihak terkait yang telah banyak memberi semangat, saran, maupun bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Peralatan dan Bahan 3

Metode Penelitian 4

Studi Pustaka 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Analisis Kondisi Topografi dan Aliran Drainase Alami Lokasi Penelitian 7

Kontur Hasil Perataan 9

Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah 10

Petak Sawah 10

Jalan Usaha Tani 11

Jaringan Irigasi dan Drainase 15

Evaluasi Daya Dukung Tanah 17

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi kondisi fisik jalan usaha tani 12

2 Data kendaraan dan mesin pertanian yang beroprasi 13 3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992) 19

DAFTAR GAMBAR

1 Daerah penelitian di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 3

2 Bagan alir penelitian 4

3 Peta topografi BB Padi 7

4 Pembagian zona lahan sawah BB Padi (a) zona 1 (b) zona 2 (c) zona 3 8

5 Peta aliran drainase alami BB Padi 8

6 Peta hasil perataan elevasi BB Padi 9

7 Tata letak petak terpisah yang digunakan 10

8 Grafik Pembagian Jumlah Petakan di Tiap Zona 11

9 Jalan usaha tani eksisting 12

10 Rancangan Jalan usaha tani 13

11 Rancangan jalan usaha tani utama 14

12 Rancangan jalan usaha tani cabang 14

13 Rancangan pematang 15

14 Skema jaringan irigasi hasil konsolidasi 16

15 Potongan mekanisme irigasi dan drainase petak sawah 16 16 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 1 BB Padi 17 17 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 2 BB Padi 18 18 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 3 BB Padi 18 19 Profil indeks kerucut dan kriteria daya dukung tanah terendah (Yamazaki,

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta kontur lahan sawah BB Padi 22

2 Peta kondisi eksisting petak sawah BB Padi 23

3 Peta konsolidasi lahan sawah BB Padi 24

4 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi 25

5 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 26 6 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 27 7 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 28 8 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 29 9 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 30 10 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 31 11 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan) 32

12 Denah jalan usaha tani utama 33

13 Potongan A-A jalan usaha tani utama 34

14 Denah jalan usaha tani cabang 35

15 Potongan A-A jalan usaha tani cabang 36

16 Jalan usaha tani kecil 37

17 Tata letak petak terpisah 38

18 Panjang saluran irigasi dan drainase tersier 39

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawah merupakan suatu tipe lahan pertanian dengan permukaan yang dibuat datar dan diairi untuk tempat menanam padi. Di Indonesia, sawah mempunyai peran yang sangat penting dalam penyediaan beras nasional karena sebagian besar produksi beras (sekitar 95%) dihasilkan dari sawah (BPS, 2014).

Sawah di Indonesia pada umumnya masih merupakan sawah tradisional. Sawah ini mempunyai karakteristik bentuk dan ukuran petak yang bervariasi dari satu petak dengan petak lainnya. Selain itu ukuran petak sawah juga relatif kecil dengan tata letak petak-ke-petak (plot-to-plot) dan daya dukung tanah yang relatif rendah. Sawah tradisional juga memiliki jaringan irigasi, drainase, dan jalan usaha tani yang terbatas, dengan kondisi tersebut menyebabkan produktivitas lahan, air, tenaga, alat, serta mesin pada sawah tradisional relatif rendah.

Di beberapa negara berkembang maupun di negara-negara yang telah maju seperti Taiwan, Amerika Latin, Jepang, Jerman, dan Belanda, telah diperkenalkan dan dikembangkan suatu metode pendekatan yang dikenal dengan istilah konsolidasi tanah atau land consolidation, atau disebut juga land assembly. Konsolidasi tanah konon berasal dari Kukaku Seiri, sebuah konsep penataan kembali atas kepemilikan tanah-tanah pertanian guna menunjang produksi pertanian (Nuniary, 2012).

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi merupakan badan penelitian yang berfokus pada pengembangan tanaman padi. Balai ini terus menghasilkan inovasi teknologi dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi yang unggul, bernilai tambah, dan kompetitif. Pengembangan produktivitas tanaman padi sangat tergantung pada penataan lahan, mulai dari bentuk dan ukuran petakan, saluran irigasi, drainase, hingga jalan usaha tani. Selain itu, peningkatan produktivitas tanaman padi juga dipengaruhi oleh daya dukung tanah sawahnya. Namun pada kenyataannya di lapangan, Balai besar ini masih mengalami masalah pada penataan infrastruktur baik sarana maupun prasarana. Beberapa infrastruktur masih mengalami kerusakan yang disebabkan karena kurangnya perawatan yang dilakukan misalnya saluran yang tidak dapat berfungsi atau rusaknya jalan usaha tani sebagai salah satu fasilitas penunjang bagi petani.

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka diperlukan desain penataan kembali lahan pertanian dengan penerapan konsolidasi lahan sehingga dapat mendukung peningkatan hasil panen dengan melihat pada keterbatasan penyediaan dan ekstensifikasi lahan yang ada. Tujuan dari konsolidasi lahan adalah untuk mencapai pemanfaatan lahan secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam penggunaan lahan.

Perumusan Masalah

(14)

2

Penelitian Tanaman Padi dapat lebih ditingkatkan dengan dilakukannya konsolidasi lahan guna mencapai pertanian modern. Hasil observasi menunjukkan masih terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh infrastruktur dari lahan pertanian di BB Padi seperti kerusakan saluran irigasi dan drainase, sistem penataan lahan yang kurang baik, masih kurangnya daya dukung tanah sawah maupun infrastruktur jalan usaha tani yang kurang mendukung dalam peningkatan produktivitas pertanian.

Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

1. Mengetahui kondisi eksisting lahan pertanian di BB Padi berupa informasi tatanan lahan pertanian, daya dukung tanah sawah, saluran irigasi dan drainase, jalan usaha tani, dan topografi.

2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di BB Padi.

3. Membantu pihak BB Padi dalam perancangan kembali lahan atau konsolidasi lahan berdasarkan hasil pembagian zona, kontur dan arah aliran drainase alami yang terbentuk.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak BB Padi dalam penataan kembali lahan dan perbaikan pada sarana dan prasarana pertanian sebagai inovasi menuju pertanian modern. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam pengembangan inovasi pertanian nasional menuju pertanian modern terutama pertanian padi sawah.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan merupakan pengamatan pada penataan lahan pertanian berupa kondisi eksisting lahan, saluran irigasi dan drainase, daya dukung tanah sawah serta jalan usaha tani yang terdapat di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Kemudian dilakukan analisis pada topografi dan pola aliran sehingga dapat dilakukan penataan kembali lahan (land consolidation) Rancangan konsolidasi lahan diuraikan secara umum tanpa adanya analisis atau perhitungan detail.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(15)

3 dimulai pada bulan Pebruari 2015 sampai pada bulan Juni 2015. Penelitian dilaksanakan di seluruh lahan sawah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Lokasi Penelitian tersebut terletak di antara garis Lintang 6°22’32” Selatan hingga 6°20’23” dan garis Bujur 107°37’32” Timur hingga 107°39’42” Timur seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Daerah penelitian di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Peralatan dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, papan jalan, kalkulator, seperangkat laptop yang dilengkapi atau telah terinstal software ArcMap GIS 10.1 Mirosoft Word, Microsoft Excell, Google Earth, SAS.Planet. Alat lain yang digunakan yaitu Global Positioning System (GPS) tipe Garmin, patok berukuran 30 cm dengan interval tanda batas setiap 5 cm, timbangan analitik serta penetrometer kerucut. Alat-alat yang digunakan dalam proses pemetaan lahan yaitu alat ukur panjang (tapping), teodolit tipe TOPCON AG-20BP, target rod, tripod serta payung.

(16)

4

Metode Penelitian

Tahapan penelitian digambarkan melalui bagan alir yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Bagan alir penelitian Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk menentukan bentuk, letak dan ukuran petakan lahan sawah mulai dari petakan sekunder hingga kuarter, tata letak dan jenis saluran irigasi dan drainase, tata letak dan dimensi jalan usaha tani, serta analisis daya dukung tanah.

Pengumpulan Data dan Informasi 1. Kondisi Topografi

Data kondisi topografi berupa koordinat dan elevasi diperoleh melalui intrumen GPS, teodolit tipe TOPCON AG-20BP, target rod serta tripod. GPS

Studi Literatur Studi Lapangan Pengolahan data

- Ketentuan bentuk

- Peta jaringan drainase alami - Rancangan bentuk, luas, dan

tata letak petak sawah - Rancangan jaringan irigasi

dan drainase serta jalan usaha tani

- Evaluasi daya dukung tanah - Peta konsolidasi lahan sawah

Alat :

Kondisi topografi, kondisi sistem irigasi dan drainase, dan daya dukung tanah

Data Sekunder :

Peta wilayah BB Padi sebagai lokasi penelitian yang terbagi menjadi 14 segmen.

(17)

5 digunakan untuk mengetahui koordinat dan elevasi titik benchmark (BM) serta koordinat dari setiap titik pengukuran. Teodolit digunakan untuk memperoleh data elevasi. Pengukuran dilakukan dengan 357 titik detail. Hasil topografi digunakan untuk menentukan pola aliran air alami yang terbentuk.

2. Kemampuan Daya Dukung Tanah

Data daya dukung tanah diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan penetrometer kerucut. Pengukuran dilakukan dengan menekankan penetrometer kerucut kedalam tanah hingga kedalaman 40 cm dari permukaan tanah, kemudian batang berskala pengukuran daya tekan (proving ring) dibaca pada setiap perubahan kedalaman yang dilakukan. Pembacaan dan penekanan penetrometer harus dilakukan secara kontinu. Pengukuran daya dukung tanah dilakukan sebanyak 3 lokasi pada tiap zona dengan 5 titik di setiap lokasinya. Hasil pegukuran disajikan dalam bentuk kurva hubungan antara daya dukung tanah berupa nilai indeks kerucut (cone index, CI) dan kedalaman pengukuran.

Analisis Data

1. Pembuatan peta kontur

Data koordinat dan elevasi hasil pengukuran menggunakan GPS dan teodolit diolah dengan menggunakan program ArcGIS 10.1 dengan langkah-langkah berikut:

a. Data koordinat dan elevasi diinputkan pada worksheet yang tersedia, serta disimpan dalam format xls (format Ms. Excel).

b. Data tersebut kemudian diolah dalam program ArcGIS 10.1, setelah data diinputkan kemudian sistem proyeksi koordinat ditentukan.

c. Setelah sistem koordinat pada data selesai diproyeksikan, tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan dengan 3D Analyst Tools yang terdapat pada menu, raster interpolation dipilih, kemudian klik pada metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW). Menurut Saffet (2009) metode interpolasi IDW baik digunakan pada lokasi studi yang tidak terjal dan memiliki sebaran titik detail yang rata, sedangkan metode kriging lebih baik digunakan apabila sebaran titik detail yang dimiliki tidak rata.

d. Pengolahan dilanjutkan dengan memilih menu Spatial Analys Tools kemudian menu surface dipilih. Untuk memperoleh kontur permukaan maka pilih metode contour.

e. Peta kontur ditampilkan dengan tingkatan gradasi warna yang diperjelas dengan label pada setiap perubahan elevasi.

2. Pembuatan rancangan petak lahan konsolidasi

Peta kontur yang telah dibuat digunakan sebagai peta dasar dalam pembuatan petak sawah. Pembuatan petakan kuarter didasarkan pada standar tata letak sawah yang digunakan di Jepang (Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999). Pembuatan rancangan petak-petak sawah dibuat dengan menggunakan program ArcGIS 10.1 dengan langkah-langkah berikut:

(18)

6

b. Shapefile baru berbentuk polygon yang telah dibuat, diaktifkan sehingga proses pembuatan dan pengeditan petakan dapat dilakukan.

c. Petakan dibuat dengan luasan umum sebesar 0.3 ha dengan detail dimensi yang digunakan 100 x 30 m.

d. Atur petakan agar lahan yang tersedia mampu secara optimum digunakan sebagai lahan petakan sawah.

e. Tempatkan petakan-petakan yang telah dibuat saling berdekatan dan beri sedikit ruang sesuai dimensi saluran irigasi maupun drainase serta jalan usaha tani yang digunakan.

f. Ukuran dan bentuk petakan kuarter dibatasi oleh batas utama dari BB Padi maupun jalan usaha tani yang dibuat.

g. Ukuran dan bentuk petakan yang berbatasan dengan batas utama BB Padi maupun jalan usaha tani tetap dibuat dengan ukuran minimal 0.1 ha.

3. Pembuatan rancangan jaringan irigasi dan drainase serta jalan usaha tani

Tata letak jaringan irigasi dan drainase didasarkan pada standar tata letak sawah yang digunakan di Jepang (Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999). Pembuatan rancangan jaringan irigasi dan drainase serta jalan usaha tani menggunakan citra satelit SAS. Planet, peta kontur, rancangan petak sawah serta program ArcGIS 10.1 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pembuatan saluran dan jalan usaha tani diawali dengan pembuatan shapefile baru (new shapefile) pada menu catalog. Shapefile dibuat dengan jenis polyline dan beri nama sesuai dengan jenis jaringan yang akan dibuat. b. Pengaktifan shapefile yang baru dibentuk tersebut agar proses pembuatan

atau pengeditan terhadap jalur saluran maupun jalan usaha tani dapat dilakukan.

c. Rancangan dimensi lebar jalan usaha tani baik jalan utama maupun jalan cabang diperoleh dari hasil pengukuran.

d. Pembuatan dilakukan mulai dari saluran sekuder hingga saluran tersier untuk saluran irigasi, sedangkan pembuatan saluran tersier hingga saluran pembuang utama untuk saluran drainase.

e. Pemberian nama setiap saluran yang dibuat. 4. Penentuan daya dukung tanah

Kondisi yang mengatur trafikabilitas (traficability) sawah adalah kekuatan dari bidang sawah. Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah indeks yang menunjukkan kekuatan tanah (Koga, 1992). Pengolahan dan analisis data hasil pengukuran perlu dilakukan untuk memperoleh nilai daya dukung tanah yang sesungguhnya. Untuk memperoleh nilai daya dukung tanah dalam bentuk CI (cone index) maka hasil pengukuran diolah dengan persamaan berikut:

CI= P + W(alat)A (1)

Keterangan:

CI = Cone Index (kg.f/cm2) P = Daya tekan (kg.f)

W(alat) = Berat Alat Penetrometer (kg.f)

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kondisi Topografi dan Aliran Drainase Alami Lokasi Penelitian

Tujuan pemetaan dengan teodolit adalah untuk memperoleh peta kontur atau topografi daerah penelitian. Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Rostianingsih dan Gunadi, 2004). Peta ini digunakan sebagai peta dasar di dalam perencanaan pengembangan wilayah. Pemetaan topografi hanya dilakukan pada lahan sawah dari BB Padi baik sawah penelitian maupun sawah produksi. Pengukuran dilakukan pada 357 titik detail pada lahan sawah dengan luas total 324 ha. Data hasil pengukuran dalam proyeksi UTM dianalisis dengan menggunakan raster surface pada software ArcMap GIS 10.1. Berikut hasil pemetaan topografi yang telah diolah dalam software ArcMap GIS 10.1 yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta topografi BB Padi

Dari peta kontur di atas dapat terlihat bahwa kontur terendah berada pada wilayah barat daya BB Padi, hal ini terlihat dari warna yang lebih terang dengan elevasi berkisar antara 9 hingga 13 mdpl. Bagian tengah dari wilayah BB Padi memiliki elevasi berkisar antara 12 hingga 14 mdpl, sedangkan bagian tenggara BB Padi menunjukkan tingkat warna yang lebih gelap, hal ini memperlihatkan bahwa daerah tersebut memiliki kontur yang lebih tinggi dengan elevasi antara 13 hingga 15 mdpl.

(20)

8

lahan tertentu. Maka untuk mempermudah proses perataan lahan, wilayah BB Padi dibagi menjadi beberapa zona. Berikut hasil pembagian zona yang dilakukan berdasarkan keseragaman elevasi pada luasan lahan tertentu (Afifie, 2015).

Gambar 4 Pembagian zona lahan sawah BB Padi (a) zona 1 (b) zona 2 (c) zona 3 Hasil pemetaan berupa topografi ini digunakan untuk analisis Hydrology. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pola aliran yang terbentuk pada peta (flow direction). Data flow direction yang telah dianalisis dapat digunakan untuk menentukan flow accumulation dan watershed, sehingga dapat terbentuk pola aliran drainase alami dan daerah aliran drainasenya berdasarkan data kontur hasil pemetaan. Berikut peta pola drainase alami yang terbentuk.

Gambar 5 Peta aliran drainase alami BB Padi

Jaringan drainase alami dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan pembuatan arah saluran baik irigasi maupun drainase yang akan dibuat atau dilakukan penataan kembali terhadap saluran yang sudah ada. Berdasarkan Gambar 5 dapat terlihat bahwa pola aliran drainase bermuara ke bagian tepi dari batas BB Padi, yaitu sebagian mengarah ke tenggara BB Padi dan sebagian mengarah ke barat

(21)

9 laut dari BB Padi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa di kedua sisi tersebut memiliki kontur yang lebih rendah dibandingkan bagian tengah.

Hasil analisis pola aliran digunakan sebagai dasar dalam menentukan proses pemerataan dan kemiringan lahan yang akan dibentuk, sehingga dapat dilakukan perancangan jaringan irigasi dan drainase. Pembuatan jaringan irigasi sebaiknya berada di bagian tengah dari BB Padi sehingga air irigasi mampu mengalir secara gravitasi dan air berlebih dapat terbuang dengan mudah baik menuju ke tenggara ataupun ke barat laut yang berhubungan langsung dengan aliran Sungai Cijengkol.

Kontur Hasil Perataan

Pada proses pemerataan lahan pertanian terutama lahan sawah, keseragaman elevasi permukaan tidak hanya dilakukan secara langsung namun perlu mempertimbangkan adanya lapisan olah. Lapisan olah merupakan media tanam tanaman padi. Analisis dilakukan agar lapisan olah memiliki tingkat kedataran yang baik, hal ini dilakukan karena perbedaan kedataran lapisan olah akan mempengaruhi lama waktu pemasukan air genangan (irigasi), keseragaman ketebalan genangan, dan lama waktu pembuangan air genangan (drainase) (Koga, 1992). Ketebalan lapisan olah yang baik adalah sebesar 20 cm (Ishikawa, 1998).

Gambar 6 Peta hasil perataan elevasi BB Padi

(22)

10

Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah

Pertanian modern adalah pertanian yang berkembang ke arah modern yang progresif dengan terjadinya perbaikan terus menerus atas penggunaan ilmu dan teknologi di dalam kegiatan budidaya tanaman dan peningkatan efisiensi dari usaha tani. Kualitas lahan pertanian khususnya lahan padi sawah harus ditingkatkan dengan melakukan perbaikan di beberapa bidang antara lain bentuk dan luas petak sawah, pembuatan lapisan kedap air, perbaikan dan pembuatan saluran irigasi sampai tingkat saluran kuarter, pembuatan saluran drainase serta pembuatan jalan usaha tani. Semua kegiatan tersebut dikenal dengan konsolidasi lahan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi eksisting lokasi penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperlukan suatu konsolidasi lahan. Kegiatan konsolidasi yang dilakukan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu:

1. Perencanaan pengaturan kembali lahan sawah dalam bentuk dan ukuran tertentu yang terdiri dari bentuk dan luas petakan lahan, blok lahan sekunder, blok lahan tersier serta bentuk dan luasan petak.

2. Perencanaan jalan pertanian yang terdiri dari jalan utama, jalan membujur dan menyilang lateral (jalan cabang) serta jalan kecil;

3. Perencanaan perbaikan lapisan kedap (hardpan) untuk keperluan daya sanggah (baring capacity) untuk mesin pertanian.

4. Perencanaan irigasi untuk kebutuhan pengairan yaitu kebutuhan air total dan kebutuhan air puncak sesuai dengan pola tanaman mulai dari periode pelumpuran sampai periode budidaya pertanaman padi sawah.

5. Perencanaan drainase mulai pelepasan drainase pada petakan lahan, saluran drainase lateral (saluran tersier) dan saluran drainase utama.

Petak Sawah

Petakan sawah umumnya dibuat secara berkelompok (cluster) di dalam suatu blok. Berdasarkan distribusi air irigasi, tata letak petakan sawah yang digunakan pada rancangan konsolidasi ini adalah tata letak petak terpisah (each plot/separate canal). Pada sawah dengan tata letak terpisah, setiap petakan sawah memperoleh air irigasi langsung dari saluran irigasi dan membuangnya langsung ke saluran pembuang. Tata letak petak terpisah merupakan tata letak petakan sawah modern yang memenuhi kaidah setiap petakan sawah mempunyai akses langsung pada saluran irigasi, saluran drainase, dan jalan usaha tani (Murry dan Kubo, 1999).

(23)

11 Pada lahan datar dan landai, bentuk petak sawah umumnya berupa persegi empat dengan sisi berupa garis lurus, sedangkan bentuk petak sawah pada lahan bergelombang berupa persegi empat dengan sisi mengikuti garis kontur (Yamaji et al, 1999). Berdasarkan hasil perataan lahan yang telah dilakukan sebelumnya, lahan garapan pada zona yang sama memiliki kontur yang landai dengan kemiringan (slope) 0.2 %.Berdasarkan hasil tersebut maka bentuk petak umum yang digunakan berupa persegi empat dengan sisi berupa garis lurus.

Jumlah petakan pada kondisi awal sebanyak 3398 petakan dengan bentuk dan ukuran yang bervariatif, dengan ukuran terkecil 0.0001 ha dan ukuran terbesar 0.8 ha. Namun karena masih menggunakan sistem sawah tradisional maka ukuran dan bentuk petakan masih dapat terus mengalami perubahan seiring dengan pergantian musim dan keinginan dari petani pemilik lahan. Jumlah rancangan petakan yang telah dibuat untuk seluruh BB Padi adalah sebanyak 1201 petakan, yang terbagi dalam 3 zona. Berikut merupakan pembagian jumlah petakan di setiap zona.

Gambar 8 Grafik Pembagian Jumlah Petakan di Tiap Zona

Pada rancangan konsolidasi lahan sawah di BB Padi, petakan dibuat dengan ukuran 0.1 hingga 0.3 ha. Ukuran petakan umum yang digunakan adalah 0.3 ha, hal ini didasarkan pada ukuran petak sawah dengan standar tata letak sawah di Jepang. (Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999). Penggunaan standar Jepang ini karena Indonesia dan Jepang merupakan negara kepulauan sehingga memiliki sistem pertanian yang sama.

Sebagian besar petakan dengan ukuran kurang dari 0.3 ha dibuat untuk mengisi lahan-lahan kosong di sekitar batas BB Padi ataupun lahan-lahan kosong yang berhimpit dengan lahan sawah standar lainnya. Lahan kosong tersebut dibuat untuk mengoptimalkan produktivitas lahan guna meningkatkan hasil produksi. Ukuran minimum petakan lahan dibuat dengan ukuran 0.1 ha, hal ini dilakukan untuk mempermudah kinerja mesin pertanian.

Jalan Usaha Tani

Jalan usaha tani (farm road) (JUT) merupakan salah satu faktor pendukung di dalam peningkatan pertanian. Jalan tersebut diperlukan untuk pengangkutan atau transportasi sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, serta mesin dan peralatan pertanian. Pembuatan jalan usaha tani ini juga digunakan untuk melaksanakan operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi dan drainase (Sapei, 2015).

Kondisi jalan usaha tani yang telah ada pada saat ini cukup baik, namun beberapa ruas jalan tidak terhubung satu dengan lainnya, sehingga menyulitkan petani dalam melakukan mobilisasi menuju lahan garapannya, terutama saat proses

(24)

12

pengolahan tanah dan pemanenan yang membutuhkan mesin pertanian. Setiap ruas jalan vertikal yang menghubungkan BB Padi dengan jalan pantura memiliki nama. Berikut kondisi eksisting JUT yang disajikan dalam bentuk peta dan Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Deskripsi kondisi fisik jalan usaha tani

Gambar 9 Jalan usaha tani eksisting

Pada desain konsolidasi yang diterapkan dibuat 3 jalan usaha tani, yaitu jalan utama (main farm road), jalan cabang (branch farm road), dan jalan kecil (small farm road). Jalan utama menghubungkan antara pemukiman atau pusat fasilitas pertanian dengan lahan pertanian, blok lahan dan blok lahan lainnya, ataupun jalan raya dengan blok lahan. Jalan cabang menghubungkan antara lahan dengan jalan

Nama Jalan Lebar (m) Kondisi Jalan

Jalan 3, 4, 6, 7, 8, 10 dan 11

4-6  Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya genangan ketika hujan

Jalan antara 6-7

5  Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya genangan ketika hujan

Jalan antara 8-9

6  Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya genangan ketika hujan

Jalan 9 4  Akses jalan dari lahan menuju gudang atau kantor BB Padi, sudah adanya lapisan perkerasan Jalan antara

10-11

4.5  Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya genangan ketika hujan

(25)

13 utama, baik horizontal maupun vertikal. Jalan kecil merupakan akses dari jalan cabang ke petakan-petakan sawah. Jalan ini memiliki fungsi khusus seperti untuk pemberantasan hama penyakit, pemupukan, dan lain-lain (Nakagawa, 1970). Dengan menggunakan tata letak petak terpisah maka akses jalan usaha tani di setiap petakan dapat terjamin keberadaannya.

Gambar 10 Rancangan jalan usaha tani

Pada rancangan konsolidasi ini, jalan utama membentang di bagian tengah dari BB Padi, dengan jalan cabang di bagian sisi kanan dan kirinya. Konsep ini dibuat agar pengangkutan sarana produksi dan peralatan pertanian ke setiap petakan lahan dapat diangkut dengan mudah. Selain itu dengan pembuatan jalan cabang yang lebih tertata maka pelaksanaan operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi dan drainase dapat dijangkau dengan lebih mudah.

Pada rancangan jalan usaha tani ini, dimensi jalan didasarkan pada kendaraan atau mesin pertanian yang akan digunakan serta melewati jalan usaha tani. Berikut beberapa kendaraan yang akan digunakan.

Tabel 2 Data kendaraan dan mesin pertanian yang beroprasi Jenis

kendaraan/mesin Kegunaan

Dimensi lebar (m) Mobil truk  Pengangkutan peralatan pertanian, hasil

produksi dalam jumlah banyak 1.717 Mobil pick up  Pengangkutan peralatan pertanian

(traktor pembajak dan mesin panen) melalui jalan cabang, pengangkutan sarana dan hasil produksi

1.680 Motor tossa  Pengangkutan sarana produksi pertanian

seperti benih, pupuk, pestisida menuju petakan sawah

(26)

14

Berdasarkan jenis kendaraan yang melewatinya, jalan utama dibuat dengan lebar 7 m. Lebar tersebut merupakan daerah milik jalan (DMJ) sementara itu lebar perkerasan jalan sebesar 5 m dengan lebar bahu jalan 1 meter (Gambar 11). Jalan utama dibuat lebar agar jalan tersebut mampu dilewati oleh dua buah kendaraan pengangkut berukuran besar seperti mobil truk yang berpapasan. Total panjang jalan utama pada perancangan ini adalah 9606 m. Pada bagian persimpangan menuju Kantor BB Padi dan gudang dibuat jalan melingkar guna menghindari terjadinya hambatan lalu lintas pada jalur akses utama balai akibat dua atau lebih kendaraan pengangkut berukuran besar yang saling berpapasan (Gambar 10).

Gambar 11 Rancangan jalan usaha tani utama

Pada perancangan ini panjang total jalan cabang yang akan dibuat adalah 35700 m. Jalan cabang dibuat dengan lebar 4 m. Lebar perkerasan jalan untuk jalan cabang adalah 3 m. Jalan cabang ini harus dapat dilewati oleh kendaraan kecil pengangkut mesin pertanian seperti traktor pembajak dan mesin panen ataupun kendaraan pengangkut sarana produksi. Beberapa peralatan pertanian yang bukan milik balai tidak disimpan dalam gudang BB Padi, melainkan disimpan di rumah masing-masing pemiliknya, oleh karena itu jalan cabang dibuat agar dapat langsung diakses dari jalan permukiman penduduk. Sementara, jalan utama yang berhubungan langsung dengan jalan pemukiman dibuat untuk kendaraan-kendaraan pengangkut besar yang masuk melalui jalan pemukiman atau jalan desa.

Gambar 12 Rancangan jalan usaha tani cabang

Pada perencanaan jalan usaha tani, jalan utama dan cabang dilengkapi dengan parit jalan di bagian sisi jalan. Kedalaman parit tidak boleh lebih rendah dari parit pembuangan di sekitarnya. Tinggi jalan dibuat 0.5 m di atas permukaan lahan.

(27)

15 mengelilingi petak sawah dan berfungsi untuk menahan air genangan, sebagai batas pemilikan, dan sebagai jalan petani menuju lahan (Tokunaga, 1968). Pematang keliling dilengkapi dengan lubang atau pintu pengeluaran air drainase. Pada sawah tradisional jalan kecil ini sering dibuat secara manual oleh petani dengan memadatkan tanah yang tidak terpakai hasil pengolahan tanah.

Gambar 13 Rancangan pematang

Ketinggian pematang menunjukkan klasifikasi atau jenis dari sawah. Di Indonesia, sawah diklasifikasikan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan sawah lainnya (pasang surut, rawa, dan polder) (Soepraptohardjo dan Suwardjo, 1978). Berdasarkan hasil perancangan yang dilakukan, sawah dari BB Padi termasuk dalam klasifikasi sawah irigasi. Sawah irigasi adalah sawah yang paling tinggi tingkat produktivitasnya. Keperluan air untuk sawah ini disuplai oleh irigasi teknis sehingga setiap saat kebutuhan air terpenuhi (Utoyo, 2006). Jika dibandingkan dengan sawah tadah hujan, sawah irigasi ini memiliki ketinggian pematang yang lebih rendah. Hasil perancangan yang dilakukan didasarkan pada standar yang telah dibuat. Menurut Ishikawa (1998) ketinggian pematang dari permukaan tanah sawah untuk petak sawah dengan luas 0.3 ha sekitar 30 cm, yaitu 10 cm untuk penggenangan dan 20 cm untuk jagaan (freeboard). Rancangan dari pematang sawah dapat dilihat pada Gambar 13.

Jaringan Irigasi dan Drainase

Umumnya jaringan irigasi merupakan saluran terbuka dan dibedakan menjadi jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier atau usaha tani. Jaringan irigasi utama meliputi waduk atau bendung, saluran primer, dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan irigasi tersier merupakan bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Jaringan drainase juga terdiri atas jaring drainase pada tingkat usaha tani (saluran pembuang kuarter dan tersier) serta jaringan pembuang utama. Umumnya jaringan drainase berupa saluran terbuka (Sapei, 2015).

Berdasarkan aliran drainase alami yang terbentuk (Gambar 5), desain kontur dan desain petakan yang telah dibuat, maka jaringan irigasi dan drainase dapat ditentukan. Pada rancangan konsolidasi ini petakan sawah memperoleh irigasi langsung dari saluran irigasi dan membuangnya langsung ke saluran pembuang. Sumber air irigasi dalam perencanaan ini memanfaatkan air permukaan berupa saluran sekunder yang berasal dari Waduk Jatiluhur irigasi Citarum Timur.

(28)

16

jaringan perpipaan akan dilengkapi dengan bangunan sadap, bak penampung dan boks bagi. Sistem irigasi ini dapat mengatasi kehilangan air irigasi akibat besarnya infiltrasi maupun penguapan pada saat pendistribusiannya (Thadeus dkk, 2013). Katup alfalfa sebagai outlet dari irigasi perpipaan, di letakkan di sudut petak sawah sawah. Satu katup alfalfa akan mendistribusikan air irigasi untuk satu petak sawah. Air irigasi berlebih akan terbuang langsung menuju ke saluran drainase tersier yang berada di setiap sisi petakan sebelum bermuara ke saluran drainase utama atau Sungai Cijengkol

Gambar 14 Skema jaringan irigasi hasil konsolidasi

Jaringan drainase dibuat dengan saluran terbuka dengan struktur dinding tanah, hal ini dilakukan sesuai dengan konsep drainase yaitu air dapat secepatnya keluar atau habis. Oleh sebab itu dibuat dengan saluran terbuka agar proses infiltrasi dan evaporasi dapat bekerja secara optimum. Berdasarkan skema jaringan drainase di atas dapat terlihat bahwa saluran drainase dibuat berselang-seling dengan saluran irigasi perpipaan. Dari skema tersebut menunjukkan bahwa dua sisi petakan sawah dari jaringan irigasi perpipaan berbeda akan bermuara pada satu saluran drainase tersier (Gambar 15).

Berdasarkan konsep perencanaan yang ditetapkan, akan dibuat drainase utama sebanyak dua buah, yang masing-masing berada di depan dan bagian belakang dari BB Padi. Saluran drainase utama 1 berada di samping ruas Jalan Pantura, drainase ini dibuat untuk menampung kelebihan air pada petakan-petakan sawah di bagian barat laut dari jalan utama. Saluran drainase utama 2 dibuat untuk menampung kelebihan air irigasi pada petakan lahan di bagian tenggara dari jalan utama. Sebagian petakan di zona 1 akan membuang kelebihan airnya tanpa melalui saluran drainase utama, namun langsung menuju ke badan sungai.

(29)

17 Evaluasi Daya Dukung Tanah

Efektifitas dan efisiensi penggunaan mesin pertanian umumnya dinyatakan dengan tingkat kemudahan atau kesukaran operasi (workability) atau trafikabilitas (traficability), sangat dipengaruhi oleh daya dukung tanah. Bila daya dukung tanah lebih rendah dari batas daya dukung tanah yang memberi tingkat kemudahan operasi atau trafikabilitas tertentu dari mesin pertanian, maka penggunaan mesin pertanian menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Kapasitas atau daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya (Sapei, 2002).

Daya dukung tanah sawah dibedakan pada saat pengolahan tanah dan pada saat panen. Pada pengolahan tanah, mesin pertanian yang berupa traktor ditopang oleh lapisan tanah yang berada di bawah lapisan olah, sedangkan pada saat panen, mesin pertanian yang berupa mesin pemanen ditopang oleh lapisan permukaan.

Pengukuran daya dukung tanah dilakukan di setiap zona, yaitu 1 lokasi sampel untuk tiap zona. Pada tiap lokasi sampel dilakukan pengukuran di lima titik berbeda yang membentuk huruf “X” yaitu di setiap sisi petakan dan satu titik di tengah petakan. Penyebaran lokasi titik ini dilakukan guna mengetahui penyebaran nilai daya dukung tanah. Pengukuran daya dukung tanah dilakukan dengan uji penetrometer kerucut (cone penetrometer test). Pengujian dilakukan dengan menggunakan penetrometer tabung tunggal yang dilakukan dengan memberi tekanan pada alat sehingga kerucut dapat menembus lapisan tanah dengan kecepatan konstan. Pencatatan beban yang terbaca pada jarum penunjuk dilakukan pada tiap perubahan kedalaman 5 cm. Hasil pengukuran yang telah didapat diolah ke dalam software Ms. Excel yang kemudian dibandingkan nilainya dengan nilai standar ketentuan daya dukung tanah untuk lahan sawah.

Gambar 16 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 1 BB Padi

Perhitungan nilai daya dukung tanah dilakukan berdasarkan nilai indeks kerucut (cone index, CI) (Persamaan 1). Nilai ini diperoleh dari hasil gaya tahan tanah dibagi luas dari kerucut. Zona pertama pengukuran daya dukung tanah dilakukan di antara kantor kepala balai BB Padi dengan perumahan BB Padi. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai CI berkisar antara 0.6 kg/cm2 sampai 6.43 kg/cm2. Berdasarkan hasil pengukuran pada zona 1 diperoleh nilai CI yang

(30)

18

Gambar 17 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 2 BB Padi

Gambar 17 menunjukkan bahwa pada lokasi zona 2 BB Padi memiliki nilai CI berkisar antara 0.6 kg/cm2 sampai 4.9 kg/cm2. Pada lokasi ini nilai CI pada 5 titik pengambilan sampel hampir memiliki nilai yang seragam, nilai CI tertinggi terjadi pada sampel titik 1 pada kedalaman 40 cm.

Gambar 18 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 3 BB Padi

Berdasarkan Gambar 18 nilai CI pada Zona 3 berkisar antara 0.7 kg/cm2 sampai 6.7 kg/cm2. Gambar 18 memperlihatkan profil indeks kerucut tanah sawah pada 5 titik lokasi memiliki keseragaman kecuali pada titik 4. Nilai CI terus mengalami peningkatan berbanding lurus dengan kedalaman tanah yang diukur.

Dari ketiga hasil pengukuran daya dukung tanah pada tiap zona yang telah dilakukan, hampir semua hasil pengukuran memiliki pola distribusi nilai indeks kerucut yang sama. Menurut Yamazaki (1971) dan Nakayama (1983), pola tersebut merupakan pola profil indeks kerucut tanah sawah yang memiliki kekuatan yang besar pada lapisan bawah (plow sole) pada kedalaman 20 cm. Pada pola ini lapisan bawah hanya mengalami sedikit perubahan kelembaban dibanding lapisan bajak. Pada umumnya pola distribusi jenis ini banyak diinginkan untuk operasi mesin.

(31)

19 kedalaman 0-15 cm dan untuk pekerjaan pengolahan tanah sawah, diperlukan nilai rata-rata CI sebesar 2 kgf/cm2 pada lapisan tanah setebal 15 cm persis di bawah lapisan olah. Perbandingan antara daya dukung tanah di ketiga zona dengan kriteria yang disusun oleh Tada 1992 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)

Operasi mesin Rata-rata CI (kg/cm

2)*)

Zona 1 Zona 2 Zona 3 Kriteria

Pemanenan 1.70 1.60 2.95 >4

Pengolahan tanah 4.99 3.72 5.45 >2

*) Pada kedalaman 20-35 cm untuk pengolahan tanah dan 0-15 cm untuk pemanenan Asumsi kedalaman lapisan olah 20 cm.

Tabel 3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)memperlihatkan bahwa daya dukung tanah sawah di ketiga zona memenuhi syarat untuk operasi mesin pengolahan tanah, akan tetapi tidak memenuhi syarat untuk operasi mesin panen, hal ini dapat terlihat dari tabel di atas bahwa nilai indeks kerucut pada pemanenan masih berada di bawah kriteria Tada (1992) yaitu lebih dari 4 kg/cm2. Pada kriteria ini hanya menjelaskan syarat daya dukung tanah yang dapat dioperasikan mesin pertanian, namun tidak menjelaskan jenis mesin yang digunakan untuk setiap jenis pekerjaan.

Perbandingan nilai daya dukung tanah di ketiga zona dengan kriteria yang

disusun oleh Yamazaki (1971) dapat dilihat pada Gambar 19

Gambar 19 Profil indeks kerucut dan kriteria daya dukung tanah terendah (Yamazaki, 1971)

Dari Gambar 19 dapat terlihat bahwa untuk pengolahan tanah, tractors with wheels hanya dapat digunakan pada zona 3. Tractors with caterpilar dapat digunakan di ketiga zona BB Padi, begitu pula dengan tractors with half wheels. Untuk pekerjaan pemanenan, combine with wheels dan combine with half track dapat digunakan di ketiga zona.

(32)

20

maupun pemanenan dapat memenuhi kriteria. Beberapa metode untuk meningkatkan daya dukung tanah sawah yaitu melakukan pemadatan lapisan bawah atau menggunakan sistem drainase bawah permukaan. Penggunaan sistem drainase permukaan dilakukan jika tanah sawah memiliki kondisi drainase yang buruk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. BB Padi masih menggunakan konsep sawah tradisional yang terlihat dari sistem tata letak petak ke petak serta bentuk dan ukuran petak sawah yang bervariasi. 2. Permasalahan terjadi pada sistem penyaluran air baik irigasi maupun drainase

dan kurang baiknya kondisi jalan usaha tani.

3. Pola aliran drainase alami yang terbentuk bermuara ke bagian tepi dari batas BB Padi.

4. Tata letak (lay out) petakan sawah yang digunakan pada rancangan konsolidasi ini adalah tata letak petak terpisah (each plot/separate canal). Petakan dibuat dengan ukuran 0.1 hingga 0.3 ha. Bentuk petakan lahan dibuat persegi empat. 5. Dibuat 3 jalan usaha tani, yaitu jalan utama, jalan cabang, dan jalan kecil.

Dimensi lebar untuk jalan utama, jalan cabang dan jalan kecil masing-masing sebesar 7 m, 4 m, dan 60 cm.

6. Sistem irigasi yang digunakan adalah sistem irigasi perpipaan dengan outlet berupa katup alfalfa. Sedangkan dalam perencanaan jaringan drainase, dipilih saluran terbuka dengan struktur dinding tanah. Drainase tersier akan dibuat berselang-seling dengan saluran irigasi perpipaan dan akan dirancang dua buah saluran drainase utama yang masing-masing berada di depan dan belakang BB Padi.

7. Daya dukung tanah sawah BB Padi masih tergolong rendah untuk proses pemanenan dengan mesin pertanian dan untuk pengoperasian beberapa mesin pertanian lainnya. Perlu dilakukan peningkatan pada daya dukung tanah dalam rancangan konsolidasi yang dilakukan

Saran

1. Perlu dilakukannya pemetaan topografi dengan titik detail yang lebih banyak untuk memperoleh hasil pemetaan yang lebih akurat.

2. Perhitungan daya dukung lahan sebaiknya dihitung dari data yang dikumpulkan selama beberapa tahun sehingga dapat menggambarkan keadaan daerah yang sebenarnya.

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi Padi Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. (diakses tanggal 29 April 2015). Afifie, A. Fachrie. 2015. Pemetaan Topografi dan Perancangan Perataan Lahan di

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (Subang, Jawa Barat). Skripsi. IPB Bogor

Ishikawa, M. 1998. Consolidation to Sustainable Farmland. Faculty of Agricultural and Engineering Technology. Bogor: Bogor Agricultural University.

Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman Teknis Irigasi Perpipaan TA. 2014. Direktorat Pengelolaan Air Irigasi.

Koga, Kiyoshi. 1992. Introduction to Paddy Field Egineering. Thailand. Asian Institute of Technology.

Murry VVN, Kubo N. 1999. Modeling applications for Paddy Field Management. Di dalam: Mizutani M, Hasegawa S, Koga K, Goto A, Murry VVN (eds.). Advance Paddy Field Engineerig. Tokyo: Shizan-Sha Sci.&Tech.

Nakagawa S. 1970. Land Readjustment for Farm Mechanization in Paddy Field. Proceedings of Symposium on Farm Mechanization. Tikyo: Tropical Agriculture Research Center.

Nakayama, H. 1983. Methods of Measuring Soil Bearing Capacity. In : S. Nakagawa et al. (Editor). Advanced Rice Cultivation, Irrigation and Drainage Technology in Japan, Technocraft. Pp.384-397.

Nuniary, Barnes Ch. 2012. Konsolidasi Tanah sebagai Penataan Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Desa Dangin Puri Kaja dan Kelurahan Tonja). Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

Rostianingsih, Silvia dan Gunadi, Kartika. 2004. Pemodelan Peta Topografi Tiga Dimensi. Jurnal Informatika Vol. 5, No. 1, Mei 2004: 14 -21. Universitas Kristen Petra.

Sapei, A. 2002. Daya Dukung Tanah (Soil Bearing Capacity) Sawah Di Pantai Utara Jawa Barat. Bogor: Taknik Pertanian FATETA-IPB.

Sapei, A. 2015. Pengantar Rekayasa Sawah. Bogor: IPB Press.

Soepraptohardjo M, Suwardjo H. 1978. Rice Soil in Indonesia. Di dalam: Soil and Rice. Manila: [IRRI] International Rice Research Institute.

Utoyo, Bambang. 2006. Geografi (Membuka Cakrawala Dunia). PT Setia Purna. Yamaji E, Kimura K, Hirota J. 1999. Land Consolidation and Field Layout. Di

dalam: Mizutami M, Hasegawa S, Koga K, Goto A, Murty VVN (eds.). Advance Paddy Field Engineering. Tokyo:Shizan-Sha Sci Tech.

Tada, A. Dan Y, Toyomitsu. 1992. Bearing Capacity in Paddy Field especially for Harvest, di dalam Soil and Water Engineering for Paddy Field Management. Diedit oleh V. V. N. Murty dan K. Koga, AIT: Bangkok.

Thadeus, Mario, Sholichin, Moch, dan Prasetyorini, Linda. 2013. Perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah di Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Jurusan Pengairan. Universitas Brawijaya.

Tokunaga, K. 1968. Structure of Paddy Field and Ita Classification. In: Yamazaki (editor), F. Soil Physics, Yokendo.

(34)
(35)
(36)
(37)

25 Lampiran 4 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi

(38)

26

Lampiran 5 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(39)

27 Lampiran 6 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(40)

28

Lampiran 7 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(41)

29 Lampiran 8 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(42)

30

Lampiran 9 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(43)

31 Lampiran 10 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(44)

32

Lampiran 11 Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)

(45)
(46)

34

(47)
(48)

36

(49)
(50)

38

(51)

39 Lampiran 18 Panjang saluran irigasi dan drainase tersier

Panjang saluran irigasi tersier

Nama Jarak Nama Jarak Nama Jarak 1 860,435 15 487,834 29 470,594 2 443,355 16 548,118 30 479,478

3 390 17 499,641 31 507,743

4 526,172 18 539,764 32 479,996 5 389,988 19 507,148 33 545,606 6 560,407 20 519,385 34 151,238 7 399,499 21 501,383 35 90,0291 8 648,049 22 505,638 37 316,914 9 418,648 23 479,383 38 412,113 10 660,228 24 492,532 39 777,665 11 437,695 25 479,997 40 65,9308 12 597,571 26 478,482 41 95,5901 13 458,38 27 434,159 42 37,6867 14 596,226 28 473,685 43 56,1406

Panjang saluran drainase tersier

(52)

40

(53)

41 Lampiran 20 Perhitungan data indeks kerucut hasil uji daya dukung tanah

Cone indeks zona 1

Contoh perhitungan (R2 zona 3 kedalaman 10 cm)

(54)

42

Lampiran 21 Jenis distribusi indeks kerucut di lahan sawah

Jenis distribusi cone index menurut Yamazaki (1971) dan Nakayama (1983)

No Jenis Karakteristik

1 A  Pola distribusi yang menunjukkan jenis lahan reklamasi atau lahan pertanian sawah dengan drainase yang kurang baik. Pada tanah jenis ini, traktor ulir beroprasi pada lahan sawah tersebut. 2 B  Lapisan tipis yang kuat yang ditemukan di dekat bagian permukaan profil tanah. Lapisan tipis ini dapat mendukung traktor jika ketebalan lapisan adalah lebih dari 10 cm. Namun, traktor tidak dapat bekerja dengan baik kecuali nilai kerucut indeks melebihi 4 kgf/cm2.

3 C  Lapisan tanah yang kuat pada kedalaman sekitar 20 cm merupakan lapisan bawah (plow sole). Kekuatan lapisan bawah tersebut menunjukkan bahwa lapisan hanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan pada kandungan kelembaban tanah dari lapisan permukaan (plow layer). Oleh karena itu, distribusi jenis ini dapat dikatakan sebagai pola distribusi yang diinginkan untuk operasi mesin pertanian.

(55)

43 Lampiran 22 Kriteria daya dukung tanah menurut Yamazaki (1971)

Jenis mesin

Tingkat kesukaran operasi Mungkin, tetapi

relatif sukar *)

Mudah dioperasikan *)

Traktor dengan roda 4.5 – 6.0 > 6.0

Traktor dengan caterpillar 2.5 – 3.0 > 3.0 Traktor dengan half wheels 2.0 – 2.5 > 2.5

Combine dengan roda 2.6 – 3.6 > 3.6

Combine dengan half track 1.5 – 3.0 > 3.0

(56)

44

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 05 Oktober 1993 dari ayah Nariyanto dan ibu Lina Herlina. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Al-Islamiyah (1998-1999), dilanjutkan di SD Negeri 01 Pasir Sari Cikarang Utara (1999-2005). Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 02 Cikarang Utara (2005-2008). Tahun 2011, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kabupaten Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN Undangan) dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture X-pression!! (MAX!!) (2011-2012), menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan sebagai anggota Departemen Hubungan Eksternal (2012-2013) yang kemudian diangkat menjadi ketua Departemen Himatesil Relationship Development (2013-2014). Penulis pernah menjadi delegasi himpunan dalam kegiatan Temu Warga ke-XII FKMTSI (Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia) yang diselenggarakan di Kampus Universitas Majalengka. Selain itu juga penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman sebagai panitia dalam beberapa acara (2012-2013). Kemudian selama perkuliahan, penulis juga pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2015 yang lolos didanai oleh DIKTI Kategori PKM-Karsa Cipta dengan judul ARDMI (Automatic River Discharge Meter Instrument) sebagai Alat Pengukur Debit Sungai Otomatis yang Safety, Efektif, dan Efisien dengan Otomatisasi Berbasis Mikrokontroler”.

Gambar

Gambar 1  Daerah penelitian di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Gambar 2.
Gambar 3  Peta topografi BB Padi
Gambar 4  Pembagian zona lahan sawah BB Padi (a) zona 1 (b) zona 2 (c) zona 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejak berdiri tahun 1980, dengan dukungan penuh dari mitra usaha baik perusahaan swasta, BUMN dan pemerintahan membuat Scomptec dapat tumbuh dan berkembang

Upaya-upaya yang perlu dilakukan pada kawasan konservasi tersebut yaitu perlindungan dan pengawetan kawasan untyuk menjaga kawasan konservasi dari gangguan keamanan

Secara etimologi, dapat disimpulkan bahwa politik kriminal merupakan usaha yang ditempuh terkait penyelenggaraan pemerintahan dan negara, dengan merumuskan dan melaksanakan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan mahasiswa program studi pendidikan matematika dalam menyiapkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan

Dari ketiga skenario perbaikan yang diberikan dapat direkomendasikan bahwa skenario 3 menjadi skenario terbaik karena waktu menunggu pada saat pengisian bakar

Di dalam motivasi positif produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang tapi bisa juga memotivasi (merangsang konsumen) dengan memberikan diskon, hadiah, pelayanan

lingkungan kabupten, kota dan propinsi dengan materi perkembangan teknologi. Metode Explicit Intructions ini untuk meningkatkan hasil belajar IPS yang dapat

Pascakualifikasi untuk pekerjaan Paket Belanja Barang Non Operasional Lainnya berupa Pengadaan Billboard lnformasi Frekuensi, sebagai berikut :. Bagi Peserta Lelang yang