ANALISIS PENGERINGAN ABSORPSI DENGAN
KA,PUR API PADA PENGERINGAN LADA HlTAM
OLEH
:
NUR WULANDARI
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
NUR W'ULANDARI. Analisis Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api pada
Pengerir~gan Lada Hitam. Dibimbing oleh SOEWARNO T. SOEKARTO dan
PURWIYATNO HARIYADI.
Proses pengeringan lada hitam memerlukan metode pengeringan dengan suhu yang rendah tetapi dengan waktu pengeringan yang singkat, yaitu dengan proses pengeringan absopsi menggunakan absorben kapur api.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui kapasitas dan profil pengeringan absorpsi pada lada; (2) mengetahui efisiensi energi pada proses pengeringan absorpsi pada lada; dan (3) membuat kurva isotermi sorpsi lada dan ca(0H)~.
Proses pengeringan lada dilakukan di dalam lemari pengering absorpsi. Percobatan pengeringan dilakukan dengan menggunakan perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) sebesar 0.5, 1, 2, 5 dan 20.
Selama proses pengeringan lada secara absorpsi, suhu ruang pengering absorpsi sekitar 2g°C, sedangkan RH ruang pengering absorbsi tidak konstan.
Dengan menggunakan R 2, R 5, dan R 20, lada berhasil dikeringkan
sampai Icadar air target 12% basis basah (bb). Semakin besar tingkat R, waktu pengeringan semakin singkat yaitu berturut-turut 89, 92.3, dan 119.5 jam untuk R
20, R 5, dan R 2. Penggunaan R 0.5 dan R 1 tidak mampu mengeringkan lada dan
lada mengalami pembusukan.
Terdapat hubungan laju pengeringan dengan fraksi air terikat pada lada. Fase 2 rnerupakan fase pengeringan air bebas. Periode A dan fase 3 merupakan
fase pengeringan air terikat tersier. Sedangkan periode B dan fase 4 merupakan
fase pengeringan air terikat sekunder, tetapi beium mampu mengeringkan air terikat primer.
Kebutuhan kapur api secara teoritis adalah : CaO sebanyak 1.65 kali berat
lada atau kapur api sebanyak 1.85 kali berat lada. Proses pengeringan dengan R 2 memiliki efisiensi ekonomis dan teknologis yang tinggi.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
:
ANALISIS PENGERSNGAN ABSORPSI DENGAN KAPUR API
PADA PENGERINGAN LADA HITAM
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikwikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2002
NUR WULANDARI
ANALISIS PENGERINGAN ABSORPSI DENGAN
KAPUR API PADA PENGERINGAN LADA HlTAM
OLEH
:
NUR
WULANDARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoteh gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Pangan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judu~l Tesis : Analisis Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api pada Pengeringan Lada Hitam
Nama : Nur Wulandari
NRP : 98151
Program Studi : llmu Pangan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Soewamo T. Soekarto, MSc Ketua
Mengetahui,
2. Kletua Program Studi llmu Pangan 3. Direktur Program Pascasa jana
Prof. Dr. Ir. Bettv Sri Laksmi Jenie, MS
0
6
JUN2002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 Oktober 1974, sebagai putri pertama dari pasangan Drs. Tuwun dan Sutiyah. Kini penulis telah menikah dengan Eddy Fadillah Safardan.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakiultas Teknologi Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi ke Program Pasca Sajana lnstitut F'ertanian Bogor, pada Program Studi llmu Pangan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister ini diperoleh dengan bantuan beasiswa dari
Proyek URGE Batch V.
Alhamdulillaahi robbil alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S\NT atas karunia dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyele~~aikan tugas akhir karya ilmiah ini. Tema yang dipilih pada tesis ini adalah mengenai Analisis Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api pada Pengeringan Lada Hitam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah rnembantu pelaksanaan, penulisan, dan penyelesaian tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Soewamo T. Soekarto, MSc dan Dr. Ir. Puwiyatno Hariyadi, MSc sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan dorongan, bantuan tlan bimbingan selama penelitian dan penulisan tesis.
Terima kasih juga kepada Proyek URGE Batch V yang telah memungkinkan
penulis itntuk melanjutkan pendidikan ke strata
S2,
Balai Penelitian Tanaman Rernpah dan Obat, Wgor yang telah mernbantu penyediaan lada basah, juga Pusat Penelitiarl Tanah dan Agroklimat yang telah membantu pelaksanaan analisis kapur api.Banyak pihak yang telah membantu penulis di dalam pelaksanaan penelitian seperti Mas Aris, Pak Udin, Devi, Rohmah, Eko, Susan, Fajar dan Yane yang telah
menemar~i penulis selama lembur di malam hari; Pak Yahya, Pak Sobirin, dan Pak
Kama yang telah meminjamkan alat-alat penelitian; serta semua pihak di Jurusan TPG dan PAU Pangan dan Gizi; terima kasih atas bantuannya. Juga kepada rekan- rekan penulis di PS llmu Pangan, terima kasih atas ke rjasama serta kekompakannya selama rr~enjalani studi.
Uligkapan terimakasih juga ingin penulis sampaikan pada Bapak-lbu di Bandung dan Depok beserta saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungarl semangat kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir. Juga terima kasih yarlg tak terhingga kepada suamiku tersayang Mas Fadhil, atas kasih sayang, dukungan, bantuan, dan pengertiannya, sehingga membuat hari-hari penulis penuh dengan kebahagiaan.
Semoga semuanya mendapat balasan dari Allah SWT.
Bogor, Juni 2002
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR IS1 I
...
DAFTAR TABEL iv
...
DAFTARGAMBAR vii
...
I
.
PENDAHULUAN...
A . LATAR BELAKANG
...
B
.
TU.IUAN DAN MANFAAT PENELlTlAN...
II
.
TlNJAllAN PUSTAKAA
.
LAD. 4...
.
...
1 'ranaman Lada
...
2
.
Komoditas Lada3
.
M a t Buah Lada Hitam...
4 . Pengolahan Lada Hitam...
...
5 . FJlutu Lada Hitam dan Standarisasinya
B
.
PENlGERINGAN...
...
1
.
iPrinsip dan Mekanisme Pengeringan2
.
Model Fisik Pengeringan...
. Model fisik pengeringan lapis tebal...
19 . Model fisik pengeringan lapis tipis...
...
3
. .
Jenis Alat PengeringC
.
KESETIMBANGAN AIR DAN ISOTERMI SORPSI AIR...
.
...
1 Kesetimbangan Air
2 . Aktivitas Air
...
.
...
3 lsoterrni Sorpsi Air4
.
Kesetimbangan Air dalam Proses Pengeringan...
...
D
.
LAJ U PENGERINGAN1
.
I-aju Pengeringan Konstan...
2 . I-aju Pengeringan Menurun...
E . MODEL MATEMATIK LAJU PENGERINGAN LAPIS TlPlS
...
...
.
1 Model Matematik Laju Pengeringan Konstan
...
.
2 Model Matematik Laju Pengeringan Menurun
...
F . PENGERINGAN ABSORPSI
.
1 f2rinsip Pengeringan Absorpsi
...
...
.
2 Karakteristik Kapur Api
3 . Eznergi Panas dari Kapur Api
...
4
.
Aplikasi Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api...
5.
tceunggulan Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api...
...
....
Ill . BAHAN DAN METODE 34
A . BAHAN DAN ALAT ... 34 1
.
Bahan...
34 2.
Peralatan...
35...
3
.
Konstruksi Alat Pengering Absorpsi 35...
B . PEfRSlAPAN UJI.
...
1 Persiapan Kapur Api
2
.
Persiapan Buah Lada Segar yang Akan Dikeringkan...
...
3
.
Persiapan Lemari Pengering Absorpsi...
.
4 Pendekatan Masalah
a
.
Kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi panas...
...
b
.
Reaksi antara kapur api dan uap air...
c
.
Reaksi pelepasan energi oleh kapur api...
C
.
MtITODE PERCOBAAN.
...
Percobaan 1 Kapasitas dan Profi Pengeringan Absorpsi pada Lada a
.
Profil perubahan suhu selama pengeringan absorpsi...
b.
Profil perubahan RH ruang pengering selama pengeringanabsorpsi
...
...
c
.
Profil proses pengeringan lada secara absorpsi...
.
d Profil perubahan berat kapur api
...
.
e Penurunan kadar minyak atsiri lada
.
Pe!rcobaan 2 Efisiensi Energi Kapur Api
...
.
...
Perwbaan 3 Kesetimbangan lsotermi Sorpsi
a
.
Kesetimbangan isotermi sotpsi lada...
...
b . Kesetimbangan isotermi sorpsi Ca(OH)*
D . ME:TODE PENGAMATAN
...
461 . Pengukuran Kadar Air Lada dengan Metode Destilasi
(AOAC 1995)
...
462
.
Pengukuran Kadar Minyak Atsiri Rempah-Rempah (AOAC 1995)..
473 . Pengukuran Kadar CaO dengan Atomic Absorption
...
Spectrophotometer (AAS) (Basset et a1
.
1978) 484 . Pengukuran Kadar CaO Secara Fisik (Metode Hasil Modifikasi
...
Penulis) 48
...
IV
.
HASIL . DAN PEMBAHASAN 50A
.
PEiRSlAPAN PROSES PENGERINGAN LADA SECARA ABSORPSI . 501 . Kondisi Lada Basah
...
50 2 . Kondisi Kapur Api...
50 3 . Persiapan Lemari Pengering Absorpsi...
52B . PF!OFIL SUHU SELAMA PENGERINGAN ABSORPSI
...
531
.
Profil Suhu Ruang Pengering Absorpsi...
53 2.
Profil Suhu Kapur Api...
563
.
Pengaruh R terhadap Profil Suhu Ruang Pengering dan SuhuC . PROFIL KELEMBABAN RELATIF SELAMA PENGERINGAN ... ABSORPSI
I
.
Kalibrasi Higrometer...
2 . Profil RH Selama Pengeringan Absorpsi
...
3 . Pengaruh R terhadap Pmfil RH Selama Pengeringan Absorpsi
...
4 . Pengaruh Profil RH terhadap Kinerja Proses Pengeringan Absorpsi
D . PROSES PENGERINGAN LADA SECARA ABSORPSI
...
1
.
Profil Penurunan Kadar Air Lada Selama Pengeringan Absorpsi....
2 . Lama Pengeringan
...
3
.
Pengaruh R terhadap Kapasitas Pengeringan Lada dan Sifat Lada...
Kering
...
E
.
ISOTERMI SORPSI DAN ANALISIS AIR TERIKAT PADA LADA1
.
Kadar Air Kesetimbangan Lada...
2
.
Kurva lsotermi Sorpsi Lada...
3.
Air Terikat pada Lada...
a
.
Air terikat primer...
b . Air terikat sekunder...
c.
Air terikat tersier...
d.
Air terikat primer, sekunder dan tersier pada lada...
F
.
ANALISA LAJU PENGERINGAN...
1.
Analisa Penurunan Kadar Air Lada terhadap Waktu Pengeringan....
2
.
Analisa Laju Momental (Laju Pengeringan terhadap WaktuPengeringan)
...
2 . Analisa Laju Fraksial (Laju Pengeringan terhadap Kadar Air)...
3.
Kaitan Laju Pengeringan dengan Fraksi-Fraksi Air...
G . PEZRUBAHAN KAPUR API SELAMA PENGERINGAN
...
1
.
Profil Perubahan Berat Kapur Api...
2 . Peqgaruh R terhadap Profil Perubahan Berat Kapur Api
...
3 . Kadar CaO pada Awal dan Akhir Pengeringan
...
4.
Pengaruh R terhadap Kadar CaO yang Tersisa...
5
.
lsoterrni Sorpsi Ca(OH)2...
H . EF:ISIENSI ENERGI SELAMA PENGERINGAN ABSORPSI
...
1 . Kebutuhan Kapur Api Secara Teoritis
...
2 . Kesetimbangan Air Selama Pengeringan Absorpsi...
...
3
.
Kesetimbangan Energi Selama Pengeringan Absorpsi4 . Pengaruh R terhadap Efisiensi Energi
...
I
.
MIN'YAK ATSlRl LADA...
...
1 . Perubahan Minyak Atsiri Lada Selama Pengeringan
...
2 . Pengaruh R terhadap Kadar Minyak Atsiri Lada
DAFTAR TABEL
[image:168.575.74.495.121.780.2]Halaman
...
Tabel 1. Susunan kimiawi lada hitam* 7
Tabel 2. Standar mutu lada hitam (SNI 01
-
0005-
1995)*...
10Tabel 3. Ejerbagai larutan garam jenuh dan RH yang dihasilkannya pada suhu
28°C untuk penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi air dan kalibrasi higrometer
...
45 Tabel 4. Data suhu ruang, suhu kapur api dan RH proses pengeringanabsorpsi pada berbagai tingkat
R
...
54Tabel 5. Kelembaban relatif higrometer yang dikalibrasi dengan laruran garam jenuh pada suhu 28OC
...
61 Tabel 6. RH minimum, waktu penyetimbangan, dan kadar air akhir lada,pada pengeringan lada secara absorpsi dengan berbagai tingkat R... 66
Tabel 7. Data pengamatan kadar air lada (% bk) selama pengeringan absorpsi
dengan betbagai tingkat R ... 68
Tabel 8. L.ama pengeringan lada dengan metode absorpsi untuk mencapai
kadar air aman 12% bb pada berbagai tingkat R, dan waktu pengeringan dengan metode penjemuran
...
70 Tabel 9. Kadar air dan kondisi lada pada akhir proses pengeringanabsorpsi dengan berbagai tingkat R ... 72 Tabel 10. Kadar air kesetimbangan lada hitam bubuk secara absorpsi dan
desorpsi pada suhu 28°C pada berbagai RH, dan hasil ekstrapolasi visual pada RH 100% ... 75 Tabel 11. Perhitungan air terikat primer pada lada hitam bubuk dengan model
BET ... 77
Tabel 12. Perhitungan air terikat sekunder lada hitam bubuk dengan model
analisis logaritma
...
80 Tabel 13. Parameter isotermi sorpsi dan fraksi air terikat pada lada hitam...
bubuk secara absorpsi dan desorpsi pada suhu 28OC 83
Tabel 14. Nilai slope penurunan kadar air terhadap waktu (- dM/dt)
pada pengeringan lada secara absorpsi dengan berbagai tingkat R. 84
Tabel 15. Hasil analisa regresi laju pengeringan dengan model matematika pengeringan lapis tipis pada pengeringan lada secara absorpsi
dengan berbagai tingkat R
...
90Tabel 17. Data perubahan berat kapur api selama pengeringan lada secara
absorpsi dengan berbagai tingkat R ... 97
Tabel 18. Perkiraan kadar CaO tersisa dengan metode pengukuran fisik selama pengeringan lada secara absorpsi dengan berbagai tingkat R dan waktu proses 6 hari
...
101Tabel 19. Kadar air kesetimbangan Ca(OH)* pada suhu 28°C
...
104 Tabel 20. Data kesetimbangan air dan persentase air yang dilepas lada selamapengeringan absorpsi dengan tingkat R 2
...
108 Tabel 21. Data kesetimbangan energi dan efisiensi energi terpakai selamapengeringan absorpsi dengan tingkat R 2
...
1 11 Tabel 22. Perhitungan kesetimbangan energi dan efisiensi energi selamapengeringan lada secara absorpsi dengan berbagai tingkat R sampai
kadar akhir pengeringan
...
1 15 Tabel 23. Perhitungan kesetimbangan energi dan efisiensi energi selamapengeringan lada secara absorpsi dengan berbagai tingkat R sampai batas kadar akhir aman untuk penyimpanan (1 2% bb)
...
1 15 Tabel 24. Penurunan kadar minyak atsiri lada pada metode pengeringanabsorpsi dengan berbagai tingkat R, metode pengovenan dan
...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 'I. Tanaman lada dan bagian-bagiannya (Purseglove et a/. 1981)
...
5Gambar 2. Penampang melintang buah lada hitarn (Aksi Agraris Kanisius 1988) .
.
. . ..
. . . ..
.. . .
. . .. .
. . ..
. . ..
..
. . ..
.. . .
.. .
..
..
. . . ..
. .. . ..
. ..
. 7Gambar :3. Alokasi komponen khusus yang terdapat pada lada hitarn (Aksi Agraris Kanisius 1988)
.
...
..
...
...
...
.. ...
. . .
... . .
8 GambarrF. Proses pindah panas dan massa selarna pengeringan bahanpangan (Aguilera dan Stanley 1990).
. . . .
..
. ..
. . ..
. . ..
. ..
. . ..
. . ..
..
. 12 Gambar !j. lsotermi sorpsi air (Fellows 1992)...
.. .
...
..
...
..
.
. . . ....
.
.
..
18Gambar fj. Kurva hubungan kadar air terhadap waktu (Rizvi 1995) ... 20
Gambar 7. Kurva laju pengeringan pada bahan padat (Rizvi dan Mittal 1992). 20
Gambar 8. Kurva perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan biji-bijian (Henderson dan Peny 1976) ...
. ...
....
...
...
. ... . . ....
.. .
26 Gambar $3. Kurva lsotermi Sorpsi air CaO pada suhu 30°C (Fuadi 1999)...
28 Garnbar '10. Konstruksi alat pengering absorpsi (Halirn 1995)...
32Gambar *I I. Konstruksi alat pengering absorpsi dengan penimbangan di
dalam
...
36Gambar '12. Lada segar varietas Lampung Daun Lebar yang siap dikeringkan 51
Garnbar '13. Kapur api sebagai absorben pada proses pengeringan absorpsi . 52
Gambar '14. Profil suhu ruang pengering absorpsi selama pengeringan lada
secara absorpsi pada berbagai tingkat R
...
:..
54 Gambar '15. Profil suhu kapur api selama pengeringan lada secara absorpsipada berbagai tingkat R
... ...
56Gambar '16. Profil suhu ruang pengering absorpsi dan suhu kapur api selama
pengeringan lada secara absorpsi dengan tingkat R 0.5 dan R 20 59 Gambar '17. Kurva kalibrasi RH pada higrometer rambut sintetik Der Grune
Punkt, Jerman yang dikalibrasi dengan larutan garam jenuh
...
62Garnbar '18. Profil kelembaban relatif ruang pengering absorpsi selama pengeringan dengan berbagai tingkat R ... 63 Gambar '19. Profil penurunan kadar air lada (% bk) selama pengeringan
absorpsi dengan berbagai tingkat R
...
67Gambar ;!O. Kurva isotermi absorpsi desorpsi lada hitam bubuk dengan
vii
Gambar ;!I. Plot isoterrni BET dari kurva isotermi absorpsi dan desorpsi lada hitam bubuk ... 78 Gambar
;!2.
Bentuk linier dari isotermi sorpsi lada hitam bubuk, terdiri dari airterikat sekunder dan air terikat tersier
...
81 Gambar23.
Profil penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan ladasecara absorpsi dengan berbagai tingkat R
...
85Gambar 24. Laju pengeringan terhadap waktu pengeringan, suhu, dan RH,
...
pada pengeringan lada secara absorpsi dengan tingkat R 20 87
Gambar25. Kurva laju pengeringan absorpsi lada terhadap waktu
...
pengeringan, pada berbagai tingkat R 88
Gambar 26. Profil penurunan kadar air, suhu dan RH proses pengeringan lada
secara absorpsi dengan tingkat R 5
...
92Gambar
27.
Kurva laju pengeringan (dMIdt) terhadap kadar air lada pada prosespengeringan absorpsi dengan tingkat R 5
...
93Gambar 28. Profil perubahan berat kapur api selama pengeringan lada secara
absorpsi dengan berbagai tingkat R 96
Gambar 29. Hubungan antara R dengan kadar CaO yang tersisa pada akhir
...
pengeringan lada secara absorpsi 102
Gambar30. Kurva isotermi sorpsi Ca(OH)* pada suhu 28°C dan hasil ekstrapolasi rnenggunakan persamaan polinomial pada a, I
...
1 05 Gambar 31. Profil kesetimbangan air dan persentase air yang dilepas ladaselama pengeringan lada seqira absorpsi dengan tingkat R 2 109 Gambar 32. Profil kesetimbangan energi dan efisiensi energi terpakai selama
pengeringan lada secara absorpsi dengan tingkat R 2 ... 1 12 Gambar 33. Efisiensi energi terpakai dan potensial pada proses pengeringan
DAFTAR SIMBOL
A a, aw a , awi B bk bb b/b C D ERH FP H HO hr, K g KY K I M Ma Mc Me Mo M PMs Mt m ms N N a Pb Pw q RH T T* t
tc
w1 Wl Y YbL
nluas area pengeringan aktivitas air
aktivitas air yang berkesetimbangan dengan kapasitas air terikat primer aktivitas air yang berkesetimbangan dengan kapasitas air terikat sekunder aktivitas air yang berkesetimbangan dengan kapasitas air terikat tersier adalah koefisien yang tergantung pada bentuk partikel atau jenis bahan basis kering
basis basah berat per berat
konstanta persamaan Guggenheim-Anderson-deBoer
konstanta difusivitas
Equilibrum Relative Humidity (Kelembaban Relatif Kesetimbangan) faktor pengenceran
koefisien pindah panas entalpi (kJ)
koefisien pindah panas pada perubahan fase uap gas koefisien pindah massa keseluruhan untuk lapisan gas koefisien massa air
konstanta pengeringan kedalaman slab (m)
kadar air basis kering (% bk) berat molekul air
kadar air kritis peralihan periode pengeringan (% bk) kadar air kesetimbangan (% bk)
kadar air pada permulaan periode laju menurun
(YO
bk) kapasitas air terikat primer (% bk)kapasitas air terikat sekunder (% bk) kapasitas air terikat tersier (% bk) kadar air (g air / g bahan kering)
kapasitas air terikat sekunder ( g air / g bahan kering) laju pengeringan
massa air
tekananuapbahan pangan
tekanan uap air mumi pada suhu tertentu panas
Relative Humidity (Kelembaban Relatif) suhu pengeringan
suhu bola basah waktu pengeringan
waktu pengeringan saat terjadi M, berat kapur api awal
ber rat kapur api yang sudah direaksikan kadar air udara pengering
lkadar air udara pada perrnukaan bahan loanas laten air pada Ts
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lada merupakan komoditas rempah-rempah ekspor lndonesia yang
terbesar di antara jenis rempah-rempah lain. Harga lada yang cukup tinggi,
telah~ banyak memberikan devisa bagi lndonesia (Kemala 1996). Sebagai salah
satu produsen utama lada di dunia, lndonesia banyak mengekspor lada dalam bentluk lada hitam dan lada putih.
Pada perkembangannya, pemasaran lada ekspor lndonesia beberapa
kali mengalami klaim atau penahanan dari FDA karena mutunya tidak
merrrenuhi syarat. Telah beberapa perusahaan eksportir lada asal lndonesia mengalami penahanan karena lada yang diekspornya mengandung cemaran
Salnronella (FDA 2002). Menurut data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2001, selama tahun 2000 telah terjadi 10 kasus
penahanan lada ekspor lndonesia (Dephutbun, 2001). Sedangkan sebelumnya,
padar periode 1982
-
1987, lada asal lndonesia yang ditahan FDA mencapai850 ton, sehingga sangat merugikan eksportir maupun petani lada lndonesia (Ristlaferi 1996).
Persaingan perdagangan lada dengan negara penghasil lada lainnya cukup ketat, dan masalah mutu lada sangat menentukan kelanjutan
~erd~agangan lada tersebut. Alasan penahanan lada asal lndonesia antara lain
kare~ia terdapat cemaran mikroorganisme, jamur, kotoran serangga dan kotoran
tikus, serta kadar air lada yang masih tinggi, dan kadar minyak atsiri lada yang rendah dan tidak memenuhi syarat.
Salah satu faktor kritis penyebab rendahnya mutu lada lndonesia adalah kareria proses pengeringan lada yang tidak terkontrol. Apalagi pengusahaan
lada umumnya masih dalam bentuk perkebunan rakyat yang belum memiliki
fasilittas pengeringan yang baik. Pengeringan dengan sinar matahari yang sangat tergantung pada cuaca, seringkali menghasilkan lada asalan yang kadar airnya belum memenuhi syarat dan tidak seragam. Karena itu eksportir lada
Indonesia biasanya melakukan kembali proses pengeringan lada asalan agar
biasa~nya dilakukan dengan mesin pengering, tetapi karena suhu
pengeringannya relatif tinggi dan kurang terkontrol dengan baik, kandungan
minyak atsiri lada menjadi sangat menurun karena rusak dan hilang selama
.
pengeringan. Apalagi penggunaan mesin pengering memerlukan suplai energi yang tinggi dan peralatan yang relatif mahal.
Untuk mempertahankan kandungan minyak atsiri lada maupun komponen volatil yang dimiliki hasil pertanian lain agar tidak hilang selama
pengeringan, perlu dilakukan proses pengeringan pada suhu yang rendah.
Pengeringan suhu rendah dapat dilakukan melalui proses absorpsi, yaitu
menggunakan bahan penyerap uap air atau absorben.
Kapur api (CaO) adalah absorben yang potensial, dapat menghasilkan
udars~ yang kering, dan harganya murah (Harjadi 1990). Penggunaan kapur api
sebagai absorben mempunyai kelebihan dibandingkan dengan gel silika,
dima~ia selain kapur api sangat kuat menyerap air dan menciptakan RH udara
pengaring yang rendah, kapur api juga menghasilkan energi panas sebagai
hasil reaksi eksoterrniknya dengan air. Hal tersebut menghasilkan tingkat dan laju pengeringan yang lebih baik dengan pengeringan yang tetap terjadi pada
suhu yang rendah. Selain itu kapur api harganya relatif lebih murah dari pada gel silika. Walaupun demikian, absorben kapur api juga mempunyai kelemahan
yaitu hanya dapat dipakai satu kali selama proses pengeringan.
Aplikasi dan pengujian pengeringan absorpsi dengan menggunakan abso~ben kapur api telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu percobaan pengeringan untuk lada hitam yang dilakukan oleh Halim (1995); penelitian
pengeringan untuk pembuatan brem padat oleh Hersasi (1996); penelitian analisa laju pengeringan lapis tipis pada fillet ikan oleh Asikin (1998); penelitian
pengeringan gabah sebagai benih padi oleh Fuadi (1999); dan penelitian pengeringan biji pala oleh Suryani (1999). Hasil penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan proses pengeringan yang cukup baik, dengan mutu produk yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode pengeringan konvensional.
Potensi alat pengering absorpsi untuk mengeringkan suatu bahan, perlu
ditunjang dengan data dasar mengenai proses pengeringan absorpsi tersebut.
pengaruhnya terhadap mutu bahan yang dikeringkan. Dengan data dasar
tentang proses pengeringan absorpsi ini diharapkan aplikasi proses
pengeringan absorpsi dapat distandarisasi untuk menghasilkan produk yang diinginkan.
Alat pengering absorpsi berupa lemari pengering yang terbuat dari bahan yang kedap uap air dan dapat menahan kehilangan panas sekecil
mungkin. Penimbangan bahan yang dikeringkan dan absorben kapur api
dilakukan di dalam lemari pengering sehingga tidak mengganggu terjadinya proses kesetimbangan selama pengeringan.
B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELiTlAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) rnengetahui kapasitas dan profil pengeringan absorpsi pada lada yang
meliputi :
(a) profil suhu ruang pengering, suhu kapur api, dan RH udara pengering absorpsi;
(b) profil proses pengeringan absorpsi pada lada dan analisis laju
pengeringannya
(c) profil perubahan berat kapur api dan kadar CaO selama pengeringan
absorpsi
(d) pengaruh proses pengeringan absorpsi terhadap kadar minyak atsiri lada (2) mengetahui efisiensi energi pada proses pengeringan absorpsi pada lada;
(3) membuat kurva isotermi sorpsi lada dan Ca(OH)*.
Dari penelitian ini dapat diperoleh data dasar tentang proses pengeringan absorpsi untuk pengeringan lada maupun hasil pertanian lain yang
mengandung komponen volatil yang peka terhadap panas. Data dasar tersebut
berg~~na untuk merancang proses pengeringan absorpsi dan membangun alat
pengering absorpsi yang dapat diterapkan di tingkat pengguna yaitu petani dan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. LADA
Lada merupakan tanaman rempah yang memberikan devisa yang besar bagi Indonesia. Lada diolah menjadi berbagai komoditas ekspor seperti lada
hitann, lada putih, dan oleoresin lada yang memiliki keunggulan terutama dalam kanalungan minyak atsirinya. Karena pengusahaan lada umumnya berupa
perkebunan rakyat dengan proses pengolahan yang masih sederhana, masih terdapat beberapa masalah mutu lada untuk memenuhi standar ekspor lada di
pasar dunia.
1. Tianaman Lada
Tanaman lada (Piper nigmm Linn.) termasuk Ordo Pipemles, Famili Piperaceae, Genus Piper. Tanaman lada berasal dari pantai barat Ghats,
India, dan karena kesesuaian iklim menyebabkan tanaman lada berkembang pesat di Indonesia. Di Indonesia terdapat sekitar 40 spesies lada, dan yang
paling banyak dibudidayakan adalah jenis lada Lampung dan lada Bangka
(Rismunandar 1987). Bentuk tanaman lada dan bagian-bagiannya dapat
dillhat pada Gambar 1.
Hasil utama tanaman lada adalah buahnya yang terangkai di dalam tandan yang panjangnya 5
-
15 cm, dan setiap tandannya berisi sekitar 50-
60 butir buah lada. Buah lada berbentuk bola berdiameter 4
-
6 milimeter,kuiitnya berwama hijau sebelum masak dan berubah menjadi kuning
kelmerahan atau merah bila sudah ranum (Purseglove et a/. 1981). Menurut
Nuryani (1996), buah lada umumnya berbentuk bulat agak lonjong dengan
valiasi yang cukup besar untuk beberapa varietas.
Menurut Farrel (1990), tanaman lada tumbuh merambat dan budi
dayanya dapat dilakukan secara intensif menggunakan tiang penyangga. Selain itu telah dikembangkan pula lada perdu jenis pendek tanpa
dirambatkan pada tiang penyangga. Purseglove et a/. (1981) mengemukakan
bahwa panjang tanaman lada dapat mencapai 10 meter atau lebih, tetapi
Keterangan :
ia. Ranting plagiotrop yang sedang berbuah
I). Malai bunga sernpurna
(:. Penarnpang bunga lada yang sernpurna
d. Buah lada rnuda yang rnengering
f?. Bunga lada dengan. putiknya f. Kepala putik bunga lada
(1. Dasar bunga lada dengan putiknya
h. Buah lada yang rnembesar i Penarnpang buah lada
Daerah sentra produksi lada Indonesia terdapat di Bangka, Lampung, dan Kalimantan Barat. Varietas lada Lampung Daun Kecil banyak ditanam di Bangka, sedangkan varietas Belantung, Bulok Belantung, dan Kerinci banyak dibudidayakan di Lampung (Nuryani 1996). Menurut Kemala (1996) daerah Lampung dikenal dengan lada hitamnya dan daerah Bangka dikenal dengan lada putihnya, karena varietas lada yang dibudidayakan di masing-masing daerah paling sesuai untuk diolah menjadi komoditas tersebut.
Pengusahaan tanaman lada saat ini terutama dilakukan dalam bentuk perkebunan rakyat, yaitu meliputi
+
80-
90% dari areal perkebunan ladayang ada. Hanya sebagian kecil 10
-
20%) diusahakan dalam bentukperkebunan besar swasta. Diduga ha1 ini terjadi karena sifat usaha taninya
yang banyak memerlukan tenaga kerja dan modal (Wahid 1996). Menurut Iiidayat (1996), kondisi ini mengakibatkan perbaikan teknologi pengolahan untuk meningkatkan mutu lada di tingkat petani berjalan lambat.
Komoditas Lada
Negara pengekspor lada utama yang memasok lada dunia adalah Indonesia (28%), Brazil (25%), India (24%), Malaysia (17%), dan negara lainnya (6%) (Indrawanto dan Wahyudi 1996). Lada diperdagangkan dalam berbagai bentuk olahan, yaitu berupa lada biji, lada bubuk, minyak lada, dan oleoresin lada. Menurut Purseglove et a/. (1981), oleoresin lada diperoleh dari ekstraksi lada hitam dengan pelarut organik dan produk ini memiliki seluruh sifat bau, flavor, dan rasa pedas lada. Sedangkan minyak atsiri rn~erupakan hasil penyulingan lada hitam dengan destilasi uap.
Jika dibandingkan antara lada hitam dan lada putih, maka sebagian
t~esar ekspor lada dunia adalah dalam bentuk lada hitam dengan rata-rata
pangsa pasar 79.93% (pada tahun 7996) dari pasar seluruh jenis lada. Hal ilu terjadi karena lada hitam digunakan dalam skala besar pada industri pengolahan pangan dan industri lainnya, sedangkan lada putih hanya digunakan dalam skala kecil untuk kasus tertentu yaitu jika partikel lada hitam
yang berwama gelap tidak diinginkan (Purseglove et a/. 1981). Pada
penelitian ini akan dilakukan proses pengeringan absorpsi dengan kapur api untuk menghasilkan lada hitam.
S,ifat Buah Lada Hitam
Buah lada hitam terdiri dari kulit luar, kulit tengah, kulit dalam, dan biji yang berisi lembaga. Penampang melintang buah lada hitam dapat dilihat piada Gambar 2. Pada lada hitam terkandung susunan komponen minyak ~ i a p volatil, minyak non-volatil, alkaloid, resin, selulosa, pentosan, pati dan
mineral. Susunan kimiawi lada hitam dapat dilihat pada Tabel I.
Tangkai Epikarp Kecambah Mesokarp luar
Serabut kayu Ruang Kecambah Mesokarp dalam
Perisperm Endokarp
[image:179.586.104.490.428.566.2]Kulit biji 'Tangkai semu
Gambar 2. Penampang melintang buah lada hitam (Aksi Agraris Kanisius 1988)
I
ProteinI
10.8-
12.7I
Tabel 1. Susunan kimiawi lada hitam*
I
Minvak atsiriI
1 .O-
2.0I
Komponen
Air
I
KarbohidratI
32.1-
50.0I
Jumlah (%)
9.6
-
15.61
AbuI
3.4-
5.9I
Setiap bagian buah lada hitam mengandung komponen kimia yang berbeda (Gambar 3). Menurut Puseglove et a/. (1981), di dalam buah lada
terdapat tiga zat khas, yaitu alkaloid piperin, minyak atsiri, dan resin yang mennberi rasa pedas dan harum. Menurut Farrel (1990), buah lada hitam merigandung 1.5 % minyak atsiri dan lebih dari 6 % oleoresin. Piperin
mefl~pakan faktor penentu kepedasan lada dan menjadi parameter mutu lada.
Kanldungan minyak atsiri merupakan ukuran kekuatan flavor lada.
Keterangan (yang berwarna hitam adalah ternpat yang mengandung zat tettentu) : 1. Bagian yang rnengandung rninyak atsiri (mesokarp dalam)
2. Bagian yang rnengandung zat resin (mesokarp luar dan kulit biji) 3. Bagian yang mengandung piperin (kulit biji)
4. Bagian yang rnengandung arnidon (perisperm) 5. Bagian yang mengandung zat lernak (lembaga)
6. Bagian yang rnengandung zat mineral (mesokarp luar dan kulit biji)
Aroma dan flavor buah lada hitam ditentukan oleh komposisi minyak
uap volatil yang terdiri dari hidrokarbon monoterpen dan seskuiterpen. Kandungan minyak atsiri, oleoresin, dan piperin lada bervariasi tergantung
varietas, faktor lingkungan, masa panen dan waktu penyimpanannya (Wuryani 1996). Di dalam proses pengolahan produk pangan skala besar, lada hitam digunakan sebagai rempah-rempah, bahan baku oleoresin dan nlinyak lada hitam.
4. Plengolahan
Lada
HitamProses pengolahan lada hitam relatif sederhana yaitu dengan
rr~elakukan proses pengeringan pada buah lada tua dan utuh. Menurut Rusli
('1996), lada hitam biasanya diolah dari buah lada yang dipetik 6
-
7 bulan setelah tanaman berbunga. Pada saat itu buah lada berwama hijau tua, dan dalam satu tandan sudah ada buah yang berwama kuning kemerahan. Buah lada kemudian diblansir atau disimpan selama dua hari di dalam karung. Selanjutnya buah lada dilepaskan dari tangkainya secara manual maupun rnekanik menggunakan alat perontok buah lada, dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur atau dengan alat pengering.Pengeringan dengan sinar matahari seringkali menghasilkan lada dengan kadar air yang masih tinggi dan mutunya tidak seragam. Karena itu elcsportir lada biasanya melakukan proses sortasi dan pengeringan lanjutan pada lada hitam asalan dari petani. Rusli (1996) mengemukakan bahwa alat sortasi dan pengeringan lanjutan lada asalan umumnya terdiri dari 4 bagian
yaitu (1) kombinasi mesin pengayak dan penghembus untuk memisahkan
abu, tangkai lada, lada menir, dan kotoran lainnya, (2) alat pencuci (sprinklers) untuk menghilangkan debu dan jamur, (3) alat pengering sistem
udara panas (60
-
80°C) yang bekerja secara kontinyu, dan (4) alat pemisahtipe ulir untuk memisahkan lada berdasarkan bobotnya.
Hidayat et a/. (1993) melakukan percobaan pengeringan lada hitam
menggunakan alat pengering tipe bak dengan bahan bakar minyak tanah.
Urltuk mengeringkan 100 kg buah lada segar masing-masing pada suhu 40
-
5. Mutu Lada Hitam dan Standarisasinya
Mnaurut Dephutbun (2001), selama tahun 2000 telah terjadi 10 kasus penahanan lada Indonesia. Beberapa perusahaan eksportir lada lndonesia
mengalami penahanan oleh FDA karena lada yang diekspomya mengandung
cemaran Salmonella (FDA 2002). Sebelumnya pada periode 1982
-
1987ju~r~llah lada asal lndonesia yang ditahan FDA mencapai 850 ton (Rishaferi
1096). Penahanan disebabkan oleh adanya cemaran mikroorganisme, jaimur, bahan asing, serta kadar air dan kadar minyak atsiri lada yang tidak msmenuhi syarat. Pencemaran lada hitam sebagian besar terjadi selama
tahap perontokan dan pengeringan.
Negara pengimpor lada tetah menerapkan standar mutu lada
sehingga lada yang tidak memenuhi syarat tidak dapat diperjualbelikan. Lada yang akan diekspor dari lndonesia harus memenuhi Standar Nasional
Inldonesia, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
- Tabel 2. Standar mutu lada hitam (SNI 01
-
0005-
1995)*Syarat Lada Hitam
I
Kebersihan(
Bebas serangga hidup dan mati serta bebasI
Karakteristi k
Mutu l
I
Mutu II (FAQLI
Kadar lada enteng % (blb) maksI
2.0I
3.0I
Kadar benda asing % (blb) maks
t
I
Kadar kontaminasi jamur % (blb) maksI
1I
1I
I
Kadar air % (blb) maksI
12.0I
13.5I
bagian-bagian dari binatang
padar piperin % (blb)
I I
Sesuai hasil analisa
1
.o
1.o
Mikroba yang biasa mencemari lada adalah Acetobacter dan
padar minyak atsiri % (blb)
Sr~lmonella. Jamur yang tumbuh pada permukaan lada hitam dapat Sesuai hasil analisa
dihilangkan dengan pencucian karena serangan jamur hanya terjadi pada permukaannya saja (Rusli 1996).
*Slumber : BSN 1995
B. PEINGERINGAN
Z
= Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menguapkan air tersebut menggunakan energi panas (Winarno et a/. 1980; Fellows 1992). Tujuan utama dari pengeringan adalah untuk rnemperpanjang umur simpan bahan parlgan melalui penurunan aktivitas air (Fellows 1992). Pengeringan akan mengeluarkan air dari bahan pangan sehingga memperlambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan kecepatan reaksi kimia (Barbosa-Canovas dan
Vega-Mercado 1996), serta menghambat serangan serangga (Brooker et a/.
1982).
Pengeringan bahan pangan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan momentum, pindah panas dan massa, sifat fisik bahan pangan, carrlpuran udara dan air, dan struktur mikro maupun makro dari bahan pangan (Rizvi dan Mittal 1992). Menurut Fellows (1 992), pengeringan melibatkan aplikasi
panas dan pengeluaran air dari bahan pangan. Di dalam melakukan
pengeringan, dibutuhkan energi sebesar 1000 sampai 2000 KJ untuk
merlguapkan 1 kg air (Sonhaji dan Bimbenet 1984).
1. Prinsip dan Mekanisme Pengeringan
Pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan dengan prinsip utama berdasarkan pindah massa internal (Chirifie 1983 diacu dalam Barbosa- Canovas dan Vega-Mercado 1996). Pada pengeringan terjadi penguapan air ke udara karena perbedaan tekanan uap air, dimana udara memiliki
kelembaban nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan (Taib et a/. 1988).
PINDAH MASSA
EKSTERNAL INTERNAL
Konve ksi
-
I d
Difusi P
-
E [image:184.575.81.461.75.413.2]R M U
...
Radiasi K
I S U M B E R
-
AI
PANASI
-
Konveksi AN Konduksi
_____+
EKSTERNAL INTERNAL
PINDAH PANAS
Gambar 4. Proses pindah panas dan massa selama pengeringan
bahan pangan (Aguilera dan Stanley 1990)
Pada saat udara panas mengenai bahan pangan basah, panas dipindahkan ke perrnukaan, dan panas laten penguapan menyebabkan air
mt?nguap. Uap air terdifusi melalui lapisan tipis udara pada permukaan, dan ditbawa oleh udara yang bergerak. Hal ini menghasilkan daerah dengan
tekanan uap lebih rendah pada permukaan bahan pangan, sehingga gradien
teltanan uap terjadi dari bagian lembab di dalam bahan pangan menuju
bagian kering. Gradien ini menghasilkan gaya dorong bagi air untuk keluar
dari bahan pangan (Fellows 1992).
Menurut Rizvi dan Mittal (1992), mekanisme pengeringan tergantung pada parameter pengeringan seperti kondisi pengeringan, kadar air, bentuk
bahan, laju transfer permukaan, dan kesetimbangan kadar air. Terdapat tiga
kelas mekanisme pengeringan : (1) penguapan bebas dari permukaan, (2)
Pergerakan air selama pengeringan dapat disebabkan oleh difusi likuid, difusi uap air, difusi termal, aliran kapiler, penguapan dan kondensasi internal, difusi permukaan, tekanan pengkerutan, atau paling banyak merupakan kombinasi dari mekanisme tersebut (Bakker-Arkema 1986).
Model Fisik Pengeringan
Untuk melakukan analisis pengeringan produk padat maupun curah, terdapat model fisik pengeringan yang dapat digunakan yaitu model fisik lapis tebal dan model fisik lapis tipis. Penggunaan model fisik pengeringan tersebut tergantung dari bentuk dan susunan produk yang dikeringkan.
a. Model fisik pengeringan lapis tebal
Pengeringan lapis tebal adalah pengeringan dimana terdapat suatu perbedaan kadar air antara lapisan-lapisan yang sedang mengering pada
setiap waktu, kecuali pada waktu sama dengan no1 (Henderson dan Perry 1976).
Model fisik pengeringan lapis tebal digunakan untuk produk berupa bahan padat yang berukuran besar (seperti potongan daging tebal) atau tumpukan produk curah berupa tumpukan biji-bijian (seperti kopi, gabah,
jagung, kedelai, dan lain-lain). Tebal pengeringan bahan yang
dikeringkan bervariasi dari 10 cm sampai beberapa meter tergantung pada bentuk bahan, kapasitas dan desain alat pengering tersebut.
Taib et a/. (1988) mengemukakan bahwa pada proses
b. Model fisik pengeringan lapis tipis
Pada model fisik pengeringan lapis tipis, bahan yang dikeringkan
berupa bahan yang sedemikian tipis sehingga penguapan air hanya berasal dari satu permukaan. Kondisi demikian dapat dicapai apabila dilakukan pengeringan terhadap satu lapis bahan saja.
Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa pengeringan lapis tipis adalah pengeringan dimana seluruh bagian bahan berupa lapisan tipis tersebut dapat menerima langsung aliran udara pengering yang melewatinya, dengan kelembaban relatif dan suhu yang tetap sehingga kadar air kesetimbangannya (Me) juga tetap.
Menurut Taib et a/. (1988), untuk menerapkan model fisik
pengeringan lapis tipis ini, bahan yang akan dikeringkan biasanya dipotong kecil atau diiris tipis-tipis untuk mempercepat pengeringan. Perrnukaan bahan yang lebih luas mempermudah kontak dengan udara panas dan mempercepat keluarnya air dari permukaan bahan. Di samping itu bahan yang sangat tipis dapat mengabaikan pengaruh jarak yang ditempuh oleh perambatan panas untuk masuk ke seluruh bagian bahan dan juga mengurangi jarak yang harus ditempuh air dari bagian dalam bahan untuk mencapai permukaan sehingga dapat diuapkan dengan cepat.
Model fisik pengeringan lapis tipis ini sesuai digunakan pada bahan tipis seperti pada pengeringan kerupuk, serta pengeringan irisan dan lembaran daun tembakau.
3. Jenis Alat Pengering
Alat pengering membutuhkan sumber energi buatan untuk menggantikan energi matahari (Watson dan Harper 1988) yang digunakan dalam proses pengeringan dengan penjemuran. Terdapat beberapa jenis alat pengering dengan mekanisme pengeringan yang berbeda-beda (Hardman
1989; Fellows 1992; Rizvi dan Mittal 1992). Pengeringan konveksi
pengering kabinet (tray drier), pengering konveyor, pengering hembus (fluidized bed drier), pengering semprot (spray drier), pengering tanur (kiln drier), pengering pneumatik atau flash, pengering putar (rotary drier), pengering terowongan (tunnel drier).
Pengeringan konduksi menggunakan media pemanas yang dipisahkan dari bahan pangan oleh permukaan konduksi yang panas. Contoh pengering konduksi adalah pengering drum, pengering vaccuum band dan pengering kerucut. Terdapat juga alat pengering radiasi dimana panas ditransmisikan sebagai energi radiasi. Beberapa jenis alat pengering menggunakan energi mikrowave dan dielektrik untuk mengeringkan bahan pangan baik pada tekanan atmosfer maupun vakum (Rizvi dan Mittal 1992). Alat pengering lain adalah pengering osmosis dan pengering beku (Hardman
1989).
Menurut Rizvi dan Mittal (1992) faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam memilih dan mendisain alat pengering adalah (1) sifat materi yaitu sifat termofisik, koefisien pindah massa, kemudahan terbakar, dan toksisitas; (2) sifat-sifat pengeringan yaitu kadar air awal, akhir, dan kesetimbangan, waktu
pengeringan yang diinginkan, dan pembatasan suhu pengeringan; (3)
spesifikasi produk kering yaitu kemurnian, bentuk fisik, serta sifat fisik, kimia dan sifat permukaan yang diharapkan.
Barbosa-Canovas dan Vega-Mercado (1996) juga mengemukakan bahwa pemilihan alat pengering perlu memperhatikan kapasitas produk, kadar air awal bahan, distribusi ukuran partikel, karakteristik pengeringan, suhu maksimum yang diperbolehkan, sifat mudah meledak, isotermi air, dan data fisik bahan tersebut.
C. KESETIMBANGAN AIR DAN ISOTERMI SORPSI AIR
1. IKesetimbangan Air
Semua bahan padat memiliki kadar air kesetimbangan tertentu bila ltontak dengan udara pada suhu dan kelembaban tertentu. Bahan akan
cenderung kehilangan atau menangkap air selama waktu tertentu untuk rnencapai nilai kesetimbangan (Rizvi dan Mittal 1992). Perpindahan air dari
bahan pangan ke lingkungan tergantung pada kadar air dan komposisi
bahan pangan, serta suhu dan kelembaban udara. Akhimya bahan pangan
tidak akan lagi bertambah atau berkurang beratnya, dan dikenal bahwa
bahan tersebut berada pada kadar air kesetimbangan (Fellows 1992).
Definisi kadar air kesetimbangan menurut Brooker et a/. (1 982) adalah
kadar air bahan pangan setelah disimpan pada kondisi lingkungan tertentu
pada waktu yang cukup lama. Kadar air kesetimbangan, tergantung pada suhu lingkungan bahan tersebut (Rizvi dan Mittal 1992) serta RH udara.
hrlenurut Soekarto dan Syarief (1991), akan terjadi kesetimbangan antara RH
dengan kadar air (Me), dan RH yang berkesetimbangan dengan Me disebut
R'H kesetimbangan (Equilibrium Relative Humidity / ERH). ERH sangat
penting baik secara teoritik untuk analisis isoterrni sorpsi maupun
penggunaan praktis dalam praktek penggudangan, penyimpanan dan pengemasan.
Menurut Herrington dan Vemier (1995), kadar air kesetimbangan berperan penting dalam perlindungan dari pertukaran air (dalam kemasan
dim penyimpanan bahan pangan) dan kontrol pengeluaran air (pada pengeringan). Terdapat dua metode penentuan kadar air kesetimbangan
yaitu metode statik dimana bahan dibiarkan pada ruangan dengan udara yang diam, dan metode dinamik dimana air yang mengenai bahan berada pada kondisi bergerak secara mekanik (Brooker et a/. 1982).
2. AMivitas Air
Menurut Soekarto dan Syarief (1991), aktivitas air atau a, adalah sifat
te~modinamik dari produk pangan dalam interaksinya dengan lingkungan
uclara. Nilai a, berkaitan dengan kecenderungan air atau kemampuan air
dan Bruin (1981) juga menyatakan bahwa a, merupakan indikasi hubungan
antara suatu bahan pangan dengan kelembaban relatif kesetimbangan dari
udara lingkungan. Pemahaman mengenai a, penting di dalam proses
pengeringan, pengemasan, dan perubahan kualitas selama penyimpanan
(Saravacos 1995).
Aktivitas air atau a, diekspresikan sebagai rasio tekanan uap air
dalam bahan pangan dengan tekanan uap air jenuh, pada kondisi suhu yang
salna :
Ps ERH
a, =
-
.- .- . . ..
. . .100 (1)
P w
diniana ps (Pa) adalah tekanan uap bahan pangan dan p, (Pa) tekanan uap
air murni pada suhu tertentu (Frellows 1992; Aguilera dan Stanley 1990) dan
EF:H adalah kelembaban relatif udara lingkungan (%) (Saravacos 1995).
Nilai a, erat kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan
miltroba dan untuk melakukan aktivitas enzim, serta menentukan juga sifat fisik, kimia dan biologi bahan pangan (Winarno et a/. 1980; Pumomo 1995).
3. Isotermi Sorpsi Air
lsotermi sorpsi air merupakan plot kurva hubungan nilai kelembaban
reliatif dengan kadar air kesetimbangan (Fellows 1992). lsotermi sorpsi juga
merupakan hubungan antara kadar air dengan aktivitas aimya. Kurva isotermi sorpsi tersebut dapat digunakan untuk menentukan spesifikasi
prc~duk pada pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan pangan (Van den
Berg 1986).
Menurut Fellows (1992), setiap jenis bahan pangan memiliki bentuk
kurva isotermi sorpsi air yang unik pada suhu yang berbeda. Bentuk umum
kurva isotermi sorpsi air tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Keunikan bentuk kurva isotermi sorpsi air disebabkan oleh perbedaan struktur fisik,
kornposisi kimia, dan kondisi pengikatan air di dalam bahan pangan.
Bentuk khas kurva isotermi sorpsi air juga tergantung pada cara
Kadar
(Yo)
air
Kelembaban relatif (%)
Gambar 5. lsotermi sorpsi air (Fellows 1992)
Fellows (1992) mengemukakan bahwa pada bagian pertama kurva (tilik A) menunjukkan air monolayer (lapis tunggal) yang bersifat sangat stabil, tidak dapat dibekukan dan tidak dapat dikeluarkan melalui
pengeringan. Bagian kedua, bagian yang bentuknya relatif lurus (A%) menunjukkan air yang terabsorpsi di dalam rnultilayer (lapisan jarnak) bahan
pangan dan larutan komponen larut air. Bagian ketiga (di atas titik B) adalah
air 'bebas' yang terkondensasi di dalam struktur kapiler atau di dalam set bahan pangan, yang terperangkap secara rnekanik di dalam bahan pangan
dan ditahan oleh gaya yang lemah. Air bebas relatif mudah dikeluarkan
levvat pengeringan dan mudah juga dibekukan, seperti diindikasikan oleh kelsuraman kurva tersebut. Air bebas tersedia untuk pertumbuhan mikroba
dan aktivitas enzim, dan bahan pangan yang memiliki kadar air di atas titik B lebih mudah mengalami kerusakan.
lsotermi sorpsi air menunjukkan a, saat bahan pangan stabil dan
digunakan untuk memperkirakan pengaruh perubahan kadar air terhadap a, untuk penentuan stabilitas penyimpanan. lsoterrni sorpsi juga digunakan
untuk menentukan laju dan waktu pengeringan (Fellows 1992).
Untuk menentukan kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan telah banyak dikembangkan berbagai model matematika. Tetapi tidak ada model
Bakker-Arkema (1986), suatu konsensus di antara ahli ilmu dan teknologi
pangan telah menunjukkan keunggulan persamaan Guggenheim-Anderson-
de Boer (GAB) untuk memperkirakan aktivitas air produk pangan.
4. K;esetimbangan Air dalam Proses Pengeringan
Menurut Brooker
et
a/. (1982), konsep kadar air kesetimbanganpenting di dalam pengeringan karena kadar air kesetimbangan menentukan kadar air minimum dimana bahan dapat dikeringkan pada kondisi
plengeringan tertentu. Rizvi (1995) mengemukakan bahwa kadar air
kesetimbangan pada saat pengeringan merupakan kadar air pada saat laju
pengeringan sama dengan no1 pada kondisi pengeringan tertentu
Bila kadar air bahan pangan lebih tinggi dari pada nilai kesetimbangan
dari kelembaban relatif lingkungan, air akan menguap ke udara sampai
tercapai kondisi kesetimbangan (Watson dan Harper 1988). Perbedaan tekanan uap antara bahan dengan udara pengering, menyebabkan te rjadinya pc!rpindahan uap air dari bahan ke udara atau sebaliknya (Taib et al. 1987).
Menurut Rizvi (1995), pada akhir pengeringan, tekanan uap bahan pangan setimbang dengan tekanan uap parsial dari udara pengering, sehingga tidak
terjadi lagi proses pengeringan pada kondisi kadar air kesetimbangan (M,). Peranan udara dalam proses pengeringan adalah sebagai tempat
pelepasan dan penampungan uap air yang keluar dari bahan, dan juga
bertindak sebagai penghantar panas ke bahan yang dikeringkan (Winamo
et
al. 1980; Brooker et al. 1982; Hardman 1989).
D. LAJU PENGERINGAN
Laju pengeringan menentukan waktu untuk menurunkan kadar air produk
sampai kadar air yang diinginkan. Parameter yang mempengaruhi laju
pengeringan adalah suhu, kecepatan aliran, dan kelembaban relatif udara; kadar air awal dan akhir bahan; dan lain-lain (Brooker et al. 1982). Selama proses
pengeringan, akan terjadi penurunan kadar air dengan pola umum seperti dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut Henderson dan Peny (1976), laju pengeringan
Waktu (jam)
Gambar 6. Kurva hubungan kadar air terhadap waktu (Rizvi 1995)
Laju Pengeringan
(dM / dt)
0
0
% Kadar air di atas nilai kesetimbangan (M-
Me)A'
I I I /
A 8 /
e
-
\
\
\ I
riode Laju Pengeringan Konstan
B = Kadar Air Kritis
BC = Periode Laju Pengeringan Menurun Pertama
CD = Periode Laju Pengeringan Menurun Kedua
Gamt)ar 7. Kurva laju pengeringan pada bahan padat (Rizvi dan Mittal 1992)
Karena pengeringan berhubungan secara intrinsik dengan kadar air, perilaku pengeringan lebih jelas bila ditunjukkan dengan kurva hubungan antara
laju pengeringan dengan kadar air (Gambar 7). Menurut Rizvi (1995), terdapat dua periode umum pada pengeringan, yaitu periode laju konstan dan periode laju
[image:192.582.83.468.76.604.2]Vega-Mercado (1996), seperti dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7, kurva
pengeringan dapat dibagi menjadi tiga periode laju pengeringan yaitu periode laju pengeringan konstan (AB), periode laju pengeringan menurun pertama (BC), dan
periotje laju pengeringan menurun kedua (CD).
Aguilera dan Stanley (1990) mengemukakan bahwa laju menurun dapat
terdiri dari satu atau lebih periode dimana laju penurunan pertama disebut kondisi
funicular dan laju penurunan kedua disebut kondisi pendular. Terkadang, tidak terlihat perbedaan yang jelas di antara periode laju menurun pertama dan kedua (Geankoplis 1983). Pada periode laju menurun terdapat satu atau lebih titik belok
karena transisi gradual pada mekanisme difusi (Watson dan Harper 1988).
1. Liaju Pengeringan Konstan
Pada periode laju pengeringan konstan (AB), pengeringan terjadi melalui penguapan air dari permukaan jenuh. Laju pengeringan konstan
berakhir pada suatu kadar air kritis (B) (Rizvi dan Mittal 19