CONDITION INDEX
(Studi Kasus : Jalan Imogiri Timur,Bantul, Yogyakarta)
Disusun Oleh : TRI WAHYU PRAMONO
20120110266
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
CONDITION INDEX
(Studi Kasus : Jalan Imogiri Timur,Bantul, Yogyakarta)
Disusun Oleh : TRI WAHYU PRAMONO
20120110266
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
iii MOTTO :
“ Sukses tidak datang dari apa yang diberikan oleh orang lain,tapi datang dari keyakinan dan kerja keras kita sendiri.
“Hasil dari ilmu adalah tindakan bukan pengetahuan “
“ Tidak semua yang kita inginkan mampu kita peroleh sebagaimana tidak semua yang kita peroleh adalah yang benar-benar kita inginkan.
“Berhasil itu bukan seberapa banyak kita memiliki tetapi berhasil itu seberapa banyak kita memberi .
PERSEMBAHAN :
Penulis mempersembahkan Tugas Akhir ini untuk :
1.
Al
lah Subhanahu wa Ta’ala
atas karunia dan Rahmat-Nya serta
Junjungan Nabi Besar Muhammad S
hallahu’alaihi wasallam
atas
perjuangan menegakkan Ajaran Islam.
2.
Ibunda marliana tercinta yang selalu senantiasa mendoakan, serta sebagai
seorang motivator ulung pembangkit semangat untuk tetap melakukan
terbaik.
3.
Ayahanda tercinta Ngadino yang selalu senantiasa mendoakan, serta
sebagai seorang motivator ulung pembangkit semangat untuk tetap
melakukan terbaik.
4.
Almarhum dan Almarhumah Kakek dan Nenek yang sudah merawat saya
dan senantiasa mendoakan kesuksesan saya.
iv
percaya diri lagi dan membantu saya dalam perkuliahan baik dalam
pelajaran maupun dalam mengerjakan tugas akhir saya ini.
7.
Terima kasih kepada Tim perkerasan irwan faisal ,Deden ,dan Rizaldi
yang selalu membantu mulai dari awal proses hingga tugas akhir selesai .
8.Terima Kasih Kepada Teman-teman Sipil E plotir , maga, yogi , Iik,
Vadli, , Rio,Onod, Rijal, Agung, dan semua teman-teman kelas E yang
tidak hentinya memberikan dukungan untuk pengerjaan tugas akhir ini.
9.Terimakasi kepada aril, oji, dista , gaza , raden yang selalu membuat saya
xiv
Kabupaten Bantul saat ini merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu-lintas dan secara umum penyebab kerusakan jalan yang terjadi didaerah Kabupaten Bantul ada berbagai penyebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari perencanaan.
Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode dengan cara diskriptif analisis berdasarkan metode Pavement Condition Index (PCI). Diskriptif berarti survei yang memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat sekarang, keadaan kerusakan perkerasan jalan yang diteliti, sedangkan analisis berati data yang dikumpulkan dan disusun, kemudian dianalisis dengan mengunakan prinsip-prinsip analisis Metode Pavement Condtion Index (PCI).
Hasil penelitian menunjukan bahwa Jenis rata – rata persentase kerusakan pada ruas jalan Imogiri Timur, Bantul antara lain : Retak Buaya 19,42%, Amblas 0,97%, Retak Pinggir 9,7%, Retak Memanjang/Melintang 7,8%, Tambalan 18,5%, Pengausan Agregat 15,5%, Lubang 9,7%, Rusak Perpotongan Rel 0,97%, Alur 0,97%, Patah Slip 0,97 %, Mengembang Jembul 4,8%, Pelepasan Butir 10,7%. Nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) rata-rata ruas jalan Imogiri Timur,Bantul,Yogyakarta adalah 48,25 % yang termasuk dalam kategori Sedang (fair) dan mengacu pada matriks PCI untuk jalan lokal, ruas jalan tersebut perlu dilakukan perbaikan
v
Segala puja puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Ta’ala. Tidak lupa sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabat. Setiap kemudahan dan kesabaran yang telah diberikan-Nya kepada saya akhirnya saya selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul“Analisa kondisi Kerusakan jalan pada Lapis Permukaan Jalan Menggunakan Metode Performance Condition Index
(PCI)”,sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, Penyusun sangat membutuhkan kerjasama, bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak, terima kasih penyusun haturkan kepada :
1. Bapak Jaza’ul Ikhsan, ST, MT, Ph.D.Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ibu Ir. Hj. Anita Widianti, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3. Bapak Puji Harsanto, ST, MT. Selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. Ibu Anita Rahmawati, S.T., M.Sc. Selaku dosen pembimbing I. Yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi tugas akhir ini.
vi
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
.
8. Kedua orang tua saya yang tercinta, Ayah dan Ibu, serta keluarga besarku. 9. Para staf dan karyawan Fakultas Teknik yang banyak membantu dalam
administrasi akademis.
10.Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2012, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, kalian luar biasa.
Demikian semua yang disebut di muka yang telah banyak turut andil dalam kontribusi dan dorongan guna kelancaran penyusunan tugas akhir ini, semoga menjadikan amal baik dan mendapat balasan dari Allah Ta’ala. Meskipun demikian dengan segala kerendahan hati penyusun memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam Tugas Akhir ini, walaupun telah diusahakan bentuk penyusunan dan penulisan sebaik mungkin.
Akhirnya hanya kepada AllahTa’ala jugalah kami serahkan segalanya, sebagai manusia biasa penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang dada dan keterbukaan akan penyusun terima segala saran dan kritik yang membangun demi baiknya penyusunan ini, sehingga sang Rahim masih berkenan mengulurkan petunjuk dan bimbingan-Nya.
Amien.
Yogyakarta, Agustus 2016
vii
LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...…... iii
KATA PENGANTAR ... ...v
DAFTAR ISI ... ...vii
DAFTAR TABEL ... ...ix
DAFTAR GAMBAR ...xi
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
INTISARI ... ....xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 2
C. Tujuan Penelitian ... ... 2
D. Manfaat Penelitian... ... 2
E. Batasan Masalah ... ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum... ... 4
B. Definisi dan Klasifikasi Jalan ... ... 5
C. Jenis Dan Fungsi Lapis Perkerasan ... .... 10
D. Penyebab Kerusakan Perkerasan ... .... 14
E. Penelitian Terdahulu ... .... 15
BAB III LANDASAN TEORI A. Existing Condition Dan Lokasi ... .... 17
B. Jenis-jenis Kerusakan Perkerasan Jalan ... .... 17
C. Pavement Condition Index (PCI)... .... 43
viii
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Bagan Penelitian ... .... 50
B. Metode Penelitian ... .... 51
C. Tahap Persiapan ... .... 52
D. Tehnik Pengumpulan Data ... .... 53
E. Analisis Data ... .... 54
F. Alur Penelitian ... .... 54
BAB V ANALISIS DATA A. Penilaian Kondisi Jalan ... .... 61
B. Analisis Kondisi Perkerasan Jalan ... .... 61
C. Pembahasan Rekapitukasi Kondisi Jalan ... .... 68
D. Klasifikasi Kualitas Perkerasan ... .... 71
E. Metode Perbaikan ... 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... .... 74
B. Saran ... .... 75
Daftar Pustaka ... 76
ix
Tabel 2.2. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku... 14
Tabel 3.1 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Kulit Buaya ... 18
Tabel3.2 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Kegemukan ... 20
Tabel 3.3 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Kotak-kotak. ... 21
Tabel 3.4 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Cekungan ... 22
Tabel 3.5 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Keriting ... 24
Tabel 3.6 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Amblas ... 25
Tabel 3.7 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Pinggir ... 26
Tabel 3.8 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Sambung... 28
Tabel 3.9 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Pinggiran Jalan... 29
Tabel 3.10 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Memanjang /Melintang .... 30
Tabel 3.11 Identifikasi kerusakan Perkerasan kerusakan Retak Tambalan ... 32
Tabel 3.12 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Pengausan Agregat ... 33
Tabel 3.13 Identifikasi kerusakan Perkerasan retak Lubang (pothole) ... 35
Tabel 3.14 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Rusak Perpotongan Rel .... 36
Tabel 3.15 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Alur ... 37
Tabel 3.16 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Sungkur ... 38
Tabel 3.17 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Patah Slip ... 40
Tabel 3.18 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Mengembang Jembul ... 41
Tabel 3.19 Identifikasi kerusakan Perkerasan Retak Pelepasan Butir ...42
Tabel 3.20 Besaran Nilai PCI ... 45
Tabel 4.1 Formulir Survei Kerusakan Jalan ... 56
Tabel 5.1 Catatan Kondisi dan Hasil Pengukuran Ruas Jalan Imogiri Timur ...62
Tabel 5.2 Formulir survey pavement condition index ... 63
Tabel 5.3. Perhitungan Corrected Deduct Value ... 67
Tabel 5.4 Perhitungan nilai PCI STA 0+000 s/d 1+000 ... 68
Tabel 5.5 Perhitungan nilai PCI STA 1+000 s/d 2+000… ... 69
Tabel 5.6 Perhitungan nilai PCI STA 2+000 s/d 3+000 ... 69
x
Tabel 5.8 Persentase Kerusakan Jalan Imogiri Timur ,Bantul,Yogyakarta ...71 Tabel 5.8 Persentase Kerusakan Jalan Imogiri Timur ,Bantul,Yogyakarta
xi
Gambar 2.2 Lapis perkerasan kaku (Rigid pavement )... 13
Gambar 2.3 Lapis perkerasan kaku ( Composite Pavement ) ... 14
Gambar 3.1. Lokasi penelitian ... 17
Gambar 3.2 Deduct value Retak Kulit Buaya ... 18
Gambar 3.3 Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) ...19
Gambar 3.4 Deduct ValueKegemukan …...19
Gambar 3.5 Kegemukan (Bleeding) ... 20
Gambar 3.6 Deduct value Retak Kotak-Kotak ...21
Gambar 3.7 Retak Kotak-kotak (Block Cracking) ... 21
Gambar 3.8 Deduct Value Cekungan ... 22
Gambar 3.9 Cekungan (Bumb and Sags) ... 23
Gambar 3.10 Deduct Value Keriting ... 24
Gambar 3.11 Keriting (Corrugation) ... 24
Gambar 3.12 Deduct Value Amblas ... 25
Gambar 3.13 Amblas (Depression) ... 25
Gambar 3.14 Deduct Value Retak Samping Jalan ... 26
Gambar 3.15 Retak Samping Jalan (Edge Cracking) ... 27
Gambar 3.16 Deduct Value Retak Sambung ... 27
Gambar 3.17 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking) ... 28
Gambar 3.18 Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal ... 29
Gambar 3.19 Pinggiran Jalan Turun Vertikal ... 29
Gambar 3.20 Deduct Value Retak Memanjang/Melintang ... 31
Gambar 3.21 Retak Memanjang/Melintang ... 31
Gambar 3.22 Deduct Value Tambalan ... 32
Gambar 3.23 Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching) ... 32
Gambar 3.24 Deduct Value Pengausan Agregat ... 33
Gambar 3.25 Pengausan Agregat (Polised Agregat) ... 34
xii
Gambar 3.30 Deduct Value Alur ... 37
Gambar 3.31 Alur ... 38
Gambar 3.32 Deduct Value Sungkur ... 39
Gambar 3.33 Sungkur (Shoving) ... 39
Gambar 3.34 Deduct Value Patah Slip ... 40
Gambar 3.35 Patah Slip ... 40
Gambar 3.36 Deduct Value Mengembang Jembul ... 41
Gambar 3.37 Mengembang Jembul ... 41
Gambar 3.38 Deduct Value Pelepasan Butir ... 42
Gambar 3.39 Pelepasan Butir ... 43
Gambar 3.40 Corrected Deduct Value, CDV... 44
Gambar 4.1. Bagan Penelitian ... 50
Gambar 4.1. Bagan Penelitian (Lanjutan ) ... 51
Gambar 4.2. Bagan Alir Penelitian ... 55
Gambar 5.1 Grafik Deduct value (Pengausan Agregat)... 64
Gambar 5.2 Grafik Deduct value (Pelepasan Butir) ... 65
Gambar 5.3 Grafik Deduct value (Tambalan) ... 65
Gambar 5.4 Grafik Deduct value (Retak Pinggir) ... 65
Gambar 5.5 Grafik Deduct value (Retak Memanjang/Melintang) ... 66
Gambar 5.6 Grafik Deduct value (Retak Buaya) ... 66
Gambar 5.8 Correct Deduct Value STA 0+100 s/d 0+200 ... 67
xiii …
Lampiran B Perhitungan Densitas & Deduct Value Kerusakan Dengan metode
PCI ...96
Lampiran C Perhitungan Corrected Deduct Value ...122
Lampiran D Perhitungan nilai PCI Tiap Segmen ...144
xiv
Kabupaten Bantul saat ini merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu-lintas dan secara umum penyebab kerusakan jalan yang terjadi didaerah Kabupaten Bantul ada berbagai penyebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari perencanaan.
Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode dengan cara diskriptif analisis berdasarkan metode Pavement Condition Index (PCI). Diskriptif berarti survei yang memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat sekarang, keadaan kerusakan perkerasan jalan yang diteliti, sedangkan analisis berati data yang dikumpulkan dan disusun, kemudian dianalisis dengan mengunakan prinsip-prinsip analisis Metode Pavement Condtion Index (PCI).
Hasil penelitian menunjukan bahwa Jenis rata – rata persentase kerusakan pada ruas jalan Imogiri Timur, Bantul antara lain : Retak Buaya 19,42%, Amblas 0,97%, Retak Pinggir 9,7%, Retak Memanjang/Melintang 7,8%, Tambalan 18,5%, Pengausan Agregat 15,5%, Lubang 9,7%, Rusak Perpotongan Rel 0,97%, Alur 0,97%, Patah Slip 0,97 %, Mengembang Jembul 4,8%, Pelepasan Butir 10,7%. Nilai indeks kondisi perkerasan (PCI) rata-rata ruas jalan Imogiri Timur,Bantul,Yogyakarta adalah 48,25 % yang termasuk dalam kategori Sedang (fair) dan mengacu pada matriks PCI untuk jalan lokal, ruas jalan tersebut perlu dilakukan perbaikan
1
A.Latar Belakang Masalah
Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah terutama didaerah Kabupaten Bantul saat ini merupakan permasalah yang sangat kompleks dan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu-lintas, dan lain-lain. Kerugian secara individu tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi global bagi daerah kabupaten Bantul tersebut. Banyak kritik yang telah dikirimkan kepada institusi pemerintah daerah dalam upaya penanganan dan pengelolaan jalan, agar berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi.
Secara umum penyebab kerusakan jalan yang terjadi didaerah Kabupaten Bantul ada berbagai penyebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih pendek dari perencanaan. Perencanaan yang tidak tepat, pengawasaan yang kurang baik dan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana yang ada. Selain itu minimnya biaya pemeliharaan, keterlambatan pengeluaran anggaran serta prioritas penanganan yang kurang tepat juga menjadi penyebab. Panas dan suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek juga sangat mempengaruhi. Oleh sebab itu disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.
Survei kondisi jalan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun non-struktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pemeriksaan non-struktural (fungsional) antara lain bertujuan untuk memeriksa kerataan (roughness), kekasaran (texture), dan kekesatan (skid resistance). Pengukuran sifat kerataan lapis permukaan jalan akan bermanfaat dalam usaha menentukan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.
dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Pemeliharaan jalan merupakan satu upaya untuk menjaga agar jalan tetap dalam keadaan kokoh dan aman, sehingga memberikan keamanan bagi pengemudi yang menggunakan jalan dan dapat memberikan kondisi pelayanan terhadap transportasi yang dapat diandalkan.
B. Rumusan Masalah
Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun kondisi fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan yaitu dengan melakukan survei secara visual yang berarti dengan cara melihat dan menganalisa kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.
C.Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis kerusakan jalan menggunakan metode Pavement condition index ( PCI )
2. Menilai kondisi perkerasan jalan guna mengetahui jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi
3. Menentukan jenis penanganan terhadap kerusakan ruas jalan dengan aturan Bina Marga Tahun 1995.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan bahan rujukan dalam menentukan nilai kondisi perkerasan jalan
2. Menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melanjutkan kajian tentang persoalan kerusakan di Jalan Kabupaten Bantul,Yogyakarta.
4. Menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan tentang penilaian kondisi kerusakan berdasarkan metode Pavement Condition Index
5. Dapat dijadikan penilaian bagi pemerintah daerah pada Jalan Imogiri Timur, Kabupaten Bantul,Yogyakarta.
E. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah dan rumusan masalah maka dibuat batasan-batasan masalah untuk membatasi ruang lingkup masalah, antara lain sebagai berikut :
1. Penulis hanya membahas kondisi kerusakan pada perkerasan jalan lentur (flexible pavement) sebagai dasar penentuan jenis penanganan.
2. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI).
3. Penelitian dilakukan dengan survei kerusakan ruas jalan yang berjarak 4 KM di Jalan Imogiri Timur, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
4. Ruas jalan yang akan ditinjau adalah ruas jalan non bebas hambatan.
4
A.Tinjauan Umum
Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan bagi jalur lalu lintas dan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat utama sebagai berikut
1. Syarat berlalu lintas seperti permukaan jalan tidak bergelombang, tidak melendut, tidak berlubang, cukup kaku, dan tidak mengkilap. Selain itu jalan harus dapat menahan gaya gesekan atau keausan terhadap roda-roda kendaraan.
2. Syarat kekuatan/struktural yang secara keseluruhan perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memikul dan menyebarkan beban lalu lintas yang melintas diatasnya. Selain itu harus kedap air, permukaan mudah mengalirkan air serta mempunyai ketebalan cukup.
Menurut penjelasan peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Jalan No. 34/2006 , Jalan adalah sebagai salah satu prasarana transportasi dalam kehidupan bangsa, kedudukan dan peranan jaringan jalan pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang serta mengendalikan struktur pengembangan wilayah pada tingkat nasional terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-hasil pembangunan serta peningkatan pertanahan dan keamanan Negara.
struktur perkerasan dan kondisi operasional permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim.
Dalam metode PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama yaitu :
a. Tipe kerusakan
b. Tingkat keparahan kerusakan c. Jumlah atau kerapatan kerusakan.
Metode PCI memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saat survei dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa datang. Namun demikian, dengan melakukan survei kondisi secara periodik, informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa datang, selain juga dapat digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.
B. Definisi Dan Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan UU No 22 tahun 2009 adalah :
Tabel 2.1 Pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban
Kelas Jalan Fungsi Jalan Karakteristik kendaraan (m) Muatan Sumbu Terberat (MST)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga, UU 22 tahun 2009
1. Jalan Arteri
a. Jalan arteri primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
b. Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi seefisien, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.
2. Jalan kolektor
Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
a. Jalan kolektor primer
Jalan kelektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
3. Jalan lokal
a. Jalan lokal primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan lingkungan.
b. Jalan lokal sekunder
Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
4. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
Menurut UU no 22 tahun 2009 Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a) Fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b) Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada pada ketentuan di atas terdiri atas:
a. Jalan kelas I
Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.
b. Jalan kelas II
ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
c. Jalan kelas III
Jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
d. Jalan kelas khusus
Jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
1. Pemerintah, untuk jalan Nasional.
2. pemerintah provinsi, untuk jalan Provinsi.
3. pemerintah kabupaten, untuk jalan Kabupaten
4. pemerintah kota, untuk jalan Kota.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas: 1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusibarang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan ( UU 22 tahun 2009) .
a. Jalan arteri primer
b. Jalan kolektor primer
Ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga yang ada di bawah pengaruhnya.
c. Jalan lokal primer
Ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil,kota jenjang kedua dengan persil serta ruas jalan yang menghubungkankota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada di bawahpengaruhnya sampai persil.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder :
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan (UU 22 tahun 2009).
a. Jalan arteri sekunder
Ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
b. Jalan kolektor sekunder
Ruas jalan yang menghubungkan kawasan kawasan sekunder kedua yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder ketiga.
c. Jalan lokal sekunder
Ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai keperumahan
C. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen dan tanah liat. Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:
1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement)
Kontruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Perkerasan lentur (flexibel pavement) merupakan perkerasan yang terdiri atas beberapa lapis perkerasan. Susunan lapisan perkerasan lentur secara ideal antara lain lapis tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan permukaan (surface course).
Susunan perkerasan jalan yang digunakan pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan diatas tanah dasar (sub grade) seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Susunan Perkerasan Lentur Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
2. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan yang terletak pada bagian paling atas dari struktur perkerasan lentur. Lapisan permukaan terdiri dari dua lapisan yakni :
a. Lapisan teratas disebut lapisan penutup (Wearing course) b. Lapisan kedua disebut lapisan pengikat (Blinder Course)
lebih baik dari pada lapisan pengikat. Lapisan aspal merupakan lapisan yang tipis tetapi kuat dan bersifat kedap air.
Adapun fungsi dari lapisan permukaan tersebut adalah :
1. Sebagai bagian dari perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban-beban roda kendaraan yang melintas diatasnya.
2. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.
3. Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
4. Sebagai lapisan yang menyebarkan beban kebagian bawah (struktural), sehingga dapat dipikul oleh lapisan yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
3. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas adalah bagian dari perkerasan terletak antara lapisan permukaan dan lapisan pondasi bawah.
Adapun fungsi dari lapisan pondasi atas adalah :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.
b. Sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan.
4. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisanpondasi atas dan lapisan tanah dasar (sub grade).
Adapun fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah :
b. Untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya, untuk menghemat biaya. c. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi. d. Sebagai lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
e. Sebagai lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan pondasi atas.
5. Lapisan Tanah Dasar (SubGrade)
Lapisan tanah dasar adalah merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan tentang tanah dasar adalah :
1. Perubahan bentuk tetap (deformation) permanen dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air yang terkandung didalamnya
3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah yang berbeda sifat dan kedudukannya atau akibat pelaksanaannya
4. Perbedaan penurunan akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tetap Kriteria tanah dasar (subgrade) yang perlu dipenuhi adalah :
a. Kepadatan lapangan tidak boleh kurang dari 95% kepadatan kering maksimum dan 100% kepadatan kering maksimum untuk 30 cm langsung dibawah lapis perkerasan.
b. Air Voids setelah pemadatan tidak boleh lebih dari 10% untuk timbunan tanah dasar dan tidak boleh lebih dari 5% untuk lapisan 60 cm paling atas. c. Pemadatan dilakukan bila kadar air tanah berada dalam rentang kurang 3%
sampai lebih dari 1% dari kadar air optimum (AASHTO T99)
6. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement),
dengan batuan. Bahan ikat semen portland digunakan untuk lapis permukaan yang terdiri atas campuran batu dan semen (beton) yang disebut slab beton. Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan
Gambar 2.2. Lapis perkerasan kaku (Rigid Pavement ) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Karena beton akan segerah mengeras setelah dicor dan pembuatan beton tidak dapat menerus maka pada perkerasan ini terdapat sambungan-sambungan beton. Pada perkerasan ini juga slab beton akan ikut memikul beban roda, sehingga kualitas beton sangat menentukan kualitas pada rigid pavement
7. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement),
Gambar 2.3. Lapis perkerasan komposit (Composite Pavement) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Perkerasan lentur Perkerasan kaku
1 Bahan pengikat Aspal Semen
2 Repetisi beban Timbul Rutting (lendutan pada jalur roda)
Timbul retak-retak pada permukaan
3 Penurunan tanah dasar Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
Bersifat sebagai balok diatas perletakan
4 Perubahan temperatur Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil
Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung
D.Penyebab Kerusakan Perkerasan
Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah .
a. Lalu lintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik.
d. Iklim Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh system pelaksanaan yang kurang baik atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang kurang bagus
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling berhubungan. (Sukirman,1992)
E. Penelitian Terdahulu
Sepanjang pengetahuan penulis Tugas Akhir dengan judul “Analisa
Kerusakan Lapis Permukaan Jalan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (PCI) dengan studi kasus jalan imogiri timur ,bantul,yogyakarta . Belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga penelitian ini dapat diharapkan dapat menjadi referansi baru yang bermanfaat bagi semuanya. Penelitian sejenis pernah ditulis oleh penulis sebelumya.
sebanyak 83.44% pada jalur 2, sedangkan kerusakan lainnya yang cukup signifikan adalah kerusakan alligator cracking sebanyak 28,26% pada jalur 1 dan sebanyak 9.59% pada jalur 2. Dengan prioritas penanganan pertama dilakukan pada unit sampel penelitian dengan nilai PCI terkecil, yaitu Nomor 23B dengan nilai PCI sebesar 22 (rating verry poor) pada jalur 1. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Margareth Evelyn Bolla (2011),yang
berjudul ”Perbandingan Metode Bina Marga Dan Metode Pavement Condition Index (PCI) Dalam Penilaian ,Kondisi Pekerjaan jalan (Studi Kasus Ruas Jalan Kaliurang ,Kota Malang”. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI) dan Bina marga dengan Jenis kerusakan yang dapat ditemukan pada ruas Jalan Kaliurang antara lain pelepasan butir, kekurusan, kegemukan, lubang dan tambalan, retak (memanjang, melintang, acak, dan kulit buaya), alur, amblas, serta deformasi plastis (sungkur dan keriting).dan Hasil penilaian kondisi ruas jalan Kaliurang dengan metode Bina Marga dan metode PCI ternyata menghasilkan penilaian yang relatif sama, yaitu kondisi ruas jalan tersebut masih dalam kondisi wajar namun memerlukan pemeliharaan dan perbaikan.
17
A. Existing Condition Dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan dijalan Imogiri Timur, Kabupaten Bantul yang berprovinsi daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang yang berjarak 4 KM. Dimana kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tersebut tidak berbanding lurus dengan sisa umur rencana. Hal ini dianggap penting guna mengevaluasi efektifitas pelaksanaan reabilitas yang selama ini telah dilakukan disegmen-segmen ruas jalan tempat dimana penelitian dilakukan. Lokasi Penelitian ini terletak di jalan Imogiri Timur,Bantul ,Yogyakarta.
Gambar 3.1. Lokasi penelitian
Sumber : google earth
B. Jenis-Jenis kerusakan Perkerasan Jalan
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut :
1. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)
Kemungkinan penyebab :
Bahan perkerasan atau kualitas material yang kurang baik sehingga
menyebabkan perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).
Pelapukan aspal.
Penggunaan aspal kurang.
Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan.
Lapisan bawah kurang stabil.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L
Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal
M
Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti gompal ringan.
H
Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.3Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
2. Kegemukan (Bleeding)
Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal pada suatu tempat tertentu di permukaan jalan. Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi temperatur permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalu lintas yang berat, akn terlihat jejak bekas ’bunga ban’ kendaraan yang melewatinya. Hal ini juga akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan akan menjadi licin.
Kemungkinan penyebab utama :
Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan.
Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai. Dan Akibat dari keluarnya
aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal.
Gambar 3.5Kegemukan (Bleeding)
Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.2
Tabel3.2Tingkatkerusakanperkerasanaspal,identifikas kerusakan Retak Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L
Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan
M
Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun.
H
Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat pada sepatu dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)
Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan jalan. Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan pola retakan perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm x 200 mm.
Kemungkinan penyebab :
Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan di bawahnya.
Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar sebelum
Perbedaan penurunan dari timbunan atau pemotongan badan jalan dengan
struktur perkerasan.
Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar.
Adanya akar pohon atau utilitas lainnya di bawah lapis perkerasan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi Retak Kotak-kotak (Block Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Retak rambut yang membentuk kotak-kotak besar
M Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut
H Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak
dengan celah besar Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.6Deduct value Retak Kotak-Kotak Sumber : ASTM internasional,2007
4. Cekungan (Bumb and Sags)
Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan perkerasan tidak stabil. Bendul juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC. b. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung).
c. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai retakan yang ditambah dengan beban lalu lintas (kadang-kadang disebut tenda).
Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan mementuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada area yang lebih luas dengan banyaknya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan biasa disebut gelombang.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.4
Tabel 3.4 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Cekungan (Bumb and Sags)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Cekungan dengan lembah yang kecil.
M
Cekungan dengan lembah yang kecil yang disertai dengan retak.
H
Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah yang agak lebar
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.9Cekungan (Bumb and Sags) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
5. Keriting (Corrugation)
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples.bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman kendaraan.
Kemungkinan penyebab :
Stabilitas lapis permukaan yang rendah.
Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti digunakannya
agregat yang berbentuk bulat licin.
Terlalu banyak menggunakan agregat halus.
Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.
Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang
menggunakan aspal cair).
Gambar 3.11 Keriting (Corrugation) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.5
Tabel 3.5 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Keriting (Corrugation)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Lembah dan bukit gelombang yang kecil.
M
Gelombang dengan lembah gelombang yang agak dalam
H
Cekungan dengan lembah yang agak dalam disertai dengan retakan dan celah yang agak lebar.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
6. Amblas (Depression)
Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu (setempat) dengan atau tanpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air.
Kemungkinan penyebab :
Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.
Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar.
Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.
Tabel 3.6 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan reatak Amblas (Depression)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman maksimum ambles ½ - 1 in.(13 – 25
mm)
M Kedalaman maksimum ambles 1 – 2 in. (25 – 51 mm)
H Kedalaman ambles > 2 in. (51 mm) Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.12Deduct Value Amblas Sumber : ASTM internasional,2007
7. Retak Pinggir (Edge Cracking)
Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan juga biasanya berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6 m) dari pinggir perkerasan. Ini biasa disebabkan oleh beban lalu lintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantara area retak pinggir perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang lunak dan kadangkadang pondasi yang bergeser.
Kemungkinan penyebab :
Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).
Drainase kurang baik.
Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan.
Konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.7
Tabel 3.7 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan Retak Pinggir (Edge Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa
pecahan atau butiran lepas.
M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan
butiran lepas
H Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.15 Retak Samping Jalan (Edge Cracking) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
8. Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)
Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berbeda di bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal atau membentuk blok.
Kemungkinan penyebab :
Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang
timbul akibat ekspansi dan konstraksi saat terjadi perubahan temperatur atau kadar air.
Gerakan tanah pondasi.
Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
Gambar 3.17 Retak Sambung (Joint Reflec Cracking) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.8
Tabel 3.8 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L
Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in. (10 mm) 2. Retak terisi sembarang lebar ( pengisi kondisi bagus).
M
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 - 76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in.
(76 mm) dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan
H
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi. 2. Retak tak terisi lebih dari 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan)
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
9. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)
Kemungkinan penyebab :
Lebar perkerasan yang kurang.
Material bahu yang mengalami erosi atau penggerusan.
Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan
pembentukan bahu.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.9
Tabel 3.9 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu
jalan 1 – 2 in. (25 – 51 mm)
M Beda elevasi > 2 – 4 in. (51 – 102 mm).
H Beda elevasi > 4 in. (102 mm).
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.18Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 3.19 Pinggiran Jalan Turun Vertikal
10. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking) Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya yaitu, retak memanjang dan melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah.
Kemungkinan penyebab :
Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan di bawahnya.
Lemahnya sambungan perkerasan.
Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume
akibat pemuaian lempung pada tanah dasar.
Sokongan atau material bahu samping kurang baik.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.10
Tabel 3.10 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 in. (10 mm), atau 2. Retak terisi sembarang lebar ( pengisi kondisi
bagus).
M
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10-76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in.
(76 mm) dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar dikelilingi retak agak acak.
H
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang sampai tinggi.
2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah.
Gambar 3.20Deduct Value Retak Memanjang/Melintang Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 3.21Retak Memanjang/Melintang Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
11. Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material yang baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan adalah pertimbangan kerusakan diganti dengan bahan yang baru dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya. Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan yang rusak pada badan jalan tersebut.
Kemungkinan penyebab :
Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.
Penggalian pemasangan saluaran atau pipa.
Tabel 3.11 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.
Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
M Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan
kendaraan agak terganggu.
H Tambalan sangat rusak dan/atau kenyamanan
kendaraan sangat terganggu. Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.22Deduct Value Tambalan Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 3.23Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
12. Pengausan Agregat (Polised Agregat)
pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistence test adalah rendah.
Kemungkinan penyebab :
Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.
Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan hasil
dari mesin pemecah batu).
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.12
Tabel 3.12 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Pengausan Agregat (Polised Agregat)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Agregat masih menunjukan kekuatan
M Agregat sedikit mempunyai kekuatan.
H Pengausan tanpa menunjukan kekuatan
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.25Pengausan Agregat (Polised Agregat) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
13. Lubang (Pothole)
Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).
Kemungkinan penyebab :
Kadar aspal rendah.
Pelapukan aspal.
Penggunaan agregat kotor atau tidak baik.
Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.
Sistem drainase jelek.
Merupakan kelanjutan daari kerusakan lain seperti retak dan pelepasan butir.
Gambar 3.27Lubang (Pothole) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.13
Tabel 3.13 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Lubang (Pothole)
L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau di seluruh kedalaman M : Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman
H : Penambalan di seluruh kedalaman
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
14. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
Kemungkinan penyebab :
Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antarapermukaan
perkerasan dengan permukaan rel.
Pelaksanaan pekerjaan atau pemasangan rel yang buruk.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.14
Tabel 3.14 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm). M Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm).
H Kedalaman >1 inch (>25 mm). Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.28Deduct Value Rusak Perpotongan Rel Sumber : ASTM internasional,2007
15. Alur (Rutting)
Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah
longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan
roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur.
Kemungkinan penyebab :
Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu lintas.
Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.
Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehingga
terjadi deformasi plastis.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.15
Tabel 3.15 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Alur (Rutting)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Kedalaman alur rata-rata
¼ - ½
in. (6 – 13 mm)M Kedalaman alur rata-rata
½
- 1 in. (13 – 25,5 mm)H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.31Alur (Rutting) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
16. Sungkur (Shoving)
Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat ketika menerima beban dari kendaraan.
Kemungkinan penyebab :
Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.
Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai.
Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan.
Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.
Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.16
Tabel 3.16 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Sungkur (Shoving)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Sungkur menyebabkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan
M Sungkur menyebabkan cukup gangguan
kenyamanan kendaraan.
Gambar 3.32Deduct Value Sungkur Sumber : ASTM internasional,2007
\
Gambar 3.33 Sungkur (Shoving) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
17. Patah Slip (Slippage Cracking)
Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah bulan yang disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau meluncur merusak bentuk lapisan perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran lapisan perkerasan yang rendah dan jelek.
Kemungkinan penyebab :
Lapisan perekat kurang merata.
Penggunaan lapis perekat kurang.
Penggunaan agregat halus terlalu banyak.
Lapis permukaan kurang padat
Tabel 3.17 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Patah Slip (Slippage Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Retak rata-rata lebar < 3/8 in. (10 mm)
M
Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Retak rata-rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38 mm).
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-pecahan terikat.
H
Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Retak rata-rata > ½ in. (>38 mm).
2. Area di sekitar retakan, pecah ke dalam pecahan-pecahan mudah terbongkar.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.34Deduct Value Patah Slip Sumber : ASTM internasional,2007
\\
Gambar 3.35Patah Slip (Slippage Cracking) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
18. Mengembang Jembul (Swell)
(10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.18
Tabel 3.18 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Mengembang Jembul (Swell)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan
M Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang kecil.
H Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang
besar
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.36Deduct Value Mengembang Jembul Sumber : ASTM internasional,2007
Gambar 3.37 Mengembang Jembul (Swell)
19. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)
Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar.
Kemungkinan penyebab :
Pelapukan material pengikat atau agregat.
Pemadatan yang kurang.
Penggunaan material yang kotor.
Penggunaan aspal yang kurang memadai.
Suhu pemadatan kurang.
Tingkat kerusakan perkerasan untuk hitungan PCI dan identifikasi kerusakan dalam Tabel 3.19
Tabel 3.19 Tingkat kerusakan perkerasan aspal, identifikasi kerusakan retak Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
L Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat.
M Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas H Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat
lepas dengan membentuk lubang-lubang kecil. Sumber : Shahin(1994)/ Hardiytamo, H.C, (2007)
Gambar 3.39Pelepasan Butir (Weathering/Raveling) Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983
C. Metode Pavement Condition Index (PCI)
1. Istilah-istilah dalam Hitungan PCI
Dalam hitungan PCI, maka terdapat istilah-istilah sebagai berikut ini.
a. Kerapatan (Density)
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, dalam sq.ft atau dalam feet atau meter. Dengan demikian, kerapatan kerusakan dapat dinyatakan oleh persamaan
Density =
ad as
x %100 ...(3,1)
Atau Density =
ld as
x %100 ...(3.2)
dimana:
Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2) Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) A s = Luas total unit segmen (m2)
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
b. Menentukan Nilai Deduct Value
c. MenjumlahNilai (Total Deduct Value, TDV)
Total Deduct Value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau dijumlah sehingga diperoleh Total Deduct Value (TDV)
d. Mencari Nilai q
Syarat untuk menentukan nilai q ditentukan oleh jumlah nilai deduct value individual yang lebih besar dari 5 pada setiap segmen ruas jalan yang diteliti.
e. Nilai (Corrected Deduct Value, CDV)
Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai deduct value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada gambar grafik CDV yang dapat dilihat pada gambar 3.1 pada halaman berikutya sesuai dengan nilai q yang diperoleh.
Nilai pengurang terkoreksi atau CDV diperoleh dari kurva hubungan antara nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih kurva yang sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi (Highest Deduct Value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individual yang tertinggi.Nilai CDV dapat ditentukan dari grafik hubungan seperti yang disajikan pada gambar 3.40