PROGRAM RELOKASI KEGIATAN MASYARAKAT DARI
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
(Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur)
DANU WILATMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Danu Wilatmoko
2
ABSTRAK
DANU WILATMOKO. Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur). Dibimbing oleh HANDIAN PURWAWANGSA.
Sarongge adalah sebuah kampung yang dahulu masyarakatnya dikenal sebagai perambah kawasan hutan. Dewasa ini kampung Sarongge lebih dikenal sebagai kampung wisata alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang mengubah kampung ini menjadi lebih dikenal sebagai kampung wisata alam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan sejarah untuk mengetahui kejadian penting berdasarkan periode waktu terjadinya. Kegiatan penting yang terjadi di Kampung Sarongge erat hubungannya dengan keberadaan Green Radio sebagai pelaksana program relokasi dan pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge. Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge dimulai sejak tahun 2009 dan pada akhir tahun 2013 tidak ada lagi masyarakat yang menggarap kawasan hutan wilayah blok Sarongge. Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat memunculkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif yang dirasakan secara langsung dapat menghambat masyarakat untuk kembali menggarap kawasan hutan blok Sarongge. Dampak negatif yang berupa kecemburuan sosial dari blok Pasir Malang dan Pasir Galudra dapat menjadi pemicu masalah baru untuk masyarakat Sarongge.
Kata kunci: Sarongge, relokasi, pemberdayaan masyarakat
ABSTRACT
DANU WILATMOKO. Relocation of Community Action Program from the National Park of Mount Gede Pangrango (Case Studies in Kampung Sarongge, Ciputri Village, District Pacet, Cianjur Regency). Under academic supervision of HANDIAN PURWAWANGSA.
3 envy in the block Pasir Galudra and Pasir Malang can trigger new problems for society Sarongge.
5
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
PROGRAM RELOKASI KEGIATAN MASYARAKAT DARI
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
(Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur)
DANU WILATMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
7
Judul Skripsi : Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur)
Nama : Danu Wilatmoko NIM : E14100142
Disetujui oleh
Handian Purwawangsa, SHut, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman MSc, FTrop Ketua Departemen
8
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah relokasi masyarakat desa hutan, dengan judul Program Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Handian Purwawangsa SHut MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tosca Santoso sebagai pemilik Green Radio, Bapak Syarif sebagai Pembina Koperasi Sugih Makmur, pihak Resort Pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan semua masyarakat Kampung Sarongge yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Penelitian 2
Teknik Pengumpulan Data 2
Metode Pengolahan dan Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5
Kondisi Umum Mata Pencaharian Masyarakat 6
Sejarah Penggarapan Lahan di Kawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango 7
Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional dan
Pemberdayaan Masyarakat 8
Analisis Dampak yang Muncul dari Kegiatan Relokasi dan
Pemberdayaan Masyarakat 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 19
10
DAFTAR TABEL
1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil
dalam penelitian 3
2 Mata pencaharian masyarakat Desa Ciputri 6
3 Peristiwa yang terjadi di Kampung Sarongge berdasar periode waktu 8
4 Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat 9
5 Pola pembagian dana adopsi pohon 10
6 Aktor yang telibat langsung dalam relokasi dan pemberdayaan
masyarakat 14
7 Masyarakat penggarap di wilayah Resort PTN Sarongge 14 8 Dampak yang terjadi setelah relokasi dan pemberdayaan masyarakat 16
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir analisis data 4
2 Denah akses ke lokasi penelitian 6
3 Lahan garapan masyarakat dan pondok dalam hutan 7 4 Peta pembagian petak program adopsi pohon blok Sarongge 10 5 Lokasi Radio Komunitas Edelweiss dan kegiatan siaran di Radio
Komunitas Edelweiss 11
DAFTAR LAMPIRAN
1Data informan beserta pendidikan terakhir dan peranannya 20 2 Data nama penggrapa Blok Sarongge dan tanggal keluar garapan Bulan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang Penunjukkan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada Kawasan Hutan Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat seluas ±22831.027 ha, ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) (Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 2009). Perluasan kawasan TNGGP memicu konflik mengenai pemanfaatan lahan. Konflik pemanfaatan lahan timbul akibat sumberdaya hutan yang semula dapat diakses masyarakat menjadi tertutup. Keberadaan TNGGP bertujuan merekonstruksikan ekologi yang sudah rusak sehingga mampu dikembalikan menjadi hutan penyangga. Perubahan pengelolaan kawasan ini berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sebelumnya dapat memanfaatkan sumberdaya hutan. Masyarakat tidak dapat lagi memanfatkan lahan hutan untuk berladang, bertani, dan bermukim sesuai peraturan perundangan taman nasional.
Sarongge Girang adalah salah satu kampung yang berbatasan langsung dengan Gunung Gede Pangrango. Secara administratif Kampung Sarongge berada di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Kawasan Resort Sarongge di Desa Ciputri pada awalnya merupakan kawasan Perum Perhutani. Ketika masih merupakan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, warga petani sekitar dapat memanfaatkan lahan hutan untuk budidaya pertanian. Dewasa ini Sarongge lebih dikenal sebagai kampung wisata alam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sejarah pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, mengidentifikasi program relokasi lahan masyarakat dari kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan pemberdayaan masyarakat, serta menganalisis kemungkinan masyarakat untuk kembali merambah ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Manfaat Penelitian
2
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai November 2014 di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu alat tulis dan laptop, kuisioner, panduan wawancara, kamera digital, dan data sekunder dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah (Sugiono 2007). Penelitian ini berupaya untuk memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instrospeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin and Lincoln 2009 dalam Fajrin 2011).
Teknik Pengumpulan Data
3
Tabel 1 Kebutuhan data, metode pengumpulan data, pengolahan data dan hasil dalam penelitian
4
Peneliti
Masyarakat Kampung Sarongge
TNGGP dan Green Radio Pemerintah Desa Ciputri
Observasi, study dokumen dan wawancara mendalam
Kesimpulan dan kemungkinan masyarakat untuk kembali menggarap kawasan hutan
satu penggagas program relokasi masyarakat Kampung Sarongge dari Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kemudian narasumber selanjutnya ditentukan melalui metode snowball, narasumber pertama menentukan narasumber selanjutnya. Informasi yang didapat peneliti merupakan informasi yang dikemukakan langsung oleh para informan melalui forum diskusi kecil. Setiap informan menerima kedatangan peneliti dengan terbuka, karena sebelumnya peneliti sudah mendapat izin dari pihak Taman Nasional dan Green Radio yang merupakan salah satu penggagas program relokasi tersebut.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama, data dikumpulkan dengan cara observasi langsung, interview, dan mengumpulkan data dari perpustakaan, arsip, ataupun berita pers. Kedua, melakukan penilaian dan pengamatan terhadap data primer dan sekunder yang selanjutnya disesuaikan dengan keadaan lapangan. Ketiga, melakukan interpretasi data untuk dikaji berdasar kerangka dasar teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian (Surakhmad 1994). Bagan alir analisis data disajikan pada Gambar 1.
5 Pada teknik selanjutnya, pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan dalam penyusunan data dengan tujuan untuk melacak kronologis kejadian penting yang dialami oleh masyarakat berdasarkan urutan tahun kejadian yang disajikan berdasar periode waktu (Kartodirdjo 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak dan Luas
Desa Ciputri adalah salah satu desa di Kecamatan Pacet yang mempunyai luas wilayah 636 ha. Jumlah penduduk Desa Ciputri sebanyak 11 116 jiwa terdiri dari 5633 laki-laki dan 5483 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2888 KK. Jumlah Keluarga Miskin (Gakin) sebesar 823 KK dengan persentase 20.5% dari jumlah keluarga yang ada di Desa Ciputri. Desa Ciputri terdiri dari 4 Dusun, 9 RW dan 35 RT.
Batas wilayah Desa Ciputri secara administratif dapat dirinci sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ciherang Kecamatan Pacet.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibeureum Kecamatan Cugenang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Galudra Kecamatan Cugenang. Sebelah Barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Ciputri Kecamatan Pacet secara umum berupa darat dan sawah yang berada pada ketinggian antara 700 1100 m diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata berkisar antara 20 23 °C.
Aksesibilitas
6
Sumber : Profil Ekowisata Sarongge 2013 Gambar 2 Denah akses ke lokasi penelitian
Kondisi Umum Mata Pencaharian Masyarakat
Masyarakat Desa Ciputri pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Mata pencaharian masyarakat Desa Ciputr
Pekerjaan Jumlah Presentase %
Petani 1418 50.9
Buruh 638 22.9
Pedagang 172 6.2
PNS 35 1.3
TNI/POLRI 2 0.1
Karyawan swasta 452 16.2
Wirauasaha lainnya 67 2.4
Jumlah 2784 100
Sumber : Profil Desa Ciputri 2013
7
Sejarah Penggarapan Lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. SK 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 juni 2003 telah ditetapkan perubahan fungsi kawasan hutan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas ±22 831.027 ha terletak di Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perubahan kawasan dari Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) berubah alih fungsi menjadi hutan konservasi TNGGP. Ruang kawasan konservasi dalam pengelolaannya terpraktikkan dalam kebijakan pembatasan akses, hak dan ruang hidup dalam perubahan rezim pengelolaan TNGGP tersebut.
Kawasan TNGGP berbatasan secara langsung dengan kawasan Perum Perhutani. Pada tahun 2003 berdasarkan SK Menhut No 174, TNGGP mengalami perluasaan ±7655 ha yang berasal dari areal Perum Perhutani. Areal Perluasan eks-Perum Perhutani tersebut merupakan lingkar terluar sepanjang kawasan TNGGP sehingga saat ini menjadi batas baru bagi kawasan TNGGP. Hasil perluasan TNGGP tersebut, wilayah Resort PTN Sarongge mengalami perluasan wilayah yang beberapa lokasi di dalamnya telah terdapat masyarakat yang menggarap lahan tersebut.
(3a) (3b)
Gambar 3 (3a) lahan garapan masyarakat (3b) pondok dalam hutan
8
Tabel 3 Peristiwa yang terjadi di Kampung Sarongge berdasar periode waktu
Waktu Peristiwa
<1990 Wilayah Hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani. 1990 Lokasi ini kurang mendapat perhatian dari Perum Perhutani
Masyarakat mulai masuk menggarap lahan dengan sistem tumpang sari
2003 Pengalihan pengelolaan wilayah dari Perum Perhutani ke TNGGP 2003-2008 Masyarakat tetap bertahan menggarap lahan TNGGP seluas 38 ha 2009 Green Radio mulai masuk dalam membantu relokasi masyarakat
Terbentuk program adopsi pohon. Membentuk Radio komunitas
Pembentukan kelompok ternak kambing dan kelinci 2012 Masyarakat sebanyak 45 penggarap keluar secara sukarela.
Adanya kunjungan Menteri Kehutanan Pembentukan petugas pengamanan lapang Pembentukan Koperasi Sugih Makmur 2013 Pembentukan petugas pengamanan lapang
Adanya kunjungan presiden Republik Indonesia
Semua masyarakat penggarap keluar dari lokasi garapan yang ada di TNGGP
Festival Sarongge I 2014 Festival Sarongge II
Berakhirnya kontrak Green Radio dengan TNGGP Adanya adopsi pohon lanjutan di lahan desa
Masyarakat penggarap lahan di blok Sarongge mulai meninggalkan lahan garapannya setelah terbentuk kerjasama antara TNGGP dengan Green Radio pada tahun 2009. Tahun 2009 hingga 2012 sebanyak 45 masyarakat penggarap yang keluar dari lahan garapannya setelah kegiatan yang dilakukan oleh Green Radio. Pada bulan November 2013 sebanyak 110 masyarakat penggarap blok Sarongge meninggalkan lokasi garapannya setelah kedatangan Menteri Kehutanan pada tahun 2012.
Relokasi Kegiatan Masyarakat dari Taman Nasional dan Pemberdayaan Masyarakat
9 Tabel 4 Kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Kegiatan Tujuan
Adopsi pohon Merelokasi masyarakat dari dalam kawasan TNGGP Menghijaukan kembali hutan yang telah gundul Pemberian
dana kompensasi
Membayar lahan yang digarap masyarakat
Memenuhi kebutuhan masyarakat sementara setelah tidak menggarap lahan di Taman Nasional
Pemberian hewan ternak
Mengalihkan mata pencaharian masyarakat yang sebelumnya bertani menjadi berternak
Menambah kesejahteraan masyarakat Radio
komunitas
Sarana belajar dan penyaluran hobi masyarakat untuk lebih terampil berbicara Sarana penyampaian tentang pentingnya konservasi
Koperasi Sugih Makmur
Sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari Kampung Sarongge Melatih masyarakat untuk berorganisasi
Pengembangan sayuran organik
Menuju pertanian yang ramah lingkungan Sarana kegiatan pemuda Kampung Sarongge Menambah penghasilan pemuda Kampung Sarongge
Festifal Sarongge
Memunculkan kembali seni dan budaya masyarakat Desa Ciputri Mempromosikan Kampung Sarongge sebagai kampung wisata Adopsi pohon
lanjutan
Memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari setelah tidak mempunyai lahan garapan di area Taman Nasional
Ditinjau dari tujuan kegiatan yang dilaksanakan di Kampung Sarongge dapat dibedakan menjadi dua macam kegiatan, yaitu program relokasi masyarakat dari TNGGP dan program pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge. Program relokasi masyarakat dari TNGGP yaitu kegiatan yang bertujuan menghentikan aktivitas pertanian masyarakat di dalam kawasan TNGGP. Program pemberdayaan masyarakat yaitu kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah masyarakat untuk kembali menggarap lahan di dalam kawasan TNGGP.
Adopsi Pohon
10
Gambar 4 Peta pembagian petak program adopsi pohon blok Sarongge Pada tahun 2012 terdapat 110 masyarakat yang masih bertahan menjadi penggarap lahan di blok Sarongge Girang. Setiap kepala keluarga menggarap lahan 1 14 patok, yang setiap patoknya mempunyai luas 400 m2. Daftar nama penggarap tersaji dalam Lampiran 2 dan lokasi garapan dari masing-masing penggarap seperti pada Gambar 4.
Adopter dikenakan biaya/sumbangan sebesar Rp 108 000 untuk menanam satu pohon yang nantinya pohon tersebut akan dirawat oleh masyarakat selama 3 tahun. Pola pembagian dana tersebut tersaji dalam bentuk Tabel 5.
Tabel 5 Pola pembagian dana adopsi pohon
Kegiatan Besaran dana (Rp) Presentase Dana (%)
Penanaman 32 400 30
Pemberdayaan masyarakat 59 400 55
Menejemen dan promosi 16 200 15
11
Pemberian Dana Kompensasi
Menteri Kehutanan dalam kunjungannya ke Kampung Sarongge memberikan beberapa instruksi kepada pengelola TNGGP untuk segera menyelesaikan relokasi masyarakat Sarongge dari area Taman Nasional. Salah satu bentuk instruksi yang disampaikan ini adalah untuk memberikan dana kompensasi ke 110 penggarap lahan. Dana kompensasi yang diberikan dari pemerintah ini sebesar Rp 650 000. Selain itu terdapat juga dana kompensasi yang diperoleh dari Kebun Bibit Rakyat BPDAS Citarum-Cisadane. Masing-masing dana kompensasi ini diberikan setiap bulannya selama 8 bulan.
Pemberian Hewan Ternak
Pemberian hewan ternak merupakan salah satu permintaan masyarakat yang mencoba beralih dari bertani menjadi beternak. Hewan ternak yang diminati masyarakat adalah kambing dan kelinci. Berdasarkan data awal diketahui terdapat 91 masyarakat penerima bantuan kambing dan 29 masyarakat penerima bantuan kelinci. Jumlah hewan ternak kambing yang dibagikan ke masyarakat sebanyak 1187 ekor, sedangkan jumlah hewan ternak kelinci yang dibagikan sebanyak 2000 ekor. Hewan ternak ini diperoleh dari kegiatan adopsi pohon, bantuan presiden dan bantuan-bantuan lain dari donatur.
Pemberdayaan Masyarakat Kampung Sarongge
Pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge ini masih dikelola secara langsung oleh Green Radio. Dana untuk pemberdayaan ini diperoleh dari hasil adopsi pohon, pemerintah, TNGGP, dan donator lainnya. Kegiatan pemberdayaan masyarakat Kampung Sarongge ditampung dari keinginan dan kemauan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Radio Komunitas Edelweis
Radio Komunitas Edelweiss adalah sebuah radio komunitas yang dibangun di Kampung Sarongge pada tanggal 24 Agustus 2009 dan diresmikan pada 24 Oktober 2009. Pembentukan radio komunitas ini adalah salah satu permintaan dari masyarakat yang mengaku kurangnya sarana hiburan saat itu. Radio komunitas ini juga berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan tentang konservasi kepada para pendengarnya. Selain itu radio ini juga digunakan sebagai sarana belajar berbicara untuk pemuda-pemuda Kampung Sarongge.
(5a) (5b)
12
Kantor radio komunitas ini adalah Resort PTN Sarongge yang sudah tidak terpakai. Mayarakat Sarongge secara sukarela mengelola sepenuhnya radio ini. Kebutuhan listriknya ditanggung pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan sarana untuk siarannya dibantu dari Green Radio.
Koperasi Sugih Makmur
Koperasi Sugih Makmur adalah sebuah badan koperasi yang berada di Kampung Sarongge Girang, RT 001, RW 09. Awal mula berdirinya koperasi ini karena adanya kebingungan sekelompok masyarakat peternak kelinci dalam memasarkan hewan ternaknya. Menurut beberapa orang pengurus inti dan pendiri awalnya, koperasi ini berdiri sejak tahun 2010. Pengurus koperasi yang secara umum hanya mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Dasar ini mengaku kesulitan untuk mendapatkan badan hukum yang resmi. Dengan adanya kunjungan beberapa pejabat pemerintahan, pada 4 Desember 2012 koperasi ini baru mendapatkan badan hukum yang resmi Nomor 1378/BH-DK/XIII.7/BID. KOP/2012. Selain mendapatkan kepastian badan hukum, koperasi ini juga mendapatkan banyak bantuan dari kementerian koperasi setelah adanya kunjungan presiden ke Kampung Sarongge.
Anggota Koperasi Sugih Makmur berjumlah 162 orang yang berasal dari Kampung Sarongge. Masyarakat yang menjadi anggota koperasi ini adalah masyarakat yang dahulunya ikut menggarap lahan di taman asional dan sebagian adalah masyarakat sekitar. Pengurus inti koperasi ini dari awal kepengurusan hingga bulan Desember 2014 mayoritas adalah masyarakat penggarap lahan yang secara sukarela mengelola koperasi. Seluruh kegiatan dalam koperasi dikelola langsung oleh masyarakat Kampung Sarongge. Usaha yang berada dibawah naungan koperasi ini adalah ternak kambing dan kelinci, industri rumah tangga, UKM Mart, dan ekowisata.
Usaha ternak kambing dan kelinci ini adalah sebuah bentuk pengalihan dari masyarakat yang sebelumnya bertani di kawasan Taman Nasional menjadi peternak. Hewan ternak diperoleh dari bantuan. Dalam usaha ternak ini koperasi berfungsi sebagai penyalur untuk penjualan hewan ternak kepada pengepul. Saat ini usaha ternak kambing sudah mulai vakum dan usaha ternak kelinci masih terus berjalan.
Industri Rumah Tangga di Kampung Sarongge ini dikelola oleh kelompok ibu-ibu Kampung Sarongge. Kelompok ibu-ibu ini membuat kerajinan sabun sirih wangi, kerajinan tangan dari bahan bekas dan makanan ringan dari sayur–sayuran atau buah-buahan yang banyak didapatkan di kampung ini. Hasil kerajinan rumah tangga ini dipasarkan di Saung Sarongge yang konsumennya adalah wisatawan yang berkunjung ke Kampung Sarongge. Selain itu hasil kerajinan ini juga dipasarkan di Cave Sarongge yang dibangun oleh Green Radio di Jakarta.
13 Kampung Sarongge. Murahnya barang yang ditawarkan disini dikarenakan pengelolaannya dibawah koperasi yang nantinya keuntungannya untuk anggota koperasi.
Keunikan dan keasrian Kampung Sarongge menjadikan potensi ekowisata untuk masyarakat umum. Ekowisata Sarongge sepenuhnya dikelola oleh masyarakat Sarongge yang berada dibawah naungan Koperasi Sugih Makmur. Selain Ekowisata, Kampung Sarongge juga menawarkan sebuah Camping Ground
yang dibangun disamping Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Untuk menunjang ekowisata ini, dibangun sebuah saung yang bernama Saung Sarongge. Di dalam Saung Sarongge ini terdapat berbagai kegiatan ibu-ibu mengolah kerajinan rumah tangga, pemuda-pemudi berkebun sayuran organik dan terdapat beberapa kamar yang disewakan untuk wisatawan yang datang. Selain menginap di Saung Sarongge, wisatawan juga bisa menginap di rumah-rumah masyarakat.
Budidaya Sayuran Organik
Setelah melalui proses PRA (Partisipatory Rural Appraisal) dan Pelatihan Pertanian Organik, sebanyak 15 orang pemuda dan pemudi Sarongge kini tergabung dalam Organisasi Pemuda Putra Giri Kencana. Organisasi ini mencoba untuk mengembangkan berbagai jenis sayur organik seperti wortel, kol, pakcoy, daun bawang, tomat, dan lain-lain. Lokasi kebun sayuran organik Kampung Sarongngge dan kegiatan pengepakan sayuran organik tersaji dalam Gambar 6
(6a) (6b)
Gambar 6 (6a) Lokasi kebun budidaya sayuran organik, (6b) kegiatan pengepakan sayuran organik
Festival Sarongge
Festival Sarongge adalah sebuah acara seni budaya yang bertujuan untuk mengenalkan Kampung Sarongge sebagai kampung wisata. Dalam acara ini ditampilkan berbagai kebudayaan lokal masyarakat Sarongge. Selain itu disini diadakan tradisi masyarakat Sarongge berupa “Ngaruat Cai”. “Ngaruat Cai” adalah sebuah tradisi masyarakat untuk menjaga air. Sampai saat ini Festival Sarongge sudah berlangsung dua kali yaitu pada bulan Juni 2013 dan bulan September 2014. Dalam Festival Sarongge yang pertama dihadiri dan dibuka langsung oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Rencana Adopsi Pohon Lanjutan
14
adopsi lama, 3000 pohon adopsi baru, dan 2150 pohon penyulaman. Pada bulan ini juga sudah tidak ada petani penggarap di dalam kawasan taman nasional dengan disepakatinya perjanjian antara taman nasional dengan petani penggarap.
Pada bulan November 2014 kontrak perjanjian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan Green Radio telah berakhir. Green Radio menganggap masyarakat Sarongge masih perlu didampingi karena dari beberapa hewan ternak yang diberikan banyak yang gagal dan terdapat beberapa masyarakat yang menjadi pengangguran. Dengan melihat kondisi itu Green Radio mencoba melanjutkan program adopsi pohon yang akan dilaksanakan di lahan-lahan desa yang terlantar. Program Adopsi Pohon yang diberikan akan menampung petani-petani yang dahulunya menggarap lahan di taman nasional.
Aktor Relokasi Masyarakat Dari Kawasan TNGGP
Aktor yang terlibat langsung dalam kegiatan relokasi dan pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge ini terdiri dari Resort Pengelola Taman Nasional (RPTN) Sarongge, Green Radio, dan Petugas Pengaman Lapang. Setiap aktor dalam kegiatan ini mempunyai peran dan tugas masing-masing seperti yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Aktor yang telibat langsung dalam relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Aktor Peran
Resort PTN Sarongge Sebagai pengelola area yang menjadi lahan garapan masyarakat Mengawasi kegiatan yang dilakukan dalam area Taman Nasional Mengawasi kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar Taman
Nasional
Memberi arahan langsung ke petugas pengaman lapang Green Radio Pelaksana utama adopsi pohon
Pelaksana dan pembimbing untuk pemberdayaan masyarakat Petugas Pengaman
Lapang
Melakukan pendekatan ke masyarakat penggarap
Membantu polisi hutan dalam mengamankan Area Taman Nasional
Memberikan pengetahuan konservasi kepada masyarakat Menjalankan instruksi dari TNGGP
Resort PTN Sarongge
Resort Sarongge TNGGP yang memiliki luas wilayah 534 ha termasuk perluasan kawasan berdasarkan SK Menhut No. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003. Resort Sarongge terbagi dari tiga lokasi, yaitu Pasir Sarongge, Pasir Malang, dan Pasir Galudra. Perluasan kawasan TNGGP meninggalkan beberapa masyarakat yang masih menggarap lahan di dalam kawasan TNGGP, seperti yang tersaji dalam Tabel 7.
Tabel 7 Masyarakat penggarap di wilayah Resort PTN Sarongge
Lokasi Luas (ha) Jumlah Penggarap (KK)
Ps.Sarongge 38 155
Ps.Malang 28 43
15 Lokasi Pasir Sarongge atau yang disebut juga Blok Sarongge Girang merupakan fokus utama dari pihak pengelola TNGGP untuk merelokasi masyarakat yang masih ada di dalamnya. Pada tahun 2008 terdapat 155 Kepala Keluarga (KK) yang ikut menggarap di wilayah blok Sarongge dengan luasan 38 ha.
Green Radio
Green Radio merupakan salah satu media massa yang bergerak dibidang lingkungan. Green Radio merasa tergerak untuk membantu penghijauan di daerah hulu agar banjir di DKI Jakarta bisa berkurang dengan bantuan dan dorongan dari para pendengarnya. Green Radio mencoba masuk dan membantu permasalahan yang di hadapi masyarakat Kampung Sarongge sesuai dengan Perjanjian kerjasama BBTNGGP dan GR No.1378/11-TU/2/2009-No.010/Mou/Green Radio/ 08/2009 tanggal 2 September 2009 tentang Kerjasama Program Pemberdayaan Masyarakat, Adopsi Pohon dan Ekowisata di Resort Sarongge dan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan adopsi pohon ini awal mulanya pihak Green Radio melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan pola pendekatan komunitas, yaitu pendekatan yang mencoba memahami sebuah komunitas dengan cara langsung ke seluruh komunitas, sehingga didapatkan permasalahan sebenarnya tentang kondisi sebuah wilayah (Baehaqie et al. 2004). Tim dari Green Radio ini ikut tinggal di Kampung Sarongge selama enam bulan. Green Radio rutin mengadakan diskusi dengan masyarakat setiap seminggu sekali dari tahun 2009 hingga tahun 2012.
Petugas Pengaman Lapang
Petugas Pengaman Lapang adalah sebuah tim yang dibentuk berdasarkan instruksi bapak Menteri pada kunjungan ke Kampung Sarongge. Anggota tim ini adalah masyarakat lokal yang mau bekerja sama dengan pihak pengelola TNGGP. Masyarakat yang tergabung disini adalah masyarakat yang dianggap mempunyai pengaruh kepada petani penggarap di wilayah blok Sarongge. Petugas mendapatkan honor langsung dari pihak pengelola TNGGP sebesar Rp 1 000 000 setiap orangnya setiap bulan selama masa kontrak.
Petugas Pengaman Lapang bekerja sama dengan Green Radio dalam pekerjaannya. Anggota tim ini adalah sebagian masyarakat yang sebelumnya sudah menjadi mitra Green Radio untuk merelokasi petani penggarap dari kawasan TNGGP. Tim ini terdiri dari 7 orang yang masing-masing orang menjadi ketua kelompok dari 13 21 petani berdasarkan petak garapannya.
Analisis Dampak yang Muncul dari kegiatan Relokasi dan Pemberdayaan Masyarakat
16
Tabel 8 Dampak yang terjadi setelah relokasi dan pemberdayaan masyarakat
Kegiatan Dampak Positif Dampak Negatif
Adopsi pohon Area hutan yang gundul menjadi tertutup naungan kembali Berkurangnya banjir (limpasan)
yang terjadi saat hujan
Kurang transparansinya dana
Pemberian dana kompensasi
Masyarakat Penggarap Blok Sarongge meninggalkan semua lahan garapan dari TNGGP
Masyarakat bergantung pada bantuan dari pihak lain
Terjadi kecemburuan sosial dari masyarakat penggarap blok Pasir Galudra dan blok Pasir Malang Pemberian
hewan ternak
Ada pengalihan mata pencaharian dari bertani menjadi berternak
Masyarakat mendapat penghasilan
tambahan
Masyarakat bergantung pada bantuan dari pihak lain
Terjadi kecemburuan sosial dari masyarakat penggarap blok Pasir Galudra dan blok Pasir Malang Radio komunitas Ada penyaluran hobi masyarakat
Sarongge
Beberapa Masyarakat Sarongge menjadi terampil dalam berbicara di depan umum
Adanya hiburan untuk masyarakat
Masyarakat lebih sadar akan pentingnya konservasi
Kurang adanya insentif/honor untuk pengelola
Koperasi Sugih Makmur
Kemudahan mendapatkan barang kebutuhan pokok untuk
masyarakat kampung Sarongge Ada penghasilan tambahan untuk
masyarakat Sarongge
Melatih keterampilan masyarakat untuk berorganisasi
Terbantunya masyarakat untuk memasarkan hasil ternak dan kerajinan rumah tangganya
Terjadi kecemburuan sosial dari masyarakat penggarap blok Pasir Galudra dan blok Pasir Malang Terjadi kecemburuan sosial dari
masyarakat penggarap blok Pasir Galudra dan blok Pasir Malang
Pengembangan sayuran organik
Menambah keterampilan masyarakat Kampung Sarongge untuk bertani pertanian organik Berkembangnya pertanian yang
ramah lingkungan
Minimnya lahan
Masyarakat masih bergantung pada Green Radio untuk pemasarannya
Festifal Sarongge
Terbantunya masyarakat untuk
mengenalkan Sarongge sebagai Kampung Wisata
Berkembangnya budaya dan kesenian masyarakat
Masyarakat tergantung dengan Green Radio untuk publikasi
Terpeliharanya kearifan lokal masyarakat
Pembentukan petugas pengaman lapang
TNGGP terbantu untuk merelokasi masyarakat dari taman nasional
TNGGP terbantu untuk
menyampaikan konservasi kepada Masyarakat
Anggota petugas pengaman lapang bergantung dari honor yang diberikan dari TNGGP
17 Tabel 8 menunjukan adanya beberapa dampak positif yang mempengaruhi masyarakat Kampung Sarongge untuk tidak kembali menggarap lahan taman nasional antara lain:
1. Area bekas garapan masyarakat yang dahulunya gundul kini sudah dipenuhi oleh pohon-pohon seperti area taman nasional yang lain.
2. Banjir (limpasan) yang terjadi saat hujan di Kampung Sarongge lebih kecil jika dibanding sebelum adanya program Adopsi Pohon.
3. Petani penggarap lahan dari taman nasional mendapatkan mata pencaharian baru yaitu menjadi peternak. Selain itu masyarakat juga mendapatkan penghasilan tambahan dari koperasi, sayuran organik dan ekowisata Kampung Sarongge.
4. Masyarakat lebih mengerti pentingnya konservasi dari radio komunitas dan kearifan lokal yang dimunculkan dari Festifal Sarongge.
Program-program pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge ini berjalan dengan lancar. Kelancaran ini dikarenakan sebagian besar program pemberdayaan masyarakat di Kampung Sarongge adalah permintaan dari masyarakat sendiri. Akan tetapi dari semua kegiatan yang telah berjalan masih menimbulkan beberapa dampak negatif. Dampak negatif ini berpeluang untuk menimbulkan masalah baru dalam masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Masyarakat Kampung Sarongge menggarap area hutan sejak tahun 1990 ketika kawasan hutan tersebut berada dibawah pengelolaan Perum Perhutani. 2. Terdapat 3 program yang mendorong masyarakat untuk meninggalkan lokasi
garapannya di blok Sarongge. Tiga program tersebut yaitu adopsi pohon, pemberian dana kompensasi, dan pemberian hewan ternak untuk masyarakat. 3. Kecil kemungkinan masyarakat untuk kembali menggarap hutan blok
Sarongge karena banyaknya dampak positif yang dirasakan masyarakat secara langsung dari kegiatan yang sudah berjalan.
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Baehaqie A, Indriyo D, Ahmad W, Novriyanto, Bernaputra R. 2004. Mencari jalan. Jakarta [ID]: Yayasan Bina Usaha Lingkungan.
Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2009. Revisi zonasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cipanas-Cianjur [ID]: Departemen Kehutanan.
[Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Jakarta [ID]: Departeman Kehutanan dan Perkebunan.
Fajrin M. 2011. Dinamika gerakan petani : kemunculan dan kelangsungannya (Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Kartodirdjo S. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Pemerintah Desa Ciputri. 2013. Profil Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
Sugiono. 2007. Memahami penelitian kualitatif. Bandung [ID]: Alfabeta.
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 13 Maret 1992 dari ayah Sri Hartono (Alm) dan ibu Sri Purnaningsih. Penulis adalah putra ke-empat dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 2004 di SDN 3 Mrentul Bonorowo, dan lulus SMP Negeri 1 Prembun Kebumen tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purworejo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi internal dan eksternal kampus yakni, Wakil ketua divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Forest Managemen Sudents Club (FMSC) 20112012, Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan Divisi Kajian dan Strategi 20112012, Anggota OMDA Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB (GAMAPURI) 20102015, Anggota Forest Managemen Sudent Club (FMSC) Divisi Keprofesian 20122013. Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitian kegiatan mahasiswa diantaranya: panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) 2012 sebagai anggota divisi logistik dan transportasi. Kegiatan Ecological Social Mapping FMSC 2012 dan 2013 sebagai wakil ketua dan ketua pelaksana.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data informan beserta pendidikan terakhir dan peranannya
No Nama responden Pendidikan Peran
1 Tosca Santoso Sarjana Pemilik Green Radio, Pembina Program Relokasi dan pemberdayaan masyarakat
2 Syarif Sarjana
Ketua BPD Desa Ciputri, Pembina Koperasi Sugih Makmur, Pembina Radio Komunitas Edelwise dan Anggota Green
Inisiatif
3 Wawan SD
Petugas Pengaman Lapang, Ketua RT 09, Ketua Ekowisata Kampung Sarongge, dan mantan penggarap blok Sarongge
4 Dadan Karyo SD
Petani, Petugas Pengaman Lapang, Ketua Radio Komunitas Edelwise, dan mantan
penggarap blok Sarongge
5 Dani Wardia SD
Buruh perusahaan, Ketua Koperasi Sugih Makmur, anggota kelompok ternak kelinci, dan mantan penggarap blok
Sarongge
6 Eten SD
Bendahara koperasi Sugih Makmur, ustad Kampung Sarongge, anggota ternak kelinci, dan mantan penggarap blok
Sarongge
7 Deni Diploma Kepala Resort PTN Sarongge
8 Deni SMK Petugas Pengaman Lapang, penyiar Radio
Komunitas
9 Atep SMK Polisi Hutan Resort PTN Sarongge
10 Boy SD Petani dan penyiar Radio Komunitas
21
Lampiran 2 Data nama penggrapa Blok Sarongge dan tanggal keluar garapan Bulan November 2013
Tgl/Bln/Thn Tgl/Bln/Thn Tgl/Bln/Thn