SKRIPSI
ANALISA PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI
OLEH
NURLENI SIMAMORA 070503244
PROGRAM STUDI STRATA SATU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul: “Analisa Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI”
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah
dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi
level Program Strata-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas,
benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.
Medan, Juni 2011
Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa karena atas berkat dan kesehatan yang diberikan-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Analisa Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen
Akuntansi Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya
keterbatasan pengetahuan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulias mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
untuk penyempurnaan skripsi ini.
Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, semangat, nasehat,
bantuan, maupun kritik dan saran selama proses penyusunan skripsi ini, terutama
kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku sekretaris Program
3. Bapak Iskandar Muda, SE, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing;
4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA., Ak. Dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM.,
Ak., selaku Dosen Pembanding I dan II;
5. Kedua orangtua penulis, Parsaoran Simamora dan Risma Br. Damanik, yang
telah memberikan kasih sayang, mendidik, memberikan dorongan dan
semangat belajar dan doa kepada penulis;
6. Kedua adik penulis, Nora Jessica Simamora dan Juniver Davidson
Simamora yang selalu ada memberikan dorongan, semangat, nasehat, kritik,
saran, maupun canda tawa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan. Terimakasih.
Medan, Juni 2011 Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba. Variabel independen dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai proksi mekanisme good corporate governance, adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sedangkan manajemen laba, sebagai variabel dependen, diukur dengan menggunakan dasar rasio modal kerja akrual. Data yang digunakan diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan
yang dipublikasikan melalui website
Sampel yang digunakan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI perode 2006 sampai 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yakni metode yang menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan sampel, yang menghasilkan 125 perusahaan selama lima tahun pengamatan. Dan metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Proksi mekanisme good corporate governance lainnya (ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial. Secara simultan mekanisme good corporate governance juga terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of good corporate governance mechanism concerning to earnings management. The independent variables examined in this research, that used as the proxies of good corporate governance mechanism, are institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, and audit committee. Earnings management, as dependent variable, in this research is measured with accrual working capital ratio. Data used in this research is annual and financial report that is published through website www.idx.co.id.
The samples used in this research are banking companies listed in Indonesian Stock Exchange during 2006 up to 2010. The data collection method used in this research is purposive sampling, a method that uses some criteria to determine samples, that resulted 125 companies during the five years observation. Multiple regression model and statistic descriptive are used to analyze data.
This research result shows that only institutional ownership influences the earnings management significantly. Other proxies of good corporate governance mechanism (commissioner size, independent commissioner, and audit committee) do not influence the earnings management partially. Simultaneously, good corporate governance mechanism does not influence the earnings management significantly.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 9
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 24
1. Kerangka Konseptual ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ... 28
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28
C. Jenis dan Sumber Data ... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 30
F. Metode Analisis Data ... 33
G. Jadwal Penelitian... 38
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 39
B. Analisis Hasil Penelitian ... 40
C. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65
B. Keterbatasan Penelitian ... 66
C. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 22
Tabel 3.1 Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan ... 29
Tabel 3.2 Ringkasan Definisi Operasional dan Pengukurannya ... 33
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 38
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel-variabel Selama Tahun 2006 sampai Tahun 2010 ... 40
Tabel 4.2 Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Durbin-Watson... 42
Tabel 4.4 Koefisien ... 47
Tabel 4.5 Koefisien Korelasi ... 48
Tabel 4.6 Analisis Hasil Regresi ... 51
Tabel 4.7 Analisis Koefisien Determinasi ... 52
Tabel 4.8 Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kontinum Manajemen Laba ... 14
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 25
Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 43
Gambar 4.2 Grafik Normal Plot ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran I Data Perusahaan Tahun 2006-2010 ... 72
Lampiran II Data GCG dan Earnings Management Tahun 2006-2010 .... 75
Lampiran III Statistik Deskriptif Data ... 78
Lampiran III.1 Hasil Uji Normalitas: Nonparametric-test Kolmogorov-Smirnov ... 79
Lampiran III.2 Hasil Uji Normalitas Data: Analisis Grafik Histogram ... 80
Lampiran III.3 Hasil Uji Normalitas Data: Analisis Grafik P-P Plots ... 81
Lampiran III.4 Hasil Uji Multikolinearitas Data ... 82
Lampiran III.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 83
Lampiran III.6 Hasil Uji Autokorelasi dan Model Regresi ... 84
Lampiran III.7 Hasil Uji t ... 84
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba. Variabel independen dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai proksi mekanisme good corporate governance, adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Sedangkan manajemen laba, sebagai variabel dependen, diukur dengan menggunakan dasar rasio modal kerja akrual. Data yang digunakan diambil dari laporan keuangan dan laporan tahunan
yang dipublikasikan melalui website
Sampel yang digunakan adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI perode 2006 sampai 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yakni metode yang menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan sampel, yang menghasilkan 125 perusahaan selama lima tahun pengamatan. Dan metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Proksi mekanisme good corporate governance lainnya (ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial. Secara simultan mekanisme good corporate governance juga terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of good corporate governance mechanism concerning to earnings management. The independent variables examined in this research, that used as the proxies of good corporate governance mechanism, are institutional ownership, commissioner size, independent commissioner, and audit committee. Earnings management, as dependent variable, in this research is measured with accrual working capital ratio. Data used in this research is annual and financial report that is published through website www.idx.co.id.
The samples used in this research are banking companies listed in Indonesian Stock Exchange during 2006 up to 2010. The data collection method used in this research is purposive sampling, a method that uses some criteria to determine samples, that resulted 125 companies during the five years observation. Multiple regression model and statistic descriptive are used to analyze data.
This research result shows that only institutional ownership influences the earnings management significantly. Other proxies of good corporate governance mechanism (commissioner size, independent commissioner, and audit committee) do not influence the earnings management partially. Simultaneously, good corporate governance mechanism does not influence the earnings management significantly.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan membutuhkan modal untuk memenuhi keperluan operasional
rutinnya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut, di antaranya dengan menerbitkan dan menjual saham melalui
penjualan saham perdana kepada masyarakat dengan melakukan Initial Public
Offering (IPO); melakukan penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya; melakukan
Seasoned Equity Offerings (SEO); atau dengan menjual saham kepada pemegang
saham lama (right issue). Besar kecilnya dana yang akan diperoleh perusahaan
dari kegiatan tersebut tergantung pada kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan itu
sendiri seringkali dinilai berdasarkan laba yang mampu dihasilkannya. Informasi
laba merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggungjawaban
manajemen (Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1). Laba
terlahir dari suatu proses akuntansi yang memberikan kebebasan bagi para
penyusunnya untuk memilih metode akuntansi (Kusumawardhani dan Veronika,
2009). Misalnya, untuk menghasilkan laba yang tinggi, perusahaan akan lebih
memilih menggunakan FIFO daripada LIFO.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, laba berpengaruh kuat terhadap
kegiatan perusahaan dan keputusan yang dibuat oleh manajemennya. Keasyikan
memenuhi harapan pasar modal mencerminkan bahwa perusahaan sangat peduli
manajemen mungkin berpandangan bahwa kewajibannya adalah melakukan apa
saja yang mungkin – dalam batasan tertentu – agar ramalan pasar modal dapat
dipenuhi atau dilebihi, dengan melakukan manajemen laba. Memenuhi laba
menurut pasar modal adalah salah satu alasan manajemen melakukan manajemen
laba. Alasan lainnya adalah demi keberhasilan IPO – diperlukan tingkat laba
minimum; atau dalam hal kontrak pinjaman; atau untuk alasan politis, seperti
mengurangi beban pajak.
Manajemen laba dapat digambarkan sebagai perilaku manajemen dalam
memilih kebijakan akuntansi tertentu, atau melalui penerapan aktivitas tertentu,
yang bertujuan mempengaruhi laba untuk mencapai sebuah tujuan spesifik (Scott,
2009 dalam Kusumawardhani dan Veronica, 2009). Dalam pengertian lain,
manajemen laba disebut sebagai tindakan memanipulasi akuntansi dengan tujuan
menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya
(Mulford dan Comiskey, 2010). Teori keagenan menggambarkan bahwa
manajemen laba terjadi sebagai akibat dari kepentingan ekonomis yang berbeda
antara manajemen selaku agen dan pemilik entitas selaku prinsipal. Perbedaan
kepentingan ekonomis ini bisa saja disebabkan atau menyebabkan asymmetry
(kesenjangan informasi) antara pemegang saham (stakeholders) dan organisasi.
Richardson (1998) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyimpulkan bahwa
asymmetry informasi antara manajemen dan pemilik dapat memberikan
kesempatan kepada manajemen untuk melakukan manajemen laba (earning
Praktik manajemen laba, pada dasarnya, terjadi sebagai akibat kurang
efektifnya penerapan good corporate governance. Corporate governance
merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas
manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan.
Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan
yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan (Nasution dan
Setiawan, 2007). Beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang menjadi
sorotan dunia internasional belakangan ini antara lain Waste Management, Inc.,
World Com, Enron, dan Merck. Di Waste Management, Inc. praktik akuntansi
yang agresif menyebabkan laba sebelum pajak membengkak sebesar $1.43 miliar
dan beban pajak kerendahan $178 juta antara tahun 1992 dan 1996 (Tuanakotta,
2007: 138). Dalam kasus Enron terbukti sejumlah Eksekutif Enron melakukan
manipulasi pembukuan melalui Arthur Anderson yang menyebabkan laba Enron
terdongkrak US$ 1 milyar untuk menyesatkan para investornya. World Com juga
mengakui telah menggelembungkan keuntungan sebesar US$ 3,85 milyar antara
periode Juni 2001 sampai dengan Maret 2002. Hal itu dilakukan dengan
memanipulasi pembukuan dimana angka tersebut pura-pura dimasukkan dalam
pos investasi yang seharusnya merupakan biaya operasi normal. Akibatnya pos
keuntungan seolah-olah sangat besar, sehingga harga sahamnya juga meningkat.
Merck Corp (obat) terbukti membukukan biaya pendapatan fiktif senilai US$ 12,4
milyar. Di Indonesia sendiri terjadi kasus PT Lippo Tbk., yang berawal dari
tersebut. Kasus gagal audit ini di dunia akuntan kemudian dikenal dengan istilah
“cooking the books”, atau “juggling the numbers” (Tuanakotta, 2007). Kasus ini
juga berakibat fatal bagi dunia para akuntan, diantaranya: diraguinya
keindependensian akuntan publik yang kemudian menyebabkan tercorengnya
reputasi akuntan publik di mata masyarakat, dan para investor mulai meragui
informasi berupa laporan keuangan yang disajikan manajemen.
Good corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders
lainnya (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Tujuan utama good corporate
governance menurut Syahyunan dan Kurniawan (2004) adalah untuk memberi
kepuasan kepada para stakeholders yang selama ini tidak mendapat perhatian
serius dari pihak perusahaan. Stakeholders tersebut terdiri dari shareholders,
pegawai, pelanggan, pemasok, pemerintah, dan juga pihak yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan yang bisa berpengaruh positif atau negatif pada
keberhasilan operasional perusahaan. Di Indonesia, penerapan good corporate
governance masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari masih banyak
perusahaan yang belum memiliki komite audit dan komisaris independen.
Masalah Bank Century yang mulai tercium sejak merger tahun 2004 saat kondisi
keuangannya bermasalah diduga karena tiadanya penerapan good corporate
governance dan praktik moral hazard. Kasus terbitnya laporan keuangan Bank
Lippo berlabelkan “telah diaudit” – namun kenyataannya belum – juga merupakan
Konsep indikator mekanisme corporate governance terdiri dari kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan
ukuran dewan komisaris (Ujiyantho & Pramuka, 2007).
Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian terhadap manajemen
laba menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris,
serta keberadaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Nofiani (2008) yang menunjukkan
bahwa komite audit dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan
manajerial dan keberadaan komisaris independen terbukti berpengaruh terhadap
manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2006) menunjukkan bahwa
komponen corporate governance (kepemilikan institusional, proporsi dewan
komisaris independen, keberadaan komite audit) dan rasio hutang berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba; sedangkan kepemilikan keluarga dan
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Sefiana (2008) dalam penelitiannya membuktikan bahwa proporsi komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Nofiani. Industri perbankan seringkali menjadi sorotan publik mengingat
perannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, terutama sejak
terjadinya krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 lalu. Di samping itu, sebagai
industri kepercayaan, perbankan memiliki peraturan yang lebih rumit
dibandingkan dengan industri lainnya. Misalnya, untuk menetapkan tingkat
kesehatan suatu bank, BI mensyaratkan banyak hal, seperti CAR minimum yang
harus dipenuhi dengan menggunakan laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Untuk alasan ini, manajer bank mungkin akan memainkan beberapa keadaan
untuk mengelola laba bank yang bersangkutan agar memenuhi syarat yang telah
ditetapkan BI tersebut. Dalam hal ini, penulis menambahkan variabel kepemilikan
institusional sebagai variabel independen dengan pertimbangan bahwa adanya
campur tangan pihak ketiga mungkin akan mengurangi tindakan manajemen laba
dalam perusahaan yang bersangkutan. Ketidakkonsistenan hasil penelitian para
peneliti terdahulu juga merupakan motivasi penulis untuk melakukan kembali
penelitian sejenis. Dari uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik
mengemukakan penelitian dengan judul: Analisa Pengaruh Mekanisme Good
Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen
laba?
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen
laba?
3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
manajemen laba?
4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba?
5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris independen,
proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh
terhadap manajemen laba secara simultan?
C. Batasan Masalah
Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan
tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis membatasi variabel-variabel yang
dijadikan indikator mekanisme good corporate governance, yakni: kepemilikan
institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan
komite audit.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menguji:
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba;
3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba;
4. Apakah komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba;
5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan
peneliti mengenai praktik-praktik manajemen laba dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya,
2. Bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk membantu mengambil keputusan investasi pada perusahaan,
3. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberi
manfaat berupa bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen laba.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba;
3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba;
4. Apakah komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba;
5. Apakah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan
peneliti mengenai praktik-praktik manajemen laba dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya,
2. Bagi calon investor, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk membantu mengambil keputusan investasi pada perusahaan,
3. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat memberi
manfaat berupa bukti empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen laba.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (Agency Theory) menyebutkan bahwa hubungan
agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan
orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
(Jensen dan Meckling, 1976 dalam Ujiyantho & Pramuka, 2007). Manajer
sebagai pengelola perusahaan tentunya memiliki lebih banyak informasi
seputar perusahaan daripada pemilik perusahaan yang bersangkutan. Oleh
karena itu, untuk kemajuan perusahaan di masa depan, manajer wajib
memberikan signal kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan
manajer seringkali tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Hal ini dikarenakan adanya kepentingan manajer yang tidak sejalan dengan
pemilik.
Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan (Agency Theory),
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan pribadi.
Prinsipal menginginkan return yang besar dan cepat atas investasi mereka
dan menilai prestasi manajer berdasarkan kemampuannya untuk
memperbesar laba yang akan dialokasikan pada pembagian dividen. Untuk
memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat insentif yang tinggi, manajer
akan memainkan beberapa kondisi perusahaan sedemikian rupa agar
seolah-olah target tercapai bila tidak ada pengawasan yang memadai dalam kinerja
manajer.
2. Bank
Pengertian bank dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan
adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
bank berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat, dan bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (2004) mendefinisikan bank sebagai lembaga
intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada
dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank seringkali menghadapi
risiko, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, maupun risiko
reputasi (Komite Nasional Corporate Governance, 2004). Dunia perbankan
industri lainnya. Sebagai contoh, bank harus memenuhi giro wajib minimum
yang ditetapkan BI. Peraturan-peraturan tersebut ditetapkan pada dasarnya
adalah untuk melindungi kepentingan rakyat selaku penyimpan dana.
3. Manajemen Laba
Manajemen laba adalah hal yang sangat kontroversial di dunia
akuntan. Pernyataan umum mengenai apakah manajemen laba baik atau
buruk sulit dibuat. Kebanyakan bergantung pada langkah-langkah yang
dilakukan dan motivasi yang mendasari dilakukannya manajemen laba
(Mulford dan Comiskey, 2010). Gumanti (2000) berpendapat bahwa
manajemen laba sekilas tampak berhubungan dengan tingkat perolehan laba
atau prestasi usaha suatu organisasi. Hal ini terjadi karena ukuran laba
sering dijadikan ukuran keberhasilan manajemen memimpin perusahaan dan
suatu hal yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima
manajer bergantung pada besar kecilnya laba yang mampu dihasilkan
perusahaan tersebut (Gumanti, 2000). Alasan inilah yang mendorong
manajer melakukan tindakan manajemen laba. Berbicara mengenai
manajemen laba tidak terlepas dari Teori Akuntansi Positif dan Teori
Keagenan. Belkaoui (2007) mengemukakan bahwa:
prosedur-prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk memaksimalkan keuntungan mereka.
Astika (2000) menjelaskan terjadinya manajemen laba lewat Teori
Akuntansi Positif dan Teori Keagenan sebagai berikut:
Ditinjau dari sisi teori akuntansi positif, manajemen laba yang dilakukan eksekutif dapat dijelaskan melalui teori kontrak. Proses kontrak tersebut menghasilkan hubungan keagenan. Hubungan keagenan muncul ketika prinsipal mengontrak pihak lain (agen) untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh prinsipal. Dengan kontrak tersebut prinsipal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Ternyata hubungan tersebut konflik karena, baik prinsipal maupun agen, keduanya merupakan pihak yang mempunyai sifat, yaitu memaksimumkan kesejahteraannya (utility maximiser). Oleh sebab itu, tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menempatkan keyakinan bahwa agen akan selalu bertindak untuk kepentingan prinsipal. Masalah keagenen muncul karena perilaku oportunis agen. Agen cenderung memaksimumkan setiap peluang yang ada untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan prinsipal.
Chen (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:
Earnings management is prevalent in financial report preparation, with Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) providing considerable flexibility in terms of accounting methods and estimates. Since GAAP-compliant earnings management is acceptable and lawful, most executives manage their companies’ earnings to achieve specific objectives (e.g., sustaining firm value), but some executives take excessively aggressive approaches to inflating profitability and firm value in the form of channel stuffing, premature revenue recognition, expense recognition deferral, and recognition and measurement abuse. These unlawful behaviors are referred to as earnings manipulation.
Chen menyimpulkan bahwa tindakan manajemen laba tidak
penggunaaan metode dan estimasi akuntansi. Namun perlu diingat,
perusahaan harus mengetahui dengan pasti manajemen laba yang bagaimana
yang berada dalam wilayah putih, abu-abu, dan hitam untuk
menghindarkannya dari menyalahi prinsip akuntansi tersebut.
Haely dan Wahlen (1998) menjelaskan:
Earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.
Irfan (2002) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi
manajemen (agen) dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal
sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi untuk
mendapatkan beberapa keuntungan pribadi.
Subramanyam dan Wild (2010) menjelaskan bahwa manajemen laba
dapat berupa kosmetik, jika manajer memanipulasi akrual yang tidak
memiliki konsekuensi arus kas. Manajemen laba juga dapat terlihat nyata,
jika manajer memilih tindakan dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan
mengubah laba.
Primanita dan Setiono (2006) mengemukakan bahwa:
Manajemen laba (earning management) adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk
Perlu diingat bahwa tidak semua manajemen laba diciptakan setara.
Gambar berikut mengilustrasikan bahwa manajemen laba berkisar dari
penentuan waktu transaksi sampai dengan suatu kecurangan.
Penentuan Akuntansi Akuntansi Pelaporan Kecurangan
Waktu yang agresif yang menipu yang curang (Fraud)
transaksi yang tepat
Pengaitan Perubahan Perubahan Akuntansi Transaksi
secara metode metode/ non-GAAP fiktif
strategis estimasi dengan estimasi dengan full disclosure full disclosure
minimal atau tanpa disclosure
Sumber: Stice, Stice & Skousen (2004: 421)
Gambar 2.1
Kontinum Manajemen Laba
Tingkat manajemen laba yang diperbolehkan berdasar Prinsip
Akuntansi yang Berterima Umum (PABU) adalah bagian yang paling kiri,
artinya semakin ke kanan posisi manajemen laba sesuai gambar di atas,
semakin jauh manajemen laba menyalahi PABU.
a. Motivasi Manajemen Laba
Moreira dan Pope (2007) berpendapat bahwa:
incentives related to managers’ private benefit, the maximization of bonus compensation and hiding poor performance to keep their jobs should be mentioned. Amongst those related to direct benefit for the firm, the most important are the avoidance of (i) debt covenants violations; (ii) market penalization for reporting losses, breaking a string of positive earnings or not meeting analysts’ forecasts; (iii) increases in transaction costs with stakeholders, and (iv) a rating change in credit markets. There is an incentive (motivation) to undertake earnings management when the benefits outweigh the costs.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa tindakan manajemen
laba sebenarnya berhubungan dengan laba dan biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan manajemen laba. Biaya biasanya berhubungan
dengan akibat yang ditimbulkan tindakan manajemen laba terhadap
reputasi manajemen yang bersangkutan apabila tindakan tersebut
terungkap. Sedangkan keuntungan yang dimaksud dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni: keuntungan bagi manajer berupa
bonus yang akan diterima berkaitan dengan laba yang telah dikelola,
dan keuntungan bagi perusahaan yang salah satunya adalah
meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal.
Subramanyam & Wild (2010) menyatakan:
Manajemen laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: (1) mengubah metode akuntansi, yang merupakan bentuk manajemen laba yang paling jelas terlihat; dan (2) mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang menentukan angka akuntansi, suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar.
Motivasi untuk melakukan manajemen laba menurut Stice, Stice
laba, target penjualan); (2) memenuhi harapan eksternal (stakeholder);
(3) meratakan atau memuluskan laba (income smoothing); (4)
mendandani angka laporan keuangan (window dressing) untuk
penjualan saham perdana (IPO) atau memperoleh pinjaman.
Manajemen laba, dalam pengertian lain, merupakan bagian dari
akuntansi kreatif sebagai fenomena Teori Akuntansi Positif. Manajer
dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan
Zimmerman (1986), digolongkan ke dalam tiga buah hipotesis, yaitu:
1) bonus-plan hypothesis,
2) debt covenant hypothesis, dan 3) political cost hypothesis.
Bonus-plan hypothesis menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang dihasilkan, maka manajer akan menerapkan creative accounting dengan menaikkan laba atau menurunkan laba yang akan dilaporkan. Debt covenant hypothesis, menjelaskan bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam meyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Political cost hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.
b. Strategi Manajemen Laba
Subramanyam dan Wild (2010) menyatakan ada tiga strategi
yang digunakan manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
2) Mandi Besar (Big Bath)
Dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada suatu periode yang biasanya berkinerja buruk, atau periode saat terjadinya kejadian yang tidak biasa, seperti perubahan manjemen, merger, atau restrukturisasi.
3) Perataan Laba (Income Smoothing)
Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Hal ini dilakukan karena investor cenderung lebih menyukai laba yang stabil.
4. Mekanisme Good Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
mendeskripsikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan,
kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Lemahnya corporate governance ditandai dengan tidak transparannya pihak
pengelola perusahaan terutama dalam penggunaan dana dan ketimpangan
kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen (Iswati, 2007).
Kondisi ini akan sangat berakibat fatal jika berlangsung terus-menerus.
Prinsip-prinsip good corporate governance, yakni transparency,
accountability, responsibility, independency, dan fairness diharapkan
mampu mendorong peningkatan kinerja keuangan, daya saing, mengurangi
risiko, dan meningkatkan kepercayaan investor. Konsep indikator
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran
dewan komisaris (Ujiyantho & Pramuka, 2007).
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada
teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas
dana yang telah mereka investasikan. Shleifer dan Vishny (1997) dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007) berpendapat bahwa corporate governance
berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan
memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek
yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah
ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor
mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance
diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya
keagenan (agency cost).
Menurut Wibowo dan Tangkilisan (2004) dalam Iswati (2007), tujuan
yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance
antara lain:
1) memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi; 2) mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional,
transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi, dan RUPS; 3) mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi
4) kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
Indikator mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini
adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan
komisaris independen, dan komite audit. Kepemilikan institusional adalah
persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham
perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional menurut Chen &
Steiner (1999) dalam Melinda dan Sutejo (2008) akan mengurangi masalah
keagenan karena pemegang saham institusional akan membantu mengawasi
perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang
saham. Di Indonesia, kepemilikan saham institusional terbagi menjadi
kepemilikan institusional eksternal dan kepemikan institusional internal
(Mahadwarta, 2004 dalam Melinda dan Sutejo, 2008). Kepemilikan saham
eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun,
asuransi, reksadana, dan perusahaan investasi lainnya, dan menjadi bagian
dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal
adalah kepemilikan saham oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas
(PT). Jenis kepemilikan institusional dalam penelitian ini adalah
kepemilikan publik.
Jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap efektif tidaknya
pengawasan kinerja manajemen. Menurut Jansen (1993) dalam Ma’ruf
(2006), jumlah dewan komisaris yang relatif kecil dapat membantu
meningkatkan kinerja mereka dalam memonitor manajer. Jumlah dewan
tujuh orang) tidak dapat berfungsi secara optimal dan akan lebih mudah
dikontrol oleh manajer, terutama karena dewan komisaris sendiri disibukkan
oleh masalah koordinasi. Jika manajer dapat mengontrol dewan komisaris
serta adanya asimetris informasi maka akan leluasa bagi manajer melakukan
manajemen laba.
Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Isnanta (2008)
mengungkapkan,
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan.
Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan
indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance), BEI dalam Surat Edaran BEI No.
SE-008/BEJ/12-2001 mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki
komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit
sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen
perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain
adalah pihak eksternal yang independen dan minimal salah seorang
diukur dengan menggunakan indikator presentase anggota komite audit
yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit.
B. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba
sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian yang dilakukan
Nasution dan Setiawan (2007) pada industri perbankan selama tahun pengamatan
2000-2004 menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris, ukuran dewan
komisaris, dan keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.
Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Nofiani (2008) pada sektor yang
sama periode tahun 2005-2006 menunjukkan bahwa komite audit dan ukuran
dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan
komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Ujiyantho dan Pramuka (2007) dalam penelitiannya terhadap perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2001-2004 menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris
independen terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica
dan Utama (2006) terhadap perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode non
krisis (1995-1996 dan 1999-2002) menunjukkan bahwa komponen corporate
governance (kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,
keberadaan komite audit) dan rasio hutang berpengaruh signifikan terhadap
tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sefiana (2008) dalam
penelitiannya dalam sektor perbankan menunjukkan bahwa proporsi komisaris
independen, ukuran dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Tabel 2.1
Ringkasan Tinjauan Peneliti Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
dewan komisaris
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah
diketahui dalam suatu masalah tertentu.
Penelitian yang dilakukan oleh Nikmah dan Suranta (2005) dalam
Martina (2009) menunjukkan bahwa institusional selaku pemilik perusahaan
memiliki insentif untuk membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan
manajer atas investasi yang telah dilakukannya, sehingga kepemilikan
institusional yang lebih besar mampu melakukan mekanisme monitoring
Ukuran dewan komisaris berarti jumlah dewan komisaris yang ada
dalam suatu perusahaan. Jumlah dewan komisaris yang terlalu besar akan
mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kinerja manajemen. Komite
Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Isnanta (2008)
mengemukakan:
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.
Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan
indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan akan mengurangi
tindakan manajemen laba.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance), BEI mewajibkan perusahaaan tercatat wajib
memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit
sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen
perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain
adalah pihak eksternal yang independen dan minimal salah seorang
memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Adanya komite
audit dalam suatu perusahaan akan mengurangi tindakan manajemen laba
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
H2 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
H3 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
H4 : Komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba.
H5 : Kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit berpengaruh
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
asosiatif kausal. Penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2010, yaitu sebanyak
29 perusahaan. Sampel diambil dengan metode purposive sampling, yakni
pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan
tersebut antara lain:
1. Perusahaan tersebut terlisting di Bursa Efek Indonesia;
2. Perusahaan tersebut tidak didelisting selama tahun 2006 sampai
dengan 2010;
3. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit
tahun 2006 sampai dengan 2010;
4. Menerbitkan laporan yang memuat kepemilikan saham, dewan
Sampel yang diambil dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria-kriteria
yang ditetapkan peneliti berjumlah 21 sampel tiap tahunnya atau 105 sampel
selama tahun 2006 hingga tahun 2010.
Tabel 3.1
Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan
No. KODE Nama Perusahaan Kriteria Ket.
26 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional
Tbk. × √ √ √ BS
27 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. × √ √ √ BS
29 MCOR Bank Windu Kentjana Int'l Tbk. × √ √ √ BS
Sumber: diolah penulis
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
merupakan data sekunder. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari
website Bursa Efek Indonesia, yait
Market Directory. Data yang digunakan adalah pooled data, yaitu kombinasi
antara data time series dan data cross section.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data sekunder dalam penelitian
ini adalah studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa
catatan-catatan, laporan keuangan, maupun informasi lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Data diperoleh dari internet dengan cara mengunduh
laporan keuangan perusahaan perbankan dari situs
serta situs masing-masing bank.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek dalam
elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan
dioperasionalisasikan dalam riset.
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah corporate
dewan komisaris independen, proporsi dewan komisaris, dan komite audit
perusahaan sampel.
a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah persentase kepemilikan saham
oleh institusi bisnis tertentu pada perusahaan-perusahaan perbankan
yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2010. Kepemilikan
institusional dihitung dengan menggunakan penelitian dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007) sebagai berikut:
b. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris menurut Ujiyantho dan Pramuka
(2007) ditentukan berdasarkan jumlah dewan komisaris dalam
perusahaan sampel industri perbankan. Nilai yang diperoleh terlebih
dahulu ditransformasikan menjadi rasio dengan cara diln-kan.
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan
menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang
berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan
komisaris perusahaan. Menurut Girsang (2010), proporsi dewan
d. Komite Audit
Komite audit diukur dengan menggunakan indikator presentase
anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap
seluruh anggota komite audit. Komite audit dalam penelitian ini
didasarkan pada penelitian Girsang (2010), sebagai berikut:
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba.
Manajemen laba diartikan sebagai intervensi manajemen dalam pengelolaan
kekayaan perusahaan untuk kepentingannya. Manajemen laba dalam
penelitian ini diukur dengan dasar rasio akrual kerja dengan penjualan
berdasarkan penelitian Girsang (2010), yang secara matematis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
∆AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t
∆Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t
Tabel 3.2
Ringkasan Definisi Operasional dan Pengukurannya No. Jenis 1. Independen Kepemilikan
Institusional
3. Independen Proporsi Dewan
4. Independen Komite Audit Presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit
Rasio
5. Dependen Manajemen
Laba
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
statistik, yaitu analisis regresi linier berganda untuk mengukur pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Model regresi linier berganda yang
Keterangan :
Y = Manajemen Laba
a = Konstanta
b1, b2, b3, b4 = Koefisien Regresi
X1 = Kepemilikan Institusional
X2 = Ukuran Dewan Komisaris
X3 = Proporsi Dewan Komisaris Independen
X4 = Komite Audit
ε = Faktor pengganggu
1. Uji Asumsi Klasik
Secara teoritis model yang digunakan dalam penelitian ini akan
menghasilkan parameter praduga yang sahih apabila dipenuhi asumsi
normalitas dan tidak terjadi autokorelasi, multikolenieritas, dan
heterokedastisitas.
a. Uji Normalitas
Ghozali (2006) berpendapat bahwa uji normalitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali (2006) ada dua
cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak,
yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Dalam analisis grafik,
distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan
plotting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Untuk analisis
statistik, dapat dilakukan dengan melihat nilai Kolmogorov Smirnov,
yakni jika nilai signifikan atau Sig. atau probabilitas < 0.05 maka
distribusi data dikatakan tidak normal. Sebaliknya jika nilai signifikan
atau sig. atau probabilitas > 0.05, distribusi data dikatakan normal.
b. Uji Autokorelasi
Autokorelasi atau korelasi serial diartikan sebagai korelasi yang
terjadi di antara anggota observasi yang terletak berderetan (jika
datanya time series) atau korelasi antara tempat yang berdekatan (jika
datanya cross sectional). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi
digunakan uji Durbin Watson dari program SPSS. Data tidak
mengalami gejala autokorelasi jika nilai D-W di antara du dan 4-du.
Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya gejala autokorelasi dapat
dilihat berdasarkan tabel berikut:
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < D-W < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ D-W ≤ du Tidak ada autokorelasi positif Tolak 4-dl < D-W < 4 Tidak ada autokorelasi positif No decision 4-du ≤ D-W ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi, positif atau
negatif
Tidak ditolak du < D-W < 4-du
Sumber: Ghozali (2006)
c. Uji Multikolinearitas
Tujuan uji multikolinearitas menurut Ghozali (2006) adalah
antar variabel independen. Pengujian multikolinearitas dilakukan
dengan melihat nilai tolerance dan VIF antar variabel independen.
Jika VIF menunjukkan angka > 10, hal itu berarti terdapat gejala
multikolinearitas. Data tidak mengalami gejala multikolinearitas jika
nilai tolerance > 0.10 (Ghozali: 2006).
d. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
Metode yang digunakan untuk mendeteksi heterokedastisitas
adalah menggunakan grafik plot antara nilai terikat (ZPRED) dengan
residunya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang teratur di dalam grafik
scatterplot antara SRESIS dengan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residunya. Jika ada pola
tertentu, maka mengindikasikan bahwa terjadi heterokedastisitas.
Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada pola tertentu, maka tidak terjadi
2. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dilakukan
beberapa uji signifikansi, yaitu uji koefisien determinasi, parsial, dan
simultan.
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit
dari model regresi, yakni seberapa jauh kemampuan model
menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2006). Nilai
koefisien determinasi dapat dilihat pada R Square. Jika nilai R Square
lebih besar dari 0.5, model dikatakan baik. Nilai R Square berkisar
antara 0 dan 1.
b. Uji Parsial (Uji T)
Menurut Suharyadi (2003), “uji parsial bertujuan untuk menguji
apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel
tidak bebas”. Suatu variabel akan berpengaruh nyata apabila t-hitung
lebih besar dari t-tabel (t-hitung > t-tabel) untuk α= 5%. Dan
sebaliknya variabel tidak berpengaruh apabila t-hitung lebih kecil dari
t-tabel (t-hitung < t-tabel) untuk α= 5%.
c. Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan (Uji F) dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas untuk dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel tidak bebas. Uji ini juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Penelitian
B. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik dengan menggunakan analisis persamaan regresi berganda, yakni
studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau
lebih variabel independen (bebas), yang bertujuan untuk mengestimasi
dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel
dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati,
2003 dalam Ghozali, 2006). Analisis data dimulai dengan mengolah data
mentah yang diperoleh dari
Excel. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan uji hipotesis
dengan menggunakan regresi berganda. Pengujian asumsi klasik dan regresi
berganda dilakukan dengan menggunakan sotware SPSS versi 17. Prosedur
pengujian dimulai dengan memasukkan data yang akan diuji ke dalam
program SPSS, yang kemudian akan menghasilkan output-output sesuai
dengan metode analisis yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun jumlah
perusahaan perbankan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, yang
dipilih berdasarkan metode purposive sampling (berdasarkan kriteria
tertentu), berjumlah 21 perusahaan untuk setiap tahunnya, atau 105
perusahaan selama lima tahun berturut-turut, yakni tahun 2006 sampai tahun
1. Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan data sekunder sampel perusahaan
perbankan yang diunduh dari website
diambil berupa laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan perbankan
setiap tahunnya, dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Penelitian ini
menggunakan manajemen laba (earnings management) yang selanjutnya
disebut EM sebagai variabel dependen (terikat) dan mekanisme corporate
governance yang diproksikan ke dalam komponen-komponen penyusunnya,
yakni proporsi kepemilikan institusional (institutional ownership) yang
selanjutnya disebut INSTOWN, ukuran dewan komisaris yang selanjutnya
disebut Size, proporsi dewan komisaris independen yang selanjutnya disebut
Prop, dan komite audit yang selanjutnya disebut Audit. Statistik deskriptif
dari variabel tersebut di atas dapat dilihat dari table 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel-variabel Selama Tahun 2006 sampai Tahun 2010
Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation
EM 105 8.84 -2.44 6.40 1.1368 1.15913
INSTOWN 105 .55 .00 .55 .2382 .15018
Size 105 9.00 2.00 11.00 5.3524 2.05211
Prop 105 .71 .29 1.00 .5393 .15483
Audit 105 .67 .00 .67 .3759 .13771
Valid N (listwise) 105
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 105, yang dapat dilihat dari nilai N. Berikut akan
dijelaskan perincian deskriptif statistik yang telah diolah:
a. Variabel manajemen laba (EM) memiliki nilai minimum -2.44 dan
maksimum 6.40 yang berarti bahwa perusahaan perbankan di
Indonesia masih melakukan tindakan manajemen laba baik dengan
cara menurunkan laba (nilai earnings management negatif) maupun
menaikkan laba (nilai earnings management positif) dengan
rata-rata manajemen laba sebesar 1.1368 dan jumlah sampel (N) adalah
105;
b. Variabel kepemilikan institusional (INSTOWN) memiliki nilai
minimum 0.00 yang menunjukkan bahwa masih ada perusahaan
perbankan yang belum menyertakan publik dalam kepemilikan
sahamnya dan maksimum 0.55 yang berarti proporsi kepemilikan
institusional dalam perbankan di Indonesia paling besar 55%
dengan rata-rata sebesar 0.2382 dan jumlah sampel (N) adalah 105;
c. Variabel ukuran dewan komisaris (size) memiliki nilai minimum
2.00 dan maksimum 11.00 yang berarti jumlah dewan komisaris
yang dimiliki perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI paling
sedikit dua orang dan paling banyak sebelas orang dengan rata-rata
sebesar 5.3524 dan jumlah sampel (N) adalah 105;
d. Variabel proporsi dewan komisaris independen (prop) memiliki
perusahaan perbankan Indonesia yang terdaftar di BEI yang
memiliki komisaris independen yang sangat kecil yakni hanya 29%
dari total anggota dewan komisaris, meskipun ada juga yang
memiliki komposisi dewan komisaris yang independen seluruhnya
dengan rata-rata sebesar 0.5393 dan jumlah sampel (N) adalah 105;
e. Variabel komite audit (audit) memiliki nilai minimum 0.00 dan
maksimum 0.67 yang menunjukkan bahwa masih ada perusahaan
perbankan Indonesia yang terdaftar di BEI yang belum memiliki
komite audit selama tahun pengamatan dengan rata-rata sebesar
0.3855 dan jumlah sampel (N) adalah 105.
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Penelitian ini menggunakan dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak, yakni dengan menggunakan analisis
grafik dan analisis statistik. Berikut adalah hasil analisis grafik variabel
pengganggu atau residual dalam model regresi berganda yang
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011 Gambar 4.2
Grafik Normal Plot
Grafik histogram dan grafik normal plot di atas menunjukkan
bahwa variabel pengganggu atau residualnya berdistribusi normal,
Dengan melihat tampilan grafik histogram di atas dapat disimpulkan
bahwa kurva histogramnya tidak menceng ke kiri maupun ke kanan.
Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di
sekitar garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam
Analisis statistik yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov
dengan pedoman sebagai berikut: 1) data dikatakan terdistribusi normal
jika nilai signifikansi atau Sig. atau probabilitas > 0.05, dan 2) data
dikatakan tidak terdistribusi normal jika nilai signifikansi atau Sig. atau
probabilitas < 0.05. Berikut adalah hasil pengujian menggunakan
analisis Kolmogorov Smirnov.
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.11722363
Most Extreme Differences Absolute .107
Positive .107
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z 1.097
Asymp. Sig. (2-tailed) .180
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa data dalam model regresi telah
terdistribusi secara normal yang dapat dilihat dari nilai signifikansinya
lebih besar dari 0.05, yakni 0.180.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang
digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian
ini adalah uji Durbin – Watson (DW Test). Hasil pengolahan data
adalah sebagai berikut:
a. Predictors: (Constant), Audit, ln_size, Prop, INSTOWN b. Dependent Variable: EM
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011
Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson
adalah 2.216. Nilai ini akan kemudian diuji berdasarkan ketentuan ada
tidaknya gejala autokorelasi, yakni jika nilai Durbin-Watson (D-W) ada
pada batas du (atas) dan 4-du (du < D-W < 4-du), model regresi tidak
mengalami gejala autokorelasi. Nilai signifikansi yang digunakan
adalah 5% dengan jumlah sampel 105 (n=105) dan jumlah variabel
independen sebanyak empat (k=4), maka dari tabel data statistik
Durbin-Watson diperoleh nilai batas bawah (dl) sebesar 1.679 dan nilai
batas atas (du) sebesar 1.758. Nilai D-W (2.216) berada di antara du
(1.758) dan 4-du (2.242) atau 1.758 < 2.216 < 2.242. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala
autokorelasi, sehingga pengujian dapat dilanjutkan.
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebasnya. Hal
ini dapat diketahui dengan melihat nilai tolerance dan VIF data yang
diolah. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut.
Tabel 4.5 Koefisien
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
INSTOWN .883 1.133
ln_size .985 1.015
Prop .890 1.124
Audit .979 1.022
a. Dependent variable: EM
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17, 2011
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas
dalam model regresi yang digunakan. Hal ini terlihat dari nilai
tolerancenya yang kurang dari 0.10. Nilai VIF juga menunjukkan hal
tersebut, bahwa tidak ada satupun variabel independennya yang
memiliki nilai VIF yang lebih besar dari 10. Tabel berikut akan
menguatkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas dalam model