• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et all, 1994). Sedangkan menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko ( 1997 ) perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempengaruhi barang dan jasa, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.

Dengan adanya konsumen yang sangat beragam dalam usia, pendapatan dan selera, maka sebagai pengusaha harus memahami perilaku konsumen yang beragam agar dapat mengembangkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. (Kotler ; 1994). Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan akhir yaitu membeli suatu produk, karena pada umumnya manusia sangat rasional dan memanfaatkan secara sistematis informasi yang tersedia untuk mereka (Engel, 1995).

(2)

hanya seluruh proses tidak selalu dilaksanakan seluruhnya oleh semua konsumen. Ukuran-ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dan strategi untuk mendapatkan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan menentukan laba yang dapat diraihnya. Sebuah faktor kunci adalah strategi penempatan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan membantu perusahaan untuk menarik minat konsumen membeli produk yang ditawarkan. Sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya hanya kalau memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dan mampu memenuhinya dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Perusahaan harus memahami betul siapa pasar sasarannya dan bagaimana perilaku mereka.

Perusahaan juga harus mampu melihat bagaimana cara untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan konsumen dari produk yang dipasarkan. Perusahaan juga harus mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti: faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor antropologis juga menentukan perilaku seseorang untuk memakai produk tersebut. Sebuah alasan mengapa orang membeli atau memakai produk tertentu ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan program pemasarannya.

(3)

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda. Menurut Kotler (2005): faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.

49

Gambar 2.1. Fakor–faktor yang Memengaruhi Konsumen Sumber : Kotler, (2005)

Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya dari konsumen. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh

(4)

paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Berkaitan dengan keberhasilan sebuah produk dalam konsep pemasaran maka pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan dengan melihat beberapa aspek dari budaya seperti: pengetahuan tentang nilai sebuah produk yang dipasarkan, kepercayaan yang ditimbulkan pada konsumen agar iklan yang disampaikan benar-benar dapat memberi citra yang baik pada konsumen, nilai seni dalam mengemas sebuah produk agar terlihat menarik, yang diberlakukan jika informasi yang disampaikan dalam kemasan seperti label yang tertera dalam makanan tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan, kebiasaan yang terjadi dalam sekelompok masyarakat akan iklan sebuah produk seperti iklan gizi dan informasi lainnya.

(5)
(6)
(7)
(8)

yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.

Berdasarkan konsep perilaku konsumen yang diajukan oleh Shiffman dan Kanuk (2000), serta Loudon dan Bitta (1993), menunjukkan bahwa terdapat dua elemen penting perilaku konsumen, yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan elemen kegiatan secara fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli barang dan jasa adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Jadi perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi oleh konsumen saja, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaan dan dalam kondisi macam apa produk dan jasa yang dibeli.

Tabel 2.1. Model Perilaku Pembeli

Stimulus

Sumber : Phillip Kotler dan Sweet Hoong Ang, et.all. Manajemen Persfektif Asia. Buku 1. 2002. Hal.222.

(9)

kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

2.3 Minat Membeli

Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh multi faktor termasuk ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler (2001) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian

Pengertian minat beli, menurut Kotler & Armstrong (2001) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.

(10)

Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap

Sumber : Philip Kotler dan AB. Susanto, Pemasaran di Indonesia, (1999: 251)

Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap di atas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.

a. Pengenalan Masalah

Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normal adalah haus dan lapar akan meningkat hingga mencapai suatu ambang rangsang dan berubah menjadi suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Seseorang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akan memuaskan dorongan itu.

b. Pencarian Informasi

Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan

(11)

kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal. c. Evaluasi Alternatif

Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli.

d. Keputusan Pembelian

Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli.

e. Perilaku setelah Pembelian

(12)

pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya

2.4 Label Gizi Produk Makanan Balita

Angipora (2002) mendefinisikan bahwa label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya. Sementara Gitosudarmo (2004) menyatakan bahwa label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. Lebih daripada itu Staton dan Lamarto (2004) menyatakan bahwa label merupakan ciri lain dari produk yang perlu diperhatikan..

Berdasarkan beberapa defenisi yang diuraikan di atas label merupakan suatu display dengan tulisan, cetakan ataupun grafik yang menunjukkan kepada isi dari suatu benda yang dijadikan alat informasi kepada para konsumen tentang produk yang dibuatnya. Sementara defenisi label gizi merupakan informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

(13)

memerlukan pengendalian asupan zat gizi. Misalnya balita yang kegemukan dapat mengatur jumlah asupan kalori dengan memperhatikan jumlah energi yang tercantum dalam label (BPOM, 2009).

Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label dan iklan maknanan balita adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen / ibu balita tentang hal yang berkaitan dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan balitanya. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label dan iklan tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

Menurut BPOM (2005) pelabelan pada produk makanan khusunya makanan balita dapat berfungsi melindungi konsumen/ibu dari peredaran dan penggunaan pangan fungsional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. Ada beberapa panduan penggunaan nutrition claims dalam menjaga mutu yang telah ditetapkan oleh WHO, yaitu : Nutrition claims harus konsisten terhadap kebijakan nutrisi alami dan mendukung kebijakan tersebut.

(14)

Informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang memerlukan pengendalian asupan zat gizi.

Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen tentang hal yang berkaitan dengan pangan. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

(15)

dengan nutrition claims, dimana kandungan gizi dalam suatu produk pangan akan berpengaruh terhadap nutrition claims.

Mengingat label gizi adalah alat penyampai informasi yang berkaitan dengan kandungan nilai gizi dalam sebuah makanan, sudah selayaknya informasi yang termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi “rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.

Label gizi dalam makanan kemasan harus disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007).

(16)

Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka persentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan konsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000).

Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim Kesehatan Produk terbagi menjadi 2 yakni :

1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari :

a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan Contoh: ‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’.

(17)

2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari:

a. Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh. Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).

b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A.

(18)

dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B.

Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan panduan nutrition labeling.

Adapun ketentuan pencantuman informasi nilai gizi adalah sebagai berikut : 1. Informasi yang wajib dicantumkan :

Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuia untuk produk pangan tersebut. Ukuran rumah tangga meliputi antara lain sendok teh, sendok makan, sendok takar, gelas, botol, kaleng, sachet, keping, buah, biji, potong, iris dan harus diikuti dengan jumlah dalam satuan metric (mg, g, ml). Jumlah saji per kemasan menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan.

(19)

2000 kkal. Catatan kaki tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi anak berusia 6-24 bulan dan pangan yang ditujukan bagi anak berusia 2-5 tahun. 2. Zat gizi yang diwajibkan dicantumkan :

a. Energi total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. b. Lemak total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. c. Protein, dinyatakan dalam gram dan presentase

d. Karbohidrat total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG. e. Natrium, dinyatakan dalam mg dan presentase AKG.

3. Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau b. Zat gizi tersebut dipersyaratkan untuk ditambah atau difortifikasi pada

pangan

c. Pangan yang bersangkutan memuat klaim yang berkenaan dengan zat gizi tersebut. Beberapa zat gizi tersebut antara lain : energi dari lemak, lemak jenuh, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi.

(20)

5. Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan meliputi antara lain bentuk, susunan informasi dan cara pencantuman.

(BPOM, 2009).

Perhitungan jumlah zat gizi yang terdapat dalam label gizi dapat memperkirakan jumlah zat gizi yang akan dan telah masuk ke dalam tubuh kita dalam sehari, sehingga kita bisa mengetahui apakah kita kekurangan atau kelebihan suatu zat gizi tertentu. Dan tentu saja, dengan mengetahui jumlah zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, kita bisa merencanakan pengaturan makanan terhadap tubuh kita. Misalnya kita ingin mengurangi berat badan, tentu saja kita dapat mengurangi porsi makanan, dan sebaliknya apabila kita ingin menambah berat badan, kita menambah konsumsi makan kita. Intinya energi yang masuk harus sama dengan energi yang keluar. Contoh label pada produk pangan adalah sebagai berikut :

(21)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai gizi yang ada pe 100 gr (3,5oz) terdiri dari 8 komponen pemenuhan gizi. Berdasarkan informasi yang ditampilkan diketahui bahwa energi per satuan nya sebanyak 1,598 Kj. Artinya di dalam produk makanan ini cukup tinggi kalori yang dikandungnya. Disebutkan juga bahwa produk makanan ini sangat baik bagi konsumen yang membutuhkan diet serat yang baik untuk pencernaan.

(22)

Gambar 2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan

2.5Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan

Perilaku membaca label informasi nilai gizi produk makanan balita adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13 pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang dibuat dalam Kongres Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992 untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia yang andal (G. Sianturi, 2002).

(23)

melihat sebagai usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam membeli produk makanan (Zahara,2009).

Pembacaan label gizi merupakan acuan atau suatu bentuk usaha dalam pencarian untuk mendapatkan informasi mengenai produk makanan yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi si pembaca. Dalam usaha pencarian tersebut, konsumen akhirnya akan membaca label informasi yang tertera pada kemasan makanan untuk kemudian mencerna informasi yang ada.

Dalam membaca label makanan biasanya bagian pertama yang bisa dilihat adalah takaran saji dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi jumlah asupan kalori dan semua nutrisi yang tercantum pada label. Pada contoh di atas, takaran saji yang tercantum adalah satu sachet. Hal ini berarti nutrisi yang dikonsumsi sesuai dengan yang tercantum. Apabila kita mengkonsumsi dua sachet, maka jumlah nutrisinya dikalikan dua. Hal penting lainnya adalah pembacaan nilai kalori angka yang tertera pada produk makanan tersebut. Kalori adalah jumlah energi yang didapat dengan mengkonsumsi satu takaran saji.

(24)

Angka yang ditunjukkan dalam kolom %AKG dapat menjadi acuan seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam sehari. %AKG ini berdasarkan pada diet 2000 kalori per hari. Apa arti dari angka-angka tersebut? Setiap angka berdasarkan pada 100% kebutuhan masing-masing nutrisi dalam satu hari (untuk diet 2000 kalori). Dengan ini, kita dapat mengetahui seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam satu hari. Rentang persentasenya adalah sebagai berikut: 1) Rendah: 5% atau kurang, 2) Tinggi: 20% atau lebih

Kegunaan persentase Angka Kecukupan Gizi dapat digunakan sebagai perbandingan antara satu produk dengan produk lainnya yang masih satu kategori. Apabila takaran saji yang tercantum sama, maka kita dapat dengan mudah mengidentifikasi produk mana yang memiliki nutrisi yang tinggi atau rendah. Selain itu informasi yang terdapat dalam label gizi dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam menghitung alokasi makanan dalam satu hari.

(25)

persentase paling besar yaitu 34% (Mahgoub, Lesoli, dan Gobotswang, 2007 dalam Zahara 2009).

Menurut Asmaiyar (2004), penelitian mengenai kepatuhan konsumen membaca label produk pangan juga masih jarang. Penelitian Asmaiyar (2004) pada konsumen di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan menemukan bahwa tingkat kepatuhan membaca label produk pangan masih cukup rendah yaitu 45% dari 120 konsumen sebagai responden. Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai konsumennya dan keterampilan khusus untuk menganalisis dan menginterpretasikan informasi. Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perilaku konsumen sebagai bidang studi spesifik dalam pemasaran. Secara sederhana, istilah perilaku konsumen mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa. Pada hakikatnya, lingkup studi perilaku konsumen meliputi sejumlah aspek krusial.

Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa “perilaku konsumen dalam membaca label gizi pada produk makanan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan gagasan”. Hal ini didukung oleh Setiadi (2003) yang menyatakan bahwa “ perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.”

(26)

yang membeli produk untuk konsumsi personal. Dari beberapa pengertian perilaku konsumen yang diberikan oleh para ahli pemasaran, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan pengamatan pada variabel-variabel seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana konsumen, mengevaluasi alternatif dan apa yang dirasakan konsumen tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi dalam memahami perilaku konsumen, namun bagi perusahaan sudah merupakan keharusan untuk memahami perilaku konsumennya sehingga dengan demikian perusahaan dapat menetapkan kegiatan pemasarannya secara lebih tepat.

2.6 Produk Makanan Balita

Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi (Moertjipto, 2003). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).

(27)

Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

Makanan kemasan merupakan suatu bahan makanan yang dikemas untuk mempermudah pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Makanan kemasan harus memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai penggunaannya, terlebih dalam bisnis makanan, karena tidak sedikit penjual makanan yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan (Koswara, 2006).

(28)

makanan kemasan dapat dilihat dari nilai gizi yang terkandung dalam label gizi yang disajikan pada sampul kemasan makanan. Kebanyakan label gizi pada produk makanan menyajikan kelebihan-kelebihan dan kebutuhan nilai gizi seimbang yang baik untuk dikonsumsi. (Suyitno, 2000).

2.7 Hubungan Label Gizi pada Produk Makanan terhadap Minat Beli Konsumen

Menurut Engel, dkk (2004), proses keputusan konsumen membeli produk seperti produk makanan dapat dipengaruhi oleh label yang terdapat dalam produk tersebut. Contoh saja label gizi yang ada pada kemasan dapat membuat konsumen membeli atau tidak membeli produk makanan tersebut. Bagi konsumen, proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting karena dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan.

Minat Pembelian menurut Belch dan Belch (2007 ) adalah menyesuaikan motif pembelian dengan atribut dan karakter dari merek (termasuk didalamnya, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan integrasi. Konsumen memiliki lima sub-keputusan sebelum menentukan pembelian, yaitu brand, dealer, quantitiy, timing, dan cara pembayaran.

(29)

balitanya, maka ia akan mempertimbangkan nilai-nilai gizi yang dibutuhkan oleh balitanya yang dapat diperolehnya dari informasi yang disampaikan pada label gizi. Seorang ibu akan meninggalkan produk makanan balita jika dia merasa bahwa produk yang ditawarkan padanya tidak memberi manfaat dan dianggap merugikan baginya.

Persepsi yang melekat secara positif bagi konsumen yang membeli produk makanan tertentu akan tetap mengingat dan akan memberitahukannya kepada yang lain dan akhirnya dapat juga mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen lainnya. Oleh karena itu sebaiknya desain yang ditampilkan dalam kemasan produk makanan memberi kepastian dan keyakinan pada konsumen demi pemuasan pelanggan.

Selanjutnya Kotler (2005) juga menyatatakan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat dalam diri individu. Berdasarkan hal ini sebaiknya produsen mampu membaca pengguna produk dipasaran dengan berbagai macam tingkatan dan kebutuhannya. Hal ini perlu karena masing-masing kelompok manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri dan ini berpengaruh pada proses pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

(30)

menilai setiap jenis iklan yang terpampang dalam produk tersebut termasuk label gizi yang ada.

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan yakni : situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini orang akan hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Informasi tersebut bisa bersumber dari pribadi (keluarga, teman, tetangga), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, dan lain-lain) dan sumber umum (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen), serta sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk).

Dalam memproses informasi tentang pilihan merk untuk membuat keputusan akhir konsumen, tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

(31)

membeli merk yang paling disukai. Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.

Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Derajat kepentingan kepuasan pasca pembelian menunjukkan bahwa para penjual harus menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa penjual bahkan mungkin menyatakan level kinerja yang lebih rendah sehingga konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi daripada yang diharapkannya. Pembelian untuk produk yang digunakan setiap hari melibatkan lebih sedikit keputusan dan pertimbangan (Kotler dan Keller, 2006)

(32)

persepsi konsumen lain. Selanjutnya informasi yang telah diperoleh digabungkan dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Semua input berupa informasi tersebut membawa konsumen pada tahap dimana dia mengevaluasi setiap pilihan dan mendapatkan keputusan terbaik yang memuaskan dari perspektif dia sendiri. Tahapan terakhir adalah tahap di mana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk.

2.8 Teori Health Believe Model

Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan kepercayaan individu. HBM pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh para psikolog sosial Hochbaum, Rosentock dan kegels yang bekerja di Pelayanan Kesehatan Umum Amerikat Serikat. Model ini di kembangkan sebagai jawaban terhadap kegagalan penanganan tuberkulosis (TB) program kesehatan gratis. Sejak itu, HBM kemudian disesuaikan untuk mengeksplorasi berbagai program kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.

(33)

Dalam mengambil keputusan setiap individu memiliki persepsi sendiri dari adanya kemungkinan mengalami kondisi yang membingungkan yang akan mempengaruhi keputusannya. Setiap individu juga memiliki persepsi yang bervariasi tentang kerentanan terhadap penyakit atau suatu kondisi. Mereka yang memiliki persepsi yang rendah akan menyangkal dan akhirnya meninggalkan objek yang dipikirkannya.

Persepsi yang mengacu pada keyakinan seseorang mengenai efek suatu produk makanan terhadap kesehatandapat juga muncul dari sudut pandang yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya. Misalnya dalam pembelian sebuah produk makanan individu menyertakan beban emosi dan keuangan untuk memutuskan apakah suatu produk dibeli atau tidak. Contoh lainnya seorang individu mungkin akan meninggalkan produk akibat membaca label gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhannya atau dianggap masih kurang untuk pemenuhan kepusannya.

Pengambilan keputusan berdasarkan model kepercayaan (Health belief Model) didasarkan pada kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan, adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku dan perilaku itu sendiri.

(34)

memperkecil kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.

(35)

The Health Belief Model

Individual Perceptions Modifying Factors Likelihood of Action

Gambar. 2.5. The Health Believe Model

2.9 Pasar Swalayan

Pasar swalayan adalah sebuah hari. Kata yang secara barang kebutuhan sehari hari. Seperti bahan makanan, minuman, dan barang kebutuhan seperti tissue dan lain sebagainya.

Selain supermarket dikenal pula minimarket, supermarket dan hypermarket. Perbedaan istilah tersebut adalah di format, ukuran dan fasilitas yang diberikan.

(36)

Contohnya: minimarket berukuran kecil (100m2 s/d 999m2) supermarket berukuran sedang (1.000m2 s/d 4.999m2) hypermarket berukuran besar (5.000m2 ke atas).

2.10 Landasan Teori

Berbagai kegiatan penyampaian informasi melalui tanda seperti sebuah label dilakukan produsen dengan tujuan agar dapat mendorong minat pembelian masyarakat terhadap suatu produk, sehingga akan meningkatkan jumlah penjualan. .

Desain label khususnya label gizi merupakan salah satu strategi perusahaan untuk dapat menarik minat konsumen, selain itu untuk dapat menciptakan citra tentang kualitas produk makanan yang disajikan yang bertujuan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya sehingga konsumen melakukan keputusan pembelian terhadap produk tersebut. Hal yang menjadi kelebihan desain label gizi dalam makanan balita kemasan yang memang sangat diperhatikan oleh konsumen sebagai bahan pertimbangan mereka dalam melakukan keputusan pembelian, yaitu informasi nilai gizi dan kebutuhan nilai gizi. Unsur-unsur tersebut dianggap begitu penting bagi konsumen, dengan demikian konsumenpun dapat merasa terangsang untuk melakukan keputusan pembelian terhadap produk tersebut dan perusahaan menginginkan agar konsumen merasa puas terhadap desain kemasan yang telah diberikan oleh perusahaan kepada produk mereka, maka mereka pun terus berusaha untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen.

(37)

ekonomis, ramah lingkungan dan menyajikan informasi tepat bagi produk mereka (Kotler et al., 2000). Produk-produk yang dijual memerlukan keputusan pengemasan untuk menciptakan manfaat-manfaat seperti perlindungan, penghematan, kemudahan, dan promosi. Para pemasar harus mengembangkan konsep pengemasan dan mengujinya secara fungsional dan psikologis untuk memastikan bahwa kemasan tersebut mencapai tujuan yang diharapkan dan sesuai dengan kebijakan publik. Produk-produk makanan membutuhkan pelabelan untuk identifikasi, penggolongan, penjelasan, dan promosi dari produk tersebut.

(38)

bermaknan apa-apa. Pada masyarakat kita masih tumbuh subur budaya “malas baca” sehingga jarang kita lihat konsumen dari masayarakat kebanyakan menaruh perhatian pada label-label dari produk yang dibeli.

2.11 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian ini dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Penilaian tentang suatu objek yang tumbuh dalam diri dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yang ada pada diri individu itu sendiri. Hal ini juga tentunya akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan dan sekaligus akan mempengaruhi output dari masing-masing individu. Selain label gizi, penilaian tentang suatu objek juga dipengaruhi oleh latar belakang sosiodemografi si

Persepsi ibu tentang Label Gizi

Minat Beli Pengetahuan

Faktor Budaya

Faktor Keluarga

(39)

Gambar

Gambar 2.1. Fakor–faktor yang Memengaruhi Konsumen
Tabel 2.1. Model Perilaku Pembeli
Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap
Gambar 2.3. Contoh Label pada Produk Pangan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang memanfaatkan abu layang (Fly Ash) batu bara sebagai adsorben logam berat telah dilakukan oleh Itnawita (2012) sebagai pemurnian zeolit untuk penyerapan

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

Sampel ini dipilih karena perusahaan manufaktur merupakan salah satu dari industri besar yang menggunakan modal kerja atau aktiva operasional yang besar

(2003:61) menyatakan bahwa pengalaman dalam melaksanakan audit merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang keahlian auditor. Standar umum kedua mengharuskan

atau men- download - nya di: http://www.youtube.com/majlisuzzikr. Video yang diunggah merupakan hasil dokumentasi dari kajian rutin kitab yang telah diadakan. Meskipun,

Yang menjadi titik fokus permasalahan ini, hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh mengabulkan dan menetapkan anak angkat tersebut menjadi salah satu dari ahli waris,

murabahah di BMT Maslahah Cabang Sambikerep Surabaya. Dari hasil wawancara tersebut, diperoleh informasi mengenai minat nasabah non muslim terhadap produk pembiayaan

memahami dan menerima memahami dan menerima keadaan diri jika ibubapa keadaan diri jika ibubapa menerima keadaan anak menerima keadaan anak