• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dan Memasak Menggunakan Kayu Bakar di Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dan Memasak Menggunakan Kayu Bakar di Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Tahun 2015"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah

Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda silang (x) pada pertanyaan dibawah ini :

1. Apakah udara yang dihirup oleh manusia harus bebas pencemaran ? a. Ya

b. Tidak

2. Apakah memasak di dalam rumah bisa membuat udara tercemar/kotor ? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah memasak dengan menggunakan kayu bakar lebih mengotori udara di dalam rumah dari pada bahan bakar lainnya ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah menggunakan kompor, listrik atau gas lebih baik untuk terhindar dari udara yang tercemar ( kotor ) di dalam rumah ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah memasak di luar rumah bisa mengurangi udara kotor di dalam rumah?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah dengan adanya ventilasi seperti jendela atau cerobong asap dapat mengurangi pencemaran udara di dalam rumah ?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah balita paling sensitif terhadap udara yang tercemar ( kotor ) di dalam rumah ?

(2)

8. Salah satu cara untuk menghindari udara yang tercemar adalah menggunakan masker (penutup mulut) ?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah udara yang tercemar dapat menyebabkan keluhan pada saluran pernafasan ?

a. Ya b. Tidak

10. Dari mana ibu memperoleh informasi tentang penyakit pada saluran pernafasan?

1. Apakah ibu setuju bahwa udara yang dihirup manusia harus bebas dari pencemaran ?

2. Apakah ibu setuju bila memasak bisa membuat udara tercemar di dalam rumah ?

3. Apakah ibu setuju bila memasak dengan menggunakan kayu bakar lebih mengotori udara di dalam rumah dari pada bahan bakar lainnya ?

4. Apakah ibu setuju bila menggunakan kompor,listrik atau gas lebih baik untuk terhindar dari udara yang tercemar di dalam rumah ?

5. Apakah ibu setuju bila memasak di luar dapat mengurangi pencemaran udara ?

6. Apakah ibu setuju bila ventilasi udara (jendela, cerobong asap) bisa mengurangi pencemaran udara di dalam rumah ? 7. Apakah ibu setuju bila balita paling sensitif terhadap udara

yang tercemar ( kotor ) di dalam rumah ?

8. Apakah ibu setuju bila memakai masker (penutup mulut) pada saat memasak merupakan cara untuk menghindari udara yang tercemar di dalam rumah ?

9. Apakah ibu setuju akan mengganti bahan bakar kayu dengan bahan bakar lain seperti kompor minyak,listrik atau gas ?

10. Apakah ibu setuju bahwa memperoleh informasi tentang penyakit pada saluran pernafasan dari TV dan radio ? Keterangan :

S : Setuju

(3)

C. Tindakan Responden

2. Apakah ibu memakai masker ( penutup mulut ) pada saat memasak ? a. Ya

b. Tidak

3. Apakah pada saat memasak, ibu membawa balita ke dapur? a. Ya

b. Tidak

4. Apakah lokasi dapur anda terpisah dengan rumah? a. Ya

b. Tidak

5. Apakah terdapat jarak antara dapur dengan rumah anda? a. Ya

b. Tidak

6. Apakah setelah memasak ibu membersihkan dapur? a. Ya

b. Tidak

6. Apakah dapur memiliki jendela (ventilasi)? a. Ya

b. Tidak

7. Apakah ibu membuka jendela(ventilasi) saat memasak di dapur ? a. Ya

b. Tidak

8. Apakah langit - langit di dapur selalu ibu bersihkan ? a. Ya

b. Tidak

9. Jika ibu mengalami keluhan pernafasan kemana ibu berobat ? a. Puskesmas

(4)

Lampiran 2. Lembar Observasi Karakteristik Rumah Di Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Tahun 2016.

A. Tabel Pengukuran Komponen Rumah

2. Pencahayaan a. 60-120 Lux 1 MS

b. ≤20 dan ≥120 Lux 0 TMS

3 Jenis lantai a. Diplester/ubin/keramik 1 MS

b. Papan 0 TMS

c. Tanah 0 TMS

4 Jenis dinding a. Tembok/batu 1 MS

(5)

Lampiran 3. Lembar Observasi Jarak Dapur Di Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Tahun 2016

1. Jarak dapur ke rumah responden

a) Hasil pengukuran dari dapur ke rumah :...m2

Lampiran 4. Output Kategori Pengetahuan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 31 33.0 33.0 33.0

Baik 63 67.0 67.0 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 5. Output Kategori Sikap Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 48 51.1 51.1 51.1

Baik 46 48.9 48.9 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 6. Output Kategori Tindakan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 27 28.7 28.7 28.7

Baik 67 71.3 71.3 100.0

(6)

Lampiran 7. Output Observasi Ventilasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 12 12.8 12.8 12.8

Memenuhi syarat 82 87.2 87.2 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 8. Output Observasi Jenis Lantai

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 85 90.4 90.4 90.4

Memenuhi syarat 9 9.6 9.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 9. Output Observasi Jenis Dinding

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 38 40.4 40.4 40.4

Memenuhi syarat 56 59.6 59.6 100.0

(7)

Lampiran 10. Output Observasi Jenis Langit-langit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 38 40.4 40.4 40.4

Memenuhi syarat 56 59.6 59.6 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 11. Output Observasi Kepadatan Hunian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 55 58.5 58.5 58.5

Memenuhi syarat 39 41.5 41.5 100.0

Total 94 100.0 100.0

Lampiran 12. Output Observasi Kelembapan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak memenuhi syarat 55 58.5 58.5 58.5

Memenuhi syarat 39 41.5 41.5 100.0

(8)

Lampiran 13. Output Hubungan Pengetahuan Terhadap Kategori

% within Kategori pengetahhuan 64.5% 35.5% 100.0%

% within Katgori Responden 42.6% 23.4% 33.0%

% of Total 21.3% 11.7% 33.0%

Baik Count 27 36 63

% within Kategori pengetahhuan 42.9% 57.1% 100.0%

% within Katgori Responden 57.4% 76.6% 67.0%

% of Total 28.7% 38.3% 67.0%

Total Count 47 47 94

% within Kategori pengetahhuan 50.0% 50.0% 100.0%

% within Katgori Responden 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 3.080 1 .079

Likelihood Ratio 3.941 1 .047 .078 .039

Fisher's Exact Test .078 .039

Linear-by-Linear Association 3.857c 1 .050 .078 .039

N of Valid Cases 94

(9)

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 1,964.

Risk Estimate

(10)

Total Count 47 47 94

% within Kategori Sikap 50.0% 50.0% 100.0%

% within Katgori Responden 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Continuity Correctionb 3.448 1 .063

Likelihood Ratio 4.290 1 .038 .063 .031

Fisher's Exact Test .063 .031

Linear-by-Linear Association 4.212c 1 .040 .063 .031

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23,00.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,052.

(11)

Lampiran 15. Output Hubungan Tindakan Terhadap Kategori Responden Crosstab

Katgori Responden

Kasus Kontrol Total

Kategori Tindakan Buruk Count 21 6 27

% within Kategori Tindakan 77.8% 22.2% 100.0%

% within Katgori Responden 44.7% 12.8% 28.7%

% of Total 22.3% 6.4% 28.7%

Baik Count 26 41 67

% within Kategori Tindakan 38.8% 61.2% 100.0%

% within Katgori Responden 55.3% 87.2% 71.3%

% of Total 27.7% 43.6% 71.3%

Total Count 47 47 94

% within Kategori Tindakan 50.0% 50.0% 100.0%

% within Katgori Responden 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,50.

b. Computed only for a 2x2 table

(12)

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kategori Tindakan (Buruk / Baik)

5.519 1.967 15.488

For cohort Katgori Responden = Kasus

2.004 1.396 2.879

For cohort Katgori Responden = Kontrol

.363 .175 .754

(13)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.692a 1 .001

Continuity Correctionb 10.185 1 .001

Likelihood Ratio 12.213 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 11.567 1 .001

N of Valid Cases 94

(14)

Lampiran 16. Output Hubungan Ventilasi Terhadap Kategori Responden

Crosstab

Katgori Responden

Kasus Kontrol

Observasi Venti lasi

Tidak

memenuhi syarat

Count 10 2

% within Observasi Ventilasi 83.3% 16.7%

% within Katgori Responden 21.3% 4.3%

% of Total 10.6% 2.1%

Memenuhi syarat

Count 37 45

% within Observasi Ventilasi 45.1% 54.9%

% within Katgori Responden 78.7% 95.7%

% of Total 39.4% 47.9%

Total Count 47 47

% within Observasi Ventilasi 50.0% 50.0%

% within Katgori Responden 100.0% 100.0%

(15)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 4.681 1 .030

Likelihood Ratio 6.604 1 .010 .027 .014

Fisher's Exact Test .027 .014

Linear-by-Linear Association 6.049c 1 .014 .027 .014

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,459.

(16)

Lampiran 16. Output Hubungan Pencahayaan Terhadap Kategori

% within Katgori Responden 100.0% 100.0% 100.0%

(17)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 4.681 1 .030

Likelihood Ratio 6.604 1 .010 .027 .014

Fisher's Exact Test .027 .014

Linear-by-Linear Association 6.049c 1 .014 .027 .014

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00. b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,459.

(18)
(19)

Value df

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .123 1 .726 1.000 .500

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear Association .122c 1 .727 1.000 .500

N of Valid Cases 94

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -,349.

(20)
(21)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 5.345 1 .021

Likelihood Ratio 6.447 1 .011 .020 .010

Fisher's Exact Test .020 .010

Linear-by-Linear Association 6.293c 1 .012 .020 .010

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,00.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,509.

(22)
(23)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 5.345 1 .021

Likelihood Ratio 6.447 1 .011 .020 .010

Fisher's Exact Test .020 .010

Linear-by-Linear Association 6.293c 1 .012 .020 .010

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,00.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,509.

(24)
(25)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 11.219 1 .001

Likelihood Ratio 13.006 1 .000 .001 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association 12.530c 1 .000 .001 .000

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,50.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 3,540.

(26)

Lampiran 21. Output Hubungan Kelembapan Hunian Terhadap Kategori

(27)

Likelihood Ratio 6.604 1 .010 .027 .014

Fisher's Exact Test .027 .014

Linear-by-Linear Association 6.049c 1 .014 .027 .014

N of Valid Cases 94

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,459.

Risk Estimate

(28)

jarakdapur * status Crosstabulation a Computed only for a 2x2 table

(29)

Lampiran 21. Gambar Penelitian

(30)

Gambar Lampiran 2. Pengukuran Ventilasi Responden

(31)

Gambar Lampiran 4. Pengukuran Kelembapan Udara di Salah satu Rumah Resonden

(32)

Gambar Lampiran 6. Dinding Rumah Salah Satu Responden

(33)
(34)
(35)

MASTER DATA

No Kategori Umur JK Anak

Pengetahuan Sikap Tindakan Observasi jarak

(36)

12 Kasus 1 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 4 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 4 1 1 0 1 1 0 1 0 12 Kontrol 1 P 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 5 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 6 1 1 0 0 0 0 1 0

13 Kasus 2 P 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 4 1 1 0 0 0 0 1 0

13 Kontrol 3,5 P 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 6 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0

14 Kasus 2 L 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 5 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 6 1 1 0 0 0 0 1 3

14 Kontrol 4 L 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 4 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 4

15 Kasus 1 L 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 4 1 1 1 0 0 0 1 0

15 Kontrol 1 L 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 1 1 0 1 1 1 1 0

16 Kasus 2 P 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 6 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 4 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 7 1 1 0 0 0 1 1 0

16 Kontrol 4,5 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0 17 Kasus 2,5 L 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 4 1 1 0 1 1 1 1 0 17 Kontrol 1,5 L 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 4 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 4 1 1 0 1 1 0 1 0

18 Kasus 1 P 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 4 1 1 0 0 0 0 1 0

18 Kontrol 1 P 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 3 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 1 1 0 0 0 1 1 0 19 Kasus 1,5 L 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 3 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0 19 Kontrol 2 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

20 Kasus 2 L 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 4 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 4 0 0 0 1 1 1 0 0

20 Kontrol 4 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0 21 Kasus 1,5 L 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 7 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 4 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0 21 Kontrol 3 P 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 1 1 0 0 0 1 1 0

22 Kasus 2 P 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 6 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 6 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 5 1 1 0 1 1 1 1 0

22 Kontrol 3 P 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 7 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0

23 Kasus 1 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 0 0 0 1 1 1 0 0

(37)

25 Kasus 4 P 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 4 1 1 0 0 0 0 1 0 25 Kontrol 3 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 0 1 0 26 Kasus 4,5 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 0 1 0 26 Kontrol 3,5 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

27 Kasus 3 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 4 1 1 0 1 1 0 1 0

27 Kontrol 3 L 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 4 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 5 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 6 1 1 0 0 0 0 1 0

28 Kasus 2 L 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 1 1 0 0 0 1 1 0

28 Kontrol 2 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 1 1 0 1 1 1 1 0

29 Kasus 3 P 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 0 1 1 0

29 Kontrol 2,5 L 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 5 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 3 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 1 1 1 1 1 1 1 0

30 Kasus 3 P 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 0 0 0 1 0

30 Kontrol 2 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

31 Kasus 2 P 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 4 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 3 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 1 1 0 1 1 0 1 0

31 Kontrol 2 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 8 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0 32 Kasus 2,5 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 4 0 0 0 1 1 0 0 0 32 Kontrol 0 L 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 4 1 1 0 0 0 1 1 0

33 Kasus 1 L 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 0 0 1 0

33 Kontrol 4 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

34 Kasus 4 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 7 0 0 0 1 1 0 0 3

34 Kontrol 2 L 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 4 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8 1 1 0 0 0 1 1 1

35 Kasus 2 L 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 4 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 6 0 0 0 0 0 1 0 2

35 Kontrol 3 L 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 1 1 0 1 1 1 1 2

36 Kasus 3 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 7 1 1 0 1 1 1 1 0

36 Kontrol 2 P 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

37 Kasus 4 L 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 4 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 1 1 0 0 0 0 1 0

(38)

38 Kasus 2,5 P 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 6 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 4 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 6 0 0 0 1 1 0 0 0 38 Kontrol 3 P 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 0 1 0

39 Kasus 2 P 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 3 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0

39 Kontrol 2 P 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 3 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 0 1 0 40 Kasus 1,5 P 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 4 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 3 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 40 Kontrol 4 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 1 1 0 1 1 1 1 0 41 Kasus 2,5 P 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 6 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 1 1 0 0 0 0 1 0 41 Kontrol 2,5 L 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0 42 Kasus 3 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 6 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0 42 Kontrol 1 P 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 6 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

43 Kasus 1 P 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 0 0 1 0

43 Kontrol 3,5 L 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 3 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 5 0 0 0 0 0 1 0 0

44 Kasus 4 L 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 7 1 1 0 1 1 0 1 0

44 Kontrol 2 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 0 1 1 1 1 0

45 Kasus 3 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 6 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 0 0 1 1 1 0 0 0

(39)

Keputusan Menteri Kesehatan

No. 829 Tahun 1999

Tentang : Persyaratan Kesehatan Perumahan

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa pembangunan perumahan berpengaruh besar terhadap peningkatan derajat kesehatan keluarga, oleh karena itu perlu ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan;

Mengingat :

1. Undang – undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3237);

2. Undang – undang Nomor 46 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318); 3. Undang – undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);

4. Undang – undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Ke pendudukan dan Pembangunan Ke Iuarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475);

5. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 6. Undang – undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Tahun 1984 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 7. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan – ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Di Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347);

(40)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Wabah Penyakit

Persyaratan kesehatan perumahan dalam keputusan ini dimaksudkan untuk melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat.

Kedua :

Persyaratan kesehatan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua, meliputi :

1. Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit dan penghijauan.

2. Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur.

Keempat :

Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan sebagai mana dimaksud dalam Diktum ketiga menjadi tanggung jawab :

a. Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan; b. Pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.

Kelima :

Persyaratan Kesehatan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga berlaku juga terhadap rumah susun atau kondominium, rumah took dan rumah kantor pada zona permukiman.

Keenam :

(41)

Ketujuh :

Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini dapat dikenakan sanksi pidana dan / atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Undang – undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Kedelapan :

Setiap perumahan yang telah ada wajib memenuhi persyaratan kesehatan perumahan sesuai keputusan ini selambat - lambatnya dalam waktu 5 (Iima) tahun sejak Keputusan ini ditetapkan.

Kesembilan : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 Juli 1999 Menteri Kesehatan kurang dari 0,5 serat/m³ per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya mikroorganisme patogen

2. Komponen dan Penataan Ruang Komponen dan penataan ruang rumah

(42)

b. Dinding

Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara

Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan c. Langit – langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. 4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70% c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam d. Pertukaran udara

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m³ 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah. 7. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(43)

9. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Masalah perumahan telah diatur dalam Undang – Undang pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur” Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :

(44)
(45)
(46)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, UF,. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Universitas Indonesia, Jakarta.

Agus, R. 2000. Hubungan keadaan rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pad abalita di kota semarang (studi kasus di kelurahan genuksai dan kelurahan sekaran). Diperoleh dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1

&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiE5L-8osLLAhUHkY4KHY44BIcQFggcMAA&url=https%3A%2F%2Fcore.ac. uk%2Fdownload%2Fpdf.

Aryanto,Y.2008. Membangun Dapur Apik dan Nyaman.Jakarta : Swadaya.) Azwar, A,. 2002. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan

Masyarakat, Binarupa Aksara, Jakarta.

Chandra, Budiman,. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2004. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Ditjen PPM dan PLP, http:/www.depkes.go.id. Diakses tanggal 7 Februari 2015.

Diana, M.R. 2012. Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Rumah dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Diperoleh dari

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd= 5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwifyPCiisLLAhVPCY4KHbccBtkQFg g9MAQ&url=http%3A%2F%2Flib.unnes.ac.id.

Hartono, R & Rahmawati, D, ISPA, 2002. Gangguan Pernapasan pada Anak, Nuha Medika, Yogyakarta.

Kusnanto, Hari,. 2001. Planet Kita, Kesehatan Kita (Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

(47)

Marlina, A. 2015. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap kejadian

Mudya, Sanu,. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Mukono, HJ,. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Air langga University Press. Surabaya

Notoatmodjo, Soekidjo,. 2002. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta

Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta .

Nurhastati, R. 2007. Hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas tonjong

kabupaten brebes. Diperoleh dari

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwifyPCiisLLAhVPCY4KHbccBtkQFgg hMAA&url=http%3A%2F%2Fcore.ac.uk%2Fdownload%2Fpdf%2F1173 6321.pdf

Permenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

_____________ No.1077/Menkes/PER/V/2011, Tentang Pedoman Penyahatan Udara Dalam Ruang Rumah.

Prasetya, BY, 2005. Mendesain Rumah Tropis. PT. Trubus Agriwidya, Semarang.

Retno, W. 2004. Survei Cepat Gambaran Kondisi Fisik RumahKaitannya dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen 2 Kabupaten

Kebumen.Vol.III/No.02/Oktober 2004, hal.33.

Riskesdas, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan

(48)

Safitri, L.R. 2009. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kudus. Skripsi UNS: Semarang.

Sastra, SM & Marlina, E,. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, ANDI, Yogyakarta.

Sitorus, Ronald,. 2005. Gejala Penyakit dan Pencegahannya. Yrama Wisya. Bandung

Slamet, JS,. 2009. Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada, Yogyakarta

Soematri, Irman,. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Utama, Jakarta.

Suryanto, 2003. Hubungan Sanitasi Rumah dan Faktor Intern Anak Balita dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya

Tamher, Sayuti, & Heryati,. 2008. Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Trans Info Media. Jakarta.

Vevi, A.Y. 2013. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan orang tua terhadap kejadian ISPA pada anak balita di desa dulupi kecamatan dulupi kabupaten boalemo 2013. Diperoleh dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8

(49)

WHO, 2007. Infection prevention and control of epidemic and pandemic prone acute respiratory diseases in health care, http://www.who.int, diakses tanggal 17 Januari 2013.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitik yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik kondisi rumah dan memasak menggunakan kayu bakar di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di kecamatan sianjur mula-mula kabupaten samosir tahun 2016 dengan rancangan penelitian

Case Control, yaitu suatu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana

faktor risiko dipelajari dengan pendekatan retrospektif, dimana status kesehatan diidentifikasi terlebih dahulu baru kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau pengaruhnya pada masa lalu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan sianjur mula-mula, Kabupaten Samosir. Alasan memilih lokasi karena:

1. sebagian besar penduduk kecamatan sinjur mual-mula masih banyak menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak

2. sebagian besar penduduk sianjur mula-mula masih banyak yang memiliki rumah yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan.

(51)

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan dari bulan Februari - April 2016 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga yang memiliki balita yang didiagnosa menderita ISPA di wilayah kerja puskesmas limbong kecamatan sianjur mula-mula yang memiliki balita yaitu sebanyak 953 orang.

Populasi kontrol adalah tetangga penderita yang tidak menderita ISPA yang rumahnya dekat dengan kasus sebanyak 47 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian yang dimbil dari keseluruhan subyek yang diteliti dan dan dianggap mewakili dari populasi.Sampel kasus dalam penelitian ini adalah balita penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula sedangkan respondennya adalah ibu dari balita.Metode pengambilan sampel adalah dengan metode penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan perhitungan sampel sebagai berikut:

n =

2

+3

dimana : zα = kesalahan Tipe I = 5% = 1,96

zβ= Kesalahan Tipe II = 20

%= 0,84

(52)

n = 2

+ 3

= 2

+ 3

= 2

+ 3

= 46,67 = 47 Balita

Sampel kontrol pada penelitian ini adalah tetangga penderita yang tidak menderita yang rumahnya dekat dengan kasus yang ada di wilayah kerja Puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula sebanyak 47 balita dengan pencocokan (matching) sama dengan kasus dalam hal umur yaitu golongan balita. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Untuk memperoleh besar sampel yang diinginkan, dilakukan dengan cara penelusuran kasus yang ada sebelum penelitian. Responden terdiri dari kasus dan kontrol.Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

random number generate yaitu suatu algoritma yang digunakan untuk

menghasilkan urutan-urutan dari angka-angka sebagai hasil dari perhitungan dengan komputer yang diketahui distribusinya sehingga angka-angka tersebut muncul secara random dan jumlah total seluruh sampel (kasus dan kontrol) adalah sebanyak 94 balita.

(53)

Kriteria dalam pemilihan sampel pada penelitian ini terdiri dari : 1. Kriteria Inklusi

1 Kriteria Kasus Merupakan kriteria yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikut sertakan ke dalam penelitian sebagai kelompok kasus, kasus dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Penderita ISPA berdasarkan diagnosis petugas puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula pada Tahun 2014 2. Tinggal dan menetap lebih dari 1 tahun di wilayah kerja

puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula 3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian

2 Kriteria Kontrol merupakan keadaan yang menyebabkan subjek diikut sertakan dalam penelitian sebagai kelompok kontrol, kriteria kontrol dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Tetangga balita penderita dan tidak menderita ISPA

2. Tinggal dan menetap lebih dari 1 tahun di wilayah kerja puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula

3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian

2. Kriteria Eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang tidak dapat diikutsertakan ke dalam penelitian, kriteria eksklusi pada penelitian ini terdiri dari :

(54)

2 Tidak menetap lebih dari 1 tahun di wilayah kerja puskesmas Limbong kecamatan sianjur mula-mula

3 Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian

Jika didalam satu rumah ditemukan lebih dari satu orang yang menderita ISPA, maka hanya diambil 1 balita saja yaitu yang memenuhi kriteria inklusi.

3.5 Jenis Data

3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada responden dan observasi dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI dan Kepmenkes RI No.829 Tahun 1999 dan wawancara menggunakan kuisioner mengenai perilaku penggunaan kayu bakar pada responden yang menggunakan kayu bakar.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari puskesmas limbong mengenai kasus ISPA pada balita.

3.6 Defenisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka defenisi operasional dari variabel dapat dilihat sebagai berikut :

(55)

2. Kontrol : tetangga balita yang terkena ISPA yang memiliki balita yang tidak terkena ISPA

3. ISPA Adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau

lebih dari saluran napas bagian atas

4. ventilasi kamar adalah luas ventilasi alamiah yang permanen yang luas minimal 10% dari luas lantai.

5. pencahayaan alami kamar adalah pencahayaan alami dan atau buatan langsung muapun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

6. kelembapan udara kamar adalah kualitas udara dalam rumah berkisar antara 40-70%.

7. Lantai rumah adalah terbuat dari ubin atau semen.

8. Dinding adalah kondisi fisik rumah yang harus kedap air. 9. Langit-langit adalah memiliki asbes atau plafon

10. Kepadatan hunian kamar adalah ruangan yang digunakan untuk tidur tidak dianjurkan lebih dari 2 orang tidur.

11. Kebiasaan menggunakan kayu bakar untuk memasak adalah apabila ibu rumah tangga yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak di rumah.

12. Jarak dapur adalah hasil mengukuran anatara dapur dengan rumah respoden yang menggunakan kayu bakar untuk memasak

(56)

14. Sikap adalah Tanggapan responden tentang pengunaan kayu bakar. 15. Tindakan adalah Suatu bentuk perbuatan atau aktivitas nyata dari

responden tentang pengunaan kayu bakar. 3.7. Aspek Pengukuran dan Instrumen

3.7.1. Aspek Pengukuran

a. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Bila responden dapat menjawab dengan benar diberi nilai 1, tetapi jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu : a. Baik, apabila nilai yang diperoleh > 50% yaitu dengan total skor > 5

b. Buruk, apabila nilai yang diperoleh < 50% yaitu dengan total skor < 5 b. Sikap

Sikap responden diukur melalui 10 pertanyaan. Bila responden dapat menjawab dengan benar diberi nilai 1, tetapi jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

a. Baik, apabila nilai yang diperoleh > 50% yaitu dengan total skor > 5 b. Buruk, apabila nilai yang diperoleh < 50% yaitu dengan total skor < 5 c. Tindakan

Tindakan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Bila responden dapat menjawab dengan benar diberi nilai 1, tetapi jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

(57)

3.7.2 Kondisi Fisik Rumah

1. Ventilasi

Cara pengukurannya berdasarkan alat ukur Roll meter yang dilakukan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Tidak Memenuhi syarat apabila ventilasi <10% dari luas lantai = 0 - memenuhi syarat apabila ventilasi >10% dari luas lantai = 1 2. Pencahayaan Alami

Cara pengukurannya berdasarkan alat ukur Luxmeter yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Memenuhi syarat apabila pencahayaan alami 60-120 Lux = 1

- Tidak memenuhi syarat apabila pencahayaan alami ≤20 dan ≥120 Lux = 0 3. Lantai

Cara pengukurannya berdasarkan pengamatan/observasi yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

(58)

4. Dinding

Cara pengukurannya berdasarkan pengamatan/observasi yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Memenuhi syarat apabila dinding kedap air dan mudah dibersihkan (tembok dan batu) = 1

- Tidak memenuhi syarat apabila dinding terbuat dari kayu, papan, bambu dan tidak kedap air = 0

5. Langit-langit

Cara pengukurannya berdasarkan pengamatan/observasi yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Memenuhi syarat apabila langit-langit mudah dibersihkan = 1 - Tidak memenuhi syarat apabila langit-langit tidak ada = 0 6. Kepadatan Hunian

- Padat apabila Luas ruangan <8 m2= untuk 2 orang =0 - Tidak padat bila Luas ruangan >8 m2 untuk 2 orang 7. Kelembaban

- Memenuhi syarat apabila kelembaban 40-70% = 1

(59)

3.7.3. Instrumen

Instrumen yang dipakai untuk pengumpulan data adalah berupa pengamatan/observasi (lantai, langit-langit, dan dinding) dan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang pengetahuan, sikap, tindakan, memasak menggunakan kayu bakar di dalam rumah dan cara pengukuran kondisi fisik rumah seperti ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan kepadatan Hunian.

Cara-cara pengukuran kondisi fisik rumah : - Pengukuran Luas Ventilasi

Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ventilasi adalah Roll meter (Lipi, 2012).

Gambar 3.1 : Roll meter Cara pengukurannya yaitu :

- Luas ventilasi diukur - Luas lantai diukur

(60)

Kriteria pencahayaan alami yang memenuhi syarat adalah apabila lebih dari atau sama dengan 60 Lux dan tidak menyilaukan mata, sedangkan tidak memenuhi syarat apabila kurang dari 60 Lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran pencahayaan alami adalah Luxmeter (Lipi, 2012).

Gambar 3.2 : Luxmeter Cara penggunaannya yaitu :

- Geser tombol “off/on” kearah On

- Pilih kisaran Range yang akan diukur (2.000 Lux, 20.000 Lux atau 50.000 Lux) pada tombol Range

- Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang akan diukur kuat penerangannya

- Lihat hasil pengukuran pada layar panel - Kelembaban

Kelembaban yang memenuhi syarat di dalam rumah adalah 40-70% sedangkan tidak memenuhi syarat <40% dan >70%.

(61)

Gambar 3.3 Hygrometer - Pengukuran Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian diukur dengan membagi antara luas kamar dengan jumlah anggota kelurga yang menghuni kamar. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 kriteria kepadatan hunian kamar yaitu memenuhi syarat apabila terdapat ≤ 2 orang per 8m2 kecuali anak di bawah umur 5 tahun dan tidak memenuhi syarat atau padat bila terdapat > 2 orang per 8m2 (Lipi, 2012).

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan wawancara yang berpedoman pada lembar observasional yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data puskesmas Limbong kecamatan mula-mula tahun 2016.

3.8.1 Pengolahan Data

data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer univariat dan tabulasi silang (bivariat).

(62)

1. Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam tabel-tabel

2. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah dikumpulkan, meliputi kelengkapan isian, keterbacaan,tulisan, kejelasan jawaban, relevansi jawaban, keseragaman satuan data yang digunakan dan sebagainya. 3. Coding, yaitu Setelah data diperoleh dan telah dilakukan pengeditan

maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan.

3.8.2 Analisa Data

Data yang ada dilakukan analisis dengan menggunakan :

1. Analisa univariat yaitu untuk mengetahui distribusi setiap variabel penelitian

2. Analisa bivariat yaitu Analisis data dilakukan dengan uji statistik menggunakan chi-square, untuk melihat adanya hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dengan derajat kemaknaan α = 0,05.

(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Sianjur Mula-Mula terletak di wilayah barat Kabupaten Samosir dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Hasinggaan dan Bonan Dolok 2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Boho

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Singkam 4. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Huta Ginjang

Kecamatan Sianjur mula-mula terdiri dari 12 desa yang terdiri dari (Desa Boho, Desa Huta Ginjang, Desa Aek Sipitudai, Desa Habeahan, Desa

Sarimarrihit, Desa Huta Gur-Gur, Desa Siboro, Desa Ginolat, Desa Hasinggaan, Desa Bonan Dolok, Desa Singkam, Desa Sianjur Mula-Mula).

Jumlah penduduk Kecamatan Sianjur Mula-Mula sebanyak 9.286 jiwa Kecamatan Sianjur Mula-Mula berada diantara pengunungan dan mata pencaharian mayoritas adalah bertani.

4.2 Hasil Analisis Univariat

4.2.1 Observasi Komponen Rumah Responden

(64)

Tabel 4.1 Distribusi Observasi Komponen Rumah Responden komponen rumah responden yang banyak memenuhi syarat adalah ventilasi 82 orang (87,2), pencahayaan 82 orang (87,2), kelembapan 82 orang (87,2).sementara pada komponen rumah responden sebagian besar yang tidak memenuhi syarat adalah jenis dingding 86 orang (91,5),jenis langit-langit 86 orang (91,5).

4.2.2 Pengetahuan Tentang Penggunaan Kayu Bakar

(65)

Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan menggunakan kayu bakar lebih mengotori udara di dalam rumah dari pada bahan bakar lainnya?

61 64,9 33 35,1 94 100,0

4. Apakah menggunakan kompor, listrik atau gas lebih baik untuk terhindar dari udara yang tercemar (kotor) di dalam rumah? seperti jendela atau cerobong asap dapat mengurangi pencemaran udara di dalam rumah?

53 56,4 41 43,6 94 100,0

7. Apakah balita paling sensitif terhadap udara yang tercemar (kotor) di dalam rumah?

(66)

Hasil analisis Tabel 4.2 menunjukkan dari jawaban responden berdasarkan pengetahuan terhadap kayu bakar yaitu,sebanyak 85 orang (90,4%) responden yang paling banyak setuju bahwa balita paling sensitif terhadap udara yang tercemar (kotor) di dalam rumah,sementara sebanyak 92 orang(97,9%) responden yang paling banyak tidak setuju bahwa informasi tentang ISPA dapat di peroleh dari radio atau TV.

Berdasarkan hasil distribusi jawaban di atas, maka pengetahuan responden tentang penggunaan kayu bakar dapat dikategorikan pada Tabel 4.3 yang disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan

Pengetahuan Jumlah Persentase

(%)

Baik 63 67,0

Buruk 31 33,0

Total 94 100,0

Hasil pengkategorian pada Tabel 4.3 maka diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang penggunaan kayu bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 63 orang (67,0%).

4.2.3 Sikap Terhadap Penggunaan Kayu Bakar

(67)

Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Terhadap udara (jendela, cerobong, asap) bisa mengurangi pencemaran udara di dalam rumah?

Apakah ibu setuju bila balita paling sensitif terhadap udara yang tercemar (kotor) di dalam rumah?

(68)

Hasil analisis Tabel 4.4 menunjukkan dari jawaban responden berdasarkan sikap terhadap kayu bakar ,sebanyak 79 orang (90,4%) responden yang paling banyak setuju bahwa balita paling sensitif terhadap udara yang tercemar (kotor) di dalam rumah,sementara sebanyak 93 orang(98,9%) responden yang paling banyak tidak setuju bahwa informasi tentang ISPA dapat di peroleh dari radio atau TV.

Berdasarkan hasil distribusi jawaban tersebut, maka tanggapan responden terhadap penggunaan kayu bakar dapat dikategorikan pada Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap

Sikap Jumlah Persentase

(%)

Baik 46 48,9

Buruk 48 51,1

Total 94 100,0

Berdasarkan pengkategorian pada Tabel 4.5 maka diketahui bahwa sebagian besar sikap responden terhadap penggunaan kayu bakar berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 48 orang (51,1%).

4.2.4 Tindakan Penggunaan Kayu Bakar

Distribusi tindakan responden dalam penggunaan kayu bakar dapat dilihat

(69)

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan Penggunaan Kayu Bakar

No. Pertanyaan Ya Tidak Total

n % n % n %

1. Apakah ibu menggunakan bahan bakar lain untuk memasak

Apakah terdapat jarak antara dapur dengan rumah anda?

Apakah dapur memiliki jendela (ventilasi)?

Apakah langit-langit di dapur selalu ibu bersihkan?

Hasil analisis Tabel 4.4 menunjukkan dari jawaban responden berdasarkan tindakan terhadap kayu bakar yaitu,sebanyak 82 orang (87,2%) responden yang banyak menjawab benar bahwa ibu membawa balita berobat jika ada keluhan saluran pernapasan,sementara sebanyak 94 orang (100%) responden yang banyak tidak menjawan benar bahwa ibu tidak menggunakan bahan bakar lain untuk memasak seperti gas,listrik atau kompor.

(70)

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan

Tindakan Jumlah Persentase

(%)

Baik 67 71.3

Buruk 27 28,3

Total 94 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tindakan responden dalam penggunaan kayu bakar berada pada kategori buruk yaitu 53 orang (56,4%).

4.3Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan distribusi data, menguji perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji

(71)

4.3.1 Hubungan Komponen Rumah dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.8 Hubungan Komponen Rumah dengan Kejadian ISPA

(72)

memenuhi syarat adalah jenis lantai 43 orang (50,6%), jenis dingding 34 orang (60,7%), kepadatan hunian 28 orang (71,8%).

4.3.2 Hubungan Jarak Dapur Rumah dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.9 Hubungan Jarak Dapur dengan Kejadian ISPA

Jarak Dapur

4.3.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian ISPA

Pengetahuan

(73)

4.3.3 Hubungan Sikap dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.11 Hubungan Sikap dengan Kejadian ISPA

Sikap

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.10 juga menunjukkan bahwa terdapat 29 orang (60,4%) yang menderita ISPA dari 48 responden yang memiliki sikap buruk.sementara terdapat 28 orang (60,9%) yang tidak menderita ISPA dari 46 responden yang memiliki sikap baik.

4.3.4 Hubungan Tindakan dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.12 Hubungan Tindakan dengan Kejadian ISPA

(74)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Fisik Rumah Responden

Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah secara fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Kondisi fisik rumah dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 7 komponen yaitu ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding, jenis langit-langit, kepadatan hunian dan kelembaban.

5.1.1 Ventilasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ventilasi rumah mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejdian ISPA.Hal ini menunjukkan dari hasil observasi di kecamatan sianjur mula-mula sebagian besar rumah masyarakat ditempat ini banyak yang tidak memiliki syarat kesehatan,dimana masih ada masyarakat yang menggunaan rumah adat yang mempunyai ventilasi yang sangat kecil yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan sehingga berpengaruh dengan terjadinya ISPA.

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia (Chandra, 2007). Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Pengukuran ventilasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung dengan kriteria luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

(75)

bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Safitri (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kudus.

Tidak tersedianya ventilasi yang baik pada suatu ruangan akan membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan pencemaran oleh bakteri ataupun pelbagai zat kimia. Adanya bakteri di udara umumnya disebabkan debu, uap air dan sebagainya yang akan menyebakan penyakit pernapasan (Prasetya, 2005).

Luas ventilasi merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor risiko penyakit ISPA yang memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai sarana untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masukd alam ruangan (Diana, 2012). Ventilasi yang memenuhi syarat (KepmenKes 1999) tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

Menurut Retno (2004), luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat rumah sehat yaitu < 10% luas lantai dapat menyebabkan suplai udara segar yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian dapat menyebabkan kualitas udara dalam rumah menjadi buruk.

5.1.2 Pencahayaan

(76)

dipengaruhi oleh ventilasi yang masih ada tidak memenuhi syarat kesehatan.jika ventilasi tidak memenuhi syarat kesehatan hal ini akan mengakibatkan cahaya alami yang masuk kedalam rumah akan berkurang,dan juga rendahnya perilaku membuka jendela dan pintu setiap hari oleh responden sehingga menungkatkan perkembangan bakteri dan kuman di dalam rumah yang bisa mengakibatkan terjadinya ISPA.

Menurut Sastra (2006), cahaya matahari sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama bagi kesehatan.Selain untuk penerangan cahaya matahari juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti ISPA, TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhastati (2007) di Wilayah Kerja Puskesmas Tonjong Kabupaten Brebes yang menyatakan bahwa ada hubungan pencahayaan dengan kejadian ISPA.

Cahaya berperan sebagai gemercid (pembunuh kuman atau bakteri). Cahaya matahari banyak dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka menciptakan kesehatan yang lebih sempurna, seperti membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam rumah, karena cahaya matahari pagi tersebut banyak megandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Azwar, 2002).

(77)

5.1.3 Jenis Lantai

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA.Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil observasi dikecamatan siajur mula-mula sebagian masyarakat sudah ada menggunakan semen atau keramik dan sebagian besar juga menggunakan papan.lantai rumah harus kedap air untuk mempermudah kebersihan dan mencegah kelembapan.jenis lantai tidak berhubungan dengan ISPA meskipun masih ada masyarakat yang menggunakan lantai papan tapi masyarakat masih punya kesadaran untuk membersihkan lantai rumah sehingga memungkinkan mencegah bayaknya debu dan kotoran yang menyebabkan ISPA.

Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi kebersihan dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi karena jika musim hujan akan menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri penyebab ISPA. Sebaiknya lantai rumah tersebut dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 25 cm dari permukaan tanah (Prasetya, 2005).

(78)

Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan dan tidak menghasilkan debu (Ditjen PPM dan PL, 2002). Lantai yang memenuhi syarat (KepmenKes 1999) komponen dan penataan ruangan rumah sehat dimana lantai kedap air, mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

5.1.4 Jenis Dinding

Dari hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jenis dingding dengan kejadian ISPA.Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi dikecamatan sianjur mula-mula sebagian masyarakat masih menggunakan jenis dingding terbuat dari kayu yang merupakan tidak kedap air dan susah untuk dibersihkan sehingga menyebabkan debu menempel disela-sela kayu tersebut dan menumpuk yang bisa dihirup manusia khususnya balita yang dapat menyebabkan kejadian ISPA.

Dinding adalah pembatas, baik antara ruangan dalam dengan ruang luar ataupun ruang dalam dengan ruang dalam yang lain. Bahan dinding dapat terbuat dari papan, triplek, batu merah, batako, dan lain-lain (Prasetya, 2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vita (2009) di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

(79)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 responden dengan jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat, terdapat 25 orang (65,8%) yang mengalami ISPA dan 13 orang (34,2%) yang tidak mengalami ISPA. Dari 56 responden dengan jenis dinding rumah yang memenuhi syarat, terdapat 22 orang (39,3%) yang mengalami ISPA dan 34 orang (60,7%) yang tidak mengalami ISPA.

Menurut Suryatno (2003) rumah yang berdinding tidak rapat seperti bambu, papan atau kayu dapat menyebabkan ISPA, karena angin malam langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding yang mempengaruhi terjadinya ISPA, selain itu dinding yang sulit dibersihkan dan penumpukan debu pada dinding, merupakan media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman. Dinding yang memenuhi syarat (KepmenKes 1999) komponen dan penataan ruangan rumah sehat dimana dinding rumah sehat harus memiliki ventilasi, kedap air dan mudah dibersihkan.

5.1.5 Jenis Langit-Langit

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jenis langit-langit dengan kejadian ISPA.Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi dikecamatan sianjur mula-mula sebagian besar masyarakat tidak menggunakan langit-langit sama sekali sehingga debu yang dari atap rumah akan langsung jatuh ke lantai rumah dan akan dihirup manusia khususnya balita yang mengakibatkan terjadinya ISPA.Langit-langit juga berfungsi untuk menjaga suhu dalam rumah dimana jika jika malam hari akan terasa dingin dan siang hari akan terasa panas hal ini berpengaruh keparu-paru.

(80)

langit-langit adalah untuk menjaga kondisi suhu di dalam ruangan akibat sinar matahari yang menyinari atap rumah. Udara panas di ruang atap ditahan oleh langit-langit sehingga tidak langsung mengalir ke ruang di bawahnya sehingga suhu ruang dibawahnya tetap terjaga (Sastra, 2006).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Genuksari dan Kelurahan Sekaran Kota Semarang.

Langit-langit berfungsi untuk melindungi ruangan-ruangan di dalam rumah dari rembesan air yang masuk dari atas atap, menetralkan bunyi atau suara yang bising pada atap pada saat hujan. Selain itu juga langit-langit dapat membantu menutup dan menyembunyikan benda-benda (seperti: kabel instalasi listrik, telfon, pipa hawa) dan struktur atap sehingga interior ruangan tampak lebih indah.

Langit-langit yang memenuhi syarat (KepmenKes 1999) bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan dan langit-langit harus mudah dibersihkan.

5.1.6 Kepadatan Hunian

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan

(81)

sehingga jumlah penghuni tidak sesuai dengan kapasitas kamar,hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA khususnya balita karena bisa mempercepat menularnya penyakit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Diana (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2009) yang menunjukkan adanya hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kudus.

Kepadatan yang berlebihan akan memudahkan penyakit-penyakit seperti tuberkolosis, influnza, dan maningitis ditularkan dari satu orang ke yang lain. Infeksi pernafasan akut oleh karena bakteri dan virus, bersama dengan tuberkulosis, mengakibatkan 5 juta kematian setiap tahun. Tuberkolosis (sebagian besar di paru-paru) menyebabkan lebih dari separuh di antara kematian-kematian ini (Wardhana, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 responden dengan kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat, terdapat 36 orang (65,5%) yang mengalami ISPA dan 19 orang (34,5%) yang tidak mengalami ISPA. Dari 39 responden dengan kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat, terdapat 11 orang (28,2%) yang mengalami ISPA dan 28 orang (71,8%) yang tidak mengalami ISPA.

(82)

5.1.7 Kelembaban

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kelembapan dengan kejadian ISPA.Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil observasi dan pengukuran di kecamatan sianjur mula-mula sebagian besar rumah responden mempunyai kelembapan yang tidak memenuhi syarat kesehatan karena diakibatkan ventilasi yang kurang sebagai jalan masuknya udara dan jalan masuknya cahaya alami untuk menjaga kelembaban didalam rumah masih kurang sehingga menyebabkan kelembapan ditempat ini masih banyak tidak memenuhi syarat kesehatan,hal ini yang bisa mengakitkan terjadinya ISPA karena jika kelembapan tidak baik akan berpengaruh terhadap pernapasan khususnya balita.

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara (Achmadi, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Diana (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

Gambar

Gambar Lampiran 1. Wawancara dengan salah seorang ibu balita
Gambar Lampiran 2. Pengukuran Ventilasi Responden
Gambar Lampiran 4. Pengukuran Kelembapan Udara di Salah satu Rumah Resonden
Gambar Lampiran 6. Dinding Rumah Salah Satu Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi administrasi dilakukan terhadap 11 (sebelas) perusahaan yang meng-upload tabel dan dokumen kualifikasi sampai dengan tanggal 22 April 2014, perusahaan yang dinyatakan

Bersama ini kami mengundang saudara pada acara pembuktian kualifikasi Pengadaan Konsultan Perencana Renovasi Graha Kencana Tahun Anggaran 2014 Satuan Kerja Sekretariat

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam dokumen

Pokja ULP Pengadaan pada Satker Direktorat Advokasi dan KIE akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan

Pokja ULP Pengadaan pada Satker Direktorat Advokasi dan KIE akan melaksanakan Pelelangan Sederhana/Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa

2014 pada Satuan Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket pekerjaan

High-altitude illness (HAI) merupakan sekumpulan gejala paru dan otak yang terjadi pada orang yang baru pertama kali mendaki ke ketinggian.. HAI terdiri dari

Judul Tesis : PEMBUATAN FURFURAL DARI SEMBUNG RAMBAT ( Mikania micrantha ) DENGAN MENGGUNAKAN ASAM ORGANIK DARI BELIMBING WULUH ( Averrhoa blimbi ).. Nama Mahasiswa :