TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
IMMANUEL DWIHERMAWAN SETYOBUDI
S850809208
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
commit to user
ii
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
Disusun oleh :
Immanuel Dwihermawan Setyobudi
S 850809208
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal ...
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP. 19630826 198803 1002 NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
commit to user
TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
PADA POKOK
BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN
2010/2011
Disusun oleh :
Immanuel Dwihermawan Setyobudi
S850809208
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Mardiyana, M.Si. ... NIP. 19660225 199302 1002
Sekretaris Dr. Riyadi, M.Si ... NIP. 19670116 199402 1001
Anggota Penguji :
1. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc. Ph.D ... NIP. 19630826 198803 1002
2. Drs. Budi Usodo, M.Pd ... NIP. 19680517 199303 1002
Mengetahui
Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Immanuel Dwihermawan Setyobudi
NIM : S850809208
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT
(TGT) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN
KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, 19 Januari 2011 Yang membuat pernyataan
commit to user
Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktuNya
Tesis ini kupersembahkan kepada:
1. Yesus Kristus, Tuhan yang sangat kuhormati 2. Rina Wahyuningsih, istriku yang tercinta.
3. Ryan , Pras dan Gilang anak-anakku yang kukasihi. 4. Saudara-saudaraku.
5. Teman-temanku mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS.
commit to user
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Baik, karena hanya dengan berkat dan kasihNya semata penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES
TOURNAMENT (TGT) PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN
PERTIDAKSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMA DI SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini telah banyak melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan belajar yang seluas-luasnya untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan dorongan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
commit to user
telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini, sehingga dapat penulis selesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Kepala Sekolah SMA Batik 2 di Surakarta yang telah memberikan ijin untuk uji coba instrumen penelitian, yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini.
8. Kepala Sekolah SMA Regina Pacis, SMA Kristen 1 dan SMA N 8 Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
9. Rekan guru SMA Regina Pacis, SMA Kristen 1 dan SMA N 8 Surakarta yang telah membantu dalam penelitian ini.
10.Rekan-rekan guru matematika SMA Negeri dan Swasta Surakarta yang senantiasa memberikan bantuan, kemudahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
commit to user
viii tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
commit to user
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN... iv
MOTTO dan PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT... xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pemilihan Masalah ... 7
D. Pembatasan Masalah ... 7
E. Perumusan Masalah ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 9
G. Manfaat Penelitian ... 9
commit to user
x
2. Pembelajaran Kooperatif... 14
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 22
4. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ... 27
5. Kemampuan Awal siswa... 31
B.Penelitian yang Relevan ... 33
C.Kerangka Berpikir ... 35
D.Hipotesis Penelitian... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 40
1. Tempat dan Subyek Penelitian ... 40
2. Waktu Penelitian ... 40
3. Jenis Penelitian ... 41
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42
1. Populasi ... 42
2. Sampel... 42
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 42
C. Variabel Penelitian ... 43
1. Variabel Bebas ... 43
2. Variabel Terikat ... 44
D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen dan Uji instrumen ... 45
1. Metode Pengumpulan Data ... 45
2. Prosedur Penyusunan Instrumen ... 45
commit to user
2. Uji Prasyarat ... 52
3. Uji Hipotesis ... 54
4. Uji Komparasi Ganda ... 60
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 62
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ... 62
2. Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika... 64
B. Deskripsi Data... 66
1. Data Kemampuan Awal Siswa ... 66
2. Data Hasil Belajar Matematika... 67
C. Hasil Analisis Data ... 69
1. Uji Keseimbangan ... 69
2. Uji Prasyarat ... 70
3. Uji Hipotesis Penelitian... 73
4. Uji Lanjut Pasca Anava... 74
D. Pembahasan Hasil Analisa Data ... 76
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... .82
B. Implikasi ... .82
C. Saran ... .84
commit to user
xii
Tabel Halaman
1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif STAD ... 24
2. Kriteria Penghargaan Kelompok STAD ... 25
3. Kriteria Skor Kemajuan Individual ... 27
4. Kriteria Penghargaan Kelompok TGT ... 30
5. Desain Faktorial Penelitian ... 41
6. Interpretasi Indeks Kesukaran Soal (P ) ... 49
7. Interpretasi Daya Beda Soal (D ) ... 50
8. Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 56
9. Rataan dan Jumlah Rataan ... 57
10. Rangkuman Analisis variansi... 59
11. Deskripsi Data Hasil Belajar ... 68
12. Rangkuman Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 69
13. Rangkuman Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Siswa ... 71
14. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi ... 72
15. Rangkuman Hasil Analisis Variansi ... 73
16. Rangkuman Rataan Marginal dan Rataan Parsial ... 75
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
commit to user
xiv
Halaman Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelompok
Eksperimen 1 ...194
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelompok Eksperimen 2 ...164
Lampiran 3 : Kisi-kisi Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...238
Lampiran 4 : Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...242
Lampiran 5 : Lembar Jawaban Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...247
Lampiran 6 : Penyelesaian Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa...248
Lampiran 7 : Lembar Validasi Instrumen Tes Kemampuan Awal Siswa ...254
Lampiran 8 : Jawaban Uji Coba Kemampuan Awal Siswa ...257
Lampiran 9 : Indeks Reliabilitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Kemampuan Awal Siswa...258
Lampiran 10 : Kisi-kisi Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika...264
Lampiran 11 : Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika ...268
Lampiran 12 : Lembar Jawaban Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika... .274
Lampiran 13 : Penyelesaian Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika ....275
Lampiran 14 : Lembar Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika ... 282
Lampiran 15 : Jawaban Uji Coba Tes Hasil Belajar Matematika...285
Lampiran 16 : Indeks Reliabilitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Hasil Belajar Matematika ...286
commit to user
Lampiran19 : Uji Homogenitas Kemampuan awal Kelompok Eksperimen 1
dan Kelompok Eksperimen 2 ... 299
Lampiran 20 : Uji Keseimbangan Antara Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2...300
Lampiran 21 : Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ...301
Lampiran 22 : Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ...305
Lampiran 23 : Penyelesaian Soal Tes Kemampuan Awal Siswa ... ..311
Lampiran 24 : Data Amatan Penelitian ...316
Lampiran 25 : Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar Matematika ...318
Lampiran 26 : Soal Tes Hasil Belajar Matematika...322
Lampiran 27 : Penyelesaian Tes Hasil Belajar Matematika ...329
Lampiran 28 : Uji Normalitas Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen 1dan Eksperimen 2...338
Lampiran 29 : Uji Normalitas Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah...340
Lampiran 30 : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2...343
Lampiran 31 : Uji Homogenitas Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah ...344
Lampiran 32 : Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama...345
Lampiran 33 : Uji Komparasi Ganda dengan metode Schefee ...347
Lampiran 34 : Rekapitulasi UN Tahun Pelajaran 2009/2010...349
Lampiran 35: Daftar Tabel Statitik ...350
Lampiran 36: Surat Ijin Penelitian ...351
commit to user
xvi
Immanuel D Setyobudi,S 850809208, Ekperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Pada Pokok Bahasan Persamaan Dan Pertidaksamaan Kuadrat ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa SMA Di Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011, Komisi Pembimbing I Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D dan Pembimbing II Drs. Budi Usodo, M.Pd. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1). Apakah model pembelajaran Koopertaif tipe TGT dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pada materi persamaan dan pertidaksamaan kuadrat. (2) Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi, lebih baik hasil belajarnya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih rendah. (3) Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang memberikan hasil belajar yang lebih baik ditinjau dari tingkat kemampuan awal tinggi, sedang maupun rendah.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA di Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Sampel penelitian ini terdiri kelompok eksperimen 1 terdiri dari 20 siswa SMA Kristen 1, 36 siswa SMA Regina pacis terdiri dan 30 siswa SMA Negeri 8, jumlah siswa kelompok kelas eksperimen 1 adalah 88 siswa, sedangkan kelompok eksperimen 2 terdiri dari 20 siswa SMA Kristen 1, 36 siswa SMA Regina pacis terdiri dan 30 siswa SMA Negeri 8, jumlah siswa kelompok kelas eksperimen adalah 88 siswa. Jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah 176 siswa diperoleh dengan cara stratified cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pre test dan tes hasil belajar.Untuk menguji validitas instrument dilakukan oleh validator, sedangkan untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus Kuder-Richardson 20.
Prasyarat analisis menggunakan Lilliefors untuk uji normalitas, dan Bartlett untuk uji homogenitas, Dengan taraf signifikansi α = 5%. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah Analisis Variansi dua jalan dengan sel tak sama. Hasil analisis menunjukkan (1) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Fobs = 5,83868 > 3,84 = F0,05;1;170 ). (2) Ada perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar dari siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah (Fobs
= 12,1568 > 3,00 = F0,05;2;170). (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran
kooperatif dengan tingkat kemampuan awal siswa (Fobs = 2,28914 < 3,00 = F0,05;2;170)
commit to user
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
commit to user
xviii
Immanuel D Setyobudi. S850809208. The Experimentation of Cooperative Learning Model using Student Teams Achievement Division (STAD) and Teams Games Tournament (TGT) on Subject of Quadratic equality and inequality Viewed from Student’s Prior Competence of Senior High School Students at Surakarta Academic Year 2010/2011. The First Commision of Supervision is Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D and Second Supervision is Drs. Budi Usodo, M.Pd. Thesis. Mathematics Education Study Program of Postgraduate Program of Sebelas Maret University.2010
The aims of this research are to know: (1) Whether cooperative learning model using TGT type can give better result than cooperative learning model using STAD type on subject of quadratic equality and inequality. (2) Whether the result of student learning achievement in mathematics who have a high prior competence better than those who have a middle or low prior competence. (3) Which one of both cooperative learning model using TGT type and STAD type, that achieves better result for students viewed from student’s prior competence that have a high prior, middle prior or low prior competence.
The research uses a quasi experiment. The population of research is senior high school student grade X at Surakarta of academic year 2010/2011. This sample was obtained by experiment group 1 which consisted of 20 students of SMA Kristen 1, 36 students of SMA Regina Pacis, and 30 students of SMA Negeri 8 and experiment group 2 which consisted of 20 students of SMA Kristen 1, 36 students of SMA Regina Pacis and 30 students of SMA Negeri 8.
The number of participants in this research was 176 students and it was obtained by stratified cluster random sampling. The data was collected by using pre test and the evaluation’s result. The validity of test instrument was done by validator and realibity of test used Kuder-Richardson 20.
The prerequisites of data analysis employed Lilliefors for normality test and
Bartlett for homogenenity test at significance level α=5%. The technique of analysis
data in the research was two ways variance analysis wiyh different cells. The result shaws (1) Theres is a significant different of student learning achievement among cooperative learning model using STAD type and cooperative learning model of TGT type ( Fobs = 5.83868 > 3.84 = F0.05;1;170 ). (2) There is a significant different of
students learning achievement on students who have a high, middle and low prior competence (Fobs = 12.1568 > 3.00 = F0.05;2;170). (3) There is no interaction between
the cooperative learning model and the students prior competence (Fobs = 2.28914 <
3.00 = F0.05;2;170).
The conclusion of this research are : (1) Students learning achievement using cooperative learning model TGT type is better than cooperative learning model using STAD type. (2) The students who have high prior competence achieve better result than those who have middle or low prior competence while the students who have middle prior competence achieves the same result as those who have low prior competence. (3) The cooperative learning model using TGT type gives better result than cooperative learning using STAD type on each student prior competence.
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan untuk memperbaiki
kualitas hasil pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Dalam hal ini guru menjadi
salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran.
Keberhasilan itu akan dapat diraih jika setidak-tidaknya guru mempunyai tiga hal, yaitu
(1) Penampilan terbaik (The Best Appearance); (2) sikap terbaik (The Best Attitude); (3)
dan prestasi terbaik (The Best Achievement) (M.Furqon Hidayatulah 2010 : 167).
Menurut Slavin (2009 : 9), seorang guru harus mempunyai keyakinan yang kuat untuk
berhasil dengan cara terus-menerus mencoba menemukan strategi yang tepat, mencari
gagasan dari rekan kerja, membaca buku, mengikuti lokakarya dan sumber yang lain
untuk memperkokoh keterampilan mengajarnya. Salah satu ukuran keberhasilan guru
adalah bila di dalam proses pembelajaran mencapai hasil yang optimal. Keberhasilan
ini tentunya tidak terlepas dari kemampuan guru dalam mengelola proses belajar
mengajar.
Komunikasi dua arah secara timbal balik sangat diharapkan dalam proses belajar
mengajar, demi tercapainya interaksi belajar yang optimal, yang pada akhirnya
membawa kepada pencapaian sasaran hasil belajar yang maksimal. Untuk mencapai
kondisi yang demikian maka perlu adanya seorang fasilitator sekaligus motivator yaitu
guru, yang memiliki kemampuan untuk menciptakan situasi belajar yang melibatkan
siswa aktif, menyenangkan serta dapat menimbulkan motivasi dalam diri siswa, bahkan
mempunyai multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, komunikator,
transformator, innovator, konselor, evaluator, dan administrator. Tugas utama guru
adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga
potensi dirinya dapat berkembang dengan maksimal.
Selama ini model pembelajaran yang digunakan di sekolah umumnya masih
menggunakan metode ceramah. Guru secara aktif menjelaskan materi pelajaran,
memberi contoh soal dan memberikan soal-soal latihan, siswa dianggap seperti mesin,
mereka mendengarkan penjelasan guru, mencatat kemudian mengerjakan soal-soal.
Akibatnya interaksi dalam pembelajaran yang muncul hanyalah interaksi satu arah,
sehingga mengakibatkan prestasi belajar yang diperoleh selama ini khususnya pada
mata pelajaran matematika sangat rendah.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut
Muhammad Asrori (2007:27) tekanan utama teori kontruktivisme adalah memberikan
tempat kepada siswa/subyek dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur.
Salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Hal ini sejalan dengan penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yang disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pelajaran (KTSP) dimana guru mempunyai kebebasan dalam menentukan metode
pembelajaran yang akan diterapkan, serta menciptakan pembelajaran yang lebih
commit to user
harus dirancang dan dibangun suasana kelas sedemikian rupa, sehingga siswa mendapat
kesempatan untuk berinteraksi satu dengan yang lain.
Pemberlakuan kurikulum baru yang berorientasi siswa aktif (student oriented)
bagi keadaan sekarang, bagaimanapun perubahan tersebut membutuhkan penyesuaian
semua pihak, terutama guru dan siswa sebagai subyek dan obyek langsung bagi
pembelajaran yang dimaksud. Ini akan banyak memunculkan kasus, salah satunya
adalah kegiatan pembelajaran yang dimaksud. Pada sisi lain yang terjadi bahwa
pembelajaran dengan pendekatan konvensional sudah menjadi kebiasaan. Pada
pembelajaran dengan pendekatan konvensional, komunikasi siswa masih terbatas hanya
pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hal ini disebabkan karena pembelajaran terpusat pada guru. Kebiasaan siswa hanya
mendengarkan, mengikuti contoh, dan mengerjakan soal-soal latihan tanpa terlibat
dalam mengkonstruksi konsep, prinsip ataupun struktur berdasarkan pemikirannya
sendiri. Satu hal lain pula yaitu kemauan siswa untuk bertanya sangat minim, hal itu
terjadi biasanya pada siswa yang mempunyai kemampuan rendah maupun sedang
karena merasa kurang percaya diri. Dari keterkekangan tersebut, dalam setiap kegiatan
pembelajaran seperti itu, membuat siswa bersikap "tertutup". Akhirnya kebiasaan
tersebut terus terjadi yang menyebabkan siswa tidak terbiasa bersikap aktif dalam
berinteraksi dengan guru ataupun dengan temannya, bahkan bersikap acuh tak acuh
terhadap materi yang sedang dipelajarinya.
Sekarang ini sudah saatnya siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
fasilitator bagi siswa untuk belajar dan mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Hal ini
relevan dengan pandangan konstruktivisme bahwa siswa yang harus aktif membangun
pengetahuan mereka. Arend dan pakar model pembelajaran lain berpendapat bahwa
tidak ada salah satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena
masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik apabila telah diujicobakan
untuk mengajarkan materi tertentu Arend (dalam Triyanto 2007 : 9). Untuk itu seorang
guru harus bijaksana dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dan dapat
menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai sesuai yang diharapkan.
Selama ini yang masih banyak terjadi seorang guru biasanya hanya mengajar
dengan menggunakan model mengajar klasik atau konvensional seperti ceramah
misalnya, ada kemungkinan hal ini disebabkan minimnya pengetahuan atau informasi
tentang model-model pembelajaran. Padahal di sisi lain sudah banyak
penelitian-penelitian dibidang pendidikan menyatakan bahwa model-model pembelajaran yang
baru misalnya model pembelajaran kooperatif, secara signifikan memberikan hasil
belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model-model pembelajaran
konvensional seperti ceramah. Penelitian yang telah dilakukan antara lain (1)
Ekperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model Kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar
Matematika Siswa Sekolah Dasar Se-Kecamatan Depok (Fitria Khasanah:2009). (2)
Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Materi Pokok
commit to user
Negeri Di Kabupaten Tulungagung ( Adi Waluyo: 2010). (3) Efektivitas Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Persamaan
Kuadrat dan Fungsi Kuadrat Kelas X di Kota Madiun (Ika Krisdiana: 2010). Ironisnya
hingga saat ini model-model yang baru tersebut juga belum banyak digunakan oleh para
guru. Hal ini kemungkinan masih minimnya publikasi dari hasil penelitian-penelitian
tersebut. Kemungkinan lainnya adalah belum banyaknya penelitian-penelitian yang
membandingkan manakah yang lebih baik diantara model-model pembelajaran yang
baru itu sendiri, sehingga para guru tidak tahu manakah model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pelajaran yang akan diberikan.
Permasalahan tersebut menarik minat peneliti untuk mencoba membandingkan
manakah yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe
TGT. Selain model pembelajaran, hal yang tidak kalah pentingnya adalah melihat
kemampuan awal yang dimiliki siswa, karena matematika adalah ilmu yang berjenjang
artinya untuk memahami materi yang baru diperlukan pemahaman materi sebelumnya,
sehingga kemampuan awal adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan didalam
menentukan hasil belajar yang diharapkan.
B. Identifikasi masalah
Dari yang sudah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka dapat di identifikasi
1. Ada kemungkinan hasil belajar siswa yang belum memuaskan disebabkan siswa
cenderung pasif, hanya menjadi pendengar dan hanya belajar secara individu.
Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif dan siswa belajar secara kooperatif dalam kelompok dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa kemungkinan disebabkan oleh model
pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar kurang tepat.
Terkait dengan hal ini, muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu
model pembelajaran manakah yang sesuai dan tepat, yang dapat meningkatkan
hasil belajar matematika.
3. Mengingat penguasaan kemampuan awal mempunyai peranan yang penting
dalam belajar matematika maka ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa
diakibatkan oleh lemahnya kemampuan awal. Terkait hal ini, dapat diteliti
apakah rendahnya hasil belajar matematika siswa tergantung pada kemampuan
awal yang dimiliki siswa.
4. Suatu model pembelajaran matematika tidak selalu dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Keberhasilan suatu proses pembelajaran matematika tidak lepas
dari kemampuan awal matematika siswa. Terkait hal itu, perlu diteliti apakah
pendekatan pembelajaran matematika tergantung dari kemampuan awal
commit to user
C. Pemilihan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, tidaklah mungkin untuk melakukan penelitian
dengan banyak masalah penelitian dalam waktu yang sama. Berdasarkan identifikasi
masalah, peneliti mencoba menyelesaikan masalah penelitian yang terkait dengan
variabel model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) dan Teams Games Tournament (TGT), kemampuan awal yang dimiliki siswa
dan hasil belajar siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah, terdapat tiga hal yang dipersoalkan. Hal
pertama adalah efektivitas pendekatan pembelajaran matematika dalam arti apakah
pendekatan pembelajaran yang satu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Hal kedua apakah kemampuan awal
mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ketiga adalah apakah efektivitas pendekatan
pembelajaran matematika tergantung tingkat kemampuan awal yang dimiliki siswa.
Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka diperlukan
pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada semester gasal tahun pelajaran 2010/2011 SMA Kota
Surakarta.
2. Materi matematika yang digunakan difokuskan pada pokok bahasan Persamaan
3. Pendekatan pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
4. Kemampuan awal siswa dilihat dari nilai tes kemampuan awal yang diberikan
kepada siswa sebelum penelitian dilakukan.
5. Kemampuan awal siswa yang digunakan didalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi kelompok kemampuan awal tinggi, kelompok kemampuan awal sedang
dan kelompok kemampuan awal rendah.
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe TGT mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih tinggi
daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan
kuadrat?
2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi mempunyai
hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
commit to user
3. Manakah di antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang
memberikan hasil belajar yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat kemampuan
awal tinggi, sedang, atau rendah?
F. Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika. Secara rinci
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
2. Siswa yang mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi apakah mempunyai
hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
kemampuan awal yang lebih rendah di dalam mengikuti pembelajaran
matematika.
3. Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT yang
memberikan hasil belajar yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat kemampuan
G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
a. Sebagai alternatif dalam pemilihan model pembelajaran matematika
b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam mempraktekkan pembelajaran
inovatif yang berorientasi konstuktivistik.
c. Menambah pengetahuan tentang strategi pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran kooperatif tipe TGT.
d. Menambah wawasan tentang pentingnya memperhatikan kemampuan awal
yang dimiliki siswa.
2. Bagi Siswa
a. Mendapat pengalaman yang baru dalam belajar matematika yaitu dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kooperatif tipe TGT.
b. Siswa berani mengemukakan pendapat didalam kelompok belajarnya dan
belajar bersosialisasi dengan sesama teman belajarnya.
c. Meningkatkan percaya diri dan motivasi siswa dalam belajar matematika.
d. Merubah pandangan atau anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran
yang sulit, menakutkan dan membosankan menjadi sebaliknya, yaitu
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab I mendefinisikan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Winkel (1991)
dalam (Sobry Sutikno 2009 : 31) mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat
tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
memperhitungkan kejadian eksternal yang berperanan terhadap
kejadian-kejadian internal yang berlangsung dalam diri peserta didik. Sedangkan menurut
Dimyati dan Mudjiono (dalam Sobry Sutikno 2009:32) mengartikan pembelajaran
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. H.Isjoni (2009: 14)
mendefinisikan “pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat
untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu
peserta didik melakukan kegiatan belajar”. Dari beberapa pengertian pembelajaran
tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang
dilakukan guru (pendidik) agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Secara implisit,
di dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Lungdren (dalam Sobry Sutikno,
2009 : 32), menyebutkan bahwa fokus sistem pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu:
terjadi proses belajar mengajar. (2) Proses belajar, proses belajar adalah apa saja yang
dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk
membelajarkan materi pelajaran melainkan apa yang akan dilakukan siswa untuk
mempelajarinya. (3) Situasi belajar, situasi belajar adalah lingkungan tempat terjadinya
proses belajar belajar dan semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar
seperti, guru, kelas dan interaksi di dalamnya.
Pendekatan pembelajaran di sini diartikan sebagai jalan yang ditempuh guru
untuk menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan seseorang belajar. Selain
itu dari pengertian-pengertian pembelajaran di atas menunjukkan bahwa peran guru
sangat dominan dalam pembelajaran di kelas, yaitu sebagai desainer sekaligus
pengendali pembelajaran yang menentukan bentuk lingkungan belajar yang dialami
siswa. Selanjutnya bentuk lingkungan ini akan menentukan arah pencapaian perubahan
pada diri siswa selaku pebelajar.
Perubahan seseorang yang dihasilkan dari suatu pembelajaran disebut hasil
belajar orang tersebut yang dapat dilihat dan diukur.
Sobry Sutikno (2009:4) menyatakan belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang
dimaksud disini adalah perubahan secara sadar dan tertuju untuk memperoleh sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan hasil belajar juga bersifat aktif, maksudnya
bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha dari
commit to user
ingin dicapai. Jadi perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah
laku yang sudah ditetapkan sebelumnya. Perubahan itu meliputi perubahan keseluruhan
tingkah laku, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan demikian dalam
pembelajaran di sekolah, upaya peningkatan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan
penciptaan kondisi belajar yang memberikan banyak muatan pengalaman bagi siswa
berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan.
Karena belajar merupakan suatu aktivitas mental maka hasil belajar siswa
ditentukan oleh sejauh mana siswa terlibat secara mental dalam kegiatan belajar.
Keterlibatan siswa secara mental dalam belajar ditentukan oleh sejauh mana kedekatan
siswa dengan objek (materi) belajar. Silberman (2006:27) menyatakan bahwa belajar
memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa
memahami. Masing-masing cara dalam penyajian konsep akan menentukan pemahaman
siswa. Jika kedekatan dengan materi ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan
sedikit keterlibatan mental. Oleh karenanya, pendekatan pembelajaran yang digunakan
guru di kelas menentukan sejauh mana siswa terlibat secara mental dalam kegiatan
belajar. Macam pendekatan pembelajaran yang digunakan akan menentukan seberapa
banyak muatan pengalaman yang dapat diperoleh siswa berkenaan dengan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan. Hal ini berarti pendekatan
pembelajaran merupakan faktor dominan dalam menentukan hasil belajar siswa.
Matematika sekolah yang selanjutnya disebut matematika merupakan pelajaran
di sekolah yang memiliki karakteristik yang khas. Ebbutt dan Straker (1995) dalam
sebagai penelusuran pola dan hubungan, (b) Matematika sebagai kreativitas yang
memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, (c). Matematika sebagai kegiatan
pemecahan masalah (problem solving), dan (d). Matematika sebagai alat
berkomunikasi. Selanjutnya dikemukakan klasifikasi materi pelajaran matematika yang
meliputi: (a). fakta (facts), (b). pengertian (concepts), (c). keterampilan penalaran, (d).
keterampilan algoritmik, (e). keterampilan menyelesaikan masalah matematika
(problem solving), dan (f). keterampilan melakukan penyelidikan (investigation).
2. Pembelajaran Kooperatif
Persaingan dan rasa aman mempengaruhi siswa dengan kadar yang bervariasi
berdasarkan kemampuannya dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi
umumnya lebih dapat menilai ancaman yang timbul dari situasi persaingan. Siswa yang
berkemampuan sedang (sebagian besar siswa berada pada level ini) dan siswa yang
berkemampuan rendah menjadi semakin cemas sehingga kurang bebas berhubungan
dengan guru, materi pelajaran, dan situasi belajar. Kebutuhan rasa aman hanya mungkin
dipenuhi jika ada suasana belajar kooperatif yang memungkinkan siswa saling
menolong dan saling memberi dorongan moril. Oleh karena itu, guru hendaknya
menciptakan suasana belajar di kelas yang kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran dengan penekanan
pada aspek sosial dalam pembelajaran dan menggunakan kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4 - 5 siswa yang heterogen untuk bersama-sama saling membutuhkan
commit to user
penghargaan. Menurut Anita Lie (2007:28), model pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di
dalamnya menekankan kerjasama atau gotong royong, kelompok yang dimaksud
bukanlah semata-mata kumpulan orang, tetapi menurut pakar dinamika kelompok
bernama Shaw dalam (Agus Suprijono 2009:57) memberikan pengertian kelompok “ as
two or more people who interact with and influence one another” yang artinya tiap
anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang
lain. Sedangkan menurut Isjoni (2009: 20) pembelajaran kooperatif mengkondisikan
siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk
menuntaskan materi masalah dalam belajar. Lingkup penyelesaian tugas bukan saja
dalam hal menjawab pertanyaan-pertanyaan, tetapi lebih dari itu siswa bernalar
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dalam pemahaman atas materi yang
dipelajarinya. Berarti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
didasarkan pada paham konstruktivisme. Dengan cakupan demikian memberikan
peluang pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dalam
membangun pengetahuannya. Sehingga pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
alternatif strategi pembelajaran yang dapat membuka fenomena baru dalam kegiatan
pembelajaran baik bagi guru maupun siswa. Keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran akan membawa suatu perasaan baru bagi siswa yang akan merasa sangat
dihargai keberadaannya. Hal ini disebabkan siswa merasa terlibat di dalam memahami
pengetahuan dari materi yang dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja secara kolaboratif. Tentunya
berhubungan dengan kelompok. Kelompok yang dibentuk hanya berkisar 4 – 5 orang,
berarti kelompok yang dibentuk adalah kelompok kecil. Tujuan dibentuk kelompok
kecil adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan kegiatan belajar.
Selain siswa belajar secara berkelompok dalam pembelajaran kooperatif (seperti
telah diuraikan di atas) terdapat beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif yaitu :
a. Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara para siswa.
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
anggota sekelompoknya.
d. Guru membantu para siswa untuk mengembangkan keterampilan
interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan .
Suatu strategi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Demikian pula
dengan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif menurut
Sharan dan Johnson (dalam H.Isjoni,2009: 43) di antaranya sebagai berikut:
1. Mempunyai motivasi yang tinggi.
2. Meningkatkan kemampuan akademik,
3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
4. Membentuk hubungan persahabatan.
5. Meningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap terhadap sekolah dan
belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik.
6. Membantu para siswa untuk menghargai pokok pikiran atau pendapat
orang lain.
Menurut Jarolimek & Parker (dalam H.Isjoni, 2009 :44) keuntungan lain yang
diperoleh dari penerapan pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah :
1. Saling ketergantungan positif
commit to user
4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru.
6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekpresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
Dengan melihat keuntungan dan kelebihan yang telah diuraikan di atas
pembelajaran kooperatif sangat penting untuk diterapkan di dalam proses belajar
mengajar. Alasan penting ini ditujukan terutama bagi efek pembelajaran tersebut bagi
siswa yang berdampak positif.
Senada dengan pendapat para pakar diatas, pada penelitian yang dilakukan oleh
Adeyemi, B tahun 2008 yang dipublikasikan pada jurnal internasional yang berjudul
“Effects of Cooperative Learning and Problem Solving Strategies on Junior Secondary
School Students Achievement in Social Studies”, menyatakan bahwa :
“the results showed that students exposed to cooperative learning strategy performed better than their counterparts in the other groups”
yang berarti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif memberikan
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan strategi pemecahan masalah pada
siswa setara SMP pada kelas sosial. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Doymus, K. tahun 2007 yang dipublikasikan dalam jurnal internasional yang berjudul
:“Effects of a Cooperative Learning Strategy and Learning Phases of Matter and
One-Component Phase Diagrams” menyatakan bahwa :
“the results indicate that the instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with
Ini berarti bahwa pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif
secara signifikan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada menggunakan
pembelajaran tradisional.
Demikian pula penelitian yang dilakukan Garry Hornby (2009), dalam jurnal
yang berjudul:
“ The effectiveness of cooperative learning with trainee teachers.” Menyatakan :
A plethora of research studies has found cooperative learning to be effective in promoting academic achievement with students of all ages. It has been suggested that key elements of cooperative learning are individual
accountability and positive interdependence. Results indicate that academic learning was greater in the experimental group, in which individual
accountability and positive interdependence were structured into the activity.
Yang artinya kebanyakan penelitian telah menyatakan bahwa Cooperative
Learning merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
untuk segala usia. Disarankan bahwa unsur-unsur kunci dari Cooperative Learning
adalah akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif. Hasil penelitian
ini mengindikasikan bahwa hasil belajar akademik lebih baik pada kelompok
eksperimen, di mana akuntabilitas individu dan saling ketergantungan yang positif
terstruktur dalam kegiatan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ballantine, J dan Larres, P yang
dipublikasikan pada jurnal internasional yang berjudul: “Cooperative learning: A
Pedagogy to Improve Students Generic Skills?” tahun 2007 menyatakan bahwa :
commit to user
Ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan umum para siswa.
Selain kelebihan tersebut pembelajaran kooperatif juga memiliki
kekurangan-kekurangan, di antaranya yaitu :
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lama untuk guru sehingga pada umumnya guru
tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan atau menggunakan pembelajaran kooperatif.
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Walaupun kelemahan-kelemahan tersebut melekat pada pembelajaran
kooperatif, tetapi dapat diminimalkan dengan beberapa tindakan alternatif. Untuk
kelemahan yang pertama dan kedua, dalam pembelajaran kooperatif digunakan LKS
yang memungkinkan siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Bagi guru,
penggunaan LKS dapat mengurangi dominasi guru dalam menjelaskan materi. Berarti
alokasi waktu yang digunakan untuk menjelaskan dapat dikurangi. Selain itu,
pengelolaan kelas ke arah siswa aktif dengan segera dapat diwujudkan. Selain itu
pembagian kelompok dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dan guru telah menata
kelas sesuai dengan kelompok yang ada. Dengan demikian terjadi penghematan waktu
yang dibutuhkan. Sedangkan untuk kelemahan ketiga, pada dasarnya guru dapat dilatih
terlebih dahulu, sehingga guru telah memiliki kemampuan yang diharapkan. Demikian
pula untuk kelemahan keempat, dengan digunakannya pendekatan psikologis,
pembelajaran kooperatif akan membentuk sifat-sifat tertentu yang diinginkan sekaligus
tanggung jawab yang dibebankan kepada tiap kelompok melalui kerja sama
anggota-anggotanya.
Guru hendaknya jangan mengasumsikan bahwa siswa menguasai
keterampilan-keterampilan sosial atau kelompok untuk bekerja secara kooperatif. Siswa mungkin
tidak mengetahui bagaimana saling berinteraksi, bagaimana mengembangkan rencana
kerja kooperatif, bagaimana mengkoordinasi sumbangan-sumbangan dari berbagai
kelompok, atau bagaimana menilai kemajuan kelompok dalam tugas-tugas tertentu.
Untuk menjadikan pembelajaran kooperatif berlangsung sesuai dengan harapan, guru
perlu mengajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif yang diperlukan.
Ada tiga tingkatan keterampilan kooperatif yang dapat dilatihkan menurut
Lungdren (dalam Isjoni 2009:65) yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal,
keterampilan kooperatif tingkat menengah, dan keterampilan kooperatif tingkat mahir.
Tetapi dalam tesis ini hanya diambil beberapa dari masing-masing tingkatan tersebut
yang dianggap sangat penting, yaitu :
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal
a. Menggunakan kesepakatan dan menghargai kontribusi
Memiliki kesepakatan yang dijadikan komitmen dalam meningkatkan hubungan
kerja kelompok. Saat anggota mengajukan pendapat, ide, atau suatu jawaban
patut diperhatikan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok setelah
disepakati. Implikasinya, dalam kelompok akan menghasilkan perasaan
kebersamaan dalam kelompok tersebut. Merasa satu dalam kelompok.
commit to user
Mendorong partisipasi berarti memotivasi semua anggota kelompok untuk
memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Jika satu atau dua anggota
tidak berpartisipasi atau hanya memberikan sedikit kontribusi, maka tugas dari
kelompok tersebut tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya atau hasilnya
kurang memuaskan.
c. Mengambil giliran dan berbagi tugas
Menggantikan seseorang yang mengemban tugas tertentu dan mengambil
tanggung jawab tertentu dalam kelompok. Implikasinya, setiap anggota
kelompok akan tumbuh rasa sebagai anggota kelompok kerja untuk mencapai
suatu tujuan bersama.
d. Berada dalam tugas dan kelompok
Meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga akan
terselesaikan pada waktunya dengan ketelitian yang lebih baik dan kreatif.
Berada dalam kelompok berarti tetap dalam kelompok selama kegiatan
berlangsung. Implikasinya, kelompok akan lebih bangga terhadap peningkatan
efisiensi dan efektifitas dalam mempersiapkan dan menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah:
a. Mendengarkan dengan aktif
Jika mendengar dengan aktif maka siswa akan mampu menggunakan pesan fisik
dan lisan, sehingga pembicara akan tahu bahwa orang lain secara giat sedang
kelompok akan menunjukkan tingkat pemikiran dan komunikasi yang tinggi.
Sebagai implikasinya, perasaan bangga bagi siswa yang memberikan partisipasi
akan merasa bahwa apa yang mereka sumbangkan itu berharga, paling tidak ia
akan merasa dihargai pendapatnya.
b. Bertanya
Maksud dari bertanya adalah meminta atau menanyakan suatu informasi atau
penjelasan lebih lanjut. Dengan bertanya sesorang yang sedang tidak aktif dapat
dimotivasi untuk ikut serta, termasuk anggota kelompok yang pemalu. Dari hal
ini berarti memperbaiki kemampuan komunikasi, juga interaksi.
c. Menafsirkan
Menafsirkan berarti menyatakan kembali informasi dengan kalimat berbeda. Ini
akan menimbulkan pemahaman yang lebih, sebab apa yang diperoleh
diungkapkan dengan cara yang berbeda.
d. Memeriksa ketepatan
Membandingkan jawaban dan memastikan bahwa jawaban itu benar. Pekerjaan
akan cenderung bebas dari kesalahan dan kekurang tepatan. Pemahaman akan
berkembang. Hal ini berakibat siswa menjadi kritis dan hasil kelompok akan
lebih baik.
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Mengelaborasi, maksudnya adalah mampu memperluas konsep, kesimpulan, dan
commit to user
penting karena akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan prestasi yang
lebih tinggi.
Semua keterampilan kooperatif tersebut (tidak langsung keseluruhan) dilatihkan
guru dalam kegiatan pembelajaran, tetapi dapat dipilih sedikit demi sedikit yang
dianggap sesuai dengan kepentingan hingga mencapai harapan dan seluruh
keterampilan kooperatif.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif yang sering digunakan ada beberapa tipe, di antaranya
yaitu kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), kooperatif tipe
Jigsaw, kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), dan kooperatif tipe The
Structural Approach (pendekatan struktural).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dalam
pembelajaran kooperatif, dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang
beranggotakan 4-5 orang yang heterogen menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan
suku. Guru menyajikan materi pelajaran (penyajian materi dapat dilakukan baik dengan
ceramah, demonstrasi, atau bahan bacaan), dan kemudian siswa bekerja di dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi
tersebut. Pada akhir pembelajaran seluruh siswa diberi tes tentang materi tersebut,
dengan ketentuan pada saat tes siswa tidak boleh saling membantu atau bekerja sama
antara teman-teman baik dari teman satu tim maupun dengan tim yang lainnya. Skor
siswa yang diperoleh dibandingkan dengan rata-rata skor yang lalu dari siswa yang
yang lalu pula. Poin tiap anggota ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim
yang mencapai kriteria tertentu diberi sertifikat atau penghargaan.
Perencanaan pembelajaran kooperatif disusun berdasarkan langkah-langkah
yaitu: (1) persiapan, (2) penyajian materi, (3) kegiatan kelompok, (4) tes hasil belajar,
dan (5) penghargaan kelompok. Pembelajaran dimulai dengan penyampaian oleh guru
tentang tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dalam belajar. Termasuk di
dalamnya penyajian informasi yang biasanya disertai bahan bacaan atau secara verbal.
Kemudian siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5
orang. Selanjutnya siswa bekerja dan belajar tentang materi yang dipelajarinya dengan
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Bimbingan diberikan guru jika dianggap
perlu baik kepada kelompok atau individu. Langkah berikutnya siswa dievaluasi, dapat
melalui tes individu atau kelompok (diwakili oleh anggotanya). Dan terakhir
diupayakan guru memberikan penghargaan kepada siswa dalam kelompok baik upaya
maupun hasil kerja mereka. Langkah-langkah tersebut (dalam bentuk fase-fase)
[image:43.595.104.523.241.487.2]diuraikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-Langkah Kegiatan Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan
belajar dan memotivasi
siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
commit to user
Langkah-Langkah Kegiatan Guru
bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
cara membentuk kelompok-kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau tiap-tiap
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan
penghargaan
Guru menentukan cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu maupun kelompok.
(Trianto, 2007:54)
Keenam langkah tersebut jika dilaksanakan maka akan terdapat siklus yang tetap
dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini. Seperti yang dikemukakan oleh
Slavin (2009:143) bahwa STAD terdiri dari suatu komponen yang tetap dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu :
Guru menyajikan materi pelajaran. Penyajian materi ini dapat dengan verbal
langsung disampaikan oleh guru atau dapat pula melalui bahan bacaan/teks.
b. Kegiatan kelompok
Siswa bekerjasama dalam kelompok masing-masing untuk menguasai materi
pelajaran atau menyelesaikan tugas.
c. Tes/kuis
Siswa mengerjakan kuis atau penilaian lainnya secara individual.
d. Penghargaan kelompok
Skor kelompok dihitung berdasarkan poin peningkatan kelompok, pemberian
sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan buletin sebagai penghargaan skor tertinggi
[image:45.595.106.521.240.582.2]kelompok.
Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok STAD
Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok
15 – 19 Kelompok Baik (Good Team)
20 – 24 Kelompok Hebat (Great Team)
≥ 25 Kelompok Super (Super Team)
(Slavin, 2009)
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki
kelebihan (selain kelebihan pembelajaran kooperatif pada umumnya) lebih mudah
diterapkan di kelas bagi guru yang baru memulai menggunakan pembelajaran
kooperatif sebagai salah satu strategi pembelajarannya. Hal ini dimungkinkan karena
commit to user
pembelajaran konvensional, yaitu guru menyajikan materi. Hal ini sekaligus menjadi
kelemahan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, karena dengan demikian dominasi
guru masih tampak dalam kegiatan pembelajaran. Namun kelemahan ini dapat direduksi
dengan cara guru menyajikan materi dalam bentuk bahan bacaan. Hal ini berarti siswa
menjadi lebih aktif. Namun pemberian bahan bacaan masih tetap harus diikuti dengan
pemberian penjelasan pada bagian-bagian tertentu. Dengan demikian siswa yang baru
memulai mengikuti pembelajaran koopertif akan tahap demi tahap menyesuaikan diri
dengan situasi siswa belajar aktif.
Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif tipe
STAD adalah penetapan kelompok beserta anggota-anggotanya. Penetapan anggota
kelompok kooperatif dibuat oleh guru sebelum memasuki kegiatan pembelajaran.
Pembentukan kelompok didasarkan pada nilai hasil pengukuran sebelumnya (rapor atau
tes materi sebelumnya) dengan merangking nilai siswa. Urutan rangking kemudian
dibagi dalam empat bagian. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang masing-masing
dari ke empat bagian tersebut. Akhirnya, penyempurnaan anggota kelompok dilakukan
dengan menyeimbangkan jenis kelamin, etnik, dan lainnya.
Keberhasilan kelompok dapat dievaluasi dari kumpulan poin peningkatan tiap
kelompok yang disumbangkan oleh anggotanya. Poin peningkatan dihitung dari hasil
kuis. Kuis diberikan kepada siswa secara klasikal setelah mereka menyelesaikan tugas
kelompok. Pemberian kuis harus dengan alokasi waktu yang cukup bagi siswa untuk
agar bekerja secara individual. Kesempatan ini saatnya mereka menunjukkan apa yang
telah mereka pelajari.
Sebagai motivasi, berdasarkan hasil kuis siswa dan perhitungan poin
peningkatan kelompok, wujud penghargaan bagi kelompok dapat diberikan dengan
berbagai bentuk. Mungkin sertifikat, laporan berkala kelas, atau buletin pajang. Isi
semua bentuk tersebut menguraikan tentang prestasi kelompok. Prestasi tersebut dapat
[image:47.595.108.521.239.507.2]diketahui dari hasil perhitungan skor peningkatan kelompok berdasarkan kuis terdahulu.
Tabel 2.3 Kriteria Skor Kemajuan Individual
SKOR KUIS POIN KEMAJUAN
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
1 - 10 poin di bawah skor awal 10
0 - 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna 30
4. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT
Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu tipe dalam
pembelajaran kooperatif, dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang
beranggotakan 4-5 orang yang heterogen menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan
suku. Secara umum pembelajaran kooperatif tipe TGT sama saja dengan STAD kecuali
satu hal : TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis, dimana
para siswanya berlomba sebagai wakil tim mereka dengan tim lain yang kinerja
akademik sebelumnya setara dengan mereka, kelemahan dari pembelajaran dengan
commit to user
pelaksanaannya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah sebagai berikut :
1. Presentasi Kelas
Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi pelajaran dengan
pengajaran langsung atau diskusi ataupun dapat menggunakan perangkat
audiovisual. Fokus presentasi pada kelas berbeda dengan presentasi pada kelas
biasa,karena yang disampaikan hanya pokok-pokok materi dan teknis pembelajaran
yang akan dilaksanakan, dengan demikian siswa harus memperhatikan dengan
cermat sebelum presentasi berlangsung. Siswa harus menyadari kecermatannya
sangat menunjang keberhasilan belajar selanjutnya yang akan menentukan nilai
dari tim mereka.
2. Tim
Tim terdiri dari 4 – 5 orang siswa anggota kelas dengan kemampuan yang berbeda.
Anggota tim mewakili kelompok yang ada di kelas dalam hal kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras atau suku. Fungsi utama tim adalah untuk memastikan
bahwa semua anggota tim belajar, lebih khusus lagi adalah untuk menyiapkan
anggotanya supaya dapat mengerjakan soal-soal dalam turnamen dengan baik.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang di rancang
untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan
pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan beberapa
hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama.
Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan
sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut.
4. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Perangkat turnamen
yang digunakan adalah kartu soal, lembar pembagian meja turnamen, lembar skor
game, lembar rangkuman tim . Turnamen biasanya berlangsung pada akhir minggu
atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah
melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama
guru menunjuk siswa untuk berada di meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi
sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2 dan seterusnya. Kompetisi
yang seimbang ini, seperti halnya system skor kemajuan individual dalam STAD,
memungkinkan para siswa dari semua tingkat sebelumnya berkontribusi secara
maksimal terhadap skor tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah
turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung kinerja mereka pada
turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya
yang lebih tinggi (misalnya, dari meja 4 ke meja 3). Skor tertinggi kedua tetap
tinggal pada meja yang sama, dan skor yang paling rendah “ diturunkan”. Dengan
cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya akan
dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kemampuan mereka
[image:49.595.125.521.243.485.2]yang sesungguhnya. Sebagai ilustrasi pelaksanaan turnamen dapat dilihat pada
commit to user
Contoh penempatan siswa dalam tim meja turnamen seperti gambar
berikut :
Skema pertandingan atau turnamen TGT
Keterangan:
A1,B1,C1 = Siswa berkemampuan tinggi
A(2,3,4) B(2,3,4) C(2,3,4) = Siswa berkemampuan sedang
A5,B5,C5 = Siswa berkemampuan rendah
TT1,TT2,TT3,TT4,TT5 = Meja Turnamen (1,2,3,4,5)
5. Penghargaan Tim
Dalam pembelajaran kooperatif, penghargaan diberikan untuk kelompok bukan
individu, sehingga keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap
anggotanya. Penghargaan kelompok diberikan atas dasar rata-rata poin kelompok
yang diperoleh dari game dan turnamen dengan kriteria yang telah ditentukan
sebagai berikut.
Tabel 2.4 Kriteria Penghargaan Kelompok TGT
Rata-Rata Poin Kelompok Penghargaan Kelompok
40 – 44 Kelompok Baik (Good Team)
45 – 49 Kelompok Hebat (Great Team)
≥ 50 Kelompok Super (Super Team)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang
ditentukan. Team mendapat julukan sesuai poin yang diperoleh.
Dari uraian di atas pada prinsipnya kedua model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Division (STAD) sama dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), perbedaannya pada model
pembelajaran kooperatif tipe TGT di akhir unit di adakan game atau turnamen
sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya diberikan tes atau kuis.
5. Kemampuan Awal Siswa
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah
kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa akan berpengaruh pada proses
pembelajaran. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat awal yang harus dimiliki
siswa agar proses pembelajaran yang dihadapi siswa dapat berjalan dengan lancar.
Dalam Depdiknas (2004: 2), matematika bersifat hierarkis yang berarti suatu
materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Untuk mempelajari
matematika hendaknya berprinsip pada:
1. Materi matematika hendaknya disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik
matematika berdasarkan subtopik tertentu,
2. Setiap siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami
commit to user
3. Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu
topik matematika dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh
perbedaan penguasaan subtopik prasyaratnya,
4. Pengusaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topik
sebelumnya.
Sedangkan menurut Piaget (dalam Paul Suparno 1997: 20-21), bahwa setiap
level keadaan dapat dimengerti sebagai akibat dari transformasi tertentu atau sebagai
titik tolak bagi transformasi lain, sedangkan menurut Winkel (1991: 80), menyatakan
bahwa kemampuan awal merupakan jemba