• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Kawasan Konservasi Mangrove Untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Kawasan Konservasi Mangrove Untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE UNTUK

MENINGKATKAN RESILIENSI DELTA CIMANUK,

INDRAMAYU JAWA BARAT TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM

HADIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir karya tulis ini.

Bogor, Februari 2015

Hadiana

(4)

Abstrak

HADIANA. Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim. Dibawah bimbingan AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir Utara Jawa yang banyak mengalami dampak akibat perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitas rob, abrasi, dan banjir. Salah satu upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan konservasi. Perencanaan konservasi yang terpadu menjadi salah bentuk penetapan kawasan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel sumber daya pesisir yang berhubungan dengan upaya perlindungan dan memberikan alternatif rancangan kawasan konservasi sebagai upaya meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadap perubahan iklim. Lokasi penelitian ini adalah di pesisir Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Pada skenario satu dihasilkan zona inti sebesar 97,27 km², zona pemanfatan terbatas 75,35 km², zona perikanan berkelanjutan 149,30 km², dan zona lainnya 116,07 km² dari total luas kajian perairan di Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km². Pada skenario dua zona inti sebesar 102,07 km² dan pada skenario tiga zona inti sebesar 120,45 km². Hasil analisis juga menempatkan area yang selalu terpilih menjadi kawasan konservasi yang terletak di sekitar desa Cemara, Pabean Ilir, Cantigi dan Pagirikan.

Kata kunci : Delta Cimanuk, Konservasi, Pesisir, Rancangan, Skenario

Abstract

HADIANA. The Desain of Mangrove Conservation Area to Increase resilience of Cimanuk Delta, Indramayu, West Java to Climate Change. Supervised by AGUSTINUS M SAMOSIR.

Indramayu is one of coastal area in North Java many encountered caused impact by climate change, this seemed from storm intensity, abrasion and flood that happened more frequent. One of the management effort to reduce these impacts is the conservation. Conservation planning integrated into one form designation of conservation areas. This research aim was to determine the variable of coastal resources that are related to protection and gave the alternative plan of conservation area as an effort to brought back Cimanuk Delta condition toward climate change. The plan in scenario one generated core zone about 97,27 km2, limited utilization

zone 75,35 km², sustainable fisheries zone 149,30 km², and others zone 116,07 km² of total aquatic study in Coastal of Indramayu (Delta Cimanuk) that have a total area about 437,9890 km². The plan in scenario two generated core zone about 102,07 km², and the plan in scenario three generated core zone about 120,45 km. Overall, the location that always selected as a conservation area located aroud Cemara, Pabean Ilir, Cantigi and Pagirikan Coastal area.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DESAIN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE UNTUK

MENINGKATKAN RESILIENSI DELTA CIMANUK,

INDRAMAYU JAWA BARAT TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat terhadap Perubahan Iklim

Nama Mahasiswa : Hadiana

NIM : C24110003

Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Ir Agustinus M Samosir, M Phil Pembimbing

Mengetahui:

Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Juli sampai september 2014 ialah Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat terhadap perubahan iklim.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.

2 Bidik Misi yang telah memberikan beasiswa selama studi di IPB. 3 BOPTN yang telah mendanai penelitian ini.

4 Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indramayu atas data pendukung yang telah diberikan.

5 Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing akademik. 6 Ir Agustinus M Samosir, M Phil selaku pembimbing skripsi.

7 Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku penguji tamu, dan Ali Mashar, SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

8 Ayahanda dan Ibunda serta keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya.

9 Tim Penelitian Indramayu (Annisa Nura’ini, Selia, Dewi maya, Nur ainun dan Reiza Maulana SPi) atas bantuan dan kerja samanya.

10 Anton Wijarno, SPi, Reva SPi, dan Lutfi SPi yang telah memberikan bantuan.

11 Keluarga besar MSP angkatan 48 dan teman-teman semuanya. 12 Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Demikian karya ilmiah ini disusun, semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Alat dan bahan 3

Pengumpulan Data 5

Daerah Kajian/Area Of Interest (AOI) 5

Analisis Zonasi Kawasan Konservasi 7

Kesehatan Mangrove Berdasarkan Morfometrik Daun 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 25

KESIMPULAN DAN SARAN 27

Kesimpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian 3

2 Kriteria penentuan nilai faktor denda (SPF) fitur konservasi 8

3 Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya 9

4 Skenario kawasan konservasi 10

5 Sidik ragam rancangan acak lengkap 11

6 Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi 13

7 Nilai kesehatan mangrove pada lima desa 17

8 Nilai skor pada tiap fitur biaya 19

9 Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 2

2 Peta lokasi penelitian di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat 4

3 Area of Interest (Daerah lingkup yang dikaji) 6

4 Perubahan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat (1980-2014) 12 5 Sebaran fitur konservasi di Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat 14 6 Sebaran mangrove, sempadan pantai dan kesehatan mangrove 18 7 Peta Fitur Biaya di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat 20

8 Hubungan antara BLM dan luas 21

9 Hubungan antara BLM dan panjang batas 22

10 Kawasan konservasi pada skenario satu 23

11 Kawasan konservasi pada skenario dua 24

12 Kawasan konservasi pada skenario tiga 25

LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 29

2 Lokasi penelitian di 5 desa 30

3 Kelimpahan larva di 5 desa 31

4 Peta sebaran fitur-fitur konservasi 32

5 Alur tabuler Input Marxan pada Q-GIS 33

6 Perbandingan hasil Marxan tiap BLM 34

7 Target konservasi yang tercapai dan pembuatan heksagon 34

8 Perbandingan tiap skenario BLM 36

9 Sebaran log normal morfometrik daun 36

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir Utara Jawa yang pantainya mengalami banyak perubahan selama 12 tahun terakhir. Perubahan yang terjadi utamanya diakibatkan perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitas badai, banjir, abrasi, dan sedimentasi yang semakin sering. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak perubahan iklim adalah dengan melindungi pesisir melalui hutan mangrove dan sempadan pantai.

Ekosistem mangrove selain sebagai pelindung pesisir dari abrasi, badai, dan lainnya, juga memiliki fungsi sebagai penyedia sumber makanan, daerah mencari makan, membesarkan diri, dan memijah bagi biota. ekosistem mangrove di Indramayu terbentang sepanjang pesisir, yang sebagian besar berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dan bermuara di Delta Cimanuk. Sumberdaya ikan di Delta Cimanuk ini cukup banyak diantaranya sekitar 98 jenis ikan dari 39 famili (Samosir et al. 2014).

Pemanfaatan sumber daya ikan di Delta Cimanuk dilakukan secara berlebihan yang mana semua jenis ikan dalam berbagai ukuran ditangkap tanpa diseleksi berdasarkan ukuran. Hal ini menjadi masalah bagi sumberdaya ikan di Delta Cimanuk. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penangkapan yang ditargetkan, mengingat potensi sumber daya ikan di Delta Cimanuk ini mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan generasi yang akan datang. Salah satu upaya pengelolaan tersebut adalah melalui pendekatan konservasi, dengan pendekatan ini pemanfaatan tidak dapat dipisahkan dari aspek perlindungan dan pelestarian. Bentuk perencanaan yang direkomendasikan dari pendekatan konservasi adalah penetapan kawasan konservasi.

Kerangka Pemikiran

Sumber daya pada dasarnya merupakan milik bersama (common property),

dan pemanfaatannya dapat dilakukan oleh siapapun (open access). Oleh karena itu

semua orang mudah masuk dan keluar dalam upaya memanfaatkanya. Sumber daya di Delta Cimanuk terdiri dari 3 macam adalah sumber daya non hayati, sumber daya perikanan, dan jasa lingkungan.

Permasalahan yang terjadi di Delta Cimanuk (Gambar 1), adalah sumber daya hayati dan non hayati. Daerah ini telah mengalami resesi pantai, banjir, dan ketersediaan air tawar sehingga sebagian sumber daya air menjadi asin. Sumber daya perikanan juga mengalami tangkap lebih dari ukuran kecil hingga besar sementara jasa lingkungannya, terjadi abrasi pantai yang secara terus menerus.

(12)

2

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Hubungan

Ruang lingkup penelitian

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel ekologi dan sosial sumber daya pesisir dan lingkunganya yang berhubungan dengan perlindungan dan memberikan alternatif rancangan kawasan konservasi sebagai upaya untuk meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadap perubahan iklim.

Sumber Daya di Delta Cimanuk

Indramayu

SD Non Hayati Sumber Daya Perikanan Jasa Lingkungan

Dewasa lingkung Larva

Over exploitasi

Upaya Perlindungan

Desain Kawasan Konservasi (Marxan)

BLM Fitur Konservasi Fitur Biaya

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Penetapan Wilayah Konservasi

(13)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai dasar pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kawasan perlindungan laut melalui kajian pendekatan berbasis spasial ekologi Delta Cimanuk Indramayu guna menjaga keberlanjutan jenis dan kelestarian lingkungan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan bulan Juli hingga September 2014 yang berlokasi di Delta Sungai Cimanuk Indramayu, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Data penelitian yang diambil meliputi data primer dan sekunder. Data primer dan sekunder terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya.

Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama proses pengambilan data pemetaan partisipatif di lapangan, pengolahan dan analisis data. Alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

No Alat Dan Bahan Kegunaan

1 Alat tulis, GPS, Peta, Kuesioner dan kamera

Alat untuk mendapatkan data primer dari wawancara

2 Personal computer, dan microsoft excel

Media untuk menyimpan dan mengeluarkan file dan data

3 Data primer dan sekunder, meliputi:

Fitur Konservasi

Biaya Data input dalam perangkat lunak Marxan 4 Peta dasar (basemap) yang

sudah didigitasi

Data dasar dalam digitasi

5 Perangkat lunak Q-GIS 1.08 Alat dalam pengolahan data GIS 6 Perangkat lunak Marxan Alat untuk menyeleksi satuan unit

perancangan dan menampilkan skenario wilayah konservasi

(14)

4

(15)

5 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan (pemetaan partisipatif) dan melalui hasil wawancara semi terstruktur dengan pengguna yang terkait (stakeholder) di wilayah tersebut, meliputi kondisi sumber daya perikanan dan

sosial budaya masyarakat. Data sekunder berupa data spasial kondisi pesisir Indramayu yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dalam analisa zonasi kawasan konservasi dilakukan oleh perangkat Marxan dengan dua macam input data, yaitu data fitur konservasi dan data fitur biaya.

Fitur Konservasi

Fitur konservasi merupakan parameter ekologi yang harus dilindungi. Pada penelitian ini fitur tersebut berupa sumber daya perikanan dan habitatnya serta daerah yang harus dilindungi, yaitu arboretrum mangrove, mangrove, sempadan pantai dan daerah rawan abrasi. Berdasarkan studi pendahuluan, dipilih prioritas sumber daya perikanan untuk penentuan kawasan konservasi. Pertimbangan yang digunakan, yaitu jumlahnya yang terancam atau merupakan sumber daya perikanan ekonomis penting. Fitur yang terpilih berupa sumber daya ikan kerapu lumpur (Ephinephelus sp.), benur udang windu (Penaeus monodon) kakap putih (Lates calcarifer) dan kuro (Eleutheronema sp.).

Fitur Biaya

Fitur biaya dalam input Marxan berupa data tentang pemanfaatan sumber

daya, kawasan, dan ancaman terhadap sumber daya yang meliputi instalasi minyak, ancaman minyak, fishing ground, PPI, tambak, wisata pancing, pemukiman penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatan mangrove. Data tersebut diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat pengguna langsung sumber daya tersebut. Penentuan jumlah responden dan teknik pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan secara accidental sampling

kepada nelayan sekitar.

Daerah Kajian/Area of Interest (AOI)

Area of Interest (AOI) merupakan daerah lingkup kajian dalam penentuan

kawasan konservasi. AOI yang telah ditentukan dibentuk menjadi beberapa

(16)

6

Ga

mbar

3 A

re

a o

f

Inte

re

st (D

ae

ra

h li

ng

kup

ya

ng

d

(17)

7 Batasan lokasi studi ini didasarkan atas kewenangan pengelolaan daerah Indramayu untuk mengelola laut, yang mana sesuai Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, suatu kabupaten/kota memiliki kewenangan pengelolaan laut sejauh 4 mil (untuk wilayah yang berbatasan dengan laut yang luas).

Bentuk yang dapat diadopsi dalam satuan pu yaitu segitiga, persegi empat, dan heksagonal (Loos 2006). Bentuk heksagonal dipilih karena memiliki bentuk paling natural dan lebih mendekati lingkaran sehingga memiliki rasio tepi yang rendah (Gaselbarcht et al. 2005 in Loos 2006). Bentuk heksagonal juga memiliki

keluaran yang lebih halus dibandingkan dengan satuan planning unit lainnya

(Miller et al. 1993 in Loos 2006).

Analisis Data

Analisis Zonasi Kawasan Konservasi

Analisis zona kawasan konservasi menggunakan perangkat lunak Marxan yang bekerja secara algoritma. Tujuan dari analisis ini mencari nilai cost yang

paling rendah dengan menggunakan dua macam input data, yaitu data fitur konservasi dan data fitur biaya. Pada fitur masing-masing parameter konservasi mempunyai tingkat kepentingan dan kualitas data yang berbeda-beda, sehingga faktor dendanya juga berbeda. Analisis perangkat lunak Marxan menggunakan algoritma untuk mencari nilai biaya terendah sebagai kawasan konservasi. Hal ini merupakan kombinasi sederhana dari nilai biaya daerah terpilih dan nilai penalti yang tidak memenuhi target (Munro 2006). Nilai biaya terendah merupakan solusi terbaik, yang dihitung dari formula matematika sebagai berikut.

Total score=∑planning unit cost +(BLM ×∑boundarycost

1,2,…,n; adalah banyaknya satuan perencanaan.

BLM : Boundary lenght modifier, adalah kontrol penting dari batas relativecost terpilih di planning unit. BLM bernilai 0 maka boundary length tidak dimasukkan dalam fungsi obyektif.

Boundary cost : Batas dari area terpilih/perimeter ke-i

Feature penalty : Penalty yang ditambahkan dalam fungsi obyektif untuk

setiap target tidak terpenuhi pada setiap perencanaan ke-i, penalty ini opsional, dapat tidak dimasukkan dalam fungsi

obyektif. Pembobotan Fitur

(18)

8

tidak terpilih sebagai kawasan konservasi. Hal ini karena kawasan tersebut sudah termanfaatkan sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan apabila dialihkan menjadi kawasan konservasi. Penentuan bobot kedua jenis data fitur ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan dan kualitas data, yang artinya kualitas data dinilai tinggi jika pengambilan datanya berdasarkan hasil penelitian, sedangkan kualitas data dinilai rendah jika pengambilan datanya berdasarkan wawancara. Penentuan nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi ditentukan secara subyektif oleh penulis, karena sejauh ini tidak ada aturan khusus dalam menentukan nilai faktor denda pada tiap spesies. Ball dan Possingham (2000) menyarankan menggunakan SPF di atas 1. Hal ini dibenarkan oleh Loos (2006) yang menyatakan bahwa nilai SPF kecil (0,1) mangakibatkan target tidak terpenuhi. Data tiap fitur masing-masing dimasukkan dalam satuan perencanaan. Data konservasi dimasukkan kedalam satuan perencanaan fitur konservasi, demikian juga dengan fitur biaya, sehingga menghasilkan dua macam data yang bisa dianalisa lebih lanjut.

Pembobotan Fitur Konservasi

Semakin tinggi tingkat kepentingan dan kualitas data, bobot nilai faktor denda juga akan semakin tinggi. Berikut merupakan kriteria penentuan nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi (Tabel 2).

Tabel 2 Kriteria penentuan nilai faktor denda fitur konservasi Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai Skor

Sangat Tinggi Tinggi 15

Tingkat Kepentingan : sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3, rendah = 2, sangat rendah = 1

Kesehatan Mangrove Berdasarkan Morfometrik Daun

Khusus mangrove dan sempadan pantai, perhitungan nilai skor dilakukan dengan menambahkan variabel nilai kesehatan. Populasi morfometrik daun dilihat berdasarkan banyaknya sebaran normal yang terbentuk pada grafik distribusi log normal. Semakin sedikit populasi morfometrik yang terbentuk maka suatu populasi mangrove semakin sehat, berarti morfometrik daun semakin relatif konstan. Jumlah populasi menggambarkan tekanan lingkungan yang diterima oleh suatu populasi mangrove (Barret dan Rosenberg 1981 in Rahadyan 2003) yaitu:

1-CV=SD

à x 100%

1-CV = koefisien keragaman SD = simpangan baku

à = Nilai rata-rata ukuran morfometrik daun

(19)

9 pemencaran tersebut kompetisi antar individu dalam suatu populasi berkurang serta menunjukan adanya daya adaptasi yang luas terhadap lingkungannya. Nilai koefisien keragaman (1-CV) yang rendah menunjukkan bahwa suatu populasi memiliki nilai morfometrik daun yang mengelompok. Morfometrik daun yang sehat (tidak mengalami stress) seharusnya relatif konstan diantara

individu-individu yang sejenis dalam suatu populasi. Makin sedikit populasi morfometrik daun yang terbentuk, maka populasi bisa dikatakan semakin sehat, karena morfometrik daunya relatif konstan. Nilai 1-CV ini dipengaruhi letak suatu populasi tumbuh dalam suatu zonasi.

Pembobotan Fitur Biaya

Penentuan nilai masing-masing fitur ditentukan dengan skor (weighting score) relatif satu sama lain terhadap biaya pengelolaan suatu kawasan yang

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat kepentingan. Penentuan nilai skor fitur biaya tidak memperhatikan kualitas data yang didapat, karena semua fitur biaya mempunyai kualitas data yang sama dalam mendapatkannya Tabel 3 merupakan kriteria penentuan nilai skor biaya pada tiap fitur biaya.

Tabel 3 Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya

Tingkat Kepentingan Nilai Skor

Sangat Tinggi 5

Tinggi 4

Sedang 3

Rendah 2

Sangat Rendah 1

Pengaturan BLM (Boundary Length Modifier)

Penentuan nilai BLM akan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain (Ila 2010). Menurut Possingham et al. (2000), nilai BLM dipilih berdasarkan

keseluruhan bentang alam dari daerah penelitian, serta tujuan dari analisis yang dilakukan. Nilai BLM untuk map unit UTM berkisar antara 0-1, sedangkan map unit degree berkisar antara 0-10000 (Darmawan dan Darmawan 2007). Nilai

kisaran BLM tersebut sudah dapat memberikan variasi pengelompokkan satuan perencanaan yang terpilih. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini menggunakan

map unit degree, maka untuk menentukan BLM optimum digunakan BLM yang

berkisar antara 0-10000, sehingga dipilih empat nilai BLM yang berbeda, yaitu 1, 10, 100, dan 1000.

Penentuan Skenario

Skenario zona kawasan konservasi merupakan solusi alternatif yang ditawarkan untuk merancang desain kawasan konservasi. Menggunakan perangkat lunak Marxan, para perancang dapat mencoba berbagai skenario perencanaan kawasan yang berbeda dan melihat hasil. Berdasarkan hasil tersebut perancang dapat memilih skenario terbaik untuk perencanaan kawasan konservasi (Possingham et al. 2005). Skenario tersebut didapatkan dari hasil perhitungan

(20)

10

karakteristik dan keadaan lingkungannya. Berdasarkan observasi yang dilakukan terhadap beberapa skenario, maka ditetapkan tiga skenario dengan empat BLM dan target yang berbeda, maka proses tersebut menghasilkan 12 hasil yang berbeda. Berikut merupakan rancangan skenario berdasarkan target fitur konservasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4Skenario kawasan konservasi

Fitur Konservasi Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 % Target % Target % Target

Daerah Rawan Abrasi 60 60 65

Mangrove dan Sempadan pantai 50 50 55

Arboretrum 30 40 45

Nursery Ground

Penaeus monodon 30 40 50

Ephinephelus sp. 20 35 40

Lates calcarifer 15 35 40

Eleutheronema sp. 15 30 40

Nursery Ground lainya 10 15 20

Spawning Ground 10 15 20

feeding Ground 10 15 20

Target konservasi dihitung berdasarkan persentase wilayah yang ditetapkan untuk dikonservasi. Persentase tersebut merupakan persentase dari total luas target yang menjadi fitur konservasi dalam Area of Interest. Penentuan persentase skenario terbagi dalam tiga bagian, yaitu daerah perlindungan mangrove yang difungsikan untuk melindungi dari ancaman abrasi. Sumberdaya perikanan untuk melindungi kondisi yang sudah terancam dan mulai terancam. Habitat untuk melindungi daerah sebaran ikan baik larva maupun dewasa. Jika semakin tinggi presentase maka fitur tersebut maka mutlak sebesar presentase tersebut dilindungi. Sehingga presentase perlindungan daerah lindung mangrove dan sumberdaya perikanan akan lebih tinggi dibandingkan habitat, karena pada skenario kawasan ini terjadi overlay antar fitur. Sehingga presentasenya kumulatif dari fitur yang terjadi overlay.

Analisis Statistika

Analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL)

(21)

11 Y ij = µ + τi +∑ ij

Y ij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

ij : Galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Hipotesis yang dapat di uji dari RAL adalah sebagai berikut.

H0 : Tidak ada τi (perlakuan tempat) yang berpengaruh terhadap pertumbuhan daun mangrove

H1 : Minimal ada satu τi (perlakuan tempat) yang berpengaruh terhadap pertumbuhan daun mangrove

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis tersebut adalah apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak H0 dan apabila Fhit > Ftab maka tolak H0. Analisis sidik ragam untuk rancangan kelompok ini disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5Sidik ragam rancangan acak lengkap Sumber

Keragaman (Sk)

Derajat Bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (Jk)

Kuadrat

Tengah F Hit F Tab

Perlakuan i-1 JKP KTP KTP/KTS

Sisa/Galat i-(i-1) JKS KTS

Total ji-1 JKT

Uji Lanjut BNJ (Benar Nyata Jujur)

Uji lanjut BNJ sering juga disebut uji Turkey (Honestly Significant Difference = HSD) (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Uji BNJ dapat digunakan

untuk membandingkan semua pasangan perlakuan yang ada.

BNJα =qα (p, fe). √ KTGr

Keterangan

BNJ : Beda Nyata Jujur

qα : Nilai F tabel pada selang kelas kepercayaan

p : Jumlah perlakuan fe : Derajat bebas galat

(22)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Perubahan Kondisi Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk)

Pesisir Indramayu atau dikenal dengan Delta Cimanuk, secara geografis terletak pada garis lintang 06˚11’–06˚ 20’ LS, dan garis bujur 108˚ 09’–108˚19’ BT. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan dengan Jalan Raya Indramayu–Jakarta, di sebelah timur dengan Kali Cimanuk Lama dan di sebelah barat dengan Kali Cilet.

Sebaran mangrove di Delta Cimanuk setiap tahunnya mengalami perubahan yang cukup tinggi, terlebih setelah tahun 2001. Tahun 2001 sampai tahun 2014 pesisir Indramayu mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini di akibat dari perubahan iklim yang menyebabkan intensitas bencana alam menjadi cukup sering di pesisir Indramayu. Luas hutan mangrove di Delta Cimanuk pada tahun 1990 adalah 7.127,56 ha, terdiri dari 4 Resort Polisi Hutan (RPH), yaitu RPH Cemara (1.748,30 ha), RPH Cangkring (2.080,73 ha), RPH Purwa (1.903,18 ha), dan RPH Pabean (1.395,35 ha), termasuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Indramayu, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu. Luas hutan mangrove di Kabupaten Indramayu pada tahun 2001 adalah 6.353,60 ha, yang tersebar di Kec. Losarang, Kec. Cantigi, Kec. Indramayu, dan Kec. Sindang (Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB 2001).

(23)

13 Kondisi saat ini kawasan Pantura Indramayu mengalami tingkat abrasi, intrusi, dan sedimentasi yang cukup tinggi. Areal pantai yang terkena abrasi seluas 2.153, 12 ha tersebar di 7 (tujuh) kecamatan dan 28 (dua puluh delapan) desa. Rata-rata tingkat abrasi di Pantura Indramayu antara 2-5 m/tahun, dan proses sedimentasi pada muara sungai sangat cepat. Intrusi air laut ke darat sejauh 17 Km. Sedimentasi yang terjadi di kawasan pesisir Indramayu, salah satu akibatnya berupa pendangkalan muara-muara sungai di wilayah pesisir dan perairan. Pendangkalan mengganggu aktifitas ekonomi dan lingkungan hidup di sekitarnya, seperti yang terjadi di beberapa muara Sub DAS yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu.

Perubahan kondisi pesisir Indramayu yang signifikan dari tahun 2002 hingga tahun 2014 yaitu di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan (Gambar 4). Desa Pagirikan dari tahun 2002-2014 mengalami abrasi disebabkan banyak faktor diantaranya adanya bendungan dan sungai buatan dari aliran sungai Cimanuk utama terdapat bendungan. Selain itu akibat perubahan iklim yang menyebabkan intensitas badai semakin sering terjadi. Sementara Desa Pabean Ilir dari tahun 2002-2014 sebagian besar wilayahnya mengalami sedimentasi, namun di salah satu bagian desanya terdapat abrasi akibat peralihan air ke tempat Pabean yang lain. Fitur konservasi

Fitur konservasi merupakan parameter ekologi yang dilindungi sehingga fitur ini akan menjadi suatu acuan pembuatan kawasan konservasi. Fitur konservasi dalam penelitian ini adalah sumber daya perikanan dan habitatnya, yaitu benur udang windu (Penaeus monodon), kerapu lumpur (Ephinephelus sp.), kakap putih

(Lates calcarifer), kuro (Eleutheronema sp.), feeding ground, spawning ground dan nursery ground. Fitur konservasi yang berupa daerah lindung, yaitu arboretrum,

mangrove dan sempadan pantai, dan daerah rawan abrasi (Gambar 5). Berdasarkan tingkat kepentingan dan kualitas data, nilai SPF pada setiap fitur konservasi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi Fitur Konservasi

Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai skor

(24)

14

(25)

15 Benur Windu (Penaeus monodon)

Benur windu Penaeus monodon merupakan komoditas penting yang sudah

langka di wilayah pesisir Indramayu. Tahun 2000 Indramayu merupakan wilayah yang memiliki kelimpahan benur windu yang cukup tinggi, sehingga Indramayu terkenal dengan daerah pengekspor benur windu di Indonesia. Kelimpahan benur windu untuk sekarang sangat langka diakibatkan eksploitasi berlebihan yang ditangkap secara terus menerus tanpa dibiarkan untuk tumbuh dan memijah. Selain itu juga di wilayah pesisir Indramayu kondisinya sudah tidak terlalu mendukung akibat kegiatan antrophogenik, sehingga hanya beberapa wilayah yang memang cocok sebagai habitat benur Windu. Benur windu dimasukan kedalam fitur konservasi yang mana status kepentingan dalam konservasi sangat penting sehingga dalam pemberian nilai denda 15 (Lampiran 4).

Kerapu Lumpur (Ephinephelus sp.)

Ikan kerapu merupakan salah satu ikan laut ekonomis penting dan merupakan komoditas ekspor. Umumnya benih ikan kerapu lumpur (Ephinephelus

sp.) yang di budidayakan masih berasal dari alam. Benih yang berukuran kecil mudah ditangkap dengan alat sodo/sudu, dan bubu. Ikan kerapu yang berukuran besar ditangkap dengan pancing, bagan, sero, dan bubu. Ikan kerapu di pesisir Indamayu hanya ditemukan di wilayah Pabean Ilir saja. Ikan kerapu membutuhkan lokasi yang cocok untuk melakukan pemijahan yang pada umumnya di muara sungai dengan kondisi mangrove yang cukup baik, supaya anak-anaknya dapat dengan mudah mendapatkan sumber makanan bagi pertumbuhannya. Ikan kerapu dimasukan dalam fitur konservasi dengan pemberian nilai denda 12 (Lampiran 4). Kakap Putih (Lates calcarifer)

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehingga populasinya semakin jarang akibat penangkapan yang berlebihan. Ikan kakap putih di Delta Cimanuk keberadaannya sudah sangat jarang, hanya didaerah tertentu saja yang bisa ditemukan. Keberadaan ikan kakap di Indramayu hanya ditemukan di Pabean Ilir dan Cantigi-Cemara, yang mana kondisi lingkungannya masih cukup baik dengan keberadaan mangrove lebih baik dibandingkan dengan pesisir Indramayu yang lainya. Keadaan lingkungan yang masih baik merupakan habitat cocok bagi larva ikan kakap putih, karena sumber makanan masih melimpah dan kadar salinitas tidak terlalu tinggi bagi larva. Ikan kakap putih masuk dalam fitur konservasi dengan nilai denda 9 (Lampiran 4). Kuro (Eleutheronema sp.)

Ikan kuro (Eleutheronema sp.) merupakan jenis ikan tangkapan utama

yang bernilai ekonomis, dan cenderung dieksploitasi di perairan pesisir Indramayu. Penangkapan yang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaan ikan kuro di perairan. Upaya untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan upaya pengelolaan sumber daya ikan kuro. Ikan kuro masuk dalam fitur konservasi dengan nilai denda 9 (Lampiran 4).

Daerah Memijah (Spawning Ground)

(26)

16

melakukan pemijahan jika kondisi lingkungannya tidak mendukung. Pesisir Indramayu yang merupakan daerah memijah hanya terdapat di Pabean Ilir dan Cemara. Hal ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi kehidupan biota perairan di wilayah tersebut, jika ada pun wilayah tersebut belum tentu menjadi wilayah yang cocok untuk memijah karena adanya ancaman bagi kehidupan larva ikan dan biota yang melakukan pemijahan diwilayah tersebut. Ikan atau biota lainya dalam melakukan pemijahan, terdapat beberapa yang melakukan migrasi untuk memijah kemudian kembali lagi ke tempat awalnya sehingga sifat atau siklus seperti itu disebut katadromus dan anadromus. Daerah memijah dimasukan dalam fitur

konservasi dengan nilai denda 9 (Lampiran 4). Daerah Asuhan Ikan (Nursery Ground)

Daerah asuh ikan di Indramayu terdapat di muara sungai. Kondisi muara sungai di Indramayu mengalami penurunan karena dicemari aktivitas daratan, seperti limbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Penurunan kesuburan ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi perikanan. Oleh karena itu, daerah asuhan dinilai sangat penting untuk mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu dengan melibatkan daerah asuhsebagai kategori fitur konservasi dengan nilai denda sebesar 12. Daerah asuhyang ditetapkan terletak di Pesisir Desa Pabean Ilir, Pagirikan dan Cemara-Cantigi (Lampiran 4).

Daerah Mencari Makan (Feeding Ground)

Secara naluri, ikan mempunyai insting untuk berpindah tempat ke lokasi yang produktivitas primernya lebih tinggi. Proses keberlanjutan hidup ikan tersebut, salah satu indikasi tingginya produktivitas perairan adalah keberadaan fitoplankton yang bisa ditentukan dengan klorofil. Meskipun tidak ada batasan pasti dalam penentuan daerah mencari makan. Batas penentuan wilayah menggunakan hubungan parameter fisik perairan di Delta Cimanuk yang ada kaitannya dengan klorofil sebagai penentu keseburan. Pentingnya daerah mencari makan terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup sumber daya larva, menjadikan daerah mencari makan penting untuk dilibatkan sebagai fitur konservasi yang bertujuan untuk mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 6 (Lampiran 4).

Arboretrum

Arboretrum merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perhutani Dinas Kehutanan. Hutan merupakan sumber daya alam penting yang memerankan fungsi strategis bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan, keberadaannya wajib diurus dan dikelola dengan baik untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Arboretrum di Indramayu sendiri pengelolaannya dilakukan oleh Perhutani yang mana didalamnya merupakan pohon Mangrove.

(27)

17 Sebaran Mangrove, Sempadan Pantai dan Kesehatan Mangrove

Hutan mangrove adalah tipe hutan khas yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Sebagian besar mangrove dijumpai di sepanjang garis pantai bersubstrat lumpur yang tidak dipengaruhi oleh angin dan arus kuat. Mangrove juga dapat tumbuh pada pantai berpasir, pantai yang terdapat terumbu karang dan di sekitar pulau-pulau (Kitamura et al. 1997). Hutan

mangrove di Indramayu terdapat disepanjang pesisir Delta Cimanuk yang memiliki fungsi strategis bagi kondisi perikanan di Indramayu. Fungsi hutan mangrove tersebut sebagai daerah spawning ground, nursery ground, feeding ground dan

pelindung pantai. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (Undang-Undang RI No.27 Tahun 2007). Sempadan pantai ini berfungsi sebagai pengatur iklim, sumber plasma nutfah, dan benteng wilayah daratan dari pengaruh negatif dinamika laut.

Indeks kesehatan mangrove menggunakan dua kategori, yaitu melihat banyaknya morfometrik daun yang terbentuk, dan melihat pemencaran nilai-nilai morfometrik daun. Jenis mangrove yang digunakan untuk melihat kesehatannya yaitu jenis mangrove Rhizophora sp. yang memiliki kelimpahan paling dominan di

setiap desa tersebut. Berdasarkan sebaran mangrove dan sempadan pantai dari ke lima desa, diketahui bahwa kondisi kesehatan mangrove sebagai berikut.

Tabel 7 Nilai kesehatan mangrove pada lima desa

Desa Tingkat

Kepentingan

Kualitas

Data 1-CV Nilai Skor

Rata-rata

Karangsong 4 3 0,90 3,60 0,50

Pabean Ilir 5 3 0,80 4,01 0,51

Pagirikan 4 3 0,79 3,18 0,42

Cantigi 4 3 0,92 3,71 0,51

Cemara 5 3 0,90 4,51 0,53

Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1

(28)

18

(29)

19 Nilai sebaran kesehatan mangrove dari kelima desa (Tabel 7 dan Gambar 6), didapatkan bahwa Desa Cantigi memiliki nilai pemencaran morfometrik daun (CV) paling tinggi dibandingkan desa yang lain dengan nilai CV 0,92. Nilai 1-CV ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai 1-1-CV, maka kompetisi antar individu dalam suatu populasi berkurang serta menunjukan daya adaptasi yang luas terhadap lingkungannya. Perbedaan lokasi mempengaruhi terhadap pertumbuhan daun mangrove secara nyata pada jenis yang sama. Oleh karena itu, pentingnya hutan mangrove dan sempadan pantaiterhadap keberadaan dan kelangsungan hidup sumber daya ikan menjadikan dasar dari pembuatan kawasan konservasi. Hutan mangrove, sempadan pantai dan kesehatan mangrove dimasukkan dalam fitur konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 12.

Daerah Rawan Abrasi

Kenaikan muka air laut memberikan dampak secara langsung pada perubahan garis pantai akibat meningkatnya intensitas abrasi sebagai konsekuensi dari perubahan iklim, sehingga mengakibatkan kerusakan pantai (Yulianti et al.

2013). Kerusakan yang terjadi saat ini memberikan dampak abrasi pada pantai. Hal ini menyebabkan semakin mundurnya garis pantai ke darat. Upaya untuk meminimalisasi hal ini diperlukan pembangunan struktur perlindungan pantai untuk menjaga garis pantai. Selain menjaga garis pantai, pembangunan struktur pantai juga untuk melindungi pantai dari gempuran ombak dengan mereduksi energi gelombang supaya tidak meluap ke daerah daratan pantai. Oleh karena itu daerah rawan abrasi dimasukkan dalam fitur konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 15 (Lampiran 4).

Fitur Biaya

Fitur biaya merupakan pemanfaatan yang berada di Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Kesembilan fitur tersebut masuk ke dalam fitur biaya karena memiliki dampak terhadap fitur konservasi yang ditargetkan, yaitumempengaruhi keberadaan sumber daya dan kawasan yang akan dilindungi. Berdasarkan kriteria penentuan nilai skor fitur biaya yang diperoleh dari pertimbangan tingkat kepentingan fitur biayatersebut, dibuat skor tiap fitur biaya sebagaimana tercantum pada Tabel 8 dan Gambar 8.

Tabel 8 Nilai skor pada tiap fitur biaya

Fitur Biaya Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai Skor

Instalasi Minyak Sangat tinggi Tinggi 15

Ancaman Minyak Tinggi Tinggi 12

Tambak Tinggi Tinggi 12

PPI Sedang Tinggi 9

Pemanfaatan Mangrove Sedang Rendah 6

Sebaran Sedimen Sedang Rendah 6

Pemukiman Penduduk Sedang Tinggi 9

Fishing Ground Sedang Rendah 6

Wisata Pancing Sedang Rendah 6

Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1

(30)

20

Ga

mbar

7 P

eta

F

it

ur B

ia

ya

di D

elt

a C

im

anuk

Indr

ama

yu

J

awa

B

ara

(31)

21 BLM

Boundary Length Modifier (BLM) merupakan pengaturan dalam Marxan

untuk membuat batasan perimeter untuk kawasan konservasi. Manfaat dari pengaturan BLM dapat terlihat dari fitur yang muncul dalam solusi setelah menjalankan Marxan. Berikut merupakan rata-rata dari 12 hasil output Marxan yang dicobakan dengan kisaran BLM dari 1 hingga 1000 (Lampiran 7).

Tabel 9 Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario

BLM Cost Luas Panjang Batas

kecenderungan yang berbeda pada tiap BLM-nya, yaitu peningkatan harga (cost)

berbanding lurus dengan meningkatnya nilai BLM (Tabel 9). Hal ini pula sama, semakin meningkat BLM nilai luas semakin meningkat pula, namun berbeda untuk nilai panjang batas semakin menurun dengan meningkatnya nilai BLM. Kondisi ini digambarkan pada grafik (Gambar 9 dan 10)

Gambar 8 Hubungan antara BLM dan luas

Hubungan antara BLM dan luas, terlihat bahwa terdapat peningkatan luas seiring meningkatnya nilai BLM, yang mana pada nilai BLM 100 menjadi puncak peningkatan dan mengalami penurunan di BLM 1000 (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada BLM 100 merupakan solusi yang mempunyai luas paling besar diantara BLM yang lain. Oleh karena itu BLM 100 menjadi skenario yang efektif dalam pembuatan kawasan konservasi.

(32)

22

Gambar 9 Hubungan antara BLM dan panjang batas

Hubungan antara BLM dan panjang batas, terlihat bahwa terdapat penurunan nilai Panjang batas seiring meningkatnya nilai BLM dan mengalami kenaikan di BLM 1000 (Gambar 10). Hal ini dikarenakan nilai BLM yang tinggi akan berimplikasi terhadap biaya yang tinggi.

Berdasarkan grafik hubungan antara BLM dan panjang batas serta BLM dan luas, terlihat bahwa BLM 100 merupakan BLM optimal. Hal ini karena BLM 100 merupakan BLM dengan solusi terluas yang dihasilkan dan nilai dengan panjang batas rendah, sehingga BLM 100 merupakan desain yang lebih efektif menghasilkan solusi luas dan panjang batas yang kecil (Lampiran 7).

Wilayah Konservasi

Menentukan target wilayah konservasi merupakan hal yang sangat penting dalam sistematis perencanaan konservasi dan sejauh mana sistem konservasi akan sangat tergantung pada titik referensi ini. Penetapan tiga skenario ini dimaksud untuk mencari solusi ruang optimum, berdasarkan observasi lapang dan analisis simulasi target konservasi dengan meragamkan fitur konservasi dan fitur biaya yang sudah ditentukan pada tiap skenario. Hasil optimal terdapat pada BLM 100, sehingga desain skenario tiap kawasan konservasi menggunakan BLM 100 agar ruang yang dihasilkan seoptimal mungkin. Berdasarkan dari tiga hasil skenario tersebut, dihasilkan desain kawasan konservasi antara lain adalah sebagai berikut. Skenario Satu

Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasan konservasi skenario satu disajikan pada Gambar 10.

(33)

23

Berdasarkan hasil dari skenario satu, terlihat bahwa rekomendasi zona inti terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar 22,20% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Luas rekomendasi zona inti sebesar 97,27 km², zona pemanfaatan terbatas 75,35 km², zona perikanan berkelanjutan 149,30 km², dan zona lainnya 116,07 km² dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km². Skenario Dua

Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasan konservasi skenario dua disajikan pada Gambar 11.

(34)

24

Berdasarkan hasil dari skenario dua, terlihat bahwa rekomendasi zona inti terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar 23,30% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Luas rekomendasi zona inti sebesar 102,07 km², zona pemanfaatan terbatas 25,31 km², zona perikanan berkelanjutan 152,55 km², dan zona lainnya 158,06 km² dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km². Skenario Tiga

Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasan konservasi skenario tiga disajikan pada Gambar 12.

(35)

25

Berdasarkan hasil dari skenario tiga, terlihat bahwa rekomendasi zona konservasi terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar 27,50% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Luas rekomendasi zona inti sebesar 120,45 km², zona pemanfaatan terbatas 29,55 km², zona perikanan berkelanjutan 150,00 km², dan zona lainnya 137,98 km² dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km².

Pembahasan

Kondisi pesisir Indramayu mengalami abrasi dan sedimentasi yang cukup tinggi. Proses sedimentasi pada garis pantai masih berlangsung, disebabkan oleh sungai Cimanuk yang bermuara di daerah ini. Sungai tersebut membawa material sedimen dalam jumlah besar. Sedimen ini tersebar di Laut Jawa dan diendapkan kembali di garis pantai, yang mengakibatkan pantai timur Indramayu mengalami akresi dan membentuk Delta. Delta Sungai Cimanuk terbentuk pada tahun 1947 ketika bendungan yang berada di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu hancur diterjang banjir. Saat itu aliran Sungai Cimanuk mengalami perubahan, sebagian aliran sungai mengalir ke arah timur laut, mencari jalan terdekat menuju garis pantai sehingga membentuk delta baru yang dapat kita lihat kondisinya hingga saat ini. Energi Sungai Cimanuk yang sangat kuat, khususnya pada musim hujan mencapai debit 1200 m³/detik Kondisi ini mencirikan dominasi energi sungai dibandingkan

(36)

26

dengan energi gelombang laut (Teddy et al. 1998). Sementara proses abrasi terjadi sejak tahun 1980, khususnya Delta Cimanuk mengalami perubahan garis pantai dan mempengaruhi pembentukan Delta Cimanuk. Perubahan garis pantai akibat abrasi mulai terlihat setelah pembentukan bendungan yang sebelumnya hancur diterjang banjir. Pembentukan bendungan pada mulanya memang sangat berguna. Namun setelah 1-2 tahun pembentukan bendungan mulai terlihat dampak yang kurang bagus. Kondisi tersebut terlihat aliran sungai Cimanuk mulai terhambat. Keterhambatan aliran Sungai Cimanuk menyebabkan energi air laut yang menuju daratan menjadi lebih besar dibandingkan energi dari air sungai. Akibatnya pesisir Indramayu mengalami abrasi secara terus menerus hingga saat ini yang merupakan dampak dari perubahan iklim.

Desain hasil kawasan konservasi skenario satu memiliki luas 97,27 km² untuk zona intinya. Skenario ini keseluruhannya melingkupi daerah pesisir Desa Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan, Karangsong dan Cantigi. Skenario satu dirancang untuk melindungi daerah rawan abrasi, mangrove dan sempadan pantai serta arboretrum. Hal ini diharapkan pada skenario satu, dapat melindungi daerah atau kawasan di Delta Cimanuk, sehingga dengan dilindunginya daerah atau kawasan dapat meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk. Skenario dua memiliki luas 102,07 km² untuk zona intinya. Skenario ini keseluruhannya melingkupi daerah pesisir Desa Karangsong, Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan dan Cantigi. Skenario dua dalam perlindungannya difokuskan untuk sumber daya pesisir Delta Cimanuk, berupa sumber daya perikanan dan habitatnya. Sumber daya perikanan dan habitatnya, yaitu benur windu, ikan kerapu lumpur, kakap putih, ikan kuro, nursery ground, feeding ground, dan spawning ground. Skenario tiga memiliki luas 120,45 km²

untuk zona intinya, melingkupi daerah pesisir Desa Karangsong, Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan dan Cantigi.

Hasil dari ketiga skenario yang terpilih, menunjukkan wilayah yang baik dan efektif untuk dikonservasi. Hal ini dilihat dari bentuk wilayah yang terpilih. Ketiga skenario tersebut mempunyai bentuk yang cenderung hampir sama, yaitu mengumpul di lokasi pesisir Pabean Ilir, Cantigi, sebagian Pagirikan dan Cemara. Lokasi tersebut terpilih karena terdapat sumber daya yang tidak ditemukan di lokasi pesisir lain, seperti kondisi mangrove sebagai habitat (nursery ground, feeding ground, dan spawning ground) relatif baik dan terdapatnya daerah rawan abrasi

yang perlu dilindungi. Selain itu hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kawasan, semakin luas suatu kawasan konservasi, semakin berpeluang terjadinya konflik antara pemanfaatan dan pengelolaan konservasi. Penentuan kawasan konservasi juga perlu memperhatikan kondisi pemanfaatan di lingkungan tersebut. Kawasan dengan lokasi yang sudah termanfaatkan akan berpotensi adanya bentrok antara upaya perlindungan dan pemanfaatan. Hal ini dapat dilihat dari persepsi masyarakat yang pada umumnya minim akan pengetahuan tentang kawasan konservasi, sehingga akan mempengaruhi efektifitas pengelolaan. Sementara dalam pengelolaan zonasi kawasan konservasi yang dapat dilakukan di Delta Cimanuk adalah zona inti, perlunya dilakukan restorasi untuk perlindungan bagi sumberdaya perikanan, daerah rawan abrasi, dan habitat biota. Zona pemanfaatan terbatas diantaranya untuk sport fishing dan tambak tumpang sari. Zona perikanan

(37)

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan ketiga rancangan skenario, variabel ekologi yang digunakan dalam menentukan kawasan konservasi adalah sumber daya dan habitatnya diantaranya benur windu, ikan kerapu lumpur, kakap putih, kuro, nursery ground, feeding ground, dan spawning ground. Daerah yang dilindungi adalah arboretrum, mangrove dan sempadan pantai, serta daerah rawan abrasi. sementara variabel sosialnya adalah instalasi minyak, ancaman minyak, fishing ground, PPI, tambak,

wisata pancing, pemukiman penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatan mangrove. Kawasan konservasi yang diusulkan adalah pesisir Desa Pabean Ilir, Cantigi, Cemara, dan sebagian Pagirikan.

Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai ukuran planning unit yang lebih

kecil dari 30 m² dengan dasar ukuran pixel pada landsat supaya didapatkan desain yang lebih baik. Selain itu juga dibutuhkan informasi data mengenai fitur konservasi yang lebih banyak, supaya didapatkan konektivitas disemua pesisir Indramayu.

DAFTAR PUSTAKA

Ball IR dan Possingham HP. 2000. MARXAN (V1.8.2) : Marine Reserve Design Using Spatially Explicit Annealing, a Manual book. Australia.

Darmawan A dan Darmawan A. 2007. Pengantar Marxan. Materi Perangkat Lunak Marxan Untuk Perancangan dan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut. The Nature Conservancy – Coral Triangel Centre. Bali(ID).

Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB. 2001. Profil Karakteristik Kawasan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Lautan Desa Karangsong Kec. Indramayu. Indramayu (ID). Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu (Bidang Tata Ruang).

Ila L. 2010. Kajian Kawasan Konservasi Laut Batuaga Siompu, Liwutongkidi, dan Kadatua (Basilika) Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan aplikasi Marxan [tesis]. Bogor(ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kitamura SC, Anwar A, dan Baba S. 1997. Handbook of mangrove in indonesia.

ISME. Japan.

Loos SA. 2006. Exploration of MARXAN for Utility in Marine Protected Area Zoning. [Master of Science]. Australia: Department of Geography, University of Victoria.

(38)

28

Munro KG. 2006. Evaluating Marxan as a Terrestrial Conservation Planning Tool. [Master of Arts]. Columbia : The Faculty of Graduates Studies, the University of British Columbia.

Mustari, A.H. 1992. Jenis-jenis burung air di hutan mangrove delta sungai Cimanuk Indramayu-Jawa Barat. Media Konservasi IV (1) : 39-46.

Nontji A. 2008. Plankton laut. Jakarta (ID): LIPI Press.

[P3GL] Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 2002. Citra satelit landsat 7 ETM+, kawasan muara S.cimanuk. Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17 Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007 Tentang Kawasan Konservasi Sumber daya Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Possingham HP, Franklin J, Wilson KA and Regan TJ. 2005. The roles of spatial heterogeneity and ecological processes in conservation planning. Pages 389-406 in G. M. Lovett, C. G. Jones, M. G. Turner and K. C. Weathers,

editors. Ecosystem Function in Heterogeneous Landscapes. Springer, New York

Possingham H, Ball I dan Andelman S. 2000. Mathematical Methods For Identifying Representative Reserve Networks. Pages 291-305. in Ferson S and Burgman MA, editors: Quantitative methods for conservation biology. Ferson, S. and Burgman, M. (eds). Springer-Verlag, New York.

Rahadyan A. 2003. Kondisi Ekosistem Mangrove Berasarkan Indikator Kualitas Lingkungan dan Ukuran Morfometrik Daun Disebelah Utara dan Selatan Sungai Kembang Kuning, Cilacap Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Salem RV dan Clark JR. 2000. Marine dan Coastal Protected Area: a guide for planners and managers. Gland, Switzerland and Cambridge, UK:IUCN. Samosir AM, Sulistiono dan Rahardjo MF. 2014. Dinamika Ekosistem Mangrove

di Indramayu dan Implikasinya Bagi Mitigasi Dampak Kenaikan Paras Laut. [Laporan Akhir Strategis]. Bogor (ID): IPB.

Sukardjo S dan Yamada I. 1980. The Management Problems and Research Needs of the Mangrove Forest in the Cimanuk Delta Complex, Ujung Indramayu, West Java. Southeast asian studies, Vol 29, No 4, March 1992.

Steward RR dan Possingham HP. 2005. Efficiency, Costs, dan Trade-off in Marine Reserve System Design. Environmental Modelling and Assessment

10:203-213.

Teddy H, Ruswanto, Nandang dan Dadi S. 1998. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Indramayu, Jawa Barat. (Pemetaan geologi lingkungan untuk menunjang perencanaan tataruang dan pengelolaan lingkungan). Laporan Intern No. 8/LAPPGTTLTD/ 1998-1999. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.

Undang-Undang RI No.23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.

(39)

29

LAMPIRAN

(40)

30

Lampiran 2 Lokasi penelitian di 5 desa

Pabean ilir Karangsong

Pagirikan Cemara

(41)

31 Lampiran 3 Kelimpahan ikan di 5 Desa

(42)

32

Lampiran 4 Peta sebaran fitur-fitur konservasi

Benur windu Kakap putih

Kerapu lumpur Kuro

Feeding ground Nursery ground

(43)

33 Lampiran 5 Alur tabuler Input Marxan pada Q-GIS dan Pengaturan zonasi

Secara umum proses penyampaian data untuk Marxan terfokus pada 3 buah

shapefile, yaitu planing units (pu.shp), abundance (habitat.shp), dan cost (cost.shp). File tersebut dihasilkan setelah proses pembuatan heksagonal lengkap dengan proses cropping pada peta daerah yang akan dikaji (AOI). File (Pu.shp),

(Habitat.shp), dan (cost.shp) adalah shapefile heksagon dengan wujud serupa

namun berbeda fungsi dan isi tabelnya. Pengelolaan 3 buah shapfile dilakukan dengan bantuan Q-GIS akan menghasilkan 4 buah tabuler yaitu Abundance.dat, Target.dat, Unit.dat, dan Bound.dat yang menjadi input Marxan. Q-GIS merupakan

singkatan dari Quantum Geographis information system adalah perangkat lunak untuk menyiapkan data yang akan digunakan sebagai input Marxan

Q-GIS dijalankan dengan cara diklik dekstop Q-GIS 1.08 pada start up program. Semua fitur pada layer diaktifkan dengan menceklis kotaknya. Langkah pertama dalam pemrograman Marxan ini yaitu buat file berupa poligon atau heksagon yang mencakup seluruh wilayah penelitian. Langkah selanjutnya adalah field cost dan status dimasukan dalam planing unit (pu). Informasi biaya dan status

yang telah dibuat diekspor ke pu. Langkah berikutnya adalah membuat file spesies (spec.dat) dengan cara menambahkan field spesies/konservasi ke dalam planning unit. File ini tersusun atas fitur konservasi /spesies dan target area yang akan dimasukkan sebagai kawasan konservasi. Selanjutnya membuat puvspr.dat, Bound dat dan puvspr_sporder.dat. Selanjutnya menyusun struktur file standar untuk data base Marxan dan membuat file parameter input, Marxan siap dijalankan. (Marxan.exe) dijalankan untuk memeriksa bahwa fomat database kita sudah benar. Langkah terakhir yaitu menampilkan hasil analisis Marxan di Quantum GIS.

Pengaturan Zonasi

Pengaturan kawasan konservasi dalam Marxan dapat dilakukan dengan sistem zonasi yang mengacu pada PP No 60 Tahun 2007 tentang konservasi sumber daya perikanan yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan dan zona lain yang diatur sesuai kebutuhan dan kondisi setempat. Pembagian zonasi tersebut, dalam Marxan dilakukan dengan membagi frekuensi yang terdapat dalam file output1_ssoln ke dalam empat kelas dengan interval yang

(44)

34

sama. File ini berisi frekuensi suatu daerah yang akan terpilih menjadi kawasan konservasi berdasarkan 100 kali ulangan. Nilai frekuensi tersebut 51-74 sebagai zona pemanfaatan, 26-50 sebagai zona perikanan berkelanjutan dan 0-25 sebagai zona lainnya.

Lampiran 6 Perbandingan hasil Marxan tiap BLM

BLM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

1

10

100

1000

(45)

35

--> Hexagon Area = 0.05sq. Kilometers

--> Hexagon Edge Length = 0.13872638 Kilometers --> Hexagon Diameter = 0.27745276 Kilometers --> Hexagon Width = 0.24028114 Kilometers --> Hexagon Orientation = 0 Degrees

(46)

36 Lampiran 8 Perbandingan tiap skenario BLM

Skenario Blm Cost Planning Unit(km²) Panjang Batas(km²)

1 1 4.986.286 1.328 1.334.440.000

10 30.223.108 1.366 1.307.178.947

100 93.155.177 1.382 1.319.830.000

1000 148.161.006 1.334 1.284.260.000

2 1 4.192.382 1.324 1.283.480.000

10 35.057.083 1.336 1.305.110.000

100 188.561.702 1.378 1.272.660.000 1000 139.540.808 1.426 1.321.780.000

3 1 3.629.874 1.438 1.375.150.000

10 37.085.743 1.472 1.385.980.000

100 152.271.790 1.516 1.373.270.000 1000 171.824.384 1.508 1.360.820.000

Lampiran 9 Sebaran Log normal Morfometrik daun

(47)

37

Cantigi

Lampiran 10 Hasil analisis RAL dan BNJ Anova : Single Factor

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 0,2674 4 0,0668 59,4642 2,51E-31 2,4248

Within Groups 0,1911 170 0,0011

Total 0,4585 174

BNJ

PB KR PGR CMR CTG Nilai BNJ

PB 0

0,0105

KR 0,0096 0

PGR 0,0912 0,0816 0

CMR 0,0211 0,0307 0,1123 0

CTG 0,0016 0,0112 0,0928 0,0195 0

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Fi k

m

ulatif

selang kelas

stasiun 1 stasiun 2

(48)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hadiana lahir di Sumedang 23 Agustus 1993, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Putra dari Nanang Hidayat dan Ida Widaningsih. Penulis mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN Padasuka I dan lulus pada tahun 2005. Melanjutkan di SMPN 4 Sumedang dan lulus pada tahun 2008 serta dilanjutkan di SMAN 3 Sumedang dan lulus pada tahun 2011. Penulis lulus seleksi menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan pada tahun 2011 sebagai mahasiswa Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan di luar akademik, penulis aktif dalam organisasi Forum for Scientific Studies (FORCES) IPB (2011-2012) dan Himpunan Profesi (Himasper) sebagai Anggoa Divisi Kewirus (2013) dan Ketua Divisi Enso (2014). Prestasi yang pernah diraih penulis dalam program kreativitas mahasiswa yang didanai Dikti, yaitu PKM-P dengan judul Uji Resistensi Osmotik dan Elastisitas Kulit Ikan Sidat (Anguila sp.) sebagai Bahan Transplantasi terhadap Baju Selam dan PKM-GT dengan judul Green Civilization Strategy (Konsep

pengelolaan pesisir Jakarta berbasiskan lingkungan hijau hutan mangrove di masa depan) pada tahun 2012. Serta PKM-KC dengan judul Smart Aquarium (Akuarium

dengan Sistem Geobiofilter untuk Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air) dan PKM-P dengan judul Perbandingan Uji Efisiensi beberapa Rancangan Sistem

Integrated Aquarium with Wastewater Treatment dengan Sistem Geobiofilter untuk

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat
Gambar 3 Area of Interest (Daerah lingkup yang dikaji)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah penyedia yang telah mendaftar dan mendownload dokumen pengadaan sebanyak 126 (Seratus Dua Puluh Enam) peserta.. Clara

Perseroan menghimbau kepada Pemegang Saham yang berhak hadir dalam RUPST yang sahamnya dimasukan dalam penitipan kolektif KSEI untuk memberikan kuasa melalui fasilitas

Seseorang dikatakan menderita asam urat (gout) jika kondisinya memenuhi beberapa syarat dan biasanya perjalanan penyakitnya klasik sekali, seperti mempunyai gejala yang khas

Dari sekelompok data tunggal yang disusun berurutan dari nilai terkecil sampai nilai yang terbesar ,kita dapat menentukan nilai tengah atau mediannya ( Q 2 ).Kemudian setengah

Teman - teman Teknik Mesin angkatan 2014 yang sudah banyak membantu saya dan mendukung saya dalam perkuliahan selama di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teman

Dr.H.Ali Ya’kub Matondang M.A yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Study Doktor ilmu ekonomi Univesitas Sumatera Utara.. Kepada

Jelas hal ini menuntut penulis untuk merancang tata ruang yang baru yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum Stasiun kelas Besar dengan tujuan agar pengunjung, baik calon

Analisis faktor adalah suatu teknik statistik untuk mengidentifikasikan jumlah faktor yang relatif kecil yang dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara