PENINGKATAN NILAI NUTRISI SILASE RUMPUT
GA JAH
(Pennisetum pulpllreum )
DENGAN PREHIDROLISIS
ENZIMATIS DARI
Phanerochaete crysosporium
DAN
PEMBERIAN INOKULAN
Lactobacillus plantarum
Oleh :
SUCI WULANDARI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
SUCI WULANDARI. The Nutritive Values Improvement of Elephant Grass (Pennisetum purpureum) Silages Inoculated with Lactobacillus plantarum and Prehydrolyzed by Enzyme from Phanerochaete crysosporium. Advisor:
SURYAHADI and TOT0 TOHARMAT.
To overcome the shortage of tropical forages in the
dry
season, it needs to develop an appropriate technology to preserve forages like ensilage. A good quality of silage is gained by suppressing the activities of various unexpected endogenous plant enzymes and epiphytic microbes commonly found in plant likeL. plantarum. To increase the nutrien7s digestibility, Phanerochaete crysosporium was added to degrade lignin. The influence of wilting was examined to clarifL the influence of water contents of the forage, and to allow P. crysosporium inoculant to proliferate and produce enzymes.
Research was conducted in three stages: 1). Preparation of inoculant, 2). The influence of prehydrolyzation of Elephant grass using enzyme produced by
P. crysosporium on its nutritive values and 3). The influence of prehydrolyzation of Elephant grass using enzyme produced by P. crysosporium and the inoculation of L. plantarum on the quality of Elephant grass silage.
SURAT
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
:PENINGKATAN NILAI NUTRISI SILASE
RUMPUTGAJAH
(Pennisetum purpureum )DENGAN PREHIDROLISIS ENZIMATIS
DARI Phanerochaetecrysosporium
DAN
PEMBERIAN
INOKULAN
Lactobacillus plaritarumadalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
oleh orang lain. Semua surnber data
dan
informasi yang
digunakantelah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
PENINGKATAN NILAI NUTRISI SILASE RUMPUT
GA JAH
(Pennisetum purpureum )
DENGAN PREHIDROLISIS
ENZIMATIS DARI
Phanerochaete crysosporium
DAN
PEMBERIAN INOKULAN
Lactobacillus plantarum
SUCI WULANDARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Peningkatan Nilai Nutrisi Silase Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) dengan Prehidrolisis Enzimatis dar~ Phanerochaete crysosporium dan Pemberian Inokulan Lactobacillus plantarum
Nama : Suci Wulandari
NRP : 99750
Program Studi : Ilmu Ternak
Menyetuj ui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. Survahadi. DEA Ketua
2. Ketua Program Studi Ilmu 1
Jf-
_I__Prof'. Dr. Adi Sudono, MSc. 'em
Dr. Ir. Toto Toharmat, MSc. Anggota
Mengetahui,
Program Pascasarjana
L E Y t g t h f r i d a Manuwoto. MSc.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilhrkan di Yogyakarta pada tanggal 21 Agustus 1967 dari ayah R. Soepono Brotosardjono dan ibu Soemarni. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara. Pendidikan s q a n a ditempuh di Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, lulus tahun 1992. Pada tanggal 1 Februari tahun 2000 (semester genap), penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Due Like Politeknik Pertanian Negeri Jember.
DAFTAR IS1
Halarnan ...
DAFTAR TABEL ix
...
DAFTAR GAMBAR xi
...
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN ... 1
...
Latar Belakang 1
...
Tujuan Penelitian 3
...
Manfaat Penelitian 4
...
TINJAUAN PUSTAKA 5
Silase ... 5
...
Rumput Gaj ah (Pennisetum purpureum) 7
Pelayuan ... 8 Struktur Dinding Sel Tanaman ... 9
...
Lactobacillus plantarum 12
...
Phanerochaete crysosporium 14
...
Enzim peroksidase 15
...
MATERI DAN METODE 16
...
Tempat dan Waktu Penelitian 16
Materi Penelitian ... 16 Metode Penelitian ... 17
...
HAS& DAN PEMBAHASAN 27
...
Percobaan I . Prehidrolisis Enzimatis Rurnput Gajah Oleh P . crysosporium 27 ...
Lignin Rumput 27
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik
...
(KCBO) Rumput 28
Percobaan I1 . Pengaruh Prehidrolisis Enzimatis P
.
Crysosporium danInokulasi L
.
plantarum terhadap Kualitas Silase Rurnput Gajah ... ... Keadaan Umum Silase...
pH clan Kadar Asam Laktat
...
Bahan Kering (BK) Silase
Bahan Organik (BO) Silase ... ... Protein Kasar (PK)
Kadar Lignin Silase ...
Kecemaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecemaan Bahan Organik
(KCBO) Silase ... 44
...
KESIMPULAN DAN SARAN 47
Kesimpulan ... 47
...
Saran 47
DAFTAR
TABEL
Halaman
...
1. Kadar Lignin Rumput Gajah yang Difermentasi dengan P. crysosporium 27
2. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Rumput Gajah yang Difermentasi ...
dengan
P.
crysosporium 293 . Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Rumput Gajah yang Difermentasi
dengan P. crysosporium ... 30
4. Keadaan Umurn Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan
Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L.
plantarum ... 3 1
5. pH Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis
Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum ... 33
6. Asam Laktat Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis
Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum ... 34
7. Bahan Kering (BK) Silase Segar dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L.
...
plantarurn 36
8. Bahan Organik SiIase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan
L.
plantarum ... 37 9. Kadar Protein Kasar Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan danPrehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L.
...
plantarum 39
10. Kadar Lignin Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan
Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L.
...
plantarum 40
1 1. NDF Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis
Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum ... 41 12. ADF Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis
13. Kecernaan Bahan Kering Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L.
plantarum ... 44
14. Kecernaan Bahan Organik Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis
P.
crysosporium yang Diperkuat dengan L.DAFTAR GAMBAR
Halaman
...
.
1 Selulosa 1 1
...
2 . Senyawa Penyusun Lignin 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisa Statistik Kecernaan Bahan Kering Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan clan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat
...
dengan L. plantarum 5 1
...
2. Penentuan Waku Inkubasi Percobaan In sacco 52
...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah utama hijauan makanan ternak, khususnya daerah tropis adalah
melimpahnya produksi hijauan pada musim hujan dan kurangnya hijauan
selarna musim kemarau. Untuk mengatasi ha1 tersebut dikembangkan teknologi
pengawetan hjauan pakan, yaitu dengan pengawetan kering (hay) dan
pengawetan basah (silase). Dalam beberapa ha1 pengawetan hijauan dengan cara
silase mempunyai beberapa keuntungan yaitu kualitas hijauan relatif dapat
dipertahankan dan tahan lama.
Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses ferrnentasi
hijauan dengan kandungan air yang tinggi (Bolsen dan Sapienza, 1993). Silase
dengan mutu baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang
berada pada tanaman yang tidak dikehendaki, serta mendorong berkembangnya
bakteri asam laktat yang sudah ada pada tanaman rumput seperti Lactobacillus
plantarum, namun jumlahnya sedikit yaitu 1000 kali lebih kecil dari saingannya
berupa fungi dan enterobakteria (McDonald et al., 1991).
L. plantarum terrnasuk dalam kelompok bakteri tipe homofermentatif, dan
akan menghasilkan dua mol asam laktat untuk setiap mol glukosa dan
Moss.
Tidak menghasilkan asam lain seperti asarn butirat dan gas yang tidak
Dengan penambahan L. plantarum sebagai penghasil asam laktat
diharapkan dapat mempercepat proses penurunan pH silase. Rendahnya pH akan
dapat menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob yang tidak dikehendalu seperti
Enterobakteriaceae, Bacilli, Clostridia clan Listeria, untuk itu kerusakan silase
dapat ditekan, pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan daya simpan silase
tersebut. Semakin cepat pH turun akan dapat menekan enzim proteolisis yang
bekerja pada protein.
Kapang Phanerochaete crysosporium adalah kapang pendegradasi lignin
dari kelas Basidiomycetes. Kapang ini mempunyai kemampuan kuat merombak
lignin dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraseluler, berupa lignin
peroksidase (Lip) dan mangan peroksidase (MnP) (Vallie, 1992), sehingga dengan
penambahan kapang ini diharapkan akan meningkatkan kecernaan silase rurnput
gaj ah.
Winarno (1980) menyatakan bahwa substrat yang mengalami fermentasi
biasanya memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Hal ini
dikarenakan sifat katabolik dan anabolik mikroorganisme, sehingga marnpu
memecah komponen yang lebih komplek menjadi mudah dicerna. Proses
biofennentasi diharapkan akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel,
pemutusan ikatan-ikatan lignoselulosa dan penurunan kadar lignnin. Pakan serat
yang mengalami fermentasi dengan kapang kecernaan nutriennya meningkat (Puls
dan Poutenen, 1 989).
Untuk mempercepat perkembangan mikrobia tersebut, sering ditarnbahkan
(1991) menyatakan bahwa hijauan tropis mempunyai kadar gula terlarut rendah,
oleh karena itu perlu penambahan gula terlarut, sehingga dapat dimanfaatkan oleh
kedua mikrobia tersebut untuk akhvitasnya. Tetes yang ditambahkan dalam
pembuatan silase, pada kondisi aerob akan diubah menjadi glukosa oleh
Phanerochaete cryssoporium, untuk selanjutnya dihasilkan asam laktat sehingga
akan mempercepat penurunan pH yang sangat berpengaruh terhadap kualitas
silase.
Kualitas silase juga ditentukan oleh perlakuan pelayuan hijauan yang akan
digunakan dalam pembuatan silase. Kondisi bahan yang basah akan menghasilkan
cairan silase yang banyak, yang tidak hanya mempersulit dalam penanganan tetapi
nutrien tercerna banyak yang keluar bersama cairan yang dihasilkan (McDonald et
al., 1991). Disamping itu dengan pelayuan rumput gajah berumur tua sebelurn
disilase, dapat memberikan kesempatan pada inokulan P. crysosporium untuk
dapat berkembang terlebih dahulu. Atas dasar tersebut maka diteliti masalah
kualitas nutrien dan kecernaan silase rumput gajah (Pennisetum purpureum)
dengan prehidrolisis enzimatis dari Phanerochaete crysosporium dan pemberian
inokulan Lactobacilus plantarum.
Tujuan Penelitian
1). Membuat inokulan yang mampu sebagai pengawet
dan
meningkatkan2). Mengetahui sinergi kombinasi kapang dari Phanerochaete crysosporium dan
Lactobacillus plantarum dalarn pengawetan nunput gajah melalui proses ensilase.
3). Mengetahui pengaruh perlakuan pelayuan terhadap kualitas silase, serta
mengetahui interaksi antara dosis pemberian inokulan dengan pelayuan
terhadap kualitas silase yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebegai informasi &lam
usaha mendapatkan silase yang berkualitas tinggi dengan cara pemakaian secara
benar kombinasi kapang pendegradasi lignin dan ikatan lignoselulosa
(Phanerochaete crysosporium) dengan bakteri penghasil asam laktat (L.
TINJAUAN PUSTAKA
Silase
Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses ferrnentasi
hijauan dengan kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah prosesnya, sedangkan
tempat pembuatannya dinamakan silo (Bolsen
dan
Sapienza, 1993). Adapunpengertian dan tujuan penggunaan silase menurut Susetyo et al. (1977) adalah
alternatif untuk mengawetkan hijauan agar tetap dalarn keadaan segar dengan
tetap memperhatikan agar zat-zat yang ada dalam hijauan tersebut dapat
hpertahankan.
Ada enam fase fermentasi dan penyimpanan silase, yaitu fase I: adalah
fase respirasi sel, produksi C02, panas dan air, dengan pH sekitar 6-6,5; fase 11:
fase produksi asam asetat, asam laktat dan etanol oleh bakteri asam asetat dan
asam laktat, pH yang dicapai adalah 5; fase 111: fase pembentukan asarn laktat
oleh bakteri asam laktat, terjadi pada hari ke empat sampai hari ke 20; fase IV:
pembentukan asam laktat oleh bakteri asam laktat pada hari 2 1, dengan pH 4; fase
V: adalah fase penyimpanan material dan terakhir fase VI: dekomposisi aerob saat
silo dibuka alubat aktivitas ragi dan j m u r dengan pH 7. Pertumbuhan bakteri
yang dominan dikehen& pada fase 11. Bila pada fase ini berkembang bakteri
yang diinginkan secara optimum, maka pada fase I11 bakteri homolaktik akan
berkembang dan bekerja memfermentasi pada fase tersebut dengan menghasilkan
Proses kimia yang terjadi dalam pembuatan silase meliputi respirasi,
fermentasi dan proteolisis. Secara
umum
proses yang terjadi berlangsung dalamdua keadaan, yaitu keadaan aerob dan anaerob. Dalarn keaadaan aerob, yaitu
setelah hijauan dimasukkan kedalam silo dan ditutup, sel-sel hijauan yang masih
hidup terus melakukan respirasi selama masih tersedia oksigen dalam silo dan
menghasilkan C02, H20 dan panas (Susetyo et al., 1977).
Bolsen dan Sapienza (1993) menyatakan bahwa proses ensilase berfungsi untuk mengawetkan komponen nutrien lainnya yang terdapat dalarn bahan silase.
Semakin cepat pH turun semakin dapat ditekan enzim proteolisis yang bekerja
pada protein. Rendahnya pH juga menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob
seperti Enterobacteriaceae, bacelli, clostridia dan listeria. Akhirnya rendahnya pH juga akan meningkatkan kecepatan hidrolisis secara kimiawi beberapa
polisakarida, seperti hemiselulosa yang pada gilirannya akan menurunkan
kandungan serat hijauan yang &buat silase tersebut. Rendahnya pH sangat penting
untuk mencapai keadaan stabil bagi silase. Semakin rendah pH semakin banyak
asam laktat dan atau asam lemak terbang terbentuk, sehingga mikroba yang
terpenting dalam proses ensilase disini adalah bakteri penghasil asam laktat.
Menurut McDonald et al. (1988) bahwa pada proses ensilase, bakteri asam laktat meningkat dengan cepat. Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan
nilai pH silase. Pada pH kritis (pH 3,8-4), asam akan menghambat pertumbuhan bakteri lain, bahan yang ada menjah stabil sepanjang dalam kondisi anaerob.
Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan nutrien yang dapat
yang berada dalam tanaman dan yang tidak dikehendaki, serta mendorong
berkembangnya bakteri asam laktat (Bolsen dan Sapienza, 1993).
Rumput Gajah ( Pennisetum purpureum )
Rumput gajah merupakan tanaman tahunan yang mempunyai sistem
perakaran serabut. Baik sebagai makanan ternak karena mudah diusahakan,
produksinya tinggi, tahan kekeringan dan mempunyai palatabilitas yang tinggi.
Menurut McIlroy (1977), rumput gajah dapat Qpanen setelah berumur 6-8
minggu. Produksi hijauannya adalah 270. 000 kg/Haltahun di daerah basah
dengan irigasi yang baik (Reksoha&prodjo, 1985). Kandungan protein kasar
rumput gajah sebesar 9,30% (Sutardi, 1980).
Jangka pemotongan sangat berpengaruh terhadap produksi hijauan segar,
kadar gizi maupun palatabilitas rumput gajah. Jangka pemotongan yang pendek
akan mengurangi perkembangan batang, akar serabut dan produksi rumput.
Pemotongan jangka panjang tidak saja memberikan produksi bahan kering yang
tinggi tetapi juga perakaran yang sehat. Namun dilain pihak pemotongan jangka
panjang akan menurunkan kadar protein
dan
kecernaan. Rurnput muda mempunyai kadar lignin kurang lebih hanya 5% dengan demikian selulosanyakurang lebih 80% dapat dicerna, sedang pada rurnput tua kadar lignin dapat
mencapai lo%, akibatnya kecernaan rumput (selulosa)
turun
menjadi hanya 50%Pelayuan
Dalam pembuatan silase, hijauan yang akan digunakan sering dilayukan
terlebih dahulu. Alasan pelayuan adalah : 1). silase dari hijauan yang basah (bahan
kering kurang darr 20%) akan mendorong perkembangan bakteri clostridia
silase; 2). bahan kering silase basah menjadi rendah; 3). nutrien yang hilang bersama cairan yang keluar menjah lebih besar; 4). biaya penanganan hijauan
basah lebih tingg daripada hijauan yang dilayukan. Dinyatakan lebih lanjut
bahwa dan hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa hijauan yang
dibuat silase selama 30
hari
dengan tanpa dilayukan terlebih dahulu Qperolehbahan kering sebesar 17% dengan pH sebesar 4,O sedangkan untuk hijauan yang
dilayukan terlebih dahulu didapatkan bahan kering sebesar 39% dan pH 4,4 (Ross,
1984). Kaiser (1984) melaporkan bahwa salah satu keuntungan utama pelayuan
adalah dapat membatasi perkembangan bakteri clostridia, tetapi pelayuan tidak
dapat menghambat proteolisis oleh enzim tanaman, oleh karena itu pengaruh
pelayuan terhadap kandungan N protein silase sangat sedikit. Meskipun demikian,
dengan terharnbatnya aktivitas clostridia, degradasi asam amino lebih lanjut dapat
dibatasi.
Menurut Woplford (1984) bahwa salah satu penyebab hilangnya
komponen silase yfiitu melplpi cairan yang dihasilkan selama proses ensilase.
Cairan silase menganQung gula asamasam organik, mineral-mineral, protein-
protein dan komponen NPN lainnya. Pembuatan silase dengan kondisi yang
kondisi lebih kering diperlukan karena mempermudah penanganan juga
kandungan bahan kering yang diperoleh lebih tinggi (McDonald et al., 1991).
Hasil beberapa percobaan menunjukkan bahwa sukrosa dikatabolis
menjadi karbonhoksida dengan perlakuan pelayuan rumput, penelitian lain
menunjukkan bahwa senyawa fruktan dan total fkuktosa terlarut mengalami
penurunan secara kontinyu selarna periode pelayuan. Pemecahan gula terlarut
kemungkinan disebabkan oleh aktivitas enzim tanarnan. Bakteri yang berkembang
selama ensilase juga dapat menghdrolisis senyawa fruktan. Kandungan
karbohidrat terlarut Italian ryegrass yang dilayukan dengan kondisi lingkungan
terkontrol, cenderung mengalami penurunan (untuk pelayuan lebih dari 48 jam).
Perubahan level fruktosa diikuti dengan perubahan total karbohdrat terlarut.
Pelayuan selama 48 jam dibawah kondisi yang bagus maupun yang jelek
menyebabkan sedikit mengalami penurunan karbohdrat terlarut, penurunan
terjadi secara signifikan setelah pelayuan selarna 144 jam dibawah kondisi yang
jelek (McDonald et al., 199 1).
Struktur Dinding Sel Tanaman
Struktur sel tanarnan terdiri dari isi sel dan dinding sel. Sebagian besar
komponen penyusun dinding sel adalah fiaksi karbohidrat. Fraksi karbohidrat
dibagi menjadi monosakarida dan turunannya (glukosa, fiuktosa dan silosa),
oligosakarida yang terdiri dari 2-10 unit sakarida (sukrosa, fruktosa rantai pendek
dan rafinosa) serta polisakarida (pati, fi-uktosa, selulosa dan hemiselulosa)
(Lynch, 1987). Fraksi karbohidrat (NFE) dikelompokkan kedalam: 1). sangat
NDS); 2). dicerna tidak sempurna yaitu bagian dinding sel yang terdiri atas
hemiselulosa dan selulosa. Termasuk dalam reaksi Neutral Detergen Fiber (NDF) atau Acid Detergen Soluble (ADS); 3). sebagian besar tidak dapat tercerna yaitu selulosa dan lignin (tergantung dari lignifkasinya). Bagian ini yang terrnasuk
dalarn Acid Detergent Fiber atau ADF. Didalam analisa Van Soest dapat diketahui bahwa zat-zat yang termasuk nonnutritive adalah lignin dan silika (Si)
(Prawirokusumo, 1994).
Sebagian besar fraksi karbohdrat struktural merupakan komponen
penyusun dmding sel pakan, diantaranya adalah selulosa, hemiselulosa, lignin
dan silika. Akan tetapi selulosa seringkali berikatan dengan l i p n sehingga
membentuk ikatan lignoselulosa. Ikatan komplek tersebut sulit dipecah oleh
mikroba rumen, sehingga fraksi selulosa tidak dapat dimanfaatkan sebagai surnber
energi bagi ternak ruminansia. Komponen tersebut dapat dikonversi menjadi
produk lebih sederhana dengan menggunakan kapang (Lynch, 1987).
Hemiselulosa dan Selulosa
Struktur clan komposisi kimia dinding sel tanarnan bervariasi menurut
species, umur varietas dan tipe sel tanaman. Secara umum dinding sel tanaman
terdri dari dinding primer, dindmg sekunder
dan
lamella. Dinding primer tanaman monokotil dan dikotil merupakan serat-serat selulosa sebagaipolisakarida dengan kandungan glikoprotein (Orphin, 1984). Selulosa adalah
unsur utama pembentuk kerangka tanaman dan penyusun Qnding sel tanaman
dari d-glukosa dengan ikatan P-1,4 dalam rantai lurus. Banyak terdapat pada
roughage yaitu pada dindmg selnya. Kesempwnaan pemecahannya tergantung
pada jenis hewannya, yaitu ada tidaknya enzim selulase.
.iyww
H
OH OH OH
Garnbarl . Selulosa (Schlegel, 1985)
Hemiselulosa adalah bagran dinhng sel yang mudah Qdegradasi
dibandingkan dengan selulosa dan lignin. Hemiselulosa merupakan kelompok
polisakarida yang berantai lurus yaitu homopolisakarida clan heterosakarida yang
terdiri dari xilosa, manosa, galaktosa, arabinosa dan glukosa (Puls dan Poutanen,
1989).
Lignin
Lignin merupakan senyawa polimer korniferil alkohol yang membentuk
ikatan ether dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman dan selalu
terdapat dalarn senyawa kompleks &lam dinding sel (Nolan et al., 1988). Oleh
karena selalu dalam bentuk kompleks, degragasi lignin ada dua model, selain
memecah lignin itu sendiri dengan cara mineralisasi, model lain adalah dengan
melepaskan lignin yang mengikat karbohidrat non selulosa, sehingga komponen
tersebut larut sebagai senyawa komplek yang larut dalarn air (water soluble
Lignin disusun oleh unit-unit fenil propen, yaitu kornoferil, sinafil dan
para kurnaril alkohol melalui proses polimerisasi, dehidrogenasi serta
dihubungkan satu sama lain dalam berbagai macam ikatan atom C-C dan C-0-C.
a. Korniferil Alkhohol b. Sinafil Alkhohol c. Para Kurnaril Alkhohol
Gambar 2. Senyawa Penyusun Lignin
Lignin bukan karbohdrat, karena proporsi C nya lebih besar, dan juga
mengandung N 1-5% (Prawirokusurno, 1994). Lignin sangat sulit dirombak oleh
mikrobia rumen, terutama pada cincin aromatiknya (Orphin, 1984). Degradasi
lignin masih mungkin terjadi dengan degradasi oleh jamur (Leisola clan Garcia,
1989).
Lactobacillus plantancm
L. plantarum, seperti pada bakteri asarn laktat lainnya, merupakan
kelompok bakteri gram positif, bersifat fakultatif anaerobik, tidak membentuk
spora, tidak menghasilkan katalase, merupakan kemoorganotrof yang hanya
tumbuh pada media kompleks (McDonald et al., 199 1).
hidup pada kondisi dengan dan tanpa oksigen. Bakteri ini tidak membutuhkan
oksigen
untuk
pertumbuhannya meskipun mungkin menggunakan oksigen untukmenghasilkan energi.
Menurut McDonald et al. (1991) bahwa berdasarkan physiologinya, bakteri asam laktat dibagi menjadi tiga kelompok : 1). obligat homoferrnentatif,
yaitu yang memfermentasi heksosa sebagian besar menjadi asam laktat; 2).
fakultatif homofermentatif, yaitu yang memfermentasi heksosa sebagian besar
menjadi asam laktat, tetapi juga memfermentasi pentosa menjadi asam laktat dan
asam asetat dan 3). obligat heterofermentatif, yaitu yang memfermentasi heksosa
menjad asam laktat, asam asetat dan karboncboksida.
L. plantarum ini terrnasuk dalam kelompok bakteri tipe homoferrnentatif, yaitu akan menghasilkan 2 mol asam laktat untuk setiap mol glukosa dan
fruktosa. Tidak menghasilkan asam lain seperti asam butirat dan gas yang tidak
dikehendaki dalam pembuatan silase. Menurut Rahayu et al. (1992) bakteri asam laktat homofermentatif dapat mengubah 95% glukosa dan heksosa lainnya
menjacb asam laktat dengan jumlah kecil karbondioksida dan asam-asam volatil
(asarn butirat). Lebih lanjut Gilliland (1986) menyatakan bahwa disamping
mampu mendegradasi gula
,
bakteri ini juga mampu mendegradasi protein danpeptida menjadi asam amino. Pendegradasian protein oleh bakteri tersebut terjadi
pada pH 5,2 - 5,8 dan suhu 45 - 50 "C. pH optimum untuk perhunbuhan berkisar
antara 4,O - 6,8 (McDonald et al., 1991). Dinyatakan lebih lanjut oleh Rogosa (1971) bahwa L. plantarum tumbuh pada suhu 15 "C, urnumnya tidak tumbuh
L. plantarum merupakan species yang penting dalam proses ensilase, balcteri ini biasanya sudah ada pada rurnput dengan jumlah 1000 kali lebih kecil
dan sainganya yaitu fungi dan entobacteria. Jurnlah bakteri lebih banyak terdapat
pada bagian daun dari pada bagian batang. Jumlah total bakteri pada rurnput segar
bervariasi antara 1
o6
sampai 10' g-' BK rurnput (Mc Donald et al., 199 1).Phanerochaete crysosporium
Kapang Phanerochaete crysosporium adalah kapang pendegradasi lignin dari kelas Basidiomycetes, membentuk sekumpulan miselia dan berkembang biak
secara aseksual melalui spora. Kapang ini mempunyai kemampuan kuat
merombak l i m n secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidase
ekstraseluler, berupa lignin peroksidase (Lip) dan peroksidase yang sangat
tergantung pada ion mangan yaitu mangan peroksidase
(MnP)
(Leisola clanGarcia, 1989). Hasil penelitian yang lain oleh Agosin et al. (1987) menunjukkan
bahwa Phanerochaete crysosporium merupakan strain yang paling cepat aktivitasnya dalam mendegradasi lignin, tetapi kemampuannya dalam
mendegradasi selulosa dan hemiselulosa juga besar.
Seperti pada kapang pendegradasi lignin lainnya, Phanerochaete ini membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO;! dan
H20. Menurut Nandika (1986), kebutuhan kapang akan oksigen sesuai dengan
kebutuhan akan air. Dalam ha1 ini kadar air minimum adalah 16%, optimum 35-
50% dengan temperatur yang bervariasi. Temperatur optimum untuk pertwnbuhan
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang sapi perah kampus IPB dan
Laboratorium Bioproses PAU, sedangkan analisa laboratorium hlaksanakan di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Ternak, serta Laboratorium
Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Waktu penelitian
dilaksanakan sekitar sembilan bulan dari 1 Agustus 200 1 sampai 30 April 200 1.
Materi Penelitian
Bahan Baku
Rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum)
urnur 60 hari dan sebagian sudah berbunga. Bakteri Lactobacillus plantarum
yang diperoleh dari LIP1 Cibinong dan indukan Phanerochaete crysosporium dari
Laboratorium Bioproses dan Mikrobiologi ITB Bandung digunakan untuk
mendapatkan inokulan yang mampu sebagai pengawet dan dapat meningkatkan
kecernaan serat serta kualitas nutrien melalui proses ensilase. Tetes
ditambahkan sebanyak 3 % sebagai sumber karbon tersedia untuk mempercepat perkembangan kedua mikroba tersebut.
Media Tumbuh I
Media tumbuh yang digunakan untuk indukan Phanerochaete crysosporium
adalah Potatos Dextrose Agar (PDA). Indukan tersebut diinkubasikan selama tiga
Media Tumbuh
II
Sumber carbon yang digunakan disesuaikan dengan hijauan yang
difermentasi (rurnput gajah). Rumput gajah dicacah kemudian direndam dengan
MnS04 dengan dosis 1000 ppm selama semalam. Setelah itu dikeringkan dan
digiling dengan diameter saringan 0,l mm. Langkah selanjutnya adalah
menempatkan meQa
dalarn
loyang, kemudian dilakukan sterilisasi dengan autoklaf (1 2 1 "C selarna 15 menit). Sebelum disterilisasi materi ditambahkanbekatul sebanyak 5% sebagai stimulan pertumbuhan kapang P. crysosporeum
(Hendntomo, 1996) dan ditarnbah akuades dengan dosis sesuai dengan daya
serap, yaitu 2,2 l/kg media. Setelah diautoklaf lalu QQnginkan dan siap untuk
diinokulasikan.
Ternak yang Digunakan
Seekor kerbau yang rumennya telah difistula milik Fakultas Peternakan
IPB digunakan untuk percobaan in sacco. Seminggu sebelum digunakan sampai
berakhirnya percobaan in sacco, kerbau dikondisikan dengan pemberian pakan
rumput gajah sebanyak 40 kgihari dan bekatul sebanyak 3 kgihari. Bobot badan
kerbau sekitar 300 kg.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdlri dari dua percobaan dengan tiga tahap pelaksanaan.
Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaannya meliputi : 1). Pembuatan inokulan, 2).
Pengaruh prehidrolisis enzimatis P. crysosporium dan inokulasi L. plantarum terhadap kualitas silase rurnput gajah.
Tahap Pembuatan Inokulan
Lactobacillus plantarum
Bakteri Lactobacillus plantarum indukan diperoleh dari LIP1 Cibinong. Indukan diperbanyak dalam lima tabung media PDA sebagai stok, kemudian
salah satu biakan diencerkan dengan akuades steril sampai didapatkan konsentrasi
*
2 X 1o4
CFU/ml. Setiap satu kg silase diberikan 5 ml larutan inokulan tersebut.Panerochaete crysosporium
Biakan murni Phanerochaete crysosporium diperbanyak dengan membiakkan ulang ke dalam lima tabung media PDA, dan diinkubasikan selama 3
hari dalam inkubator pada suhu 30°C
.
Phanerochaete crysosporium urnur 3 hari dipanen untuk digunakan sebagai inokulan indukan.Media inokulan (media hunbuh
a)
ya.ng merupakan modifikasi dariHendritomo (1996) dipersiapkan dengan mengganti surnber carbon yang
disesuaikan dengan media yang akan difermentasikan (nunput gajah). Media
tumbuh
II
yang telah dautoklaf lalu didinginkan dan diinokulasi denganPhanerochaete crysosporium (konsentrasi lo7 sporalml), selanjutnya minkubasi selama 13 hari pada suhu kamar dalam konQsi aerob. Setelah waktu inkubasi
dicapai, Qperoleh produk inokulan yang selanjutnya dipergunakan untuk
menginokulasi silase.
Konsentrasi spora inokulan dihitung dengan menggunakan metoda
diencerkan terlebih dahulu sehingga mengandung +_ 500 spora dalam luasan 0,2
mm2 pada counting chamber. Suspensi inokulan dikocok, dan dengan
menggunakan pipet pasteur diambil sebanyak 0,l-0,5 ml, kemuhan diteteskan
pada lekukan bentuk V pada tepi kaca tutup hemositometer sarnpai ruang
hemisitometer terpenuhi suspensi secara kapiler. Kemudian dilakukan perhitungan
spora Q bawah mikroskop dengan objectif berkekuatan rendah. Konsentrasi
inokulan P. crysosporium dinyatakan dalam satuan spora per gram bubuk
inokulan.
Tahap Percobaan I. Prehidrolisis Enzimatis Rumput Gajah oleh P. crysosporlrcm
Percobaan I bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian inokulan P.
crysosporium terhadap kecernaan rumput gajah umur tua. Sebelum proses ensilase
rumput gajah dilayukan. Pelayuan dimaksudkan untuk: 1). memberikan
kesempatan pada inokulan P. crysosporium supaya berkembang terlebih dahulu
dan menghasilkan enzim; 2). mengetahui pengaruh kadar air terhadap kualitas
rurnput. Namun permasalahannya adalah lama pelayuan belum diketahui secara
pasti, untuk itu aspek tersebut dikaji dalam penelitian ini. Adapun prosedur
percobaan ini adalah sebagai berikut:
Rumput gajah (umur 60 hari dan sebagian telah berbunga) dilakukan
pemanenan, kemudian dipotong dengan chopper. Panjang pemotongan sekitar 5
cm. Setelah bahan dipotong, ditambah surnber kabohidrat berupa tetes sebanyak
3% (dicampur secara merata), kemudian diinokulasikan dengan Phanerochaete
perlakuan yaitu: lo7, lo8 dan lo9 sporakg berat segar rumput gajah. Kemudian
rumput gajah dilayukan dengan lama waktu yang berbeda sesuai perlakuan, yaitu :
0, 2, dan 4 hari. Pelayuan dilakukan pada suhu kamar
*
27 "C, dengan caradiangin anginkan, tidak terkena sinar matahari secara langsung, di ruangan
terbuka.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak lengkap (RAL)
pola faktorial 4x 3. Faktor A adalah dosis inokulan untuk P. crysosporium (P),
teridri dari 4 taraf yaitu : 0 (kontrol), lo7, 10' dan 10' sporalkg rumput segar.
Faktor B adalah lama pelayuan atau lama kontak P. crysosporium dengan substrat
sebelurn ensilase. Selama pelayuan tersebut diharapkan terjadi proses prehidrolisis
enzimatis. Adapun lama pelayuan terdiri dari tiga taraf yaitu 0,2 dan 4 hari.
Peubah dan prosedur pengukuran :
n Lignin (Metode Van Soest)
Sampel bahan yang sudah ltetapkan untuk ADF (C), dilarutkan dengan
menambahkan &So4 72% sampai kira kira setinggi 314 bagian cawan masir dan
dibiarkan selama tiga jam. Cawan masir diletakkan di dalam nampan yang berisi
air setingg kurang lebih satu cm.
Dilakukan penyaringan dengan bantuan pompa vakum, dibilas dengan
akuades panas kemudian aseton. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan
oven 105
"C
dan selanjutnya dilakukan pendinginan dengan eksikator danditimbang sebagai D g. Selanjutnya dibakar dalam tanur 500 "C selama 3 jam,
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang kembali sebagai berat akhir
D - E
% Lignin = X loo%, dinyatakan dalam % bahan
A kering
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (in sacco)
Silase dihomogenasi untuk memecah struktur daun agar lebih terbuka,
kemudian hmasukkan ke dalam kantong nilon dengan ukuran 140 x 90 mm,
dengan ujung-ujung kantong dibuat melengkung. Sampel yang digunakan
dimasukkan ke dalam fistula rumen kerbau dengan menggunakan kelereng
sebagai pemberat. Kantong tersebut diikat dan panjang tali pengkatnya yang
masuk dalam rumen 30 cm. Kerbau yang digunakan telah dikonhsikan
pakannya. Waktu inkubasi selama 24 jam, ditentukan dengan menggunakan
rumus Pt = A
+
B (1-
e "t) (Suryahad, 1990).Sarnpel yang telah diinkubasikan, Qukur bahan 'kering dan bahan
organiknya, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BK sampel sebelum inkubasi - BK sampel sesudah inkubasi
KCBK = X 100%
BK sampel sebelum inkubasi
BO sampel sebelum inkubasi - BO sampel sesudah inkubasi
KCBO = X 100%
BO sampel sebelum inkubasi
Percobaan 11. Pengaruh Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium dan Iokulasi L. plantarum terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah.
Pada percobaan 11, proses prehdrolisis pada percobaan I ddanjutkan
dengan proses ensilase, diperkuat dengan inokulasi L. plantarum. Dengan
prehidrolisis juga dapat diawetkan &lam bentuk silase. Rancangan percobaan
sama seperti pada percobaan I, namun diakhir prehidrolis enzimatis dilanjutkan
dengan proses ensilase.
Silase nunput gajah dibuat sebanyak satu kg setiap sampel. Prosedur
pembuatannya yaitu : mmput gajah yang telah mengalami prehidrolisis enzimatis
dari kapang P. crysosporium
dan
telah dilayukan (Percobaan I) dimasukkan kedalam mini silo (stoples). Inokulan bakteri Lactobacillus plantarum diberikan
dengan cara disemprotkan secara berlapis-lapis sedikit demi sedikit pada saat
hijauan dimasukkan ke dalam mini silo (stoples). Untuk mencapai kondisi
anaerob dilakukan pemadatan, selanjutnya mini silo ditutup rapat dan dilakukan
pemeraman selama 30 hari.
Peubah dan prosedur pengukuran Kualitas Silase adalah :
Kualitas Fisik
Pengamatan umum kualitas fisik meliputi : warna, bau, tekstur, jarnur,
cairan yang keluar dan pH. Pengamatan dilakukan pada silase urnur 30 hari (akhr
percobaan).
Kualitas Nutrisi
Prosedur pengukuran KCBK, KCBO clan Lignin sama dengan percobaan
I. Hasil perhitungan akhir seluruh peubah dikonversikan dalam bahan kering.
o Bahan kering (Metode Weende)
Analisa kadar air silase dalam percobaan ini tidak dilakukan dengan
metode Destilasi Toluene, melainkan dengan metode konvensional, yaitu Metode
organik terutama asam laktat yang cukup rendah. Adapun prosedur analisanya
adalah sebagai berikut:
Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105 OC, sesudah itu Qdinginkan
dalam eksikator, lalu Qtimbang (x). Sampel Qtimbang sebanyak y gram
dimasukkan ke dalam cawan. Cawan yang sudah berisi sampel dioven pada suhu
105 "C selama semalam, kemudian Qdinginkan dalam eksikator, lalu dtimqang
sampai diperoleh berat konstan.
(x + Y -z)
Kadar Air = X 100 %
Y
Bahan Kering (BK) = ( 100
-
Kadar Air ) %o Bahan Organik (Metode Weende)
Cawan porselin dkeringkan dalam oven 105 OC, sesudah itu didinginkan
dalam eksikator, lalu dltimbang (x). Sampel seberat y gram dimasukkan ke dalam
cawan porselin, kemuQan diabukan dalarn tanur dengan suhu 600 OC selama 8
jam atau sampel telah menjadi putih seluruhnya. Selanjutnya dilakukan
pendingman dengan memasukkan ke dalam eksikator selutar satu jam, kemudian
ditimbang (2).
( 2 - x )
Kadar Abu = X 100 %
Y
Bahan Organik (BO) = ( Bahan Kering (BK) - Abu ) % Protein kasar (Metode Weende)
Menimbang sampel kurang lebih 0,3 g (x), lalu dimasukkan ke dalam labu
homogen. Kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan alat destruksi sampai
larutan menjadi jernih
dan
berwarna hijau kekuningan (Tahap Destruksi).Labu destruksi didinginkan, kemudian larutan tersebut dimasukkan dalam
labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air tidak mengandung N serta
ditambahkan beberapa butir batu didih dan 100 ml NaOH 33 %. Selanjutnya
dilakukan penyulingan sampai 2/3 dari cairan dalam labu penyuling menguap
(Tahap Destilasi).
Hasil sulingan dititrasi dengan NaOH 0,3 N sampai terjadi perubahan
warna dari biru kehijauan yang menandakan titik akhir titrasi. Volume NaOH
sebagai z ml, kemudian dibandingkan dengan titar blanko y ml (Tahap Titrasi).
( y -
z
) titar NaOH X 0,014 X 6.25Protein = X 100%
Berat Sampel
o NDF (Metode Van Soest)
Sampel (kering udara) ditimbang sebanyak 0,5 g (A), dimasukkan ke
dalam gelas beaker 600 ml dan dltambahkan 50 ml larutan NDS (Neutral
Detergen Solution). Setelah itu disimpan ditempat pemanasan (hot plate) dan
dipanaskan selama 60 menit sambil direfluk.
Menimbang cawan masir berukuran G3 sebagai B g, selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan bantuan pompa vakum. Penyaringan dilakukan mulai dari
bahan cairan, kemuhan bagian padatannya dimasukkan ke dalam saringan
habis masuk kedalam cawan masir. Sampel dicuci dengan akuades panas
kemudian dengan aseton.
Hasil penyaringan dikeringkan dalam oven 105 "C, setelah itu dlmasukkan
ke dalam eksikator selama satu jam, kemudian ditimbang (C).
ADF
Prosedur yang dilakukan sama dengan Analisa NDS, namun larutan yang
digunakan adalah 50 ml ADS (Acid Detergen Solution).
C - B
% ADF = X 100%
A
Lignin (Metode Van Soest)
o Uji kecernaan (in sacco)
Kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)
diukur dengan metode in sacco.
o Asarn laktat
Sampel silase sebanyak 1 g ditambahkan 10 ml aseton teknis
(perbandingan 1 : 10). Kemudian disimpan semalam pada suhu 4 "C, dengan
maksud untuk mengendapkan semua protein yang ada. Setelah itu sampel
dimasukkan dalam sentrifuge dengan kecepatan perputaran 4000 rpm selama 20
menit pada suhu 4 "C, kemuhan lambil supernatannya.
Supernatan yang diperoleh direndam dalam waterbath suhu 80 "C, dalam
perbandingan 1 : 10 atau 1 : 20, selanjutnya diaduk sampai merata, clan Qsaring
menggunakan kertas saring dan arang aktrf Kadar asam laktat dalarn larutan hasil
penyaringan diukur dengan HPLC, menggunakan colum C18, panjang gelombang
1V. HASH, DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Prehidrolisis Enzimatis Rumput Gajah oleh P. crysosporium
Lignin Rumput
Rataan kandungan lignin rumput gajah yang difermentasi dengan P.
crysosporium disajikan dalam Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa pemberian inokulan P. crysosporium (dosis lo7, lo8 clan 10' sporafkg rumput segar) tidak mempengadi kadar lignin rurnput gajah (urnur 60 hari dan telah
berbunga). Hal ini menunjukkan bahwa dengan lama pelayuan sarnpai 4 (empat)
hari dan dosis P. crysosporium sarftpai 10' spora/kg rumput, belum cukup waktu bagi P. crysosporium untuk mendegradasi lignin. Menurut SchlegeI(1994) bahwa hbandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin dipecah sangat lamban.
Lignin sangat sulit dirombak walau oleh mikroba rumen sekalipun, terutama
pada pemecahan cincin aromatiknya (Orphin, 1984).
Tabel 1. Kadar Lignin Rumput Gajah yang difermentasi dengan P. crysosporium Pelayuan Dosis (
x
lo6 sporaj Kg ~ u m p u t ) Rataan(Hari ) 0 10 100 1000
0 15,56 11,55 16,63 13,57 13,92" 2 15,58 15,OO 16,61 15,44 15,68" 4 22,23 16,93 16,76 13,84 17,44" Rataan 17,79" 1 4,49a 16,67a 14,28" 15,81
Hasil percobaan Jha et al. (1995) menunjukkan bahwa inokulan P. crysosporium
yang diinkubasikan selama 6 hari pada suhu 25 "C belum menghasilkan lignase
namun menghasilkan enzim selulase. Hasil penelitian lain diketahui bahwa untuk
dapat mendegradasi lignin, miselium P. crysosporium ditumbuhkan pada media
agar selama seminggu, kemudian diambil dan ditumbuhkan kembali pada media
lain selama dua minggu (Johansson et al., 1999).
Dalam penelitian ini penambahan w a h pelayuan yang terlalu lama
untuk memberikan kesempatan bagi P. crysosporium dalam memproduksi lignase
tidak dilakukan, karena disamping mempertimbangkan kualitas hijauan, juga
terjadinya perombakan komponen bahan organik rumput yang terlalu besar tidak
Qharapkan. Tidak adanya interaksi antara lama pelayuan dan dosis inokulan
diduga belum diproduksinya enzim lignase pada pelayuan sampai empat hari,
sehingga kombinasi penambahan dosis inokulan dan pelayuan t tidak berpengaruh
terhadap kandungan lignin.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Rumput Gajah
Nilai rataan kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan
organik (KCBO) sebagai alubat dari lama pelayuan dan dosis inokulan P.
crysosporium diperlihatkan pada tabel 2 dan tabel 3. Berdasarkan analisis statistik
ternyata ada interaksi yang nyata antara pelayuan dengan dosis inokulan yang
diberikan. Terlihat bahwa pada pelayuan empat hari penggunaan inokulan sampai
dosis lo7 sporakg berat segar rumput gajah, tidak berpengaruh terhadap
memperlihatkan pengaruh yang signifikan, namun pemberian inokulan pada dosis
yang lebih tinggi lagi memberikan hasil yang tidak nyata. Dengan kata lain
bahwa perlakuan yang terbaik adalah pada pelayuan 4 (empat) hari dengan dosis
pemberian inokulan sebesar lo8 spora /kg berat segar rurnput.
Tabel 2. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Rumput Gajah yang diferrnentasi dengan P. crysosporium
Pelayuan Dosis ( X lo6 sporal Kg Rumput ) Rataan
(Hari) 0 10 100 1000
4 2 6 , 1 4 ~ 2 6 , 1 4 ~ 3739" 3 1,06"~ 30,23 Rataan 28-24 29.38 30.01 29-72 29.34 Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Hasil pada Tabel 1, bahwa tidak terjadi degradasi lignin namun terjadi
perubahan KCBK dan KCBO, ha1 ini mengindikasikan bahwa dengan dilayukan
selama 4 (empat) hari, P crysosporium (dosis lo8 spora k g berat segar rumput)
tersebut &pat bekerja secara baik dengan memecah ikatan lignin kompleks, yaitu
memisahkan lignin yang mengikat non selulosa karbohidrat. Menurut Paterson
(1986) bahwa ada dua model degradasi lignin selain memecah lignin itu sendiri
dengan cara mineralisasi, model lain adalah dengan melepaskan lignin yang
mengikat karbohdrat non selulosa, dimana karbohidrat non selulosa tersebut
menjah water soluble complex (senyawa komplek yang dapat larut dalarn air)
yang lebih mudah dicerna.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalarn pembuatan
crysosporium dapat bekerja secara efektif dalam memecah komponen dinding sel tanaman yang sulit dicerna oleh mikroba rumen sekalipun, dengan tidak adanya
atau kompetisi dengan mikroba yang tidak diinginkan. Sedangkan dosis
pemberian inokulan yang terbaik untuk ferrnentasi rumput gajah yang telah
berbunga adalah sebesar lo8 spora /kg berat segar rumput.
Tabel 3. Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Rurnput Gajah yang Difennentasi dengan P. crysosporium
Pelayuan Dosis (
x
lob sporal Kg Rumput ) Rataan(Hari) 0 10 100 1000
( % )
0 2 0 , 6 8 ~ 26,82ab" 15,54~ 23,47b"d 2 1,63 2 29,50ab" 29,98ak 30,83"~ 2 7 , 0 3 ~ ~ 29,33 4 20,39& 22,27b"d 32,14" 24,79ab" 24,90
Rataan 23,52 26,36 26,17 25,lO 25,29
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Percobaan 11. Pengaruh Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium dan Inokulasi
L
plantarum terhadap Kualitas SilaseRumput Gajah.
Keadaan Umum Silase
Rumput yang telah mengalami proses prehidrolisis enzimatis (sesuai pada
percobaan I) dibuat silase dengan penambahan bakteri asam laktat L. plantarum.
Setelah 30 hari dinkubasikan diperoleh silase dengan data keadaan fisik seperti
nampak pada Tabel 4.
Silase yang dihasilkan dari rumput gajah yang sebelumnya telah
[image:116.566.43.452.41.744.2]terjadi fermentasi secara sempurna dengan terbentuknya asam laktat. Kondisi ini
nampak pula dari nilai pH yang dihasilkan dengan rata-rata 4,4 (Tabel 5).
Hal ini dimungkinkan oleh pengaruh positip dan penambahan L.
plantarum dalam pembuatan silase. Menurut Pelezer et al. (1986) bahwa L.
plantarum termasuk dalam kelompok bakteri tipe homofermentatif, yaitu akan menghasilkan dua mol asarn laktat untuk setiap mol glukosa dan fiuktosa. Tidak
menghasilkan asam lain seperti asam butirat dan gas yang tidak dikehendaki
dalam pernbuatan silase. Dengan penarnbahan L. plantarum sebagai penghasil asarn laktat akan dapat mempercepat proses p e n m a n pH silase.
Rendahnya pH akan dapat menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob yang
tidak dikehendab seperti Enterobakteriaceae, Bacilli, Clostridia clan Listeria, untuk itu kerusakan silase dapat ditekan, pada akhirnya akan meningkatkan daya
simpan silase yang dihasilkan.
Tabel 4. Keadaan Umum Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan
Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum
Perlakuan Peubah
Pelayuan Dosis Warna Bau Tekstur Jamur* Cairan yg
-1 (lo6 spora/ kg WP) keluar
0 0 Hijau kekuningan Harum lunak Ada basah
Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Kuning kecoklatan lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak
Ada basah Ada basah Ada basah Ada agak basah Ada agakbasah Ada agakbasah Ada agak basah Ada cukup kering
10 Kuning kecoklatan Harum lunak Ada cukup kering
100 Kuning kecoklatan Harum lunak Ada cukup kering
1000 Kuning kecoklatan Harum lunak Ada cukup kering
Warna silase, di samping dipengaruhi oleh adanya pelayuan sebelum
proses ensilase, juga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu selama proses
ensilase. Pelayuan menyebabkan warna rumput menjadi kecoklatan karena
rusaknya pigrnen daun, sedangkan suhu yang tinggi selama ensilasi dapat
menyebabkan perubahan warna silase, alubat dari terjadinya reaksi Maillard.
Menurut Bolsen clan Sapienza (1993) bahwa suhu yang tinggi selama proses
ensilase dapat menyebabkan reaksi Maillard atau reaksi yang berwarna coklat.
Dalam reaksi ini, gula dan asam amino bebas akan membentuk polimer yang
nantinya akan terdeteksi sebagai fiaksi serat deterjen asam (ADF) dan nitrogen
tidak terlarut dalam deterjen asam (ADIN).
Suhu yang tingg selama proses ensilase dapat disebabkan oleh karena
adanya udara didalam silo sebagai akibat kurang sempurnanya dalam pemadatan
atau penutupan silo. Menurut Susetyo et al. (1977) bahwa sel-sel hijauan yang masih hidup melakukan respirasi terus selama tersedia oksigen dalam silo dan
menghasilkan C02, H20 dan panas.
Dari hasil penelitian narnpak bahwa pelayuan mempengaruhi cairan silase
yang dihasilkan. Menurut McDonald et al. (1 99 1) bahwa pembuatan silase dengan
kondisi yang sangat basah akan menghasilkan cairan silase yang cukup banyak,
sehingga kondisi lebih kering diperlukan untuk mempermudah penanganan dan
kandungan bahan kering yang diperoleh lebih tinggi.
Silase yang dihasilkan ditumbuhi jamur pada permukaannya. Ensminger
(1971) menyatakan bahwa pertumbuhan jamur pada permukaan silase disebabkan
oleh McCullough (1978) bahwa jamur biasanya tumbuh di atas atau di sisi silo
dan jurnlahnya tergantung pada cara pemadatan.
pH dan Kadar Asam Laktat Silase
Nilai pH silase sangat penting sebagai salah satu tolok ukur dari kualitas
silase, terutama dalam kaitannya dengan daya simpan silase yang dihasilkan.
Menurut Bolsen dan Sapienza (1993) bahwa rendahnya pH sangat penting untuk
mencapai keadaan stabil bagi silase. Semakin rendah pH semakin banyak asam
laktat dan atau asam lemak terbang terbentuk. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
mikroba yang terpenting dalam proses ensilase disini adalah bakteri penghasil
asam laktat. Nilai pH clan kadar asam laktat silase tersebut Qsajikan dalam Tabel
5 dan Tabel 6.
Tabel 5. pH Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum
Pelayuan Dosis (
x
lo6 sporal Kg ~ u m p u t ) Rataan(Hari) 0 10 100 1000
4 4,62ab"d 4,72ab" 4,8ga 4,46ab"d" 4,67 Rataan 4,34 4,60 4,57 4,26 4,44
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Nilai rata-rata pH secara umurn cukup baik, yaitu 4,4 (Tabel 5). Secara
statistik narnpak adanya interaksi antara perlakuan dosis inokulan P. crysosporium
(yang dikombinasikan dengan bakteri asam laktat) dengan perlakuan pelayuan.
Jika dihubungkan dengan kandungan asam laktat, maka narnpak adanya variasi
ha1 ini L. plantar~~w, tidak dapat mencegah berkembangnya bakteri asam laktat
heterofermentatif, yaitu bakteri yang tidak hanya menghasilkan asarn laktat saja
tetapi juga asam lain seperti asam asetat.
Tabel 6. Asam Laktat Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum
Pelayuan Dosis (
x
lo6 s~ora/ Kg Rumput ) Rataan(Hari) 0 10 100 1000 -
(
>
0 0 . 3 3 ~ " ~ 0 . 2 2 ~ ~ 0 . 3 7 ~ ~ ' 0.45= 0,34
2 0,04' 0.31 0.31 0.41 ab 0,27
4 0.1 5e 0.26'~ 0.27'~ 0.27'~ 0,24
Rataan 0,17 0,26 0,32 0,38 0,28 -
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 6 nampak bahwa untuk
setiap lama pelaym, penambahan inokulan cenderung akan meningkatkan
kandungan asam l a h t silase. Hal ini dimungkinkan karena bakteri asam laktat
@. plantarum) yaing dtambahkan dalam pembuatan silase dapat memanfaatkan karbohidrat ter1aru.t yang dihasilkan dari perombakan komponen yang lebih
komplek oleh P. crysosporium menjadi komponen yang mudah dicema. Menurut
Rahayu et al. (1992) bahwa bakteri asam laktat dapat mengubah glukosa dan
heksosa lainnya mcsnjadi asam laktat dan asam-asam volatil.
Perlakuan pelayuan dengan dosis inokulan saling mempengaruhi kadar
asam laktat yang dihasilkan (Tabel 6). Hal ini dikarenakan pelayuan rumput gajah
sebelwn dibuat silase akan memberikan kesempatan pada inokulan P.
crysosporium untuE-. berkembang. Asam laktat terbaik dihasilkan pada silase yang
pelayuan. Pemberian inokulan 109 sporal kg rurnput gajah pada pelayuan selama 4
(empat) hari justru menurunkan asarn laktat, dimungkinkan oleh karena
banyaknya nutrien yang hilang selama pelayuan, yang tidak memungkinkan
mikroba, baik P.crysosporium maupun mikroba yang berkembang selama ensilase, untuk berkembang secara baik. Menurut McDonald et al. (1991) bahwa
pelayuan selama 48 jam dibawah kondisi yang bagus maupun yang jelek, hijauan
masih seQkit mengalami penurunan karbohidrat terlarut.
Dengan semakin tingginya kandungan asam laktat, akan mempercepat
penurunan pH, sehingga perkembangan mikroba yang tidak diinginkan dapat
dihambat, pada akhirnya akan meningkatkan kualitas silase dan daya simpan
silase. Bolsen dan Sapienza (1983) menjelaskan bahwa proses ensilase berfungsi
untuk mengawetkan komponen nutrien lainnya yang terdapat dalam bahan silase.
Semakin cepat pH turun semakin dapat ditekan enzim proteolisis yang bekerja
pada protein. Rendahnya pH juga menghentikan perturnbuhan bakteri anaerob
seperti Enterobacteriaceae, bacelli, clostridza dan listeria.
Bahan Kering (BK) Silase
Analisa kadar air silase dalarn percobaan ini tidak &lakukan dengan
metode Destilasi Toluene, melainkan dengan metode konvensional, yaitu Metode
Weende. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peralatan dan kadar bahan- bahan
organik terutama asam laktat yang cukup rendah. Adapun kadar bahan kering
silase segar disajikan dalam Tabel 7. Nilai rataan bahan kering silase untuk
pelayuan selama 0, 2 dan 4 hari berturut-turut adalah 14,72%, 18,27% dan
Tabel 7. Bahan Kering (BK) Silase Segar dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis
P.
crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarumPelayuan Dosis (
x
lo6 sporaf Kg Rumput ) Rataan(Hari) 0 10 100 1000
( % I
4 22,OO 22,40 21,50 23,46 22,34a Rataan 18,07~ 1 8,25b 17.92~ 19,53" 18,44 Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menuniukkan - -
perbedaan (p<0,05)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama pelayuan, kandungan
bahan kering silase semakin besar, kondisi ini nampak pula dari kualitas fisik
silase yang lebih kering (Tabel 4). Menurut McDonald et al. (1991) kondisi
rumput yang lebih kering akan menghasilkan kandungan bahan kering silase
yang lebih tinggi. Dinyatakan oleh Ross (1984), antara lain bahwa dalam
pembuatan silase sering dilayukan terlebih dahulu dikarenakan antara lain: 1).
bahan kering yang diperoleh dari silase basah menjadi rendah 2). nutrien yang
hilang bersarna cairan yang keluar menjadi lebih kecil.
Pemberian inokulan 10' sporakg berat segar menghasilkan bahan kering
silase yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar 19,53 %,
sedangkan untuk dosis inoldan 10" dan lo8 sporakg rumput adalah 18,25% dan
17,92%. Hal ini dikarenakan penarnbahan inokulan kapang P. crysosporium pada
dosis tertinggi, banyak membutuhkan air untuk kebutuhan hidup ataupun untuk
aktivitas kapang tersebut. Menurut Nandika (1986), kebutuhan kapang akan
oksigen sesuai dengan kebutuhan akan air. Dalam ha1 ini kadar air minimum
Bahan Organik Silase
Hasil analisa bahan organik menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara
pengaruh pelayuan dengan dosis inokulan. Semakin lama pelayuan, akan
menurunkan kandungan bahan organik silase (Tabel 8). Dari data tersebut nampak
bahwa untuk pelayuan selama 0, 2 dan 4 hari berturut-turut sebesar 87,32%,
86,54% dan 85,18%. Hal ini disebabkan adanya kandungan nutrien yang
dikatabolis oleh enzim tanaman itu sendiri saat pelayuan rumput gajah maupun
oleh enzim tanaman yang berkembang selarna proses ensilase. Menurut
McDonald et al. (1991) bahwa sukrosa dikatabolis menjadi karbondioksida
dengan perlakuan pelayuan rumput, selain itu fiuktan dan total fruktosa terlarut
mengalami penurunan secara kontinyu selama periode pelayuan. Pemecahan ini
kemungkinan disebabkan oleh aktivitas enzim tanaman. Bakteri yang berkembang
selama ensilase juga dapat menghidrolisis senyawa fruktan. Perubahan level
fruktosa diikuti dengan perubahan total karbohidrat terlarut.
Tabel 8. Bahan Organik Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum
Pelayuan Dosis (
x
10" sporafKg ~umput ) Rataan(Hari) 0 10 100 1000
0 86,74 87,94 87,14 87,46 87,32a 2 86,05 85,51 87,40 87,19 86,54b 4 84,94 84,73 84,99 86,06 85,18' Rataan 85,91b ~ 6 ~ 0 6 ~ 86,5 lab 86,90a 86,35 Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan
perbedaan (p<0,05)
Penambahan dosis inokulan meningkatkan kandungan bahan organik
degradasi dinding sel semakin besar, menyebabkan semakin banyak mineral yang
terlepas dari sel dan ikut terlarut dalam cairan silase. Hal ini akan mengakibatkan
semakin berkurangnya kandungan mineral silase, dan pada akhirnya secara
persentase kandungan bahan organik silase akan meningkat ( Bahan kering terdiri
atas bahan organik dan mineral). Menurut Bolsen dan Sapienza (1993) cairan
silase selain mengandung asam-asam organik juga mengandung mineral-mineral.
Protein Kasar (PK)
Kadar protein kasar silase yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8. Tidak
ada interaksi antara dosis inokulan P. crysosporium, yang diperkuat dengan
bakteri asam laktat L. plantarum, dengan lama pelayuan. Rataan secara
keseluruhan kandungan protein kasar silase adalah 13,29 %. Kadar protein kasar
silase cukup besar jika dibandingkan dengan kadar protein kasar (PK)