• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN DI SEKITAR BLOK

BARAT HUTAN BATANG TORU WILAYAH KABUPATEN

TAPANULI TENGAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

ARIF ADIL 081202044

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

2

PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN DI SEKITAR BLOK

BARAT HUTAN BATANG TORU WILAYAH KABUPATEN

TAPANULI TENGAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

SKRIPSI Oleh: ARIF ADIL

081202044

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

3

PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN DI SEKITAR BLOK

BARAT HUTAN BATANG TORU WILAYAH KABUPATEN

TAPANULI TENGAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

SKRIPSI Oleh: ARIF ADIL

081202044/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

4 LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.

Nama : Arif Adil

NIM : 081202044

Minat Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D Riswan, S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)

5 ABSTRAK

ARIF ADIL : Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, dibimbing oleh RAHMAWATY, S.Hut, M.Si, Ph.D dan RISWAN, S.Hut.

Hutan Batang Toru Blok Barat diketahui merupakan kawasan penting bagi pelestarian keanekargaman hayati dan sistem pendukung kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas. Adanya hubungan yang erat antara aktivitas ekonomi, sosial masyarakat serta kondisi fisik lahan dengan kawasan hutan Batang Toru diperlihatkan dari perubahan kondisi tutupan hutannya akibat penggundulan hutan (deforestasi). Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan dan penyebabnya ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan fisik. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013. Metode pemetaan dilakukan dengan memanfaatkan sistem informasi geografis (GIS) menggunakan ekstensi Change Detection. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan menggunakan Analisi Korelasi dan Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan software SPSS 16,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total luas perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2010 pada empat kecamatan adalah sebesar 4.728,96 Ha atau berkurang sebesar 29,04 % dari total luas lahan berhutan pada tahun 2000 yaitu sebesar 16.280,74 Ha. Dari kelima faktor prediktor yang ditentukan pada empat kecamatan faktor yang paling berpengaruh dalam perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan adalah faktor kerapatan penduduk dan eksistensi tanaman karet sebagai mata pencaharian utama dalam hal ini adalah produksi karet (ton).

(6)

6

ABSTRACT

ARIF ADIL: Forest Cover Change around West Block of Batang Toru Forest at

Tapanuli Tengah District Area, and the Influence Factors, guided by

RAHMAWATY, S.Hut, M.Si, Ph.D and RISWAN, S.Hut.

West Block of Batang Toru Forest known as important area for biodiversity conservation and livelihood support systems continuity of the wider community. The close relation between economyc activity, social community and physical condition with Batang Toru forest cover visible from its forest cover change because of deforestation. Starting from this, this study aims to determine the land use change from forest to non-forest and its causes in terms of social, economic and physical. This study was conducted from October 2012 to March 2013. Mapping method is done by using a geographic information system (GIS) using extension Change Detection. Analysis of the factors affecting changes in land use Correlation Analysis and Regression Analysis using software SPSS 16.00.

The results showed that the total area of land use change from forest to non-forest in the period 2000 to 2010 in four districts amounted to 4728.96 hectares or reduced by 29.04% of the total area of forests in the year 2000 in the amount of 16280.74 Ha . Predictors of the five factors specified in the four districts of the most influential factors in the change of forest land to non-forest is the population density factor and the existence of rubber as the main livelihood in this case is rubber production (tons).

(7)

7 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibuhuan, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara pada tanggal 20 Mei 1989. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Muhammad Ridwan dan Ibu Hj. Nirlenni Harahap.

Penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 142927 Sibuhuan pada tahun 2002, lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Sibuhuan pada tahun 2005, lulus dari SMAN 2 Plus Yayasan Pendidikan Marsipature Hutana Be (YPmhb) Sipirok pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa USU melalui seleksi masuk jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) pada Jurusan Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

(8)

8 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan semangat serta dukungan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan anggota komisi pembimbing Riswan, S.Hut. yang terus membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada BPKH Wilayah I, BPS Sumatera Utara, Yayasan Ekosistem Lestari, BPS Tapanuli Tengah serta seluruh teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, September 2013

(9)

9

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Hutan Batang Toru ... 5

Penggunaan Lahan ... 6

Perubahan Penggunaan Lahan ... 7

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ... 8

Kerusakan Hutan ... 11

Sistem Informasi Geografis... 12

METODE PENELITIAN ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Alat dan Bahan ... 15

Metode Penelitian ... 16

Pengumpulan Data ... 16

Prosedur Penelitian Analisis Perubahan Luas Penutupan Lahan ... 17

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luasan Penggunaan Lahan ... 18

Parameter-parameter yang Digunakan ... 19

Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analisys) ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Tutupan Lahan ... 24

Perubahan Tutupan Lahan... 30

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2000-2006 ... 30

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2006-2010 ... 35

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2000-2010 ... 39

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luasan Penggunaan Lahan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 49

(10)
(11)

11 DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ... 16

2. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ... 17

3. Faktor Penduga yang digunakan dalam analisis regresi ... 19

4. Fungsi regresi dan koefisien determinasi (R2) ... 43

(12)

12 DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 15

2. Luas tutupan lahan Kecamatan Badiri 2000, 2006 dan 2010 ... 24

3. Luas tutupan lahan Kecamatan Pinangsori 2000, 2006 dan 2010 ... 26

4. Luas tutupan lahan Kecamatan Lumut 2000, 2006 dan 2010 ... 27

5. Luas tutupan lahan Kecamatan Sibabangun 2000, 2006 dan 2010 ... 28

6. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Badiri periode 2000 – 2006 ... 30

7. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Pinangsori periode 2000 – 2006 ... 31

8. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Lumut periode 2000 – 2006 ... 32

9. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sibabangun periode 2000 – 2006 ... 33

10.Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Badiri periode 2006 – 2010 ... 36

11.Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Pinangsori periode 2006 – 2010 ... 37

12.Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Lumut periode 2006 – 2010 ... 38

13.Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sibabangun periode 2006 – 2010 ... 39

14.Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Badiri ... 41

15.Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Pinangsori ... 42

16.Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Lumut ... 42

(13)

13 DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Kerapatan Penduduk Kecamatan Badiri, Pinangsori,

Lumut dan Sibabangun (Variabel X1) ... 53

2. Pendapatan Daerah Kecamatan Badiri, Pinangsori, Lumut dan Sibabangun 2010 (Variabel X2) ... 54

3. Produksi Tanaman Karet Kecamatan Badiri, Pinangsori, Lumut dan Sibabangun 2010 (Variabel X3) ... 55

4. Perubahan Luas Tanaman Karet Kecamatan Badiri, Pinangsori, Lumut dan Sibabangun (Variabel X4) ... 56

5. Jarak dari Desa ke Pasar Kecamatan Badiri, Pinangsori, Lumut dan Sibabangun (Variabel X5) ... 57

6. Luas lahan pada empat kecamatan periode 2000 - 2010 ... 58

7. Matriks perubahan lahan kecamatan Badiri 2000-2006 ... 60

8. Matriks perubahan lahan kecamatan Pinangsori 2000-2006 ... 61

9. Matriks perubahan lahan kecamatan Lumut 2000-2006 ... 62

10.Matriks perubahan lahan kecamatan Sibabangun 2000-2006 ... 63

11.Matriks perubahan lahan kecamatan Badiri 2006-2010 ... 64

12.Matriks perubahan lahan kecamatan Pinangsori 2006-2010 ... 65

13.Matriks perubahan lahan kecamatan Lumut 2006-2010 ... 66

14.Matriks perubahan lahan kecamatan Sibabangun 2006-2010 ... 67

15.Hasil analisis regresi berganda Kecamatan Badiri 2000-2006 ... 68

16.Hasil analisis regresi berganda Kecamatan Pinangsori 2000-2006 69

(14)

5 ABSTRAK

ARIF ADIL : Perubahan Penutupan Hutan di Sekitar Blok Barat Hutan Batang Toru Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, dibimbing oleh RAHMAWATY, S.Hut, M.Si, Ph.D dan RISWAN, S.Hut.

Hutan Batang Toru Blok Barat diketahui merupakan kawasan penting bagi pelestarian keanekargaman hayati dan sistem pendukung kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas. Adanya hubungan yang erat antara aktivitas ekonomi, sosial masyarakat serta kondisi fisik lahan dengan kawasan hutan Batang Toru diperlihatkan dari perubahan kondisi tutupan hutannya akibat penggundulan hutan (deforestasi). Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan dan penyebabnya ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan fisik. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013. Metode pemetaan dilakukan dengan memanfaatkan sistem informasi geografis (GIS) menggunakan ekstensi Change Detection. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan menggunakan Analisi Korelasi dan Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan software SPSS 16,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total luas perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2010 pada empat kecamatan adalah sebesar 4.728,96 Ha atau berkurang sebesar 29,04 % dari total luas lahan berhutan pada tahun 2000 yaitu sebesar 16.280,74 Ha. Dari kelima faktor prediktor yang ditentukan pada empat kecamatan faktor yang paling berpengaruh dalam perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan adalah faktor kerapatan penduduk dan eksistensi tanaman karet sebagai mata pencaharian utama dalam hal ini adalah produksi karet (ton).

(15)

6

ABSTRACT

ARIF ADIL: Forest Cover Change around West Block of Batang Toru Forest at

Tapanuli Tengah District Area, and the Influence Factors, guided by

RAHMAWATY, S.Hut, M.Si, Ph.D and RISWAN, S.Hut.

West Block of Batang Toru Forest known as important area for biodiversity conservation and livelihood support systems continuity of the wider community. The close relation between economyc activity, social community and physical condition with Batang Toru forest cover visible from its forest cover change because of deforestation. Starting from this, this study aims to determine the land use change from forest to non-forest and its causes in terms of social, economic and physical. This study was conducted from October 2012 to March 2013. Mapping method is done by using a geographic information system (GIS) using extension Change Detection. Analysis of the factors affecting changes in land use Correlation Analysis and Regression Analysis using software SPSS 16.00.

The results showed that the total area of land use change from forest to non-forest in the period 2000 to 2010 in four districts amounted to 4728.96 hectares or reduced by 29.04% of the total area of forests in the year 2000 in the amount of 16280.74 Ha . Predictors of the five factors specified in the four districts of the most influential factors in the change of forest land to non-forest is the population density factor and the existence of rubber as the main livelihood in this case is rubber production (tons).

(16)

14 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan baik aspek ekonomi, sosial, pembangunan dan lingkungan. Hutan dan ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan keanekaragaman flora dan fauna yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan merupakan sumberdaya alam yang telah mangalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Kawasan hutan alam mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini seiring juga terjadinya penurunan dari segi kualitas hutan sebagai fungsinya. Pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin meningkat, hali imi menurut kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak hanya dari segi financial saja namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya hutan secara utuh (Arief, 2001).

(17)

15 Pertambahan penduduk akan mengakibatkan sebagian fungsi tanaman penghijauan atau pertanian khususnya pada daerah persawahan akan beralih fungsi menjadi lahan tempat hunian. Hal ini mengakibatkan lahan pertanian atau penghijaun tanaman hutan dari hari ke hari semakin menyempit (Hardjadi, 2007).

Penurunan potensi dan perubahan fungsi penggunaan kawasan hutan yang terjadi terus menerus disebabkan oleh perbedaan kepentingan stakeholder

terhadap kawasan hutan dan mempengaruhi institusi yang mengatur tentang pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Hubungan ini membentuk suatu sistem yang utuh dan saling mempengaruhi. Portela dan Rademacher (2001) menggunakan model dinamika untuk menganalisis pola deforestasi yang ditunjukan oleh perbedaan pola degradasi lingkungan di hutan Amazon Brasil (Abdulah, 2010).

Hutan alam di kawasan Daerah Aliran Sungai Batang Toru yang meliputi tiga kabupaten (Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah), telah diketahui merupakan kawasan penting bagi pelestarian keanekargaman hayati dan sistem pendukung kelangsungan sumber penghidupan masyarakat luas. Kawasan ini dikepung oleh kurang lebih 344.520 jiwa atau 81.870 Kepala Keluarga yang tergantung dan menerima manfaat dari keberadaan dan kelestarian kawasan hutan ini, seperti ketersediaan air, keseimbangan iklim. Fakta ini menunjukan bahwa adanya karakter saling mempengaruhi dan saling ketergantungan antara kehudupan masyarakat sekitar hutan dengan kondisi kesehatan hutan alam (Perbatakusuma et al, 2009).

(18)

16 hutannya akibat penggundulan hutan (deforestasi) yang disebabkan perluasan lahan pertanian, pertambangan, pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dan jalan serta usaha pemanfaatan hasil hutan kayu oleh perusahan.

(Perbatakusuma, et al, 2007)

Salah satu permasalahan yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah berupa masih tingginya populasi penduduk, tingkat kemiskinan ekonomi, tingkat konsumsi, tingkat kebutuhan uang tunai pada masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan hutan/koridor. Dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu rancangan dinamika perubahan penggunaan lahan. Informasi ini dapat digunakan sebagai landasan untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam di kawasan tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian pemetaan perubahan penggunaan lahan serta aspek sosial ekonomi yang mempengaruhinya dengan studi kasus Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah dengan sampel yang dipilih adalah wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah yang berbatasan langsung dengan Hutan Batang Toru Blok Barat serta diketahui aktifitas ekonomi masyarakatnya yang tergantung kepada sumberdaya alam hutan tersebut yaitu Kecamatan Badiri, Kecamatan Pinangsori, Kecamatan Lumut dan Kecamatan Sibabangun.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(19)

17 2. Mengetahui penyebab perubahan luas tutupan lahan dari hutan menjadi non hutan di Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan fisik.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi tentang perubahan luas lahan dari hutan menjadi non hutan tahun 2000 – 2006, 2006 – 2010 dan 2000 - 2010 di hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Memberikan gambaran tentang keberadaan penggunaan lahan jika pada masa mendatang terjadi perubahan-perubahan kondisi sosial, ekonomi dan fisik di hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah.

(20)

19 penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan hutan Batang Toru mencapai 38.622 jiwa atau 10.316 kapala keluarga, yang masuk ke dalam 53 desa pada 10 kecamatan di tiga kabupaten. 21 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Selatan, 28 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Utara dan yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 4 desa. Diperkirakan interaksi hutan dengan masyarakat telah terjadi sejak awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti: agroforestri (kebun campur) yang berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem kepemilikan secara adat. Ditambahkan oleh Budidarsono (2006), bahwa 90% penduduk di sekitar kawasan hutan Batang Toru telah mengembangkan berbagai bentuk sistim pertanian berbasis pohon yang secara dinamis menyesuaikan kondisi kelerengan yang curam dengan tanah relatif kurang subur (Perbatakusuma, et al., 2011).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan secara umum didefinisikan sebagai penggolongan penggunaan lahan yang dilakukan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi. Sedangkan penutupan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. (Lillesand dan Kiefer, 1990).

(21)

20 dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Campur tangan manusia ini sangat jelas terutama dalam memanipulasi kondisi ataupun proses ekologi yang berlangsung pada suatu areal.

Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen yang dianggap tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya. Misalnya diubahnya areal hutan yang heterogen menjadi lahan perkebunan yang homogen karena budidaya perkebunan lebih menguntungkan daripada hutan. Demikian juga dengan pengalihfungsian lahan rawa menjadi lahan tambang, lahan terbuka menjadi perkebunan dan sebagainya (Mather, 1986 dalam Rosnila, 2004).

Penggunaan lahan dikelompokkan ke dalam dua bentuk yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan dan sebagainya; (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Sebagai wujud kegiatan manusia, maka di lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan lahan (Arsyad, 2010).

Perubahan Penggunaan Lahan

(22)

21 pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara (Winoto et al., 1996).

Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan (Rosnila, 2004).

Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

(23)

22 Perubahan penggunaan lahan juga dipengaruhi ekonomi. Faktor kelayakan ekonomi yaitu seluruh persyaratan yang diperlukan untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan lahannya kecuali bila penggunaan tersebut, termasuk dalam hal ini teknologi yang diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1986).

Kelayakan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap penggunaan lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru ataupun meningkatnya permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaanlahan yang tadinya tidakmemiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara ekonomis (Saefulhakim, 1999).

Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan-aturan dari masyarakat, termasuk dalam hal ini aturan atau perundangan dari pemerintah setempat (Barlowe, 1986).

(24)

23 ekonomi dan sosial budaya, yang antara lain diperoleh dari data informasi hasil inventarisasi hutan dan penataan hutannya, serta sumber lainnya.

a. Data dan informasi aspek ekologi, antara lain:

- Kondisi fisik wilayah yang meliputi jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi dan lain-lain;

- Kondisi hutan yang meliputi jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu dan lainlain;

- Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) b. Data dan informasi aspek ekonomi, antara lain:

- Aksesibilitas wilayah KPHL dan KPHP;

- Potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL dan KPHP meliputi industri kehutanan sekitar wilayah, peluang ekonomi yang bisa dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan dan lain-lain;

- Batas administrasi pemerintahan;

- Nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan;

c. Data dan informasi aspek sosial, antara lain: - Perkembangan demografi sekitar kawasan;

- Pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan; - Keberadaan kelembagaan masyarakat;

(25)

24 Kerusakan Hutan

Rusaknya hutan telah berdampak pada semakin menurunnya kualitas lingkungan dan keseimbangan alam. Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia yang dapat menyerap karbondioksida dan menyediakan oksigen bagi kehidupan permukaan bumi. Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan air tanah. Untuk itu, bencana kekeringan, banjir dan tanah longsor memiliki kaitan positif dengan fenomena kerusakan hutan (BAPLAN, 2005).

Penebangan hutan telah terjadi secara besar-besaran sejak akhir tahun 1960-an yang dikenal dengan istilah “banjir-kap”. Istilah ini merujuk pada situasi dimana orang melakukan penebangan kayu, sekarang dikenal dengan pembalakan secara manual. Fenomena ini terus berjalan pada tahun 1970-an dan sesudahnya. Pada decade 1990-an fenomena ini semakin kuat setelah dibukanya ijin-ijin pengusahaan hutan dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan pola tebang habis.dalam fase berikutnya, pembalakan berkembang kearah konversi hutan untuk perkebunan skala besar dan kawasan pemukiman (Hariyadi, 2006).

(26)

25 dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian di kawasan budidaya. Karena pada kenyataannya, diperkirakan, hampir sebagian besar kawasan Batang Toru atau sekitar 90 – 10% bersinggungan langsung dengan kawasan budidaya, seperti pertanian campuran, pertanian sawah, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, pertambangan, instalasi pembangkit tenaga listrik dan perkebunan besar swasta. Kawasan ini dapat dikenal sebagai Daerah Interaksi Hutan – Masyarakat (forest-people interaction zone).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi informasi spasial yang menghasilkan data digital yang dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dari suatu wilayah, serta mengilustrasikan potensi kerusakan lahan yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam pengelolaan sumber daya lahan secara berkelanjutan. Kebutuhan informasi yang cepat, tepat dan layak sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial (Wiroseodarmo, 2007).

Kelebihan dari Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah mampu mengolah secara bersamaan informasi spasial dengan cepat dan tepat, walaupun input peta analog yang digunakan mempunyai tingkat ketelitian/skala yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena SIG mampu memproyeksikan data spasial tersebut menjadi satu sistem proyeksi yang sama. Selain itu SIG menggabungkan data dengan format yang berbeda, misalnya format raster dari klasifikasi data satelit dengan vektor dari proses digitasi (Prasetyo, 2004).

(27)

26 2004 dan 2010 berturut-turut adalah sebesar 93,59 Ha, 120,04 Ha dan 132,04 Ha atau masing-masing mencapai 41,4%, 53,1% dan 58,4% dari luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Luas lahan perkebunan di kabupaten ini cenderung mengalami kenaikan dalam rentang waktu sepuluh tahun dengan konversi sekitar 6.612,50 Ha per tahun periode tahun 2000-2004 dan pada periode 2004-2010 rata-rata meningkat sekitar 2.000 Ha per tahun. Rata-rata-rata konversi penggunaan lahan perkebunan tahun 2000- 2010 di Kabupaten Bangka Tengah adalah sekitar 3.850 Ha per tahun. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap bertambah luasnya pemukiman adalah proporsi pemukiman, proporsi perkebunan dan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan luas pemukiman cenderung terjadi pada wilayah relatif berkembang yang ditunjukkan dengan tingginya Indeks Perkembangan Desa (IPD) wilayah tersebut dan memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yang tercermin dari proporsi pemukiman yang cukup luas. Proporsi perkebunan berpengaruh nyata negatif terhadap perubahan pemukiman menunjukkan bahwa pusat terjadinya peningkatan pemukiman terjadi pada wilayah yang relatif mendekati kota, baik ibukota provinsi maupun ibukota kabupaten dan kecamatan pemekaran.

Niin (2010) dalam skripsinya menyimpulkan bahwa faktor fisik lahan merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor sosial ekonomi.

(28)
(29)

18 TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Batang Toru

Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat (HBTBB) secara administrasi terletak pada tiga kabupaten, yaitu: Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah. Dimana secara geografis terletak antara 98046’48”-99017’24” Bujur Timur dan 1027’00”-1059’24” Lintang Utara. Kawasan ini merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan beberapa spesies penting untuk dilindungi.

Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) secara keilmuan diketahui merupakan kawasan penting biodiveristas (key biodiversity area) yang masih tersisa di Pulau Sumatera. Kawasan ini merupakan habitat bagi setidak-tidaknya 67 jenis mamalia, 287 jenis burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Di kawasan Hutan Batang Toru juga menyimpan populasi satwa dan tumbuhan yang terancam punah secara global, seperti oangutan Sumatera (Pongo

abelli) Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis), Tapir (Tapirus indicus),

Kambing Hutan (Naemorhedus sumatraensis), Elang Wallacea (Spizateu nanus), bunga terbesar dan tertinggi di dunia, yaitu Raflesia gadutnensis dan

Amorphaphalus baccari serta Amorphophalus gigas. KHBT masih mampu

menyimpan populasi minimum yang mampu bertahan hidup sebanyak 400 – 600 individu, masing-masing populasi di KHBT bagian Barat sebanyak 250 individu dan KHBT bagian Timur (Sarula/Selindung) sebanyak 150 individu (Perbatakusuma, et al., 2011).

(30)

19 penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan hutan Batang Toru mencapai 38.622 jiwa atau 10.316 kapala keluarga, yang masuk ke dalam 53 desa pada 10 kecamatan di tiga kabupaten. 21 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Selatan, 28 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Utara dan yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 4 desa. Diperkirakan interaksi hutan dengan masyarakat telah terjadi sejak awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti: agroforestri (kebun campur) yang berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem kepemilikan secara adat. Ditambahkan oleh Budidarsono (2006), bahwa 90% penduduk di sekitar kawasan hutan Batang Toru telah mengembangkan berbagai bentuk sistim pertanian berbasis pohon yang secara dinamis menyesuaikan kondisi kelerengan yang curam dengan tanah relatif kurang subur (Perbatakusuma, et al., 2011).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan secara umum didefinisikan sebagai penggolongan penggunaan lahan yang dilakukan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi. Sedangkan penutupan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. (Lillesand dan Kiefer, 1990).

(31)

20 dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Campur tangan manusia ini sangat jelas terutama dalam memanipulasi kondisi ataupun proses ekologi yang berlangsung pada suatu areal.

Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen yang dianggap tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya. Misalnya diubahnya areal hutan yang heterogen menjadi lahan perkebunan yang homogen karena budidaya perkebunan lebih menguntungkan daripada hutan. Demikian juga dengan pengalihfungsian lahan rawa menjadi lahan tambang, lahan terbuka menjadi perkebunan dan sebagainya (Mather, 1986 dalam Rosnila, 2004).

Penggunaan lahan dikelompokkan ke dalam dua bentuk yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan dan sebagainya; (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Sebagai wujud kegiatan manusia, maka di lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan lahan (Arsyad, 2010).

Perubahan Penggunaan Lahan

(32)

21 pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara (Winoto et al., 1996).

Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan (Rosnila, 2004).

Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

(33)

22 Perubahan penggunaan lahan juga dipengaruhi ekonomi. Faktor kelayakan ekonomi yaitu seluruh persyaratan yang diperlukan untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan lahannya kecuali bila penggunaan tersebut, termasuk dalam hal ini teknologi yang diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1986).

Kelayakan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap penggunaan lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru ataupun meningkatnya permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaanlahan yang tadinya tidakmemiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara ekonomis (Saefulhakim, 1999).

Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat. Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan-aturan dari masyarakat, termasuk dalam hal ini aturan atau perundangan dari pemerintah setempat (Barlowe, 1986).

(34)

23 ekonomi dan sosial budaya, yang antara lain diperoleh dari data informasi hasil inventarisasi hutan dan penataan hutannya, serta sumber lainnya.

a. Data dan informasi aspek ekologi, antara lain:

- Kondisi fisik wilayah yang meliputi jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi dan lain-lain;

- Kondisi hutan yang meliputi jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu dan lainlain;

- Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) b. Data dan informasi aspek ekonomi, antara lain:

- Aksesibilitas wilayah KPHL dan KPHP;

- Potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL dan KPHP meliputi industri kehutanan sekitar wilayah, peluang ekonomi yang bisa dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan dan lain-lain;

- Batas administrasi pemerintahan;

- Nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan;

c. Data dan informasi aspek sosial, antara lain: - Perkembangan demografi sekitar kawasan;

- Pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan; - Keberadaan kelembagaan masyarakat;

(35)

24 Kerusakan Hutan

Rusaknya hutan telah berdampak pada semakin menurunnya kualitas lingkungan dan keseimbangan alam. Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia yang dapat menyerap karbondioksida dan menyediakan oksigen bagi kehidupan permukaan bumi. Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan air tanah. Untuk itu, bencana kekeringan, banjir dan tanah longsor memiliki kaitan positif dengan fenomena kerusakan hutan (BAPLAN, 2005).

Penebangan hutan telah terjadi secara besar-besaran sejak akhir tahun 1960-an yang dikenal dengan istilah “banjir-kap”. Istilah ini merujuk pada situasi dimana orang melakukan penebangan kayu, sekarang dikenal dengan pembalakan secara manual. Fenomena ini terus berjalan pada tahun 1970-an dan sesudahnya. Pada decade 1990-an fenomena ini semakin kuat setelah dibukanya ijin-ijin pengusahaan hutan dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan pola tebang habis.dalam fase berikutnya, pembalakan berkembang kearah konversi hutan untuk perkebunan skala besar dan kawasan pemukiman (Hariyadi, 2006).

(36)

25 dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian di kawasan budidaya. Karena pada kenyataannya, diperkirakan, hampir sebagian besar kawasan Batang Toru atau sekitar 90 – 10% bersinggungan langsung dengan kawasan budidaya, seperti pertanian campuran, pertanian sawah, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, pertambangan, instalasi pembangkit tenaga listrik dan perkebunan besar swasta. Kawasan ini dapat dikenal sebagai Daerah Interaksi Hutan – Masyarakat (forest-people interaction zone).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi informasi spasial yang menghasilkan data digital yang dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dari suatu wilayah, serta mengilustrasikan potensi kerusakan lahan yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam pengelolaan sumber daya lahan secara berkelanjutan. Kebutuhan informasi yang cepat, tepat dan layak sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial (Wiroseodarmo, 2007).

Kelebihan dari Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah mampu mengolah secara bersamaan informasi spasial dengan cepat dan tepat, walaupun input peta analog yang digunakan mempunyai tingkat ketelitian/skala yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena SIG mampu memproyeksikan data spasial tersebut menjadi satu sistem proyeksi yang sama. Selain itu SIG menggabungkan data dengan format yang berbeda, misalnya format raster dari klasifikasi data satelit dengan vektor dari proses digitasi (Prasetyo, 2004).

(37)

26 2004 dan 2010 berturut-turut adalah sebesar 93,59 Ha, 120,04 Ha dan 132,04 Ha atau masing-masing mencapai 41,4%, 53,1% dan 58,4% dari luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Luas lahan perkebunan di kabupaten ini cenderung mengalami kenaikan dalam rentang waktu sepuluh tahun dengan konversi sekitar 6.612,50 Ha per tahun periode tahun 2000-2004 dan pada periode 2004-2010 rata-rata meningkat sekitar 2.000 Ha per tahun. Rata-rata-rata konversi penggunaan lahan perkebunan tahun 2000- 2010 di Kabupaten Bangka Tengah adalah sekitar 3.850 Ha per tahun. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap bertambah luasnya pemukiman adalah proporsi pemukiman, proporsi perkebunan dan Indeks Perkembangan Desa (IPD). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan luas pemukiman cenderung terjadi pada wilayah relatif berkembang yang ditunjukkan dengan tingginya Indeks Perkembangan Desa (IPD) wilayah tersebut dan memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yang tercermin dari proporsi pemukiman yang cukup luas. Proporsi perkebunan berpengaruh nyata negatif terhadap perubahan pemukiman menunjukkan bahwa pusat terjadinya peningkatan pemukiman terjadi pada wilayah yang relatif mendekati kota, baik ibukota provinsi maupun ibukota kabupaten dan kecamatan pemekaran.

Niin (2010) dalam skripsinya menyimpulkan bahwa faktor fisik lahan merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor sosial ekonomi.

(38)
(39)

28 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 – Maret 2013 di empat kecamatan yang termasuk dalam Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Tengah, yaitu: Kecamatan Sibabangun, Kecamatan Lumut, Kecamatan Pinangsori dan Kecamatan Badiri (Gambar 1). Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2013. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2013.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan

(40)

29 Tabel 1. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.

No Nama Alat / Bahan Keterangan

Alat

1 Hardware Personal computer (PC) / Laptop Media Software untuk operasi data.

2 Software Arc View 3.3 Untuk menyimpan, mengolah, analisis, dan menampilkan data

3 Software Global Mapper 11.0 Untuk konversi data citra ke dalam bentuk shp.

4 Software SPSS 11.0 Untuk menghitung data atribut

5 Global Positioning System (GPS) Untuk memetukan koordinat di lapangan (ground check) Bahan

1 Peta administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah Untuk pembuatan peta perubahan lahan 2 Peta tutupan lahan Kabupaten Tapanuli Tengah Untuk pembuatan peta

perubahan lahan

Metode Penelitian Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung dari lapangan dengan survey langsung dan melakukan wawancara dengan perangkat kecamatan masing-masing kecamatan yang merupakan wilayah yang bersentuhan langsung dengan hutan Batang Toru Blok Barat Tapanuli Tengah. Data primer berupa jarak dari desa ke masing-masing pasar terdekat dam data hasil wawancara. Data sekunder dikumpulkan dari data yang ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan oleh instansi terkait maupun literatur pendukung lainnya termasuk peta penutupan lahan, data kerapatan penduduk, target dan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan masing-masing kecamatan, peta administrasi dan peta tutupan lahan Kabupaten

(41)

30 Tabel 2. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian.

No Nama Data Jenis Data Sumber

1 Peta administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah

Data Sekunder BPKH Sumut

2 Peta tutupan lahan Kabupaten Tapanuli Tengah

Data sekunder BPKH Sumut

3 Kerapatan penduduk Data sekunder BPS Kabupaten Tapanuli Tengah 4 Pendapatan daerah Data sekunder BPS Kabupaten

Tapanuli Tengah

5 Produksi karet Data primer Survey lapangan

6 Perubahan luas tanaman komoditi utama (karet) tahun 2000 – 2010

Data sekunder BPS Kabupaten Tapanuli Tengah

7 Jarak dari desa ke pasar Data primer Survey lapangan

Prosedur Penelitian

Analisis Perubahan Luas Penutupan Lahan

Analisis yang akan digunakan pada perubahan kawasan hutan menjadi non hutan ini adalah dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG), yaitu dengan membandingkan luas penutupan lahan hutan di empat kecamatan sampel pada tahun 2006 sampai tahun 2010, sehingga diperoleh data perubahan lahan. Untuk menganalisis perubahan lahan tersebut digunakan Ekstension Change

Detection pada ArcView. Change detection adalah suatu analisis deteksi

perubahan (change-detection analysis) dilakukan untuk menentukan laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh

(remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua

(42)

31 lahan di kawasan hutan Batang Toru Blok Barat. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Positioning System (GPS).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luasan Penggunaan Lahan Analisis faktor sosial, ekonomi dan fisik yang mempengaruhi perubahan luas penggunaan lahan dilakukan Analisis Korelasi dan Analisis Regresi Berganda

(Multiple Regression Analysis) dengan menggunakan software SPSS 16. Tahap

awal dilakukan dengan mentabulasi hasil perubahan masing-masing perubahan lahan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya dalam sebuah basis data. Hasil dari tabulasi perubahan luasan penggunaan lahan ini dilihat hubungannya dengan faktor sosial, ekonomi dan fisik daerah tersebut.

Peubah faktor sosial dan ekonomi pertama-tama dilihat hubungannya dengan Analisis Korelasi (matriks korelasi). Analisis ini merupakan salah satu cara untuk mengukur hubungan antara dua peubah atau sifat bersama yang dimiliki oleh peubah-peubah tersebut agar diketahui hubungan keterikatan antara peubah bebas (independent) dengan peubah terikat (dependent). Analisis ini akan memperlihatkan keeratan hubungan antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Hanya peubah-peubah yang berkorelasi nyata terhadap proporsi perubahan luas penggunaan lahan dan memiliki nilai korelasi yang cukup besar saja yang kemudian dianalisis hingga pengembangan model penduga perubahan luas penggunaan lahannya.

Kemudian dilakukan analisis untuk mengembangkan model Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analisys) penduga pengaruh faktor sosial

(43)

32 sebagai peubah terikat (dependent), sedangkan karakteristik sosial dan ekonomi masing-masing wilayah administrasi diasumsikan sebagai peubah bebas (independent).

Bentuk persamaan regresi secara umum dinyatakan sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + … + bkXk

Konstanta b0 adalah peubah respons ketika peubah penduga bernilai 0 (nol), b1, b2, … dan bk adalah parameter-parameter model regresi untuk peubah X1, X2, dan seterusnya.

Parameter-parameter yang Digunakan

Adapun parameter-parameter yang akan digunakan dalam memodelkan persamaan regresi perubahan penggunaan lahan adalah perubahan luas penggunaan lahan (Yj = peubah terikat) yang dalam hal ini yaitu perubahan luas lahan hutan menjadi lahan non hutan. Faktor-faktor penduga yang digunakan dalam analisis ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor Penduga yang Digunakan dalam Analisis Regresi

No Variabel Jenis

> pokok penetapan PBB sesuai pokok penetapan PBB

(44)

33 Perubahan kerapatan penduduk dipertimbangkan karena peningkatan jumlah penduduk berindikasi pada peningkatan kebutuhan hidup baik pangan maupun sandang dan papan yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Rata-rata pendapatan masyarakat dipertimbangkan untuk melihat seberapa besar pengaruh keuntungan masyarakat yang memanfaatkan lahannya untuk bertani (lahan difungsikan selain hutan), sehingga akan mempengaruhi pola perubahan lahan (Supriyati, 2006).

Peningkatan pendapatan penduduk akan menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian dengan laju yang lebih cepat dibandingkan kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan lahan pertanian, sehingga nilai ekonomi lahan pertanian menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan lahan non pertanian. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan. Untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan yang tinggi dan cepat, banyak petani pemilik lahan menjual atau mengkonversi lahannya menjadi lahan non pertanian (Saefulhakim, 2005).

Di kabupaten Tapanuli Tengah bagian Selatan (kecamatan Sukabangun, Sibabangun, Lumut, Pinangsori, Badiri, Tukka) mayoritas mata pencarian masyarakatnya adalah bertani tamanan keras yaitu tanaman karet dan sawit. Oleh karena ini perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan disebabkan oleh konversi hutan menjadi tutupan lahan tersebut. Oleh karena itu pengaruh faktor produksi karet dan perubahan luasan lahan tanaman karet tahun 2000 sampai 2010 perlu dilihat keterkaitannya dengan perubahan hutan menjadu non hutan.

(45)

34 tinggi. Ketersediaan pasar memacu masyarakat untuk mengembangkan usaha yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Sehingga perlu ditinjau aksesibilitas masyarakat dalam memasarkan hasil hutan ke pasar, dalam hal ini yang ditinjau adalah jarak dari desa ke pasar terdekat (Gadang, 2010).

Analisis Data

Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analisys)

Analisis Regresi Berganda akan menghasilkan nilai penduga (estimate) koefisien peubah yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap pola perubahan luas penggunaan. Nilai koefisien positif menggambarkan pendugaan pengaruh peubah yang diukur bersifat meningkatkan probabilitas terjadinya perubahan luasan penggunaan lahan tertentu, sedangkan nilai koefisien negatif bersifat menurunkan probabilitas perubahan.

Ketelitian hubungan model regresi ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2), yaitu semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka hubungan antara peubah bebas dengan peubah terikat cukup teliti. Suatu model dikatakan memenuhi syarat yang mampu menerangkan variasi yang terjadi yaitu dengan nilai R2 > 60%.

Pendugaan model regresi dilakukan dengan menggunakan hipotesis : a. H0 = Regresi berganda tidak berarti, artinya peubah terikat tidak dipengaruhi

oleh peubah bebas.

b. H1 = Regresi berganda berarti, artinya peubah terikat dipengaruhi oleh peubah bebas.

(46)

35 a. Jika nilai F hitung > F tabel : terima H1, artinya regresi berganda berarti.

b. Jika nilai F hitung < F tabel : terima H0, artinya regresi berganda tidak berarti. Uji signifikasi dapat dilakukan dengan melihat besarnya uji t dan signifikasinya. Untuk menggunakan koefisien uji t sebagai menetapkan dasar signifikasi harus menggunakan t tabel. Dalam memberikan interpretasi yang lebih praktis adalah dengan menggunakan nilai signifikasi. Ketentuannya adalah sebagai berikut;

1. Bila signifikasi < dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat signifikan.

2. Bila signifikasi > dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat tidak signifikan.

Pada software SPSS 16.00 teknik analisis interpretasi korelasi yang digunakan yaitu;

1. Bila koefisien korelasinya bertanda positif, menunjukkann arah korelasinya positif (searah), mengadung pengertian semakin tinggi skor variabel pertama maka semakin tinggi pula skor variabel kedua, sebliknya semakinrendah skor variabel pertama maka skor variable kedua semakin rendah.

(47)

36 Langkah-langkah dalam pembuatan model perubahan tutupan lahan hutan menjadi non hutan adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan analisis change detection pada peta tutupan lahan tahun 2000 - 2006, tahun 2006 - 2010 serta tahun 2000 - 2010.

2. Dilakukan seleksi wilayah mana saja yang mengalami perubahan tutupan lahan hutan menjadi non hutan.

(48)

37 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pata peta penutupan lahan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Sibabangun, Kecamatan Lumut, Kecamatan Pinangsori dan Kecamatan Badiri terdapat enam belas kelas tutupan lahan, yaitu hutan primer, hutan sekunder, belukar, perkebunan, pemukiman, tanah kosong, badan air, sungai, mangrive kering, hutan rawa sekunder, belukar rawa, pertanian kering, pertanian campuran campur semak, sawah, tambak dan bandara.

Gambar 2. Luas tutupan lahan Kecamatan Badiri 2000, 2006 dan 2010 Tutupan lahan yang terdapat pada Kecamatan Badiri pada tahun 2000, 2006 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 2 yang diperoleh dari analisis peta tutupan lahan tahun 2000, 2006 dan 2010. Analisis yang dilakukan pada tahun

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

(49)

38 2000 menunjukkan bahwa kelas tutupan lahan yang memiliki luasan tertinggi adalah pertanian lahan kering dengan luas 4.361,69 Ha (27,19 %), disusul oleh tutupan lahan hutan sekunder sebesar 4.009,19 Ha (25,00 %) dan tutupan lahan perkebunan sebesar 2.138,61 Ha (13,33 %). Sedangkan luasan tutupan lahan terendah adalah terbuka sebesar 7,42 Ha (0,04 %), tubuh air sebesar 20,90 Ha (0.12 %) kemudian lahan yang difungsikan sebagai bandara sebesar 73,99 Ha (0,46 %).

Tahun 2006 tutupan lahan terluas adalah pertanian lahan kering sebesar 4.915,63 Ha (30,65 %) kemudian tutupan lahan hutan sekunder sebesar 3.309,49 Ha (20,63 %) dan tutupan lahan perkebunan sebesar 2.138,61 Ha (13,33 %). Tutupan lahan terendah tetap lahan terbuka yang dari tahun 2000 mengalami pertambahan luas menjadi 20,007 Ha. Sedangkan tutupan lahan tubuh air dan bandara tidak mengalami pertambahan luas dari tahun 2000.

(50)

39 Gambar 3. Luas tutupan lahan Kecamatan Pinangsori 2000, 2006 dan 2010

Kecamatan Pinangsori berdasarkan hasil analisis peta tutupan lahan tahun 2000, 2006 dan 2010 yang terdapat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa tutupan lahan terbesar pada tahun 2000 adalah pertanian lahan kering sebesar 6.356,10 Ha (49,98 %) kemudian tutupan lahan hutan rawa sekunder sebesar 1.774,54 Ha (13,95 %) serta tutupan lahan belukar sebesar 1.527,22 Ha (12,01 %). Sedangkan pada tahun 2006 tutupan lahan terbesar tetap pertanian lahan kering sebesar 6.593,67 Ha (51,87 Ha) kemudian tutupan lahan belukar sebesar 1.519,84 Ha (11,95 %) dan tutupan lahan hutan rawa sekunder yaitu sebesar 1.481,19 Ha (11,62 %). Tahun 2010 tutupan lahan terbesar Kecamatan Pinangsori tetap pada tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 6.399,53 ha (50,34 %), tutupan lahan belukar sebesar 1.514,47 ha (11,91 %) kemudian tutupan lahan perkebunan yaitu sebesar 1.160,44 ha (9,12 %). Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa pertanian lahan kering adalah luasan terbesar pada ketiga periode tahun, yang

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

(51)

40 secara fluktuatif 6.356,10 Ha, 6.593,67 Ha dan 6.399,53 Ha. kemudian tutupan lahan belukar dengan luas 1.527,22 Ha, 1.519,84 Ha dan 1.514,47 Ha serta tutupan lahan hutan rawa sekunder sebesar 1.774,54 Ha, 1.481,20 Ha dan 598,41 Ha.

Gambar 4. Luas tutupan lahan Kecamatan Lumut 2000, 2006 dan 2010

Hasil analisis pada peta tutupan lahan Kecamatan Lumut tahun 2000, 2006 dan 2010 yang terdapat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tutupan lahan terbesar yaitu pertanian lahan kering yaitu sebesar 5.242,19 Ha (39,76 %), tutupan lahan belukar sebesar 2.677,83 Ha (20,31 %) dan tutupan lahan hutan rawa sekunder yaitu sebesar 1.568,47 Ha (11,89%). Sedangkan pada tahun 2006 pertanian lahan kering masih tetap luasan yang tertinggi sebesar 5.597,76 Ha (42,46 %) kemudian tutupan lahan belukar yang tetap dari tahun 2000 yaitu sebesar 2.677,83 Ha (20,31 %) serta tutupan lahan hutan rawa sekunder sebesar 1.349,02 Ha (10,23 %).

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

(52)

41 Sedangkan tutupan lahan terbesar pada Kecamatan Lumut pada tahun 2010 tetap tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar 5.597,75 Ha (42,46 %) kemudian tutupan lahan belukar sebesar 2.592,61 Ha (19,66 %) dan tutupan lahan perkebunan sebesar 1.573,56 Ha (11,93 %). Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa tutupan lahan pertanian lahan kering pada kecamatan Lumut periode tahun 2000 sampai tahun 2010 adalah tutupan lahan yang mendominasi terluas disusul tutupan lahan belukar dan tutupan lahan hutan rawa sekunder dan perkebunan. Perkebunan mengalami pertambahan luas tiap periodenya. Hal ini dapat dibandingkan dengan pernyataan Rahmawaty (2011) yang menyatakan bahwa berkurangnya tutupan semak (belukar) pada DAS Besitang Langkat, diikuti dengan bertambahnya tutupan perkebunan pada periode 1990-2001 (jangka waktu sebelas tahun).

Gambar 5. Luas tutupan lahan Kecamatan Sibabangun 2000, 2006 dan 2010

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

(53)

42 Kecamatan Sibabangun berdasarkan analisis pada peta tutupan lahan kecamatan Sibabangun tahun 2000, 2006 dan 2010 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tutupan lahan tertinggi adalah tutupan lahan hutan sekunder sebesar 6.328,96 Ha (34,51 %) disusul pertanian lahan kering yaitu sebesar 5981,92 Ha (32,61 %) kemudian tutupan lahan belukar sebesar 4.324,59 Ha (23,57 %). Tahun 2006 tutupan lahan terbesar adalah tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar 6.580,15 Ha (35,88 %) kemudian tutupan lahan hutan sekunder sebesar 5.696,16 Ha (31,06 %) serta tutupan lahan belukar sebesar 4.367,37 Ha (23,81 %). Kecamatan Sibabangun pada tahun 2010 tutupan lahan terbesar masih tetap tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar 6.580,15 Ha (35,88 %), kemudian tutupan lahan belukar yaitu sebesar 5.033,63 Ha (27,44 %) serta tutupan lahan hutan sekunder yaitu sebesar 5.020,04 ha (27,38). Kecamatan Sibabangun dari hasil analisis tutupan lahan diketahui bahwa pertanian lahan kering, hutan sekunder dan belukar adalah tutupan lahan yang mendominasi atau yang terbesar luasannya pada periode tahun 2000 sampai tahun 2010.

(54)

43 Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan tutupan lahan dalam kawasan hutan di empat Kecamatan sampel dalam Kabupaten Tapanuli Tengah dalam periode tahun 2000 sampai tahun 2010 diperoleh dengan bantuan tools ekstension ”change detection” dan diperoleh hasil berupa luasan tutupan lahan yang berubah dari tahun 2000 sampai tahun 2006 dan tahun 2006 sampai tahun 2010. Perubahan lahan pada kawasan hutan di empat Kecamatan menunjukkan bahwa perubahan cukup banyak terjadi terutama pada tutupan lahan pertanian lahan kering, pertanian campuran, hutan rawa sekunder dan hutan sekunder dimana pada tutupan lahan perkebunan mengalami pertambahan luas tiap kecamatan selain kecamatan Sibabangun.

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2000 - 2006

Data perubahan tutupan lahan pada Kecamatan Badiri periode tahun 2000 sampai tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel 8.

(55)

44 Tutupan lahan belukar berubah menjadi tambak sebesar 16,21 Ha menyebabkan pertambahan luasan tambak dari 114,11 Ha menjadi 130,32 Ha. Kemudian tutupan lahan hutan sekunder yang berubah menjadi belukar sebesar 145,35 Ha, menjadi tutupan lahan pertanian lahan kering sebesar 542,49 Ha serta menjadi terbuka sebesar 12,58 Ha. Hal ini menyebabkan pengurangan luasan hutan sekunder dari 4.009,91 Ha menjadi 3.309,49 Ha. Perubahan lahan juga terjadi pada tutupan lahan pertanian campuran menjadi pertanian lahan kering yaitu sebesar 11,45 Ha menyebabkan pengurangan luasan pertanian campuran dari 2.012,07 Ha menjadi 2.000,62 Ha. Selebihnya pada kecamatan Badiri tidak mengalaimi perubahan lahan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2006. Perubahan yang terbesar terjadi pada tutupan lahan hutan sekunder yang mengalami pengurangan luasan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2006.

(56)

45 Kecamatan Pinangsori pada periode 2000 sampai 2006 berdasarkan peta perubahan tutupan lahan menunjukkan bahwa tutupan lahan belukar dan tutupan lahan hutan rawa sekunder berubah menjadi tutupan lahan terbuka masing-masing sebesar 7,37 Ha dan 19,02 Ha yang menyebabkan pertambahan luas tutupan lahan terbuka dari 14,18 Ha menjadi 40,58 Ha. Tutupan lahan hutan sekunder dan hutan rawa sekunder berubah menjadi tutupan lahan pertanian lahan kering masing-masing sebesar 203,45 Ha dan 274,32 Ha yang menyebabkan pertambahan luas pertanian lahan kering dari 6.356,10 Ha menjadi 6.593,67 Ha. Kemudian tutupan lahan pertanian campuran berubah menjadi tutupan lahan perkebunan sebesar 240,20 Ha. Penjabaran diatas menunjukkan bahwa pada kecamatan Pinangsori mengalami perluasan areal pertanian lahan kering, perkebunan dan terbuka diikuti dengan berkurangnya luas hutan sekunder dan hutan rawa sekunder.

(57)

46 Perubahan tutupan lahan Kecamatan Lumut pada periode tahun 2000 sampai tahun 2000 berdasarkan peta tutupan lahan didapat bahwa tutupan lahan hutan sekunder berubahan menjadi pertanian lahan kering dan terbuka masing-masing sebesar 351,33 Ha dan 10,67 Ha yang menyebabkan pengurangan luas hutan sekunder dari 1.076,30 Ha menjadi 714,29 Ha pada periode ini. Sementara tutupan lahan hutan rawa sekunder berubah menjadi lahan perkebunan dan terbuka masing-masing sebesar 156,23 Ha dan 63,21 Ha yang menyebabkan pengurangan luasan hutan rawa sekunder dari 1.568,47 Ha menjadi 1.349,02 Ha. Tutupan lahan belukar rawa juga mengalami perubahan menjadi perkebunan sebesar 12,47 Ha serta tutupan yang terbuka sebesar 4,24 Ha berubahn menjadi pertanian lahan kering. Pada kecamatan Lumut tutupan lahan yang berhutan menjadi non hutan terlihat pengurangan pada tutupan lahan hutan sekunder dan hutan rawa sekunder.

(58)

47 Perubahan tutupan lahan pada kecamatan Sibabangun pada periode tahun 2000 sampai tahun 2006 diketahui bahwa tutupan lahan hutan sekunder mengalami perubahan menjadi tutupan lahan pertanian lahan kering dan terbuka masing-masing sebesar 598,23 Ha dan 34,56 Ha yang menyebabkan pengurangan luasan hutan sekunder pada periode ini dari 6.328,96 Ha menjadi 5.696,16 Ha. Kemudian tutupan lahan terbuka berubah menjadi belukar sebesar 34,78 Ha. Selain hutan sekunder, tidak banyak perubahan lahan yang terjadi pada kecamatan Sibabangun. Tetapi justru pada hutan sekunder mengalami perubahan yang cukup besar pengurangan luasannya.

(59)

48 menjadi non hutan adalah sebesar 632,80 Ha dengan perincian hutan sekunder menjadi pertanian lahan kering dan terbuka. Peubahan ini terjadi di desa Hutagurgur dan Sibio-bio.

Jadi total luas perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan pada empat kecamatan periode tahun 2000 sampai tahun 2006 adalah sebesar 2.411,38 Ha atau berkurang sebesar 14,81 % dari total luas seluruh lahan berhutan tahun 2000 di empat kecamatan yaitu 16.280,74 Ha. Artinya luas lahan berhutan pada tahun

2006 setelah mengalami perubahan dari tahun 2000 menjadi sebesar 13.869,26 Ha. Perubahan luas dari hutan menjadi non hutan ini disebabkan oleh

kebutuhan masyarakat sekitar hutan akan sumberdaya alam yang mutlak harus dipenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sadikin (2009) yang menyatakan aktivitas pembangunan dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan terhadap lahan meningkat, sementara itu ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya tidak berubah. Sumberdaya lahan memiliki ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Penawaran lahan relatif terbatas sedangkan permintaannya tak terbatas, sehingga penggunaan sumberdaya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi lebih besar bagi pemiliknya.

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2006 – 2010

(60)

49 perkebunan sebesar 1.191,30 Ha dan pertanian campuran menjadi perkebunan berubah sebesar 25,52 Ha. Perubahan tutupan lahan juga terjadi pada belukar yang menjadi tambak sebesar 14,46 Ha. Di kecamatan Badiri perubahan yang cukup signifikan adalah pada pertanian lahan kering yang menjadi perkebunan, hal tersebut disebabkan karena perkebuan kelapa sawit yang dibuka di wilayah ini.

(61)

50 Gambar 11. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Pinangsori periode 2006–2010

(62)

51 Gambar 12. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Lumut periode 2006 – 2010

Kecamatan Pinangsori pada periode tahun 2006 sampai tahun 2010 berdasarkan hasil analisis didapat bahwa tutupan lahan hutan sekunder berubah menjadi belukar dan terbuka masing-masing sebesar 612,7 Ha dan 63,42 Ha. Tutupan lain yang berubah adalah tutupan lahan terbuka yang berubah menjadi belukar sebesar 53,56 Ha. Sedangkan tutupan lain tidak mengalami perubahan.

(63)

52 rawa sekunder yang menjadi perkebunan dan terbuka pada kecamatan Sialogo, Lumut Maju dan Lumut Nauli. Sementara pada kecamatan Sibabangun perubahan lahan dari hutan ke non hutan adalah sebesar 676,12 Ha yaitu hutan sekunader dan terbuka yang terjadi di desa Hutagurgur dan Sibio-bio.

Gambar 13. Perubahan Tutupan Lahan Kecamatan Sibabangun periode 2006-2010 Jadi total luas perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan pada periode tahun 2006 sampai tahun 2010 adalah sebesar 2.327,50 Ha atau berkurang sebesar 16,78% dari total luas lahan berhutan pada tahun 2006 yaitu sebesar 13.869,26 Ha.

Perubahan Tutupan Lahan Periode 2000 – 2010

(64)

53 berubah menjadi belukar sebesar 152,31 Ha kemudian menjadi pertanian lahan kering sebesar 542,49 Ha dan menjadi terbuka sebesar 21,45 Ha. Perubahan tutupan lahan juga terjadi pada pertanian lahan kering yang berubah menjadi perkebunan sebesar 1.191,30 Ha dan pertanian campuran menjadi tutupan lahan perkebunan dan pertanian lahan kering masing-masing sebesar 25,52 Ha dan 11,45 Ha. Perubahan juga terjadi pada tutupan lahan belukar yang berubah menjadi tambak sebesar 30,67 Ha. Dari analisis diatas diketahui bahwa di kecamatan Badiri perubahan yang paling besar adalah tutupan lahan pertanian lahan kering yang menjadi perkebunan.

Sedangkan pada kecamatan Pinangsori perubahan penutupan lahan periode 2000 – 2010 terjadi pada hutan sekunder yang berubah menjadi pertanian lahan kering dan terbuka masing-masing sebesar 203,45 Ha dan 101,36 Ha. Tutupan lahan hutan rawa sekunder berubah menjadi perkebunan, pertanian lahan kering dan terbuka masing-masing sebesar 345,91 Ha, 274,32 Ha dan 555, 90 Ha. Pertanian lahan kering juga mengalami perubahan menjadi tutupan lahan perkebunan sebesar 434,34 Ha dan juga belukar yang menjadi terbuka sebesar 12,74 Ha.

(65)

54 rawa menjadi perkebunan sebesar 12,93 Ha. Tutupan lahan terbuka yang berubah menjadi 214,66 Ha dan berubah menjadi tutupan lahan pertanian lahan kering 4,24 Ha.

Perubahan tutupan lahan di kecamatan Sibabangun periode 2000 – 2010 banyak terjadi pada tutupan lahan hutan hutan sekunder. Perubahan tersebut antara lain berubah menjadi belukar sebesar 612,70 Ha, berubah menjadi pertanian lahan kering sebesar 598,23 Ha dan berubah menjadi terbuka sebesar 97,98 Ha. Kemudian perubahan tutupan lahan terjadi pada terbuka menjadi belukar sebesar 97,34 Ha.

Jadi total luas perubahan lahan dari hutan menjadi non hutan pada periode tahun 2000 sampai tahun 2010 untuk keempat kecamatan adalah sebesar 4.728,96 Ha atau berkurang sebesar 29,04 % dari total luas lahan berhutan pada tahun 2000 yaitu sebesar 16.280,74 Ha.

Gambar 14. Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Badiri

(66)

55 Gambar 15 . Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Pinangsori

Gambar 16 . Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Lumut

(67)

56 Gambar 9 . Distribusi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Sibabangun

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan Lahan

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam perubahan penggunaan lahan dari tutupan lahan hutan ke tutupan lahan non hutan adalah kerapatan penduduk (X1), pendapatan daerah (X2), produksi tanaman karet 2010 (X3), perubahan luas tutupan lahan karet 2000 – 2010 (X4) dan jarak dari masing-masing desa ke pasar terdekat (X5). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang dilakukan hasil pendugaan atas variabel-variabel yang menjelaskan perubahan penggunaan lahan dari tutupan lahan hutan ke tutupan lahan non hutan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Fungsi regresi dan koefisien determinasi (R2) No

Kecamatan / periode Fungsi regresi

1 Badiri / 2000 – 2006 Y = 783,37 – 0,723X1 – 45,58X5

(68)

57 3 Badiri / 2000 – 2010 Y = 612,898 - 0,686X1 – 9,127X5

4 Pinangsori / 2000 - 2006 Y = - 82,826 - 0,578X1 - 0,062X4 + 11,823X5

5 Pinangsori / 2006 - 2010 Y = 686,399 - 0,388X1 - 39,259X5

6 Pinangsori / 2000 - 2010 Y = - 108,011 - 0,330X1 - 1,055X4 + 48,244X5

7 Lumut / 2000 – 2006 Y = 678,649 – 5,175X3 - 2,407X4 + 12,577X5

8 Lumut / 2006 – 2010 Y = 254,435 – 3,248X3 + 21,560X5

9 Lumut / 2000 – 2010 Y = 250,70 - 4,067X3 + 0,704X4 + 29,866X5

10 Sibabangun / 2000 - 2006 Y = - 1092,769 + 140,917X5

11 Sibabangun / 2006 – 2010 Y = 63,420 + 45,773X5

12 Sibabangun / 2000 - 2010 Y = - 2843,871 + 5,240X3 + 125,828X5

Dari semua model yang dihasilkan dari analisis regresi berganda masing-masing kecamatan periode 2000 – 2006, 2006 - 2010 dan 2000 – 2010 ternyata seluruh model persamaan memiliki hubungan yang erat dengan koefisien determinasinya (R2) masing-masing sebesar 100 %. Koefisien determinasi (R2) sebesar 100 % artinya pengaruh variabel bebas (independent) terhadap perubahan variabel dependent adalah 100 %. Secara keseluruhan model yang dihasilkan memenuhi syarat suatu model mampu menerangkan besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya yaitu R2 > 60%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyati (2006) yang menyatakan bahwa koefisien determinasi (R2) menjelaskann besarnya persentase pengaruh variabel bebas (variabel prediktor) terhadap variabel terikatnya dimana jika R2 > 60% artinya variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Tabel 1. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 2. Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3. Faktor Penduga yang Digunakan dalam Analisis Regresi
+7

Referensi

Dokumen terkait

didasar pada dokumen sumber dan dokumen pendukung berikut ini : “Pencatatan terjadinya piutang didasarkan atas faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan

Penyimpanan dan penempatan alat-alat atau bahan kimia menganut prinsip sedemikian sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada pemakai ketika mengambil dari dan

dibandingkan dengan verbal semata. 19 Kelebihan media gambar di bandingkan media tulis yaitu lebih efisien dan mempersingkat waktu pengajaran. b) Gambar dapat mengatasi

Hal ini kemungkinan disebabkan karena keunggulan produk yang disampaikan dalam iklan merek tidak sesuai dengan kondisi produk yang sebenarnya, kondisi ini berakibat pada

Karena dengan menjalankan pola hidup sehat akan bagian dari cara dan tips mensyukuri nikmat sehat dalam Islam yang bisa kita coba terapkan dalam kehidupan kita sehari- hari7.

Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo, diperoleh kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut : Faktor tingkat gaji, suasana kerja, perhatian pimpinan dan kesejahteraan sosial

[r]

Pada pertemuan ke 10 ini saya akan membahas bagaimana membuat report ke dalam excel , banyak metode yang dapat kita gunakan untuk men-generate suatu repot