• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Label merupakan bagian dari kemasan dan mengandung suatu informasi

tentang produk yang tercetak pada kemasan. Dalam label, konsumen dapat

menemukan informasi mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat

bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan

pangan ke dalam wilayah yang bersangkutan; tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa,

klaim nutrisi terutama untuk produk kesehatan, petunjuk penggunaan, dan keterangan

lain untuk kondisi spesial dan cara penggunaan, serta keterangan tentang halal

(Abdurrachaman, 2004).

UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menerangkan

pengaturan pelabelan produk pangan tidak diatur secara spesifik. Pengaturan secara

lebih spesifiknya adalah PP No. 69 Tahun 1999. Sebelum PP tersebut lahir,

pengaturan pelabelan secara singkat ada dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang

pangan. Didalam pasal 1 (3) dari PP No. 69 Tahun 1999 ditentukan bahwa yang

dimaksud dengan label pangan adalah : setiap keterangan mengenai pangan yang

berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan

pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian

kemasan pangan (Musanto, 2004).

Suatu perusahaan dapat selalu exist apabila produk yang dihasilkan senantiasa

(2)

banyak pertimbangan ketika ia memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap

produk tersebut. Untuk menuju ke arah tersebut, perusahaan harus mampu untuk

dapat menciptakan produk yang dapat memberikan respon dengan berbagai bentuk

kemasan yang dapat dituangkan dalam bentuk label sehingga mendorong konsumen

melakukan proses keputusan pembelian.

Penempelan label dalam produk makan sangat beragam diantaranya adalah

pelabelan nilai gizi yang menginformasikan tentang pemenuhan zat-zat gizi yang

terkandung dalam makanan tersebut yang pada umumnya menjadi pusat perhatian

pertama para konsumen. Berdasarkan penelitian Nani (2006) perhatian konsumen

yang terbanyak adalah pada informasi yang terkandung dalam label gizi pada

produk makanan balita. Hal ini disebutkan karena nilai gizi yang terkandung dalam

makanan balita yang dibelinya sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan

balita mereka.

Perusahaan susu saat ini semakin banyak yang menawarkan berbagai macam

produk susu dengan keunggulan-keunggulan yang berkaitan dengan nilai gizi di

setiap masing-masing produk. Persaingan antar produsen susu formula di kelas

premium terlihat semakin tinggi. Susu kelas premium merupakan susu untuk kelas

atas. Kelas premium yaitu susu yang memiliki komposisi gizi yang lengkap, seperti

mengandung AHA, DHA, nukleotida, lutein, dan harga susu kelas premium pun lebih

mahal dibandingkan harga susu untuk kelas bawah.

Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh International Food

(3)

saat akan membeli bahan pangan. Lebih dari 8 diantara 10 konsumen yang melihat

komposisi atau informasi zat gizi pada label, dimana 11% selalu melihat, 32% hampir

selalu melihat dan 40% terkadang melihat (Borra, 2006). Berdasarkan hasil survei

The Food and Drug ( FDA) 2005, 60-80% para konsumen di Amerika membaca label

produk pangan sebelum membeli makanan baru, sedangkan 30-40% konsumen

mengaku bahwa label produk pangan menjadi salah satu masukan bagi mereka dalam

membeli suatu produk pangan (Philipson, 2005).

Borra (2006) menyatakan bahwa pada riset yang dilakukan pada tahun 2003

oleh International Food Information Council (IFIC) menunjukkan bahwa konsumen

yang memutuskan membeli makanan balita terlebih dahulu membaca label gizi pada

makanan kemasan. Sebanyak 83% dari konsumen mengaku melihat informasi nilai

gizi pada label, dengan rincian 11% selalu melihat, 32% hampir selalu, 40% kadang

kadang. Hanya 13% yang menyatakan jarang melihat informasi dan 4% tidak pernah.

Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa masyarakat saat ini sudah

lebih banyak membaca label dan konsumen semakin kritis dalam mencari dan

menggali informasi tentang produk yang akan digunakan.

Informasi nilai gizi yang benar pada produk makanan balita sangat penting,

mengingat kebutuhan balita yang sangat penting untuk perkembangan fisik maupun

mentalnya. Kurang benarnya infomasi yang disampaikan pada label gizi dalam

sebuah produk makanan balita dapat menjadi masalah bagi kesehatan balita yang

mengkonsumsinya. Kesalahan dalam pemberian informasi pada label gizi tentunya

dapat mempengaruhi keputusan ibu yang membeli produk makanan balita tersebut.

(4)

mencatumkan nilai kebutuhan asupan protein, vitamin dan nilai gizi lainnya yang

membuat persepsi ibu cukup tinggi untuk memutuskan membeli produk makanan

balita itu sendiri, sementara sebenarnya makanan balita tersebut tidak mengandung

nilai gizi yang telah dipersyaratkan.

Pencantuman informasi nilai gizi pada produk makanan balita dapat

mendominasi pertimbangan ibu dibandingkan dengan rasa produk serta memberikan

dampak lebih besar pada konsumen yang mementingkan nilai gizi dan keamanan

produk (Guthrie et al,2008). Pencantuman informasi gizi pada produk makanan balita

sebenarnya membentuk persepsi yang tinggi pada ibu untuk memutuskan membeli

makanan tersebut oleh karena hal ini berkaitan dengan kepedulian akan kesehatan

balitanya yang diharapkan akan membantu ibu dalam mempermudah pemenuhan

asupan nilai gizi yang dibutuhkan balitanya.

Penelitian Bower, Saadat, & Cathrerine (2003). menyimpulkan bahwa

intensitas ibu dalam membeli dan kemauan membayar produk makanan balita lebih

tidak lain karena pengaruh label gizi, yang membuat konsumen mempertimbangkan

dan memilih untuk membeli karena alasan kesehatan. Penelitian serupa yang

dilakukan oleh Ninda (2010) yang meneliti tentang pengaruh label terhadap minat

beli produk susu yang menunjukkan hasil bahwa faktor label gizi berpengaruh positif

terhadap faktor minat beli ibu balita.

Hadipranata (2009) menyebutkan bahwa minat beli diartikan sebagai

dorongan yang berasal dari dalam diri individu yang mampu membuat individu

melakukan tindakan pembelian, minat beli timbul karena adanya kebutuhan pribadi,

(5)

terhadap produk tersebut. Kebutuhan pribadi berupa kesehatan inilah yang membuat

konsumen menaruh perhatian pada produk dengan berusaha mencari informasi

tentang kualitas gizi yang ada pada label gizi. Pada penelitian Augusty (2006 )

menyebutkan bahwa orang yang intensif dalam mencari informasi mengenai suatu

produk tentunya akan berpengaruh terhadap minat pelanggan.

Permasalahan tentang nilai gizi yang sering dilontarkan oleh konsumen

khususnya konsumen yang membeli produk makanan balita adalah tentang

kandungan gizi kuantatif dan tanggal kadaluarsa. Mereka menyebutkan bahwa

mereka sering kecewa karena informasi nilai gizi yang terdapat dalam label makanan

balita sering menyatakan bahwa produk pangan 'mengandung X', yang artinya

memiliki kelebihan nilai gizi yang membuat persepsi ibu segera ingin memutuskan

untuk membeli makanan balita tersebut. Namun dalam kenyataan nilai gizi tersebut

belum diketahui bermakna atau tidak bermakna dalam pertumbuhan dan

perkembangan balita. Hal ini menunjukkan komunikasi yang terjadi dapat

menyesatkan dan hal ini berpengaruh pada tujuan perkembangan balita yang kurang

diharapkan.

Sebaiknya informasi gizi pada makanan balita sangat perlu diberikan kepada

konsumen sehingga konsumen bisa berhitung seberapa besar kontribusi produk

pangan balita tersebut pada perkembangan dan pertumbuhan balitanya secara

keseluruhan. Informasi gizi perlu diperbandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi

(AKG), yaitu angka atau dosis keperluan akan zat gizi, terutama karbohidrat, protein,

(6)

Berdasarkan hasil pre survei yang dilakukan pada bulan November 2012 di

Ramayana Swalayan di Kota Pematangsiantar diperoleh hasil bahwa terjadi

peningkatan pembelian produk makanan balita dari tahun ke tahun. Merek terbanyak

yang digunakan adalah produk Nestle, dan Promina. Hal ini disebutkan ibu karena

produk tersebut merupakan merek yang dapat memenuhi pertimbangan keuangan

namun memiliki nilai gizi yang dianggap cukup baik. Pernyataan yang diisebutkan

ibu tersebut menunjukkan persepsi yang sangat kuat terhadap makanan balita

tersebut. Namun disisi lain kecenderungan membeli produk tersebut oleh karena

kebiasaan yang sudah diyakini pada satu merk yang sudah lama dipergunakan secara

turun temurun yang dirasakan memberi manfaat bagi balitanya. Namun demikian

pembelian makanan dengan harga yang cukup relatif mahal juga banyak dibeli ibu

seperti Milna, Sustagen dan Pediasure. Tingginya pembelian merk ini dengan

pertimbangan bahwa semakin mahal sebuah produk maka akan semakin tinggi nilai

gizi yang ada di dalamnya. Selain itu konsumen juga tertarik atas nilai-nilai gizi yang

tercantum di dalam kandungan nilai gizi yang ditawarkan serta kelebihan-kelebihan

nilai gizi yang tertera dalam label.

Keterangan yang diperoleh dari salah seorang karyawan yang ada di pasar

swalayan menyebutkan bahwa ada beberapa jenis produk makanan balita yang paling

laris dan dipercaya oleh konsumen sehingga penjualannya cukup tinggi. Namun

disebutkan juga bahwa ada beberapa produk makanan balita yang kurang digemari

bahkan penjualannya sangat rendah. Disebutkan bahwa biasanya produk makanan

balita yang kurang diminati tersebut adalah produk makanan balita yang masih baru

(7)

produk makanan yang sudah lama beredar namun kurang diminati mengingat

pengalaman banyak ibu bahwa kandungan gizi yang terdapat dalam produk tersebut

tidak membuktikan hasil yang dianggap nyata oleh ibu untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak balitanya. Walaupun banyak penelitian mengenai label gizi dan

adanya perkembangan mengenai ketertarikan dan tuntutan atas label makanan, namun

hanya terdapat sedikit informasi tentang cara konsumen menggunakan informasi pada

label dan bagaimana hal ini mempengaruhi pengetahuan nutrisi konsumen dan

pemilihan atas makanan.

Pada umumnya ibu-ibu yang berbelanja produk susu balita di Pasar Swalayan

Kota Pematangsiantar adalah ibu rumah tangga kelas menengah-atas. Pemilihan

berbelanja di Pasar Swalayan lebih disukai, karena pengemasan yang lebih baik,

sehingga barang yang bersifat mudah rusak dapat tahan lebih lama meski dengan

harga sedikit mahal. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 15 orang ibu yang

membeli produk susu balita, 4 orang diantaranya menyebutkan bahwa sebenarnya

mereka tidak terlalu percaya terhadap label. Para ibu hanya meyakini sebuah produk

susu yang dapat memberikan bukti pada pertumbuhan dan perkembangan balita

mereka. Ibu juga menyebutkan jika perkembangan dan pertumbuhan balitanya baik

dan berat badan balitanya tersebut meningkat setiap bulannya berarti produk makanan

yang dibeli mereka cocok bagi balitanya.

Beberapa ibu juga menyebutkan bahwa jika produk makanan balita tersebut

tidak membuat permasalahan kesehatan seperti balita tidak diare, tidak susah buang

air besar dan sering membuat balita rewel maka mereka akan tetap terus membeli

(8)

hal ini sebenarnya dapat disebutkan bahwa informasi nilai gizi yang terkandung

dalam makanan balita kurang mampu memberikan kepercayaan yang tinggi pada ibu.

Ada persepsi ibu yang muncul bahwa iklan terkadang dapat membohongi konsumen

dan akhirnya keputusan pembelian kembali kepada apa yang dirasakan ibu dalam

praktek kesehariannya dimana produk makanan balita tersebut dapat membantu ibu

dalam memenuhi keseimbangan asupan gizi yang dibutuhkan balitanya.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di Pasar Swalayan Kota

Pematangsiantar pada ibu balita yang saling bertukar pendapat tentang nilai gizi yang

terkandung dalam sebuah produk susu menunjukkan bahwa sebenarnya ibu balita

sekarang ini sudah sangat peka terhadap nilai gizi yang ada dalam produk makanan

tersebut. Kedua ibu yang saling bertukar pendapat terlihat sangat teliti

membandingkan nilai gizi satu produk dengan produk susu lainnya. Satu persatu

kandungan nilai gizi yang ada diperbandingkan dan akhirnya mereka sepakat untuk

memutuskan mengambil sebuah produk yang diyakini mampu membantu ibu dalam

memenuhi kebutuhan gizi balita mereka. Ketika peneliti menanyai mengapa para ibu

sangat teliti dalam membandingkan nilai gizi tersebut, para ibu menjawab bahwa

mereka sangat perduli pada pertumbuhan dan perkembangan balita mereka. Jika salah

memilih makanan tentunya akan berpengaruh pada kesehatan balitanya dan tentunya

mereka akan sia-sia mengeluarkan uang untuk membeli produk tersebut. Ibu juga

menyebutkan bahwa mereka sering mendengar informasi di masyarakat bahwa

semakin tinggi kandungan sebuah zat gizi, maka akan semakin baik untuk

pertumbuhan dan perkembagan balita mereka. Oleh karena itu ibu cenderung memilih

(9)

Wawancara yang dilakukan peneliti pada 7 ibu lainnya menyebutkan bahwa

mereka percaya pada apa yang tertulis di label karena perusahaan pasti sudah

memperhatikan semuanya untuk memastikan keamanan konsumen. Namun,

mayoritas responden menyatakan bahwa penting untuk membaca label sebelum

membeli dan hanya 4 dari lima belas orang yang menyatakan tidak penting untuk

membaca label terlebih dahulu sebelum membeli.

Berdasarkan hasil observasi pada saat survei awal juga diketahui bahwa

ibu-ibu sering merasa kesulitan dalam pemilihan produk susu balita yang sesuai dengan

kebutuhan gizi balitanya meskipun informasi gizi pada susu tersebut sudah tersedia

dalam kemasannya. Berdasarkan hasil survei awal dengan melakukan wawancara

diketahui bahwa pada umumnya ibu-ibu merasa keterangan pada label susu balita

menjelaskan vitamin dan mineral dalam bahasa ilmiah. Kata-kata tersebut dirasa sulit

dimengerti oleh ibu-ibu yang bukan pada bidangnya, padahal ibu-ibu ingin

mengetahui informasi jenis gizi yang terkandung di dalamnya dan bahan-bahan apa

saja yang disertakan dalam produk susu balita tersebut.

Pengetahuan tentang kandungan gizi lainnya juga dirasakan perlu diketahui

agar pemenuhan gizi balita sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tidak terjadi

obesitas pada balita. Beberapa jenis susu formula memiliki kandungan protein dan

lemak yang terlalu tinggi, yang dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh bayi

dan memicu obesitas. Obesitas pada bayi gemuk ini malahan bisa memicu penyakit

jantung dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, penting untuk tidak

mengandalkan hanya pada pemberian susu formula dalam tumbuh kembang sang

(10)

asupan nutrisi setiap harinya. Sayangnya, tak semua orang teredukasi dengan baik

untuk memilih dan memilah susu dengan tepat. Terutama susu dengan gula tambahan

berkadar tinggi, yang menyebabkan kegemukan.

Berdasarkan hasil survei awal juga diketahui bahwa pemilihan terhadap salah

satu merk produk susu balita dikarenakan bahwa susu tersebut sudah digunakan sejak

beberapa generasi yang manfaatnya sudah mereka rasakan, sehingga hal tersebut

membuat mereka lebih fanatik terhadap satu merek susu balita karena mereka merasa

bahwa susu tersebut sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Gibson

(2004) tingkat kepercayaan atau keyakinan merupakan suatu pemikiran deskriptif

yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu, yang didasarkan atas pengetahuan,

dan opini yang dipengaruhi oleh rasa emosional atau unsur perasaan. Sikap ini dapat

menggambarkan penilaian yang baik maupun tidak baik (evaluasi), perasaan atau

kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek

atau ide (Kotler & Armstrong, 2001).

Hasil survei awal di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar juga diketahui

bahwa dengan banyaknya produk susu balita yang beredar saat ini menyebabkan

mereka menjadi bingung melakukan pilihan produk susu balita yang tepat. Sehingga

ibu-ibu sering meminta pendapat dari keluarga dan teman pada saat membeli suatu

produk susu balitanya.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa tertarik mengetahui

faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di

(11)

1.2Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: faktor-faktor apa yang memengaruhi minat

beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.

1.3Tujuan Penelitin

Mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi minat beli susu oleh ibu

yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar.

1.4Hipotesis

Ada pengaruh label gizi, pengetahuan, faktor budaya, dan faktor keluarga

terhadap minat beli susu oleh ibu yang mempunyai balita di Pasar Swalayan Kota

Pematangsiantar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan, sebagai informasi dalam mengetahui tanggapan konsumen

mengenai label gizi yang ada pada produk makanan balita sehingga diketahui

penyebab keputusan membeli atau tidak membeli produknya. Hal ini dapat

dijadikan perencanaan labelisasi yang akan dibuat pada produknya mendatang.

2. Bagi konsumen, sebagai informasi tentang keputusan membeli produk makanan

balita berdasarkan kecukupan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang terkandung

Referensi

Dokumen terkait

Dan disini memang Bank Muamalat Indonesia Tbk lebih cenderung menggunakan prinsip Revenue sharing yang dimana pendapatan usaha sebelumnya dikurangi dengan beban

Pihak bengkel memiliki pengetahuan yang lebih baik atas kendaraan sehingga hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh seksi klaim dalam pengumpulan bukti terkait apakah

Berlanjutnya optimisme global serta kembali turunnya yield obligasi US Treasury diperkirakan juga akan membuka peluang penurunan yield lanjutan di pasar surat utang

 Ja  jälleen  kerran  porvaristo   muistutti  siitä,  että  kaupungin  ympärillä  oli  useita  muitakin  sahoja,  jos   Fagerö  saisi  mainitun

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan peningkatan kadar

Lafadz ةلحر mengandung arti perjalanan. Orang-orang Quraisy seringkali melakukan perjalanan jauh untuk berdagang dan keperluan lain. Hal ini menunjukkan bahwa

Pada tahapan pertama dalam WBS ini adalah product backlog pada tahapan ini mempunyai aktivitas membuat proses bisnis, yang diperoleh dari dokumen, hasil wawancara,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pola asuh gizi dengan status gizi balita usia 1-3 tahun di Posyandu Wilayah Puskesmas Sekaran Semarang,