• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP POLA MENGAJAR GURU (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru

Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh: TOMMY PAHLEVY

060904101

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu

memberikan Rahmat, Hidayah, nikmat kesehatan serta petunjuk kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat

memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

Sholawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan nabi besar

Muhammad SAW yang telah mengajarkan dan membawa penulis serta seluruh

ummat muslim dunia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang

bendenrang, yaitu Ad-Dinul Islam.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi

kesulitan karena keterbatasan dan kemampuan, namun penulis bersyukur dan

berterima kasih karena telah mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai

pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan

ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibunda penulis, Hj. Erniaty, yang selalu memberikan doa dan dukungan, baik

dukunagn materi maupun moril, serta semangat kepada penulis selama

penulis hidup di dunia ini. Tak lupa kepada ayahanda (Alm) H. M. Syahran

Zeiny yang selama hidupnya selalu mengajarkan banyak hal kapada penulis.

2. Yudit Krislin Dwi Putrie, orang yang selalu mendampingi, memberikan

semangat, mendukung dan banyak membantu penulis selama penulisan

(3)

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan FISIP USU.

4. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP USU

5. Ibu Dra. Dewi Kurniawati M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah

banyak meluangkan waktu, membagi ilmu yang sangat berharga dan dengan

sangat sabar membimbing penulis.

6. Haris Wijaya S.Sos, M.Comm selaku dosen wali penulis yang selalu rela

meluangkan waktu untuk penulis setiap kali penulis ingin melakukan

konsultasi.

7. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal

pengetahuan selama masa perkuliahan.

8. Kak Cut, Kak Maya dan Kak Ros yang telah banyak membantu urusan

administrasi penulis.

9. Kak Farida Hanim S.Sos yang telah rela meluangkan waktunya untuk

mengajarkan program SPSS kepada penulis.

10. Kepala Sekolah SMA YPSA yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian di kelas internasional SMA YPSA Medan.

11. Mbak Elli Ova Sofia selaku guru SMA YPSA yang telah membantu dan

bekerjasama dengan penulis selama melakukan penelitian di kelas

internasional SMA YPSA.

12. Ketiga kakanda penulis yang selama ini selalu memberikan masukan serta

(4)

13. Teman-teman penulis seperti Efron, Christina, Flora, Widya, Pina, Hendra,

Arif, dan seluruh teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu

per satu oleh penulis. Senang rasanya bisa menjadi keluarga besar komunikasi

2006.

14. Teman-teman PEMA FISIP USU, Ananta, Rani Indah Komala, Kumari Dewi

Puri, Lintang, Aldino dan teman-taman lainnya yang tidak dapat disebutkan

semuanya oleh penulis, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

15. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai

kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk

menyelesaikannya dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia

menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga Allah Swt

memberikan berkah kepada kita semua. Terima kasih.

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

1.3 Pembatasan Maalah ... 7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Teori ... 9

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok ... 9

1.5.2 Komunikasi dan Pendidikan ... 13

1.5.3 Komunikasi Antarpribadi ... 13

1.5.4 Metode Pengajaran ... 15

1.5.5 Persepsi ... 16

1.5.6 Model S-O-R ... 17

1.6 Kerangka Konsep ... 20

1.7 Model Teoritis ... 20

1.8 Operasional Konsep ... 21

1.9 Definisi Operasional ... 22

BAB II URAIAN TEORITIS ... 26

2.1 Komunikasi ... 26

(6)

2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi ... 28

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 31

2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi ... 38

2.2 Komunikasi Kelompok ... 42

2.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok ... 42

2.2.2 Klasifikasi Kelompok ... 45

2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok ... 49

2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 51

2.3 Komunikasi dan Pendidikan ... 53

2.3.1 Hubungan Komunikasi Dengan Pendidikan ... 53

2.3.2 Proses Komunikasi Dalam Pendidikan ... 55

2.4 Komunikasi Antarpribadi ... 57

2.4.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 57

2.4.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi ... 59

2.4.3 Komponen Komunikasi Antarpribadi dan Proses Komunikasi Antarpribadi ... 60

2.5 Metode Pengajaran ... 60

2.5.1 Makna Mengajar ... 60

2.5.2 Pengertian Metode Pengajaran ... 63

2.5.3 Macam-Macam Metode Pengajaran ... 65

2.6 Persepsi ... 74

2.6.1 Definisi Persepsi ... 74

2.6.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 76

2.6.3 Proses Persepsi ... 77

2.7 Model S-O-R ... 80

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 83

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83

3.1.1 Latar Belakang Pendirian Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan ... 83

(7)

3.1.3 Logo dan Makna Logo YPSA ... 85

3.1.4 Jenjang Pendidikan ... 86

3.1.5 Struktur Organisasi ... 91

3.2 Metodologi Penelitian ... 93

3.2.1 Metode Penelitian ... 93

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 94

3.3 Populasi dan sampel ... 94

3.3.1 Populasi ... 94

3.3.2 Sampel ... 95

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 96

3.5 Teknik Analisis Data ... 97

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 98

4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 98

4.1.1 Tahap Awal ... 98

4.1.2 Pengumpulan Data ... 98

4.2 Teknik Pengolahan Data ... 100

4.3 Analisis Tabel Tunggal ... 101

4.3.1 Karakteristik Responden ... 101

4.3.2 Pola Mengajar Guru ... 103

4.3.3 Komunikasi Antarpribadi ... 111

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Operasional Konsep

Tabel 2 Populasi

Tabel 3 Jenis Kelamin Responden

Tabel 4 Kelas Responden

Tabel 5 Usia Responden

Tabel 6 Kepribadian yang menyenangkan

Tabel 7 Mampu menciptakan suasana belajar yangmenyenangkan

Tabel 8 Mampu mendesain pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris

dengan baik

Tabel 9 Mampu mengorganisir pelajaran dengan baik

Tabel 10 Cermat dalam melihat persoalan pribadi siswa

Tabel 11 Memiliki ketertarikan terhadap mata pelajaran yang diajarkan

Tabel 12 Fleksibel menerima perkembangan teknologi dalam pembelajaran

Tabel 13 Memiliki pemahaman yang baik terhadap mata pelajaran

Tabel 14 Terbuka dalam mengungkapkan ide atau gagasan

Tabel 15 Memiliki empati yang tinggi

Tabel 16 Selalu memberikan dukungan untuk meningkatkan prestasi siswa

Tabel 17 Memberikan respon positif ketika diberi pendapat atau kritik

Tabel 18 Memiliki kesamaan pandangan, ide, atau pemikiran ketika

(9)

Tabel 19 Memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa Inggris

Tabel 20 Perhatian terhadap pola mengajar guru

Tabel 21 Kemampuan bahasa Inggris merupakan hal yang penting dalam

proses belajar mengajar di kelas internasional

Tabel 22 Dapat mengerti dengan baik materi pelajaran yang disampaikan

dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 23 Dapat menerima semua materi pelajaran yang disampaikan dengan

menggunakan bahasa Inggris

Tabel 24 Menaruh perhatian ketika guru-guru menjelaskan materi pelajaran

dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 25 Dapat menafsirkan dengan baik materi pelajaran yang disampaikan

dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 26 Pendapat siswa mengenai kemampuan guru-guru dalam

menyampaikan pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 27 Tanggapan siswa mengenai Pola pengajaran dengan menggunakan

bahasa Inggris di kelas internasional SMA YPSA

Tabel 28 Tanggapan siswa mengenai pola mengajar dengan menggunakan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Variabel Sikap

Gambar 2 Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan

Gambar 3 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan

Gambar 4 Model S-O-R

Gambar 5 Struktur Organisasi YPSA

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian

Lampiran II Tabel Pengolahan Data

Lampiran III Surat permohonan penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik USU

Lampiran IV Surat balasan untuk memberikan izin penelitian dari Kepala

Sekolah SMA Yayasan Pendidikan Shafiyatul Amaliyyah

Lampiran V Lembar catatan bimbingan skripsi

(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.

(13)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari komunikasi. Setiap aktivitas

yang kita lakukan selalu disertai dengan komunikasi, baik secara verbal maupun

non verbal, secara sengaja maupun tidak. Ketika kita berbicara dengan orang lain,

berbelanja di pasar, belajar, maupun ketika melakukan kegiatan lainnya,

semuanya dengan dan melalui komunikasi. Melalui komunikasi, kita mampu

untuk belajar, memahami sesuatu, bergaul, bermusuhan, dan lain sebagainya.

Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, salah satunya adalah

komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan dalam

aktivitas sehari-hari berlangsung dalam konteks komunikasi antarpribadi.

Komunikasi jenis ini biasanya dapat kita temukan dalam konteks kehidupan dua

orang, keluarga, kelompok, maupun organisasi.

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan komunikasi yang

dilakukan oleh seorang individu kepada individu atau kepada kelompok lain

dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, terutama lambang bahasa.

Penggunaan lambang bahasa lisan yang bersifat verbal biasanya selalu disertai

dengan bahasa nonverbal atau bahasa tubuh (body language) seperti tersenyum,

tertawa, menganggukkan atau menggelengkan kepala, menggerakkan tangan, dan

bahasa isyarat lainnya. Komunikasi antarpribadi biasanya lebih bersifat pribadi

(15)

Berkaitan dengan penggunaan lambang bahasa verbal, kita harus bisa

menyesuaikan bahasa yang kita gunakan dengan bahasa yang digunakan dan

dipahami oleh komunikan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang Jawa, sebisa

mungkin kita menggunakan bahasa Jawa juga. Ketika kita berkomunikasi dengan

orang dari suku Batak, kita bisa menggunakan bahasa Batak, atau kita juga bisa

menggunakan bahasa Indonesia saja karena itu merupakan bahasa yang dipakai

dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Begitu juga ketika kita

berkomunikasi dengan orang yang berasal dari negara lain. Kita harus berusaha

untuk berkomunikasi dengan bahasa yang mereka gunakan atau pun bahasa yang

dapat mereka pahami. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini kita

bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai negara dengan menggunakan

bahasa Inggris, karena bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional yang

digunakan dalam berbagai bidang, baik ekonomi, politik, pariwisata, pendidikan,

dan lain sebagainya.

Di dunia, bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang pertama dipelajari

(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris). Indonesia termasuk salah satu

negara yang menjadikan bahasa Inggris penting untuk dipelajari. Hampir seluruh

sekolah di Indonesia, dari mulai SD sampai dengan perguruan tinggi, menjadikan

bahasa Inggris sebagai kurikulum pelajaran.

Berbagai cara dilakukan dan berbagai program ditawarkan untuk

meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris. Salah satu program yang

ditawarkan antara lain dengan menyediakan kelas internasional di sekolah-sekolah

(16)

(SBI) yang pengajarannya dengan menggunakan bahasa Inggris dan meniru

sistem pendidikan luar negeri. SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan

peserta didik berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas

Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional

(http://edu-media.org/sbi.php).

Sebagai sekolah dengan kualitas internasional, tentu saja fasilitas, sumber

daya, maupun konsep pengajaran, harus sesuai dengan standar yang biasanya

dipakai di negara-negara maju. Penggunaan bahasa internasional (bahasa Inggris)

sebagai bahasa pengantar merupakan suatu keharusan bagi sekolah bertaraf

internasional. Fasilitas yang disediakan untuk para siswa pun berbeda dengan

siswa lainnya. Ruangan ber-AC, laptop, komputer, laboratorium bahasa,

laboratorium praktikum IPA dan sebagainya menjadi fasilitas yang harus

disediakan oleh pihak sekolah. Selain fasilitas tersebut, cara pengajaran yang

diterima para siswa juga berbeda.

Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap

sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri

atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun

2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi

bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf

internasional. Visi SBI sendiri yakni mewujudkan insane Indonesia cerdas,

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri

(17)

berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia

pa%3F&dn=20090325120218)

Pembentukan SBI sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni

SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah

penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan,

pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik

dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu

yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC,

ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses,

pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian.

Secara konsep, memang siswa SBI dirintis untuk menyamai kurikulum

internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate (IB), dari

sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih

tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya,

terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep

SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih

untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga

memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge.

Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam

dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa

Inggris sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan pelajaran merupakan

(18)

Dengan demikian, kemampuan untuk menyampaikan pelajaran dengan

menggunakan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para guru. Berbagai mata

pelajaran seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan lain sebagainya harus

dapat disampaikan dengan bahasa Inggris. Seperti yang kita ketahui bersama,

beberapa mata pelajaran yang telah disebutkan masih sulit dipahami ketika

disampaikan dalam bahasa Indonesia, apalagi jika disampaikan dalam bahasa

Inggris. Dalam hal ini, para guru diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris

dalam melakukan proses belajar mengajar, tentunya pendidik untuk SBI harus

memiliki kompetensi tinggi dalam menerapkan bahasa Inggris secara pasif

maupun aktif.

Walaupun kemampuan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para pengajar,

namun ternyata masih banyak kekurangan dan masalah yang terjadi. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas, dari

260 kepala sekolah SBI yang diberikan tes kemampuan bahasa Inggris, TOEIC,

hanya 10% yang memiliki kemampuan memadai, sedangkan sisanya, 90%,

kemampuannya hanya mencapai skor 245, artinya masih di bawah tingkat dasar

(elementary). Data lain, hasil ujian IELTS guru yang akan diproyeksikan dapat

mengajar pada kelas rintisan internasional menunjukkan keadaan yang serupa.

Dari sekitar 40 peserta, kurang dari 20% yang mampu memperoleh skor IELTS

antara 4,0-4,5, sedangkan sisanya hanya memperoleh skor antara 2,5-3,7. Padahal

seorang guru yang diizinkan mengajar program internasional harus memiliki skor

minimal 6,5 pada IELTS atau skor 550 pada TOEFL (http://indonesianschool.

(19)

Permasalahan yang terjadi tersebut membuat pengajaran di SBI dan sekolah

yang memiliki kelas internasional menjadi terhambat. Mata pelajaran yang

seharusnya dapat dimengerti oleh para siswa justru menjadi sangat sulit dipahami

akibat kemampuan para guru yang minim untuk mengkomunikasikan pelajaran

dalam bahasa Inggris sehingga menimbulkan missunderstanding. Selain itu,

pendekatan secara personal yang dilakukan oleh para guru juga terhambat karena

guru yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim juga kesulitan untuk

bisa berkomunikasi dengan para siswa.

Dapat kita bayangkan gambaran kekecewaan ketika siswa SBI memiliki

output sama dengan siswa regular atau normal. Proses KBM yang menggunakan

bilingual konsep akan cenderung memiliki balance yang kurang jika salah satu

substansi lemah, seperti siswa kurang bisa mencerna proses dalam bahasa inggris

atau terbalik guru yang kurang bisa menerapkan bahasa inggris saat mengajar.

Satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa menjamurnya SBI di

Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan

kembali lagi masyarakat akan jadi korban (http://www.kabarindonesia.com/

berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia

pa%3F&dn=20090325120218)

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SMA Shafiyyatul

Amaliyyah dengan alasan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah

di kota Medan yang memiliki kelas internasional untuk para siswanya. Selain itu,

sekolah tersebut memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk memajukan

(20)

fasilitas yang dimiliki oleh sekolah tersebut yaitu dengan menyediakan sarana

prasarana seperti laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan,

masjid, klinik, dan lain sebagainya yang memadai yang akan membuat siswa

merasa nyaman dan dapat meningkatkan semangat belajar serta dengan

menyediakan tenaga pengajar yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing

(http://www.shafiyyatul.com/sarana.php).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti

persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris

di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah persepsi siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul

Amaliyyah terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga

dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan

diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini difokuskan pada pola mengajar dengan menggunakan bahasa

Inggris yang dilakukan oleh para guru kelas internasional SMA

(21)

2. Penelitian ini difokuskan pada persepsi para siswa kelas internasional

SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar guru dengan

menggunakan bahasa Inggris.

3. Responden dari penelitian ini adalah siswa kelas internasional SMA

Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

4. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2010.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola mengajar guru dengan

menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul

Amaliyyah Medan

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung efektivitas pola

mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional

SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas

internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar

guru dengan menggunakan bahasa Inggris

1.4.2 Manfaat Penelitian

(22)

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah atau

memperluas khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa

departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

dan pemikiran kepada SMA Shafiyyatul Amaliyyah dan pihak lainnya.

1.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 39).

Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2009: 6), teori merupakan suatu himpunan

konstruk (konsep), definisi, dan komposisi yang mengemukakan pandangan

sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk

menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori-teori yang dianggap

relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari

kata Latin communication, dan berasal dari kata communis yang berarti sama.

(23)

berlagsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan

(Effendy, 2005: 9).

Komunikasi merupakan proses pengiriman lambang yang mengandung arti

dari individu yang satu ke individu yang lain, atau dari kelompok satu ke

kelompok lain. Pengiriman lambang ini dapat juga terjadi antara individu dengan

kelompok. Lambang-lambang yang dipergunakan harus dipahami oleh

komunikator maupun komunikan, atau sekurang-kurangnya dianggap dipahami

untuk memungkinkan kelanjutan dari kegiatan komunikasi antara pihak yang

berkepentingan. Komunikasi akan mudah berlangsung lebih lanjut antara

orang-orang maupun kelompok-kelompok yang sependapat atau sekurang-kurangnya

sudah mempunyai pendapat yang sama tentang suatu masalah (Anoraga, 1995:

230).

Menurut Harold D. Lasswell (Effendy, 2005: 10) cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma

Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai

jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu:

- Komunikator (communicator, source, sender)

- Pesan (message)

- Media (channel, media)

- Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)

(24)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,

kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah

berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi

kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil

tersebut (small group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya

melibatkan komunikasi antarpersona (Mulyana, 2005: 74).

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap

muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan

mengatur sirkulasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan

sentiment-sentimen kelompok serta kerinduan di antar mereka (Bungin, 2006:

264-265). Komunikasi kelompok (group communication) termasuk komunikasi

tatap muka karena komunikator dan komunikan berada dalam situasi tatap muka

dan saling melihat.

Menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson (1985: 6), komunikasi

kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak

menitiberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada

(25)

mengajukan bemacam-macam pertanyaan yang berhubungan dengan komunikasi

kelompok dan jawabannya akan membantu kita memahami lebih baik batas-batas

dan atribut-atribut komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok dapat dibedakan menjadi komunikasi kelompok

kecil (small group communication) dan komunikasi kelompok besar (large group

communication). Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok

kecil apabila situasi komunikasi seperti itu dapat diubah menjadi komunikasi

antarpersona dengan setiap komunikan. Dengan kata lain, antara komunikator

dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog atau tanya jawab. Sedangkan untuk

situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar, jika antara

komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi antarpersona. Kecil

kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil

(Effendy, 2002: 8-9).

Salah satu jenis komunikasi kelompk kecil adalah kelompok belajar atau

kelompok pendidikan. Sebagai anggota kelompok belajar atau kelompok

pendidikan, kita berusaha untuk mengajarkan dan mempelajari subjek tertentu.

Kelompok insan film berkumpul untuk berbagi penafsiran mereka mengenai

bioskop. Seminar-seminar dan kursus-kursus, yang melibatkan interaksi

kelompok, juga terdiri dari kelompok-kelompok belajar. Brilhart dan Galones

(1992) menyebut kelompom seperti ini sebagai ”kelompok pencerahan”, setiap

anggota kelompok berusaha untuk memecahkan masalah, tetapi tidak memiliki

(26)

1.5.2 Komunikasi Dan Pendidikan

Ditinjau dari prosesnya, pendidikan merupakan komunikasi, dalam arti kata

bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia,

yaitu pengajar sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikan (Effendy. 2005:

101). Menurut Sadiman (1996: 11) proses komunikasi dalam pendidikan terjadi

ketika seorang pengajar manyampaikan pesan berupa ilmu pengetahuan kepada

para pelajar melalui media tertentu, baik buku pelajaran ataupun media lainnya,

dengan harapan para pelajar dapat memahami apa yang disampaikan sebagai

efeknya.

Perbedaan antara komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya

atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, tujuan dari

pendidikan bersifat khusus, yaitu meningkatkan pengetahuan seseorang tentang

suatu hal sehingga dia dapat menguasainya. Tujuan pendidikan itu akan tercapai

jika prosesnya berlangsung secara komunikatif, jika tidak, maka tujuan

pendidikan itu tidak mungkin dapat tercapai.

1.5.3 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana

orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh De Vito (1986), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan

pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau

sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991:

(27)

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13), suatu komunikasi antarpribadi

mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ketebukaan (Openness)

2. Empati (Empathy)

3. Dukungan (Supportiveness)

4. Rasa Positif (Positiveness)

5. Kesamaan (Equality)

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang

berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau

prilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan

(komunikan) memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi

komunikan menyenangkan, maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah

berhasil.

Menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 11), seorang komunikator harus

memiliki beberapa kemampuan untuk dapat mengembangkan dan menjaga

kelangsungan komunikasi yaitu mampu untuk saling memahami, mampu

mengkomunikasikan pikiran secara tepat dan jelas, mampu saling menerima dan

memberi dorongan, serta mampu untuk memecahkan masalah. Selain itu, seorang

komunikator juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik, agar

(28)

1.5.4 Metode Pengajaran

Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dan anak didik secara

bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran yang

akhirnya membentuk perilaku atau kepribadian anak. Pakar pendidikan, Sikun

Pribadi, berpendapat bahwa mengajar adalah kegiatan pembinaan yang terkait

dengan ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah kognitif dengan tujuan agar siswa

lebih cerdas, banyak pengalaman, berpikir kritis, sistematis, dan obyektif. Untuk

ranah psikomotorik dengan tujuan terampil melaksanakan sesuatu, seperti:

membaca, menulis, menyanyi, berhitung, lari cepat, berenang, dan lain-lain

(Thoifuri, 2008: 37).

Untuk membuat suatu proses pengajaran menjadi berhasil, maka seorang

guru harus dapat memilih sebuah metode pengajaran yang paling cocok. Dari

beberapa metode pengajaran yang ada, metode parsitipoatori merupakan salah

satu metode yang baik digunakan oleh para guru untuk menciptakan proses belajar

mengajar yang efektif.

Metode parsitipatori lebih menekankan ketelibatan siswa secara penuh.

Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai

subjek, belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar.

Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator bagi para siswa (Suyatno,

2009: 44).

Menurut Freire (Suyatno, 2009: 44) guru yang menggunakan metode ini

memiliki watak sebagai berikut:

(29)

2. Memiliki kecakapan sosial

3. Mampu mendesain pengajaran

4. Kemampuan mengorganisasi

5. Cermat

6. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar

7. Fleksibel

8. Memiliki pemahaman yang baik

1.5.5 Persepsi

Menurut Desiderato (Rakhmat, 2005: 51), persepsi adalah pengamatan

terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan

makna pada stimuli inderawi. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun

begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi,

tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi dan memori.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap

stimulus (Rakhmat 1998: 51).

Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005) juga

mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal

(30)

individu dan faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa

lalu, dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Menurut Mulyana (2005: 167-168) persepsi adalah juga inti komunikasi,

karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan

efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan

yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan

semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin

cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Persepsi

meliputi penginderaan (sensasi), atensi (perhatian) dan interpretasi.

1.5.6 Model S-O-R

Model S-O-R ini diperkenalkan pada tahun 1930-an. Model S-O-R adalah

singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori ini semula berasal dari

psikologi, kalau kemudian menjadi teori komunikasi juga, tidak mengherankan,

karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu

manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku,

kognisi, afeksi dan konasi (Effendy, 2003: 253).

Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap

stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan

kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi, unsur-unsur dalam model ini

adalah:

a. Pesan (Stimulus, S)

(31)

c. Efek (Response, R)

Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek:

”how”, bukan ”why” dan ”what”. Jelasnya, how to communicate, dalam hal ini,

how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses

perubahan sikap, tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang

menerpa benar-benar melebihi semula.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003: 253) dalam bukunya ”Sikap Manusia,

Perubahan Serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovlan, Janis dan Kelley

yang menyatakan bahwa dalam menela’ah sikap yang baru ada tiga variabel

penting, yaitu:

a. Perhatian

b. Pengertian

c. Penerimaan

Gambar 1 Variabel Sikap

Sumber: Effendy, 2003: 253

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima

atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari Stimulus

Response (Perubahan Sikap) Organisme:

(32)

komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan

inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan

menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.

Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,

simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan

cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif,

misalnya jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum, ini merupakan reaksi

positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan

reaksi negatif.

Secara substansi pola mengajar guru memiliki kontribusi dalam

memformulasikan pesan-pesan berupa ilmu pengetahuan kepada para siswa.

Akibatnya secara tidak langsung para siswa telah melakukan proses belajar dalam

mencerna serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya

tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap para siswa.

Ada tiga variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam

model S-O-R. Secara interpretatif pola mengajar guru merupakan stimulus yang

akan ditangkap oleh organisme yaitu siswa. Komunikasi akan berlangsung jika

ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti.

Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah

komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk

mengubah sikap. Dalam hal ini, respon siswa tersebut memberikan persepsi

(33)

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional yang bersifat kritis

dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi,

1991: 40). Kerangka konsep memuat komponen-komponen yang akan diteliti

beserta indikatornya untuk memperjelas penelitian yang akan dicapai.

Berdasarkan kerangka teori yang telah ada, dapat ditentukan

pernyataan-pernyataan yang bersifat konseptual. Kerangka konsep merupakan definisi yang

dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena atau pun fenomena

alam.

Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Komponen pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

2. Komponen persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan

menggunakan bahasa Inggris.

1.7 Model Teoritis

Berdasarkan komponen yang telah ditetapkan, maka terbentuklah suatu

skema model teoritis penelitian sebagai berikut: Stimulus:

Pola Mengajar Guru

Response Persepsi Organisme:

(34)

1.8 Operasional Konsep

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di

atas, maka dibuat operasional konsep yang berfungsi untuk kesamaan dan

kesesuaian penelitian ini, yaitu:

Tabel 1 Operasional Konsep

Komponen Indikator

Persepsi siswa terhadap pola mengajar

guru dengan menggunakan bahasa

Inggris

a. Kepribadian yang menyenangkan

b. Memiliki kecakapan sosial

c. Mampu mendesain pengajaran

d. Kemampuan mengorganisasi

e. Cermat

f. Memiliki ketertarikan pada

subjek belajar

g. Fleksibel

h. Memiliki pemahaman yang baik

i. Keterbukaan

Pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris

Komponen

(35)

p. Pengertian

q. Penerimaan

r. Response:

s. Penginderaan (sensasi)

t. Atensi atau perhatian

u. Interpretasi

1.9 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi

operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain

yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46).

Definisi operasional dari konsep-konsep dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Kepribadian yang menyenangkan

Kepribadian yang menyenangkan merupakan faktor yang mendukung

keinginan dan keseriusan siswa untuk belajar.

b. Memiliki kecakapan sosial

Kemampuan untuk menciptakan dinamika kelompok secara bersama-sama

dan mengontrolnya tanpa merugikan partisipan.

c. Mampu mendesain pengajaran

Kemampuan untuk mendesain pengajaran akan membuat partisipan atau

siswa menjadi lebih semangat untuk belajar.

(36)

Kemampuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan

urutan yang telah direncanakan dari awal hingga berakhirnya proses belajar

mengajar.

e. Cermat

Kecermatan seorang guru dalam melihat persoalan pribadi yang dialami oleh

para siswa dan selalu berusaha untuk memberikan jalan keluar terhadap

masalah yang dihadapi oleh siswa.

f. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar

Ketertarikan terhadap subjek yang diajarkan akan membuat seseorang

menguasai subjek tersebut.

g. Fleksibel

Kemampuan dalam merespon perubahan kebutuhan belajar partisipan.

h. Memiliki pemahaman yang baik

Pemahaman yang baik terhadap suatu materi akan membuat seorang guru

mampu untuk menyampaikan materi secara jelas dan terperinci.

i. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan

permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya

saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

j. Empati

(37)

k. Dukungan

Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapatkan dukungan

dari pihak-pihak yang berkomunikasi dengan demikian keinginan atau hasrat

yang ada dimotivasi untuk mencapainya.

l. Rasa Positif

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan positif. Rasa positif

menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau

berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

m. Kesamaan

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi kuat apabila

memiliki kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi, pendidikan, dan lain

sebagainya.

n. Keterampilan

Suatu pesan yang disampaikan oleh seorang komunikan akan menjadi lebih

mudah diterima jika komunikator memiliki keterampilan bekomunikasi yang

baik. Keterampilan tersebut dapat berupa penggunaan bahasa yang tepat,

komunikatif, serta interaktif.

o. Perhatian

Suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitannya dengan

pengalaman. Perhatian dipengaruhi oleh adanya motif dan kebutuhan, minat,

(38)

p. Pengertian

Proses dimana seorang komunikan dapat mengerti apa yang disampaikan oleh

komunikator.

q. Penerimaan

Proses dimana seorang komunikan menerima pesan yang disampikan oleh

komunikator.

r. Response

Reaksi seorang komunikan terhadap rangsangan (stimulus) yang diberikan

komunikator. Rensponse ini bisa baik dan bisa juga buruk.

s. Penginderaan ( sensasi )

Penginderaan dilakukan melalui alat-alat indra kita (indra perasa, indra

peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan

yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.

t. Atensi (perhatian)

Atensi (perhatian) adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi

dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari

penginderaan, ingatan, dan proses kognitif lainnya.

u. Interpretasi

Interpretasi merupakan tahap yang paling penting dalam persepsi. Kita tidak

dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan

menginterpretasikan makna informasi yang anda percayai mewakili objek

(39)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi

Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang

komunikasi, yakni banyaknya definisi yang dibuat oleh para pakar menurut

bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang memberi

masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi,

antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, dan lain sebagainya. Jadi

pengertian komunikasi tidak sesederhana yang kita lihat sebab para pakar

memberikan definisi menurut pemahaman dan perspektif masing-masing

(Cangara, 2007: 17).

Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal

dari bahasa Latin “communicates” atau “communication” atau “cummunicare”

yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata

komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan

untuk mencapai kebersamaan (Riswandi, 2009: 1).

Joseph A.Devito (1978) dalam bukunya “Communicologi: An Introduction

to The Study of Communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang

dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan

komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan

(40)

Howard Stephenson (1971) dalam bukunya “Handbook of Public Relations”

menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan komunikasi dan

efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok

lainnya (Lubis, 2005:10).

Carl I Hovland, Janis, dan Kelley mendefinisikan komunikasi sebagai suatu

proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus

(biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk

perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Menurut Bernard Berelson dan Gary A.

Steiner komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, gagasan,

emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti

kata-kata, gambar, angka-angka, dan lainnya. Sedangkan menurut Weaver Komunikasi

adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi

pikiran orang lainnya (Riswandi, 2009: 2).

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang

mengkhususkan diri pada studi ilmu komunikasi antarmanusia (human

communication) bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang

menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun

hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan

sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku

itu (Cangara, 2006: 18-19).

Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu

(41)

informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling

pengertian yang mendalam (Cangara, 2006: 19).

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua

definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit

banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan

Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia

yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak

sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal,

tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Karena itu, jika

kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa

kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari

simbol–simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Cangara, 2007: 19-20).

2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa

komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya

komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,

penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen

komunikasi (Cangara, 2006: 21).

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen

yang mendukung terjadinya komunikasi. Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno

(42)

didukung oleh tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa

yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan (Cangara 2006:21).

Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik

menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang

mendukungnya yaitu pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal

tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih

sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim),

Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). Kemudian

Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur menambahkan lagi unsur

efek dan umpan balik (feedback). Perkembangan terakhir adalah munculnya

pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor

lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah penting dalam proses komunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengirim Pesan atau Sumber

Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam

komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga

dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga.

2. Pesan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan

ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara

tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan,

(43)

3. Saluran atau Media

Saluran atau media adalah jalan/alur yang dilalui pesan dari si pengirim

dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang

cahaya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar. Media yang

dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari

sumber kepada penerima.

4. Penerima Pesan

Penerima pesan adalah pihak yang menganalisis dan menginterpretasikan isi

pesan yang diterimanya. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa

dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan

berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa

Inggris disebut audience atau receiver.

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan

dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang.

6. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu

bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi

sebenarnya umpan balik juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media,

meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat

yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan

(44)

tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh

sumber.

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi

jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni

lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan

dimensi waktu.

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut:

a. Menyampaikan informasi (to inform)

b. Mendidik (to educate)

c. Menghibur (to entertain)

d. Mempengaruhi (to influence)

(Effendy, 2005: 8)

Widjaja (2000 : 64), menjelaskan apabila komunikasi dipandang dari arti

yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi

sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan

ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data,

gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat

dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang

(45)

2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang

memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat

yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam

masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun

jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya,

mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama

yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang

diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau penyelesaian perbedaan

pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang

diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri

dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan

intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemahiran

yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kehidupan, meyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan

maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan

dengan memperluas horison seseorang, serta membangun imajinasi dan

mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari drama, tari,

(46)

8. Intergrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan

untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar dapat saling

kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang

lain.

Berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh William I. Gorden, fungsi

komunikasi terdiri dari empat bagian, yaitu komunikasi sosial, komunikasi

ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. (Mulyana, 2005: 5).

Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing fungsi komunikasi yang

diungkapkan oleh William I. Gorden.

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan

bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri,

untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari

tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,

dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama

dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Mulyana, 2005: 5).

a. Pembentukan konsep diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya

bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.

Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak

(47)

komunikasi dengan orang lain, kita bukan saja belajar mengenai siapa kita,

namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Mulyana, 2005: 7-8).

b. Pernyataan eksistensi diri

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut

aktualisasi diri atau lebih tepatlagi pernyataan eksistensi diri. Kita dapat

memodifikasi pernyataan filosof Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang

mengatakan Cogito Ergo Sum (“Saya berpikir, maka saya ada”) menjadi

“Saya berbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang lain akan

memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun ketika kita

berbicara, kita menyatakan bahwa kita ada (Mulyana, 2005: 12).

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh

kebahagiaan

Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita

perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis

kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan

utama kita sebagai manusia dan untuk menjadi manusia yang sehat secara

rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya

bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.

2. Komunikasi Ekspresif

Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang

(48)

tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh

komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan

(emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui

pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2005: 21-22).

Komunikasi ekspresif dapat pula dikomunikasikan melalui karya seni

seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik, dan seni patung. Musik dapat

mengekspresikan perasaan, kesadaran, bahkan pandangan hidup atau ideologi

manusia seperti cinta, penderitaan orang, atau kritik terhadap penguasa. Lukisan

juga sering mengekspresikan perasaan pelukisnya. Perasaan tersebut terlihat dari

penggunaan warna dan bentuk-bentuk garis dalam lukisan (Riswandi, 2009: 19).

3. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang

biasanya dilakukan secara ritual. Suatu komunitas yang sering melakukan

upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut

antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang

tahun (menyanyikan Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan,

pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara tersebut orang-orang

mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat

simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa’a, membaca kitab suci, naik haji, upacara

wisuda, perayaan lebaran atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang

(49)

komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau

agama mereka (Mulyana, 2005: 25).

Komunikasi ritual sering kali bersifat ekspresif, artinya menyatakan

perasaan terdalam seseorang, misalnya seorang anggota Paskibraka berlinang air

mata ketika mencium bendera pusaka merah putih. Kegiatan komunikasi ritual

memungkinkan pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi

keterpaduan mereka. Yang menjadi esensi bukanlah kegiatan ritualnya, akan

tetapi adanya perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainyam artinya

adanya perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari diri kita,

dan bahwa diri kita diakui dan diterima oleh kelompok kita (Riswandi, 2009: 20).

Komunikasi ritual adakalanya bersifat mistik dan seringkali perilaku

orang-orang yang ada di dalam komunitas tersebut sulit dimengerti dan dipahami oleh

orang-orang yang ada di luar komunitas. Contoh yang dapat dikemukakan adalah

upacara-upacara ritual di beberapa suku pedalaman di Indonesia seperti suku

Asmat, suku Badui, Dayak, dan beberapa suku lainnya yang mata pencahariannya

adalah bertani, menangkap ikan di sungai atau di laut, atu berburu binatang.

Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia

merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah demi

pemenuhan kebutuhan dirinya sebagai makhluk individu, anggota komunitas

(50)

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan

mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila

diringkas, maka kesemua tujuan tersebut disebut membuajuk (bersifat persuasif).

komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau menerangkan (to inform)

mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan

pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya

akurat dan layak untuk diketahui. Ketika seorang dosen menyatakan bahwa ruang

kuliah kotor, pernyataannya tersebut dapat membujuk mahasiswa untuk

membersihkan ruang kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to

entertain) pun secara tidak langsung membujuk khalayak untuk melupakan

persoalan hidup mereka (Mulyana, 2005: 30).

Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan

dan membangun hubungan, tetapi juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.

Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat

gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi

keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai

tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan

jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,

menumbuhkna kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan

material, ekonomi, dan politik, antara lain dapat diraih lewat pengelolaan pesan

(51)

berbicara sopan, mengobral janji, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk

menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Taktik

itu lazim kita lihat pada orang-orang yang melakukan kampanye politik.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian

komunikasi, misalnya keahlian pidato, berunding, berbahasa asing ataupun

keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai

pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan

jangka panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya untuk memperoleh

jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.

2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi

Menurut Mulyana (2005: 72), kategorisasi berdasarkan tingkat (level) paling

lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikais

yang melibatkan jumlah peserta yang paling sedikit hingga komunikasi yang

melibatkan jumlah peserta yang paling banyak. Terdapat empat tingkatan yang

disepakati oleh para pakar, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok,

komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Beberapa pakar lain

menambahkan komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik (komunikasi dua

orang), dan komunikasi publik (berpidato di depan umum).

a. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi

(52)

ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam

konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komuniikasi tidak dibahas secara rinci

dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inhern dalam

komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikais

dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi

dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak

disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada

keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri (Mulyana, 2005: 72-73)

b. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal coomunication) adalah komunikasi

antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap raksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun

nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi

diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti

suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya. Cirri-ciri

komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak

yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim pesan secara simultan dan

spontan, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2005: 73).

c. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang

(53)

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,

kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah

berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi

kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil

tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya

melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi

antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok (Mulyana, 2005: 74).

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara

seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa

dikenali satu per satu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah,

atau kuliah umum. Beberapa pakar menggunakan istilah komunikasi kelompok

besar (large-group communication) untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74).

Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dari

pada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi

publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan

menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahkan sering

merupakan faktor penting untuk menentukan efektivitas pesan, selain kehalian

dan kejujuran yang dimiliki pembicara. Tidak seperti komunikasi antarpribadi

(54)

komunikasi publik cenderung pasif. Umpan balik yang mereka berikan terbatas,

terutama umpan balik yang bersifat verbal.

e. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam

organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu

jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi

seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan

adakalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi

menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan

komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada

struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip

(Mulyana, 2005: 75).

f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi dengan

menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik

(radio, televisi), yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, yang

ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,

dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat,

serentak, dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi,

Gambar

Variabel SikapGambar 1
Tabel 1 Operasional Konsep
Gambar 4 Model S-O-R
Gambar 5 Struktur Organisasi YPSA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan dalam kuesioner ini bertujuan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan Pengaruh Gaya Mengajar dan Kepemimpinan Guru Terhadap motivasi belajar di Kalangan Siswa

sehingga skripsi dengan judul “ Pengaruh persepsi siswa tentang metode mengajar guru dan kompetensi padagogik guru terhadap hasil belajar ekonomi kelas X SMA Negeri 12 Bandar

Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang metode mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan yang signifikan antara Persepsi cara mengajar Guru dengan kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran Fisika di

Apakah ada pengaruh yang berarti persepsi siswa terhadap cara mengajar guru dan motivasi belajar biologi terhadap kesulitan belajar biologi siswa kelas II SMU Negeri 1

Saya mengerti bahwa guru lebih suka siswa hanya diam mendengarkan saat proses belajar mengajar di kelas karena guru ingin siswa berkonsentrasi penuh pada pelajaran.. Saya

Siti Fithria (NIM : 053111013), Pengaruh Persepsi Siswa mengenai Inovasi Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar PAI Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 01 Lasem. Semarang :

pengaruh tidak langsung kompetensi mengajar guru terhadap motivasi berprestasi melalui konsep diri siswa SD kelas VI. c) Untuk mengetahui dan memahami pengaruh