• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren di RSGM USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren di RSGM USU"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi,

Saya Lau Mei Wan, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren di RSGM USU”. Saya mengikutsertakan Bapak/Ibu dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh bakteri terhadap terjadinya SAR pada mulut pasien. Manfaat penelitian ini dapat menjadi informasi bagi kedokteran gigi terutama bidang Ilmu Penyakit Mulut bahwa bakteri dapat menjadi faktor penyebab SAR (juga dikenali sariawan) pada pasien di RSGM USU sehingga dapat menentukan perawatan yang tepat.

Bapak/Ibu sekalian, bakteri paling banyak ditemukan di rongga mulut. Bakteri sering dikaitkan dengan berbagai penyakit mulut. Bakteri juga dapat menyebabkan terjadinya sariawan.

Penelitian yang akan saya lakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung pada rongga mulut. Saya awali penelitian ini dengan mencatatkan data demografi Bapak/Ibu. Setelah itu saya akan melakukan pemeriksaan mulut menggunakan kaca mulut,sonde dan pinset untuk melihat kondisi rongga mulut. Seterusnya saya akan menggunakan kapas lidi yang steril untuk mengambil sampel bakteri pada lesi sariawan. Penelitian ini tidak membahayakan dan tidak memiliki efek samping.

(2)

dan anggota komis etik yang bisa melihat datanya. Kerahsiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Sebagai ganti rugi akan saya berikan hadiah kepada Bapak/Ibu.

Jika selama menjalankan penelitian ini akan terjadi keluhan pada Bapak/Ibu silakan menghubungi saya Lau Mei Wan di nomor telepon 087769103811.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(3)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN

Saya bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Alamat : No. Telp./HP :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpatisipasi dalam penelitian yang berjudul PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN DI RSGM USU

Mahasiswa Peneliti Medan, 2015 Peserta Penelitian

(4)

LAMPIRAN 3

Nomor Data Penelitian:

REKAM MEDIK PENELITIAN

PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN DI RSGM USU

Tanggal Pemeriksaan :

A. Data Demografi

Nama :

Usia : ………….. tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Pekerjaan :

Riwayat Penyakit :

Alergi kepada obat- obatan : Ya / Tidak Kebiasaan merokok : Ya / Tidak

B. Pemeriksaan Rongga Mulut

Lokasi SAR : Mukosa bukal

Ukuran SAR :

Jenis SAR :

Skor OHI-S (DI + CI) :

(5)

1. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Debris

No KRITERIA NILAI

1. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau pewarnaan ekstrinsik.

0

2. Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan.

Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debrislunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.

1

3. Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.

2

4. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi.

3

Debris Index =

(6)

2. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus

No KRITERIA NILAI

1. Tidak ada karang gigi 0

2. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigisupragingival menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.

1

3. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.

Sekitar bagian cervikal gigi terdapat sedikitsubgingival.

2

4. Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigisupragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi.

Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh cervikal (A. Continous Band of Subgingival Calculus).

3

Calculus Index= Jumlah penilaian calculus Jumlah gigi yang diperiksa

Skor Debris Indeks + Calculus skor =

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut :

(7)
(8)
(9)

LAMPIRAN 6 Frequencies

Statistics

Kelompok Usia Uji Mikroskopis / Pewarna Gram

(10)

Uji Mikroskopis / Pewarna Gram

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kokus Gram ( + ) 10 62.5 62.5 62.5

Kokus Gram ( - ) 6 37.5 37.5 100.0

Total 16 100.0 100.0

Hasil Kultur

(11)

Uji Koagulase

(12)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

Usia Equal variances assumed .272 .610

Equal variances not assumed

Hasil Kultur Equal variances assumed 16.068 .001 Equal variances not

assumed

Uji Katalase Equal variances assumed 27.562 .000 Equal variances not

assumed Uji

Koagulase

Equal variances assumed 27.562 .000

Equal variances not assumed

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference Usia Equal variances

assumed

.250 14 .806 .067

Equal variances not assumed

(13)

Hasil Kultur Equal variances

Uji Katalase Equal variances assumed

t-test for Equality of Means

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Usia Equal variances

assumed

.267 -.505 .639

Equal variances not assumed

.267 -.523 .656

Hasil Kultur Equal variances assumed

.623 -3.737 -1.063

Equal variances not assumed

(14)
(15)

Hasil Kultur Pearson Correlation

.717** .398 .717** 1

Sig. (2-tailed) .002 .126 .002

N 16 16 16 16

Uji Katalase Pearson Correlation

.683** -.098 .683** .350

Sig. (2-tailed) .004 .719 .004 .184

N 16 16 16 16

(16)

Hasil Kultur Pearson Correlation

.350 .350

Sig. (2-tailed) .184 .184

N 16 16

Uji Katalase Pearson Correlation

1 1.000**

Sig. (2-tailed) .000

N 16 16

Uji Koagulase Pearson Correlation

1.000** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 16 16

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lamont RJ, Jenkinson HF. Oral Microbiology at a Glance. United Kingdom: Wiley Blackwell, 2010: 2-3.

2. Nasution M. Pengantar Mikrobiologi. USU Press, 2012: 62-94.

3. Bankvall M, Sjoberg F, Gale G, Wold A,Jontell M, Ostman S. The Oral Microbiota of patients with recurrent aphthous stomatitis. J Oral Microbiology 2014; 1-9.

4. Marchini L, Campos MS, Silva AM, Paulino LC, Nobrega FG. Bacterial diversity in aphthous ulcers. Oral Microbiol Immunol 2007; 22: 225-31.

5. Wulandari EAT, Setyawati T. Tata laksana sar minor untuk mengurangi rekurensi dan keparahan (laporan kasus). Indonesia J Dentistry 2008; 15(2): 147-54.

6. Suling PL, Tumewu E, Soewantoro JS, Darmanta AY. Angka kejadian lesi yag diduga sebagai stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. J e-gigi Unsrat; 1(2): 1-8.

7. Sun A, Chia JS, Chiang CP. Increased proliferative response of peripheral blood mononuclear cells and T cells to streptococcus mutans and glucosyltransferase D antigens in the exacerbation stage of recurrent aphthous ulcerations. J Formos Med Assoc 2002; 101: 560-6.

8. Hoover CI, Olson JA, Greenspan JS. Humoral responses and cross reactivity to viridians streptococci in recurrent aphthous ulceration. J Dent Res 1986;65: 1101-4.

9. Guellar IB, Soriano YJ, Lozano AC. Treatment of recurrent aphthous stomatitis. J Clinical and Experimental Dentistry 2014; 6(2): 168-74.

10. Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J Oral and Maxillofacial Pathology 2011; 15(3): 252-6.

(18)

33

12. Scully C, Pederson A. Recurrent aphthous stomatitis. Crit Rev Oral Biol Med 1998; 9(3): 306-21.

13. Sawair FA. Does smoking really protect from recurrent aphthous stomatitis?. Therapeutics Clinical Management 2010; 6: 573-7.

14. Natah SS, Konttinen YT, Enattah NS, Ashammakhi N, Sharkey KA, Hayrinen-Immonen R. Recurrent aphthous ulcers today: a review of the growing knowledge. Int. J Oral Maxillofacial Surgery 2004; 33: 221-34.

15. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of the recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J American Dental Association 2003; 134(2): 200-7.

16. Sridhar T, Emumalai M, Karthika B. Recurrent aphthous stomatitis: a review. J Biomedical & Pharmacology 2013; 6(1) : 17-22.

17. Dar-Odeh NS, Hayajneh WA, Abu-Hammad O, Hammad HM, Al-Wahadneh AM, Bulos NJ et al.. Oralfacial findings in chronic granulomatous disease: report of twelve patients and review of the litrature. BMC Research Notes 2010; 3(37): 1-5.

18. Wardhana W. Penghantar Statistika. Agustus Agustus 2015)

19. Anonymous. Bab 3 Metodologi

20. Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. (17 Agustus 2015)

21. Sondang P, Hamada T. Menuju gigi & mulut sehat: Pencegahan & Pemeliharaan. Edisi Revisi, USU Press, 2012: 34-5.

22. Aqustiar A. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan frekuensi dan distrubusi

(19)

23. Abdullah MJ. Prevalence of recurrent aphthous ulceration experience in patients attending piramird dental speciality in Sulaimani City. J Clin Exp Dent. 2013; 5(2): e89-e94.

24. Bruch JM, Theister NS. Clinical oral medicine and pathology. New York: Springer., 2010: 53.

25. Zengin, G., et al. Oral hygiene and oral flora evalution in psychiatric patients in nursing homes in Turkey. Nigerian Journal of Clinical Practise. 2015; 751-55

26. Anonymous. Patogenitas Mikroorganisme

(20)

15

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitiancross-sectional.Penelitian Cross

Sectional adalah penelitian observaional dimana cara pengambilan data variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh bakteri terhadap terjadinya SARpada pasien SAR dan non SAR diRSGM USU.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut pusat di Kota Medan yang memiliki instalasi khusus penyakit mulut yang biasanya banyak menangani kasus penyakit mulut dan dalam hal ini salah satunya adalah kasus SAR. Hasil pemeriksaan sampel tersebut akan dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU untuk tujuan pemeriksaan bakteri. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Oktober sampai November 2015.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien RSGM USU yang menderita SAR dan sebagai kontrol pasien RSGM yang tidak menderita SAR ( Non SAR).

3.4 Sampel Penelitian

(21)

nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya pemberian

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 0,2 Q : 1- P = 1-0,2 = 0,8

d : presisi (0,28)

Jumlah sampel minimum untuk penelitian ini sebanyak 8 orang penderita SAR dan 8 orang non SAR. Berdasarkan perhitungan, jumalah sampel untuk penelitian ini sebanyak 16 orang.

3.5 Sampel Penelitian

(22)

17

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pasien yang menderita SAR yang berumur 18-40 tahun b. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian.

c. Pasien yang mempunyai oral higiene baik (Skor OHI-S baik : 0,0-1,2) 3.5.2 Kriteria Eksklusi:

Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pasien dengan penyakit sistemik tertentu. Misalnya penyakit Bechet’s, penyakit gastrointestinal dan penyakit Aids(Acquired Immune Deficiency Syndrome)yang mempunyai manifestasi SAR pada rongga mulut yang diketahui dari rekam medik.14

b. Pasien yang tidak kooperatif.

c. Pasien yang sedang menjalani pengobatan medis. Misalnya mengkonsumsi obat anti inflamatori (NSAID), dan Beta Blockersyang mempunyai manifestasi SAR pada rongga mulut yang diketahui dari rekam medik.14

3.6 Variabel Operasional 3.6.1 Variabel Bebas

Bakteri Streptococcus α-hemolytic dan Staphyloccus aureus

3.6.2 Variabel Terikat Stomatitis aftosa rekuren

3.6.3 Variable Terkendali

(23)

3.7 Definisi Operasional

kurang atau lebih dari 10

mm, dikelilingi eritema

halo dan sering terjadi

berulang.4 SAR dibagikan

: SAR minor, SAR mayor

dan SAR herpetiformis.

Pada penelitian ini, SAR

tipe minor dijadikan

Non SAR Pasien yang tidak

menderita SAR.

khas seperti rantai selama

pertumbuhan. Streptococcus

α-hemolytic menunjukkan

zona sempit hemolisis

sebagian dan perubahan

warna sekitar koloni. 2

Pemeriksaan

Usia Usia kronologis menurut

kalender.20

Rekam medik Wawancara

lansung pada

pasien

(24)

19

dilakukan pada 6 gigi

yaitu gigi 16, 11,26, 36,

31 dan 46. Pemeriksaan

terdiri atas pemeriksaan

skor debris dan skor

kalkulus.21

1. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian 2. Tiga serangkai (sonde, pinset, kaca mulut)

(25)

5. Pulpen dan pensil

3.8.2 Bahan 1. Masker 2. Sarung tangan

3. Garam NaCL fisiologis 4. Blood media agar 5. Mannitol salt agar

3.9 Prosedur Penelitian 1. Pemilihan subjek penelitian

a. Subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dijadikan sampel.

b. Setelah itu, pasien diberikan informed consent untuk diisi.

c. Pengambilan data dilakukan pada pasien yang telah setuju untuk dijadikan subjek penelitian. Data yang dicatat adalah data demografi dan data klinis.

2. Pengumpulan data

a. Data klinis diperolehi dengan melakukan pemeriksaan oral menggunakan alat tiga serangkai yaitu sonde, pinset, dan kaca mulut. Pemeriksaan ini untuk melihat kondisi rongga mulut dan menentukan skor OHI-S pasien yang hasilnya akan dituliskan dalam rekam medik.

b. Untuk menguji bakteri yang terdapat pada lesi SAR dengan mengambil spesimen dari lesi SAR pada mukosa bukal pasien. Pengambilan spesimen dilakukan dengan menggunakan kapas lidi yang steril. Kapas lidi tersebut kemudian direndam ke dalam tabung uji yang berisi larutan garam NaCLfisiologis lalu dikirim ke laboratorium mikrobiologi FK USU untuk tujuan pengulturan.

(26)

21

a. Di laboratorium, bakteri ditanam ke dalam blood agar dan digores secara zig-zag dengan menggunakan kapas lidi. Kemudian dilakukan pengulturan di dalam inkubator dengan temperature 37°C selama 18-24 jam.

b. Setelah bakteri tumbuh, koloni diidentifikasi dengan metode pewarnaan gram.

c. Mikroorgansime yang telah diwarnai dilihat bawah mikroskop, untuk mengetahui jenis bakteri yang ada. Koloni Steptococcus α-hemolytic berbentuk kokus dan susunan berantai. Koloni bakteri kemudian ditanam ke media Mannitol Salt Agar(MSA), sedangkan bakteri Staphylococcus dapat tumbuh, ditandai dengan perubahan warna dari merah jambu menjadi kuning pada media Mannitol Salt Agar. d. Dibandingkan bakteri Streptococcus dan Staphylococcus dengan uji katalase dan koagulase.

e. Data yang sudah terkumpul siap untuk dilakukan pengolahan dan analisis data.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data 3.10.1 Data Univariant

Data univariant disajikan dalam bentuk tabel, meliputi:

1. Distribusi pasien yang penderita SAR dan non penderita SAR berdasarkan usia.

2. Jumlah mikroorganisme yang diisolasi dari pasien yang menderita SAR dan non penderita SAR

3. Nilai rerata dan standar deviasi pasien yang menderita SAR dan non penderita SAR.

3.10.2 Data Bivariant

Data bivariant yang disajikan dalam bentuk tabel meliputi:

(27)

terhadap SAR. Uji Pearson Correlation digunakan karena pada hasil penelitian ini akan ada dua kelompok data yang berpasangan.

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:

• Menerima Ha (menolak H0), jika diperolehi nilai x2 hitung > x2 tabel atau nilai p ≤ α (0.05)

• Menolak Ha (menerima H0), jika diperoleh nilai x2 hitung < x2 tabel; atau nilai p> α (0.05)

3.11 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup sebagai berikut : 1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Bagi responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) agar dapat berpartispasi dalam penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

(28)

23

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan November 2015 di Instalasi Penyakit Mulut RSGM USU. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 16 orang. Hasil penelitian ini dianalisis secara univariant dan bivariant.

4.1 Distribusi pasien yang menderita SAR dan non SAR berdasarkan usia. Tabel 1. Distribusi pasien yang menderita SAR dan non SAR berdasarkan usia.

Usia F (Frekuensi) %

18-25 10 orang 63,5

26-40 6 orang 37,5

Total 16 orang 100,0

(29)

Tabel 2 : Frekuensi usia pasien.

2. Pemeriksaan Mikrobiologi

Tabel 3. Jumlah mikroorganisme yang diisolasi dari pasien yang menderita SAR dan non penderita SAR.

Mikroorganisme SAR Non SAR

N % N %

Staphylococcus aureus 5 31,3 0 0

Staphylococcus epidermitis 0 0 4 50,0

Streptococcus α-hemolytic 2 12,5 0 0

Streptococcus β-hemolytic 0 0 4 50,0

Streptococcus α-hemolytic & Staphylococcus aureus

1 6,3 0 0

Total 8 100,0 8 100,0

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa mikroorganisme yang ditemui pada kelompok SAR adalah Staphylococcus aureus sebanyak 5 kasus (31,3%), Staphylococcus α-hemolytic sebanyak 2 kasus (12,5%) dan juga Streptococcus α -hemolytic&Staphylococcus aureus hanya 1 kasus (6,3%). Mikroorganisme yang ditemui pada kelompok non SAR adalah Staphylococcus epidermitis sebanyak 4 kasus (50%) dan Streptococcus β-hemolytic sebanyak 4 kasus (50%).

4.2 Hasil Uji Katalase dan Uji koagulase

(30)

25

Table 4: Uji katalase dan Uji koagulase

Uji Katalase

Pada uji katalase ditemui hasil positif pada 7 kasus (43,8%), dan hasil negatif pula ditemui pada 9 kasus (56,3%). Pada uji koagulase pula ditemui hasil positif 7 kasus juga (43,8%) dan hasil negatif 9 kasus (56,3%).

4.3 Hasil analisis Bivariant

Tabel 5: Pengaruh bakteri terhadap SAR

Mikroorganisme

(31)
(32)

27

BAB 5

PEMBAHASAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan salah satu penyakit mulut yang sering ditemukan pada masyarakat umum.Stomatitis aftosa rekuren adalah ulser superfisial yang secara klinis memiliki bentuk bulat atau oval, berukuran kurang atau lebih dari 10 mm, dikelilingi eritema halo dan sering terjadi berulang.4Penelitian ini melibatkan 16 orang pasien yang berkunjung ke RSGM USU yang menderita SAR. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 16 orang, dimana 16 orang pasien ini merupakan perempuan.

5.1 Karakteristik Subjek

SAR banyak terjadi pada pasien yang berusia 22 tahun yaitu sebanyak 7 pasien (43,8%) dari 16 pasien yang terlibat dalam penelitian ini karena sebagian besar adalah mahasiswa. Pasien yang paling sedikit mengalami lesi SAR adalah pada usia 18 tahun dan 19 tahun sebanyak 1 pasien (6,2%) pada masing-masing usia. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Agustiar (2002) bahwa SAR sering terjadi pada usia 21-41 tahun.22 Disamping itu, penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Abdullah dkk (2012) bahwa SAR sering terjadi pada usia 20-29 tahun.23 Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bruch bahwa SAR mulai terjadi dekade kedua, terus meningkat dan menurun pada dekade keempat.24Pasien pada kelompok usia 18-40 tahun rentan mendapat SAR karena stres dan perubahan hormonal. Stres dan perubahan hormonal merupakan etiologi SAR.Contoh stres yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah disebabkan oleh kesibukan hidup sedangkan perubahan hormonal adalah karena menstruasi dan juga produksi hormonal yang tinggi pada usia ini.10,12

5.2 Teknik mendeteksi bakteri

(33)

ditemukan adanya pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya SAR pada pasien RSGM USU. Hal ini sesuai dengan penelitian Donatsky dkk (cit. Marchini) menemukan bakteri Streptococcus, Staphylococcus aureus dan Neiserria pada lesi SAR.4 Dalam penelitian ini juga ditemui adanya pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya SAR. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Andy Sun dkk bahwa ada hubungan antara bakteri dan antigen terhadap terjadinya SAR, dengan melihat respon proliferatif untuk spesies Streptococcus yang berbeda dalam sel mononuklear.7 Pada penelitian ini, uji katalase dan koagulase merupakan uji untuk menunjukkan adanya bakteri Streptococcus α-hemolytic dan Staphylococcus pada SAR. Menurut penelitian Zengin dkk, uji katalase dan uji koagulase digunakan untuk menunjukan adanya bakteri Streptococcus dan Staphylococcus dalam rongga mulut pasien yang mempunyai penyakit mulut.25 Uji katalase penting untuk membedakan Streptococcus (katalase negatif) dengan Staphylococcus yang menghasilkan enzim katalase (katalase positif). Uji katalase dilakukan dengan menambahkan H2O2 3% ke dalam koloni pada plat agar atau agar miring. Pada kultur

yang menunjukkan katalase positif akan terbentuk O2 dan gelembung udara.

Staphylococcus aureus dan Streptococcus intermedius adalah koagulase positif, sedangkan Staphylococcus yang lain merupakan koagulase negative. Uji koagulase digunakan untuk membedakan Staphylococcus dengan Streptococcus. Staphylococcus aureus mampu menghasilkan koagulase, yaitu berupa protein yang menyerupai enzim yang apabila ditambahkan dengan oksalat atau sitrat mampu menggumpalkan plasma akibat adanya serum. Serum tersebut bereaksi dengan koagulase untuk membentuk esterase dan aktivitas penggumpalan, serta untuk mengaktivasi protrombin menjadi trombin. Trombin akan membentuk fibrin yang akan berpengaruh terhadap terjadinya penggumpalan plasma.26

5.3 Pengaruh bakteri terhadap SAR

(34)

29

sangat dipenuhi dengan bakteri karena tempat tersebut mempunyai kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri.27 Pada aspek oral medicine, bakteri dapat menyebabkan timbulnya SAR dalam mulut. Hasil penelitian Barile dkk menemukan bentuk L dari Streptococcus α-hemolytic yakni Streptococcus sanguis merupakan agen penyebab SAR.3 Pada penelitian Donatsky dkk pula menemukan bakteri Streptocococcus, Staphylococcus dan Neiserria pada lesi SAR.4Streptococcus dalam mulut dikatakan berpengaruh terhadap terjadinya SAR. Mikroorganisme yang terlibat lansung dalam pathogenesis lesi akan memicu produksi antibodi yang bereaksi dengan mukosa mulut.5

Streptococcus bersifat fakultatif anaerob, tidak bergerak, katalase negative dan memiliki diameter 0.7-0.9 µm. Bakteri ini tumbuh baik pada Blood agar, meskipun pengunaan media yang diperkaya dengan glukosa dan serum mungkin diperlukan. Berdasarkan proses yang terjadi pada Blood agar dan lisisnya sel darah merah, Streptococcus dibagi menjadi Streptococcus α-hemolytic, β-hemolytic, dan γ -hemolytic.2 Streptococcus α-hemolytic pada media kultur menunjukkan zona sempit hemolisis sebagian dan perubahan warna hijau di sekitar koloni. Perubahan warna hijau memberikan nama viridians pada bakteri ini (viridians:hijau).2

Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada kaldu biasanya pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik adalah pada suasana aerob tetapi dapat juga dalam udara yang hanya mengandung hydrogen karena bakteri ini juga bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 6-44°C ( optimum 37°C) dan batas untuk pH adalah 4,2-9,3 (optimum 7).2

Pada analisis bivariat dalam penelitian ini jelas dapat dilihat analisis bakteri

Streptococcus α-hemolytic terhadap SAR dengan uji statistik menggunakan uji

(35)
(36)

31

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya SAR. 2. Ada pengaruh Streptococcus α-hemolytic terhadap terjadinya SAR.

6.2 Saran

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) ditandai dengan munculnya ulser nekrotik yang dikelilingi haloeritematus pada mukosa mulut. Lesi SAR biasanya terjadi pada mukosa mulut dan jarang terjadi pada gusi. SAR merupakan lesi mulut yang sering terjadi yaitu 5%-25% pada populasi umum. Penderita SAR biasanya berkisar antara umur 10-40 tahun, umumnya dapat terjadi pada perempuan, laki-laki atau juga individual yang berasal dari sosial ekonomi tinggi.9

2.1.1 Etiologi

Sampai saat ini etiologi SAR masih tidak diketahui, namun ada beberapa faktor yang berhubung dengan SAR seperti stres, defisiensi nutrisi, perubahan hormonal, berhenti merokok, obat-obatan, alergi, virus, dan bakteri.5

1. Stres

Stres merupakan faktor etiologi SAR. Stres dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak rongga mulut dikaitkan dengan kebiasaan parafungsional seperti mengigit bibir atau mukosa pipi dan trauma ini menyebabkan terjadi ulser pada rongga mulut. Stres dapat juga mempengaruhi aktivitas imun dengan meningkatkan jumlah leukosit pada ulser tersebut dan terjadinya SAR. Stres dikatakan bertindak sebagai faktor pemicu SAR dan bukannya faktor etiologi pada pasien SAR.10

2. Defisiensi Nutrisi

(38)

6

ahli memperkirakan bahwa ada hubungannya dengan adanya penekanan imunitas selular (cell-mediated immunity) pada sel mukosa.5,11

3. Perubahan Hormonal

Keadaan hormonal wanita yang sedang menstruasi dapat dihubungkan dengan terjadinya SAR. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progestron. SAR sering terjadi pada masa menstruasi atau pada fase luteal menstruasi.12

4. Berhenti Merokok

SAR dapat terjadi setelah penderita berhenti merokok. Prevalensi dan keparahan SAR pada perokok berat lebih rendah dibandingkan dengan perokok sedang. Penggunaan tembakau tanpa asap juga terkait dengan prevalensi yang lebih rendah dari SAR.13

5. Obat-obatan

Obat-obatan tertentu dikaitkan dengan SAR. Obat-obatan tersebut adalah NSAID dan obat Captopril. Obat-obatan ini akan menyebabkan hipersensitifitas T-limfosit yang terjadi pada mukosa mulut sehingga ulser SAR muncul.14

6. Alergi

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik, permen karet, bahan gigi tiruan atau bahan tambalan, serta bahan makanan. Setelah kontak dengan bahan tersebut terjadi rangsangan terhadap mukosa, maka mukosa akan meradang. Gejala ini disertai rasa panas, kadang timbul gatal, dapat juga didahului dengan vesikel yang sifatnya sementara kemudian berkembang menjadi SAR.10

7. Virus

(39)

8. Bakteri

Streptococcus dalam mulut dikatakan merupakan faktor pemicu SAR. Menurut penelitian Barile et al., mikroorganisme yang terlibat langsung dalam patogenesis lesi akan memicu produksi antibodi yang bereaksi dengan mukosa mulut. Penelitian ini juga telah mengemukakan bahwa bentuk L Streptococcus α-hemolytic, Streptococcus sanguis, telah diidentifikasi sebagai Streptococcus mitis adalah agen penyebab SAR. 3,4,5,14

2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi

SAR dimulai dengan rasa terbakar atau sakit selama 24-48 jam sebelum ulser muncul dan kemudian diikuti dengan eritema. SAR ditandai dengan ulser bulat dan dangkal. Ulser ditutupi pseudomembran kuning keabu-abuan, berbatas jelas dan dikelilingi eritematus halo.15

1. SAR Tipe Minor

SAR tipe minor (Mikulicz's apthae) merupakan jenis SAR yang paling sering terjadi pada populasi dengan prevalensi 75-85%. SAR tipe ini memiliki diameter kurang dari 10 mm dan cenderung mengenai daerah seperti mukosa labial, bukal, dan dasar mulut. Ulser dapat tunggal atau berjumlah lebih dari satu yang biasanya akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.15

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe

(40)

8

2. SAR Tipe Mayor

Prevalensi SAR tipe mayor (Periadenitis mucosa necrotica recurrents atau Stutton disease) adalah 10-15% pada populasi. SAR tipe mayor biasanya terjadi setelah pubertas. Simtom pada tahap prodromal lebih serius dari tipe minor. Diameter SAR tipe mayor lebih dari 10 mm. SAR tipe mayor biasanya sangat sakit dan sering muncul pada bibir, palatum lunak dan pangkal tenggorokan. SAR tipe mayor terjadi beberapa minggu hingga bulan. Pasien SAR tipe mayor biasanya disertai dengan gejala-gejala seperti demam karena dehidrasi, serta disfagia dan malaise karena asupan nutrisi kurang akibat pasien merasa sakit sewaktu ingin makan dan minum.15

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe

mayor.15

3. SAR Tipe Herpetiformis

(41)

Gambar 3: Stomatitis aftosa rekuren tipe

herpetiformis.15

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis SAR didasarkan pada gambaran klinis dan riwayat penyakit penderita.15 Tanda khas yang utama merupakan satu atau lebih ulser yang rekuren, sakit, dengan interval beberapa hari atau berbulan.16 Penting untuk menanyakan riwayat penyebab penyakit misalnya apakah pasien baru berhenti merokok, apakah pasien mengganti pasta giginya, apakah disebabkan oleh makanan tertentu. Untuk itu dapat diupayakan melalui anamnesa yang lengkap dan terarah, pemeriksaan klinis ekstra dan intraoral yang teliti. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, atau pemeriksaan sitologi atau histopatologi guna menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain sebagai penyebab SAR pada penderita tersebut.15

2.1.4 Perawatan

(42)

10

ini memiliki sifat anti inflamasi. Selain itu, obat kumur tetrasiklin dapat menurunkan frekuensi dan keparahan SAR. Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan ketidaknyamanan pada SAR.9,16

2.2 Pengaruh bakteri terhadap terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling banyak ditemukan di rongga mulut. Faktor yang berpengaruhi dalam pertumbuhan mikroorganisme adalah temperatur, ph, potensial oksidasi reduksi, ketersediaan nutrisi, struktur anatomi rongga mulut, aliran saliva dan substansi antimikroba. Masing-masing faktor berperan dalam menyeleksi mikroorganisme rongga mulut dan membantu mempertahankan keseimbangan populasi bakteri di rongga mulut.2,3Menurut penelitian Dar-Odehdkk, oral higiene berpengaruh terhadap terjadinya SAR.17

Bakteri sering dikaitkan dengan etiologi dari penyakit mulut. Menurut penelitian Donatsky dkk bahwa bakteri Streptococcus, Staphylococcus dan Nerisseria ditemui pada masa penelitian dilakukan dengan menggunakan tes kultur.15

2.2.1 Steptococcus α-Hemolytic

Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, susunan khas seperti rantai selama masa pertumbuhannya dan bakteri ini tersebar luas di alam. Beberapa diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia, yang lainnya menyebabkan penyakit pada manusia oleh infeksi Streptococcus dan sebagian lagi oleh sensitisasi terhadap bakteri ini. Bakteri ini menghasilkan berbagai zat ekstraseluler dan enzim. 2

Streptococcus adalah golongan bakteri yang heterogen. Tidak ada satu sistem pun yang cukup baik untuk mengklasifikasikannya. Pengelompokan Streptococcus menjadi beberapa kategori utama berdasarkan karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolysis pada media Blood agar (hemolisis α, hemolisis β dan hemolisis γ), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi biokimia. 2

(43)

agar, meskipun pengunaan media yang diperkaya dengan glukosa dan serum mungkin diperlukan. Berdasarkan proses yang terjadi pada Blood agar dan lisisnya sel darah merah, Streptococcus dibagi menjadi Streptococcus α-hemolytic, β -hemolytic, dan γ-hemolytic.2

Streptococcus α-hemolytic pada media kultur menunjukkan zona sempit

hemolisis sebagian dan perubahan warna hijau di sekitar koloni. Perubahan warna hijau memberikan nama viridians pada bakteri ini (viridians:hijau). Streptococcus salivarius merupakan spesies yang termasuk pada kelompok ini. Streptococcus β -haemolytic pada media kultur menunjukkan zona bening dari hemolisis yang sempurna di sekitar koloni. Streptococcus γ-hemolytic tidak menghasilkan hemolisis atau perubahan warna, Streptococcus facealis merupakan spesies yang termasuk di dalam kelompok ini. 2

2.2.2 Staphylococcus Aureus

Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus aureus berkolonisasi pada nares anterior, tetapi juga ditemui pada bagian tubuh yang lain termasuk kulit, rongga mulut dan saluran percernaan. 2

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dengan diameter 0,7-1,2 mikron, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur. Pada kuman yang telah difagositosis dan pada biakan tua, bakteri dapat muncul menjadi gram negatif.2

Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada kaldu biasanya pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik adalah pada suasana aerob tetapi dapat juga dalam udara yang hanya mengandung hydrogen karena bakteri ini juga bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 6-44°C ( optimum 37°C) dan batas untuk pH adalah 4,2-9,3 (optimum 7).2

(44)

12

(45)

Stres

Virus Obat-obatan Defisiensi nutrisi

Perubahan Hormonal

Berhenti merokok

Stomatitis aftosa rekuren

SAR tipe minor

SAR tipe mayor

SAR tipe herpetiform

-Streptococcus α -Hemolytic -Staphylococcus Aureus

(46)

14

2.4 Kerangka Konsep

Efek +

Bakteri

Efek - Efek + Efek -

Non Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis Aftosa

(47)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan habitat bagi mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat menetap dalam rongga mulut bervariasi diantaranya adalah virus, mycoplasma, bakteri, jamur dan terkadang juga ditemukan protozoa. Gigi, gingiva, lidah, kerongkongan dan mukosa bukal dalam rongga mulut merupakan tempat pembiakan mikroorganisme.1

Penyakit rongga mulut sering dikaitkan dengan berbagai bakteri. Bakteri yang sering ditemui pada penyakit mulut adalah bakteri jenis Streptococcus dan Staphylococcus.Streptococcus dibagi menjadi streptoococcusα-hemolytic, β -hemolytic dan γ-hemolytic.2 Hasil penelitian Barile et al. (cit. Bankvall) menemukan bentuk L dari Streptococcus α-hemolytic yakni Streptococcus sanguis merupakan agen penyebab timbulnya SAR. Namun menurut penelitian selanjutnya, organisme ini dianggap sebagai strain dari Streptococcusmitis atau Streptococcus oralis. Heliobacter pylori juga merupakan bakteri yang berperanan dalam timbulnya Stomatitis aftosa rekuren (SAR). Heliobacter pylori adalah bakteri gram negatif dan berbentuk S. Heliobacter pylori timbul pada pasien dengan ulser duodenum.3

Beberapa spesies Staphylococcus tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, spesies lain dapat menyebabkan abses, infeksi pyogens dan septikemia yang fatal. Staphylococcus aureus merupakan salah satu spesies Staphylococcus yang penting sebagai patogen utama bagi manusia, hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, mulai keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.2,3 Penelitian Donatsky dkk(cit. Marchini) menemukan bakteri Streptococcus, congulase negative Staphylococcus dan Neiserria pada lesi SAR.4

(48)

2

atau oval, berulang, batas margin yang jelas, eritema halo dan dasar abu-abu atau kekuningan.4 Sampai saat ini etiologi SAR masih tidak diketahui, namun ada beberapa faktor yang berhubungan dengan SAR seperti stress, defisiensi nutrisi, perubahan hormonal, berhenti merokok, obat-obatan, alergi, bakteri, dan virus.5Komplikasi SAR adalah susah berbicara, mengunyah dan menelan makanan. Pengobatan SAR biasanya diobati dengan perawatan paliatif.4

Berdasarkan penelitian Suling dkk, prevalensi SAR rata-rata pada populasi dunia adalah 20%. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Indonesia FKG Universitas Sam Ratulangi diperolehi sebesar 68.2% responden pernah mengalami SAR.6 Menurut penelitian Bankvall dkkbahwa bakteri mungkin bertindak sebagai patogen atau sumber antigen yang menyebabkan produksi antibodi sehingga menyebabkan inflamasi pada mukosa mulut.4Andy Sun dkk telah melakukan penelitian untuk melihat apakah ada hubungan antara bakteri dan antigen terhadap terjadinya SAR, dengan melihat respon poliferatif untuk spesies Streptococcus yang berbeda dalam sel mononuclear dengan menggunakan subjek penelitian 39 yang menderita SAR dan 21 subjek penelitian yang menderita Lichen planus, dan sebagai kontrol digunakan 22 orang yang sehat diperoleh p<0,05. Hasil penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa selain virus, antigen Streptococcus mempunyai hubungan dengan timbulnya SAR.7

(49)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka timbul permasalahan umum:

1) Apakah ada pengaruh bakteri Streptococcus dan Staphylococcus terhadap terjadinya SAR?

Berdasarkan latar belakang maka timbul permasalahan khusus:

1) Apakah terdapat pengaruh bakteri Streptococcus α-hemolytic terhadap timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU?

2) Apakah terdapat pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini dilakukan adalah :

Untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus dan Staphylococcus terhadap timbulnya SAR pada pasien.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus α-hemolytic terhadap timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU.

2) Untuk mengetahui pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1) Ada pengaruh bakteri Steptococcus α-hemolytic terhadap terjadi SAR pada pasien di RSGM USU.

(50)

4

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1) Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi kedokteran gigi terutama bidang Ilmu Penyakit Mulut bahwa bakteri dapat menjadi faktor penyebab sehingga dapat menentukan perawatan yang tepat.

2) Hasil penelitian diharapkan dapat dikembangkan sebagai informasi awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh bakteri terhadap SAR.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1) Informasi ini dapat digunakan Dinas Kesehatan sebagai program kesehatan dalam penyembuhan SAR.

2) Bagi tenaga kesehatan dapat menjadi masukan dan memberi informasi dalam penanggulangi penyakit yang pengaruh bakteri terhadap SAR sehingga dapat menentukan pilihan antibiotik yang tepat.

(51)

Tahun 2016

Lau Mei Wan

Pengaruh bakteri terhadap terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren pada pasien RSGM USU.

Xi + 34halaman

Rongga mulut merupakan habitat bagi mikroorganisme yaitu virus,

mycoplasma, bakteri, jamur dan terkadang juga ditemukan protozoa. Penyakit rongga mulut sering dikaitkan dengan bakteri. Bakteri yang sering ditemui pada penyakit mulut adalah jenis Streptococcus dan Staphylococcus.Berdasarkan uraian beberapa

teori yang menunjukkan adanya hubungan antara SAR dengan sejumlah bakteri, namun ada juga literatur lain yang menyebutkan bahwa tidak terdapat bukti adanya hubungan yang langsung antara SAR dan mikroba, maka pengaruh bakteri terhadap

SAR harus dikaji lagi lebih dalam.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus α-hemolytic dan Staphylococcus aureus terhadap

timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien SAR dan non SAR yang berkunjung ke

RSGM USU. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pemeriksaan oral. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation. Pada analisis

(52)

-Correlationmenunjukkan nilai p=0,004 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang

signifikan pada pengaruh Streptococcus α-hemolytic terhadap SAR. Pada analisis bakteri Staphylococcus aureus terhadap SAR dengan uji statistik menggunakan uji

Pearson Correlation menunjukkan nilai p=0,004 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada Staphylococcus aureus terhadap SAR. Sebagai kesimpulan, bakteri dapat dijumpai pada SAR sehingga perlu mempertimbangkan penggunaan

antibiotik dalam penyembuhan SAR.

(53)

STOMATITIS AFTOSA REKUREN

DI RSGM USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: LAU MEI WAN NIM : 110600173

Pembimbing:

Dr. Wilda Hafny Lubis,drg.,M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2016

Lau Mei Wan

Pengaruh bakteri terhadap terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren pada pasien RSGM USU.

Xi + 34halaman

Rongga mulut merupakan habitat bagi mikroorganisme yaitu virus,

mycoplasma, bakteri, jamur dan terkadang juga ditemukan protozoa. Penyakit rongga mulut sering dikaitkan dengan bakteri. Bakteri yang sering ditemui pada penyakit mulut adalah jenis Streptococcus dan Staphylococcus.Berdasarkan uraian beberapa

teori yang menunjukkan adanya hubungan antara SAR dengan sejumlah bakteri, namun ada juga literatur lain yang menyebutkan bahwa tidak terdapat bukti adanya hubungan yang langsung antara SAR dan mikroba, maka pengaruh bakteri terhadap

SAR harus dikaji lagi lebih dalam.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus α-hemolytic dan Staphylococcus aureus terhadap

timbulnya SAR pada pasien di RSGM USU. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 16 pasien SAR dan non SAR yang berkunjung ke

RSGM USU. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pemeriksaan oral. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation. Pada analisis

(55)

-bakteri Staphylococcus aureus terhadap SAR dengan uji statistik menggunakan uji

Pearson Correlation menunjukkan nilai p=0,004 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada Staphylococcus aureus terhadap SAR. Sebagai kesimpulan, bakteri dapat dijumpai pada SAR sehingga perlu mempertimbangkan penggunaan

antibiotik dalam penyembuhan SAR.

(56)

PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA

STOMATITIS AFTOSA REKUREN

DI RSGM USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: LAU MEI WAN NIM : 110600173

Pembimbing:

Dr. Wilda Hafny Lubis,drg., M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Mei 2016

Pembimbing: Penulis,

Dr.Wilda Hafny Lubis, M.Si Lau Mei Wan

(58)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 4 Mei 2016.

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si

(59)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “Pengaruh bakteri terhadap terjadinya Stomatitis Aftosa di RSGM USU” ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta, Ayah Lau Yu Sun dan Ibu Tham Yaw Moi, serta Adinda Mei Yan, Mei Xian dan Wai Keong atas segala perhatian, motivasi, harapan dan doa serta memenuhi segala kebutuhan penulis selama ini.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr.Wilda Hafny Lubis,drg., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran-saran yang sangat berharga yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tersusunnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Nazruddin, drg., C. Ort, Ph.D, Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Indri Lubis, drg selaku tim penguji skripsi atas waktu yang telah diberikan dan saran yang bermanfaat buat penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Putri Welda Utami, drg., MDSc selaku Dosen Pemimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(60)

6. Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan izin, bantuan dan saran kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian.

7.Sahabat-sahabat terbaik penulis, Shamini, Kwan Min Fook, Vinoshini,Suhen, Rachel,Priyankka yang telah banyak menghabiskan waktunya bersama penulis dalam menjalani perkuliahan dan memberikan bantuan, kritik dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi, serta seluruh teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

8. Teman spesialLee Zhen Yieh yang memberi dorongan yang banyak atas menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembang ilmu dan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi berkat-Nya pada kita semua.

Medan, 4 Mei 2016

Penulis,

(Lau Mei Wan )

(61)

Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren ... 5

2.1.1 Etiologi ... 5

2.1.2 Gambaran Klinis dan Klasifikasi ... 7

2.1.3 Diagnosis... 9

2.1.4 Perawatan...9

2.2 Pengaruh Bakteri Terhadap Stomatitis Aftosa Rekuren ... 10

2.2.1 Streptococcus α-Hemolytic ... 10

2.2.2 Staphylococcus Aureus ... 11

2.3 Kerangka Teori ... 13

(62)

3.1 Jenis Penelitian ... 15

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi Penelitian... 15

3.4 Besar Sampel ... 15

3.5 Sampel Penelitian ... 16

3.5.1 Kritera Inklusi ... 16

3.5.2 Kriteria Eksklusi ... 16

3.6 Variabel Penelitian... 17

3.6.1 Variabel Bebas ... 17

3.10 Pengolahan dan Analisis Data ... 21

3.10.1 Data Univariant ... 21

3.10.2 Data Bivariant ... 22

3.11 Etika Penelitian ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografis Subjek Penelitian...23

4.2 Hasil Uji katalase dan Uji koagulase...25

(63)

Tabel Halaman

1. Distribusi pasien yang menderita SAR dan non SAR berdasarkan usia

...

25

2. Frekuensi usia pasien yang menderita SAR dan non SAR

...

26

3. Jumlah mikroorganisme yang diisolasi dari pasien yang menderita

SAR dan non penderita SAR...

26

(64)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(65)

Lampiran 1 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2 Lembar persetujuan (informed consent) 3 Rekam medik penelitian

Gambar

Tabel 1.  Distribusi pasien yang menderita SAR dan non SAR berdasarkan usia.
Tabel 3. Jumlah mikroorganisme yang diisolasi dari pasien yang menderita SAR  dan non penderita SAR
Table 4: Uji katalase dan Uji koagulase
Gambar 1. Stomatitis aftosa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media dakon bilangan yang selanjutnya, terdapat saran yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian

Hasil analisis data dan perhitungan media pop-up book yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa masing-masing setiap kriteria mendapat nilai Content Validity Ratio

Pada submateri peran tumbuhan di bidang ekonomi kelas X SMA/MA, diharapkan mendapat respons yang sangat tinggi dengan adanya praktikum karena siswa telah mendapat

[r]

At level 2, we have information about each of the 990 classrooms and each of the teachers. Since students who are in classrooms where bad behavior is prevalent may be more at risk

[r]

Perilaku kerja yang sesuai dengan perannya yaitu prilaku yang menunjukkan bahwa karyawan melakukan pekerjaan hanya sesuai dengan tugas yang ada dalam deskripsi kerja,

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan yang diukur oleh tangibility dan profitabilitas serta mekanisme