• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelainan Kromosom Pada Abortus Spontan Berdasarkan Usia Pasangan Suami Istri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS. Jejaring FK-USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kelainan Kromosom Pada Abortus Spontan Berdasarkan Usia Pasangan Suami Istri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS. Jejaring FK-USU"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS 

KELA INA N KRO M O SO M PA DA A BO RTUS

SPO NTA N BERDA SA RKA N USIA

PA SA NG A N SUA M I ISTRI DI RSUP. H.

A DA M M A LIK M EDA N

DA N RS. JEJA RING FK- USU

O le h:

ERROL HAMZAH

Pe m b im b ing :

Pro f. Dr. DA ULA T. H. SIBUEA , Sp .O G (K) Dr. SA RM A . N. LUM BA NRA JA , Sp .O G (K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H. ADAM MALIK/RS. PIRNGADI MEDAN

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K

Dr. Sarma N. Lumbanraja , SpOG.K

Pembanding : Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG

Dr. Syamsul A. Nasution, SpOG.K

Dr. Hj.Sarah Dina, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

bidang Obstetri dan Ginekologi

 

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala,

Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini

dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak

kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan

saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah

perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS SPONTAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN & RS. JEJARING FK USU”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada

saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas

(4)

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Fidel. G. Siregar, Sp.OG, Sekretaris

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. Henry Salim

Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Riza. Z. Tala, SpOG.K, Sekretaris

Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ;

dan juga Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, SpOG.K, selaku Kepala

Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti

pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan ; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof. DR. dr. M.

Thamrin Tanjung, SpOG.K ; Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr.

Budi R. Hadibroto, SpOG.K ; dan Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K ;

Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K yang telah bersama-sama berkenan

menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen

Obstetri dan Ginekologi.

3. Khususnya kepada Prof. dr. H. T. Bahri Djohan, Sp.JP.K ; yang telah

banyak sekali membantu saya pada waktu memasuki dan mengikuti

pendidikan S 1 kedokteran umum hingga saya dapat mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau

4. Kepada Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, Sp.OG.K & Prof. dr. Delfi

(5)

pendidikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru saya

tersebut.

5. Prof. dr. Daulat. H. Sibuea, SpOG.K dan dr. Sarma. N. Lumbanraja,

SpOG.K selaku pembimbing tesis saya, bersama dr. Hotma. P. Pasaribu,

SpOG; dr. Syamsul Arifin Nst, SpOG.K; dan dr. Hj. Sarah Dina, SpOG.K,

selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah

meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa,

dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. dr. Hotma. P. Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing referat mini

fetomaternal saya yang berjudul ” Gangguan saluran kemih pada wanita

pasca persalinan” ; kepada dr. Aswar Aboet, SpOG.K selaku pembimbing

referat mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul

”Manajemen Mola Hidatidosa dalam mendeteksi Penyakit Trofoblas

Ganas” dan kepada dr. Deri Edianto, SpOG.K selaku pembimbing referat

mini Onkologi saya yang berjudul ” Tumor Marker Pada Kanker

Ovarium”.

7. dr. Hj. Sarah Dina, Sp.OG.K, selaku Ibu Angkat saya selama menjalani

masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan

memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam

menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

8. dr. Rushakim Lbs, Sp.OG yang telah memberikan nasehat, mengayomi

(6)

9. Kepada dr. Surya Dharma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan

pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

10. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik

saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

11. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah

diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan.

12. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama

mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

13. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUD. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti

pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

14. Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr.

Nazaruddin Jaffar, SpOG.K ; beserta staf yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di

(7)

15. Direktur RS Haji Mina Medan, beserta staf pengajar yang telah banyak

memberikan kesempatan dan sarana belajar selama saya pendidikan

16. Ka. RUMKIT Putri Hijau KESDAM I/BB & Ka. SMF OBSGYN Mayor. CKM.

dr. Gunawan Rusuldi, Sp.OG beserta staf yang telah banyak memberi

kesempatan dan membimbing saya selama saya pendidikan

17. Direktur RSU Sundari Medan, beserta staf yang telah memberi

kesempatan belajar dan bekerja selama saya pendidikan

18. Direktur RSUD Sipirok beserta staf, yang telah memberikan kesempatan

kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

19. Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta

staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya

bertugas di Departemen tersebut.

20. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas

kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di

Departemen tersebut.

21. Kepada senior-senior saya, dr. Edwin Martin Asroel, SpOG, dr. Angel

Jelita, Sp.OG, dr. Haryanto Lumbanraja, Sp.OG, dr. Roy Yustin

Simanjuntak, Sp.OG, Dr. Johny Marpaung, Sp.OG, dr. Errysyahbani. S,

Sp.OG, dr. Melvin N.G. Barus, SpOG, dr. Miranda Diza, Sp.OG; dr. Dudi

Aldiansyah, SpOG, dr. Eka Purnama Dewi.R, Sp.OG, dr. M. Oky Prabudi,

(8)

dr. Mulda. F. Situmorang, dr. T.M. Rizki, Sp.OG, dr. P. Gottlieb. S, Sp.OG,

dr. Dwi Faradina, Sp.OG, dr. Alim Sahid, Sp.OG, dr. Sim Romi, Sp.OG, dr.

Ronny. P. Bangun, Sp.OG, dr David Luther Lbs, Sp.OG, dr. Siti Sylvia. S,

Sp.OG, dr. Gorga. I. V. W. Udjung, Sp.OG, dr. M. Ikhwan, Sp.OG, dr.

Edward Muldjadi, Sp.OG, dr. Riza. H. Nst, dr. Lili kuswani, dr. Ari. A. Lbs,

dr. T. Jeffrey. A, Sp.OG, dr. M. Rizky Yaznil, Sp.OG, dr. Made Surya.K,

Sp.OG, dr. M. Jusuf. R, dr. Sri jouhara, dr. Boy. R. P. Srg terimakasih

banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah

diberikan selama ini.

22. Kepada dr. Alfian. Z. Srg, dr. Firman Alamsyah, dr. Aidil Akbar, Sp.OG, dr.

Andri. P. Aswar, dr. Hatsari. M. P. S.S, dr. Rizka Heriansyah, dr. Reynanta

saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang

diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan.

23. Kepada dr. Riske. E. Putri, dr. Hendri Ginting, dr. Sri Damayana, dr. M.

Wahyu Wibowo, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Ivo Chanitry, dr. Arvita.M.Lbs,

dr. Johan Ricardo, dr. Aprizza. P, dr Hilma Putri Lbs, dr. Masitah

Taharudin, dr. Bandini, dr. Jesurun. B. D. Hutabarat, saya mengucapkan

terimakasih atas dukungan dan bantuan serta kebersamaan kita dengan

pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan selama pendidikan

sebagai tim jaga serta bantuan yang diberikan selama penelitian dan

pembuatan tesis saya ini

24. Kepada junior-junior saya dr. T. Johan. A, dr. Elvira. M. S, dr. Heika. N.

Silitonga, dr. Irwansyah. P, dr. Ali Akbar. Hsb, dr. Ismail Usman, dr. Aries.

(9)

dr. Eka Handayani, dr. Yudha sadewo, dan seluruh PPDS obstetri &

Ginekologi FK-USU yang tidak dapat saya ucapkan satu per satu, saya

menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan

selama penelitian dan pembuatan tesis saya ini.

25. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien

di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik –

RSU. Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh

pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian

yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program

pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang ayahanda, dr. H. Ismet, Sp. B

dan Ibunda Mutia Farida, yang telah membesarkan, membimbing,

mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil

hingga kini, memberi keteladanan yang baik dalam menjalani hidup serta

memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan

ini.

Buat anakku tersayang dan selalu kurindukan M. Faisal Hamzah, doa ku selalu

menyertaimu dimana pun engkau berada.

Kepada kakak ku Novita indriani, SE, adik-adik ku Ella Miryanti, SH, Nadif

Hamzah, SH, dr. Metty Savitri, Mira Tania serta abang iparku Zulfikar Djufri,

ST, Adik iparku Kapten. KAL. Roni Navaron, SE, terima kasih atas doa,

(10)

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat saya

sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung,

yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya

ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya Rabbal ’Alamin.

Medan, 31 mei 2011

(11)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian :

Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

Hasil Penelitian :

Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami > 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.

Kesimpulan :

Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun. Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian disusul oleh monosomi X.

Kata Kunci :

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……….………. i

DAFTAR TABEL………..……… iii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

DAFTAR SINGKATAN ……… v

BAB 1. PENDAHULUAN ……….………… 1

1.1 Latar Belakang ……….……… 1

1.2 Perumusan masalah ……….. 4

1.3 Hipotesis penelitian ……… 4

1.4 Tujuan penelitian ………..4

1.4.1 Tujuan umum ………..4

1.4.2 Tujuan khusus ………... 4

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

2.1 Abortus 2.1.1 Defenisi ……… 5

2.1.2 Stadium klinik abortus ………... 6

2.1.3 Patofisiologi ………. 7

2.1.4 Etiologi ………. 8

2.1.5 Insidensi ……… 10

2.2 Kromosom ………. 11

2.2.1 Struktur Kromosom ………. 11

2.2.1.1 Kromosom pada Metafase ……… 12

2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase ………. 13

2.2.1.3 Kariotipe ……… 14

2.2.1.4 Susunan Kromosom ……….. 15

(13)

2.2.3 Meiosis ……….. 21

2.2.4 Kelainan Kromosom/Genetik ………. 23

2.2.5 Kerangka Teori ……...………. 31

2.2.6 Kerangka Konsep ……… 31

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……… 32

3.1 Rancangan Penelitian ……….. 32

3.2 Waktu dan tempat Penelitian ……….. 32

3.3 Populasi Penelitian ……… 32

3.4 Jumlah Sampel Penelitian ……… 32

3.5 Kriteria Penelitian 3.5.1 Kriteria inklusi ……… 33

3.5.2 Kriteria ekslusi ……….. 33

3.6. Identifikasi variabel ………... 33

3.7 Alur kerja penelitian ……….... 34

3.8 Batasan Operasional ……….. 35

3.9 Cara kerja ………. 35

3.10 Analisa Data ……….. 42

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian ……. 43

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta abortus spontan ……….. 43

Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami abortus spontan ……….. 45

(14)

dengan kromosom jaringan plasenta abortus spontan …….. 47

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 49

5.1 Kesimpulan ……… 49

5.2 Saran ……….. 49

Lampiran I : Data Identitas Subjek Penelitian ……….. 50

Lampiran II : Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian ………... 51

Lampiran III :Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ……….. 52

(15)

DAFTAR TABEL

      Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian .…….. 43

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta

abortus spontan ……….. 43

Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami

abortus spontan ……….. 45

Tabel 4.4 Jenis kelainan kromosom pada usia suami yang istrinya

mengalami abortus spontan ……….. 46 Tabel 4.5 Hubungan antara usia istri dan usia suami subjek penelitian

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12 .…….. 12

Gambar 2. Gambaran mikroskopik kromosom pada fase metafase… 13 Gambar 3. Tipe kromosom metafase ……… 13

Gambar 4. Kariogram kromosom metafase ………. 15

Gambar 5. Tingkat organisasi kromosom ……… 16

Gambar 6. Nukleosom, struktur dasar susunan DNA ……… 17

Gambar 7. Struktur kromatin ……….. 17

Gambar 8. Segmen kromatin ………. 18

Gambar 9. Mitosis ……… 20

(17)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

FISH : Fluorescent In Situ Hybridization

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

TORCH :Toxoplasma Rubella Cytomegalovirus

Herpes simplex

TBC : Tuberculosa

DM : Diabetes Melitus

SLE : Systemic Lupus Eritematosus

ACA : Antibody Anticardiolipin

DNA : Deoxinucleus Acid

RNA : Ribonucleus Acid

ATP : Adenin Tri Phosfat

USG : UltraSonoGraphy

HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir

CVS : Chorionic Villous Sampling

POC : Product Of Conception tissue

NCAM : Neural Cell Adhesion Molecule

 

 

 

 

 

 

 

 

(18)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian :

Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

Hasil Penelitian :

Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami > 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.

Kesimpulan :

Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun. Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian disusul oleh monosomi X.

Kata Kunci :

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika Serikat definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan sebelum 20 minggu berdasarkan dari tanggal hari pertama haid terakhir.1 Defenisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya hasil konsepsi yang berat badannya < 500gr.1

Warburton & Fraser pada tahun (1986) melaporkan frekuensi abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, sedangkan pada wanita yang berusia 40 tahun insiden meningkat menjadi 26%. Trisomi sering dijumpai pada kejadian abortus spontan yaitu hampir 60%; trisomi yang sering dijumpai pada kromosom nomor 16, 22, 21, 15, 18, dan 13. Trisomi 16 mencapai 26% dari kejadian abortus spontan pada usia kehamilan 11 minggu, sedangkan monosomi X berada ditempat kedua pada kejadian abortus spontan.2

Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.3

Jauniaux & Burton yang melaporkan bahwa 2/3 kasus abortus spontan ( 66% ) mengalami defek plasentasi.4

Sedangkan Benirsche & Kaufmann menemukan kelainan vili plasenta pada 50-60% kasus abortus spontan.5

Menurut Hempstock sekitar 40% kasus abortus spontan tidak diketahui penyebabnya terutama pada kasus abortus spontan berulang. Penyebab abortus spontan lainnya berhubungan dengan kelainan kromosom, faktor endokrin, faktor infeksi, faktor imunologi dan kelainan anatomi dari uterus.6

(20)

Kehamilan tidak semuanya dapat berjalan dengan baik, Arias mengutip dari Zinaman melaporkan dari semua konsepsi hanya sekitar 50-60% yang mampu melewati usia kehamilan 20 minggu, sisanya berakhir dengan terjadinya abortus spontan oleh karena kegagalan implantasi.8

Storm dkk (1996) menyampaikan bahwa kromosomal aneuploidi dijumpai sebanyak 60% pada trimester pertama abortus spontan. Melalui penelitian terhadap 545 wanita yang mengalami abortus spontan, sebanyak 154 kasus ( 45 % ) memiliki kelainan kromosom yang diketahui melalui pemeriksaan kariotip. Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering dimana 15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya adalah faktor genetik atau perkembangan janin yang abnormal.9

Keguguran yang berulang sebanyak 3% dari populasi dan dikaitkan dengan trombofilia, serviks yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi dan kelainan imunitas. Riwayat ginekologi penting karena mungkin ada perbedaan etiologi pada wanita dengan riwayat subfertil dengan keguguran dibandingkan dengan wanita yang fertile lalu mengalami keguguran.10

Mune S dkk (1995) menyampaikan bahwa frekwensi kelainan kromosom pada pre-implantasi embrio sangat tinggi kejadiannya. Pada pemeriksaan secara Fluorescent In Situ Hybridization ( FISH ) pada kromosom 13, 18, dan 21 didapati 25-30% kejadian aneuploidi.11

Kebanyakan hasil konsepsi abnormal secara genetik pada manusia dapat berakhir dengan terjadinya keguguran secara spontan, dimana hal ini merupakan komplikasi yang sering pada usia kehamilan muda. Keguguran merupakan komplikasi yang sering pada kehamilan dimana janin tidak mencapai viabilitas dengan usia kehamilan 20 minggu. Sofia Doria dkk (2009), pada studi penelitian prospektif melaporkan usia ibu hamil merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan terutama yang disebabkan kelainan kromosom. Resiko kematian janin meningkat drastis setelah usia 35 tahun; 9% pada usia 20-24 tahun, dan 75% pada usia 45 tahun ke atas.12

(21)

wanita dengan riwayat abortus berulang menunjukkan insiden aneuploidi yang tinggi. Insiden abortus spontan meningkat pada wanita muda dengan usia suami yang lebih tua, dimana didapati kualitas semen yang jelek.13

Kebanyakan kasus abortus spontan terjadi karena kelainan kromosom embrio dan janin. Hasil kariotip dari kultur jaringan konsepsi yang mengalami abortus spontan ditemukan hampir 50% pada usia kehamilan trimester pertama, 30% pada trimester kedua, 3% lahir mati oleh karena kelainan kromosom.13

Salim Daya (2004), mengatakan bahwa peningkatan resiko keguguran mungkin sebagian terkait dengan usia ibu; wanita dengan kehamilan pada usia lebih tua beresiko keguguran yang tinggi akibat dari konsepsi dengan kelainan kromosom trisomi yang insidennya meingkat terutama setelah usia 35 tahun. Bila dijumpai abortus spontan pada wanita setelah usia 35 tahun disarankan melakukan pemeriksaan kromosom.14

Dan Diego Alvarez dkk (2005) melakukan penelitian kasus abortus spontan dimana dijumpai 517 kasus keguguran spontan, dengan 321 kasus kelainan kromosom dan sisanya 196 kasus infeksi. Dari 321 kasus kelainan kromosom didapati 129 ( 40,2% ) kasus kromosom abnormal. Trisomi komplit tunggal ditemukan pada 61,24% dari kariotip abnormal dan trisomi kombinasi ganda dijumpai 3 kasus ( 48 XX+9+21, 48 XY+2+8, 48 XX+20+22 ); rata-rata usia kehamilan adalah 9,4±2,1 minggu. Rata-rata usia ibu dan ayah adalah 39,7±3,4 dan 43,4±8,7, maka nilai P = 0,076.15

(22)

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Apakah kejadian abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring FK-USU berkaitan dengan kelainan kromosom dan usia pasangan suami istri.

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Bahwa kelainan kromosom dari jaringan plasenta mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu ada hubungannya dengan usia pasangan suami istri.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 TUJUAN UMUM

Melihat gambaran kromosom jaringan plasenta dan hubungannya dengan usia pasangan suami istri yang mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu di RSUP. H. Adam Malik Medan & RS jejaring FK-USU Medan

1.4.2 TUJUAN KHUSUS

1. Meneliti karakteristik usia ibu dan usia suami pada kasus abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.

2. Meneliti hubungan kelainan kromosom jaringan plasenta dengan usia ibu yang mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.

(23)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABORTUS

2.1.1 Definisi

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar rahim, atau sebelum kehamilan tersebut mencapai usia kehamilan 20 minggu ( dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir ) atau berat badan janin kurang dari 500 gram.1,2,3

Beberapa definisi lain tentang abortus antara lain; abortus sebagai terputusnya kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu dimana plasentasi belum selesai.2,9

Eastman dkk menyatakan abortus adalah suatu keadaan dimana terhentinya suatu kehamilan pada saat janin belum dapat bertahan hidup diluar uterus, dengan berat badan janin antara 400-1000 gram atau saat usia kehamilan kurang dari 28 minggu.2,9

Pada tahun 1977 WHO ( World Health Organisation ) mendefinisikan abortus sebagai keluarnya janin dari rahim dengan berat janin kurang dari 500 gram, atau usia kehamilan 20-22 minggu.7

Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering dimana 15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya adalah faktor genetik atau perkembangan janin yang abnormal. Keguguran yang berulang terjadi 3% dari populasi ibu hamil dan dikaitkan dengan trombofilia, serviks yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi dan kelainan imunitas.9

Berdasarkan riwayat kehamilan, ada 3 kelompok wanita yang memiliki resiko keguguran, yaitu.16

(25)

2. Kelompok keguguran kambuhan sekunder : kelompok ini terdiri dari wanita yang mengalami tiga kali atau lebih keguguran menyusul setidaknya satu kehamilan yang berkembang hingga lebih dari usia kehamilan 20 minggu, dan kemungkinan berakhir dengan lahir hidup, lahir mati atau kematian neonatus.

3. Kelompok keguguran kambuhan tertier : kelompok ini terdiri dari wanita yang mengalami setidaknya tiga kali keguguran yang tidak berturutan dan diselingi dengan kehamilan yang berkembang hingga melewati usia kehamilan 20 minggu.

Bahwa seorang wanita bisa mengalami keguguran yang berulang dengan seorang laki-laki dan tidak dengan laki-laki lainnya. Usia perempuan yang lebih tua merupakan faktor resiko keguguran; resiko keguguran meningkat sesuai dengan usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun.16

2.1.2 Stadium Klinik Abortus :

1.

Abortus imminens (Threatened Abortion) adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, hidup, tanpa adanya dilatasi serviks dan kehamilan masih dapat dipertahankan.1,9

2. Abortus insipiens (Inevitable Abortion) adalah peristiwa perdarahan uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu dimana kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi, dimana telah terjadi dilatasi serviks uteri namun hasil konsepsi masih didalam uterus. Pengeluaran hasil konsepsi harus segera dilakukan dengan dilatasi dan kuretase.1,9

(26)

4. Abortus komplitus adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari uterus, pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.1,9

2.1.3 PATOFISIOLOGI :

Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum. Granula korteks didalam ovum atau oosit sekunder berfusi dengan membrane plasma sel, sehingga enzim didalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona pelusida. Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain.17

Kedua pronukleus saling mendekati membentuk zygot yang terdiri dari bahan genetik perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom yaitu 44 kromosom autosom dan 2 kromosom kelamin.17

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zygot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya, hasil konsepsi berada dalam stadium morula dimana sebelumnya telah terjadi pembelahan-pembelahan yang di peroleh dari vitelus, hingga volume vitelus ini makin berkurang yang akhirnya terisi seluruhnya oleh morula.17

Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut blastokista dimana bagian luarnya adalah jaringan tropoblas dan dibagian dalamnya disebut massa sel dalam (inner cell mass) pada satu kutub. Blastokista itu sendiri tertanam diantara jaringan sel epitel dari mukosa uterus pada hari ke 6-7 setelah ovulasi. Kemudian terjadi diferensiasi menjadi masa sinsitial. Pada hari ke-8, trofoblas berdiferensiasi menjadi lapisan luar (outer

multinucleated sintitiotrofoblast) dan membentuk lapisan dalam (primitive

mononuclear sytotrofoblast). Kemudian massa sinsitial berpenetrasi diantara

(27)

plasenta. Pada hari 12-13 setelah fertilisasi, blastokista sudah sepenuhnya melekat pada stroma desidua sehingga epitel dari permukaan uterus akan terus tumbuh. Hal ini menandakan bahwasanya tahap awal dari implantasi akan disertai dengan sedikit nekrosis dari jaringan atau reaksi inflamasi dari jaringan mukosa. Setelah fase inisial nidasi, diferensiasi dari trofoblas dapat terjadi pada dua jalur utama yaitu villous dan ekstra villous. Hal ini berguna untuk mempertimbangkan kedua jenis dari jalur diferensiasi yang dipisahkan oleh kedua fungsi dari kedua trofoblas ini dan tipe dari sel maternal, dimana masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Villus trofoblas sepenuhnya menutupi seluruh villi chorialis plasenta dan berfungsi untuk transportasi nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Dalam 2 minggu perkembangan konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium, kemudian terbentuk sinus intertrofoblastik yang merupakan ruangan yang berisi darah maternal. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler ( capillary loops ) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili korialis akan tumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Hasil konsepsi diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan berpangkal pada korion. Korion ini terbentuk oleh karena adanya chorionic membrane. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, korion tersebut dinamakan korion frondosum. Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion.18,19,20

Didapati bahwa trombosis dari pembuluh darah uteroplasenta akan menyebabkan perfusi ke plasenta terganggu. Kegagalan pada endovaskular dan interstisial dari diferensiasi extravillus trofoblas akan menyebabkan abortus pada awal kehamilan. Pada kasus lain dari abortus spontan pada awal kehamilan, sinsitial extravillous trofoblas tidak mencapai arteri spiralis. Hal ini menyebabkan arteri tidak berpulsasi dan suplai darah yang melalui arteri spiralis tidak akan adekuat sampai akhir kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terjadinya abortus spontan.18,19,20

(28)

Lebih dari 80% kasus abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu, setelah itu angka kejadiannya cepat menurun ( Harlap & Shiono, 1980 ). Kelainan kromosom merupakan penyebab terbanyak dari kasus abortus spontan dini ini, dan setelah itu insidensinya juga menurun. Risiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya paritas serta usia ibu dan ayah.3

Mekanisme pasti dari abortus spontan tidak selalu jelas, tetapi pada bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologi pada abortus dini antara lain mencakup pemastian penyebab kematian janin. Pada bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal di dalam rahim sebelum ekspulsi dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti.1

1. Faktor janin :

a. Perkembangan zigot abnormal

b. Aneuploidi

c. Euploid

d. Trisomi autosom

e. Monosomi X

f. Kelainan struktural kromosom

2. Faktor ibu :

a. Usia

b. Infeksi : TORCH, chlamidia trachomatis

c. Penyakit kronis : TBC, karsinoma

d. Kelainan endokrinologi : DM, defisiensi progesterone

e. Malnutrisi

f. Radiasi

(29)

h. Trauma

i. Laparotomi

j. Kelainan struktur uterus

k. Penyakit autoimun : SLE ( systemic Lupus Eritematosus ), ACA ( antibody anticardiolipin )

l. Respon imunne abnormal

m. Toksin lingkungan

3. Faktor ayah

2.1.5 Insidensi

Di Indonesia diperkirakan abortus spontan terjadi sekitar 10-15% dari seluruh kehamilan. Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan dilaporkan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan trimester pertama dan angka kejadian ini akan sangat menurun setelah itu. 21,22

Angka kejadian abortus spontan sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas usia kehamilannya yang hanya sedikit memberi gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak berobat. Sementara itu dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus spontan. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.20,21

Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih jauh kejadian abortus spontan bisa mendekati angka 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical

pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.

(30)

(36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9% ) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62 dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus translokasi seimbang.12

Garcia-Enguidanos (2002) menemukan resiko abortus spontan meningkat dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun atau lebih.24 Andersen (2000) menjumpai resiko abortus spontan 11,1%-15,0% pada usia dibawah 35 tahun dan bertambah menjadi 24,6% diatas usia 35 tahun. Hefner (2004) juga menjumpai hasil yang sama, dari 10%-14% resiko abortus spontan pada usia 20-34 tahun, dan bertambah menjadi 24% setelah 35 tahun, dan 50% setelah usia 40 tahun.25

2.2. KROMOSOM

2.2.1

STRUKTUR KROMOSOM

(31)

ukuran kromosom mulai dari 50 juta sampai 250 juta pasangan basa. Kromosom 1 mengandung paling banyak gen (2968 gen) dan kromosom Y mengandung jumlah gen yang paling sedikit (231 gen). Semua kromosom mengandung bagian penghubung/penjepit yang disebut sentromer, yang membagi kromosom menjadi dua lengan, lengan pendek p dan lengan panjang q. Dua anggota dari setiap pasang autosom adalah homolog yang masing-masing berasal dari ayah dan ibu.26,27

Sebuah gen adalah sebuah unit DNA dalam sebuah kromosom yang dapat diaktifkan untuk mentranskripsikan RNA spesifik. Lokasi dari sebuah gen dalam kromosom menunjukkan lokusnya. Karena ada 22 pasang autosom, kebanyakan gen tampil dalam pasangan. Pasangan tersebut adalah homozigot bila sama dan heterozigot bila tidak sama.26

2.2.1.1 Kromosom Pada Fase Metafase

(32)
[image:32.595.108.251.75.313.2]

Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12

Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Kromosom Pada Fase Metafase

2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase

[image:32.595.109.556.346.612.2]
(33)
[image:33.595.109.560.131.234.2]

kira-kira sama dengan lengan panjang. Kromosom akrosentrik lengan pendeknya sebatas tangan tambahan yang disebut satelit.27

Gambar 3. Tipe Kromosom Metafase

2.2.1.3 Kariotipe

Kariotipe adalah susunan lengkap kromosom dari sebuah sel dari individu atau spesies. Kariotipe merupakan gambaran mikroskopik cahaya dari kromosom pada fase metafase menurut morfologinya. Setelah pemberian proteolitik dan pewarnaan Giemsa akan menghasilkan gambaran karakteristik dari semua kromosom. Kariogram akan menunjukkan kromosom yang homolog, yang berasal satu dari ibu dan satu dari ayah, disusun menurut panjang relatifnya dan posisi dari sentomernya. Kromosom disusun dan dinomori menurut konvensi. Ditulis pertama adalah jumlah kromosom yang diikuti susunan kromosom seks. Semua turunan sel dijelaskan dalam abnormalitas mosaik. Kromosom tambahan atau kromosom yang hilang dilambangkan dengan + atau – untuk semua kromosom dengan indikasi jenis abnormalitas bila ada kromosom cincin. Susunan struktural dijelaskan dengan lengan p atau lengan q dan posisi pita.26,27,28,29

(34)
[image:34.595.106.556.84.606.2]

Gambar 4. Kariogram Kromosom Metafase

 

2.2.1.4 Susunan Kromosom

(35)

a. Tingkat struktur kromosom

[image:35.595.109.559.346.620.2]

Dari kromosom sampai kepada rantai DNAnya, dapat dilihat perbedaan tingkat strukturnya Total panjang DNA haploid pada sel manusia yang membelah adalah kira-kira 1 meter. Sewaktu mitosis, seluruh DNA ini berada dalam 23 kromosom, yang panjang masing-masing kromosom 3-7 µm. Bila satu bagian dari lengan kromosom yang panjang lebih kurang 10 % dari kromosom dengan pembesaran 10 kali, akan terlihat kira-kira 40 gen, dan tergantung pada segmen kromosom yang dipilih. Bila 10 % dari bagian lainnya itu diperbesar 10 kali akan terlihat rata-rata 3-4 gen. Pembesaran 10 kali lagi akan memperlihatkan satu gen dengan struktur ekson/intron. Terakhir adalah urutan nukleotida dari gen dan DNA disekitarnya.27

Gambar 5. Tingkat Struktur Kromosom4

b. DNA dan Nukleosom

(36)

nukleosome pada titik-titik yang berdekatan. Untuk tujuan transkripsi dan perbaikan DNA, hubungan yang erat antara DNA dan histon akan dilonggarkan. Susunan kromosom ini disebut sebagai “untaian manik-manik”.27,30

Gambar 6.Nukleosom, struktur dasar susunan DNA4

c. Struktur Kromatin

[image:36.595.107.461.515.784.2]

Kromatin berada dalam bentuk terkondensasi padat, kurang terkondensasi dan tidak terkondensasi. Dengan konstruksi inti sel kebanyakan kromatin tampak sebagai sebuah serat dengan diameter 30 nm.27,31

Gambar 7. Struktur kromatin4

(37)
[image:37.595.109.557.130.255.2]

Struktur kromatin dibentuk oleh ketiga tingkat kromatin berupa susunan serat 30-nm. Yang menyatu dalam satu gumpalan.27

Gambar 8. Segmen kromatin4

e. DNA dalam kromosom

Sebelum mitosis, kromosom-kromosom interfase dikondensasikan menjadi kromosom mitosis. Perubahan dari kromosom interfase ke kromosom mitosis membutuhkan sebuah klas protein yang disebut condensins; dibutuhkan energi yang berasal dari hidrolisis ATP untuk merubah kromosom interfase menjadi kromosom mitosis.27

DNA kromosom dilipat dan disusun, dikemas secara efisien. Keenam tingkat DNA yang berurutan menurut strukturnya disusun, dikemas dalam kromosom metafase.27,30

2.2.2 MITOSIS

Semua eukariotik dari jamur sampai manusia mengalami pembelahan dan multiplikasi sel dengan cara yang sama. Proses pembelahan inti sel pada semua sel somatik disebut mitosis. Dalam mitosis tiap kromosom dibagi menjadi dua. Untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, keseluruhan informasi genom harus direproduksi dalam setiap sel.27

Mitosis terdiri dari fase-fase berikut ini:28,29,30

(38)

Dalam fase ini, semua aktivitas sel normal terjadi kecuali pembelahan aktif. Dalam fase ini kromosom X inaktif (badan Barr atau kromatin sex) dapat terlihat pada sel-sel wanita.

Profase:

Saat pembelahan dimulai, kromosom berkondensasi, dan dua kromatid dapat terlihat; masing-masing kromosom melipatgandakan DNAnya. Membran nukleus hilang. Sentriol adalah organella dibagian luar nukleus yang membentuk gelendong-gelendong untuk pembelahan sel, sentriol berduplikasi sendiri, dan 2 sentriol bermigrasi ke kutub sel yang berlawanan.

Metafase:

Kromosom bermigrasi ke bagian tengah sel dan membentuk sebuah garis yang menggambarkan bidang ekuatorial. Kromosom sekarang sudah terkondensasi maksimal. Gelendong mikrotubulus dari protein yang asalnya dari sentriol menyebar dan melekat ke sentromer.

Anafase:

Pembelahan terjadi pada bidang longitudinal dari sentomer. Dua kromatid baru bergerak ke sisi berlawanan dari sel ditarik oleh kontraksi dari gelendong.

Telofase

(39)
[image:39.595.106.517.75.715.2]

Gambar 9 Mitosis4,7

2.2.3 MEIOSIS

(40)

informasi genetik. Pada meiosis I, pasangan kromosom homolog saling menjauh . Meiosis II adalah mirip dengan mitosis yang membagi dua kromosom, yang saling memisahkan diri dan terbentuk 2 sel baru.28,31

Pembelahan meiosis pertama (Meiosis I) 28,31

Proses Meiosis I dimulai dari fase profase yang terkondensasi.

Profase

Lepotene : Kondensasi dari kromosom

Zigotene : Kromosom homolog berpasangan (Synapsis)

Pakitene : Setiap pasangan kromosom menebal membentuk 4 rantai kromatid. Ini adalah fase dimana dapat terjadi tukar silang (cross over) atau rekombinasi (pertukaran DNA antara segmen homolog dari 2 rantai dari 4 rantai kromatid yang ada). Kiasmata adalah tempat-tempat kontak dimana

cross over’ terjadi dan dapat dilihat. Pergerakan blok DNA ini adalah suatu

cara menciptakan keragaman genetik.

Diplotene : Pemisahan longitudinal dari setiap kromosom

Metafase, Anafase, dan Telofase Meiosis I 28,31

Membran nukleus hilang dan kromosom bergerak ke tengah sel. Satu anggota dari setiap pasangan kromosom bergerak menuju setiap kutub dan sel membelah. Meiosis I sering disebut pembelahan reduksi karena setiap produk baru sekarang memiliki jumlah kromosom haploid. Pewarisan Mendelian terjadi pada meiosis I. Cross over yang terjadi sebelum metafase menghasilkan kombinasi materi genetik yang baru, hasilnya bisa menguntungkan atau merugikan.

Pembelahan meiosis kedua (Meiosis II) 28,31

(41)
[image:41.595.111.467.74.586.2]

Gambar 10. Meiosis

2.2.4 KELAINAN KROMOSOM/GENETIK :

Penyebab utama dari abortus spontan adalah kelainan kromosom dimana hampir 50%. Pada pemeriksaan villi korionik yang sebelumnya telah dilakukan konfirmasi dengan UltraSonoGraphy ( USG ) didapati angka kejadian dari kelainan kromosom pada kehamilan yang tidak berkembang memiliki frekwensi 75-90%.9 Abnormalitas numerikal biasanya terjadi karena non-disjunction, yaitu kegagalan pemisahan kromosom pada fase anafase baik selama mitosis dan

(42)

Aneuploidi adalah deviasi jumlah kromosom yang menyebabkan hilangnya atau bertambahnya satu atau beberapa kromosom individual dari jumlah kromosom diploid, seperti monosomi (45,X sindrom Turner) atau trisomi (trisomi 13, sindrom Patau, trisomi 18: sindrom Edward, trisomi 21 sindrom Down, 47,XXY sindrom Klinefelter).

Mosaik menunjukkan satu atau lebih turunan sel dengan perubahan kariotipe, biasanya meningkatkan kejadian non disjunction pada awal mitosis (dua pasang kromoson gagal untuk berpisah).

Poliploidi, jumlah kromosom multipel dari jumlah kromosom haploid, adalah penyebab bermakna dari abortus spontan. Frekuensi nondisjunction pada manusia dipengaruhi oleh umur ibu pada waktu konsepsi.26,27,28 Nondisjunction

bisa terjadi selama meiosis I atau meiosis II. Selama meiosis I, satu sel anak akan menerima dua kromosom (normalnya masing-masing sel anak menerima 1 kromosom) sedangkan sel anak lain tidak menerima kromosom. Akibatnya, terbentuk gamet yang membawa 2 kromosom (disomi) atau tanpa kromosom (nullisomi). Sewaktu pembelahan meiosis II, satu sel anak akan menerima 2 kromosom (menjadi disomi), sel anak yang lain tidak menerima kromosom (nullisomi). Setelah terjadi fertilisasi, gamet disomi menghasilkan zigot trisomi dan gamet nullisomi menghasilkan zigot monosomi. Pada beberapa kasus monosomi X dapat dijumpai bayi lahir hidup.29

(43)

kejadian 1 dalam 12.000 bayi lahir; trisomi 18 adalah 1 dalam 6000; dan trisomi 21 adalah 1 dalam 650. Kejadian trisomi autosom meningkat pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, mencapai 10 kali lipat dari insiden normal pada ibu dengan usia lebih dari 40 tahun.26,29,31

Kromosom X atau Y tambahan terjadi pada 1 dalam 800 bayi lahir. Sejumlah individu dengan abrasi ini rentan memiliki gangguan berbicara, kemampuan belajar yang terbatas dan masalah sikap.26,29

Plachot dkk menyatakan kelainan kromosom memiliki frekwensi lebih banyak dijumpai pada kelainan embrio, pada penelitian secara meta-analisis dijumpai kelainan kromosom 78% embrio abnormal dibandingkan dengan 12,5% embrio normal.32

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus spontan pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.33

Wanita yang usia 41 tahun dengan kelainan kromosom dan malformasi sangat mungkin menjadi penyebab keguguran. Analisa sitogenetik perlu dilakukan terhadap hasil konsepsi untuk melihat kelainan kromosom. Kultur dan analisa trofoblas mahal, karenanya jarang di usulkan untuk wanita yang baru satu kali keguguran, kariotip dilakukan pada kasus keguguran berulang penting untuk mengetahui penyebab keguguran tersebut. Kariotip produk konsepsi dapat memberi informasi berguna untuk konseling dan penanganan kehamilan dimasa mendatang.34

Abnormalitas sitogenetik dapat dibagi menjadi abnormalitas numerik, abnormalitas struktur kromosom dan mozaik. Abnormalitas numerik dapat dibagi menjadi aneuploidi dan poliploidi; trisomi lebih banyak dijumpai, diikuti poliploidi ( 21% ) dan monosomi X ( 13 % ).35

(44)

4 sampai 20 minggu. Usia kehamilan untuk kasus trisomi ganda adalah 9,4±2,1.15

Aneuploidi Autosomal :

Aneuploidi terjadi oleh karena kesalahan pada meiosis I, secara spesifik pada perkembangan meisosis. Kesalahan pada meiosis I berhubungan dengan usia lanjut pada wanita dan berkorelasi dengan penurunan rekombinasi meiotik.36

Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah atau janin awal yang mengalami abortus spontan dan menyebabkan sebagian besar abortus pada awal kehamilan.

Jacobs & Hassold ( 1980 ) melaporkan bahwa sekitar ¼ dari kelainan kromosom disebabkan oleh kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah.37

Robinson dkk ( 1996 ) dalam suatu studi terhadap janin dan bayi dengan trisomi 13, melaporkan bahwa pada 21 dari 23 kasus, kromosom tambahan berasal dari ibu.38

(45)

adalah merupakan pengurangan relatif dari kematangan oosit yang tergantung pada wanita usia tua dan jumlah oosit terbatas.39

Aneuploidi adalah penyebab abortus spontan terbanyak yang merupakan kelainan kromosom manusia. Aneuploidi itu bisa berupa trisomi 21, 18, 22, dan kromosom seks yang terpisah. Kebanyakan 45 X konsepsi melibatkan hilangnya kromosom X dari ayah dan trisomi terjadi akibat kesalahan pada ibu yaitu pada meiosis I. Sebanyak 15% kehamilan berakhir dengan abortus spontan oleh karena terjadinya kesalahan kombinasi kromosom pada ibu di miosis I sehingga dijumpai trisomi 15, 16, 18 dan 21 serta Trisomi kromosom X pada miosis I yang berasal dari pihak ayah.15 Konsepsi dikatakan sebagai aneuploidi jika memiliki lebih sedikit atau lebih banyak kromosom dari beberapa haploid. Jumlah ini sedikit melebihi setengah dari anomali kromosom yang terjadi pada bayi lahir hidup. Aneuploidi yang paling sering adalah trisomi ( kromosom tambahan ), monosomi ( hilangnya kromosom ), dan mosaik ( adanya lebih dari satu sel, masing-masing memiliki nomor kromosom yang berbeda). Dikatakan mosaik bila ada 2 kromosom atau lebih turunan sel pada satu individu yang berbeda genotipnya, dimana genotip tersebut berasal dari satu zygot.40

Trisomi autosom :

(46)

Penuaan diperkirakan merusak kiasmata yang menjaga agar pasangan kromosom tetap menyatu. Apabila miosis dilanjutkan hingga selesai pada waktu ovulasi, non-disjungsi menyebabkan salah satu gamet anak mendapatkan dua salinan dari kromosom yang bersangkutan sehingga terbentuk trisomi.29

Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan

viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%

trisomi 21.1

Trisomi autosom dijumpai hampir 50% pada kejadian abortus spontan dimana trisomi 16 lebih banyak dijumpai dan berhubungan dengan usia ibu dan merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus spontan trimester pertama. Translokasi dapat ditemukan pada kedua orang tua. Inverse

kromosom seimbang juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus yang berulang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus spontan, tetapi tersering adalah autosom 13, 16, 18, 21, dan 22.36

Sekitar 30% dari kasus abortus spontan yang disebabkan trisomi dan 10% adalah kromosom sex monosomi atau poliploidi. Insidensi dari trisomi meningkat seiring dengan usia ibu, dimana kromosom sex monosomi dan poliploidi tidak.1,22,23

Kebanyakan trisomi dipercaya adalah akibat non-disjunction sewaktu meiosis I maternal. Trisomi 16 adalah trisomi yang paling sering dijumpai dan tidak pernah mencapai kehamilan aterm.

Sebanyak 70% kelainan kromosom pada beberapa wanita yang menderita abortus spontan yang berulang didapati trisomi pada pemeriksaan secara FISH.23

(47)

adalah trisomi non-disjunction, dimana kromosom pasangan gagal untuk terpisah selama meiosis I atau II. Hasil ini dalam satu sel anak monosomik memiliki 45 kromosom, Kondisi ini biasanya tidak kompatibel dengan viabilitas seluler, dan sel anak lain memiliki ekstra kromosom (trisomi). Non disjunction

meiosis maternal terjadi dengan frekuensi secara eksponensional meningkat dengan peningkatan usia maternal. Sebaliknya, non-disjunction meiosis paternal tidak berhubungan dengan usia dan dengan demikian dapat ditemukan dalam keturunan dari orang tua muda. Trisomi autosomal yang paling sering ditemukan pada bayi lahir hidup adalah trisomi 21, 18, dan 13, masing-masing trisomi autosomal lain seperti trisomi 16 dan 22, biasanya tampak pada abortus spontan tetapi tidak pernah pada kelahiran hidup.40

Monosomi X ( 45 X ):

Non-disjunction menyebabkan gamet nulisomik dan disomik dan tidak ada

(48)

keguguran. Dari hasil sitogenetik sebanyak 4.969 kasus keguguran dimana dilaporkan pada 2319 kasus dijumpai kelainan kromosom, dari 2319 kasus tersebut hanya lima kasus yang memiliki monosomi autosom (0,2%).13

Monosomi X adalah kelainan kromosom yang dijumpai pada abortus spontan dengan frekuensi 15-20%. Embrio monosomi X biasanya memiliki kelainan penyempitan pada tali pusat. Pada perkembangan kehamilan lanjut, anomali/kelainan yang dijumpai dapat berupa sindroma Turner, lebih spesifik kistik higroma dan edema anasarka. Meskipun lahir hidup dijumpai pada individu tersebut dengan gambaran 45 X biasanya kurang struktur gen selnya. Kekurangan dari germ selnya jarang berkembang pada tingkat primordial. Patogenesis dari 45 X biasanya 80% terjadi oleh karena kehilangan sex kromosom dari ayah.33

Kelainan struktural kromosom :

(49)

Abortus spontan yang disebabkan kelainan kromosom mulai teridentifikasi setelah dikembangkannya teknik-teknik pemitaan ( banding ). Sebagian dari bayi ini lahir hidup dengan translokasi seimbang dan mungkin normal. Monosomi autosom sangat jarang dijumpai dan tidak memungkinkan untuk hidup. Polisomi kromosom seks ( 47 XXX atau 47 XXY ) jarang dijumpai pada abortus tetapi relatif sering pada bayi lahir hidup.1

47 XXY ( Sindroma Klinefelter ) merupakan salah satu penyebab paling umum ketidak suburan laki-laki dengan angka kejadian sekitar 1 dari 1000 kelahiran hidup laki-laki. Diperkirakan bahwa sekitar setengah dari konsepsi dengan 47 XXY mengalami abortus spontan. Kesalahan non-disjunctional tampaknya karena meiosis paternal pada sekitar 50% dari kasus, non-disjunction meiosis I pada sekitar 33% kasus, non-disjunction meiosis II 77% kasus. Sekitar 15% dari Sindroma Klinefelter adalah mosaik, sebagian besar 47 XXY/ 46 XY. Ini biasanya merupakan hasil dari mitosis non-disjunction pada tahap awal embrio.40

Euploid :

Kaji dkk (1980) melaporkan bahwa ¾ dari abortus spontan adalah aneuploidi terjadi sebelum minggu ke 8, sedangkan abortus spontan euploidi meningkat pada usia kehamilan sekitar 13 minggu.(dikutip dari no.1)

(50)

Penyebab pasti abortus euploid umumnya tidak diketahui, kemungkinan disebabkan oleh:(dikutip dari no 1)

1. Kelainan genetik

2. Berbagai faktor ibu

(51)

2.2.5 Kerangka Teori

Abortus Spontan

Genetik/kelainan kromosom

Faktor Infeksi /Faktor Endokrin/ Faktor imunologi

2.2.6 Kerangka Konsep

Aneuploidi  Mosaik 

Poliploidi  Triploidi 

 

Monosomi 

(45 X, 

Sindrom 

Turner 

Trisomi  (13,16,18,

21,22)  Usia pasangan suami 

istri > 35 tahun  TORCH TBC  Karsinoma DM

Malnutrisi  SLE Radiasi  Trauma 

Kelainan  struktural 

USIA IBU DAN SUAMI PADA SAAT

KEJADIAN ABORTUS SPONTAN

KELAINAN

KROMOSOM

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN :

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

3.2 Waktu dan Tempat penelitian :

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri & Ginekologi/ SMF Obstetri & Ginekologi; RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr Pirngadi Medan, RS Haji Mina Medan, RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, RSU. Sundari, dan RS. KESDAM Tk. II BB Medan

Penelitian dimulai tanggal 20 September 2010 hingga tanggal 12 Februari 2011

3.3 Populasi Penelitian :

Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang datang dengan diagnosa Abortus spontan yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian

3.4 Jumlah sampel penelitian :

N = Z2 P Q

D2

N: jumlah sampel

Z : nilai baku normal pada table Z

(53)

Q : 1-p

D : nilai proporsi yang diinginkan

N = 1,962x0,6x0,4 = 30 sampel

( 0,17 )2

3.5 Kriteria Penelitian :

3.5.1 Kriteria Inklusi :

1. Pasien dengan keguguran pada usia kehamilan ≤ 12 minggu berdasarkan waktu haid terakhir yang jelas.

2. Pasien di diagnosa dengan abortus insipien, abortus inkomplit, missed abortion atau Blighted Ova

3. Pasien tidak menderita penyakit seperti Infeksi, DM, TBC, Hipertensi, Penyakit keganasan, tidak merokok, tidak ada riwayat trauma yang didapat secara anamnesa.

4. Pasien bersedia ikut serta dalam penelitian dengan sukarela

3.5.2 Kriteria Eksklusi :

1. Pasien Abortus Provokatus illegal/ medisinalis

2. Pasien Abortus Septik/Infeksiosa

3. Pasien dengan menderita proses peradangan pada daerah cervix

(54)

3.6 Alur Kerja Penelitian :

Pasien dengan Dx abortus spontan di rawat inap obstetri & ginekologi 

Pengambilan data berupa faktor resiko usia pasangan suami istri sewaktu kejadian abortus spontan.

Pengambilan sampel :

Memenuhi kriteria inklusi & dan tidak dijumpai kriteria eksklusi yang didapat secara anamnesa

Jaringan konsepsi abortus spontan yang didapat melalui kuretase Æ pemeriksaan kariotipe/FISH di lembaga Eijkman Jakarta melalui laboratorium Prodia

(55)

3.7 BATASAN OPERASIONAL :

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar rahim, usia kehamilan < 12 minggu ( dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir).

1. Kelainan kromosom adalah kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi ( trisomi autosom, monosomi X ).

2. Usia ibu adalah usia ibu hamil yang mengalami kejadian abortus spontan.

3. Usia suami adalah usia suami pada waktu istrinya mengalami kejadian abortus spontan.

3.8 CARA KERJA :

Penelitian ditujukan kepada pasien – pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dan layak dimasukkan kedalam subjek penelitian. Pada pasien diterangkan mengenai maksud, tujuan dan manfaat penelitian serta ditanyakan kesediaan pasien untuk di ikut sertakan kedalam penelitian. Bila pasien bersedia maka pasien masuk kedalam subjek penelitian dan diminta untuk menandatangani formulir persetujuan penelitian ( informed consent ) & surat ijin operasi.

(56)

dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel jaringan tersebut. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini tidak boleh terlalu lama terpapar dengan udara bebas, ataupun tidak boleh jatuh ke bak penampungan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada jaringan tersebut. Jaringan yang dikirim adalah hasil kuretase.

Sampel jaringan konsepsi yang diambil sebanyak 10-15 Ml dimasukkan kedalam wadah steril yang berisikan heparin 20µl + penstrep (penicillin + streptomycin) 50 µl + PBS (Phospat Buffer Sulfat) 10 cc disimpan pada suhu 40C, kemudian diperiksakan ke laboratorium Eijkman melalui laboratorium prodia, untuk pemeriksaan kromosom dari jaringan konsepsi tersebut.

Prosedur kultur Chorionic Villous Sampling dan Product Of Conception tissue :

1. Pemotongan dari jaringan Chorionic Villous Sampling ( CVS ) dan jaringan hasil konsepsi ( Product Of Conception tissue ( POC ) )

Pemotongan jaringan CVS dan POC dilakukan pada wadah berlapis dengan menggunakan mikroskop

a. Tuangkan preparat pada cawan petri steril yang sudah diberi identitas pasien dan label nama

(57)

c. Pindahkan villi yang tersaring sempurna ke cawan pentri steril lainnya yang mengandung 1 x PBS PH 7,4 ( jangan biarkan villi terlalu panas dan menjadi kering )

d. Cuci villi beberapa kali dengan menggunakan PBS ( penting untuk membersihkan villi-villi yang terkontaminasi darah ibu apabila diperlukan pemeriksaan yang menggunakan FISH )

2. Inisiasi CVS dan POC

a. Setelah diseksi, bersihkan semua PBS

b. Teteskan 2 tetes cairan tripsin 0,25% pada villi

(58)

d. Tambahkan 0,5 ml cairan tripsin 0,25% pada jaringan villi yang mengalami maserasi dengan menggunakan pipet yang steril

e. Secara hati-hati hisap dan pindahkan villi yang mengalami maserasi kedalam cawan sentrifugasi sebanyak 10 ml

f. Goyangkan cawan secara berulang-ulang untuk menjaga jaringan maserasi tidak sampai tumpah

g. Tempatkan cawan pada inkubator bersuhu 370C dengan 5% CO2 selama ±

30-45 menit

h. Goyangkan cawan kembali untuk menjaga jaringan maserasi tetap larut

i. Tambahkan 6 ml media pencuci CVS ( RPM 1 + FBS ) dan campurkan material villi

j. Putar dengan alat centrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 6 menit pada suhu kamar

k. Pisahkan supernatan

l. Larutkan lagi pada media dengan memberikan amniomax 2 ml

m. Labelkan cairan kultur dengan nama pasien, nomor laboratorium, tanggal/nomor cawan kultur dan nama petugas. Wadah penutup dilabelkan dengan C1,C2, C3 dan CSP ( CVS disebar sebagai simpanan )

n. Bagilah jumlah sampel secara seimbang ( ½ ml tiap coverslip )

(59)

Waktu/jadwal Perubahan Media & Tatalaksana Kultur :

SET UP TOP UP PERUBAHAN MEDIA PERTAMA

PERUBAHAN MEDIA KEDUA

TATALAKSANA PERTAMA

Senin Selasa Jumat Senin Jumat Selasa Rabu Jumat Senin Jumat

Rabu Kamis Minggu Selasa Minggu/Senin Kamis Jumat Senin Rabu Minggu/Senin Jumat Minggu Senin Rabu Selasa

(60)

3. Pemeliharaan dan tindak lanjut dari kultur CVS dan POC :

Pemeliharaan :

a. Kultur jaringan pada preparat dituangi dengan cairan amniomax sehari setelah pembuatan preparat

b. Kultur cadangan adalah perubahan media kultur pada hari ke 3-4 setelah kultur pertama kali dibuat

c. Setelah perubahan media pertama, kultur harus tetap dirubah setiap 2-3 hari sampai mereka siap untuk dipanen/disubkulturkan

Penilaian :

Penilaian lanjut kultur biasanya dilakukan setelah 3-5 hari pembuatan kultur pertama kali

a. Pindahkan kultur jaringan dari incubator dan periksa pertumbuhan sel dibawah mikroskop

b. Usahakan waktu yang digunakan seminimal mungkin

Catat semua detail mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja

3 Proses sub kultur jaringan CVS ( dari kultur Csp ) dan POC ( dari PsP kultur ) :

a. Bersihkan media dari jaringan yang dikultur secara asepsis

b. Secara perlahan cuci sel dengan menggunakan 2 ml PBS 1 x yang dihangatkan PH 7,4 dan dipindahkan

c. Tambahkan 2 cc tripsin hangat

d. Bersihkan preparat namun sisakan 3-4 tetes

e. Biarkan beberapa menit agar sel-sel tersebut terangkat. Periksa sel-sel dengan menggunakan mikroskop

(61)

g. Ambil kira-kira 1 ml suspense sel dan tatahkan masing-masing ½ cc pada kedua preparat ( C3 & C4 )

h. Tambahkan lagi 1 ml media amniomax pada permukaan kultur primer ( CsP atau PsP ) yang digunakan sebagai kultur cadangan

i. Inkubasi semua kultur pada suhu 370C dengan 5% CO2 pada incubator

j. Catat detail mengenai kultur jaringan CVS pada lembar kerja

k. Periksa kepadatan sel pada mikroskop cahaya untuk memeriksa kepadatan sel, apakah sel sudah matang untuk dipanen

l. Kira-kira 5 jam, tambahkan media amniomax sebanyak 2 ml

m. Jika preparat kultur sudah siap untuk dipanen, bubuhkan huruf H pada pinggiran cawan petri, catat pada lembar kerja CVS. Catat semua detail mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja

Penuaian setempat dari kultur CVS & POC :

Aturan sebelum penuaian :

a. Pindahkan media dan tambahkan 2 cc medium segar ( kultur C1, C2, C3 )

sebelum menambahkan Brdu

b. Selama mungkin ( sekitar jam 5 sore ) tambahkan 1 tetes ( 33 µl ) dari 5,5 mg/ml Brdu kepada masing-masing dari kultur bertutup

c. Letakkan tulisan B pada cawan petri dan tuliskan pada lembar kerja CVS

d. Inkubasi semua kultur didalam incubator dengan suhu 370C dengan 5% CO2

Aturan penuaian :

a. Pindahkan medium secepat mungkin ( kira-kira jam 7-8 pagi ) cuci bersih Brdu dan tuliskan waktu pencucian didalam lembar kerja CVS

b. Kira-kira 6,5 jam setelah Brdu di cuci tambahkan 1 tetes ( kira-kira33 µl ) colchicines pada masing-masing kultur

(62)

d. Inkubasi semua kultur pada incubator dengan suhu 370C dengan 5% CO2 selama 25 menit

e. Pindahkan cawan, angkat cawan dengan perlahan dan hati-hati memindahkan media dengan menggunakan pipet plastik sekali pakai

f. Pindahkan dengan 2 ml larutan hipotonis, biarkan selama 20 menit

g. Dengan hati-hati tambahkan 5-6 tetes larutan fiksasi dan biarkan selama 5 menit

h. Pindahkan campuran larutan hipotonis dan fiksasi dengan sekitar 2 ml dari larutan fiksasi dengan memegang cawan secara perlahan dan tambahkan tetes demi tetes, biarkan selama 15 menit

i. Pindahkan larutan fiksasi dan pindah tempatkan dengan yang lain setara 2 ml larutan fiksasi yang segar dengan mengangkat cawan secara perlahan. Tambahkan tetes demi tetes dan biarkan selama 15 menit lagi

j. Pindahkan larutan fiksasi dan angkat penutup dari cawan dengan sebuah penjepit

k. Keringkan kembali penutup cawan dengan sebuah kertas tissue dan biarkan sampai kering cawan petri tersebut

l. Ketika penutup cawan kering, tandai/beri label dengan nama, nomor laboratorium, tipe spesimen, jumlah kultur, tanggal dan inisial pemeriksa

m. Letakkan penutup cawan pada slide mikroskop yang cocok dengan sedikit tetesan dari superglue

n. Selanjutnya letakkan slide dibawah mikroskop cahaya

o. Letakkan slide sepanjang malam didalam inkubator atau slide oven dengan suhu 650C. catatan semua detail mengenai kultur jaringan CVS dan POC pada lembar kerja

(63)
(64)

BAB IV

[image:64.595.101.571.275.460.2]

HASIL DAN PEMBAHASAN

TABEL 4.1 KARAKTERISTIK USIA SUAMI & USIA ISTRI DARI

SUBJEK PENELITIAN ABORTUS SPONTAN

USIA ISTRI FREKUENSI

(n)

PERSENTASE

20-35 16 53.3%

>35 14 46.7%

USIA SUAMI

20-35 8 26.7%

>35 22 73.3%

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kasus abortus spontan pada kelompok usia istri didapati kebanyakan pada usia 20-35 tahun sebesar 53.3%. Pada kelompok usia suami lebih banyak dijumpai pada usia > 35 tahun sebesar 73,3%.

Sedangkan pada kelompok usia istri > 35 tahun yang mengalami keguguran sebesar 46,7% dan kelompok usia suami 20-35 tahun yang istrinya mengalami keguguran sebesar 26,7%.

TABEL 4.2 DISTRIBUSI FREKUENSI JENIS KROMOSOM

JARINGAN PLASENTA ABORTUS SPONTAN

KELAINAN KROMOSOM

JUMLAH FREKWENSI

(65)

TRISOMI 11 36,7%

MONOSOMI X 7 23.3 %

[image:65.595.106.537.77.155.2]

TOTAL 30 100 %

Tabel diatas menunjukkan bahwa jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom.

Walaupun 3-4% sperma dan 10% oosit bersifat aneuploid akibat kesalahan miosis, gamet-gamet abnormal ini kecil kemungkinan menghasilkan konsepsi dibandingkan dengan gamet normal. Apabila tetap terjadi pembuahan, seleksi menyebabkan sebagian besar hasil konsepsi aneuploidi akan lenyap. Walaupun demikian, hanya sedikit trisomi yang biasanya teridentifikasi karena trisomi yang menimbulkan kelainan berat akan terjadi kematian dini atau pada praimplantasi. Trisomi 16 merupakan penyebab semua keguguran trimester pertama sebanyak 16%, dari berbagai aneuploidi autosom yang memungkinkan janin bertahan hidup melewati trimester pertama yaitu trisomi 13, 18, dan 21. Monosomi X terjadi paling sering karena non disjunction1.

(66)

menuju menopause. Kebanyakan kejadian trisomi diakibatkan non-disjunction

[image:66.595.101.524.229.293.2]

sewaktu meiosis I maternal.1,22,23

TABEL 4.3 JENIS KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS

SPONTAN BERDASARKAN USIA ISTRI

Trisomi 15

Trisomi 16

Trisomi 22 Monosomi

X

Monosomi 18

Total USIA

n % n % n % n % n % n %

20-35 1 50% 4 80% 1 33,3% 1 16,7% - - 7 41,2%

>35 1 50% 1 20% 2 66,7% 5 83,3% 1 100% 10 58,8%

Pada wanita kelompok usia 20-35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Trisomi 16 yaitu sebanyak 4 (80%) pasien.

Pada wanita kelompok usia > 35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Monosomi X yaitu sebanyak 5 (83,3%) pasien.

Sofia Doria dkk (2008) melaporkan, dari 232 pasien yang didiagnosa dengan abortus spontan, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom yang normal, 85 (36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9% ) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62 dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus translokasi seimbang.12

Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan

viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%

(67)

Trisomi autosom dijumpai hampir 50% pada kejadian abortus spontan dimana trisomi 16 lebih banyak dijumpai dan berhubungan dengan usia ibu dan merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus spontan trimester pertama. Translokasi dapat ditemukan pada kedua orang tua. Inverse

kromosom seimbang juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus yang berulang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus spontan, tetapi tersering adalah autosom 13, 16, 18, 21, dan 22.36

[image:67.595.103.537.470.536.2]

Sekitar 30% dari kasus abortus spontan yang d

Gambar

Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12
Gambar 3. Tipe Kromosom Metafase
Gambar 4. Kariogram Kromosom Metafase
Gambar 5. Tingkat Struktur Kromosom
+7

Referensi

Dokumen terkait