PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP POLA MENGAJAR GURU (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru
Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Diajukan Oleh: TOMMY PAHLEVY
060904101
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan Rahmat, Hidayah, nikmat kesehatan serta petunjuk kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat
memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Sholawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW yang telah mengajarkan dan membawa penulis serta seluruh
ummat muslim dunia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
bendenrang, yaitu Ad-Dinul Islam.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi
kesulitan karena keterbatasan dan kemampuan, namun penulis bersyukur dan
berterima kasih karena telah mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai
pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda penulis, Hj. Erniaty, yang selalu memberikan doa dan dukungan, baik
dukunagn materi maupun moril, serta semangat kepada penulis selama
penulis hidup di dunia ini. Tak lupa kepada ayahanda (Alm) H. M. Syahran
Zeiny yang selama hidupnya selalu mengajarkan banyak hal kapada penulis.
2. Yudit Krislin Dwi Putrie, orang yang selalu mendampingi, memberikan
semangat, mendukung dan banyak membantu penulis selama penulisan
3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan FISIP USU.
4. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU
5. Ibu Dra. Dewi Kurniawati M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah
banyak meluangkan waktu, membagi ilmu yang sangat berharga dan dengan
sangat sabar membimbing penulis.
6. Haris Wijaya S.Sos, M.Comm selaku dosen wali penulis yang selalu rela
meluangkan waktu untuk penulis setiap kali penulis ingin melakukan
konsultasi.
7. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal
pengetahuan selama masa perkuliahan.
8. Kak Cut, Kak Maya dan Kak Ros yang telah banyak membantu urusan
administrasi penulis.
9. Kak Farida Hanim S.Sos yang telah rela meluangkan waktunya untuk
mengajarkan program SPSS kepada penulis.
10. Kepala Sekolah SMA YPSA yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan penelitian di kelas internasional SMA YPSA Medan.
11. Mbak Elli Ova Sofia selaku guru SMA YPSA yang telah membantu dan
bekerjasama dengan penulis selama melakukan penelitian di kelas
internasional SMA YPSA.
12. Ketiga kakanda penulis yang selama ini selalu memberikan masukan serta
13. Teman-teman penulis seperti Efron, Christina, Flora, Widya, Pina, Hendra,
Arif, dan seluruh teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu
per satu oleh penulis. Senang rasanya bisa menjadi keluarga besar komunikasi
2006.
14. Teman-teman PEMA FISIP USU, Ananta, Rani Indah Komala, Kumari Dewi
Puri, Lintang, Aldino dan teman-taman lainnya yang tidak dapat disebutkan
semuanya oleh penulis, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
15. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai
kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikannya dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia
menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga Allah Swt
memberikan berkah kepada kita semua. Terima kasih.
Penulis,
DAFTAR ISI
1.3 Pembatasan Maalah ... 7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Kerangka Teori ... 9
1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok ... 9
1.5.2 Komunikasi dan Pendidikan ... 13
1.5.3 Komunikasi Antarpribadi ... 13
1.5.4 Metode Pengajaran ... 15
1.5.5 Persepsi ... 16
1.5.6 Model S-O-R ... 17
1.6 Kerangka Konsep ... 20
1.7 Model Teoritis ... 20
1.8 Operasional Konsep ... 21
1.9 Definisi Operasional ... 22
BAB II URAIAN TEORITIS ... 26
2.1 Komunikasi ... 26
2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi ... 28
2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 31
2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi ... 38
2.2 Komunikasi Kelompok ... 42
2.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok ... 42
2.2.2 Klasifikasi Kelompok ... 45
2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok ... 49
2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 51
2.3 Komunikasi dan Pendidikan ... 53
2.3.1 Hubungan Komunikasi Dengan Pendidikan ... 53
2.3.2 Proses Komunikasi Dalam Pendidikan ... 55
2.4 Komunikasi Antarpribadi ... 57
2.4.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 57
2.4.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi ... 59
2.4.3 Komponen Komunikasi Antarpribadi dan Proses Komunikasi Antarpribadi ... 60
2.5 Metode Pengajaran ... 60
2.5.1 Makna Mengajar ... 60
2.5.2 Pengertian Metode Pengajaran ... 63
2.5.3 Macam-Macam Metode Pengajaran ... 65
2.6 Persepsi ... 74
2.6.1 Definisi Persepsi ... 74
2.6.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 76
2.6.3 Proses Persepsi ... 77
2.7 Model S-O-R ... 80
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 83
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83
3.1.1 Latar Belakang Pendirian Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan ... 83
3.1.3 Logo dan Makna Logo YPSA ... 85
3.1.4 Jenjang Pendidikan ... 86
3.1.5 Struktur Organisasi ... 91
3.2 Metodologi Penelitian ... 93
3.2.1 Metode Penelitian ... 93
3.2.2 Lokasi Penelitian ... 94
3.3 Populasi dan sampel ... 94
3.3.1 Populasi ... 94
3.3.2 Sampel ... 95
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 96
3.5 Teknik Analisis Data ... 97
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 98
4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 98
4.1.1 Tahap Awal ... 98
4.1.2 Pengumpulan Data ... 98
4.2 Teknik Pengolahan Data ... 100
4.3 Analisis Tabel Tunggal ... 101
4.3.1 Karakteristik Responden ... 101
4.3.2 Pola Mengajar Guru ... 103
4.3.3 Komunikasi Antarpribadi ... 111
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Operasional Konsep
Tabel 2 Populasi
Tabel 3 Jenis Kelamin Responden
Tabel 4 Kelas Responden
Tabel 5 Usia Responden
Tabel 6 Kepribadian yang menyenangkan
Tabel 7 Mampu menciptakan suasana belajar yangmenyenangkan
Tabel 8 Mampu mendesain pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris
dengan baik
Tabel 9 Mampu mengorganisir pelajaran dengan baik
Tabel 10 Cermat dalam melihat persoalan pribadi siswa
Tabel 11 Memiliki ketertarikan terhadap mata pelajaran yang diajarkan
Tabel 12 Fleksibel menerima perkembangan teknologi dalam pembelajaran
Tabel 13 Memiliki pemahaman yang baik terhadap mata pelajaran
Tabel 14 Terbuka dalam mengungkapkan ide atau gagasan
Tabel 15 Memiliki empati yang tinggi
Tabel 16 Selalu memberikan dukungan untuk meningkatkan prestasi siswa
Tabel 17 Memberikan respon positif ketika diberi pendapat atau kritik
Tabel 18 Memiliki kesamaan pandangan, ide, atau pemikiran ketika
Tabel 19 Memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Inggris
Tabel 20 Perhatian terhadap pola mengajar guru
Tabel 21 Kemampuan bahasa Inggris merupakan hal yang penting dalam
proses belajar mengajar di kelas internasional
Tabel 22 Dapat mengerti dengan baik materi pelajaran yang disampaikan
dengan menggunakan bahasa Inggris
Tabel 23 Dapat menerima semua materi pelajaran yang disampaikan dengan
menggunakan bahasa Inggris
Tabel 24 Menaruh perhatian ketika guru-guru menjelaskan materi pelajaran
dengan menggunakan bahasa Inggris
Tabel 25 Dapat menafsirkan dengan baik materi pelajaran yang disampaikan
dengan menggunakan bahasa Inggris
Tabel 26 Pendapat siswa mengenai kemampuan guru-guru dalam
menyampaikan pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris
Tabel 27 Tanggapan siswa mengenai Pola pengajaran dengan menggunakan
bahasa Inggris di kelas internasional SMA YPSA
Tabel 28 Tanggapan siswa mengenai pola mengajar dengan menggunakan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Variabel Sikap
Gambar 2 Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan
Gambar 3 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan
Gambar 4 Model S-O-R
Gambar 5 Struktur Organisasi YPSA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian
Lampiran II Tabel Pengolahan Data
Lampiran III Surat permohonan penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik USU
Lampiran IV Surat balasan untuk memberikan izin penelitian dari Kepala
Sekolah SMA Yayasan Pendidikan Shafiyatul Amaliyyah
Lampiran V Lembar catatan bimbingan skripsi
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.
Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.
Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari komunikasi. Setiap aktivitas
yang kita lakukan selalu disertai dengan komunikasi, baik secara verbal maupun
non verbal, secara sengaja maupun tidak. Ketika kita berbicara dengan orang lain,
berbelanja di pasar, belajar, maupun ketika melakukan kegiatan lainnya,
semuanya dengan dan melalui komunikasi. Melalui komunikasi, kita mampu
untuk belajar, memahami sesuatu, bergaul, bermusuhan, dan lain sebagainya.
Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, salah satunya adalah
komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan dalam
aktivitas sehari-hari berlangsung dalam konteks komunikasi antarpribadi.
Komunikasi jenis ini biasanya dapat kita temukan dalam konteks kehidupan dua
orang, keluarga, kelompok, maupun organisasi.
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan komunikasi yang
dilakukan oleh seorang individu kepada individu atau kepada kelompok lain
dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, terutama lambang bahasa.
Penggunaan lambang bahasa lisan yang bersifat verbal biasanya selalu disertai
dengan bahasa nonverbal atau bahasa tubuh (body language) seperti tersenyum,
tertawa, menganggukkan atau menggelengkan kepala, menggerakkan tangan, dan
bahasa isyarat lainnya. Komunikasi antarpribadi biasanya lebih bersifat pribadi
Berkaitan dengan penggunaan lambang bahasa verbal, kita harus bisa
menyesuaikan bahasa yang kita gunakan dengan bahasa yang digunakan dan
dipahami oleh komunikan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang Jawa, sebisa
mungkin kita menggunakan bahasa Jawa juga. Ketika kita berkomunikasi dengan
orang dari suku Batak, kita bisa menggunakan bahasa Batak, atau kita juga bisa
menggunakan bahasa Indonesia saja karena itu merupakan bahasa yang dipakai
dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Begitu juga ketika kita
berkomunikasi dengan orang yang berasal dari negara lain. Kita harus berusaha
untuk berkomunikasi dengan bahasa yang mereka gunakan atau pun bahasa yang
dapat mereka pahami. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini kita
bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai negara dengan menggunakan
bahasa Inggris, karena bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional yang
digunakan dalam berbagai bidang, baik ekonomi, politik, pariwisata, pendidikan,
dan lain sebagainya.
Di dunia, bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang pertama dipelajari
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris). Indonesia termasuk salah satu
negara yang menjadikan bahasa Inggris penting untuk dipelajari. Hampir seluruh
sekolah di Indonesia, dari mulai SD sampai dengan perguruan tinggi, menjadikan
bahasa Inggris sebagai kurikulum pelajaran.
Berbagai cara dilakukan dan berbagai program ditawarkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris. Salah satu program yang
ditawarkan antara lain dengan menyediakan kelas internasional di sekolah-sekolah
(SBI) yang pengajarannya dengan menggunakan bahasa Inggris dan meniru
sistem pendidikan luar negeri. SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan
peserta didik berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas
Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional
(http://edu-media.org/sbi.php).
Sebagai sekolah dengan kualitas internasional, tentu saja fasilitas, sumber
daya, maupun konsep pengajaran, harus sesuai dengan standar yang biasanya
dipakai di negara-negara maju. Penggunaan bahasa internasional (bahasa Inggris)
sebagai bahasa pengantar merupakan suatu keharusan bagi sekolah bertaraf
internasional. Fasilitas yang disediakan untuk para siswa pun berbeda dengan
siswa lainnya. Ruangan ber-AC, laptop, komputer, laboratorium bahasa,
laboratorium praktikum IPA dan sebagainya menjadi fasilitas yang harus
disediakan oleh pihak sekolah. Selain fasilitas tersebut, cara pengajaran yang
diterima para siswa juga berbeda.
Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap
sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri
atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi
bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf
internasional. Visi SBI sendiri yakni mewujudkan insane Indonesia cerdas,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri
berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia
pa%3F&dn=20090325120218)
Pembentukan SBI sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni
SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah
penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan,
pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu
yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC,
ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian.
Secara konsep, memang siswa SBI dirintis untuk menyamai kurikulum
internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate (IB), dari
sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih
tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya,
terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep
SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih
untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga
memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge.
Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam
dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan pelajaran merupakan
Dengan demikian, kemampuan untuk menyampaikan pelajaran dengan
menggunakan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para guru. Berbagai mata
pelajaran seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan lain sebagainya harus
dapat disampaikan dengan bahasa Inggris. Seperti yang kita ketahui bersama,
beberapa mata pelajaran yang telah disebutkan masih sulit dipahami ketika
disampaikan dalam bahasa Indonesia, apalagi jika disampaikan dalam bahasa
Inggris. Dalam hal ini, para guru diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris
dalam melakukan proses belajar mengajar, tentunya pendidik untuk SBI harus
memiliki kompetensi tinggi dalam menerapkan bahasa Inggris secara pasif
maupun aktif.
Walaupun kemampuan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para pengajar,
namun ternyata masih banyak kekurangan dan masalah yang terjadi. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas, dari
260 kepala sekolah SBI yang diberikan tes kemampuan bahasa Inggris, TOEIC,
hanya 10% yang memiliki kemampuan memadai, sedangkan sisanya, 90%,
kemampuannya hanya mencapai skor 245, artinya masih di bawah tingkat dasar
(elementary). Data lain, hasil ujian IELTS guru yang akan diproyeksikan dapat
mengajar pada kelas rintisan internasional menunjukkan keadaan yang serupa.
Dari sekitar 40 peserta, kurang dari 20% yang mampu memperoleh skor IELTS
antara 4,0-4,5, sedangkan sisanya hanya memperoleh skor antara 2,5-3,7. Padahal
seorang guru yang diizinkan mengajar program internasional harus memiliki skor
minimal 6,5 pada IELTS atau skor 550 pada TOEFL (http://indonesianschool.
Permasalahan yang terjadi tersebut membuat pengajaran di SBI dan sekolah
yang memiliki kelas internasional menjadi terhambat. Mata pelajaran yang
seharusnya dapat dimengerti oleh para siswa justru menjadi sangat sulit dipahami
akibat kemampuan para guru yang minim untuk mengkomunikasikan pelajaran
dalam bahasa Inggris sehingga menimbulkan missunderstanding. Selain itu,
pendekatan secara personal yang dilakukan oleh para guru juga terhambat karena
guru yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim juga kesulitan untuk
bisa berkomunikasi dengan para siswa.
Dapat kita bayangkan gambaran kekecewaan ketika siswa SBI memiliki
output sama dengan siswa regular atau normal. Proses KBM yang menggunakan
bilingual konsep akan cenderung memiliki balance yang kurang jika salah satu
substansi lemah, seperti siswa kurang bisa mencerna proses dalam bahasa inggris
atau terbalik guru yang kurang bisa menerapkan bahasa inggris saat mengajar.
Satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa menjamurnya SBI di
Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan
kembali lagi masyarakat akan jadi korban (http://www.kabarindonesia.com/
berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia
pa%3F&dn=20090325120218)
Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah dengan alasan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah
di kota Medan yang memiliki kelas internasional untuk para siswanya. Selain itu,
sekolah tersebut memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk memajukan
fasilitas yang dimiliki oleh sekolah tersebut yaitu dengan menyediakan sarana
prasarana seperti laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan,
masjid, klinik, dan lain sebagainya yang memadai yang akan membuat siswa
merasa nyaman dan dapat meningkatkan semangat belajar serta dengan
menyediakan tenaga pengajar yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing
(http://www.shafiyyatul.com/sarana.php).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti
persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris
di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah persepsi siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul
Amaliyyah terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris?
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga
dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan
diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini difokuskan pada pola mengajar dengan menggunakan bahasa
Inggris yang dilakukan oleh para guru kelas internasional SMA
2. Penelitian ini difokuskan pada persepsi para siswa kelas internasional
SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar guru dengan
menggunakan bahasa Inggris.
3. Responden dari penelitian ini adalah siswa kelas internasional SMA
Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
4. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2010.
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola mengajar guru dengan
menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung efektivitas pola
mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional
SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas
internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar
guru dengan menggunakan bahasa Inggris
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah atau
memperluas khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa
departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
dan pemikiran kepada SMA Shafiyyatul Amaliyyah dan pihak lainnya.
1.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 39).
Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2009: 6), teori merupakan suatu himpunan
konstruk (konsep), definisi, dan komposisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori-teori yang dianggap
relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communication, dan berasal dari kata communis yang berarti sama.
berlagsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan
(Effendy, 2005: 9).
Komunikasi merupakan proses pengiriman lambang yang mengandung arti
dari individu yang satu ke individu yang lain, atau dari kelompok satu ke
kelompok lain. Pengiriman lambang ini dapat juga terjadi antara individu dengan
kelompok. Lambang-lambang yang dipergunakan harus dipahami oleh
komunikator maupun komunikan, atau sekurang-kurangnya dianggap dipahami
untuk memungkinkan kelanjutan dari kegiatan komunikasi antara pihak yang
berkepentingan. Komunikasi akan mudah berlangsung lebih lanjut antara
orang-orang maupun kelompok-kelompok yang sependapat atau sekurang-kurangnya
sudah mempunyai pendapat yang sama tentang suatu masalah (Anoraga, 1995:
230).
Menurut Harold D. Lasswell (Effendy, 2005: 10) cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma
Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai
jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu:
- Komunikator (communicator, source, sender)
- Pesan (message)
- Media (channel, media)
- Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi
kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil
tersebut (small group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya
melibatkan komunikasi antarpersona (Mulyana, 2005: 74).
Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap
muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan
mengatur sirkulasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan
sentiment-sentimen kelompok serta kerinduan di antar mereka (Bungin, 2006:
264-265). Komunikasi kelompok (group communication) termasuk komunikasi
tatap muka karena komunikator dan komunikan berada dalam situasi tatap muka
dan saling melihat.
Menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson (1985: 6), komunikasi
kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak
menitiberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada
mengajukan bemacam-macam pertanyaan yang berhubungan dengan komunikasi
kelompok dan jawabannya akan membantu kita memahami lebih baik batas-batas
dan atribut-atribut komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok dapat dibedakan menjadi komunikasi kelompok
kecil (small group communication) dan komunikasi kelompok besar (large group
communication). Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok
kecil apabila situasi komunikasi seperti itu dapat diubah menjadi komunikasi
antarpersona dengan setiap komunikan. Dengan kata lain, antara komunikator
dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog atau tanya jawab. Sedangkan untuk
situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar, jika antara
komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi antarpersona. Kecil
kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil
(Effendy, 2002: 8-9).
Salah satu jenis komunikasi kelompk kecil adalah kelompok belajar atau
kelompok pendidikan. Sebagai anggota kelompok belajar atau kelompok
pendidikan, kita berusaha untuk mengajarkan dan mempelajari subjek tertentu.
Kelompok insan film berkumpul untuk berbagi penafsiran mereka mengenai
bioskop. Seminar-seminar dan kursus-kursus, yang melibatkan interaksi
kelompok, juga terdiri dari kelompok-kelompok belajar. Brilhart dan Galones
(1992) menyebut kelompom seperti ini sebagai ”kelompok pencerahan”, setiap
anggota kelompok berusaha untuk memecahkan masalah, tetapi tidak memiliki
1.5.2 Komunikasi Dan Pendidikan
Ditinjau dari prosesnya, pendidikan merupakan komunikasi, dalam arti kata
bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia,
yaitu pengajar sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikan (Effendy. 2005:
101). Menurut Sadiman (1996: 11) proses komunikasi dalam pendidikan terjadi
ketika seorang pengajar manyampaikan pesan berupa ilmu pengetahuan kepada
para pelajar melalui media tertentu, baik buku pelajaran ataupun media lainnya,
dengan harapan para pelajar dapat memahami apa yang disampaikan sebagai
efeknya.
Perbedaan antara komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya
atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, tujuan dari
pendidikan bersifat khusus, yaitu meningkatkan pengetahuan seseorang tentang
suatu hal sehingga dia dapat menguasainya. Tujuan pendidikan itu akan tercapai
jika prosesnya berlangsung secara komunikatif, jika tidak, maka tujuan
pendidikan itu tidak mungkin dapat tercapai.
1.5.3 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana
orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh De Vito (1986), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991:
Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13), suatu komunikasi antarpribadi
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ketebukaan (Openness)
2. Empati (Empathy)
3. Dukungan (Supportiveness)
4. Rasa Positif (Positiveness)
5. Kesamaan (Equality)
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau
prilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan
(komunikan) memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi
komunikan menyenangkan, maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah
berhasil.
Menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 11), seorang komunikator harus
memiliki beberapa kemampuan untuk dapat mengembangkan dan menjaga
kelangsungan komunikasi yaitu mampu untuk saling memahami, mampu
mengkomunikasikan pikiran secara tepat dan jelas, mampu saling menerima dan
memberi dorongan, serta mampu untuk memecahkan masalah. Selain itu, seorang
komunikator juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik, agar
1.5.4 Metode Pengajaran
Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dan anak didik secara
bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran yang
akhirnya membentuk perilaku atau kepribadian anak. Pakar pendidikan, Sikun
Pribadi, berpendapat bahwa mengajar adalah kegiatan pembinaan yang terkait
dengan ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah kognitif dengan tujuan agar siswa
lebih cerdas, banyak pengalaman, berpikir kritis, sistematis, dan obyektif. Untuk
ranah psikomotorik dengan tujuan terampil melaksanakan sesuatu, seperti:
membaca, menulis, menyanyi, berhitung, lari cepat, berenang, dan lain-lain
(Thoifuri, 2008: 37).
Untuk membuat suatu proses pengajaran menjadi berhasil, maka seorang
guru harus dapat memilih sebuah metode pengajaran yang paling cocok. Dari
beberapa metode pengajaran yang ada, metode parsitipoatori merupakan salah
satu metode yang baik digunakan oleh para guru untuk menciptakan proses belajar
mengajar yang efektif.
Metode parsitipatori lebih menekankan ketelibatan siswa secara penuh.
Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai
subjek, belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar.
Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator bagi para siswa (Suyatno,
2009: 44).
Menurut Freire (Suyatno, 2009: 44) guru yang menggunakan metode ini
memiliki watak sebagai berikut:
2. Memiliki kecakapan sosial
3. Mampu mendesain pengajaran
4. Kemampuan mengorganisasi
5. Cermat
6. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar
7. Fleksibel
8. Memiliki pemahaman yang baik
1.5.5 Persepsi
Menurut Desiderato (Rakhmat, 2005: 51), persepsi adalah pengamatan
terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada stimuli inderawi. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun
begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi,
tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi dan memori.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus (Rakhmat 1998: 51).
Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005) juga
mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal
individu dan faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu, dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.
Menurut Mulyana (2005: 167-168) persepsi adalah juga inti komunikasi,
karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan
efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan
yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan
semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin
cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Persepsi
meliputi penginderaan (sensasi), atensi (perhatian) dan interpretasi.
1.5.6 Model S-O-R
Model S-O-R ini diperkenalkan pada tahun 1930-an. Model S-O-R adalah
singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori ini semula berasal dari
psikologi, kalau kemudian menjadi teori komunikasi juga, tidak mengherankan,
karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu
manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku,
kognisi, afeksi dan konasi (Effendy, 2003: 253).
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi, unsur-unsur dalam model ini
adalah:
a. Pesan (Stimulus, S)
c. Efek (Response, R)
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek:
”how”, bukan ”why” dan ”what”. Jelasnya, how to communicate, dalam hal ini,
how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses
perubahan sikap, tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang
menerpa benar-benar melebihi semula.
Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003: 253) dalam bukunya ”Sikap Manusia,
Perubahan Serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovlan, Janis dan Kelley
yang menyatakan bahwa dalam menela’ah sikap yang baru ada tiga variabel
penting, yaitu:
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
Gambar 1 Variabel Sikap
Sumber: Effendy, 2003: 253
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima
atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari Stimulus
Response (Perubahan Sikap) Organisme:
komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan
inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan
menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi.
Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,
simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan
cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif,
misalnya jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum, ini merupakan reaksi
positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan
reaksi negatif.
Secara substansi pola mengajar guru memiliki kontribusi dalam
memformulasikan pesan-pesan berupa ilmu pengetahuan kepada para siswa.
Akibatnya secara tidak langsung para siswa telah melakukan proses belajar dalam
mencerna serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya
tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap para siswa.
Ada tiga variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam
model S-O-R. Secara interpretatif pola mengajar guru merupakan stimulus yang
akan ditangkap oleh organisme yaitu siswa. Komunikasi akan berlangsung jika
ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti.
Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah
komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk
mengubah sikap. Dalam hal ini, respon siswa tersebut memberikan persepsi
1.6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi,
1991: 40). Kerangka konsep memuat komponen-komponen yang akan diteliti
beserta indikatornya untuk memperjelas penelitian yang akan dicapai.
Berdasarkan kerangka teori yang telah ada, dapat ditentukan
pernyataan-pernyataan yang bersifat konseptual. Kerangka konsep merupakan definisi yang
dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena atau pun fenomena
alam.
Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Komponen pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.
2. Komponen persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan
menggunakan bahasa Inggris.
1.7 Model Teoritis
Berdasarkan komponen yang telah ditetapkan, maka terbentuklah suatu
skema model teoritis penelitian sebagai berikut: Stimulus:
Pola Mengajar Guru
Response Persepsi Organisme:
1.8 Operasional Konsep
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di
atas, maka dibuat operasional konsep yang berfungsi untuk kesamaan dan
kesesuaian penelitian ini, yaitu:
Tabel 1 Operasional Konsep
Komponen Indikator
Persepsi siswa terhadap pola mengajar
guru dengan menggunakan bahasa
Inggris
a. Kepribadian yang menyenangkan
b. Memiliki kecakapan sosial
c. Mampu mendesain pengajaran
d. Kemampuan mengorganisasi
e. Cermat
f. Memiliki ketertarikan pada
subjek belajar
g. Fleksibel
h. Memiliki pemahaman yang baik
i. Keterbukaan
Pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris
Komponen
p. Pengertian
q. Penerimaan
r. Response:
s. Penginderaan (sensasi)
t. Atensi atau perhatian
u. Interpretasi
1.9 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain
yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46).
Definisi operasional dari konsep-konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Kepribadian yang menyenangkan
Kepribadian yang menyenangkan merupakan faktor yang mendukung
keinginan dan keseriusan siswa untuk belajar.
b. Memiliki kecakapan sosial
Kemampuan untuk menciptakan dinamika kelompok secara bersama-sama
dan mengontrolnya tanpa merugikan partisipan.
c. Mampu mendesain pengajaran
Kemampuan untuk mendesain pengajaran akan membuat partisipan atau
siswa menjadi lebih semangat untuk belajar.
Kemampuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan
urutan yang telah direncanakan dari awal hingga berakhirnya proses belajar
mengajar.
e. Cermat
Kecermatan seorang guru dalam melihat persoalan pribadi yang dialami oleh
para siswa dan selalu berusaha untuk memberikan jalan keluar terhadap
masalah yang dihadapi oleh siswa.
f. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar
Ketertarikan terhadap subjek yang diajarkan akan membuat seseorang
menguasai subjek tersebut.
g. Fleksibel
Kemampuan dalam merespon perubahan kebutuhan belajar partisipan.
h. Memiliki pemahaman yang baik
Pemahaman yang baik terhadap suatu materi akan membuat seorang guru
mampu untuk menyampaikan materi secara jelas dan terperinci.
i. Keterbukaan
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan
permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya
saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
j. Empati
k. Dukungan
Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapatkan dukungan
dari pihak-pihak yang berkomunikasi dengan demikian keinginan atau hasrat
yang ada dimotivasi untuk mencapainya.
l. Rasa Positif
Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan positif. Rasa positif
menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau
berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.
m. Kesamaan
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi kuat apabila
memiliki kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi, pendidikan, dan lain
sebagainya.
n. Keterampilan
Suatu pesan yang disampaikan oleh seorang komunikan akan menjadi lebih
mudah diterima jika komunikator memiliki keterampilan bekomunikasi yang
baik. Keterampilan tersebut dapat berupa penggunaan bahasa yang tepat,
komunikatif, serta interaktif.
o. Perhatian
Suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitannya dengan
pengalaman. Perhatian dipengaruhi oleh adanya motif dan kebutuhan, minat,
p. Pengertian
Proses dimana seorang komunikan dapat mengerti apa yang disampaikan oleh
komunikator.
q. Penerimaan
Proses dimana seorang komunikan menerima pesan yang disampikan oleh
komunikator.
r. Response
Reaksi seorang komunikan terhadap rangsangan (stimulus) yang diberikan
komunikator. Rensponse ini bisa baik dan bisa juga buruk.
s. Penginderaan ( sensasi )
Penginderaan dilakukan melalui alat-alat indra kita (indra perasa, indra
peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan
yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.
t. Atensi (perhatian)
Atensi (perhatian) adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi
dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari
penginderaan, ingatan, dan proses kognitif lainnya.
u. Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap yang paling penting dalam persepsi. Kita tidak
dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan
menginterpretasikan makna informasi yang anda percayai mewakili objek
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi
Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang
komunikasi, yakni banyaknya definisi yang dibuat oleh para pakar menurut
bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang memberi
masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi,
antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, dan lain sebagainya. Jadi
pengertian komunikasi tidak sesederhana yang kita lihat sebab para pakar
memberikan definisi menurut pemahaman dan perspektif masing-masing
(Cangara, 2007: 17).
Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal
dari bahasa Latin “communicates” atau “communication” atau “cummunicare”
yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata
komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan
untuk mencapai kebersamaan (Riswandi, 2009: 1).
Joseph A.Devito (1978) dalam bukunya “Communicologi: An Introduction
to The Study of Communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang
dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan
komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan
Howard Stephenson (1971) dalam bukunya “Handbook of Public Relations”
menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan komunikasi dan
efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok
lainnya (Lubis, 2005:10).
Carl I Hovland, Janis, dan Kelley mendefinisikan komunikasi sebagai suatu
proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus
(biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Menurut Bernard Berelson dan Gary A.
Steiner komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, gagasan,
emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti
kata-kata, gambar, angka-angka, dan lainnya. Sedangkan menurut Weaver Komunikasi
adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi
pikiran orang lainnya (Riswandi, 2009: 2).
Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang
mengkhususkan diri pada studi ilmu komunikasi antarmanusia (human
communication) bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang
menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun
hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku
itu (Cangara, 2006: 18-19).
Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu
informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam (Cangara, 2006: 19).
Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua
definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit
banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan
Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia
yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak
sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal,
tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Karena itu, jika
kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa
kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari
simbol–simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Cangara, 2007: 19-20).
2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa
komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,
penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen
komunikasi (Cangara, 2006: 21).
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen
yang mendukung terjadinya komunikasi. Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno
didukung oleh tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa
yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan (Cangara 2006:21).
Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik
menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang
mendukungnya yaitu pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal
tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih
sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim),
Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). Kemudian
Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur menambahkan lagi unsur
efek dan umpan balik (feedback). Perkembangan terakhir adalah munculnya
pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor
lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah penting dalam proses komunikasi.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Pengirim Pesan atau Sumber
Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam
komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga
dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga.
2. Pesan
Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan
ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara
tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan,
3. Saluran atau Media
Saluran atau media adalah jalan/alur yang dilalui pesan dari si pengirim
dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang
cahaya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar. Media yang
dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima.
4. Penerima Pesan
Penerima pesan adalah pihak yang menganalisis dan menginterpretasikan isi
pesan yang diterimanya. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa
dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan
berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa
Inggris disebut audience atau receiver.
5. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan
dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.
Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang.
6. Tanggapan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu
bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi
sebenarnya umpan balik juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media,
meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat
yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan
tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh
sumber.
7. Lingkungan
Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi
jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni
lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan
dimensi waktu.
2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut:
a. Menyampaikan informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
(Effendy, 2005: 8)
Widjaja (2000 : 64), menjelaskan apabila komunikasi dipandang dari arti
yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi
sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan
ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:
1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data,
gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat
dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang
2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam
masyarakat.
3. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun
jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya,
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama
yang akan dikejar.
4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau penyelesaian perbedaan
pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang
diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri
dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan
intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemahiran
yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.
6. Memajukan kehidupan, meyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan
maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan
dengan memperluas horison seseorang, serta membangun imajinasi dan
mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.
7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari drama, tari,
8. Intergrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan
untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar dapat saling
kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang
lain.
Berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh William I. Gorden, fungsi
komunikasi terdiri dari empat bagian, yaitu komunikasi sosial, komunikasi
ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. (Mulyana, 2005: 5).
Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing fungsi komunikasi yang
diungkapkan oleh William I. Gorden.
1. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri,
untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama
dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Mulyana, 2005: 5).
a. Pembentukan konsep diri
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya
bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.
Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak
komunikasi dengan orang lain, kita bukan saja belajar mengenai siapa kita,
namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Mulyana, 2005: 7-8).
b. Pernyataan eksistensi diri
Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut
aktualisasi diri atau lebih tepatlagi pernyataan eksistensi diri. Kita dapat
memodifikasi pernyataan filosof Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang
mengatakan Cogito Ergo Sum (“Saya berpikir, maka saya ada”) menjadi
“Saya berbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang lain akan
memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun ketika kita
berbicara, kita menyatakan bahwa kita ada (Mulyana, 2005: 12).
c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh
kebahagiaan
Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita
perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis
kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan
utama kita sebagai manusia dan untuk menjadi manusia yang sehat secara
rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya
bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.
2. Komunikasi Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang
tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan
(emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui
pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2005: 21-22).
Komunikasi ekspresif dapat pula dikomunikasikan melalui karya seni
seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik, dan seni patung. Musik dapat
mengekspresikan perasaan, kesadaran, bahkan pandangan hidup atau ideologi
manusia seperti cinta, penderitaan orang, atau kritik terhadap penguasa. Lukisan
juga sering mengekspresikan perasaan pelukisnya. Perasaan tersebut terlihat dari
penggunaan warna dan bentuk-bentuk garis dalam lukisan (Riswandi, 2009: 19).
3. Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang
biasanya dilakukan secara ritual. Suatu komunitas yang sering melakukan
upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut
antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang
tahun (menyanyikan Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan,
pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara tersebut orang-orang
mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat
simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa’a, membaca kitab suci, naik haji, upacara
wisuda, perayaan lebaran atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang
komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau
agama mereka (Mulyana, 2005: 25).
Komunikasi ritual sering kali bersifat ekspresif, artinya menyatakan
perasaan terdalam seseorang, misalnya seorang anggota Paskibraka berlinang air
mata ketika mencium bendera pusaka merah putih. Kegiatan komunikasi ritual
memungkinkan pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi
keterpaduan mereka. Yang menjadi esensi bukanlah kegiatan ritualnya, akan
tetapi adanya perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainyam artinya
adanya perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari diri kita,
dan bahwa diri kita diakui dan diterima oleh kelompok kita (Riswandi, 2009: 20).
Komunikasi ritual adakalanya bersifat mistik dan seringkali perilaku
orang-orang yang ada di dalam komunitas tersebut sulit dimengerti dan dipahami oleh
orang-orang yang ada di luar komunitas. Contoh yang dapat dikemukakan adalah
upacara-upacara ritual di beberapa suku pedalaman di Indonesia seperti suku
Asmat, suku Badui, Dayak, dan beberapa suku lainnya yang mata pencahariannya
adalah bertani, menangkap ikan di sungai atau di laut, atu berburu binatang.
Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia
merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah demi
pemenuhan kebutuhan dirinya sebagai makhluk individu, anggota komunitas
4. Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila
diringkas, maka kesemua tujuan tersebut disebut membuajuk (bersifat persuasif).
komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau menerangkan (to inform)
mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya
akurat dan layak untuk diketahui. Ketika seorang dosen menyatakan bahwa ruang
kuliah kotor, pernyataannya tersebut dapat membujuk mahasiswa untuk
membersihkan ruang kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to
entertain) pun secara tidak langsung membujuk khalayak untuk melupakan
persoalan hidup mereka (Mulyana, 2005: 30).
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan
dan membangun hubungan, tetapi juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.
Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat
gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi
keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan
jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,
menumbuhkna kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan
material, ekonomi, dan politik, antara lain dapat diraih lewat pengelolaan pesan
berbicara sopan, mengobral janji, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk
menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Taktik
itu lazim kita lihat pada orang-orang yang melakukan kampanye politik.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian
komunikasi, misalnya keahlian pidato, berunding, berbahasa asing ataupun
keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai
pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan
jangka panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya untuk memperoleh
jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi
Menurut Mulyana (2005: 72), kategorisasi berdasarkan tingkat (level) paling
lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikais
yang melibatkan jumlah peserta yang paling sedikit hingga komunikasi yang
melibatkan jumlah peserta yang paling banyak. Terdapat empat tingkatan yang
disepakati oleh para pakar, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok,
komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Beberapa pakar lain
menambahkan komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik (komunikasi dua
orang), dan komunikasi publik (berpidato di depan umum).
a. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi
ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam
konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komuniikasi tidak dibahas secara rinci
dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inhern dalam
komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikais
dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi
dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak
disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada
keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri (Mulyana, 2005: 72-73)
b. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal coomunication) adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap raksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun
nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi
diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti
suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya. Cirri-ciri
komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak
yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2005: 73).
c. Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat,
kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi
kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil
tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya
melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi
antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok (Mulyana, 2005: 74).
d. Komunikasi Publik
Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara
seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa
dikenali satu per satu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah,
atau kuliah umum. Beberapa pakar menggunakan istilah komunikasi kelompok
besar (large-group communication) untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74).
Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dari
pada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi
publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan
menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahkan sering
merupakan faktor penting untuk menentukan efektivitas pesan, selain kehalian
dan kejujuran yang dimiliki pembicara. Tidak seperti komunikasi antarpribadi
komunikasi publik cenderung pasif. Umpan balik yang mereka berikan terbatas,
terutama umpan balik yang bersifat verbal.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam
organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu
jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi
seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan
adakalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi
menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan
komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada
struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip
(Mulyana, 2005: 75).
f. Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi dengan
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik
(radio, televisi), yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, yang
ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,
dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat,
serentak, dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi,