SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN
PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT
KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
T E S I S
Oleh
DEWI SRI INDRIATI KUSUMA 087030005/BIO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN
PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT
KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEWI SRI INDRIATI KUSUMA 087030005/BIO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Nama Mahasiswa : Dewi Sri Indriati Kusuma Nomor Pokok : 087030005
Program Studi : Biologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Suci Rahayu, M.Si.) (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal: 2 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Suci Rahayu, M.Si
Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S
2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc
PERNYATAAN
SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT KANTONG (Metisa plana) DI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010
ABSTRAK
Dewi Sri Indriati Kusuma. 2010. Seleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator untuk pengendalian hayati ulat kantong (Metisa plana) di perkebunan kelapa sawit, dibawah bimbingan Dr. Suci Rahayu, M.Si (ketua), Prof. Dr. Retno Widhiastuti,M.S(anggota).______________________________________________
Ulat kantong, Metisa plana merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit yang keberadaannya perlu diwaspadai. Pengendalian hama M. plana secara hayati dengan menyeleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator M. plana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman bawah disekitar kebun sawit yang berfungsi sebagai inang untuk parasitoid dan predator M. Plana serta mengetahui jenis parasitoid dan predator hama M. plana. Penelitian dilakukan di Perkebunan PT PP London Sumatra Indonesia kebun Dolok bekerjasama dengan Pusat Penelitian Bah Lias, Perdagangan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang dan terkendali. Sampel hama M. Plana sebanyak 10000 ulat diambil untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang menyerang hama M. plana pada setiap stadia hidup M. plana. Sampel M. plana yang mati dicacah dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator yang ada didalam pupa M. plana. Hama M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihat perkembangan parsitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 25 jenis tanaman di lokasi percobaan yang dikunjungi oleh serangga. Ditemukan adanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama M. plana dari ordo Hymenoptera famili Euphelmidae dan famili Braconidae ( Aphanteles metesae ). Jenis tanaman yang paling banyak ditemukan parasitoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Ageratum conyzoides. Serangga parasitoid menyukai tanaman tersebut karena memiliki bunga dan trichoma pada daun, yang diduga sebagai tempat sintesis senyawa penarik parasitoid.
ABSTRACT
Bagworm Metisa plana is one of the main pest in Oil Palm plantation therefore the present of this pest must be aware. Natural control of M. plana by natural control by selecting plants as host of parasitoid and predator of M. plana.
The goal of this research are to know kind of plants in oil palm plantation as host of parasitoid and predator of M. plana. This research was carried out in PT PP London Sumatra Indonesia Plantation at Dolok Estate and cooperate with Bah Lias Research Station, Perdagangan. Trial design using randomised block design with 5 replicates. Data collection was carried out at control and uncontrol area. Ten thousand M. plana larvae were collectedknow kind of parasitoid and predator which attack M. Plana larvae on each stadium. A dead M. plana larvae sample were destructed by cutting to find out parasitoid and predator which present inside of M. Plana pupae. A live of M. plana larvae were reared to look at the growth of parasitoid and predator which present in M. Plana pupae.
Trial result show that there are 25 kind of plants in trial area which visited by by bugs. It is found that there are bugs which act as parasitoid of Metisa plana pest from ordo Hymenoptera family Euphelmidae and family Braconidae ( Aphanteles metesae ). In correspondence to kind of plants and parasitoid, the parasitoid were mostly found from Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica and Ageratum conyzoides. Parasitoid like these plants because they have flowers and trichoma in leaves which suspected as place for element sinthesis which attract parasitoid.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan Tesis yang berjudul “Seleksi Beberapa Tanaman Inang
Parasitoid dan Predator Untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di
Perkebunan Kelapa Sawit”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Dr. Suci Rahayu,M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr. Retno
Widhiastuti, M.S sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian
sampai hasil penelitian ini.
2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Dr. Budi Utomo, SP. MP. sebagai Dosen
Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan
penyusunan hasil penelitian ini.
3. Gubenur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda Sumatera Utara yang telah
memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi S-2.
4. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun yang telah memberikan izin
dinas dan dukungan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian ini.
5. PT PP London Sumatra Indonesia yang telah memberikan izin dan bantuan dalam
pelaksanaan penelitian.
6. Ir Lisanti Cahyasiwi yang membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian
lapangan.
7. Suami (Baihaqi Sitepu S.P), serta anak - anak tercinta (Annisa Fadhillah, Farah
Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya dalam kita mengejar
RIWAYAT HIDUP
Dewi Sri Indriati Kusuma dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1975 di Medan
Provinsi Sumatera Utara. Anak dari pasangan Ayahanda Indra Kusuma (alm) dan
Ibu Hj. Zuriati Nasution (alm), sebagai anak pertama dari lima bersaudara.
Tahun 1987 penulis lulus dari SD Khalsa Medan, tahun 1990 lulus dari
SMPN 6 Medan dan tahun 1993 lulus dari SMA Harapan 1 Medan. Pada tahun 1993
memasuki Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Medan dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1999 diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil di SLTP Negeri 1 Lubuk Pakam. Pada tahun 2004 pindah tugas
ke SMAN 1 Bandar dan tahun 2009 pindah tugas lagi ke SMPN 2 Simalungun
provinsi Sumatera Utara dan bertugas di sekolah tersebut hingga sekarang. Tahun
2008, mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di
Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan
beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Menikah pada tanggal 21 Juli 1996 dengan Ir Baihaqi Sitepu anak dari Bapak
H. T. Eddy Sitepu dan Ibu Hj. Latifah Hanum. Telah dikaruniai 3 orang anak 2 putri
dan 1 putra, yaitu: Annisa Fadhillah Sitepu, Farah Afifah Sitepu dan Aulia Hilmy
Affandy Sitepu.
2.6. Tanaman Inang Parasitoid dan Predator Metisa plana ……. 13
2.7. Klasifikasi Beberapa Tanaman Bawah yang Terdapat di Sekitar Perkebunan Sawit ……… 14
4.2. Populasi Metisa plana pada Areal Penelitian ……… 32
4.3. Populasi Serangga yang Terdapat pada Tanaman …………. 34
4.5. Morfologi Daun, Bunga dan Anatomi Daun Tanaman Inang
Metisa plana ………... 49
KESIMPULAN DAN SARAN ……… 81
DAFTAR PUSTAKA ………. 82
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Populasi Metisa plana pada Areal Kebun Sawit yang Terserang...………..…….. 32
2. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang terdapat pada Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terserang dan Terkendali...
33
3. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang Terdapat pada Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terkendali ….
35
4. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang Terdapat pada Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terserang... 37
5
6.
Pengaruh Jenis Tanaman terhadap Jumlah Serangga dan Jenis Serangga Secara Keseluruhan, Daerah Terserang dan Daerah Terkendali………..
Pengaruh Jenis Tanaman terhadap Jumlah dan Jenis Serangga pada Areal Terserang dan Terkendali ...
39
40
7. Pengaruh Waktu Pengambilan Terhadap Jumlah Serangga dan Jenis Serangga Secara Keseluruhan, Daerah Terserang dan Daerah Terkendali ……… .
41
8. Parasitoid yang Terdapat pada Hama Metisa plana Setelah Dilakukan Rearing di Laboratorium ………. 42 9. Pengaruh Jenis Tanaman Terhadap Jumlah Parasitoid yang Muncul
Setelah Rearing Metisa plana yang Terdapat pada Areal Terserang dan Terkendali ……….…..……….
43
10. Jenis Serangga Parasitoid yang Terdapat pada Tanaman di Areal Terkendali ………..….
44
12. Jenis Serangga Parasitoid yang Terdapat pada Tanaman di Areal Terserang dan Terkendali ………..
45
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 1. Siklus hidup Metisa plana ………... 31
2. Serangga parasitoid yang keluar dari hama Metisa plana setelah direaring ………
47
3. Antigonon leptopus : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
50
4. Tetrastigma papillosum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
51
5. Asystasia intrusa : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
52
6. Turnera subulata : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...
53
7. Ludwigia hissopifolia : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...
54
8. Piper caducibracteum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
55
9. Luffa aegyptiaca : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...
56
10. Cassia tora : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...
57
11. Centrosema pubescens : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...
58
12. Caladium bicolor : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...
59
13. Passiflora foetida : a habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
61
melintang daun d. irisan membujur daun...
15. Mucuna bracteata : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun……….
63
16. Staenochlaena palustris : a. habitus, b. Irisan penampang melintang daun c. irisan membujur daun...
64
17. Momordica charantias: a. habitus, b. Irisan penampang melintang daun c. irisan membujur daun ………...
65
18. Mimosa pudica : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...
66
19. Paspalim commersonii : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
67
20. Derris scandens : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
69
21. Cynodon dactilon : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...
70
22. Paspalum conjugatum a: habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...
71
23. Cyperus rotundus : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….
72
24. Lasia spinosa : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
73
25. Melastoma malabatricum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
75
26. Ageratum conyzoides : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...
76
27. Scleria sumatrensis : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman 1 Gambar Alat-Alat Penelitian ………. 86
2 Peta Lokasi Pengamatan ……… 88
ABSTRAK
Dewi Sri Indriati Kusuma. 2010. Seleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator untuk pengendalian hayati ulat kantong (Metisa plana) di perkebunan kelapa sawit, dibawah bimbingan Dr. Suci Rahayu, M.Si (ketua), Prof. Dr. Retno Widhiastuti,M.S(anggota).______________________________________________
Ulat kantong, Metisa plana merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit yang keberadaannya perlu diwaspadai. Pengendalian hama M. plana secara hayati dengan menyeleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator M. plana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman bawah disekitar kebun sawit yang berfungsi sebagai inang untuk parasitoid dan predator M. Plana serta mengetahui jenis parasitoid dan predator hama M. plana. Penelitian dilakukan di Perkebunan PT PP London Sumatra Indonesia kebun Dolok bekerjasama dengan Pusat Penelitian Bah Lias, Perdagangan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang dan terkendali. Sampel hama M. Plana sebanyak 10000 ulat diambil untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang menyerang hama M. plana pada setiap stadia hidup M. plana. Sampel M. plana yang mati dicacah dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator yang ada didalam pupa M. plana. Hama M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihat perkembangan parsitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 25 jenis tanaman di lokasi percobaan yang dikunjungi oleh serangga. Ditemukan adanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama M. plana dari ordo Hymenoptera famili Euphelmidae dan famili Braconidae ( Aphanteles metesae ). Jenis tanaman yang paling banyak ditemukan parasitoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Ageratum conyzoides. Serangga parasitoid menyukai tanaman tersebut karena memiliki bunga dan trichoma pada daun, yang diduga sebagai tempat sintesis senyawa penarik parasitoid.
ABSTRACT
Bagworm Metisa plana is one of the main pest in Oil Palm plantation therefore the present of this pest must be aware. Natural control of M. plana by natural control by selecting plants as host of parasitoid and predator of M. plana.
The goal of this research are to know kind of plants in oil palm plantation as host of parasitoid and predator of M. plana. This research was carried out in PT PP London Sumatra Indonesia Plantation at Dolok Estate and cooperate with Bah Lias Research Station, Perdagangan. Trial design using randomised block design with 5 replicates. Data collection was carried out at control and uncontrol area. Ten thousand M. plana larvae were collectedknow kind of parasitoid and predator which attack M. Plana larvae on each stadium. A dead M. plana larvae sample were destructed by cutting to find out parasitoid and predator which present inside of M. Plana pupae. A live of M. plana larvae were reared to look at the growth of parasitoid and predator which present in M. Plana pupae.
Trial result show that there are 25 kind of plants in trial area which visited by by bugs. It is found that there are bugs which act as parasitoid of Metisa plana pest from ordo Hymenoptera family Euphelmidae and family Braconidae ( Aphanteles metesae ). In correspondence to kind of plants and parasitoid, the parasitoid were mostly found from Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica and Ageratum conyzoides. Parasitoid like these plants because they have flowers and trichoma in leaves which suspected as place for element sinthesis which attract parasitoid.
I. P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang
Budidaya kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) diawali pada tahun 1848 ketika
empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor
sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dikemudian hari menjadi pohon
induk kelapa sawit di Asia Tenggara. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama
berlokasi di Sumatera Utara berada di Tanah Itam dan Pulo Raja, serta di Aceh
terdapat di Sungai Liput dan Karang Inoe (Hartley, 1967; Lubis, 1992; Pulungan,
2002).
Perkembangan luas areal kelapa sawit dalam lima tahun mendatang
diperkirakan masih terus berlanjut mengingat lahan potensial untuk pengembangan
tersebut masih luas. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit
berkisar 21.704.950 ha yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Puslittanah 2001; Pulungan, 2002).
Kelapa sawit Elaeis guinensis merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang
cukup penting karena dikenal sebagai salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Di
Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan
kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Laju
kelapa sawit mencapai 1.4 ton CPO/ha/tahun untuk perkebunan rakyat dan 3.5 ton
CPO/ha/tahun untuk perkebunan besar (Fauzi et al., 2002 ; Pulungan, 2002).
Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan
yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama
pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti Setothosea
asigna, Setothosea bisura, Darna trima, dan Setora nitens ( Lisanti dan Wood, 2009).
Jika insektisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama ternyata
juga membunuh musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen
pengendali jangka panjang (musuh alami) ke agen pengendali jangka pendek
(insektisida kimia). Apabila pengaruh pengendali kimia tidak ada maka populasi
hama akan cepat berkembang di lingkungan yang bebas dari musuh alaminya
(Basukriadi, 2003). Musuh alami merupakan hal yang sangat kompleks dan memiliki
peranan yang sangat penting dalam regulasi populasi inangnya (hama) terutama di
tanaman perkebunan.
Pada umumnya sebagian besar strategi pengendalian hama tidak pernah
sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk
bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Jika
genetik tersebut membawa gen resisten terhadap insektisida kimia, maka strategi
pengendalian yang pernah diterapkan akan menjadi kurang efektif terhadap generasi
selanjutnya. Populasi hama resisten akan dapat mencapai ledakan dengan cepat
kecuali jika strategi pengendalian dapat diubah atau diperbarui menjadi lebih efektif
bagus untuk pengendalian hama secara biologi seperti diperlihatkan dari sifatnya
yang spesifik dan bermanfaat.
Sampai saat ini sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih
mengandalkan insektisida kimia non selektif yang bersifat spektrum luas untuk
pengendalian ulat api. Menurut Sudharto (2001) hanya 40 persen perkebunan sawit
yang mengandalkan pengendalian hama secara biologi, terutama perkebunan swasta.
Aplikasi insektisida spektrum luas dalam jangka tertentu akan menyebabkan ledakan
hama sebagai akibat terganggunya keseimbangan musuh alami (Wood, 2002). Musuh
alami serangga hama yaitu parasitoid dan predator berfungsi sebagai penyeimbang
dan pengendali hama.
Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami, bahan
ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan dan
lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika pihak
perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan menggunakan
sintetik piretroid pada populasi yang rendah, maka populasi hama akan semakin
meningkat baik frekuensi dan keparahannya (Wood, 2008). Selain menyebabkan
resurgensi, resistensi terhadap hama sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non
selektif secara terus menerus dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang
bukan sasaran sehingga pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan
peningkatan biaya pengendalian (Lisanti dan Wood, 2009).
Pengendalian secara terpadu dengan menekankan pada pengendalian biologi
Palm Oil (RSPO) berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang
selama ini sedang gencar dicanangkan oleh dunia internasional (Lisanti dan Wood,
2009). Strategi pengendalian biologi dengan menggunakan metode pengendalian
yang selektif yaitu dengan virus Nucleo Polyhedrosis Virus (NPV) dan Bacillus
thuringiensis (BT) merupakan pilihan yang tepat dan sebaiknya dapat diterapkan
dalam mengelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan konsep
RSPO yang memprioritaskan pada penerapan pengendalian hama terpadu (PHT)
menggunakan metode biologis.
Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat
kantong (Metisa plana). Pengendalian hama ini dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya pengendalian dengan bahan kimia, penggunaan pestisida alami (virus)
dan penggunaan musuh alami yang bersifat parasit dan parasitoid. Untuk
pengembangan musuh alami ini diperlukan tanaman inang.
Penggunaan metode biologis (NPV dan BT) untuk meminimalisir penggunaan
bahan-bahan kimia. Selain menjaga biodiversitas serangga (baik musuh alami atau
serangga bukan musuh alami), pengendalian biologi juga bersifat ramah lingkungan,
aman terhadap pekerja perkebunan dan dapat menekan luas serangan selanjutnya.
Pengendalian kimia memungkinkan untuk dilakukan jika metode yang digunakan
bersifat selektif terhadap hama sasaran dan musuh alami (Lisanti and Wood, 2009).
Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa
intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla
dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia
cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp
menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum
conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum
conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia
heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus
menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman
inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling
disukai oleh predator Metisa plana.
1.2. Permasalahan
1. Jenis tanaman bawah apakah yang ada disekitar perkebunan kelapa sawit,
yang dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa Plana.
2. Jenis parasitoid dan predator manakah yang ditemukan pada hama Metisa
plana.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis tanaman bawah sekitar kebun kelapa sawit yang
dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa plana.
2. Untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang ditemukan pada hama
1.4. Hipotesis
1. Parasitoid dan predator memerlukan tanaman yang berbeda untuk menjaga
kelangsungan hidupnya.
2. Terdapat musuh alami parasitoid dan predator hama Metisa plana.
1.5. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan musuh alami (parasitoid
dan predator) hama Metisa plana dan tanaman inangnya dapat dikembangkan di
perkebunan dan mampu mengontrol/mengendalikan hama Metisa plana sehingga
II. T I N J A U A N P U S T A K A
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit tumbuh baik di daerah tropika basah pada ketinggian 0 – 500 m
di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik untuk budidaya kelapa sawit
adalah 1500 – 2500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun tanpa ada bulan kering.
Temperatur optimal yang dibutuhkan sepanjang tahun yaitu 27oC dan minimum
22oC, kelembaban 80%, dan penyinaran matahari 5 – 7 jam/hari (Lubis, 1992; Purba
et al., 2003).
Kelapa sawit bisa tumbuh dan berproduksi baik pada semua jenis tanah
seperti Ultisol, Entisol, Inceptisol, Andisol dan Histosol (tanah gambut). Kelapa sawit
bisa dibudidayakan pada tanah yang memiliki tekstur tanah agak kasar sampai dengan
halus yaitu antara pasir berlempung sampai liat massif. Tekstur yang ideal untuk
tanaman ini berupa lempung liat berpasir, liat berpasir, lempung berdebu, lempung
berliat dan lempung. Kedalaman efektif tanah yang baik > 100 cm dan kedalamam
efektif < 50 cm dapat menjadi faktor pembatas. Kemasaman tanah optimal untuk
pertumbuhan kelapa sawit adalah pada pH 5.0-6.0, namun kelapa sawit masih toleran
terhadap pH < 5.0 misalnya pada tanah gambut yang memiliki pH rata-rata 3,5 – 4,0.
Produktivitas perkebunan sawit tidak optimal pada pH > 7,0 (Lubis, 1992 ; Purba et
al., 2003).
Pemilihan bahan tanaman dari pusat sumber benih yang telah memiliki
pengelolaan managamen agronomi dari tanaman merupakan dua aspek yang
menjamin keberhasilan perkebunan kelapa sawit (Purba et al., 2003).
2.2Pengendalian Hayati
Istilah pengendalian hayati adalah aksi dari parasitoid, predator atau patogen
dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat
terendah bila dibandingkan jika tidak ada. Pengendalian alami adalah pemeliharaan
tingkat populasi suatu organisme tertentu karena aksi abiotik dan biotik dari faktor
lingkungan. Van de Bosch (1959) memodifikasi defenisi tersebut dengan
menekankan bahwa pengendalian hayati adalah manipulasi musuh alami oleh
manusia untuk mengendalikan hama, sedangkan pengendalian alami adalah tanpa ada
campur tangan manusia dalam usaha pengendalian hama (Kasumbogo, 2007).
Pengendalian hayati digunakan karena diperlukan sebuah teknik pengendalian
ketika pestisida tidak mampu bekerja untuk mengendalikan hama tertentu. Hal lain
yang merangsang penggunaan pengendalian hayati karena pestisida dapat
menyebabkan efek samping yang negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian
lingkungan. Pengendalian hayati tidak meninggalkan residu kimia dan umumnya
spesifik pada hama tertentu jika dibandingkan dengan pestisida kimia sintetik
menimbulkan residu dan umumnya berspektrum luas (Wagiman, 2007).
2.3. Ulat Kantong (Metisa Plana)
Ulat kantong (Metisa plana) adalah larva yang hidup pada kantong tersendiri.
pupa pada ulat jantan. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui
sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman seperti pine (Heather dan Albizia
,1976 dalam Nair et al., 1981). Ulat kantong (M. plana) merupakan hama penting
yang paling sering muncul pada perkebunan sawit di Malaysia disebabkan potensinya
untuk mencapai titik puncak serangan. Banyak kasus meledaknya serangan ulat
kantong telah dilaporkan (Basri et al., 1988).
Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk
diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan
pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat
kantong. Informasi yang memberikan data kualitatif dan kuantitatif ulat kantong akan
membantu penetapan waktu operasi yang tepat untuk pengendalaian (Basri dan
Kevan, 1994).
Beberapa studi mengenai siklus hidup ulat kantong (M. plana) disampaikan
oleh Wood (1966) dan Syed (1978), tetapi dengan hasil yang berbeda, khususnya
dalam jumlah larva. Lebih jauh beberapa informasi biologi lebih rinci masih belum
diketahui seperti fertilitas telur, lama masa larva dan pupa, daya tahan ulat dewasa
Klassifikasi Metisa plana
Subphylum
Class
Ordo
Family
Genus
Species : Metisa plana (Borror, 1996)
2.4. Parasitoid Metisa plana
Hama Metisa plana merupakan hama yang paling berbahaya pada perkebunan
kelapa sawit. Pada saat ini insektisida dengan spektrum sempit dan sistemik
digunakan untuk mengendalikan hama ini secara efektif, baik dengan cara
penyemprotan ataupun injeksi batang (Wood, 1974 dan Chung, 1988). Namun
aplikasi insektisida kimia berpotensi memberikan kerusakan lingkungan dan
menimbulkan resisten dari hama tersebut. Oleh sebab itu alternatif lain untuk
pengendalian hama ini terus diusahakan, terutama dengan jamur. Pada saat ini jamur
jamur ini bisa digunakan untuk mengendalikan hama Metisa plana di lapangan
(Ramlah dan Basri, 1994).
Pengamatan pada patogenitas jamur terhadap hama memperlihatkan bahwa
Beauveria brassiana menginfeksi melalui sistem respirasi (Clark et al., 1968).
Patogenitas dari B. brassiana terhadap serangga yang mempunyai kantong seperti M.
plana masih belum diketahui (Ramlee et al., 1996). Penetrasi jamur diamati terjadi
mulai 48 jam setelah inokulasi terhadap hama. Pada tahap ini sebagian larva masih
hidup. Infeksi jamur hanya pada permukaan atas dan perut dan bagian kepala.
Setelah 72 jam, ulat kantong yang terinfeksi mulai mengeras. Pertumbuhan jamur
yang sangat banyak ditemukan pada jaringan lemak dan otot di bawah kutikula pada
bagian perut dan kepala. Setelah 96 – 120 jam setelah inokulasi, jaringan lemak dan
otot telah diserang oleh jamur. Perubahan yang sangat jelas terjadi pada jaringan
lemak tubuh hama (Ramlee et al., 1996).
Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit
pada atau ada di dalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas
menjadikan nektar dan madu sebagai makanannya. Perbedaan defenisi antara parasit
dan parasitoid adalah;
- Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya,
sedangkan parasit tidak.
- Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak.
- Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya,
- Parasitoid dewasa tidak melakukan aktivasi parasitasi, akan tetapi hanya pada
stadia pradewasa, sedangkan parasit seluruh stadia melakukan parasitasi.
- Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya,
sedangkan parasit tidak (Wagiman, 2006).
2.5. Predator Metisa plana
Predator adalah binatang yang memakan binatang lain (mangsa) yang lebih
kecil atau lemah. Sycanus dichotomus merupakan predator yang umum ditemukan di
perkebunan kelapa sawit. Kemampuan untuk menyerang pada tahapan larva dari ulat
api membuat serangga ini cocok untuk pengendalian biologi dari ulat api (Norman et
al., 1998). Spesies lain dari Sycanus yang dilaporkan menyerang Mahasena corbetti
adalah S. macracanthus (De Chenon, 1989 dalam Tiong, 1996). Sycanus dichotomus
dilaporkan juga menyerang ulat api seperti Setotosea asigna dan Darna trima (De
Chenon 1989, dalam Singh 1992), tetapi bukan merupakan kandidat yang baik,
karena daya memakan yang lambat. Predator ini menghabiskan 4 – 5 hari untuk
memakan 1 larva dewasa (De Chenon et al, 1989).
Telur S. asigna tersebar secara mengelompok dan terikat satu sama lain dan
permukaannya tertutup oleh sejenis silinder plastik. Telur berwarna coklat dan selalu
dalam bentuk ukuran yang seperti ini yang tepat.pada arah mendatar. Betina dari
serangga ini menghasilkan 3 kelompok telur selama hidupnya. Larva mengalami 5
tahapan sebelum mencapai dewasa. Larva yang baru menetas berwarna kuning pada
pertemuan tulang kaki dan paha. Serangga dewasa betina dan jantan bisa dibedakan
dari ukuran badan dan perut. Serangga dewasa yang baru berwarna hitam dan tetap
tidak bergerak selama 15 – 20 menit. Beberapa serangga dewasa mati pada masa ini
(Zulkifli et al, 2004).
Beberapa publikasi terdahulu menyebutkan bahwa serangga ini hidup pada
tanaman pelindung. Oleh sebab itu populasinya cenderung dibatasi oleh tanaman
kelapa sawit muda. Observasi selama terjadinya ledakan hama ulat kantong
memperlihatkan bahwa S. dichotomus meletakkan telurnya pada helaian daun kelapa
sawit, membuat lebih mudah untuk menemukan makanan pada pelepah yang lebih
tinggi (De Chenon et al, 1989).
2.6.Tanaman inang Parasitoid dan Predator Metisa plana
Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan
yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama
pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti S. asigna, S.
bisura, D. trima dan S. nitens (Singh, 1992).
Beberapa penelitian telah menyarankan penggunaan tanaman yang berguna untuk
pengembangan musuh alami atau serangga yang menguntungkan. Leius (1967)
melaporkan bahwa karbohidrat dari nektar tanaman Umbelliferae sangat dibutuhkan
pada keadaan normal dan daya tahan dari tiga spesies Ichneumonid. Di Puerto Rico,
(Walcot, 1942 dalam Basri et al, 1999) melaporkan keberhasilan pengembangan
kehadiran dua gulma, Borreria verticillata dan Hyptis atrorubens. Tanaman ini
menyediakan nektar untuk serangga dewasa.
Menurut Syed dan Syah (1977) ada kerjasama antara tanaman menguntungkan
dan musuh alami. Dijelaskan bahwa pengembangan secara besar dari Euphorbia
heterophylla untuk pengembangan parasitoid dan predator di perkebunan kelapa
sawit. Mereka menemukan bahwa penggunaan herbisida secara intensif membunuh
E. geniculata dan E. Prunifolium menyebabkan ledakan dari Pteroma pendula dan
Setothosea asigna. Pengembangan tanaman yang menguntungkan di sepanjang
pinggiran jalan, bukan jalur panen dan tempat kosong di antara lahan. Usaha yang
berani ini perlu didukung oleh bukti langsung dari kegunaan berbagai jenis tanaman
sebagai tanaman menguntungkan (Basri et al., 1999).
2.7.Klasifikasi Beberapa Tanaman Bawah yang Terdapat di Sekitar Perkebunan Sawit
a. Air Mata Pengantin (Antigonon Leptopus)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
b. Anggur angguran (Tetrastigma papilosum)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Rosidae
c. Asistasia (Asystasia intrusa)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
d. Bunga Pukul Delapan (Turnera subulata)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
e. Cabai – Cabaian (Ludwigiahissopifolia)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
f. Sirih Hutan (Piper caducibracteum)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
g. Gambas Hutan (Luffa aegyptiaca)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
h. Gelanggeng kecil (Cassia tora)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
i. Kacangan (Centrosoma pubescens)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
j. Keladi Liar (Caladium bicolor)
Klassifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
k. Markisah hutan (Passiflora foetida)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
l. Mikania (Mikania micrantha)
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
m. Kacangan (Mucuna bracteata)
n. Pakis Udang (Staenochlaena pallustris)
o. Paria (Momordica charantia)
Klasifikasi
p. Putri Malu (Mimosa pudica)
q. Rumput Raguman (Paspalum commersonii)
r. Rayutan (Derris scandens)
Klasifikasi
s. Rumput Grintingan (Cynodon dactilon)
t. Rumput paitan (Paspalum conjugatum)
u. Rumput Teki (Cyperus rotundus)
Klasifikasi
v. Sambang (Lasia spinosa)
w. Senggani (Melastoma malabatricum)
x. Wedusan (Ageratum conyzoides)
Klasifikasi
y. Rumput Krisan (Scleria sumatrensis)
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Dolok PT PP London Sumatra Tbk. Waktu
pelaksanaan mulai bulan Februari sampai April 2010. Penelitian ini dilakukan
bekerjasama dengan Bah Lias Research Station atau saat ini dikenal dengan Sumatra
Bioscience.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tumbuhan inang parasitoid dan predator Metisa
plana dan tanaman perkebunan kelapa sawit Kebun Dolok perusahaan PT PP
London Sumatra Tbk yang terdapat serangan Metisa plana dan yang sudah
terkendali, alkohol, etil asetat.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Penangkap serangga /
Sweeping net (gambar terlampir) berguna untuk menangkap serangga dilapangan.
Osilator (gambar terlampir) untuk menangkap serangga yang berukuran sangat kecil.
Plastik untuk menyimpan metisa plana dan serangga yang didapat dari lapangan.
Label untuk menandai serangga yang didapat dari lapangan. Stereoscopic zoom
microscope diascopic untuk identifikasi dan dokumentasi serangga. Hand counter
untuk menghitung Metisa plana. Disecting kits untuk mencacah ( examinasi ) M.
plana. Talam 2 buah untuk tempat meletakkan M. plana yang akan diexaminasi.
serangga. Cawan petrix untuk meletakkan serangga yang akan diidentifikasi. Rearing
insect tempat untuk membiakkan M. plana dan untuk mengetahui parasitoid apa yang
terdapat di pupa M. plana. Kain mori untuk membuat sungkup yang berfungsi
sebagai tempat berkembangnya M. plana dan untuk mengetahui parasitoid apa yang
terdapat di pupa M. plana.Preparat dan Silet.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5
(lima) ulangan dengan jenis tanaman inang sebagai perlakuan. Areal pengamatan
seluas 100 hektar dimana 50 hektar terdapat serangan Metisa plana (areal terserang)
dan 50 hektar areal dimana serangan hama M. Plana sudah teratasi (areal terkendali).
Satu ulangan terdiri atas 10 ha yang dibagi lagi atas 2 hektar.
3.3.1. Koleksi Metisa plana di lapangan
Pengambilan data dilakukan pada hama M. plana untuk mengetahui jenis
serangga yang menyerang hama tersebut dengan mengambil sampel seluruh stadia
hama M. plana sebanyak 10000 ulat. Metisa plana yang diambil dari lapangan dibagi
2, yang mati dicacah/examinasi, yang hidup dipelihara dengan cara direaring dan
disungkup. Sampel M. plana dicacah dengan cara digunting (examinasi) untuk
melihat parasitoid dan predator yang ada di dalam pupa M. plana. M. plana yang
predator yang terdapat di pupa M. plana. Pengambilan sampel dilakukan pada areal
terserang.
3.3.2. Rearing dan Sungkup Metisa plana
Metisa plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) dan disungkup untuk
melihat perkembangan parasitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana.
Parasitoid dan predator yang muncul akan disimpan dalam koleksi basah untuk
diidentifikasi.
Metisa plana direaring dengan cara M. plana yang masih hidup diletakkan
kedalam wadah plastik, kemudian diletakkan daun sawit yang masih segar lalu
ditutup dengan menggunakan kain kasa dan diamati setiap dua hari sekali.
M. plana disungkup dengan menggunakan kain mori yang dijahit menyerupai
goni. Sebanyak 30 ulat M. plana yang didapat dilapangan dimasukkan kedalam goni
tersebut. Daun dari pohon kelapa sawit disungkupkan kedalam goni yang sudah berisi
M. plana. Kemudian ujung goni diikat dengan menggunakan tali plastik dan diamati
setiap dua hari sekali.
3.3.3. Pengujian keberadaan parasitoid dan predator di tubuh Metisa plana
Metisa plana yang diambil dari lapangan dibagi dua. M. plana yang mati
dicacah (examinasi) dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator
yang terdapat pada M. plana. Kemudian diamati penyebab kematian, apakah
hand counter untuk mengetahui jumlah M. plana yang diamati. Jika ditemukan
kantong hama M. plana yang berlubang, maka hama tersebut diserang oleh parasitoid
sedangkan jika kantong hama M. plana hanya berlubang seperti ditusuk jarum, maka
hama tersebut diserang oleh predator.
3.3.4. Pengamatan parasitoid dan predator pada tanaman.
Pengambilan data dilakukan dengan mengamati rumpun bunga/tanaman yang
terdapat pada areal untuk mengetahui jenis serangga yang menjadi parasitoid atau
predator. Penangkapan serangga yang terdapat pada rumpun bunga/tanaman tersebut
dilakukan dengan menggunakan penangkap serangga dan osilator. Penangkapan
serangga dengan mengayunkan sweeping net, serangga yang terjaring dimasukkan
kedalam botol dan diberi label. Pengambilan data ini dilakukan 3 kali yaitu pada jam
08.00 pagi, jam 13.00 siang dan jam 16.00 sore selama 1 (satu) bulan. Serangga
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Pada penelitian ini, faktor utama yang ingin diketahui adalah jenis tanaman
yang diduga dapat sebagai inang parasitoid dan predator M. plana, yang terdiri dari :
a. Air Mata Pengantin (Antigonon Leptopus)
b. Anggur angguran (Tetrastigma papilosum)
c. Asistasia (Asystasia intrusa)
d. Bunga Pukul Delapan (Turnera subulata)
f. Sirih Hutan (Piper caducibracteum)
g. Gambas Hutan (Luffa aegyptiaca)
h. Gelanggeng kecil (Cassia tora)
i. Kacangan (Centrosoma pubescens)
j. Keladi Liar (Caladium bicolor)
k. Markisah hutan (Passiflora foetida)
l. Mikania (Mikania micrantha)
m. Kacangan (Mucuna bracteata)
n. Pakis Udang (Staenochlaena pallustris)
o. Paria (Momordica charantia)
p. Putri Malu (Mimosa pudica)
q. Rumput Raguman (Paspalum commersonii)
r. Rayutan (Deris scandens)
s. Rumput Grintingan (Cynodon dactilon)
t. Rumput Paitan (Paspalum conjugatum)
u. Rumput Teki (Cyperus rotundus)
v. Sambang (Lassia spinosa)
w. Senggani (Melastoma malabatricum)
x. Wedusan (Ageratum conyzoides)
Tanaman yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dikoleksi, diidentifikasi
serta dilakukan pengamatan secara morfologi dan anatomi.
a. Pengamatan secara morfologi ;
Tanaman yang ada diperkebunan kelapa sawit dikumpulkan dan difoto.
Tanaman dicabut (lengkap daun, bunga, batang dan akar) dan dicelupkan kedalam
alkohol. Kemudian diletakkan dikertas koran dan dibungkus dengan plastik. Tanaman
diidentifikasi di laboratorium.
b. Pengamatan secara anatomi
Tanaman yang diambil dari lapangan diambil bagian daun saja. Daun diiris
setipis mungkin. Dibuat preparat dan di amati dibawah mikroskop, lalu diphoto.
Diamati trichoma pada daun tersebut.
Serangga yang terdapat pada tanaman tersebut diamati. Dengan melihat
serangga yang terdapat pada rumpun/tanaman, hasil examinasi, rearing M. plana
dapat diketahui jenis serangga yang menjadi parasitoid dan predator hama M. plana
dan tanaman apa yang menjadi inang serangga tersebut.
3.3.5. Pengujian parasitoid dan predator terhadap Metisa plana
Parasitoid dan predator yang dicurigai sebagai musuh alami M. plana, di uji
coba dengan cara memasukkan M. plana dan parasitoid yang dicurigai ke dalam satu
3.3.6. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 (lima)
ulangan dengan jenis tanaman inang sebagai perlakuan. Data dianalisis dengan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Rearing Metisa plana
Ulat kantong merupakan salah satu hama pada tanaman kelapa sawit,
sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Bagian yang terserang yaitu daun pada
tanaman dan stadia yang merugikan yaitu pada masa ulat. Gejala tanaman yang
terserang ulat kantong yaitu daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang.
Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut
adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu
dan hanya daun muda yang masih hijau.
Penyebaran hama M. plana amat cepat, karena sifatnya yang mobil, mudah
berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari satu pohon ke pohon lain. Populasi
kritis untuk pengendalian 2-20 ekor ulat perpelepah tergantung pada stadia hama.
Siklus hidup berlangsung 3 bulan lebih, siklus ini meliputi, telur selama 18 hari
inkubasi, larva selama 50 hari untuk 4-5 instar larva, pupa selama 25 hari (Fizrul,
1997). Masing – masing tingkatan perkembangan Metisa plana dapat dilihat pada
Gambar 1.
Berdasarkan hasil pengamatan rearing M. plana dilaboraorium siklus hidup M.
plana adalah sebagai berikut. Fase telur M. plana berukuran ± 2-3 mm dengan lama
inkubasi 18 hari. Fase larva muda berukuran ± 5mm dengan lama waktu 18 hari. Fase
dewasa berukuran ± 10 mm dengan lama waktu 14 hari. Fase pupa beukuran ± 10
mm dengan lama waktu 25 hari. Fase dewasa berukuran 10 - 15 mm.
Gambar 1. Siklus hidup hama Metisa plana a. telur, b larva muda (5 mm), c. larva sedang (5-10 mm) d. larva dewasa (10 mm), e. pupa (10 mm), dan f. serangga dewasa (Lubis, 2010).
C D
B
4.2. Populasi Metisa plana pada areal penelitian
Pengamatan awal dilakukan pada areal percobaan untuk mengetahui status M.
plana, pada areal terserang dan yang sudah terkendali. Populasi M. plana pada setiap
stadia yang dijumpai pada areal kebun sawit terserang dapat dilhat dari Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Metisa plana pada areal kebun sawit yang terserang
Stadia Kondisi Jumlah
Hidup 0 Mati 0 Mati bukan karena parasitoid 0
Telur Mati bukan karena parasitoid 1
Larva kecil
Mati parasitoid 0
Hidup 95 Mati 2831 Mati bukan karena parasitoid 0
Larva sedang
Mati parasitoid 4
Hidup 97 Mati 1933 Mati bukan karena parasitoid 4
Larva besar
Mati parasitoid 13
Hidup 37 Mati 2683 Mati bukan karena parasitoid 2
Pupa
Mati parasitoid 19
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa pada saat pengambilan sampel, hama M.
plana berada pada fase larva dan pupa sedangkan fase telur tidak dijumpai. Pada fase
pupa, jumlah hama M. plana cukup banyak yaitu 2720. Hama M. plana yang
terserang oleh parasitoid ditemukan mulai pada stadia larva sedang dan larva besar.
sebanyak 19. Dari jumlah ini sebagian besar (32 ekor) ditemukan pada periode pupa
dan larva dewasa yang menunjukkan bahwa predator hama ini mulai menyerang pada
periode larva dewasa. Dari Tabel 1 ini diketahui tidak ada hama M. plana yang mati
disebabkan oleh predator.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah hama M. plana yang hidup
paling banyak pada stadia larva kecil, walaupun tidak berbeda dengan larva sedang
dan besar. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa walaupun tidak ada perbedaan diantara
stadia hama M. plana yang mati disebabkan oleh parasitoid, namun ada kecendrungan
semakin besar stadia hama M. plana, semakin banyak jumlah hama M. plana yang
mati disebabkan parasitoid.
Tabel 2. Jumlah hama Metisa plana pada stadia yang berbeda di areal terserang Penyebab Kematian
Stadia Hidup Mati
Bukan Parasitoid Parasitoid Telur 0 a 0 a 0 a 0 a Larva Kecil 5.7 c 92.9 b 0.05 a 0 a Larva Sedang 4.5 bc 134.8 b 0 a 0.2 a Larva Besar 4.6 bc 92 b 0.19 a 0.6 a
Pupa 1.8 ab 127.8 b 0.1 a 0.9 a
Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.
Periode larva kecil jumlah hama Metisa plana hidup lebih banyak jika
dibandingkan dengan periode pupa yaitu 1.8 ekor. Pada umumnya perkebunan kelapa
sawit jika akan melakukan tindakan pengendalian kimiawi, didasarkan pada fase ini.
Bila tidak ditemukan musuh alami hama M. plana pada fase larva di areal terserang,
efektif dilakukan jika dibandingkan ketika hama telah mencapai periode pupa.
Ketika periode pupa, sangat sulit dikendalikan karena hama telah memiliki pelindung
dan bahan kimia tidak akan bisa mengenai sasaran. Namun pengendalian dengan
bahan kimia juga harus dilakukan dengan baik karena jika tidak musuh alami hama
tersebut yang juga terdapat pada areal juga akan mati.
4.3. Populasi Serangga yang Terdapat Pada Tanaman Bawah di Areal Terserang dan Terkendali
Tabel 3 menunjukkan rata-rata jumlah serangga dan jenis serangga yang
terdapat pada rumpun tanaman diareal pengamatan. Dari tabel terlihat bahwa
tanaman Staenochlaena pallustris dan Asistasia intrusa adalah tanaman terbanyak
dijumpai kunjungan serangga. Setiap harinya ditemukan rata-rata lebih dari 9
serangga dengan jumlah jenis serangga lebih dari 4 jenis. Fenomena sebaliknya, pada
tanaman Piper caducibracteum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora merupakan
tanaman yang tidak ada satupun jenis serangga ditemukan berkunjung.
Jenis tanaman yang tidak dikunjungi satupun jenis serangga, Piper
caducibracteum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora ternyata ketiganya tidak memiliki
kelenjar trichom. Diduga kelenjar trichom merupakan tempat sintesis dan sekeresi
metabolit sekunder yang berfungsi untuk menarik serangga datang ke suatu tanaman.
Kelenjar trichom juga menyebabkan morfologi daun menjadi scaber (kasar) yang
tersebut tidak mempunyai kelenjar trichom, maka senyawa penarik serangga untuk
datang berkunjung dan meletakkan telur tidak ada.
Tabel 3. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang dan terkendali
Rataan jumlah Serangga Rataan Jenis Serangga Jenis Gulma Pagi Siang Sore Trichoma Pagi Siang Sore
Steonchlaena pallustris 3.6 3.8 2.2 tdk ada 1.5 1.9 1.2
Momordica charantia 2.2 2.5 1.2 ada 0.9 1.0 0.4
Melastoma malabatricum 0.6 0.5 1.0 tdk ada 0.2 0.1 0.1
Cyperus rotundus 0.0 0.5 0.0 tdk ada 0.0 0.2 0.0
Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.2 tdk ada 0.3 0.2 0.1
Populasi jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan areal terkendali
dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Jika dilihat dari areal terserang dan terkendali,
terlihat perbedaan yang sangat jauh. Pada areal terkendali jumlah serangga sangat
banyak yaitu 119 serangga dibandingkan dengan daerah terserang yang hanya 37.6
dengan masing masing jumlah jenis serangga rata – rata 14,6 dan 6.9 pada kedua
lokasi.
Berdasarkan hasil penelitian dari 10 jenis tanaman bawah yang banyak
didatangi oleh serangga, 7 jenis diantaranya memiliki trichoma pada daun dan warna
bunga yang cerah. Hal ini mengindikasikan serangga mendatangi tanaman tersebut
selain karena tanaman memiliki bunga juga karena tanaman memiliki trichoma. Daun
yang memiliki trichoma menyebabkan serangga tersebut mudah untuk meletakkan
telurnya.
Selanjutnya Ramadhani (2009) menyebutkan ada beberapa faktor yang
menyebabkan serangga menyukai tanaman tertentu diantaranya antraktan visual.
Ramadhani menyatakan terdapat dua komponen penting pada atraktan visual, yaitu
warna dan bentuk. Semakin besar bunga/perbungaan dan semakin kontras dengan
lingkungan sekitar semakin efektif kerja dari atraktan ini.
Pada areal tanaman yang terkendali, dari Tabel 4 telihat bahwa lebih dari 5
jenis tanaman yang disukai oleh serangga diantaranya Antigonon leptopus, Asystasia
intrusa, Passiflora foetida, Stenochlaena pallustris, Momordica charantia dan
Cynodon dactilon dengan rata – rata jumlah serangga > 10 serangga perharinya
Tabel 4. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terkendali
Rataan jumlah serangga Rataan jenis serangga Jenis Gulma
Pada umumnya serangga lebih banyak ditemukan pada siang hari
dibandingkan pagi ataupun sore hari. Pola aktivitas harian serangga tergantung pada
beberapa faktor, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, sekresi senyawa atraktan,
serta keberadaan bunga mekar. Aktivitas berkunjung serangga aktif pada siang hari
Pengamatan dari Wahid dan Kamrudin (1997) untuk serangga T. hawaiinesis
dan Tandon et al., (2001) untuk serangga E. kamerunicus menunjukkan terdapat
hubungan antara jumlah serangga yang berkunjung ke suatu tanaman dengan kondisi
dari tanaman yang dikunjungi. Pola seperti tersebut diduga ada faktor pengatur
seperti ritme ”endogenous” untuk ekskresi senyawa atraktan yang berhubungan
dengan aktivitas serangga, disamping juga faktor fisis lingkungan setempat.
Pada areal tanaman terserang yang ditunjukkan pada Tabel 5, dijumpai
rata-rata jumlah serangga lebih sedikit dibandingkan dengan areal tanaman terkendali,
dimana rata-rata jumlah serangga perharinya hanya 3 – 5 serangga dengan yang
terbanyak pada tanaman Derris scandens, Mimosa pudica, Stenochlaena pallustris
dan Asystasia intrusa dengan jumlah jenis serangga hanya 2 – 3 jenis serangga,
sedangkan jenis tanaman yang lain kurang disukai oleh serangga tersebut.
Tanaman Derris scandens dan Stenochlaena pallustris keduanya mempunyai
trichom, faktor inilah yang menyebabkan serangga berkunjung ke tanaman tersebut.
Namun tanaman Mimosa pudica tidak bertrichom, maka diduga serangga datang
disebabkan karena faktor lain, misal bentuk bunga yang berwarna mencolok atau
yang sedang mekar sehingga banyak menghasilkan sumber makanan. Dugaan lain
disebabkan karena bentuk yang rimbun dari habitus tanaman Mimosa pudica,
sehingga dapat memberi perlindungan bagi serangga. Secara umum faktor-faktor
keuntungan tersebut merupakan penyebab utama mengapa satu jenis serangga tertarik
untuk mendatangi suatu tanaman.
Tabel 5. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang
Rataan Jumlah Serangga Rataan Jenis Serangga Jenis Gulma
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
Antigonon leptopus 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Tetrastigma papilosum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Asystasia intrusa 1.6 1.7 1.1 1.2 1.1 0.7
Turnera subulata 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Ludwigia hissopifolia 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Luffa aegyptiaca 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Cassia tora 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Centrosoma pubescens 1.6 1.9 0.9 0.7 1.1 0.4
Caladium bicolor 1.4 1.5 0.2 0.9 0.9 0.1
Passiflora foetida 0.0 0.2 0.0 0.0 0.2 0.0
Mikania micrantha 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 0.2
Mucuna bracteata 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Steonchlaena pallustris 1.9 2.8 1.2 1.0 1.5 0.8
Momordica charantia 0.6 2.0 0.1 0.4 0.8 0.1
Mimosa pudica 1.0 4.1 0.9 0.7 1.6 0.6
Derris scandens 2.3 2.8 2.0 1.4 1.5 1.1
Cynodon dactilon 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Scleria sumatrensis 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Paspalum conjugatum 0.7 0.8 0.2 0.4 0.5 0.1
Paspalum commersonii 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Lasia spinosa 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Melastoma malabatricum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Cyperus rotundus 0.0 0.8 0.0 0.0 0.3 0.0
Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.0 0.2 0.2 0.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa secara umum, tanaman Asystasia intrusa dan
Stenochlaena pallustris tertinggi dikunjungi serangga dan sangat berbeda nyata
dengan tanaman lain. Tanaman Piper aduncatum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora
adalah tanaman yang tidak ditemukan adanya kunjungan serangga.
Tabel 6. Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendali
Terserang Terkendali Rataan Serangga Rataan Serangga Rataan Serangga Jenis Gulma
Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis
Antigonon leptopus 1.56 cde 0.51 bcd 0.0 a 0.0 a 3.67 de 1.20 ef
Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.
Jika dibandingkan antara areal terserang dan terkendali, terdapat perbedaan
tanaman yang lebih suka dikunjungi oleh serangga. Pada areal terserang, serangga
Stenochlaena pallustris, sedangkan pada areal terkendali, serangga sangat menyukai
tanaman Asystasia intrusa, Stenochlaena pallustris , Derris scandens dan Antigonon
leptopus.
Bila dilihat dari waktu pengambilan serangga, secara umum lebih banyak
dijumpai serangga pada siang dan pagi hari, dimana pada daerah terserang, serangga
lebih banyak dijumpai pada siang hari, sedangkan pada areal terkendali, tidak ada
perbedaan jumlah serangga pada pengambilan pagi, siang ataupun sore hari, hal ini
terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendali
Terserang Terkendali
Rataan Serangga
Rataan serangga Rataan serangga Waktu
Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Sore 0.86 a 0.34 a 0.31 a 0.18 a 1.66 a 0.56 a Pagi 1.06 ab 0.48 b 0.52 a 0.31 b 1.79 a 0.68 a Siang 1.17 b 0.52 b 0.84 b 0.44 c 1.77 a 0.72 a
Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.
Lisanti dan Wood, 2009 menjelaskan adanya perbedaan antara daerah yang
dilakukan pengendalian dengan bahan kimia dan dengan virus dimana pada daerah
dengan pengendalian bahan kimia ada indikasi bahwa ketika hama kembali
menyerang daerah itu, tidak ada lagi musuh alami dan populasi serangga hama cepat
meningkat dari bulan-bulan sebelumnya (resurgensi). Ini juga terbukti dari jumlah
kematian akibat musuh alami yang sangat rendah dijumpai di areal tersebut sejak
bulan Mei – Oktober 2008 sehingga terjadi kenaikan populasi yang tinggi pada bulan
4.4. Parasitoid Hama M. plana Hasil Rearing Pada Setiap Jenis Tanaman Bawah
Pengambilan hama M. plana yang dilanjutkan dengan rearing dilaboratorium,
ditemukan beberapa serangga yang menjadi parasitoid hama M. plana. Perbandingan
jumlah parasitoid yang terdapat pada setiap jens tanaman dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Parasitoid yang terdapat pada hama M. plana setelah dilakukan rearing di laboratorium
Jumlah Parasitoid Tanaman
Total Trichoma Terserang Terkendali
Antigonon leptopus 2 Ada 0 2
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa beberapa tanaman dijumpai kehadiran
parasitoid dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jenis tanaman
yang dikunjungi oleh serangga tersebut dimana pada areal terserang, serangga
parasitoid lebih banyak terdapat pada tanaman Caladium sp dan Mimosa pudica,
sedangkan pada areal terkendali paling banyak terdapat pada tanaman Cynodon
Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang muncul setelah rearing
M. Plana yang terdapat pada areal tersesang dan terkendali dapat dilihat pada tabel 9.
Berdasarkan hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 9, secara umum serangga
parasitoid banyak ditemukan pada tanaman Ageratum conyzoides, tetapi hanya
berbeda dengan Centrosema pubescens dan Micania micrantha tetapi tidak berbeda
nyata dengan beberapa tanaman lainnya. Pada areal yang terserang, tidak ada
perbedaan diantara tanaman yang disukai serangga parasitoid, namun pada areal yang
terkendali, serangga parasitoid tersebut lebih menyukai tanaman Ageratum
conyzoides diikuti oleh tanaman Cynodon dactilon dan Antigonon leptopus.
Tabel 9. Pengaruh Jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang mucul setelah rearing M. plana yang terdapat pada areal terserang dan terkendali
Jumlah Parasitoid
Tanaman Total Terserang Terkendali
Antigonon leptopus 0.36 ab 0.00 0.36 ab
Staenochlaena pallustris 0.35 ab 0.18 a 0.18 b
Momordica charantia 0.33 ab 0.08 a 0.25 b
Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.
Dari pengumpulan serangga yang terdapat pada tanaman di areal terkendali
pada tabel 10. Tabel 10 memperlihatkan bahwa pada areal terkendali terdapat 4 jenis
serangga parasitoid Sp. A, Sp.B, Sp. C dan Sp. D. Serangga D yaitu Aphanteles
metesae ditemukan paling banyak, sedangkan tanaman yang paling disukai pada
areal terkendali adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia dan Ageratum
conizoides. Terlihat juga bahwa serangga Aphanteles metesae (D), lebih menyukai
tanaman Ageratum conizoides, Cynodon dactilon, dan Asystasia intrusa.
Tabel 10. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terkendali Jenis Serangga
Dari pengumpulan serangga yang terdapat pada tanaman di areal terserang
dan dibandingkan dengan serangga parasitoid yang menyerang M. plana diperoleh
data seperti pada tabel 11. Tabel 11 memperlihatkan bahwa pada areal terserang juga
terdapat 4 jenis serangga parasitoid Sp. A, Sp. B, Sp. C dan Sp.D. Serangga D yaitu
Tabel 11. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang
Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan
terkendali. Tabel 12 menunjukkan bahwa baik pada areal terkendali maupun
terserang terdapat 4 jenis serangga yaitu A, B, C dan D. Serangga D
(Aphantalesmetesae) ditemukan paling banyak dan diikuti oleh serangga C,
sedangkan tanaman yang paling disukai adalah Cynodon dactilon dan Momordica
charantia. Jika dibandingkan areal terserang dan terkendali (Tabel 10 dan 11) terlihat
bahwa serangga lebih banyak ditemukan pada areal terkendali sebanyak 18
serangga dibandingkan areal terserang sebanyak 13 serangga.
Paspalum conjugatum 0 0 0 1 1
Dari pengumpulan hama M. plana pada areal terserang dan terkendali
setengah bagian dicacah dan setengah bagian lagi dilakukan rearing untuk
mengetahui serangga parasitoid yang keluar dari hama M. plana. Serangga parasitoid
yang ditemukan kemudian dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Hasil
pengamatan pada gambar 2. Dari Gambar 2 diduga ada 4 jenis serangga parasitoid
yang terdapat pada lokasi percobaan yang berasal dari ordo Hymenoptera. Sampel
dari serangga parasitoid telah dikirim ke LIPI untuk identifikas namun hasil
identifikasi belum diterima. Salah satu serangga yaitu serangga D adalah Apantheles
metesae dari family Braconidae. Berdasarkan Tabel 13 parasitoid yang paling efektif
untuk mengendalikan M. plana adalah serangga Apantheles metesae.
Tabel 13. Pengujian serangga parasitoid terhadap hama Metisa plana Jenis Serangga Jumlah M. plana yang Terparasit
Spesies A 1
Spesies B 1
Species C 1
Spesies D 4
Serangga ini juga ditemukan oleh Sankaran dan Syed, 1972, dimana serangga