UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (
Phaseolus
vulgaris
L.) DI TAJUR BOGOR
INDAH RATNA VIRISYA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014 Indah Ratna Virisya NIM A24100067
ABSTRAK
INDAH RATNA VIRISYA. Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor. Dibimbing oleh SOBIR.
Pengembangan sayuran di dataran tinggi perlu dikurangi untuk menekan degradasi lahan, diantaranya dengan penanaman varietas unggul yang beadaptasi di dataran rendah. Dalam rangka identifikasi varietas unggul buncis beradaptasi di dataran rendah dilakukan uji daya hasil. Percobaan ini bertujuan menguji pertumbuhan dan daya hasil 12 genotipe potensial kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur (250 m di atas permukaan laut) pada bulan November 2013 hingga Januari 2014. Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT), 1 faktor 4 ulangan. Faktor tersebut adalah 10 genotipe hasil eksplorasi beberapa daerah di Jawa, Indonesia. Genotipe tersebut di antaranya Lebat 2 (32.05 ton ha-1), Lebat 1 (34.68 ton ha-1), Sukabumi 1 PHTB 14 (33.11 ton ha-1), Garut 3 (34.19 ton ha-1), PHTB 17 (12.34 ton ha-1), PHTB 18 (8.45 ton ha-1), Garut 2 (25.99 ton ha-1), Bogor 2 PHTB 6 (36.94 ton ha-1), PHTB 15 (12.81 ton ha-1), PHTB 16 (16.31 ton ha-1), serta varietas Lebat 3 (27.82 ton ha-1) dan Horti 1 (3.48 ton ha-1) sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati, dan genotipe Bogor 2 PHTB 6 menunjukkan hasil paling baik.
Kata kunci: dataran rendah, genotipe, Phaseolus vulgaris. L
ABSTRACT
INDAH RATNA VIRISYA. Yield Trials of 12 Genotypes Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) in Tajur Bogor. Supervised by SOBIR.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (
Phaseolus
vulgaris
L.) DI TAJUR BOGOR
INDAH RATNA VIRISYA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi: Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor
Nama : Indah Ratna Virisya NIM : A24100067
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sobir, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur dari Bulan November 2013 hingga Januari 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sobir, M.Si selaku pembimbing dan telah memberikan pengarahan dan saran selama penyusunan karya ilmiah ini, serta kepada kedua orang tua, adik dan keluarga besar yang telah memberikan doa dan support selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pak Awang, Bu Yuyun, Pak Ibram dan siswa magang di kebun Percobaan PKHT Tajur yang membantu penelitian ini. Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman AGH 47 yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung dengan baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Tanaman Buncis 2
Syarat Tumbuh dan Budi Daya 3
Hama dan Penyakit pada Buncis 4
Panen Buncis 4
Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis 4
METODE PENELITIAN 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Peralatan Penelitian 5
Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data 5
Pelaksanaan Penelitian 6
Pengamatan 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kondisi Umum 9
Karakter Kualitatif 10
Karakter Kuantitatif 12
Analisis Korelasi 19
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
2
DAFTAR TABEL
1 Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam
penelitian 5
2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun 11 3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji 11 4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang 12 5 Nilai tengah panjang hipokotil buncis pada beberapa genotipe dan
varietas pembanding 13
6 Nilai tengah panjang polong dan lebar polong (atas tengah bawah)
buncis 15
7 Nilai tengah jumlah polong per tanaman buncis 10 genotipe dan varietas
pembanding 16
8 Nilai tengah bobot panen buncis per tanaman 10 genotipe dan varietas
pembanding 17
9 Nilai tengah jumlah biji per polong, bobot per polong dan produktivitas
buncis 10 genotipe dan varietas pembanding 18
10 Analisis korelasi antar karakter kuantitatif per tanaman 19
DAFTAR GAMBAR
1 Pengukuran panjang dan lebar buncis ... 7
2 Bentuk daun tanaman buncis ... 8
3 Bentuk bunga tanaman buncis... 8
4 Bentuk derajat kelengkungan polong ... 8
5 Bentuk bagian ujung polong ... 9
6 Bentuk lengkungan paruh polong ... 9
7 Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b) ... 9
8 Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c) ... 10
9 Grafik umur berbunga 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ... 14
10 Grafik umur panen 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data curah hujan, hari hujan dan suhu rata-rata daerah Ciawi Bogor
222 Deskripsi varietas buncis Lebat 3 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang buncis berperan sebagai sayuran karena memiliki kandungan gizi dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani (Pitojo 2004). Menurut catatan Departemen Kesehatan RI, setiap 100 g kacang buncis mengandung 35 g kalori, 2.4 g protein, 0.2 g lemak, 7.7 g karbohidrat, 65 g kalsium, 44 g fosfor, 1.1 g besi, vitamin A 630 SI, vitamin B 0.08 mg, vitamin C 19 mg dan air 88.9 g. Kandungan buncis yang sangat beragam, mengakibatkan konsumsi akan komoditas buncis tersebut sangat tinggi.
Tanaman buncis terbagi menjadi dua tipe, yaitu (a) tipe merambat/melilit, batangnya bersifat indeterminet disebut buncis rambat, dan (b) tipe tegak, batangnya bersifat determinet disebut buncis tegak. Istilah buncis digunakan untuk Phaseolus vulgaris yang buah/polong dikonsumsi dalam stadium muda, sedangkan yang dikonsumsi dalam bentuk biji disebut kacang jogo (Permadi dan Djuariah 2000).
Tanaman buncis tipe merambat dapat tumbuh baik apabila ditanam di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1000–1500 mdpl. Buncis tipe merambat panjangnya dapat mencapai 2–3 m dan memiliki percabangan serta jumlah buku bunga yang lebih banyak sehingga memiliki potensi hasil yang lebih besar (Puslitbang hortikultura 2013). Penelitian mengenai penanaman buncis tipe tegak di dataran rendah (200–300 mdpl) telah banyak dilakukan dengan hasil memuaskan, 18 varietas dapat tumbuh subur, seperti Monel, Flo, dan Strike. Sementara itu, buncis yang merambat tetap membutuhkan dataran tinggi (Setianingsih dan Khaerodin 2002).
Keterbatasan areal budi daya buncis tipe merambat yang hanya dapat ditanam di daerah dataran tinggi jelas merupakan ancaman bagi kelangsungan sistem pertanian dan upaya konservasinya. Semakin banyak permintaan di pasar terhadap buncis, maka diperlukan budi daya buncis di dataran rendah. Budi daya buncis di dataran rendah mengalami beberapa hambatan, diantaranya seperti serangan hama penyakit tanaman serta rendahnya produktivitas buncis tersebut akibat lingkungan tumbuh yang kurang sesuai. Cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan tesebut adalah dengan menanam buncis yang memiliki genotipe yang sesuai dengan keadaan lingkungan dataran rendah.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil dan keragaan 12 genotipe potensial kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah.
Hipotesis Penelitian
Terdapat genotipe yang memiliki daya hasil dan keragaan yang berbeda dibandingkan varietas pembanding pada penanaman di dataran rendah Tajur, Bogor (250 m dpl).
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Buncis
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran buah polong semusim, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas dicotyledoneae, subkelas calyciflorae, ordo leguminales, famili Leguminoceae, sub-family papillionaceae, dan genus phaseolus (Cahyono 2007). Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan Bolivia (Maesen dan Sadikin 1992)
Kacang buncis dikenal dengan nama latin Phaseolus vulgaris L. atau biasa disebut Phaseolus esculentus salis B. Tanaman buncis memiliki jumlah kromosom 2n=22 dan termasuk tanaman berhari pendek (untuk berbunga memerlukan jumlah penyinaran matahari kurang dari dua belas jam setiap hari). Oleh karena itu, tanaman buncis mudah berkembang di Indonesia (Pitojo 2004).
Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif,
percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah remah yang dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Bakteri rhizobium pada akar menyebabkan bintil berkembang pada akar lateral. Sistem perakaran yang menjangkat kuat adalah sifat penting untuk panen dengan mesin.Panjang batang tipe merambat dapat mencapai 3 m, dengan lebih dari 25 buku pembungaan. Bentuk akar ini mudah rebah, karena itu, umumnya ditopang dengan lanjaran atau tiang. Bentuk semak determinate memang pendek, beberapa jenis lagi lebih tinggi dari 60 cm, memiliki jumlah buku sedikit dan perbungaannya terbentuk diujung batang tanaman.
3 khususnya untuk penanaman yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil menghasilkan polong yang kecil pula.
Wuryaningsih et al. (2001) mengatakan daun merupakan salah satu organ tanaman yang menjadi tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat hasil fotosintesis akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lainnya. Jumlah daun yang cukup merupakan syarat bagi tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis secara optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas bunga dan polong berisi.
Bunga berukuran kecil dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu, atau ungu. Bunga ini sempurna dan seperti halnya kapri memiliki 10 benang sari, 9 diantaranya menyatu membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang, dan satu benang sari teratas terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan umumnya jarang terjadi persilangan terbuka.
Polong bentuknya ada yang pipih lebar dan memanjang ±20 cm, bulat lurus dan pendek ±12 cm dan bulat panjang ±15 cm. Susunan polong bersegmen-segmen dengan jumlah biji 5–14 per polong. Ukuran dan warna polong bervariasi tergantung kepada jenis varietas. Biji berukuran agak besar, bentuknya bulat lonjong dan pada bagian tengah melengkung (cekung), berat 100 bijinya sebesar 16–40.6 g dengan warna biji hitam (Cahyono 2007).
Polong tanaman hampir selalu memanjang, bukan membesar, panjangnya berkisar 8–20 cm atau lebih dengan lebar mulai kurang dari 1 cm hingga beberapa cm. Bergantung pada kultivar, ujung polong dapat meruncing dan tumpul, bentuk polong melintangnya beragam, mulai dari bundar hingga oval memanjang dan beberapa jenis membentuk hati. Polong sebagian besar kultivar terbaru agak lurus, walaupun beberapa jenis biasanya melengkung. Sebagian besar kultivar memiliki polong berwarna hijau muda hingga hijau kebiruan tua, yang kutivar lain berpolong kuning (berlilin), ungu, atau multiwarna (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).
Syarat Tumbuh dan Budi Daya
4
Hama dan Penyakit pada Buncis
Penyakit yang dijumpai buncis adalah bercak daun menyudut Phaeocercospora sp. Penyakit yang dominan pada kacang-kacangan lain adalah bercak daun yang disebabkan oleh beberapa jamur dari genera Cercospora (Hardaningsih 2012), serangan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 62% (Balitsa 2010). Serangan penyakit karat terjadi sejak tanaman berumur 18 hari setelah tanam (HST) dan berkembang sesuai dengan waktu, tetapi laju perkembangannya bervariasi untuk setiap perlakuan yang berbeda. Perbedaan data kerusakan tanaman terjadi lebih signifikan sejak tanaman berumur 32 HST (Suryaningsih 2008).
Panen Buncis
Penentuan saat panen buncis segar, didasarkan pada fase pertumbuhan polong. Untuk memperoleh hasil yang tinggi, polong harus mencapai panjang maksimum sebelum pembesaran biji terlihat nyata dan selama masih sukulen. Situasi yang ideal adalah memanen seluruh polong pada fase perkembangan yang sama (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman berumur 60 hari dan polong memperlihatkan ciri-ciri tertentu, seperti: warna polong masih agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum menonjol, polongnya belum berserat serta bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup (Setianingsih dan Khaerodin 2002).
Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis
Peningkatan produksi buncis dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi dengan menggunakan varietas unggul dari hasil seleksi maupun introduksi. Pencarian varietas unggul tahan penyakit, berdaya hasil tinggi, dan kualitas polong yang baik dilakukan dengan melakukan persilangan antara kultivar introduksi dan lokal (Djuariah 2005).
5
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur yang terletak pada ketinggian 250 mdpl. Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Januari 2014.
Bahan dan Peralatan Penelitian
Benih yang diuji terdiri atas 10 genotipe buncis dan 2 varietas pembanding (Tabel 1). Genotipe tersebut di antaranya Bogor 2 PHTB 6, Garut 2, Garut 3, Lebat 2, Lebat 1, PHTB 15, PHTB 16 , PHTB 17, PHTB 18, Sukabumi 1 PHTB 14 serta varietas Lebat 3 dan Horti 1 sebagai varietas pembanding. Deskripsi varietas Lebat 3 dan Horti 1 terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Genotipe diatas merupakan hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia.
Tabel 1 Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam penelitian No Kode Nama Genotipe No Kode Nama Genotipe
1 P0 Lebat 3 (Pembanding) 7 P6 PHTB 18
2 P1 Lebat 2 8 P7 Garut 2
3 P2 Lebat 1 9 P8 Bogor 2 PHTB 6
4 P3 Sukabumi 1 PHTB 14 10 P9 Horti 1 (Pembanding)
5 P4 Garut 3 11 P10 PHTB 15
6 P5 PHTB 17 12 P11 PHTB 16
Alat yang digunakan meliputi alat pertanian umum, ajir, alat tulis, penggaris/meteran, kamera, tali rafia, mulsa plastik hitam perak, plastik bening. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK mutiara, pupuk kandang, pupuk Grow More bunga, kapur Dolomit. Pelindung tanaman dari hama dan penyakit adalah dengan menggunakan Insektisida Decis, Fungisida Dithane M-45, dan Furadan 3G.
Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data
6
Bedengan yang digunakan memiliki ukuran sebesar 27 × 1 m. Masing-masing bedengan terdapat 6 genotipe dengan 20 tanaman pada masing-masing populasi.
Model rancangan yang digunakan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah:
Yij= µ + τi+ βj+ εij Keterangan :
Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F dan apabila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunnett dengan kontrol varietas pembanding pada taraf 5%.
Analisis korelasi dilakukan pada seluruh komponen hasil. Nilai koefisien korelasi linier sederhana dihitung berdasarkan rumus (Gomez dan Gomez, 1995) sebagai berikut:
Keterangan:
r : koefisien korelasi
: Nilai tengah pengamatan pada peubah-peubah yang diamati
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang sebanyak 150 ton ha-1, pemberian kapur dolomit 6 ton ha-1 dan penutupan tanah oleh mulsa plastik hitam perak dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Tanah diolah sempurna sampai tanah menjadi gembur dan merata dengan pupuk kandang dan kapur. Buncis ditanam dengan jarak tanam 50 cm × 40 cm dengan masing-masing 2 benih pada lubang tanam. Furadan 3G berbahan aktif karbofuran 3% diberikan bersamaan pada saat penanaman.
7 tetap berdiri kokoh, mengoptimalkan sinar matahari, membantu penyebaran tunas, dan daun tanaman buncis. Pengajiran dilakukan pada waktu tanaman berumur 2 MST. Ajir tersebut dipasang tegak pada setiap tanaman dengan jarak 10–15 cm dari tanaman, tanaman diikatkan pada ajir dengan tali rafia. Pengajiran dilakukan pada semua tanaman kacang buncis.
Panen dilakukan secara bertahap tergantung pada tingkat kematangan tiap genotipe. Pemanenan dilakukan ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik secara manual. Peubah diamati pada 7 tanaman contoh secara acak pada setiap satuan percobaan, kecuali untuk pengamatan umur berbunga dan umur panen yang diamati pada seluruh tanaman setiap genotipe.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah 1 MST. Peubah yang diamati adalah peubah kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan yang diamati dilakukan pada 7 tanaman contoh disetiap ulangan.
Pengamatan kuantitatif berdasarkan International Board for Plant Genetic Resources (1982):
1. Panjang hipokotil yang diukur mulai dari permukaan tanah sampai batas kotiledon
2. Jumlah bunga, dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga yang telah mekar sempurna disetiap tanaman contoh
3. Umur berbunga, diukur ketika 50% jumlah populasi telah berbunga 4. Umur panen, diukur ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang 5. Jumlah polong per tanaman
6. Bobot polong per tanaman 7. Bobot per polong
8. Lebar polong (Gambar 1) 9. Panjang polong (Gambar 1)
Gambar 1 Pengukuran panjang dan lebar buncis 10.Jumlah biji per polong
11.Produktivitas
Produktivitas = Bobot polong per tanaman (kg) × 80% Populasi per Ha Pengamatan kualitatif berdasarkan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007):
1. Warna hipokotil
8
2. Bentuk daun (Gambar 2)
Gambar 2 Bentuk daun tanaman buncis 3. Warna bunga standard dan sayap (Gambar 3)
Gambar 3 Bentuk bunga tanaman buncis 4. Warna dasar polong (kuning, hijau, ungu)
5. Derajat kelengkungan polong (Gambar 4)
Gambar 4 Bentuk derajat kelengkungan polong. Lurus (a), lemah (b), sedang (c), kuat (d), sangat kuat (e)
6. Bentuk bagian ujung polong (Gambar 5)
9
Gambar 5 Bentuk bagian ujung polong. Runcing (a), runcing menuju tumpul (b), tumpul (c)
7. Lengkungan paruh (Gambar 6)
Gambar 6 Bentuk lengkungan paruh polong. Tidak ada (a), lemah (b), sedang (c), kuat (d), sangat kuat (e)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Tajur yang memiliki ketinggian 250 m dpl. Mulsa plastik hitam perak dilubangi pada saat penanaman (Gambar 7a). Penutupan lahan menggunakan mulsa plastik ini bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma, menekan biaya penyiangan dan pemupukan. Tanah di kebun percobaan IPB Tajur memiliki pH yang cukup asam yaitu 5.0, sehingga pada saat pengolahan lahan diberikan kapur Dolomit untuk meningkatkan pH tanah. Tanaman buncis mulai melilit pada ajir pada 3 minggu setelah tanam (MST) (Gambar 7b).
Gambar 7 Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b) (a) (b) (c)
(a) (b) (c) (d) (e)
10
Buncis dipanen secara bertahap. Beberapa genotipe dipanen pertama pada tanggal 31 Desember 2013. Buncis yang ditanam, sebagian besar dipanen sebanyak 6 kali. Panen buncis dilakukan pada selang waktu 2–3 hari, panen terakhir dilakukan pada tanggal 16 Januari 2014. Curah hujan yang cukup tinggi pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014, mengakibatkan beberapa tanaman terserang OPT akibat kondisi lembab pada sore hari disertai suhu yang tinggi pada siang hari. Berdasarkan data cuaca dari stasiun BMKG rata-rata curah hujan pada selama penelitian adalah 544.3 mm/bulan, rata-rata suhu udara 25.43 ᵒC (Lampiran 1)
Penyakit yang menyerang tanaman pada masa vegetatif adalah karat daun (Gambar 8a) yang disebabkan oleh cendawan Uromyces appendiculatus. Serangan hebat pada musim hujan, penyebarannya melalui hembusan angin, percikan atau aliran air. Gejala yang timbul yakni, pada jaringan daun terdapat bintik-bintik kecil berwarna coklat baik dipermukaan daun sebelah atas maupun bawah. Penyakit ini mulai menyerang beberapa tanaman buncis pada 4 MST. Hama yang banyak ditemukan pada tanaman buncis yaitu hama ulat jengkal semu, Plusia chalcites (Gambar 8b). Hama ini berwarna hijau dan memiliki panjang ±2 cm, bagian tanaman yang diserang pada permukaan bagian bawah daun.
Serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi terdapat pada tanaman varietas Horti 1. Lingkungan tumbuh varietas Horti 1 yang kurang sesuai menyebabkan tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Selain hama dan penyakit yang disebutkan sebelumnya, hama yang menyerang tanaman varietas Horti 1 ini adalah hama Aulocophora similis Oliver (Gambar 8c) yang menyebabkan daun tanaman buncis varietas Horti 1 ini menjadi berlubang-lubang.
Gambar 8 Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c)
Karakter Kualitatif
Kualitas merupakan suatu komponen yang memberikan nilai tambah pada tanaman budi daya. Batasan kualitas bergantung pada jenis tanaman dan tujuan penggunaannya (Welsh 1981). Menurut Syukur et al. (2012) karakter tertentu pada tanaman seperti warna bunga, bentuk polong dan warna polong dikendalikan oleh gen sederhana (1 atau 2 gen) dan tidak atau sedikit sekali dipengaruhi lingkungan. Karakter kualitatif yang diamati pada masa vegetatif tanaman
11 meliputi warna hipokotil, warna standar bunga, warna sayap bunga dan bentuk daun (Tabel2).
Tabel 2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun tanaman buncis yang diuji
Lebat 2 Hijau Putih Putih Segitiga Membulat
Lebat 1 Ungu Ungu Putih Membulat
Sukabumi 1 PHTB 14 Ungu Ungu Putih Membulat
Garut 3 Ungu Ungu Putih Membulat
PHTB 17 Hijau Putih Putih Segitiga Membulat
PHTB 18 Ungu Ungu Putih Segitiga Membulat
Garut 2 Hijau Putih Putih Segitiga Membulat
Bogor 2 PHTB 6 Ungu Ungu Putih Membulat
PHTB 15 Hijau Putih Putih Membulat
PHTB 16 Ungu Ungu Putih Segitiga Membulat
Lebat 3 Hijau Putih Putih Segitiga Membulat
Horti 1 Hijau Putih Putih Segitiga
Tabel 3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji
Genotipe Sukabumi 1 PHTB 14 Hijau Lemah Runcing
12
Karakter kualitatif yang diamati pada polong buncis setelah panen meliputi warna dasar polong, derajat kelengkungan polong, bentuk bagian ujung polong dan lengkungan paruh. Hasil pengamatan pada Tabel 3 menujukkan bahwa seluruh genotipe memiliki bentuk polong yang bervariasi. Seluruh genotipe memiliki warna dasar polong yang sama, yaitu hijau. Peubah derajat kelengkungan polong dilihat dari kuat lemahnya lengkungan buncis yang diamati. Lebat 1 memiliki bentuk polong yang lurus dibandingkan genotipe lainnya.
Karakter Kuantitatif
Data karakter kuantitatif yang diamati diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam Uji-F, apabila data analisis menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan pada uji lanjut Dunnett pada taraf 5%. Uji lanjut dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan genotipe yang diberikan dan dibandingkan dengan varietas pembanding.
Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah karakter kuantitatif yang diamati memperlihatkan nilai koefisien keragaman (KK) dari setiap genotipe yang diuji (Tabel 4). Koefisien keragaman menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang diperbandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan (Gomez dan Gomez 1995).
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang diamati
Peubah Karakter Kuantitatif KT F-Hit KK (%)
Panjang hipokotil 2.192**l <.0001 6.75
Jumlah bunga 860.002**ccc <.0001 14.38c
Bobot panen total per tanaman 3816313.297** <.0001 14.70c Jumlah polong panen total per tanaman 6583.273**cccc <.0001 13.23c
Bobot per polong 2.139 ** <.0001 6.17
Panjang polong 3.503** <.0001 2.89
Lebar polong (bagian atas) 0.007tn 0.1210 12.21c Lebar polong (bagian tengah) 0.007*l 0.0138 6.13 Lebar polong (bagian bawah) 0.017** <.0001 5.96
Jumlah biji per polong 0.960*c 0.0404 8.60
Produktivitas 555.108**aaaa <.0001 14.70n
Keterangan : *) berpengaruh nyata pada taraf 5%, **) berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn=)tidak berpengaruh nyata
KK tertinggi dari peubah yang diamati adalah 14.70% pada peubah jumlah bunga, bobot panen total per tanaman dan produktivitas, dan nilai KK terendah sebesar 2.89% pada peubah panjang polong. Perbedaan nilai KK yang cukup beragam dapat disebabkan oleh lingkungan yang memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap peubah yang diamati. Semakin tinggi nilai KK menunjukkan
13 semakin rendah tingkat validasi suatu percobaan. Pada Tabel 4 menunjukkan peubah yang memiliki nilai KK yang tinggi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan genotipe. Peubah yang tidak berpengaruh nyata diantaranya adalah peubah lebar polong bagian atas. Karakter lebar polong bagian tengah dan karakter jumlah biji per polong berpengaruh nyata dalam taraf 1%, sedangkan karakter lain berpengaruh nyata pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan setiap genotipe buncis yang diuji memiliki nilai tengah yang berbeda pada masing-masing peubah pengamatan.
Panjang Hipokotil dan Jumlah Bunga
Panjang hipokotil diamati pada umur tanaman 1 MST. Tipe perkecambahan tanaman buncis adalah epigeal, tipe perkecambahan ini hipokotil tumbuh memanjang, plumula dan kotiledon terangkat ke permukaan tanah. Panjang hipokotil diukur dari permukaan tanah sampai kotiledon. Peubah jumlah bunga dihitung dalam 4 kali pengamatan sejak 50% populasi tanaman berbunga. Bunga yang diamati adalah bunga yang telah mekar sempurna. Panjang hipokotil tanaman buncis yang diuji memiliki nilai 2.82–5.07 cm. Jumlah bunga yang diamati berkisar 9.0–55.7 buah. Tabel 5 menunjukkan panjang hipokotil tanaman genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, PHTB 18, Bogor 2 PHTB 6, PHTB 15, dan PHTB 16 berpengaruh nyata lebih tinggi dari varietas Lebat 3, sedangkan Lebat 2, PHTB 17 dan Garut 2 berpengaruh nyata lebih rendah dari varietas Horti 1. Jumlah bunga pada seluruh genotipe buncis yang diuji berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Horti 1, sedangkan apabila dibandingkan dengan varietas Lebat 3, genotipe PHTB 18, PHTB 15, dan PHTB 16 berpengaruh nyata lebih rendah.
Tabel 5 Nilai tengah panjang hipokotil buncis pada beberapa genotipe dan varietas pembanding
Genotipe Panjang Hipokotil (cm) Jumlah bunga
Lebat 2 3.27b 54.2bc
14
Umur Berbunga dan Umur Panen
Pengamatan umur berbunga ditentukan dari jumlah hari setelah benih ditanam. Presentase yang dilihat adalah 50% dari jumlah total populasi tanaman yang telah berbunga, sedangkan umur panen adalah jumlah hari setelah 90% tanaman yang berbuah sudah masak dan siap untuk dipanen. Umur berbunga dan umur panen 12 genotipe cukup bevariasi. Umur berbunga antara 35–53 hari setelah tanam (HST) (Gambar 9), sedangkan umur panen 49–59 HST (Gambar 10).
Grafik yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, Bogor 2 PHTB 6 dan PHTB 16 memiliki umur berbunga paling cepat 35 HST dibanding kedua varietas pembanding yang digunakan. Genotipe lain ada yang menunjukkan umur berbunga yang sama dengan varietas pembanding Lebat 3 yang berbunga pada 38 HST. Varietas Horti 1 yang digunakan memiliki umur berbunga yang paling lama dibandingkan genotipe lain yang diuji, yaitu 53 HST. Menurut Edmond et al. (1964) faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya tanaman berbunga mekar adalah intensitas cahaya matahari, suhu harian dan genotipe tanaman. Ketinggian tempat juga menentukan pembungaan tanaman. Tanaman di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingan tanaman yang ditanam di dataran tinggi.
Gambar 9 Grafik umur berbunga 10 genotipe buncis dan varietas pembanding
15
Gambar 10 Grafik umur panen 10 genotipe buncis dan varietas pembanding
Panjang dan Lebar Polong
Pengukuran peubah panjang dan lebar buncis dilaksanakan sebanyak dua kali pada panen ke-2 dan ke-3. Hasil pada Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata pada panjang dan lebar polong panen ke-2 dan ke-3. Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa peubah lebar polong bagian atas tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh genotipe. Panjang buncis untuk seluruh genotipe berkisar antara 13.92–16.70 cm, lebar polong bagian atas berkisar antara 0.47–0.60 cm, lebar polong bagian tengah antara 0.77–0.95 cm, lebar polong bagian bawah berkisar antara 0.60–0.85 cm.
Tabel 6 Nilai tengah panjang polong dan lebar polong (atas tengah bawah) buncis Genotipe Panjang
Polong (cm)
Lebar Polong (cm)
Atas Tengah Bawah Lebat 2 16.57bv 0.57b 0.87v 0.77bl Lebat 1 15.77ab 0.65v 0.87v 0.80bl Sukabumi 1 PHTB 14 15.82bv 0.60v 0.87v 0.80bl Garut 3 15.55ab 0.60v 0.85v 0.77bl PHTB 17 13.92av 0.55v 0.85v 0.75bl PHTB 18 14.42av 0.57v 0.82v 0.77bl Garut 2 16.25bv 0.52v 0.82v 0.72bl Bogor 2 PHTB 6 16.50bv 0.55v 0.87v 0.82bl PHTB 15 16.27bv 0.57v 0.95b 0.85ab PHTB 16 14.65av 0.55v 0.90b 0.85ab Lebat 3 16.70vv 0.52v 0.85v 0.75vl Horti 1 14.47vv 0.47v 0.77v 0.60vl
KK (%) 2.89l 12.21vv 6.13v 5.96 Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama
berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
16
Menurut Cahyono (2007) Polong bentuknya ada yang pipih lebar dan memanjang ±20 cm, bulat lurus dan pendek ±12 cm dan bulat panjang ±15 cm. Pengukuran lebar polong dilakukan pada bagian atas ±0.5 cm dibawah tangkai, tengah, dan bawah ±0.5 cm diatas ujung polong. Keseluruhan ukuran polong menunjukkan ukuran lebar polong bagian atas lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan bagian bawah polong. Bagian polong yang memiliki ukuran paling besar yaitu pada bagian tengah polong, dan bagian bawah polong tidak jauh berbeda dibandingkan bagian tengah polong.
Jumlah Polong Per Tanaman dan Bobot Polong Per Tanaman
Percobaan ini mengamati karakter kuantitatif pada fase generatif seperti jumlah bunga (Tabel 5), bobot polong per tanaman (Tabel 8), jumlah polong per tanaman (Tabel 7), jumlah biji per polong, dan produktivitas (Tabel 9).
Peubah jumlah polong per tanaman menujukkan hasil yang relatif sama dengan peubah bobot polong per tanaman. Genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3 dan Bogor 2 PHTB 6 menghasilkan jumlah polong maksimal pada panen ke 1–2, sedangkan genotipe PHTB 18 seimbang pada periode panen ke 3– 6. Varietas Horti 1 baru mulai menghasilkan polong maksimal pada periode panen ke 5–6 berkisar 60%.
17 Horti 1. Bobot polong per tanaman menunjukkan seluruh genotipe berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Horti 1, sedangkan genotipe PHTB 17, PHTB 18, PHTB 15 dan PHTB 16 menunjukkan genotipe berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Lebat 3. Genotipe Bogor 2 PHTB 6 memiliki hasil yang paling baik pada peubah bobot polong per tanaman, jumlah polong per tanaman, dan produktivitas dibandingkan varietas pembanding. Varietas Horti 1 memiliki angka komponen hasil yang paling sedikit yang disebabkan oleh umur berbunga varietas ini cukup lama.
Tabel 8 menyajikan presentase bobot panen ke 1–6. Genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, Bogor 2 PHTB 6 menghasilkan bobot panen lebih besar dari 50% pada panen ke-1 dan 2. Genotipe PHTB 15 memiliki presentase bobot panen yang seimbang pada setiap periode panen berkisar 30%, sedangkan genotipe PHTB 18 memiliki presentase bobot panen yang seimbang pada periode panen ke-3–6 sekitar 46%. Presentase bobot panen genotipe lain kecuali pada genotipe PHTB 17 mengalami penurunan disetiap 2 periode panen. Presentase bobot panen ke 1–2 berkisar 40%, panen ke 3–4 berkisar 30% dan panen ke 5–6 berkisar 20%, sedangkan genotipe PHTB 17 memiliki presentase panen ke 1–2 berkisar 20%, panen ke 3–4 berkisar 30% dan panen ke 5–6 berkisar 40%. Presentase bobot panen yang disajikan memberikan informasi pada periode panen yang ke berapa buncis menghasilkan bobot yang maksimal. Setiap genotipe memiliki periode panen maksimal yang berbeda-beda. Pada umumnya pemulia menginginkan hasil panen yang maksimal paada periode panen awal.
18
Jumlah Biji Per Polong, Bobot Per Polong dan Produktivitas
Jumlah biji per polong rata-rata varietas Lebat 3 dan Horti 1 berturut-turut adalah 8.5 dan 7.4. Tabel 9 menunjukkan genotipe PHTB 16 berbeda nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding, sedangkan genotipe lain tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Susunan polong bersegmen-segmen dengan jumlah biji 5–14 per polong (Cahyono 2007). Nilai tengah bobot per polong buncis didapatkan dari bobot polong per tanaman dibagi jumlah polong per tanaman. Bobot per polong buncis berkisar antara 4.87–7.07 g. Genotipe yang memiliki bobot per polong tertinggi adalah Bogor 2 PHTB 6, sedangkan yang memiliki bobot terendah adalah varietas Horti 1. Genotipe yang memiliki bobot per polong berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding diantaranya Lebat 1, Garut 3, dan Bogor 2 PHTB 6.
Tabel 9 menunjukkan bahwa produktivitas buncis yang paling tinggi terdapat pada genotipe Bogor 2 PHTB 6 dengan nilai 36.94 ton ha-1. Angka produktivitas tersebut menunjukkan genotipe Bogor 2 PHTB 6 lebih baik dibandingkan varietas pembanding yang digunakan. Varietas Lebat 3 dan Horti 1 memiliki angka produktivitas berturut-turut 27.82 ton ha-1 dan 3.48 ton ha-1. Menurut Balitsa produksi polong buncis rambat mencapai 24–40 ton/ha. Nilai produktivitas didapatkan dari perkalian antara bobot buah per tanaman dikalikan dengan 80% populasi per ha (Khasanah 2013).
Tabel 9 Nilai tengah jumlah biji per polong, bobot per polong dan produktivitas buncis 10 genotipe dan varietas pembanding
19 Analisis Korelasi
Korelasi merupakan derajat keeratan antar suatu karakter dengan karakter lainnya. Uji korelasi ini dilakukan untuk melihat keeratan hubungan antar satu karakter dengan karakter yang diamati. Nilai korelasi yang positif berada pada taraf nyata (0.01≤P≤0.05), sangat nyata (P≤0.01) dan tidak nyata (P≥0.05) (Gomez dan Gomez 1995).
Berdasarkan uji korelasi (Tabel 10) karakter kuantitatif komponen hasil menunjukkan korelasi positif. Bobot polong per tanaman berkorelasi sangat nyata dengan karakter jumlah polong per tanaman dan panjang polong. Semakin banyak jumlah polong per tanaman, semakin besar bobot polong per tanaman. Sama hal nya dengan jumlah polong per tanaman, panjang polong juga berkorelasi sangat nyata dengan bobot per tanaman. Tingginya tingkat keeratan atau korelasi antar karakter menunjukkan bahwa secara linier peningkatan bobot polong per tanaman akan selalu diikuti oleh jumlah dan panjang polong per tanaman.
Komponen hasil yang tidak berkorelasi nyata antar karakter yang satu dengan karakter yang lainnya adalah karakter lebar polong dengan jumlah polong, bobot polong total dan jumlah biji perpolong serta jumlah biji per polong dengan jumlah polong total, bobot per polong dan bobot polong total. Panjang polong yang berkorelasi dengan jumlah biji per polong, karena semakin panjang polong, semakin banyak jumlah biji pada setiap polongnya.
Tabel 10 Analisis korelasi antar karakter kuantitatif per tanaman Bobot Keterangan: **= berkorelasi sangat nyata, *= berkorelasi nyata, tn= tidak berkorelasi nyata.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
20
Saran
Genotipe Bogor 2 PHTB 6 dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi varietas unggul dataran rendah, karena genotipe ini memiliki potensi hasil yang besar dan adaptif di dataran rendah.
DAFTAR PUSTAKA
[BALITSA] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2010. Perkembangan pemuliaan sayuran tahan cekaman biotik. Bandung (ID): Balitsa
[BALITSA] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2013. Varietas-varietas buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang telah dilepas oleh balai penelitian sayuran. Bandung (ID): Balitsa
Cahyono. 2007. Kacang Buncis Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Djuariah D. 2005. Uji daya hasil dan kualitas hasil Buncis Merambat (Phaseolus vulgaris L.) Galur Harapan. Di dalam: Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran; 1995 Okt 24; Lembang, Indonesia. hlm 242-250
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.
Edmond JB, Senn TL, Andrews FS, Halfacre FG. 1964. Fundamental of Horticulture. New Delhi (IN): Mc.Graw Hill Co.Ltd.
Hardiningsih S. 2012. Penyakit kacang-kacangan pada lahan kering masam di Propinsi Lampung.Superman. Malang (ID): Vol 2 No 1.
[IBPGR] International Board for Plant Genetic Resources. 1982. Phaseolus Vulgaris Descriptor. AGPG: IBPGR/81/1.
Khasanah U. 2013. Evaluasi karakter dan daya hasil beberapa genotipe tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) di Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Maesen LJG, Sadikin S. 1992. Phaseolus vulgaris L. Bogor (ID): Plant Resources of South-East Asia. 60-63 p.
Permadi AH, Djuariah D. 2000. Buncis rambat Horti-2 dan Horti-3 tahan penyakit karat daun dengan daya hasil dan kualitas hasil tinggi. J.Hort. 10(1): 82–87. Pitojo S. 2004. Benih Buncis. Cetakan Pertama. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius. 65hlm.
[PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2007. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan. PVT/PPI/20/1 [Puslitbang Hortikultura] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2013.
Budidaya Buncis [internet]. [diakses 2013 Okt 31]. Tersedia pada: http:hortikultura.litbangdeptan.go.id/index.php?bawaan=berita/fullteks_berita &id=315
Purwati E. 1997. Pemuliaan Tanaman Tomat Teknologi Produksi Tomat. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.
21 ITB. Terjemahan dari World Vegetable: Principles, Production, And Nutritive Values, Second Edition.
Setianingsih T, Khaerodin. 2002. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan Merambat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 78 hlm.
Suryaningsih. 2008. Pengendalian penyakit sayuran yang ditanam dengan sistem budi daya mosaik pada pertanian periurban. J. Hort. Bandung (ID): 18(2):200– 211.
Syukur MS, Sri S, Rahmi Y. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 300 hlm.
Welsh JR. 1981. Dasar-Dasar Genetika Tanaman. Johanis P, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of Plant Genetic and Breeding.
22
Lampiran 1 Data curah hujan, hari hujan dan suhu rata-rata daerah Ciawi Bogor
Tanggal
November 2013 Desember 2013 Januari 2014
Suhu
Keterangan: Pengukuran Curah Hujan di Pos Hujan Ciawi (-) Tidak ada hujan
(HH) Hari Hujan
23 Lampiran 2 Deskripsi varietas buncis Lebat 3
Asal Tanaman : Introduksi dari Chia Thai Seed Co. Ltd (Thailand) dikembangkan dari varietas bersari bebas menjadi varietas unggul
Golongan : OP (bersari bebas)
Tipe pertumbuhan : Merambat
Umur (setelah tanaman) : - Berbunga : 34 hari
- Awal panen konsumsi : 47 hari - Akhir panen konsumsi : 92 hari Tinggi tanaman : >2 m
Diameter batang : 0.7 cm
Warna batang : Hijau
Bentuk daun : Segitiga-bulat
Warna daun : Hijau
Hasil per tanaman rata-rata : 1.315 gram, maksimum 2.158 gram Jumlah polong per tanaman : 198
Bentuk penampang polong : Bulat dengan permukaan kulit halus Bentuk ujung polong : Lancip dengan sulur pendek
Warna polong : Hijau keputihan
Ukuran polong (P × D) : 20 × 0.8 cm
Rasa : Manis dan renyah
Tekstur polong : Berserat halus
Berat 1 000 biji : 230
Potensi hasil : 37 ton/ha
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap penyakit layu dan sangat tahan karat daun
Ketahanan terhadap hama : Sangat tahan terhadap penggerek polong Daerah adaptasi : Sesuai untuk dataran rendah sampai tinggi
pada musim kemarau dan penghujan
Sifat unggul : Potensi hasil tinggi, bentuk dan warna polong menarik
24
Lampiran 3 Deskripsi varietas buncis Horti 1
Asal Tanaman : Introduksi kultivar WITSA dari Taiwan dengan nomor galur BPH-1801BR
Tipe pertumbuhan : Merambat/melilit
Warna bunga : Putih
Umur (setelah tanaman) : - Berbunga : 43–46 hari - Awal panen : 52–54 hari - Akhir panen konsumsi : 92 hari Warna polong muda : Hijau
Bentuk penampang : Bulat, masif (tidak berongga), ujung agak melengkung, bekas tangkai putik lurus
Ukuran polong : Panjang 16–18 cm, lebar 0.9 cm
Rasa polong : Manis (4.3 brix)
Jumlah biji per polong : 8–9 biji
Warna biji : Putih
Berat polong : 9.5–10.0 gram
Tekstur polong : Berserat halus (stringless)
Berat 100 biji : 27.7 gram
Potensi hasil : - 17.2–25.3 ton/ha (dipanen 2 minggu sejak mekar bunga)
- 32.7–48.2 ton/ha (dipanen 4 minggu sejak mekar bunga)
Ketahanan terhadap penyakit : Peka terhadap penyakit karat daun dan antraknose
Daerah adaptasi : Sesuai untuk dataran tinggi dan medium pada musim kemarau
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Indah Ratna Virisya, dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 21 September 1992 Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari Bapak Risvriardi Ratman dan Ibu Lili Novita.Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Serang dan masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.