FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN
KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013
TESIS
Oleh
RIADA MARENNY PASARIBU 117032103/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE INTEREST OF MOTHERS WHO HAVE CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN BUYING
MILK PRODUCT AT THE SUPERMARKET, PEMATANGSIANTAR, IN 2013
THESIS
BY
RIADA MARENNY PASARIBU 117032107/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN
KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIADA MARENNY PASARIBU 117032103/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Riada Marenny Pasaribu
Nomor Induk Mahasiswa : 117032103/IKM
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Ketua
) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT BELI PRODUK SUSU OLEH IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PASAR SWALAYAN
KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
ABSTRAK
Informasi nilai gizi yang benar pada produk susu balita sangat penting, mengingat kebutuhan balita untuk perkembangan fisik maupun mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam produk susu balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang mengonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya dapat memengaruhi keputusan ibu dalam membeli produk susu balita.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Jenis penelitian survei analitik. Sampel penelitian adalah seluruh pengunjung Swalayan Ramayana yang membeli produk susu balita yang jumlahnya 100 orang. Data tentang label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga serta minat beli susu diperoleh dengan melakukan penyebaran angket yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Data yang sudah
dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi linier berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa label gizi, pengetahuan, dan faktor keluarga berpengaruh terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Sementara faktor budaya tidak berpengaruh terhadap terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi minat beli.
Disarankan bagi pihak produsen susu balita agar memperhatikan label yang didesaign. Rancangan informasi yang tertuang dalam label berupa zat-zat gizi harus memperhatikan faktor pengetahuan dan faktor budaya. Produsen juga sebaiknya tidak memberi informasi kandungan zat gizi yang dapat menyesatkan para konsumen demi tujuan untuk pencapaian penjualan produk yang tinggi.
ABSTRACT
Correct information on the nutritional value of dairy milk product for children under five years old is very important, given the need for the children under five years old to physical and mental development. Less true that the information presented on the nutrition label within milk product for children under five years old can be a health problem for children under five years old who eat them. Errors in the provision information on nutrition label can certainly affect the mother’s decision to buy milk product for children under five years old.
The objective of the research was to know what factors which influenced the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. The type of the research was an analytic survey. The samples consisted of 100 people who visited the supermarket to buy milk product for children under five years old. The data on nutrition label, knowledge, cultural factor, family factor, and interest in buying milk were obtained by distributing questionnaires which had been arranged according to the expected objective of the research. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression
analysis at α=0.05.
The result of the research showed that nutrition label, knowledge, and family factor had influence on the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Meanwhile, cultural factor did not have any influence on the interest of mothers who had five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Knowledge was the most dominant factor which influenced the interest in buying milk.
It is recommended that the producer of milk for children under five years old pay attention to the designed labels. The information design attached on the label, the nutrients, should paid the attention to the factors of knowledge and culture. The producer should also not misinform about nutrients which will mislead consumers only for the sake of the high rate of the sale.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis. M.Kes dan Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku
penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran untuk mengarahkan
dan memberikan saran perbaikan pada penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
6. Pimpinan PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk yang telah berkenan memberikan
izin untuk melakukan penelitian di swalayan Ramayana Pematangsiantar dan
juga atas kesediaannya memberikan informasi pada saat penelitian.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa buat suamiku Drs. Hotlan Simangunsong, MM beserta
anak-anakku Refael Egana Simangunsong, Natasya Tabitha Simangunsong dan Varel
Yonathan Simangunsong yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan
berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.
10. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Administras Kebijakan Gizi
Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini
dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang
kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2013 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Hipotesis ... 11
1.5. Manfaat Penelitian ... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Perilaku Konsumen ... 12
2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen... 14
2.3. Minat Membeli ... 20
2.4. Label Gizi Produk Makanan Balita ... 23
2.5. Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan ... 33
2.6. Produk Makanan Balita ... 37
2.7. Hubungan Label Gizi pada Produk Makanan terhadap Minat Beli Konsumen ... 39
2.8. Teori Health Believe Model ... 43
2.9. Pasar Swalayan ... 46
2.10. Landasan Teori ... 47
2.11. Kerangka Konsep ... 49
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51
3.1. Rancangan Penelitian ... 51
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51
3.3. Populasi Dan Sampel ... 51
3.3.1. Populasi ... 51
3.3.2. Sampel ... 52
3.4.1. Metode Pengumpulan ... 53
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 54
3.5. Defenisi Operasional ... 55
3.5.1. Variabel Independen ... 55
3.5.2. Variabel Dependen ... 56
3.6. Metode Pengukuran ... 56
3.7. Metode Pengolahan Data ... 58
3.8. Metode Analisis ... 59
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 60
4.1.1. Gambaran Lingkungan Pasar Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 60
4.1.2. Produk Susu Balita yang Dijual di Pasar Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 61
4.2. Karakteristik Responden ... 64
4.3. Label Gizi Produk Susu Balita ... 65
4.4. Pengetahuan ... 68
4.5. Faktor Budaya ... 70
4.6. Faktor Keluarga ... 73
4.7. Minat Beli ... 75
4.8. Hubungan Label Gizi dengan Minat Beli ... 77
4.9. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Minat Beli ... 78
4.10. Hubungan Faktor Budaya dengan Minat Beli ... 78
4.11. Hubungan Keluarga dengan Minat Beli ... 79
4.12. Pengaruh Label Gizi, Faktor Pengetahuan, Faktor Budaya dan Faktor Keluarga terhadap Minat Beli Produk Susu Balita ... 80
BAB 5. PEMBAHASAN ... 82
5.1 Pengaruh Label Gizi, Pengetahuan, Faktor Budaya, dan Faktor Keluarga terhadap Minat Beli Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 82
5.2. Faktor yang Paling Dominan Memengaruhi Minat Beli Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 89
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
6.1. Kesimpulan ... 91
6.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Model Perilaku Pembeli ... 19
3.1. Skala Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 58
4.1. Daftar Susu Formula, Susu Kedelai dan Susu Sapi Susu Kaleng di Pasar Swalayan Ramayana Kota Pematangsiantar ... 62
4.2. Distribusi Karakteristik Responden Pengunjung Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 64
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Label Gizi Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 65
4.4. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Label Gizi Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 66
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan tentang Label Gizi dan Nilai Gizi pada Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 68
4.6. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Label Gizi dan Nilai Gizi Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 69
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya dalam Pemilihan Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 71
4.8. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Faktor Budaya dalam Pemilihan Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 71
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Keluarga dalam Pemilihan Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 73
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 75
4.12. Distribusi Jawaban Responden untuk Setiap Pertanyaan tentang Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 76
4.13. Hubungan Label Gizi dengan Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 77
4.14. Hubungan Pengetahuan tentang Label Gizi dan Nilai Gizi dengan Minat Beli di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 78
4.15. Hubungan Faktor Budaya dengan Minat Beli di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 79
4.16. Hubungan Faktor Keluarga dengan Minat Beli di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 80
4.17. Pengaruh Label Gizi, Faktor Pengetahuan, Faktor Budaya dan Faktor Keluarga terhadap Minat Beli Produk Susu Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar ... 81
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumen ... 14
2.2. Model Proses Pembelian Lima Tahap ... 21
2.3. Contoh Label Pada Produk Pangan ... 31
2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan ... 33
2.5. The Health Believe Model ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 98
2. Frequencies ... 104
3. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 121
4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 122
ABSTRAK
Informasi nilai gizi yang benar pada produk susu balita sangat penting, mengingat kebutuhan balita untuk perkembangan fisik maupun mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam produk susu balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang mengonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya dapat memengaruhi keputusan ibu dalam membeli produk susu balita.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Jenis penelitian survei analitik. Sampel penelitian adalah seluruh pengunjung Swalayan Ramayana yang membeli produk susu balita yang jumlahnya 100 orang. Data tentang label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga serta minat beli susu diperoleh dengan melakukan penyebaran angket yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Data yang sudah
dikumpulkan dianalisis dengan uji regresi linier berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa label gizi, pengetahuan, dan faktor keluarga berpengaruh terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Sementara faktor budaya tidak berpengaruh terhadap terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar. Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi minat beli.
Disarankan bagi pihak produsen susu balita agar memperhatikan label yang didesaign. Rancangan informasi yang tertuang dalam label berupa zat-zat gizi harus memperhatikan faktor pengetahuan dan faktor budaya. Produsen juga sebaiknya tidak memberi informasi kandungan zat gizi yang dapat menyesatkan para konsumen demi tujuan untuk pencapaian penjualan produk yang tinggi.
ABSTRACT
Correct information on the nutritional value of dairy milk product for children under five years old is very important, given the need for the children under five years old to physical and mental development. Less true that the information presented on the nutrition label within milk product for children under five years old can be a health problem for children under five years old who eat them. Errors in the provision information on nutrition label can certainly affect the mother’s decision to buy milk product for children under five years old.
The objective of the research was to know what factors which influenced the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. The type of the research was an analytic survey. The samples consisted of 100 people who visited the supermarket to buy milk product for children under five years old. The data on nutrition label, knowledge, cultural factor, family factor, and interest in buying milk were obtained by distributing questionnaires which had been arranged according to the expected objective of the research. The gathered data were analyzed by using multiple linear regression
analysis at α=0.05.
The result of the research showed that nutrition label, knowledge, and family factor had influence on the interest of mothers who had children under five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Meanwhile, cultural factor did not have any influence on the interest of mothers who had five years old in buying milk at the Supermarket, Pematangsiantar. Knowledge was the most dominant factor which influenced the interest in buying milk.
It is recommended that the producer of milk for children under five years old pay attention to the designed labels. The information design attached on the label, the nutrients, should paid the attention to the factors of knowledge and culture. The producer should also not misinform about nutrients which will mislead consumers only for the sake of the high rate of the sale.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Label merupakan bagian dari kemasan dan mengandung suatu informasi
tentang produk yang tercetak pada kemasan. Dalam label, konsumen dapat
menemukan informasi mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat
bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah yang bersangkutan; tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa,
klaim nutrisi terutama untuk produk kesehatan, petunjuk penggunaan, dan keterangan
lain untuk kondisi spesial dan cara penggunaan, serta keterangan tentang halal
(Abdurrachaman, 2004).
UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menerangkan
pengaturan pelabelan produk pangan tidak diatur secara spesifik. Pengaturan secara
lebih spesifiknya adalah PP No. 69 Tahun 1999. Sebelum PP tersebut lahir,
pengaturan pelabelan secara singkat ada dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang
pangan. Didalam pasal 1 (3) dari PP No. 69 Tahun 1999 ditentukan bahwa yang
dimaksud dengan label pangan adalah : setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian
kemasan pangan (Musanto, 2004).
Suatu perusahaan dapat selalu exist apabila produk yang dihasilkan senantiasa
banyak pertimbangan ketika ia memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap
produk tersebut. Untuk menuju ke arah tersebut, perusahaan harus mampu untuk
dapat menciptakan produk yang dapat memberikan respon dengan berbagai bentuk
kemasan yang dapat dituangkan dalam bentuk label sehingga mendorong konsumen
melakukan proses keputusan pembelian.
Penempelan label dalam produk makan sangat beragam diantaranya adalah
pelabelan nilai gizi yang menginformasikan tentang pemenuhan zat-zat gizi yang
terkandung dalam makanan tersebut yang pada umumnya menjadi pusat perhatian
pertama para konsumen. Berdasarkan penelitian Nani (2006) perhatian konsumen
yang terbanyak adalah pada informasi yang terkandung dalam label gizi pada
produk makanan balita. Hal ini disebutkan karena nilai gizi yang terkandung dalam
makanan balita yang dibelinya sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan
balita mereka.
Perusahaan susu saat ini semakin banyak yang menawarkan berbagai macam
produk susu dengan keunggulan-keunggulan yang berkaitan dengan nilai gizi di
setiap masing-masing produk. Persaingan antar produsen susu formula di kelas
premium terlihat semakin tinggi. Susu kelas premium merupakan susu untuk kelas
atas. Kelas premium yaitu susu yang memiliki komposisi gizi yang lengkap, seperti
mengandung AHA, DHA, nukleotida, lutein, dan harga susu kelas premium pun lebih
mahal dibandingkan harga susu untuk kelas bawah.
Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh International Food
saat akan membeli bahan pangan. Lebih dari 8 diantara 10 konsumen yang melihat
komposisi atau informasi zat gizi pada label, dimana 11% selalu melihat, 32% hampir
selalu melihat dan 40% terkadang melihat (Borra, 2006). Berdasarkan hasil survei
The Food and Drug ( FDA) 2005, 60-80% para konsumen di Amerika membaca label
produk pangan sebelum membeli makanan baru, sedangkan 30-40% konsumen
mengaku bahwa label produk pangan menjadi salah satu masukan bagi mereka dalam
membeli suatu produk pangan (Philipson, 2005).
Borra (2006) menyatakan bahwa pada riset yang dilakukan pada tahun 2003
oleh International Food Information Council (IFIC) menunjukkan bahwa konsumen
yang memutuskan membeli makanan balita terlebih dahulu membaca label gizi pada
makanan kemasan. Sebanyak 83% dari konsumen mengaku melihat informasi nilai
gizi pada label, dengan rincian 11% selalu melihat, 32% hampir selalu, 40% kadang
kadang. Hanya 13% yang menyatakan jarang melihat informasi dan 4% tidak pernah.
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa masyarakat saat ini sudah
lebih banyak membaca label dan konsumen semakin kritis dalam mencari dan
menggali informasi tentang produk yang akan digunakan.
Informasi nilai gizi yang benar pada produk makanan balita sangat penting,
mengingat kebutuhan balita yang sangat penting untuk perkembangan fisik maupun
mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam
sebuah produk makanan balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang
mengkonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya
dapat mempengaruhi keputusan ibu yang membeli produk makanan balita tersebut.
mencatumkan nilai kebutuhan asupan protein, vitamin dan nilai gizi lainnya yang
membuat persepsi ibu cukup tinggi untuk memutuskan membeli produk makanan
balita itu sendiri, sementara sebenarnya makanan balita tersebut tidak mengandung
nilai gizi yang telah dipersyaratkan.
Pencantuman informasi nilai gizi pada produk makanan balita dapat
mendominasi pertimbangan ibu dibandingkan dengan rasa produk serta memberikan
dampak lebih besar pada konsumen yang mementingkan nilai gizi dan keamanan
produk (Guthrie et al,2008). Pencantuman informasi gizi pada produk makanan balita
sebenarnya membentuk persepsi yang tinggi pada ibu untuk memutuskan membeli
makanan tersebut oleh karena hal ini berkaitan dengan kepedulian akan kesehatan
balitanya yang diharapkan akan membantu ibu dalam mempermudah pemenuhan
asupan nilai gizi yang dibutuhkan balitanya.
Penelitian Bower, Saadat, & Cathrerine (2003). menyimpulkan bahwa
intensitas ibu dalam membeli dan kemauan membayar produk makanan balita lebih
tidak lain karena pengaruh label gizi, yang membuat konsumen mempertimbangkan
dan memilih untuk membeli karena alasan kesehatan. Penelitian serupa yang
dilakukan oleh Ninda (2010) yang meneliti tentang pengaruh label terhadap minat
beli produk susu yang menunjukkan hasil bahwa faktor label gizi berpengaruh positif
terhadap faktor minat beli ibu balita.
Hadipranata (2009) menyebutkan bahwa minat beli diartikan sebagai
dorongan yang berasal dari dalam diri individu yang mampu membuat individu
melakukan tindakan pembelian, minat beli timbul karena adanya kebutuhan pribadi,
terhadap produk tersebut. Kebutuhan pribadi berupa kesehatan inilah yang membuat
konsumen menaruh perhatian pada produk dengan berusaha mencari informasi
tentang kualitas gizi yang ada pada label gizi. Pada penelitian Augusty (2006 )
menyebutkan bahwa orang yang intensif dalam mencari informasi mengenai suatu
produk tentunya akan berpengaruh terhadap minat pelanggan.
Permasalahan tentang nilai gizi yang sering dilontarkan oleh konsumen
khususnya konsumen yang membeli produk makanan balita adalah tentang
kandungan gizi kuantatif dan tanggal kadaluarsa. Mereka menyebutkan bahwa
mereka sering kecewa karena informasi nilai gizi yang terdapat dalam label makanan
balita sering menyatakan bahwa produk pangan 'mengandung X', yang artinya
memiliki kelebihan nilai gizi yang membuat persepsi ibu segera ingin memutuskan
untuk membeli makanan balita tersebut. Namun dalam kenyataan nilai gizi tersebut
belum diketahui bermakna atau tidak bermakna dalam pertumbuhan dan
perkembangan balita. Hal ini menunjukkan komunikasi yang terjadi dapat
menyesatkan dan hal ini berpengaruh pada tujuan perkembangan balita yang kurang
diharapkan.
Sebaiknya informasi gizi pada makanan balita sangat perlu diberikan kepada
konsumen sehingga konsumen bisa berhitung seberapa besar kontribusi produk
pangan balita tersebut pada perkembangan dan pertumbuhan balitanya secara
keseluruhan. Informasi gizi perlu diperbandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG), yaitu angka atau dosis keperluan akan zat gizi, terutama karbohidrat, protein,
Berdasarkan hasil pre survei yang dilakukan pada bulan November 2012 di
Ramayana Swalayan di Kota Pematangsiantar diperoleh hasil bahwa terjadi
peningkatan pembelian produk makanan balita dari tahun ke tahun. Merek terbanyak
yang digunakan adalah produk Nestle, dan Promina. Hal ini disebutkan ibu karena
produk tersebut merupakan merek yang dapat memenuhi pertimbangan keuangan
namun memiliki nilai gizi yang dianggap cukup baik. Pernyataan yang diisebutkan
ibu tersebut menunjukkan persepsi yang sangat kuat terhadap makanan balita
tersebut. Namun disisi lain kecenderungan membeli produk tersebut oleh karena
kebiasaan yang sudah diyakini pada satu merk yang sudah lama dipergunakan secara
turun temurun yang dirasakan memberi manfaat bagi balitanya. Namun demikian
pembelian makanan dengan harga yang cukup relatif mahal juga banyak dibeli ibu
seperti Milna, Sustagen dan Pediasure. Tingginya pembelian merk ini dengan
pertimbangan bahwa semakin mahal sebuah produk maka akan semakin tinggi nilai
gizi yang ada di dalamnya. Selain itu konsumen juga tertarik atas nilai-nilai gizi yang
tercantum di dalam kandungan nilai gizi yang ditawarkan serta kelebihan-kelebihan
nilai gizi yang tertera dalam label.
Keterangan yang diperoleh dari salah seorang karyawan yang ada di pasar
swalayan menyebutkan bahwa ada beberapa jenis produk makanan balita yang paling
laris dan dipercaya oleh konsumen sehingga penjualannya cukup tinggi. Namun
disebutkan juga bahwa ada beberapa produk makanan balita yang kurang digemari
bahkan penjualannya sangat rendah. Disebutkan bahwa biasanya produk makanan
balita yang kurang diminati tersebut adalah produk makanan balita yang masih baru
produk makanan yang sudah lama beredar namun kurang diminati mengingat
pengalaman banyak ibu bahwa kandungan gizi yang terdapat dalam produk tersebut
tidak membuktikan hasil yang dianggap nyata oleh ibu untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak balitanya. Walaupun banyak penelitian mengenai label gizi dan
adanya perkembangan mengenai ketertarikan dan tuntutan atas label makanan, namun
hanya terdapat sedikit informasi tentang cara konsumen menggunakan informasi pada
label dan bagaimana hal ini mempengaruhi pengetahuan nutrisi konsumen dan
pemilihan atas makanan.
Pada umumnya ibu-ibu yang berbelanja produk susu balita di Pasar Swalayan
Kota Pematangsiantar adalah ibu rumah tangga kelas menengah-atas. Pemilihan
berbelanja di Pasar Swalayan lebih disukai, karena pengemasan yang lebih baik,
sehingga barang yang bersifat mudah rusak dapat tahan lebih lama meski dengan
harga sedikit mahal. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 15 orang ibu yang
membeli produk susu balita, 4 orang diantaranya menyebutkan bahwa sebenarnya
mereka tidak terlalu percaya terhadap label. Para ibu hanya meyakini sebuah produk
susu yang dapat memberikan bukti pada pertumbuhan dan perkembangan balita
mereka. Ibu juga menyebutkan jika perkembangan dan pertumbuhan balitanya baik
dan berat badan balitanya tersebut meningkat setiap bulannya berarti produk makanan
yang dibeli mereka cocok bagi balitanya.
Beberapa ibu juga menyebutkan bahwa jika produk makanan balita tersebut
tidak membuat permasalahan kesehatan seperti balita tidak diare, tidak susah buang
air besar dan sering membuat balita rewel maka mereka akan tetap terus membeli
hal ini sebenarnya dapat disebutkan bahwa informasi nilai gizi yang terkandung
dalam makanan balita kurang mampu memberikan kepercayaan yang tinggi pada ibu.
Ada persepsi ibu yang muncul bahwa iklan terkadang dapat membohongi konsumen
dan akhirnya keputusan pembelian kembali kepada apa yang dirasakan ibu dalam
praktek kesehariannya dimana produk makanan balita tersebut dapat membantu ibu
dalam memenuhi keseimbangan asupan gizi yang dibutuhkan balitanya.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti di Pasar Swalayan Kota
Pematangsiantar pada ibu balita yang saling bertukar pendapat tentang nilai gizi yang
terkandung dalam sebuah produk susu menunjukkan bahwa sebenarnya ibu balita
sekarang ini sudah sangat peka terhadap nilai gizi yang ada dalam produk makanan
tersebut. Kedua ibu yang saling bertukar pendapat terlihat sangat teliti
membandingkan nilai gizi satu produk dengan produk susu lainnya. Satu persatu
kandungan nilai gizi yang ada diperbandingkan dan akhirnya mereka sepakat untuk
memutuskan mengambil sebuah produk yang diyakini mampu membantu ibu dalam
memenuhi kebutuhan gizi balita mereka. Ketika peneliti menanyai mengapa para ibu
sangat teliti dalam membandingkan nilai gizi tersebut, para ibu menjawab bahwa
mereka sangat perduli pada pertumbuhan dan perkembangan balita mereka. Jika salah
memilih makanan tentunya akan berpengaruh pada kesehatan balitanya dan tentunya
mereka akan sia-sia mengeluarkan uang untuk membeli produk tersebut. Ibu juga
menyebutkan bahwa mereka sering mendengar informasi di masyarakat bahwa
semakin tinggi kandungan sebuah zat gizi, maka akan semakin baik untuk
pertumbuhan dan perkembagan balita mereka. Oleh karena itu ibu cenderung memilih
Wawancara yang dilakukan peneliti pada 7 ibu lainnya menyebutkan bahwa
mereka percaya pada apa yang tertulis di label karena perusahaan pasti sudah
memperhatikan semuanya untuk memastikan keamanan konsumen. Namun,
mayoritas responden menyatakan bahwa penting untuk membaca label sebelum
membeli dan hanya 4 dari lima belas orang yang menyatakan tidak penting untuk
membaca label terlebih dahulu sebelum membeli.
Berdasarkan hasil observasi pada saat survei awal juga diketahui bahwa
ibu-ibu sering merasa kesulitan dalam pemilihan produk susu balita yang sesuai dengan
kebutuhan gizi balitanya meskipun informasi gizi pada susu tersebut sudah tersedia
dalam kemasannya. Berdasarkan hasil survei awal dengan melakukan wawancara
diketahui bahwa pada umumnya ibu-ibu merasa keterangan pada label susu balita
menjelaskan vitamin dan mineral dalam bahasa ilmiah. Kata-kata tersebut dirasa sulit
dimengerti oleh ibu-ibu yang bukan pada bidangnya, padahal ibu-ibu ingin
mengetahui informasi jenis gizi yang terkandung di dalamnya dan bahan-bahan apa
saja yang disertakan dalam produk susu balita tersebut.
Pengetahuan tentang kandungan gizi lainnya juga dirasakan perlu diketahui
agar pemenuhan gizi balita sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak terjadi
obesitas pada balita. Beberapa jenis susu formula memiliki kandungan protein dan
lemak yang terlalu tinggi, yang dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh bayi
dan memicu obesitas. Obesitas pada bayi gemuk ini malahan bisa memicu penyakit
jantung dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, penting untuk tidak
mengandalkan hanya pada pemberian susu formula dalam tumbuh kembang sang
asupan nutrisi setiap harinya. Sayangnya, tak semua orang teredukasi dengan baik
untuk memilih dan memilah susu dengan tepat. Terutama susu dengan gula tambahan
berkadar tinggi, yang menyebabkan kegemukan.
Berdasarkan hasil survei awal juga diketahui bahwa pemilihan terhadap salah
satu merk produk susu balita dikarenakan bahwa susu tersebut sudah digunakan sejak
beberapa generasi yang manfaatnya sudah mereka rasakan, sehingga hal tersebut
membuat mereka lebih fanatik terhadap satu merek susu balita karena mereka merasa
bahwa susu tersebut sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Gibson
(2004) tingkat kepercayaan atau keyakinan merupakan suatu pemikiran deskriptif
yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu, yang didasarkan atas pengetahuan,
dan opini yang dipengaruhi oleh rasa emosional atau unsur perasaan. Sikap ini dapat
menggambarkan penilaian yang baik maupun tidak baik (evaluasi), perasaan atau
kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek
atau ide (Kotler & Armstrong, 2001).
Hasil survei awal di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar juga diketahui
bahwa dengan banyaknya produk susu balita yang beredar saat ini menyebabkan
mereka menjadi bingung melakukan pilihan produk susu balita yang tepat. Sehingga
ibu-ibu sering meminta pendapat dari keluarga dan teman pada saat membeli suatu
produk susu balitanya.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa tertarik mengetahui
faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di
1.2Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut: faktor-faktor apa yang memengaruhi minat
beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.
1.3Tujuan Penelitin
Mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu
yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.
1.4Hipotesis
Ada pengaruh label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga
terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota
Pematangsiantar.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan, sebagai informasi dalam mengetahui tanggapan konsumen
mengenai label gizi yang ada pada produk makanan balita sehingga diketahui
penyebab keputusan membeli atau tidak membeli produknya. Hal ini dapat
dijadikan perencanaan labelisasi yang akan dibuat pada produknya mendatang.
2. Bagi konsumen, sebagai informasi tentang keputusan membeli produk makanan
balita berdasarkan kecukupan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang terkandung
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses
keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et all, 1994).
Sedangkan menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko ( 1997 ) perilaku konsumen
adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempengaruhi barang dan jasa, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan pada
persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.
Dengan adanya konsumen yang sangat beragam dalam usia, pendapatan dan
selera, maka sebagai pengusaha harus memahami perilaku konsumen yang beragam
agar dapat mengembangkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen. (Kotler ; 1994). Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan akhir yaitu membeli suatu produk, karena pada umumnya
manusia sangat rasional dan memanfaatkan secara sistematis informasi yang tersedia
untuk mereka (Engel, 1995).
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan mereka.
Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada keinginan
manusia untuk membeli suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Proses
hanya seluruh proses tidak selalu dilaksanakan seluruhnya oleh semua konsumen.
Ukuran-ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dan strategi untuk mendapatkan
kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan menentukan laba yang dapat
diraihnya. Sebuah faktor kunci adalah strategi penempatan kedudukan perusahaan
yang tepat di pasar akan membantu perusahaan untuk menarik minat konsumen
membeli produk yang ditawarkan. Sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya
hanya kalau memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dan mampu
memenuhinya dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Perusahaan harus
memahami betul siapa pasar sasarannya dan bagaimana perilaku mereka.
Perusahaan juga harus mampu melihat bagaimana cara untuk memuaskan
berbagai keinginan dan kebutuhan konsumen dari produk yang dipasarkan.
Perusahaan juga harus mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti: faktor
psikologis, faktor sosiologis dan faktor antropologis juga menentukan perilaku
seseorang untuk memakai produk tersebut. Sebuah alasan mengapa orang membeli
atau memakai produk tertentu ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
perusahaan dalam menentukan program pemasarannya.
Anoraga (2004) menyatakan bahwa minat beli konsumen ditunjukkan melalui
pencarian, pembelian, penggunaan, pengevaluasian dan penentuan produk atau jasa
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen,
sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan,
pendapat, sikap dan selera yang berbeda. Menurut Kotler (2005): faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi,
psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi
sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor
perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.
[image:33.612.109.531.339.575.2]
49
Gambar 2.1. Fakor–faktor yang Memengaruhi Konsumen
Sumber : Kotler, (2005)
Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari
lembaga-lembaga penting lainnya dari konsumen. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh Budaya Budaya Sub Budaya Kelas Sosial Sosial Kelompok Acuan Keluarga Peran dan Status Pribadi
paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Berkaitan dengan keberhasilan
sebuah produk dalam konsep pemasaran maka pemasar harus mengetahui peran yang
dimainkan dengan melihat beberapa aspek dari budaya seperti: pengetahuan tentang
nilai sebuah produk yang dipasarkan, kepercayaan yang ditimbulkan pada konsumen
agar iklan yang disampaikan benar-benar dapat memberi citra yang baik pada
konsumen, nilai seni dalam mengemas sebuah produk agar terlihat menarik, yang
diberlakukan jika informasi yang disampaikan dalam kemasan seperti label yang
tertera dalam makanan tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan, kebiasaan yang
terjadi dalam sekelompok masyarakat akan iklan sebuah produk seperti iklan gizi dan
informasi lainnya.
Kaitan faktor budaya dengan sebuah produk adalah bagaimana kemampuan
produsen melihat sistem nilai terpisah yang ada dalam masyarakat. Sistem nilai yang
ada dalam masyarakat yang dimaksudkan seperti nasionalitas, agama, kelompok ras,
dan wilayah geografis, masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para
anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang serupa. Beberapa
produk makanan biasanya menjadi sangat diminati oleh konsumen ketika produk
makanan tersebut mampu menyentuh nilai-nilai budaya yang ada pada daerah itu.
Selain faktor budaya, faktor kelas sosial juga sangat ditentukan oleh satu
faktor tunggal, yang terdapat dalam pribadi setiap konsumen seperti pendapatan,
tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan
dan variabel lain. Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Faktor pribadi lainnya yang
mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk yaitu karakteristik pribadi,
yaitu: 1). Umur dan tahap daur hidup yang membuat orang mengubah barang dan jasa
yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan
rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap
daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan
kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap
daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk
setiap tahap. 2). Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas
rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan
spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu. 3).
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang
peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi,
tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar
dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali
dan mengubah harga produknya. 4). Gaya hidup seseorang akan membentuk pola
kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja,
olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang
lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan
pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia. 5). Kepribadian
Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons
yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri.
Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri,
dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan
menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk
menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.
Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk
makanan adalah faktor psikologis seperti dimana ia tinggal dan hidup pada waktu
sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu
yang akan datang. Pilihan barang yang dibeli seseorang dipengaruhi oleh faktor
psikologi seperti : 1). Motivasi, para peneliti motivasi mengumulkan informasi dari
sekelompok konsumen untuk mengetahui motif yang lebih dalam untuk pilihan
produk-produk mereka dan telah mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang menarik
dan kadang-kadang aneh tentang apakah yang ada dibenak konsumen sehubungan
dengan pembelian tertentu. Meskipun kadang-kadang menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan aneh, riset motivasi tetap bermanfaat sebagai alat bagi para pemasar
untuk memahami perilaku konsumen secara lebih dalam. 2). Persepsi atau proses
yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan
informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang
termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi
oleh persepsinya mengenai situasi. Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari
Selektif; Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi
yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik
perhatian konsumen. b). Distorsi selektif; menguraikan kecenderungan orang untuk
mengintepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah
mereka yakini. c). Ingatan Selektif; Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal
yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat
informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan
selektif. 3). Pengetahuan; Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah
laku individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori
pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu
produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan
petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif.
4).Keyakinan dan sikap. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan
keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku
membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai
sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau
kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak. Pemasaran tertarik
pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik,
karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merk yang mempengaruhi tingkah
laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian,
pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengkoreksinya. Sikap menguraikan
yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran
mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau
menjauhinya.
Berdasarkan konsep perilaku konsumen yang diajukan oleh Shiffman dan
Kanuk (2000), serta Loudon dan Bitta (1993), menunjukkan bahwa terdapat dua
elemen penting perilaku konsumen, yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan
elemen kegiatan secara fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan individu dalam
menilai, mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli
barang dan jasa adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Jadi
perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi oleh
konsumen saja, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaan dan dalam kondisi macam
[image:38.612.114.527.472.581.2]apa produk dan jasa yang dibeli.
Tabel 2.1. Model Perilaku Pembeli Stimulus Pemasaran Stimulus Lainnya Karakteristik Pembeli Proses Keputusan Pembeli Keputusan Pembeli Produk Harga Distribusi Promosi Ekonomi Teknologi Politik Budaya Budaya Sosial Pribadi Psikologi Pengenalan masalah Pencarian informasi Keputusan pembeli Perilaku Pembeli Pilihan produk Pilihan merek Pilihan pemasok Penentuan saat pembelian Jumlah pembelian
Sumber : Phillip Kotler dan Sweet Hoong Ang, et.all. Manajemen Persfektif Asia. Buku 1. 2002. Hal.222.
Menurut Kotler dan Armstrong (1996) terdapat dua faktor dasar yang
mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi
merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada
sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang
dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah
laku. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi,
sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam
perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku
manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.
2.3 Minat Membeli
Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh multi faktor termasuk ciri-ciri
kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan
menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut
Kotler (2001) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk
melakukan pembelian
Pengertian minat beli, menurut Kotler & Armstrong (2001) adalah tahap
dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli.
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung
terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam
Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap
Sumber : Philip Kotler dan AB. Susanto, Pemasaran di Indonesia, (1999: 251)
Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap
dalam melakukan pembelian. Kelima tahap di atas tidak selalu terjadi, khususnya
dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian.
Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.
a. Pengenalan Masalah
Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli
menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang
diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri
pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normal adalah haus dan lapar akan
meningkat hingga mencapai suatu ambang rangsang dan berubah menjadi
suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Seseorang telah
belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek
yang diketahui akan memuaskan dorongan itu.
b. Pencarian Informasi
Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari
informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari
informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya
informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan Pengenalan
Kebutuhan
Perilaku setelah pembelian Keputusan
Pembelian Evaluasi
Alternatif Pencarian
kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah
kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan
situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal.
c. Evaluasi Alternatif
Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya
tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen
mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai
produk merek dan keputusan untuk membeli.
d. Keputusan Pembelian
Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam
menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif
yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan
dibeli.
e. Perilaku setelah Pembelian
Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang
diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut
menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya
bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk
membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat.
Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu
pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru
saja membeli produknya
2.4 Label Gizi Produk Makanan Balita
Angipora (2002) mendefinisikan bahwa label merupakan suatu bagian dari
sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya.
Sementara Gitosudarmo (2004) menyatakan bahwa label adalah bagian dari sebuah
produk yang berupa keterangan atau penjelasan mengenai barang tersebut atau
penjualnya. Lebih daripada itu Staton dan Lamarto (2004) menyatakan bahwa label
merupakan ciri lain dari produk yang perlu diperhatikan..
Berdasarkan beberapa defenisi yang diuraikan di atas label merupakan suatu
display dengan tulisan, cetakan ataupun grafik yang menunjukkan kepada isi dari
suatu benda yang dijadikan alat informasi kepada para konsumen tentang produk
yang dibuatnya. Sementara defenisi label gizi merupakan informasi nilai gizi
diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak
terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di
dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen
berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam
produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding
produk lainnya yang telah ditetapkan.
Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan
memerlukan pengendalian asupan zat gizi. Misalnya balita yang kegemukan dapat
mengatur jumlah asupan kalori dengan memperhatikan jumlah energi yang tercantum
dalam label (BPOM, 2009).
Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label dan iklan
maknanan balita adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen / ibu balita
tentang hal yang berkaitan dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan balitanya.
Informasi penting yang umum disampaikan melalui label dan iklan tersebut antara
lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat,
kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan
sebagainya (Hariyadi, 2005).
Menurut BPOM (2005) pelabelan pada produk makanan khusunya makanan
balita dapat berfungsi melindungi konsumen/ibu dari peredaran dan penggunaan
pangan fungsional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. Ada
beberapa panduan penggunaan nutrition claims dalam menjaga mutu yang telah
ditetapkan oleh WHO, yaitu : Nutrition claims harus konsisten terhadap kebijakan
nutrisi alami dan mendukung kebijakan tersebut.
Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan
harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan
sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara
tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun
dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan
Informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam
melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan
dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang
sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang
terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk
tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.
Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan
oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang
memerlukan pengendalian asupan zat gizi.
Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label adalah
untuk memberikan pendidikan kepada konsumen tentang hal yang berkaitan dengan
pangan. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label tersebut antara lain
berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan
gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya
(Hariyadi, 2005).
Pedoman pelabelan gizi dimaksudkan sebagai acuan bagi para produsen,
aparat pemerintah, konsumen, dan anggota masyarakat lainnya untuk mengetahui dan
memahami tentang informasi Nilai Gizi. Pada label produk makanan balita harus
dijelaskan tentang nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi
bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun
dengan nutrition claims, dimana kandungan gizi dalam suatu produk pangan akan
berpengaruh terhadap nutrition claims.
Mengingat label gizi adalah alat penyampai informasi yang berkaitan dengan
kandungan nilai gizi dalam sebuah makanan, sudah selayaknya informasi yang
termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja,
mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia
untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang
mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi
“rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.
Label gizi dalam makanan kemasan harus disertai pernyataan mengandung
vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib
ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan
keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007).
Daftar nutrisi yang terdapat dalam label gizi juga harus mencantumkan
takaran sajian, gram protein, karbohidrat, dan lemak per sajian, dan persentasinya
yang sesuai dengan aturan dari US RDA (Recomended Dietary Allowance) atau
Angka Kecukupan Gizi berdasarkan diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C,
Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA
menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label
Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih
bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka persentase kandungan
bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label
berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan
konsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara memberikan informasi yang tepat
dengan kebutuhan konsumen, dan membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan
mudah dibaca (Blanchfield, 2000).
Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan
mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim
Kesehatan Produk terbagi menjadi 2 yakni :
1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan,
atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi
tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan
karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri
dari :
a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat
keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan Contoh:
‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’.
b. Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat
keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk
2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan, menyarankan,
atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan
produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari:
a. Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis
zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh.
Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi X untuk tubuh
dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan
perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan
nutrisi A).
b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang
menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam
konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau
aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi
positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk
menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A
(disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau
memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan
kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A.
c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang
berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan,
dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk mengurangi
dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung
nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D.
Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan
sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi
resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B.
Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan
harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan
sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara
tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun
dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan
panduan nutrition labeling.
Adapun ketentuan pencantuman informasi nilai gizi adalah sebagai berikut :
1. Informasi yang wajib dicantumkan :
Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu
kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuia untuk produk pangan
tersebut. Ukuran rumah tangga meliputi antara lain sendok teh, sendok makan,
sendok takar, gelas, botol, kaleng, sachet, keping, buah, biji, potong, iris dan harus
diikuti dengan jumlah dalam satuan metric (mg, g, ml). Jumlah saji per kemasan
menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan.
Catatan kaki merupakan informasi yang menerangkan bahwa persentase AKG
2000 kkal. Catatan kaki tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi
anak berusia 6-24 bulan dan pangan yang ditujukan bagi anak berusia 2-5 tahun.
2. Zat gizi yang diwajibkan dicantumkan :
a. Energi total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
b. Lemak total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
c. Protein, dinyatakan dalam gram dan presentase
d. Karbohidrat total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.
e. Natrium, dinyatakan dalam mg dan presentase AKG.
3. Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. Sejumlah zat gizi
wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa
kondisi berikut :
a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau
b. Zat gizi tersebut dipersyaratkan untuk ditambah atau difortifikasi pada
pangan
c. Pangan yang bersangkutan memuat klaim yang berkenaan dengan zat gizi
tersebut. Beberapa zat gizi tersebut antara lain : energi dari lemak, lemak
jenuh, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat
besi.
4. Zat gizi lain yang dapat dicantumkan (sukarela). Beberapa zat gizi tidak wajib
dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi, namun jika akan dicantumkan, maka
harus memenuhi ketentuan antara lain : energi dari lemak jenuh, kalium, serat
5. Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan meliputi antara lain bentuk,
susunan informasi dan cara pencantuman.
(BPOM, 2009).
Perhitungan jumlah zat gizi yang terdapat dalam label gizi dapat
memperkirakan jumlah zat gizi yang akan dan telah masuk ke dalam tubuh kita dalam
sehari, sehingga kita bisa mengetahui apakah kita kekurangan atau kelebihan suatu
zat gizi tertentu. Dan tentu saja, dengan mengetahui jumlah zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh, kita bisa merencanakan pengaturan makanan terhadap tubuh kita.
Misalnya kita ingin mengurangi berat badan, tentu saja kita dapat mengurangi porsi
makanan, dan sebaliknya apabila kita ingin menambah berat badan, kita menambah
konsumsi makan kita. Intinya energi yang masuk harus sama dengan energi yang
[image:50.612.197.442.443.672.2]keluar. Contoh label pada produk pangan adalah sebagai berikut :
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai gizi yang ada pe 100 gr (3,5oz)
terdiri dari 8 komponen pemenuhan gizi. Berdasarkan informasi yang ditampilkan
diketahui bahwa energi per satuan nya sebanyak 1,598 Kj. Artinya di dalam produk
makanan ini cukup tinggi kalori yang dikandungnya. Disebutkan juga bahwa produk
makanan ini sangat baik bagi konsumen yang membutuhkan diet serat yang baik
untuk pencernaan.
Jika dibandingkan dengan label gizi pada produk minuman pada gambar di
bawah ini menunjukkan perbandingan nilai kalori yang hampir sama antara minuman
susu Frisian flag dengan minuman cocacola. Hal ini mendeskripsikan bahwa
walaupun produk susu tapi nilai kalorinya lebih rendah. Hal ini memberitahu pada
masyarakat bahwa persepsi yang selama ini menyatakan susu dapat menggemukkan
dapat terpudarkan. Konsumen juga dapat melihat bahwa fungsi ke dua produk ini
dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi tertentu dimana mungkin produk
minuman susu dapat dipergunakan pada saat beraktifitas tinggi karena kalori yang
Gambar 2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan
2.5Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan
Perilaku membaca label informasi nilai gizi produk makanan balita adalah
sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13
pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang dibuat dalam Kongres Gizi
Internasional di Roma pada tahun 1992 untuk menghasilkan kualitas sumberdaya
manusia yang andal (G. Sianturi, 2002).
Pembacaan label informasi zat gizi diasumsikan sebagai aktivitas konsumen
dalam pencarian informasi seperti yang tertera pada kemasan produk pangan
melihat sebagai usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk
kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam
membeli produk makanan (Zahara,2009).
Pembacaan label gizi merupakan acuan atau suatu bentuk usaha dalam
pencarian untuk mendapatkan informasi mengenai produk makanan yang diharapkan
dapat membawa keuntungan bagi si pembaca. Dalam usaha pencarian tersebut,
konsumen akhirnya akan membaca label informasi yang tertera pada kemasan
makanan untuk kemudian mencerna informasi yang ada.
Dalam membaca label makanan biasanya bagian pertama yang bisa dilihat
adalah takaran saji dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi
jumlah asupan kalori dan semua nutrisi yang tercantum pada label. Pada contoh di
atas, takaran saji yang tercantum adalah satu sachet. Hal ini berarti nutrisi yang
dikonsumsi sesuai dengan yang tercantum. Apabila kita mengkonsumsi dua sachet,