• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perkembangan Prototype Penghasil Energi Listrik Alternatif Berbasis Aktivitas Mikrob Dan Potensi Aplikasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perkembangan Prototype Penghasil Energi Listrik Alternatif Berbasis Aktivitas Mikrob Dan Potensi Aplikasinya"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERKEMBANGAN

PROTOTYPE

PENGHASIL

ENERGI LISTRIK ALTERNATIF BERBASIS AKTIVITAS

MIKROB DAN POTENSI APLIKASINYA

SHEILLA RIANDANNY POETRI HARIYANTO

MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DAN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Perkembangan Prototype Penghasil Energi Listrik Alternatif Berbasis Aktivitas Mikrob dan Potensi Aplikasinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SHEILLA RIANDANNY POETRI HARIYANTO. Studi Perkembangan Prototype Penghasil Energi Listrik Alternatif Berbasis Aktivitas Mikrob dan Potensi Aplikasinya. Dibimbing oleh GUNAWAN DJAJAKIRANA dan DARMAWAN.

Microbial fuel cells (MFC) adalah sistem bio-elektrokimia yang kerjanya meniru interaksi bakteri dengan alam. Teknologi ini menerapkan konsep penggunaan mikroorganisme sebagai katalis bahan bakar yang ditemukan pada tahun 1970-an dan penggunaan limbah rumah tangga sebagai bahan bakar yang ditemukan pada tahun 1991. Mekanisme kerja dari teknologi ini ialah mengubah bahan organik yang terdapat dalam suatu substrat secara bio-konversi menjadi listrik. Proses konversi ini menjadikan microbial fuel cell memiliki tingkat efisiensi konversi lebih tinggi daripada proses biofuel lainnya. Tiga komponen utama dari MFC adalah anoda, katoda, dan membran. Penggunaan membran atau bahan yang dapat memisahkan anoda dan katoda berpengaruh untuk MFC karena membuat efek resistansi internal meningkat. Materi dari membran bermacam-macam seperti cation exchange membrane (CEM), jembatan garam (salt bridge), anion exchange membrane (AEM), dan bipolar membran. Tujuan utama dari kajian pustaka ini adalah melihat adanya kemungkinan tipe reaktor microbial fuel cell yang dapat diterapkan di Indonesia. Kajian pustaka ini membahas 6 tipe reaktor microbial fuel cell, yaitu air-cathode single chamber, air-cathode two chamber, H-type dengan permanganat, new bottle reactor, tubular packed bed reactors dan membran-less continue tubular flow. Dari tipe-tipe reaktor yang dibahas, terlihat bahwa daya listrik yang dihasilkan tidak sebanding dengan harga pembuatan sehingga perlu pengembangan lebih lanjut. Walaupun demikian tipe prototype yang paling berpotensi dikembangkan dalam skala industri ialah model reaktor tipe tubular. Dari segi substrat yang digunakan, glukosa-lah yang dinilai memiliki potensi lebih baik dalam menghasilkan daya listrik. Substrat yang baik digunakan selain glukosa adalah limbah pembuangan. Elektroda yang dapat mengoptimalkan performa dan terjangkau adalah elektroda tipe brush dan jenis catholyte yang paling optimal digunakan adalah permanganat.

(6)

ABSTRACT

SHEILLA RIANDANNY POETRI HARIYANTO. Review on Prototype Development of Alternative Electrical Generator Based on Microbe’s Activity and Its Potency of Applications. Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA and DARMAWAN.

Microbial fuel cells (MFC) is a bio-electrochemical system that worked imitating bacterial interactions with nature. This technology apply the concept of the uses of microorganisms as fuel catalysts that hadbeen founded in the 1970s and the uses of wastewater domestic as fuel that had been founded in 1991. Mechanism of action of this technology is to change the organic material contained in a substrate by bio-conversion into electricity. The conversion process of microbial fuel cell had higher conversion efficiency rate than other biofuel processes. The three main components of the MFC are anode, cathode, and a membrane. The used of membrane or material that could separate the anode and cathode at MFC is influentially to create the effect of increased internal resistance. Variety of materials of membrane had been used, such as cation exchange membrane (CEM), salt bridges, anion exchange membrane (AEM), and bipolar membranes. The main purpose of this literature review was to see the possibility what type of microbial fuel cell’s reactor that could be applied in Indonesia. This literature review discussed 6 types of microbial fuel cell reactors, which are air-cathode single chamber, two-chamber air-air-cathode, H-type with permanganate, new bottle reactor, tubular packed bed reactor and membrane-less tubular flow continue. According to the literature that have been discussed,the cost needed is not equal with electricity’s produced. This technology still needs some development. However, the prototype that most potential to be developed at an industrial scale is the tubular type. In terms of substrate used, glucose is considered as the best in generating electric power. Another substrates considered good enoughis domestic wastewater. Electrodes that can optimize performance and affordable is the brush-type and the most optimal type of catholyte is permanganate.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

STUDI PERKEMBANGAN

PROTOTYPE

PENGHASIL

ENERGI LISTRIK ALTERNATIF BERBASIS AKTIVITAS

MIKROB DAN POTENSI APLIKASINYA

SHEILLA RIANDANNY POETRI HARIYANTO

MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DAN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam studi kasus ini ialah pengembangan energi alternative berbasis aktivitas biokimia, dengan judul “Studi Perkembangan Prototype Penghasil Energi Listrik Alternatif Berbasis Aktivitas Mikrob dan Potensi Aplikasinya” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Gunawan Djajakirana MSc sebagai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi;

2. Dr Ir Darmawan MSc sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi;

3. Dr Ir Basuki Sumawinata MAgr sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran;

4. Ayahanda Hariyanto dan Ibunda Noor Aqoba Fauzan serta Paman Ir Dwi Yoga Hendro Harmadi dan Bibi Noor Arofah Fauzan yang telah memberi dukungan moral dan materi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi;

5. Saudari Ulfika Isrory Artha dan Putri Oktariani yang telah membantu penulis dalam mengoreksi skripsi dan memberi saran saat penulisan skripsi ini;

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan ... 1

Manfaat ... 2

TEORI DASAR ... 2

1. Microbial Fuel Cell (MFC) ... 2

2. Komponen Microbial Fuel Cell ... 5

PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN BERBAGAI PROTOTYPE MFC 6 I. Model yang Sudah Dikembangkan ... 6

a. Prototype Sistem Ruang Tunggal (Single Chamber) ... 6

b. Prototype Sistem Dua Ruang (Two Chamber) ... 7

c. Prototype Sistem Tubular Flow ... 9

II.Perbandingan Kinerja Model Microbial Fuel Cells ... 10

III.Model yang Disarankan ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

Skema cara kerja Microbial fuel cell (Logan et al. 2006) ... 3

Bagan alir proses dari cara kerja bioelectrochemical pada MFC ... 4

Prototype reaktor sistem ruang tunggal tipe kubus (Logan 2008) ... 6

Prototype reaktor sistem ruang tunggal tipe botol (Watson dan Logan 2010) ... 7

Prototype reaktor sistem dua ruang tipe kubus (Logan 2008) ... 8

Prototype reaktor sistem dua ruang tipe botol dengan catholyte (Logan 2008) ... 8

Prototype reaktor tipe tubular (Rabaey et al. 2005) ... 9

Prototype reaktor tipe tubular tanpa membran (Jang et al. 2004) ... 10

Grafik perbandingan performa elektroda dengan dan tanpa membran CEM (Liu et al. 2004)... 12

Grafik perbandingan setiap kenaikan luas permukaan elektroda pada masing-masing perlakuan membran PEM (Logan 2008) ... 13

Proses mekanisme elektron transfer ke anoda pada MFC (Lovley 2008) ... 14

Skema bio-konversi bahan organik menjadi elektron (Lovley 2008) ... 15

Grafik persentase coulombic efficiency setiap tipe reaktor MFC ... 16

Grafik perbandingan performa membran pada setiap tipe reaktor... 17

Skema cara kerja dan desain MFC dengan saluran tambahan (Venkata et al. 2013) ... 18

Komponen aki (Anonimous 2014) ... 19

Komponen stacked MFC (Aelterman et al. 2006) ... 19

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 1 Perbandingan kinerja setiap tipe reaktor MFCs ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman 1 Daftar harga alat ... 23

2 Jenis-jenis membran dan performanya ... 23

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan energi setiap tahunnya semakin bertambah dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Kehidupan manusia semakin tidak dapat terhindarkan dari kebutuhan akan listrik. Alat-alat listrik tersebut berdasarkan peruntukannya sangat membantu kegiatan manusia, tidak dapat dihilangkan atau dikurangi penggunaannya malah cenderung semakin meningkat. Saat ini sebagai sumber energi adalah sumber daya alam baik berupa sumber daya alam terbarukan contohnya air maupun tidak terbarukan seperti batu bara. Sumberdaya alam tak terbarukan akan habis jika dieksploitasi secara terus-menerus. Maka dari itu, dicarilah alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi listrik ini dengan menggunakan sumber energi yang dapat terbarukan sehingga pasokan energi ini dapat terjamin keberlanjutannya.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan yaitu teknologi MFC (Microbial Fuel Cell). Kata kunci microbes dari teknologi ini yang menyangkut makhluk hidup dapat menjanjikan suatu energi yang dihasilkan melalui regenerasi dan dapat diperbarui sehingga kesulitan dalam mendapat suplai listrik untuk masa mendatang dapat terjamin adanya. Selain dapat menjadi alternatif dalam sumber energi, dapat pula sebagai bioremediasi. Microbial fuel cell ini mempunyai beragam desain dan komponen serta mikroorganisme yang merupakan hasil berbagai penelitian yang telah diadakan oleh para peneliti-peneliti mulai dari tahun 1991 sampai saat ini. Saat ini terdapat bermacam-macam metode MFC yang dapat dipilih sesuai kebutuhan, efisiensi, dan efektifitas yang diinginkan. Namun hingga saat ini berbagai penelitian masih terus dilakukan untuk mempelajari potensi dari MFC ini yang didasarkan pada dua konsep desain yaitu ruang tunggal (single chamber) dan dua ruang (two chamber).

Dalam skripsi ini yang dikatakan prototype (bentuk dasar) ialah bentuk atau format dasar dari MFC yang belum dikembangkan. Disebut prototype karena perkembangan teknologi ini kebanyakan masih dalam tingkat skala laboratorium dan penerapannya baru dalam tahap konsep. Maka dari itu, apakah dapat dipastikan dari teknologi ini sebagai penghasil energi listrik alternatif dan sejauh mana kemungkinan aplikasi untuk skala industri.

Perumusan Masalah

1. Bahan apa saja yang mudah didapatkan dan dapat langsung digunakan? 2. Berapa biaya yang diperlukan untuk merangkai MFC?

3. Model prototype MFC apa saja yang berpotensi dapat dikembangkan di Indonesia?

4. Bagaimana potensi MFC sebagai energi listrik alternatif untuk skala industri di Indonesia?

Tujuan

(14)

2

didapatkan dengan mudah, dan untuk mengetahui banyaknya biaya yang diperlukan, serta untuk membahas kemungkinan teknologi ini dapat dilaksanakan di Indonesia.

Manfaat

Manfaat dari kajian pustaka ini adalah dapat mengetahui potensi dari teknologi yang disebut microbial fuel cell (MFC) untuk dapat dijadikan energi listrik alternatif. Berdasarkan perkembangan yang ada dalam hal banyaknya variasi dalam memodifikasi teknologi ini mulai dari katoda-anoda, jenis bakteri, desain, katalis, substrat, dan catholyte membuat adanya pilihan dalam merancang dan membangun teknologi ini. Sehingga dapat dipertimbangkan dan disesuaikan perakitan dan pelaksanaannya di Indonesia.

TEORI DASAR

1. Microbial Fuel Cell (MFC)

Microbial fuel cell atau biological fuel cell adalah sistem bio-electrochemical yang kerjanya meniru interaksi bakteri di alam. Selama operasi terjadi pada teknologi tersebut terdapat kemungkinan dalam integrasi beragam komponen yaitu biologi, fisik, dan kimia. Teknologi ini memicu beberapa reaksi kohesif disebut sebagai bioelektrokimia sebagai hasil aktivitas metabolik substrat dan reaksi sekunder (reaksi biokimia, fisik, fisika-kimia, elektrokimia, oksidasi-reduksi, dll) (Venkata et al. 2008). Terdapat dua sistem yang diterapkan untuk merakit MFC yaitu single-chamber (ruang tunggal) dan two-chamber (dua ruang).

Microbial fuel cell adalah konsep teknologi dengan menggunakan mikroorganisme sebagai katalis bahan bakar yang ditemukan pada tahun 1970-an dan mulai menggunakan limbah rumah tangga sebagai bahan bakar pada tahun 1991. Teknologi ini mengubah bahan organik yang tersedia dalam substrat secara bio-konversi langsung menjadi listrik. Cara kerja dasarnya adalah hasil aktivitas mikroorganisme dalam bentuk elektron diterima oleh anoda melalui resistor menuju ke katoda. Kinerja MFC dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konfigurasi reaktor, jenis kultur atau substrat, dan berbagai parameter operasional seperti pH, DO (oksigen terlarut), dan kekuatan elektrolit (Kim et al. 2008).

(15)

3

Ada tiga kategori mikrob yang dapat digunakan yaitu yang dapat langsung menstransfer elektron ke anoda dengan menggunakan anoda sebagai terminal akseptor elektron, bakteri secara tidak langsung mentransfer elektron tetapi menggunakan mediator untuk mentransfer ke anoda, dan mikrob dapat menerima elektron dari katoda. Hampir semua mikroorganisme pereduksi logam di alam merupakan sumber elektron yang dapat digunakan (Karmakar et al. 2010). Di bawah ini adalah skema dari cara kerja microbial fuel cell. Di mana pada Gambar 1 terlihat bahwa terdapat dua sisi yaitu sisi anoda dan katoda. Pada sisi anoda, terdapat proses bioelektrokimia oleh bakteri. Sisa hasil proses tersebut yang berupa proton H+ mengalir ke sisi katoda. Hasil dari proses tersebut yang berupa elektron mengalir dari anoda menuju katoda melalui kawat listrik.

Proses bio-electrochemical pada MFC lebih lengkapnya dapat dilihat pada bagan alir di Gambar 2. Tampak pada Gambar 2 bahwa substrat masuk ke dalam bakteri sebagai proses metabolisme. Menuju sitoplasma, substrat tersebut mengalami glikolisis menghasilkan NADH dan ATP. Menurut Lovley (2008), proses metabolisme pada kondisi anaerobik pada bakteri ini tidak melalui siklus kreb yang seharusnya terjadi tetapi dari sitoplasma langsung menuju mitokondria. Pada mitokondria, enzim NADH dehydrogenase mengubah NADH menjadi NAD dan ATPase mengubah ATP menjadi ADP, proses perubahan tersebut melepaskan elektron dan proton H+. Proton H+ ini akan diteruskan menuju katoda melalui membran. Sedangkan untuk elektron diteruskan menuju sisi terluar mitokondria. Setelah mencapai sitokrom c-type, proses elektron menuju permukaan anoda dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung. Maksud dari proses langsung adalah proses penempelan elektron dari bakteri ke anoda tidak menggunakan perantara. Pada Gambar 2 terlihat bahwa dengan menggunakan conductive pili (rambut konduktif), bakteri langsung dapat menempelkan elektron pada permukaan anoda. Contoh bakteri dengan proses langsung adalah Geobacter sp. Sedangkan pada proses tidak langsung, penempelan elektron pada permukaan anoda menggunakan perantara riboflavin yang terdapat pada substrat. Contoh bakteri yang menggunakan proses tidak langsung adalah Shewanella sp.

(16)

4

Konsep microbial fuel cell hampir sama dengan konsep biogas dan biofuel lainnya, perbedaannya terdapat pada proses mekanisme yang terjadi di dalamnya. Semua biofuel dan yang ada hubungannya dengan bioproduct dihasilkan dari biomassa organik yang terdapat di limbah pembuangan. Dilihat dari glukosa yang berperan sebagai building block dari biomassa, dapat dibandingkan antara hasil dari kerja bioethanol, biogas, dan gas hidrogen dengan kerja microbial fuel cell sebagai berikut (Rabaey et al. 2003):

Reaksi kimia dari bioethanol:

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Reaksi kimia dari biogas:

C6H12O6 3CH4 + 3CO2

Reaksi kimia dari gas hidrogen:

C6H12O6 12H2 + 6CO2

Reaksi kimia dari microbial fuel cell:

C6H12O6 6H2O + 6CO2

Pada microbial fuel cell, energi biokimia yang menggandung bahan organik dikonversi langsung menjadi listrik. Hal ini menjadikan microbial fuel cell memiliki potensi yang lebih tinggi dalam efisiensi konversi daripada proses biofuel lainnya. Menurut Rabaey et al. (2003), jika dilihat dari konten kalori glukosa, microbial fuel cell dapat menghasilkan 3 kWh untuk setiap kg bahan organik (berat kering) dengan asumsi efisiensi fermentasi sebesar 100%.

(17)

5

2. Komponen Microbial Fuel Cell

Tiga komponen utama dari MFC adalah anoda, katoda, dan jika ada membran. Taraf pengembangan anoda telah mencapai tingkat tertinggi pembangunan dengan adanya elektroda sikat serat grafit. Menggunakan membran atau bahan yang dapat memisahkan anoda dan katoda adalah hal besar untuk MFC karena biaya tinggi dan efek resistansi internal mereka meningkat. Materi dari membran bermacam-macam seperti cation exchange membrane (CEM), jembatan garam (salt bridge), anion exchange membrane (AEM), dan bipolar membran. Hal penting dari katoda, yang berbeda dari anoda, adalah kebutuhan katalis (Logan 2008). Persyaratan untuk bahan anoda adalah sangat konduktif, non-korosif, tinggi luas permukaan spesifik, porositas tinggi, non-fouling, murah, dan mudah dibuat untuk skala ukuran besar. Sifat yang paling penting yang berbeda dari reaktor biofuel lainnya adalah bahwa bahan harus konduktif listrik.

Beberapa material anoda yang digunakan, yaitu kertas karbon, lembaran karbon, buih karbon RVC (Reticulated Vitreous Carbon), dan berbagai bentuk dan jenis grafit (Logan 2008). Urutan material anoda yang dapat meningkatkan luas permukaan internal yaitu lembaran karbon>buih karbon>grafit (Chauduri dan Lovley 2003). Penggunaan material karbon sebagai dasar elektroda untuk anoda dalam MFC sudah umum digunakan. Materi karbon ini mempunyai konduktivitas yang tinggi dan sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri. Ukuran buih karbon yang lebih tebal daripada lembaran karbon, memberikan ruang lebih untuk pertumbuhan bakteri tetapi materi tidak begitu sering digunakan daripada lembaran karbon dan kertas karbon. Begitu pula RVC, walaupun mempunyai konduktivitas yang sangat baik namun RVC ini begitu mudah rapuh sehingga tidak banyak digunakan sebagai anoda. Macam-macam grafit banyak dipilih sebagai anoda dengan alasan terdapat banyak variasi baik dalam harga, komposisi, maupun luas permukaan. Grafit bentuk batang telah banyak digunakan karena konduktivitasnya yang tinggi dan luas permukaan yang relatif luas dengan tingkat porositas rendah, mereka telah banyak digunakan dalam studi elektrokimia (Logan 2008). Meningkatkan luas permukaan grafit dapat menyediakan ruang bagi kolonisasi mikrob untuk menghasilkan daya listrik lebih besar (Chauduri dan Lovley 2003).

Sementara pada desain katoda adalah satu-satunya tantangan terbesar untuk membuat MFC teknologi yang bermanfaat dan terukur. reaksi kimia yang terjadi pada katoda adalah sulit untuk membuat elektron, proton, dan oksigen semua harus bertemu pada katalis dalam reaksi tri-fase (katalis padat, udara, dan air). Materi anoda juga dapat digunakan sebagai katoda. Materi-materi tersebut adalah kertas karbon, lembaran karbon, grafit, bubuk grafit, dan benang grafit. Bedanya jika materi-materi ini menjadi katoda adalah dengan adanya katalis seperti Pt untuk mereduksi oksigen tetapi tidak selalu membutuhkan katalis seperti kalium ferisianida (K3[Fe(CN)6]) untuk mendapatkan kinerja yang baik (Logan 2008).

Ferisianida sangat terkenal sebagai penerima elektron pada berbagai percobaan MFC (Park dan Zeikus 2003). Fungsi dari katalis ini adalah untuk mengatasi tingginya kemampuan katoda dalam mereduksi oksigen (O2) (Moon et al. 2006).

(18)

6

PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN BERBAGAI

PROTOTYPE

MFC

Kajian pustaka ini membahas berbagai model microbial fuel cell (MFC) yaitu prototype sistem ruang tunggal (single chamber), sistem dua ruang (two chamber), dan turunan dari kedua sistem tersebut yaitu tubular flow, sebagai berikut:

I. Model yang Sudah Dikembangkan

a. Prototype Sistem Ruang Tunggal (Single Chamber)

Pengertian sistem ruang tunggal (Single Chamber) adalah tidak ada ruang pemisah antara anoda dan katoda, substrat berada dalam satu ruang yang sama.

1. Air – Cathode MFCs Sistem Ruang Tunggal Berbentuk Kubus

(Sumber: Liu et al. 2005)

Prototype ini (lihat Gambar 3) tersusun dari acrylic berbentuk balok berukuran 4 cm mempunyai lubang di bagian depan dan belakang balok dengan diameter 3 cm, sehingga mendapatkan volume tabung dalam sebesar 28 ml. Terdapat katoda pada bagian depan dan belakang balok, tepat di belakang katoda terdapat membran dan anoda tepat di tengah tabung. Pada katoda di-mur tepat di ujung – ujung balok, perekat akuarium digunakan agar air tidak keluar. Terdapat lubang di bagian atas untuk saluran fill-refill larutan. Membran yang digunakan pada reaktor ini adalah Nafion-117. Membran ini menempel pada katode dengan menggunakan metode pemanasan sampai 140ºc pada tekanan 1780 kPa selama 3 menit. Substrat yang digunakan adalah glukosa, asetat, dan limbah rumah tangga.

2. Prototype New Bottle Reactor MFC (Sumber: Watson dan Logan 2010)

Berbeda dengan prototype air-cathode, prototype ini memiliki susunan rangkaian seperti yang terlihat pada Gambar 4 yaitu sebuah botol gelas kimia yang memiliki 2 (dua) saluran samping dan dua botol yang hanya memiliki 1 saluran dalam keadaan kosong dan tertutup rapat. Pada sisi botol terhubung saluran-saluran sehingga membentuk seperti jembatan untuk ketiga botol tersebut. Botol yang mempunyai dua saluran terisi dengan substrat dan anoda tergantung di dalam botol dengan kabel

(19)

7

alligator terhubung pada anoda. Terdapat 3 jenis katoda yang telah diujikan dengan tipe reaktor ini yaitu graphite brush, plain carbon, dan graphite fiber, dengan menggunakan kultur Shewanella oneidensis MR-1 dan penambahan laktat.

b. Prototype Sistem Dua Ruang (Two Chamber)

Pengertian dari sistem dua ruang (Two Chamber) adalah katoda dan anoda ditempatkan pada kompartemen berbeda sehingga terlihat adanya dua buah ruang pada prototype.

1. Air – Cathode Sistem Dua Ruang Berbentuk Kubus (Sumber: Kim

et al. 2007)

Dapat dilihat pada Gambar 5, prototype ini terbuat dari acrylic berbentuk balok berukuran 4 cm. Terdapat lubang pada bagian depan dan belakang balok dengan diameter 3 cm, sehingga mendapatkan volume tabung dalam sebesar 28 ml. Katoda menempel pada sisi depan dan anoda di sisi lainnya. Membran terdapat tepat di tengah reaktor. Mur juga terpasang pada ujung–ujung balok untuk merekatkan elektroda, untuk lebih aman terlihat adanya perekat akuarium agar air tidak keluar. Reaktor ini hampir sama konstruksinya dengan tipe reaktor dengan jenis yang sama yaitu pada bagian atas terdapat lubang untuk saluran fill-refill larutan. Dengan perlakuan yang sama seperti pada tipe reaktor air-cathode single chamber.

(20)

8

2. Protoype H-Type dengan Catholyte (Sumber: You et al. 2006)

Rangkaian H-type dapat dilihat pada Gambar 6. Prototype ini tersusun dari dua botol plastik berlubang pada salah satu sisi botol dan kedua sisi untuk botol lainnya, mendekati dasar botol. Pada botol yang memiliki dua lubang tambahkan satu lubang tepat vertikal dekat dengan mulut botol. Gelas kimia yang sudah termodifikasi dengan dibuat saluran, yaitu dengan menempelkan pipa pada lubang yang sudah disiapkan. Kedua saluran tersebut menyambung sehingga terlihat seperti jembatan yang di tengahnya terdapat membran yang menghubungkannya. Anoda menempel dengan kawat dan dimasukkan ke dalam botol bertangan satu dalam posisi menggantung dan begitu pula untuk katoda pada botol lainnya. Larutan mengisi botol katoda sementara botol anoda dalam keadaan kosong. Saluran lainnya pada botol katoda terhubung dengan gelas kimia yang berisi catholyte.

Gambar 6 Prototype reaktor sistem dua ruang tipe botol dengan catholyte (Logan 2008)

(21)

9

c. Prototype Sistem Tubular Flow

Prototype Sistem Tubular Flow merupakan turunan dari kedua konsep yang ada, karena dilihat dari cara kerja sebenarnya termasuk di antara sistem ruang tunggal (single chamber) dan sistem dua ruang (two chamber).

1. Tubular Packed Bed Reactors (Rabaey et al. 2005)

Prototype ini terdiri dari CEM (CMI-7000) sepanjang 2 meter membentuk tabung dengan diameter 46 mm, terhubung dengan corong di bagian atas dan bawah untuk saluran keluar masuk substrat, seperti terlihat pada Gambar 7. Di dalamnya terdapat packed graphite granules sebagai katoda dan dialiri oleh ferisianida sebagai catholyte. Di luar membran diselimuti oleh graphite mat (semacam tipe cloth) pembungkus erat reaktor. Substrat yang digunakan dapat berupa asetat, glukosa, atau limbah rumah tangga.

2. Membran-less Continue Tubular Flow (Jang et al. 2004)

Walaupun prototype ini memiliki tipe yang sama dengan reaktor tubular packed bed reactors, alat dan bahan serta susunan perakitannya berbeda lebih dapat dilihat pada Gambar 8. Prototype ini tersusun dari acrylic berbentuk tabung dengan tinggi 1 m dan diameter 10 cm. Terletak secara berurutan dari atas ke bawah, yaitu katoda, glass bead, glass wool dan anoda dengan jarak antara katoda dan anoda sebesar 10 cm. Aliran substrat atau mediator bergerak dari bawah anoda ke atas katoda. Elektroda terhubung dengan resistor dan multimeter menggunakan kawat platinum. Pengisian reaktor dengan kecepatan substrat 0,28 mL/menit sampai 1,83 mL/menit menggunakan limbah rumah tangga yang sudah mengandung glukosa dan glutamat.

(22)

10

II.Perbandingan Kinerja Model Microbial Fuel Cells

Dari uraian sebelumnya mengenai bentuk dan rincian konstruksi dari berbagai tipe reaktor yang selama ini telah dikembangkan, pada Tabel 1 dapat dilihat performa masing-masing tipe reaktor dan setiap perlakuannya. Mulai dari perbedaan yang dapat dilihat dari komponen membran, substrat, catholyte, dan elektroda dalam perannya untuk menghasilkan daya listrik maksimum. Dari Tabel 1 ini diharapkan dapat dilihat performa dan keunggulan masing-masing dari setiap tipe reaktor dan perlakuan.

Dilihat dari Tabel 1, data hasil pengukuran pada reaktor H-type oleh You et al. (2006) dengan menggunakan permanganat sebagai catholyte menunjukkan daya listrik maksimum yang terukur sebesar 116 mW/m2 sedangkan dengan ferisianida dan oksigen terlarut secara berurutan sebesar 26 mW/m2 dan 10 mW/m2. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan memakai permanganat sebagai catholyte dapat menghasilkan daya listrik yang lebih signifikan. Hasil performa reaktor dengan menggunakan catholyte juga terdapat pada Rabaey et al. (2005) yaitu dengan menggunakan ferisianida. Dari percobaan tersebut terukur daya listrik maksimum yang dihasilkan sebesar 25 mW/m2untuk limbah rumah tangga, 38 mW/m2 untuk glukosa dan 48 mW/m2 untuk asetat. Meskipun keduanya menggunakan tipe reaktor yang berbeda, Rabaey et al. (2005) menggunakan reaktor tipe tubular dan You et al. (2006) menggunakan reaktor botol sistem dua ruang. Walaupun belum terlihat perbandingan tersebut pada reaktor lain, hasil tersebut cukup mewakili bahwa dengan penambahan catholyte permanganat dapat mengoptimalkan performa reaktor.

(23)

11

Tabel 1 Perbandingan kinerja setiap tipe reaktor MFCs

No. Tipe Reaktor Membran Substrat Catholyte Anoda Katoda Daya Listrik Maksimum (mW/m2)

tangga+glukosa - carbon brush

graphite brush 1430

910.000**

plain carbon 600

graphite fiber 1100.

- kultur Shewanella

oneidensis MR-1+laktat - carbon brush graphite brush 770

3. Air – Cathode Sistem

ferisianida graphite mat graphite granules

- limbah rumah tangga - graphite felt grafit terlapisi

platinum 560 1.770.000

Keterangan: *) harga yang tercantum merupakan hasil perhitungan prediksi dan pembulatan dengan asumsi harga alat dan bahan tidak berubah signifikan di pasaran (asumsi bahwa kurs tukar 1 US $ = Rp 10.000 pada tahun 2014)

(24)

12

Adapun fungsi catholyte sendiri adalah sebagai katalis untuk katoda dalam menerima elektron dari kawat maupun yang melewati membran. Pada uji yang telah dilakukan selama ini belum terlihat adanya penggunaan catholyte pada reaktor microbial fuel cell sistem ruang tunggal. Analisis sementara adalah umumnya catholyte ini bersifat reduktif yang bertujuan mengikat kelebihan H+ atau kation-kation hasil dari reaksi yang dikeluarkan oleh mikrob, sehingga apabila catholyte bercampur pada sisi reduktif akan menghambat siklus metabolisme mikrob. Pada sisi reduktif, setelah terjadi pengeluaran anion yang seharusnya menjadi bersifat oksidatif pada mikrob sehingga siklus tersebut dapat berulang menjadi terhambat. Terhambatnya siklus tersebut karena suasana pada lingkungan mikrob tetap reduktif akibat adanya catholyte.

Komponen MFC yang penting lainnya yaitu elektroda. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa bermacam-macam jenis elektroda dapat digunakan pada MFC. Perbandingan performa elektroda terwakili pada prototype new bottle reactor MFC pada Tabel 1, dengan menggunakan substrat yang sama yaitu limbah rumah tangga+glukosa dan dengan menggunakan elektroda yang sama untuk ketiga perlakuan pada sisi katoda, daya listrik maksimum yang dihasilkan oleh graphite brush sebesar 1430 mW/m2 lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan plain carbon dan graphite fiber secara berurutan sebesar 600 mW/m2 dan 1100 mW/m2. Pada MFC, performa katoda lebih berpengaruh terhadap kenaikan dan penurunan performa MFC daripada anoda. Hal ini terlihat pada Gambar 9, dengan ada atau tidaknya membran performa anoda tidak berbeda nyata jika dibandingkan pada katoda.

Menurut Liu et al. (2005), dengan adanya pengurangan jarak antar elektroda pada prototype reaktor air-cathode dapat meningkatkan daya listrik dua kali lipat dari pada sebelumnya. Terlihat bahwa perlakuan yang diterapkan kepada katoda dapat berpengaruh terhadap performa MFC. Jika dilihat dari Gambar 10, pembesaran luasan permukaan elektroda dapat berpengaruh langsung terhadap kenaikan daya listrik yang dihasilkan. Hal ini dapat diperkuat dengan percobaan Zheng et al. (2011) yang menunjukkan pada model microbial fuel cell dan perlakuan yang sama penggantian anoda dari plat karbon (carbon plate) menjadi graphite brush dapat menaikkan daya listrik dari 64 mW/m3 menjadi 75 mW/m3. Dalam Watson dan Logan (2010), graphite brush dikatakan mempunyai luas area permukaan lebih besar untuk pertumbuhan bakteri exoelectogenic. Luas permukaan yang dimaksud bukan secara fisik terlihat besar melainkan luas

(25)

13

permukaan elektroda sebagai tempat menempelnya elektron. Selain dilihat dari performanya, elektroda ini mudah didapatkan, elektroda tipe brush ini dapat dilihat pada dasar lampu dan dapat dibeli di toko listrik dengan harga yang lebih murah dibanding elektroda tipe lain.

Jika dilihat dari dua macam perlakuan pada Tabel 1 yaitu dengan menggunakan membran dan tanpa menggunakan membran pada tipe air-cathode, pemakaian glukosa sebagai substrat terlihat menunjukkan hasil yang lebih baik daripada limbah. Daya listrik maksimum yang dapat dihasilkan oleh reaktor menggunakan glukosa lebih tinggi. Ada beberapa substrat yang digunakan pada microbial fuel cell yang menggunakan kultur murni, yang kebanyakan menggunakan bakteri anaerobik pereduksi logam. Dapat dilihat dari percobaan yang dilakukan Watson dan Logan (2010), pada prototype new bottle reactor MFC, dengan menggunakan limbah rumah tangga sebagai substrat menghasilkan daya listrik maksimum sebesar 1430 mW/m2 sedangkan apabila menggunakan kultur murni sebagai substrat yaitu dengan Shewanella onidensis MR-1 menghasilkan daya listrik sebesar 770 mW/m2. Pada Gambar 12 dijelaskan proses perubahan substrat menjadi energi listrik yang berasal dari aktivitas biokimia substrat. Meskipun pada kultur campuran dari sedimen sungai, sedimen air laut, dan limbah pembuangan, dapat ditemukan jenis bakteri Shewanella dan Geobacter. Perbedaan antara Shewanella dan Geobacter yang dapat dilihat pada Gambar 11 adalah proses transfer elektron. Shewanella dalam mentransfer elektron ke anoda bekerja melalui soluble molecule yang berbentuk seperti kumparan elektron. Sedangkan Geobacter lebih bersentuhan langsung dengan permukaan anoda dan mentransfer elektron ke anoda melalui satu atau lebih protein radioaktif (Lovley 2008).

(26)

14

Pada Gambar 12 dapat dijelaskan bahwa saat mikroorganisme mengkonsumsi substrat seperti sukrosa atau glukosa di kondisi aerobik, mereka akan mengeluarkan karbon dan senyawa air. Berbeda saat mereka berada di kondisi anaerobik. Saat lingkungan tidak terdapat oksigen, mereka akan mengeluarkan karbon dioksida, kation, dan elektron.

Reaksi kimia dari sukrosa:

C12H22O11 + 13H2O 12CO2 + 48H+ + 48e

-Reaksi kimia dari glukosa:

C6H12O6 + 6H2O 6CO2 + 24H+ + 24e

-Reaksi kimia dari asetat:

C2H3O2- + 2H2O 2CO2 + 7H+ + 8e-

Dengan menggunakan mediator anorganik untuk memasuki rantai transpor elektron dalam sel dan menerima elektron yang dihasilkan sel mikrob. Mediator tersebut melintasi sisi terluar sel membran lipid dan dinding plasma, kemudian mulai membebaskan elektron dari rantai transpor elektron, yang biasanya akan diambil oleh oksigen. Mediator keluar dari sel dengan membawa elektron ke elektroda sehingga elektroda menjadi bermuatan negatif. Proses pelepasan elektron ke elektroda oleh mediator, menjadikan mediator bersifat oksidatif, pada kondisi ini mediator siap memulai kembali mengulangi proses tersebut. Untuk mengaktifkan proses di atas, pada sisi anoda diperlukan larutan yang lengkap berisi mediator, kultur mikroorganisme, dan substrat. Di sisi katoda, elektroda berfungsi sebagai penerima oksigen. Kerja ini merupakan proses di luar sel biologis, sehingga diperlukan agen pengoksidasi untuk mengangkat elektron di katoda.

(27)

15

Penggunaan kultur campuran dengan menggunakan limbah pembuangan jauh lebih efektif selain dilihat dari segi ekologi dan ekonomis, dengan menggunakan limbah pembuangan, kerja microbial fuel cell lebih optimal. Penggunaan limbah pembuangan membantu dalam penurunan efek difusi oksigen di sisi anoda karena bakteri ini akan terus mencari-cari oksigen terlarut dalam limbah sehingga secara tidak langsung dapat menjaga sisi anoda dalam kondisi anaerobik (Min et al. 2005). Dengan menggunakan kultur campuran, tidak perlu mengisolasi bakteri tersebut untuk mendapatkan kultur murni untuk microbial fuel cell.

Adapun beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa IPB. Dalam Idham (2010) contohnya, menggunakan teknologi turunan MFC yaitu Sediment MFC dengan menggunakan sedimen laut perairan teluk Jakarta pada sisi anoda dan air laut pada sisi katoda. Percobaan tersebut tidak menggunakan membran apapun, hanya dengan menyusun sedimen-anoda-sedimen-air laut-katoda pada gelas kimia dan menggunakan elektroda karbon yang berasal dari baterai dan resistor sebesar 820±5%Ω menghasilkan arus sebesar 139,51 mA/m2. Hasil analisisnya didapati bakteri jenis Acinetobacter, Aeromonas, dan Bacillus. Bakteri tipe Acinetobacter dan Aeromonas merupakan bakteri peredusi besi walaupun dapat dikatakan bahwa bakteri ini merupakan bakteri pada sedimen sungai, namun dikatakan di studi ini terdapat pada sedimen air laut. Bakteri-bakteri ini walaupun tidak terlihat dalam percobaan manapun dalam bentuk kultur murni namun mempunyai performa yang baik pada penggunaannya secara tidak langsung pada sedimen aliran sungai. Bakteri tipe bacillus yang telah diidentifikasi ini tidak berperan pada laju performa MFC ini, hal ini dikarenakan bakteri ini merupakan jenis termofilik dan bakteri ini bukan merupakan jenis exoelectrogenic di mana bakteri dinilai dapat menghasilkan listrik untuk microbial fuel cell. Tidak semua jenis bakteri anaerob dapat digunakan dalam teknologi microbial fuel cell, jenis bakteri yang digunakan adalah bakteri yang bersifat exoelectrogenic.

Pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa penggunaan substrat dengan limbah rumah tangga dapat mengoptimalkan performa MFC diperkuat

(28)

16

dengan hasil perhitungan coulombic efficiency yang didapat dari berbagai literatur yang terdapat pada Tabel 1 yang tersaji melalui Gambar 13 yang berupa grafik persentase terlihat bahwa performa yang optimal yaitu dengan menggunakan limbah. Pada limbah, terdapat lebih dari satu mikrob yang hidup dan beraktivitas sehingga electron recovery pada limbah jauh lebih tinggi daripada perlakuan lain sebesar 78% untuk H-type; 98% untuk tubular packed bed reactor MFC dan 90% untuk membrane-less continue tubular flow. Hal inilah yang dapat menyimpulkan bahwa tipe reaktor dengan menggunakan limbah mempunyai performa yang lebih optimal karena hasilnya lebih konstan dilihat karena bukan hanya ada satu tren siklus hidup mikrob yang berperan. Perbedaan kesimpulan yang didapat berdasarkan performa yang tampak antara Tabel 1 dan Gambar 13, karena belum tentu tipe reaktor dan perlakuan yang menunjukkan hasil daya listrik yang maksimal merupakan tipe reaktor dan perlakuan yang dinilai paling optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya tren siklus hidup dari mikrob itu sendiri dan beberapa dari prokariotik organisme ini tidak memerlukan enzim khusus untuk menjalankan lingkaran krebs. Hal ini dikarenakan mereka dapat hidup tanpa oksigen.

(29)

17

Gambar 14 Grafik perbandingan performa membran pada setiap tipe reaktor Setelah melihat Gambar 9 dan 10, maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan kerja MFC tidak perlu terlalu terfokus pada membran, tanpa membran pun performa sudah cukup baik. Selain itu, pada Gambar 13 ini dapat dilihat bahwa tipe reaktor yang dapat menghasilkan daya listrik lebih besar adalah tipe kubus. Jika dilihat dari Tabel 1, performa yang baik adalah prototype new bottle reactor, air-cathode, dan H-type. Apabila ingin membangun tipe reaktor yang terjangkau dan mudah dibangun adalah H-type. Selain bahan perakitan alat mudah ditemukan, membran yang digunakan dapat diganti dengan salt bridge yang dapat dibuat sendiri.

Jika berdasarkan dari Tabel 1, biaya pembuatan prototype H-type sebesar Rp 1.100.000 dengan menghasilkan daya listrik maksimal menggunakan permanganat sebesar 116 mW/m2 sedangkan jika dibandingkan dengan air-cathode single chamber dengan biaya yang lebih murah yaitu sebesar Rp 670.000 dengan Nafion-117 dan Rp 250.000 tanpa menggunakan membran, dapat menghasilkan daya listrik maksimum sebesar 262 mW/m2 dan 494 mW/m2. Hasil tertinggi yang terukur terdapat pada tipe reaktor new bottle reactor MFC dengan daya listrik sebesar 1430 mW/m2 dengan menggunakan campuran limbah rumah tangga dan glukosa dan dengan elektroda tipe brush. Dikarenakan jenis botol/reaktor seperti literatur susah ditemukan atau dibuat maka botol tersebut dapat diganti dengan acrylic tabung yang lebih mudah ditemukan di Indonesia. Sehingga biaya pembuatan prototype new bottle reactor MFC yang terdapat pada Tabel 1 merupakan biaya pembuatan reaktor dengan menggunakan bahan acrylic. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan prototype air-cathode dengan biaya jauh lebih murah dapat menghasilkan performa cukup tinggi. Apabila ingin hasil yang lebih tinggi, penggunaan konstruksi prototype new bottle reactor MFC dapat dilakukan di Indonesia dengan mengganti bahan reaktornya dan meskipun tipe tubular flow cenderung lebih mahal dalam perakitan reaktornya daripada reaktor tipe lainnya, tipe ini dapat menjanjikan penerapannya untuk efisiensi kerja dalam menghasilkan listrik secara berkelanjutan. Hal ini terlihat dari hasil performa yang ditampilkan pada Tabel 1, daya listrik yang dihasilkan pada tubular packed bed reactors dengan menggunakan limbah rumah tangga sebesar 25 mW/m2 dan pada membran-less continue tubular flow sebesar

(30)

18

560 mW/m2. Keuntungan dari prototype reaktor model ini adalah limbah pembuangan langsung disalurkan ke reaktor dengan ampas yang tersisa lalu dibuang melalui lubang effluent dan siklus ini dapat terjadi berkesinambungan seperti yang terjadi pada pembangkit listrik tenaga air. Proses utamanya adalah materi organik dari limbah menempel pada sisi-sisi elektroda lalu meninggalkan ampas yang terus berjalan keluar ke lubang effluent, hal ini dapat mengurangi jumlah massa limbah yang ada di lingkungan secara berkala. Sehingga tipe ini mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk dikembangkan untuk skala industri.

III.Model yang Disarankan

Dari model-model prototype MFC yang sudah dibahas terlihat bahwa dengan desain seperti itu tidak menunjukkan potensi yang nyata sebagai energi alternatif. Hal ini dikarenakan banyaknya daya listrik yang dihasilkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Jika dihitung biaya yang dibutuhkan untuk per kWh listrik yang dibutuhkan, biaya tersebut dinilai lebih mahal daripada konvensional. Padahal fungsi dari energi alternatif yaitu untuk dapat menggantikan yang konvensional. Hal ini bukan berarti bahwa teknologi ini dinilai gagal, namun perlu adanya pengembangan lebih lanjut. Prototype yang telah dibahas nampaknya mempunyai beberapa kekurangan. Dilihat dari desain kompartemen bentuk kubus dan botol, tidak terdapat saluran untuk menambah nutrisi untuk bakteri pada sisi anoda dan untuk membuang kelebihan gas hidrogen pada katoda. Penambahan saluran ini dibutuhkan untuk menjaga pH dan EH pada setiap kompartemen agar sistem pada MFC dapat bekerja secara berkelanjutan. Gambar 15 (mengalami penggubahan dengan penambahan informasi) merupakan skema cara kerja dan desain MFC dengan tambahan saluran effluent.

(31)

19

Model-model yang telah dibahas merupakan sebuah prototype, yang merupakan dasar desain. Walaupun hasil yang telah ada tidak memuaskan, model tersebut dapat menjadi acuan untuk model-model berikutnya yang akan dikembangkan. Dari berbagai model prototype yang dibahas, model tubular mempunyai potensi yang lebih bagus karena sistem di dalam reaktor yang dinamis seperti Gambar 15 sehingga kontrol pH dan EH dapat terjadi secara natural.

Adapun konsep dari tipe air-cathode yang diperbanyak quantitasnya menjadi tipe stacked MFC. Analisis sementara, aki dapat didaur ulang dan berubah menjadi stacked MFC dengan mengganti larutan H2SO4 menjadi larutan

kultur murni Shewanella oneidensis MR-1 yang merupakan bakteri pereduksi logam di antaranya unsur logam Pb. Limbah pembuangan juga dapat digunakan dengan asumsi bahwa di dalam limbah pembuangan terdapat bakteri jenis Shewanella. Konsep komponen anoda, katoda, dan zat pemisah elektroda serta model susunan pada keduanya terdapat kemiripan. Kesamaan susunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17 di bawah ini. Permasalahannya selama ini belum ada yang menguji coba mendaur ulang aki bekas menjadi stacked MFC, tindakan ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan secara signifikan karena aki bekas termasuk limbah B3.

(32)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Prototype yang telah dibahas belum menunjukkan prospek yang baik untuk aplikasi langsung, masih perlu pengembangan agar dihasilkan satuan listrik yang lebih besar sehingga menjadi ekonomis. Model prototype yang mempunyai potensi lebih baik ialah tipe tubular. Substrat yang dapat dipilih adalah glukosa dan limbah rumah tangga. Elektroda yang terbaik adalah tipe brush. Jenis catholyte yaitu permanganat. Sementara itu dikatakan bahwa penggunaan membran tersebut tidak terlalu diperlukan.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonimous]. 2014. Komponen di dalam Aki di akses pada tanggal 20 Mei 2014 di www.shopanddrive.com

Aelterman P, Rabaey K, Pham HT, Boon N, dan Verstraete W. 2006. Continuous Electricity Generation at High Voltages and Current Using Stacked Microbial Fuel Cells. Environmental Science & Technology, Vol 40 No 10, pp 3388-3394

Choi Y, Jung E, Park H, Park SR, Jung S, dan Kim S. 2004. Construction of Microbial Fuel Cell Using Thermophilic Microorganism, Bacillus Licheniformis and Bacillus Thermoglucosidasius. Bull. Korean Chemical Society, Vol 25 No 6, pp 813-818

Chauduri SK dan Lovley DR. 2003. Electricity Generation by Direct Oxidation of Glucose in Mediator-less Microbial Fuel Cells. Nature Biotechnology, Vol 21 No 10, pp 1229-1232

Idham F. 2010.Potensi Sedimen Air Laut Perairan Teluk Jakarta sebagai Substrat Sediment-Microbial Fuel Cell. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor Ieropulos I, Melhuish C, Greenman J, dan Horsfield I. 2005. EcoBot II : Artificial

Agent with a Natural Metabolism. Journal of Advanced Robotic Systems, Vol 2 No 4, pp 295-300

Jang JK, Pham TH, Chang IS, Kang KH, Moon H, Cho KS, dan Kim BH. 2004. Construction and Operation of a Novel Mediator- and Member-Less Microbial Fuel Cell. Process Biochemistry, Vol 39 No 8, pp 1007-1012 Karmakar S, Kundu K, dan Kundu S. 2010. Design and Development of

Microbial Fuel Cells.A Méndez–Vilaz (Ed.).Current Research, Technology and Education Topics in Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Formatex, pp 1029-1030

Kim JR, Jung SH, Regan JM, dan Logan BE. 2007. Electricity Generation and Microbial Community Analysis of Alchohol Powered Microbial Fuel Cells. Bioresource Technology. Vol 98 No 13, pp 2568- 2577

Kim IS, Chae KJ, Choi MJ, dan Verstraete W. 2008. Microbial Fuel Cells: Recent Advances, Bacterial Communities and Application Beyond Electricity Generation. Environmental Engineers Resources, Vol 13 No 2, pp 51-65 Logan BE, Hamelers B, Rozendal R, Schroder U, Keller J, Freguia S, Aeltenman

P, Verstraete W, dan Rabaey K. 2006. Microbial Fuel Cells: Methodology and Technology. Environmental Science & Technology. Vol 40 No 17, pp 5181-5192

Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cells. A John Wiley & Sons Inc., Publication: United State of America, pp 28, 29, 61-64, 77

Lovley DR. 2008. The Microbe Electric: Conversion of Organic Matter to Electricity. Current Opinion in Biotechnology, Vol 19, pp 1-8

Liu H, Ramnarayanan R. dan Logan BE. 2004. Production of Electricity During Wastewater Treatment Using a Single Chamber Microbial Fuel Cell. Environmental Science & Technology. Vol 38 No 7, pp 2281-2285

(34)

22

Min B, Cheng S, dan Logan BE. 2005. Electricity Generation using Membran and Salt Bridge Microbial Fuel Cells. Water Research, Vol 39, pp 1675-1686 Moon H, Chang IS, dan Kim BH. 2006. Continuous Electricity Production from

Artificial Wastewater Using a Mediator-less Microbial Fuel Cell. Bioresources and Technology, vol 97 no. 4, 621-627

Park DH dan Zeikus JG. 2003. Improved Fuel Cell and Electrode Design for Producing Electricity from Microbial Degradation. [Abstrak]. Biotechnology and Bioengineering, Vol 81, pp 348

Rabaey K, Lissen G, Siciliano SD, dan Verstraete W. 2003. A Microbial Fuel Cell Capable of Converting Glucose to Electricity at High Rate and Efficiency. Biotechnology Lett, Vol 25 No 18, pp 1531-1535

Rabaey K, Clauwaert P, Aelterman P, dan Verstaete W. 2005. Tubular Microbial Fuel Cells for Efficeint Electricity Generation. Environmental Science & Technology, Vol 39 No 20, pp 8077-8082

Venkata MS, Veer RS, Sarma PN, dan Peri D. 2008. Integrated Function of Microbial Fuel Cell (MFC) as Bio-electrochemical Treatment System Associated with Bioelectricity Generation Under Higher Substrate Load. Biosensors and Bioelectronics, October 2008, pp 7

Venkata MS, Srikanth S, Velvizhi G, dan Babu ML. 2013. Microbial Fuel Cells for Sustainable Bioenergy Generation: Principles and Perspective Applications. Biofuel Technologies, Vol 106 pp 335-368

Watson JV dan Logan BE. 2010. Power Production in MFCs Inocullated with Shewanella oneidensis MR-1 or Mixed Cultures. Biotechnology and Bioengineering, Vol 105 No 3, pp 489-498

You S, Zhao Q, Zhang J, Jiang J, dan Zhao S. 2006. A Microbial Fuel Cell Using Permanganate as the Cathodic Electron Acceptor. Power Source. Vol 162, pp 1409-1415

(35)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar harga alat

Lampiran 2 Jenis-jenis membran dan performanya

Jenis membran Ketebalan

Carbon rod Rp 5.000 – 80.000/buah*

Carbon powder Rp 4.000 – 6000/kg*

Carbon granule Rp 60.000/kg

Carbon brush Rp 400-2000/set*

Graphite bar Rp 1.000 – 60.000/buah*

Graphite rod Rp 5.000 -60.000/buah*

Graphite powder Rp 5.000 – 20.000/kg*

Graphite granule Rp 5.000 – 10.000/kg

Graphite plate Rp 39.000 - 63000/kg*

Graphite brush Rp 1.000-100.000/buah*

Acrylic lembaran Rp 240.000/lembar

Acrylic tabung Rp 2.200.000

Lem acrylic 150ml Rp 40.000

Glass wool Rp 240.000/roll

Glass bead Rp 25.400/kg

Nafion Rp 10.000.000*

Simple CEM (CMI-7000) Rp 800.000*

Salt Bridge Rp 5.000

(36)

24

Lampiran 3 Komunitas mikoorganisme pada kultur campuran

Inokulum Substrat Komuniti

Sedimen sungai Glukosa + asam glutamat

65% : Alphaproteobacteria; 21% : Betaproteobacteria; 3% :

Gammaproteobacteria; 8% : Bacterioidetes; 3% : lainnya Sedimen sungai Air Sungai 11% : Alphaproteobacteria; 46% :

Betaproteobacteria; 13% : Gammaproteobacteria; 13% : Deltaproteobacteria; 9% : Bacteroidetes; 8% : lainnya

Sedimen air laut Sistein Gammaproteobacteria (40% Shewanella affinis KMM), Vibrio spp., dan

Pseudomonas spp. Limbah

pembuangan

Asetat 24% : Alphaproteobacteria; 7% : Betaproteobacteria; 21% : Gammaproteobacteria; 21% : Deltaproteobacteria; 27% : lainnya Limbah

pembuangan

Zat pati 36% : tidak teridentifikasi; 20% : Alphaproteobacteria; 25% : Betaproteobacteria; 19% :

Cytophaga+Fleibacter+Bacteriorides

(37)

25

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Skema cara kerja  Microbial fuel cell (Logan
Gambar 2 Bagan alir proses dari cara kerja bioelectrochemical pada MFC
Gambar 4 Prototype reaktor sistem ruang tunggal tipe
Gambar 5 Prototype reaktor sistem dua ruang tipe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesalahan pada tahap kemampu- an proses ( process skill ) yang dilakukan siswa adalah tidak menuliskan tahapan-tahapan da- lam menyelesaikan soal, tidak melanjutkan

Media konvensional yang memasukkan jurnalisme warga ke dalam bagian kebijakan perkembangan mereka cukup banyak, tetapi yang secara khusus membuka pintu untuk menulis blog daring

Lokasi SPBU yang berada di pinggir jalan raya merupakan daerah yang rawan terhadap kebisingan, serta adanya karakteristik operator seperti usia, jenis kelamin,

Berdasarkan perhitungan fuzzy AHP untuk kriteria petani dan kelompok tani, tujuan dari rantai pasok agroindustri kakao yang harus diutamakan adalah peningkatan

Bab IV berisi tentang hasil analisis dari data yang telah diperoleh oleh penulis tentang pengaruh menonton video iklan Boss Da Market terhadap sikap tabayun siswa,

Pemberian MPASI yang baik dengan cara yang bersih juga dapat menghindarkan bayi dari berbagai penyakit termasuk diare yang menjadi salah satu penyakit utama pada kematian

SAC beranggotakan mahasiswa S1 Prasetiya Mulya yang berminat dan secara resmi mendaftarkan diri sebagai anggota serta memenuhi syarat- syarat umum yang ditetapkan untuk menjadi