BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
Abortus adalah ancaman akan keluarnya hasil konsepsi sebelum
janin mampu hidup di luar kandungan, atau menurut kriteria WHO yang
menyatakan berat janin atau embrio itu paling tidak telah mencapai 500
gram atau kurang yang sesuai dengan usia kehamilan 20 minggu
Klasifikasi abortus adalah:
16,17,18 16
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
disengaja
Abortus ini dibagai atas 5 kategori yaitu :
a. Abortus imminens yaitu perdarahan yang terjadi pada paruh
pertama kehamilan yang bisa mengacam ibu untuk terjadinya
keguguran
b. Abortus insipien yaitu abortus yang tidak dapat terhindarkan
ditandai dengan pecahnya ketuban yang nyata disertai
pembukaan serviks
c. Abortus inkomplit yaitu abortus yang terjadi sebelum usia
gestasi 20 minggu. Pada abortus ini kanalis servikalis
d. Missed abortion yaitu retensi produk konsepsi sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang telah meninggal in utero selama ± 6
minggu. Pada kasus yang tipikal, kehamilan berlangsung
normal, dengan amenore, mual dan muntah, perubahan
payudara dan pertumbuhan uterus.
e. Abortus habitualis yaitu abortus spontan yang terjadi selama
dua kali berturut-turut.
2. Abortus provokatus yaitu abortus yang disengaja yang terbagi atas
dua kategori yaitu :
a. Abortus provokatus medisinalis yaitu abortus yang dilakukan
atas indikasi medis
b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan
bukan atas indikasi medis
Gambar 1. Klasifikasi abortus
2.2 Klasifikasi abortus lain
Teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita untuk
mendeteksi kehamilan dengan pemeriksaan hormon human chorionic
gonadotropin (hCG) dan ultrasonografi (USG) menyebabkan penentuan
jenis abortus menjadi akurat berdasarkan usia kehamilan.
Tabel 2.1 Klasifikasi kejadian abortus berdasarkan usia kehamilan. Hasil temuan ultrasonografi dan evaluasi kadar hCG
Tabel 2.2 Kejadian abortus berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi
Jenis abortus
abortus janin Antifosfolipid Syndrome
2.3 Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya
adalah sebagai berikut yaitu :
2.3.1. Faktor Kromosom
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh
kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus
pada trimester pertama yang merupakan kelainan sitogenetik.
Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi awal
kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya
non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.20
2.3.2 Kelainan Kongenital
Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta
malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar
1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan
riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien.
mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai
melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami
persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomi uterus adalah
uterus biseptum ( 40-80%), kemudian uterus bikornu atau
uterus didelphi atau unikornu (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko
kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi.
2.3.3. Inkompeten Servik
16
Inkompeten servik adalah ketidakmampuan servik untuk
mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini
terjadi bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8% s/d 15
%. Insiden ini diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami
abortus sebelumnya.16
2.3.4. Autoimun
Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami,
jika secara luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan
antara berbagai antibodi ini masih menjadi persoalan. Lebih
banyak kejadian berulang abortus semakin tinggi kadar antibodi
yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab atau akibat
pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini
penting20
Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd
syndrome (APS) yang terkait pada 15 % abortus berulang.
Fosfolipid berperan dalam membran sel dan berbagai fungsi
seluler seperti sintesis prostasiklin dan aktivitas protein C.
Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit termasuk
kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik
antibodi ini terkait dengan kematian intrauterin, solusio, Intra
Uterine Growth Restriction (IUGR) dan Preeklamsia. .
Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada
koagulasi, yang dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’.
Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan
koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin clotting time
,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada
pemeriksaan ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan
presentase rasio positif yang berbeda-beda. Satu faktor lain
adalah kadar antibodi yang berubah dengan kehamilan.
Beberapa wanita yang antibodinya negatif sebelum hamil bisa
mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan
harus diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas
dari respon imun merupakan salah satu penyebab abortus.
Sejauh ini, belum ada teori yang terbukti diterima.
Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang
menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat
mahal dan berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara
umum.
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang
dan penyakit autoimun, misalnya pada sistemik lupus
eritematosus (SLE) dan antiphospolipid antibodi (aPA). aPA
merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE. Sebagian kematian janin dihubungkan dengan
adanya aPA
21
2.3.5 Infeksi
22
Infeksi mikroba diduga sebagai penyebab terjadinya abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis.
Jenis-jenis bakteri :
23
• Listeria monositogenes
• Klamidia trakomatis
• Ureaplasma urealitikum
• Mikoplasma hominis
Jenis virus :
• Sitomegalovirus
• Rubella
• Herpes simpleks virus (HSV)
• Human immunodeficiency virus (HIV)
• Parpovirus
Jenis-jenis parasit
• Toksoplasmosis gondii
• Plasmodium palsiparum
2.3.6. Kelainan Endokrin
Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait
dengan abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko
abortus pada wanita dengan DM yang terkontrol, tetapi nilai
HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada awal kehamilan
yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian janin
dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga
berhubungan dengan kegagalan reproduksi, walaupun
infertilitas merupakan masalah utama, beberapa penyelidikan
telah melaporkan hubungan antara antibodi tiroid dan abortus
berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid sebelum
abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang
negatif.24, 25
2.3.7 Defek Fase Luteal
Sekresi progesteron menyebabkan perubahan
endometrium yang penting untuk implantasi dan melanjutkan
kehamilan. Pada fase luteal siklus menstruasi, progesteron
dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi kehamilan, korpus
luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa
menghasilkan progesteron sendiri (setelah 5 minggu
kehamilan). Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek
fase luteal dapat menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron
dan abortus berulang. Defek fase luteal terjadi karena
kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi estrogen
abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing
hormone (LH) dan hiperandrogen.
Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan
penemuan dari biopsi endometrium yang dilakukan setelah
dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari siklus menstruasi. Kadar
progesteron bisa digunakan sebagai kriteria diagnosis untuk
defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung defek
fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen
progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat
abortus untuk mengurangi keguguran pada trimester pertama.27
2.3.8. Faktor Lingkungan
Abortus yang disebabkan oleh banyak faktor lingkungan
yang biasanya dikarenakan konsumsi zat yang membahayakan
kehamilan antara lain :
2.3.8.1 Kafein
Kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi
rata-rata sebanyak 107 mg/cangkir, tapi terdapat dalam
konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman bersoda, coklat
dan obat-obatan.
Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan
didistribusi ke semua jaringan organisme dan juga dapat
melewati sawar darah plasenta. Waktu paruh plasma pada
orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5 jam. Namun
pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada
bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat
menurunkan waktu paruh plasma kafein, namun dapat
meningkatkan waktu paruh plasma dari kafein sebanyak 20 %
jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi selama
kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya
abortus. Resiko abortus lebih tinggi pada ibu yang
mengkonsumsi kafein dari kopi dibandingkan dari teh atau
coklat. Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya
kaitan yang menyebabkan terjadinya abortus.
Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara
kafein dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan
siklus 3,5-adenosine monophospat (AMP cyclic), mengganggu
perkembangan fetus dan hormon pada ibu dan janin. Kafein
juga secara struktural mirip dengan adenin dan guanin. Jadi
bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat,
menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa
meningkatkan katekolamin yang bisa menyebabkan
vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi uteroplasenta,
menyebabkan fetal hipoksia. Telah dilakukan penelitian pada
1064 wanita yang mengkonsumsi kafein dengan dosis 200 mg
(25.5%) dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta dan
berpotensi untuk terjadinya abortus.
,29,30
29,30
2.3.8.2 Tembakau
Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus
studi. Beberapa komponen dari tembakau menunjukkan adanya
racun yang bisa menyebabkan kejadian abortus, yang paling
penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan vaskulitis sekunder
menjadi vaskulitis spasme, menyebabkan kelainan plasenta, tapi
tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang
mungkin antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi,
dari hipotesa belum di demonstrasikan.
2.3.8.3 Alkohol
31
Kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa
efek pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan
sindrom alkohol fetus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh
Jones dkk. Tidak ada dosis yang aman pada ibu hamil dalam
mengkonsumsi alkohol. dengan kadar dalam darah lebih dari
200 mg/ml dapat secara langsung menyebabkan abortus.
Dari beberapa studi yang ditunjukkan Tine BH dkk bahwa
resiko terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Alkohol
dapat melewati sawar plasenta janin, mencapai level yang sama
pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan keracunan secara
langsung tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid dapat
menjadi teratogen yang terakumulasi pada janin.
32
2.3.8.4 Narkotika
Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada
masyarakat memicu beberapa studi untuk mencari penyebab
efek samping terhadap ibu hamil. Kokain adalah substansi yang
berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah Amerika Selatan
disebut Erytroxylon coca.
Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek
samping dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan.
Kokain memblok reuptake dari katekolamin pada syaraf pusat,
dapat meningkatkan konsentrasi efektor terminal di dalam aliran
darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi plasenta,
dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin
meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang
terjadi penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal
takikardi setelah mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan.
33
Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan
konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi
heroin telah menunjukkan IUGR dan kematian janin dalam
kandungan.
33
2.3.9 Paritas
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu usia
kehamilan, dan sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan
kromosom. Resiko terjadinya abortus spontan meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring
dengan usia maternal dan paternal
Penelitian pada jumlah paritas yang > 2(1-3) pada 567
pasien dijumpai sekitar 48,4% mengalami abortus sedangkan
pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian
abortus sekitar 33,7%.
34
2.3.10 Trauma
35
Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi
yang menjadi tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik
selama kehamilan menjadi topeng terhadap gejala dan
menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan dalam
mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan
kematian bayi. Pada penelitian oleh Lee C, tentang hubungan
riwayat trauma terhadap kejadian abortus mengatakan resiko
trauma berkorelasi dengan abortus yaitu dijumpainya berkisar
Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang
meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin
Wanita hamil selamat dari abortus berkisar 10-20 %. Dari
studi California 4,8 juta kehamilan hampir 1 dalam 350 wanita
dirawat karena kecelakaan. Audit dari Parkland Hospital,
Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan
bermotor terjadi sekitar 85%.
36
36
Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada
usia di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu
reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan abortus dapat terjadi
pada usia muda, karena pada usia muda/ remaja, alat
reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.
2.3.11. Usia
Frekuensi abortus bertambah dari 12 % pada wanita 20
tahun, menjadi 26 % pada wanita diatas usia 40 tahun.
Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik.
Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang
disebabkan oleh kejadian sporadik, misalnya nondijunction
meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal.
16
16
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan
normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme patologi
primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis
selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia.
2.3.12 Pekerjaan
16
Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita
dengan pekerjaan dengan pendapatan rendah berkaitan
dengan tingkat abortus yang tinggi, dikarenakan pengawasan
selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya
perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan
dengan tingkat stres yang tinggi .
Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada
pasien di bawah garis kemiskinan. Ketidakmampuan wanita dari
sudut ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau
legal abortion. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya
perceraian.
37
2.3.13 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan
masalah utama bagi tiap pasangan. Menurunkan angka
kehamilan yang tidak diinginkan merupakan hal yang penting
dibagian departemen kesehatan. Wanita yang tidak
menginginkan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante
natal care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan
gizi ibu dan kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap
janin.
Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anak
sekolah berujung pada keluarnya anak tersebut dari
sekolahnya. Keluarnya mereka dari sekolah berdampak pada
gangguan psikis dan dampak sosial lingkungannya.
Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan
golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya
manusia yang rendah dan pendapatan yang rendah.
38
Presentase kehamilan yang tidak diiginkan meningkat
sedikit antara tahun 2001 (48 %) tahun 2006 (49%). Presentase
kehamilan yang tidak diinginkan secara umum menurun dengan
usia yaitu lebih 4 dari 5 kehamilan yang tidak diinginkan berada
pada usia 19 tahun atau kurang .
39
Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah
memiliki tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi.
Kehamilan yang tidak diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit
hitam. Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan itu meningkat
pada status pernikahan yang tidak jelas.
2.4 Penatalaksanaan Abortus
39
Panduan Royal College of Obstetri and Gynecology (RCOG) atas penatalaksanaan abortus meliputi tindakan bedah,
pengobatan dan manajemen ekspektatif. Pasien harus diberikan
pilihan dengan memberikan penjelasan lebih awal. Unit
penanganan ibu hamil trimester pertama secara esensial yaitu
manajemen ekspektatif dan pengobatan terhadap abortus.
1. Tindakan pembedahan
40
Evakuasi tindakan pembedahan uterus masih merupakan
pilihan pertama jika terjadi perdarahan yang masif atau
tanda-tanda vital yang tidak stabil atau adanya jaringan yang terinfeksi di
dalam rongga uterus. Namun tindakan bedah sering menyebabkan
komplikasi, perdarahan, perforasi uterus, robekan servik, trauma
intra abdominal, adhesi intrauterin dan juga komplikasi dari
anastesi. Panduan RCOG mengemukakan pada tindakan evakuasi
lebih aman dan mudah dibandingkan dengan menggunakan alat
kuret yang tajam. Pada semua kasus yang memerlukan tindakan
pembedahan diperlukan tindakan ripening pada servik.
1. Manajemen pengobatan.
40
Keuntungan dari manajemen pengobatan adalah untuk
menghindari risiko dari tindakan pembedahan dan anastesi.
Namun, pasien bisa merasakan nyeri abdomen karena perdarahan
yang hebat. Berbagai cara metode medis telah diterangkan
dengan menggunakan prostaglandin analog dengan
antiprogesteron lini pertama. Penting untuk pasien mempunyai
akses 24 jam ke instalasi gawat darurat untuk mendapatkan rawat
inap, karena 1/3 dari pasien akan mengalami perdarahan ataupun
abortus pada fase primer, tetap mengalami abortus walaupun
sudah di obati dengan anti-progesteron. Prostaglandin analog
dapat menyebakan nyeri abdomen , mual, muntah dan diare.
Penting untuk memberitahu pasien tentang efek samping dari obat
ini.
3. Manejemen ekspektatif
40
Walapun manajemen ekspektatif dapat menghindari risiko
berkaitan dengan tindakan bedah dan anastesi, ia dapat memakan
harus diberi inform konsen yang paripurna jika tidak pasien akan
meminta dilakukan tindakan pembedahan selama periode
observasi.40
2.5. Plasentasi awal pada wanita hamil
Implantasi pada manusia lebih invasif dan hasil konsepsi menanamkan dirinya sendiri secara keseluruhan di dalam dinding
endometrium maternal dan miometrium superfisial. Vili korionik, struktur
dasar dari plasenta, terbentuk pada minggu ke 4 dan ke 5 setelah
menstruasi dan mengelilingi keseluruhan kantong gestasi hingga usia
kehamilan 8-9 minggu. Antara bulan ke 3 dan ke 4, vili pada tempat
implantasi menjadi bercabang dan membentuk plasenta, dimana vili
pada sisi yang berlawanan mengalami degenerasi untuk membentuk
membran plasenta. Pada akhir kehamilan, vili memiliki luas permukaan
12-14 m2 , yang akan menyediakan permukaan yang ekstensif dan dalam untuk pertukaran feto-maternal
Trofoblas akan menghasilkan 3 tipe sel yang utama pada plasenta
manusia : (1) sinsitiotrofoblast yang akan membentuk epitel yang
menyelimuti vili-vili dan merupakan komponen endokrin utama dari
plasenta. (2) sitotrofoblas vili yang mempresentasikan populasi
germinatif yang berproliferasi sepanjang kehamilan dan menyatu untuk
membentuk sinsitiotrofoblas (3) sel trofoblas ekstravili yang bersifat non
proliferatif dan menginvasi endometrium maternal. Trofoblas ekstra vili
ini dapat ditemukan di dalam dan disekitar arteri spiralis di area sentral
plasenta.
43
43
Mereka secara bertahap akan memanjang ke lateral, mencapai
kedalaman biasanya mencapai 1/3 dalam miometrium pada bagian
sentral plasenta, akan tetapi kedalaman invasi menjadi lebih dangkal
pada daerah perifer. Plasentasi manusia juga memiliki karakter tersendiri
yaitu adanya remodeling dari arteri spiralis dimana pembuluh darah
kehilangan lamina elastik dan otot polosnya sehingga berkurangnya
respon terhadap komponen-komponen vasoaktif di sirkulasi. Pada
kehamilan yang normal, transformasi arteri spiral menjadi arteri
utero-plasental terjadi pada pertengahan kehamilan. Tujuan utama dari
perubahan vaskular ini adalah untuk optimalisasi distribusi darah maternal
ke jaringan vaskular uterus yang memiliki tekanan rendah dan terutama
pada ruang intervili plasenta. Tekanan oksigen juga berperan penting
dalam pembentukan plasenta. Bukti penting mengenai efek oksigen
terhadap plasenta datang dari beberapa penelitian bahwa pada stadium
awal perkembangan plasenta dan embrio, terjadi pada keadaan uterus
yang relatif hipoksia. Penelitian mengenai tekanan oksigen pada plasenta
dan endometrium dijumpai bahwa pada usia kehamilan 8-10 minggu,
tekanan oksigen (PO2) plasenta 17,9 + 6,9 mmHg, dibandingkan PO2
jaringan endometrium 39,6 + 12,3 mmHg. Pada usia gestasi 12-13
minggu terjadi kenaikan tekanan oksigen plasenta, dimana PO2 plasenta
60,7 + 8,5 mmHg dan PO2 jaringan endometrium 46,5 + 17,4 mmHg.
Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Jauniaux dan
kawan-kawan pada tahun 2000, dimana tekanan oksigen fetus meningkat secara
lebih dari 50 mmHg pada usia gestasi 12 minggu. Penemuan pada arteri
spiralis dapat dijumpai pada endometrium, tapi tidak ada satupun yang
ditemukan terbuka langsung ke ruang intervilosa. Perubahan yang
bermakna terjadi awal pada arteri spiralis, terutama menghilangnya
sel-sel otot pada dinding arteri. Mereka menemukan bahwa walaupun arteri
spiralis tidak meluas ke ruang intervilosa, darah dan sekresi dapat dilacak
melalui celah pada trophoblastic shell dalam ruang intervilosa. Mereka
menemukan bahwa dalam arteri spiralis terdapat sumbatan (plug) oleh sel
trofoblas. Sumbatan ini akan menjadi longgar susunannya bersamaan
dengan bertambahnya usia gestasi. Pada tahap awal sumbatan ini
mencegah darah masuk ke ruang intervilosa, tetapi dengan
bertambahnya usia gestasi, kemampuannya mencegah masuknya darah
berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa selama stadium awal
perkembangan embrio, darah masuk ke ruang intervilosa dengan
perlahan.
Sebelum usia gestasi 8 minggu, hubungan arteri maternal dan ruang
intervilosa dibatasi oleh jaringan ruang intervilosa yang berliku-liku.
Setelah usia gestasi 8 minggu, hubungan langsung arteri dapat diamati.
Pada awalnya, hubungan ini berdiameter sangat kecil dan pada usia
gestasi 11-12 minggu, hubungan arteri ini menjadi bermakna. Penemuan
ini menegaskan bahwa sirkulasi maternal pada ruang intervilosa sangat
terbatas sebelum akhir minggu ke-8 usia gestasi. Hubungan antara arteri
dan ruang intervilosa terbentuk secara bertahap beberapa minggu
kemudian hingga 12 minggu usia kehamilan. Konsentrasi dan aktivitas
enzim antioksidan terutama di dalam jaringan plasenta juga meningkat
pada periode ini. Mitokondria sinsitiotrofoblas sangat sensitif terhadap
perubahan tekanan oksigen pada usia kehamilan dini dan sensitifitas ini
makin berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Dapat
disimpulkan bahwa embrio dan plasenta pada trimester pertama tumbuh
dalam lingkungan yang rendah oksigen dimana lingkungan yang rendah
oksigen diperlukan untuk invasi dan diferensiasi trofoblas.
Penelitian anatomik dan in vivo telah menunjukkan bahwa
plasentasi manusia tidak hanya bersifat haemokhorial pada awal
kehamilan. Dari awal implantasi, trofoblas ekstravili tidak hanya
menginvasi jaringan uterus tetapi juga membentuk selaput setingkat
desidua. Sel dari selaput ini menanamkan plasenta ke jaringan maternal
dan juga membentuk saluran di ujung arteri utero-plasenta. Selaput
pembungkus dan saluran ini berperan seperti permukaan labirin untuk
menyaring darah ibu, menyebabkan penyerapan plasma secara lambat,
tanpa aliran darah langsung, ke ruang intervili. Hal ini di suplementasi
oleh sekresi dari kelenjar uterus, yang dikeluarkan ke ruang intervili
sampai usia 10 minggu. Selama periode tersebut, vili plasenta hanya
menampilkan beberapa kapiler dan eritrosit janin yang memiliki inti,
sehingga menunjukkan bahwa darah janin sangat kental, dan akan
mengakibatkan aliran darah feto-plasenta terbatas. Lebih lanjut lagi,
selama trimester pertama plasenta memiliki ketebalan dua kali lipat dari
trimester kedua, dan plasenta awal dan fetus dipisahkan oleh ruang
exocoelomic, yang menempati hampir sebagian besar ruangan dalam
kantung gestasi.
Pada akhir trimester pertama, sumbatan tropoblast akan
mengalami dislokasi secara bertahap. Mempersilahkan aliran darah ibu
mengalir lebih prograsif dan lebih bebas dan berkelanjutan ke ruang
intervili. Selama fase transisional 10-14 minggu masa gestasi, 2/3 dari
plasenta primitif menghilang, ruang exocoelomic di hancurkan oleh
pertumbuhan dari kantung amnion dan darah ibu mengalir secara
progresif ke seluruh plasenta.
22
22
2.6 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul yang tidak mempunyai
pasangan yang bersifat reaktif. Dikatakan reaktif karena molekul ini
mampu bereaksi dengan molekul yang ada disekitarnya.
Molekul-molekul tersebut termasuk protein, lipid, karbohidrat, dan DNA. Molekul
ini juga berarti tidak bertahan lama dalam bentuk asli karena untuk
mempertahankan kestabilan molekul, mereka harus mengambil satu
elektron dari molekul yang lain.4
Gambar 4. Radikal bebas
Ada dua tipe radikal bebas secara garis besar yaitu ROS dan nitrit oxide
synthase (NOS)
27
2.6.1. ROS
Ada tiga tipe mayor dari ROS yaitu : Superoksida (O2-),
Hydrogen Peroxida (H2O2) dan Hydroxyl (OH). Superoksida terjadi
dimana berkurangnya elektron pada rantai transport elektron.
Dismutase Superoksida menghasilkan formasi hydrogen peroksida.
dan menyebabkan kerusakan rantai DNA. Beberapa enzim oksida
dapat secara langsung menghasilkan radikal hydrogen peroksida
ROS dapat berperan pada lebih dari 100 penyakit. Hal ini juga
berperan terhadap fisiologi dan patologi pada genitalia wanita,
ovarium, tuba falopi dan embrio. ROS terlibat untuk memodulasi
seluruh fungsi fisiologi reproduksi seperti maturasi oosit,
steoridogenesis ovarium, fungsi korpus luteum dan luteolisis. ROS
juga berperan terhadap infertilitas wanita.13
2.6.2. NOS
Nitrit Oksida berasal dari sintesis konversi enzim dari L-Arginine
menjadi L-Citrulline oleh nitrit oxide synthase (NOS). Elektron yang
tidak berikatan menyebabkan NO merupakan radikal bebas yang
sangat reaktif dan dapat menyebabkan kerusakan protein, karbohidrat,
nukleotida dan lipid bersama-sama dengan mediator inflamasi yang
lain yang menyebabkan kerusakan sel. NO berpotensi merelaksasi
arteri dan vena otot polos dan secara kuat menghambat agregasi dan
adhesi. Asupan NO berperan sebagai agen vasodilator dan mungkin
berguna untuk terapi. NO juga berperan pada regulasi jaringan pada
proses fisiologi namun jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas.
NO dihasilkan oleh enzim NO sintese dan terdiri 3 tipe yaitu,
neuronal NO synthase (NO synthase 1) dan inducible NO synthase (
NO Synthase 2), endothelial NO synthase (NO Synthase 3). NO
Synthase 2 dihasilkan oleh fagositosis mononuklear ( monosit dan
makrofag) dan menghasilkan sejumlah besar NO. Ekspresi ini muncul
pada sitokin proinflamasi dan lipopolisakarida. NO synthase 2 diaktifasi
oleh sitokin seperti interleukin-1 dan TNF-α dan lipopolisakarida. NO
synthase 3 diekspresikan di sel granulosa, permukaan oosit selama
perkembangan folikel. Pada kondisi patologis mungkin berperan
sebagai penghasil utama NO. Pada sebagian organ, NO synthase 2
hanya diekspresikan oleh rangsangan imunologi.
Sumber radikal bebas berasal dari dua tempat yaitu :
13
1. Sumber endogen
a. Organella subseluler
Organella subseluler seperti mitokondria, kloroplas,
mikrosome, peroksisome dan nuklei dapat menghasilkan
superokside (O2-). Mitokondria merupakan penghasil utama
energi dalam sel sehingga disebut the powerhouse of the cell.
Energi yang dihasilkan berbentuk adenosine trifosfat (ATP)
melalui suatu rantai transport elektron dan oksigen merupakan
rantai terakhir penerima elektron46
Proses metabolisme ini tidak 100% efisien, terdapat
sejumlah besar energi yang hilang berupa panas. Lebih kurang
2-4% oksigen yang dikonsumsi oleh mitokondria tidak direduksi
menjadi air tetapi direduksi menjadi superoksida atau hidrogen
peroksida.
Adanya kerusakan pada sistem transport elektron pada
mitokondria memungkinkan O2 untuk menerima satu elektron
sehingga terbentuk superoksida (O2-). Pembentukan
superoksida oleh mitokondria dapat terjadi pada 2 keadaan, (1)
jika konsentrasi oksigen meningkat atau (2) jika terjadi
iskemia.
b. Inflamasi
46
Selama inflamasi terjadi proses fagositosis oleh
makrofag dan neutrofil. Makrofag dan neutrofil harus
membentuk radikal bebas agar dapat memfagositosis bakteri.
Pada tahap pertama bakteri akan masuk ke dalam fagosome
dan berdifusi ke dalam lisosome. Pada membran lisosome
terdapat enzim Nikotinamide Adenine Dinukleotide Phosphate
(NADPH) oksidase yang berfungsi mengkatalisa pembentukan
superoksida. Reaksi ini membutuhkan oksigen dalam jumlah
besar sehingga disebut respiratory burst.
Selanjutnya enzim SOD akan mengubah superoksida
menjadi hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida selanjutnya
akan menghancurkan bakteri. Neutrofil menghancurkan bakteri
menggunakan enzim myeloperoksidase. Enzim ini mengkatalisa
reaksi antara hidrogen peroksida dengan ion klorida untuk
menghasilkan antiseptik ion hipoklorida.
47
c. Reperfusi pada iskemia
Dalam keadaan normal, xantine oksidase mengkatalisis
reaksi hipoxantine menjadi xantine dan selanjutnya xantine
diubah menjadi asam urat. Reaksi ini membutuhkan penerima
elektron sebagai kofaktor. Selama periode iskemia terdapat 2
keadaan, (1) meningkatnya produksi xantine dan xantine
oksidase (2) tidak adanya antioksidan superoksid dismutase
dan glutation peroksidase. Molekul oksigen yang disuplai
selama proses reperfusi bertindak sebagai penerima elektron
dan kofaktor bagi xantine oksidase. Hal ini menimbulkan
pembentukan O2- dan H2O2. Latihan yang berat juga dapat
mencetuskan reaksi xantine oksidase dan membentuk radikal
bebas pada otot rangka dan jantung.
2. Sumber eksogen
47
a. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat membentuk radikal bebas.
Mekanismenya diperkirakan bahwa obat-obatan tersebut
memperkuat hiperoksida yang sudah terjadi. Obat-obatan
tersebut adalah antibiotik golongan quinolon atau antibiotik
yang berikatan dengan metal untuk aktifitasnya (nitrofurantoin),
antineoplastik (bleomisin), adriamisin dan metotreksat.
Obat-obatan seperti penisilamin, fenilbutazon, asam mefenamat dan
pembentukan radikal bebas dengan cara menurunkan kerja
asam askorbat
b. Radiasi
47
Radioterapi dapat menyebabkan kerusakan jaringan
melalui pembentukan radikal bebas. Radiasi elektromagnetik
(sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (elektron, proton,
neutron dan partikel alfa dan beta) menghasilkan radikal bebas
melalui transfer energi ke komponen seluler.47
c. Tembakau (Rokok)
Oksidan yang dihasilkan oleh tembakau memegang
peranan penting dalam terjadinya kerusakan saluran nafas.
Oksidan yang dihasilkan tembakau menurunkan jumlah
antioksidan intraseluler yang terdapat di dalam sel paru-paru.
Satu kali isapan rokok menghasilkan oksidan dalam jumlah
yang besar, yaitu aldehide, epoksida, peroksida, nitrit oksida,
radikal peroksida dan karbon dapat terbentuk selama fase gas.
Oksidan yang lebih stabil dihasilkan pada fase tar, yaitu
semiquinone.47
d. Partikel inorganik
Partikel inorganik, yang terinhalasi, seperti asbes dan
bebas. Inhalasi asbes telah dihubungkan dengan peningkatan
risiko terjadinya fibrosis pulmonal (asbestosis), mesotelioma
dan karsinoma bronkogenik. Partikel silika dan asbes
difagositosis oleh makrofag paru-paru. Sel ini kemudian pecah,
melepaskan enzim proteolitik dan kemotaktik mediator yang
menyebabkan infiltrasi sel-sel lain, seperti neutrofil, maka
dimulailah proses inflamasi. Serat asbes yang mengandung
besi juga dapat menstimulasi pembentukan radikal hidroksil.
47
e. Gas
Ozon bukanlah radikal bebas tetapi merupakan agen
pengoksidasi yang sangat kuat. Ozon (O3) memiliki dua
elektron yang tidak berpasangan dan bereaksi dengan substrat
biologik membentuk radikal bebas. Secara in vitro ozon dapat
menghasilkan lipid peroksidase, tetapi in vivo belum dapat
dibuktikan.47
2.7 Antioksidan
Pada kondisi normal, molekul antioksidan dapat merubah ROS
menjadi H2O2 untuk menghindari produksi ROS yang berlebihan. Ada
dua tipe antioksidan pada tubuh manusia yaitu (1) antioksidan
2.7.1 Antioksidan Enzimatik
Antioksidan enzimatik juga diketahui sebagai antioksidan
alami, dapat menetralisir ROS yang berlebihan dan melindungi
sel yang rusak. Antioksidan enzimatik terdiri dari SOD, katalase,
GPx dan Glutation reduktase yang dapat juga menurunkan
hidrogen peroksida menjadi air dan alkohol
2.7.2 Antioksidan non-Enzimatik
15
Enzim ini juga dikenal antioksidan sintesis atau
suplemen. Sistim antioksidan tubuh yang kompleks juga
dipengaruhi oleh asupan diet dari vitamin antioksidan dan
mineral seperti vitamin C, vitamin E, Selenium, Zinc, Taurin,
Hipotaurin, Glutation, beta carotene dan carotene. Vitamin C
merupakan rantai antioksidan yang mencegah proses
peroksidasi. Vitamin C juga dapat membantu mendaur ulang
untuk mengoksidasi vitamin E dan glutation. Taurin, hipotaurin
dijumpai pada tuba dan cairan folikel yang melindungi embrio
dari OS. Glutation dijumpai pada oosit dan cairan tuba dan
berperan penting dalam perkembangan zigot pada stadium
2.8 Pengaruh stres oksidatif pada sistem reproduksi wanita
Sistem reproduksi wanita adalah sistem multiorgan yang
kompleks yang memerlukan lingkungan biologis optimal. Metabolisme
aerobik yang memanfaatkan oksigen sangat penting untuk
homeostasis pada reproduksi. Metabolisme aerobik dikaitkan dengan
pembentukan molekul prooksidan yang disebut ROS termasuk radikal
hidroksil, anion superoksida, hidrogen peroksida, dan nitrat oksida.
Keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan menjaga
homeostasis seluler, setiap kali ada ketidakseimbangan dalam
equilibrium ini menyebabkan peningkatan keadaan stres oksidatif
dimulai. Radikal bebas adalah molekul penting yang dapat
mempengaruhi fungsi reproduksi dengan pengaruh terhadap
endometrium dan fungsi tuba, pematangan oosit, sperma, implantasi
preembrio dan embrio pada awal pertumbuhan.
2.8.1. Reaksi Biologis oleh Reactive Oxygen Species
13
Bagaimana cara ROS menyebabkan kematian sel masih
menjadi perdebatan. Mekanisme dimana radikal oksigen merusak
membran lipid sel yang banyak diterima dan kerusakan oleh oksidasi
sering dihubungkan dengan reaksi pada membran lipid. Dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ROS juga merusak protein dan DNA,
1. Kerusakan oksidatif pada lipid
Peroksidasi lipid melibatkan tiga langkah yang berbeda, yaitu
inisiasi (initiation), propagasi (propagation) dan terminasi (termination).
Reaksi inisiasi antara asam lemak tak jenuh (misalnya linoleat) dan
radikal hidroksil (dihasilkan dari reaksi Fenton dan reaksi Haber
Weiss) melibatkan pemindahan satu atom H dari kelompok
methylvinyl dari asam lemak, dimana pada linoleat pada atom karbon
ke-11 dengan reaksi berikut:
Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH- + OH.
Karbon yang kehilangan atom H-nya menjadi radikal bebas dan
membentuk resonance structure yang membagi elektron yang tidak
berpasangan antara atom karbon ke-9 dan ke-13.
O (persamaan 1)
Pada reaksi propagasi, resonance structure bereaksi dengan triplet
oksigen yang biradikal (memiliki dua elektron yang tidak
R. + O2 ROO.
Radikal peroksi kemudian mengambil satu atom H dari asam
lemak kedua, membentuk hidroperoksida lipid dan menyebabkan
timbulnya radikal bebas lainnya yang dapat mengambil atom H kedua
dari persamaan 1. Maka dari itu, sekali radikal hidroksil memulai
reaksi peroksidasi dengan mengambil satu atom H akan
menghasilkan produk radikal karbon (R
(persamaan 2)
.
) yang mampu bereaksi
dengan O2
ROO
dalam reaksi berantai. Peranan radikal hidroksil sama
seperti percikan api yang memulai kebakaran.
.
+ RH R.
Hidroperoksida lipid (ROOH) tidak stabil, dengan adanya ion Fe
atau katalisator logam lainnya ROOH akan bereaksi dengan reaksi
Fenton menghasilkan pembentukan radikal alkoksi yang reaktif.
+ ROOH (persamaan 3)
ROOH + Fe
14,37
2+ OH- + RO. + Fe3+
Dengan adanya Fe, reaksi berantai tidak hanya disebarluaskan,
tapi malah ditingkatkan. Diantara produk penghancuran dari ROOH
adalah aldehida, seperti malondialdehyde dan hidrokarbon seperti
ethana dan ethylene. Aldehida sangat reaktif dan dapat merusak
protein.
(persamaan 4)
Reaksi peroksidasi pada membran lipid diakhiri bila radikal karbon
atau radikal peroksi bertautan membentuk produk konjugasi yang tidak
radikal seperti reaksi berikut:
R. + R.
Akhirnya terdapat timbunan asam lemak bertautan dengan berat
molekul tinggi dan fosfolipid pada membran lipid yang teroksidasi.
Efek primer dari peroksidasi lipid adalah penurunan kestabilan
membran yang mempengaruhi sifat membran dan dapat memecahkan
ikatan membran-protein.
38
2. Kerusakan oksidatif pada protein
Serangan radikal bebas pada protein mengakibatkan modifikasi rantai
asam amino, fragmentasi rantai peptida, penggumpalan reaksi taut
silang (cross-linked), perubahan arus elektrik dan makin peka
terhadap proteolisis.14,39 Kepekaan asam amino terhadap serangan oksidasi berbeda-beda. Asam amino yang mengandung sulfur, dan
khususnya kelompok thiol yang sangat peka. Oksigen yang teraktivasi
dapat mengambil satu atom H dari sistein membentuk radikal thiyl
jembatan disulfida. Oksigen juga menambah residu metionin
membentuk derivat sulfoksida metionin. Reduksi keduanya dapat
diselesaikan pada sistem mikroba oleh tioredoksin dan tioredoksin
reduktase. Enzim ini dapat mereduksi metionine sulfoksida kembali
menjadi residu metionil dengan adanya tioredoksin.
Serangan radikal bebas dalam bentuk lain yang ireversibel
misalnya oksidasi inti iron-sulphur oleh superoksida menghancurkan
fungsi enzim. Banyak asam amino yang mengalami modifikasi yang
ireversibel bila protein mengalami oksidasi. Contohnya, triptopan
ditaut-silang menjadi bitirosin. Degradasi oksidasi protein ditingkatkan
dengan kofaktor logam seperti Fe. Pada kasus ini, logam mengikat
kation divalen protein. Logam kemudian bereaksi dengan hidrogen
peroksida dalam reaksi Fenton menghasilkan radikal hidroksil yang
dengan cepat mengoksidasi residu asam amino di dekat tempat
Algoritme kerusakan pada protein oleh radikal bebas yang diperantarai oleh Fe.
Hasil akhir dari peroksidasi lipid, aldehida, juga dapat merusak
protein. Tidak seperti radikal bebas, aldehida mempunyai masa hidup
yang lebih panjang sehingga dapat berdifusi dari tempat asalnya dan
menyerang sasaran yang jauh dari tempat asal reaksi peroksidasi
lipid. Aldehida bertindak sebagai second toxic messengers yang
memulai reaksi rantai yang kompleks. Diantara aldehida yang paling
banyak diteliti adalah malonaldehid (MDA), hidroksialkenal, dan
4-hidroksinonenal (HNE). Beberapa kerusakan yang ditimbulkan pada
protein antara lain oksidasi kelompok sulfhidril, reduksi disulfid,
oksidasi-adduksi residu asam amino pada logam melalui oksidasi
yang dikatalisator oleh logam, pemutusan rantai taut-silang
protein-protein dan peptida. Semua perubahan ini merugikan sel karena
menyebabkan hilangnya fungsi membran dan protein serta
menghambat replikasi DNA atau menyebabkan mutasi.
37
39
3. Kerusakan oksidatif pada DNA
Radikal bebas oksigen menyebabkan berbagai kerusakan pada DNA,
sehingga dapat menyebabkan delesi, mutasi dan efek genetik lainnya
yang mematikan. Karakteristik dari kerusakan pada DNA
oksidasi, yang menyebabkan degradasi, pecahnya rantai tunggal
(single strand), dan gangguan siklus sel pada fase G2.
Penyebab utama pemecahan rantai tunggal adalah radikal hidroksil.
Secara in vitro, hidrogen peroksida atau superoksida secara tunggal
tidak dapat menyebabkan pemecahan rantai dalam keadaan
fisiologis, sehingga toksisitasnya in vivo disebabkan oleh reaksi
Fenton dengan katalis logam. Jika ikatan logam direduksi oleh molekul
kecil seperti NAD(P)H atau superoksida, maka logam tersebut akan
bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksil.
Radikal hidroksil kemudian mengoksidasi gula atau basa (base)
sehingga menyebabkan pemecahan rantai DNA.
14,40-42
Taut silang DNA pada protein merupakan sasaran serangan radikal
hidroksil baik pada DNA atau pada pasangan proteinnya. Radikal
hidroksil menyebabkan kehilangan ikatan kovalen seperti
thymine-cysteine addict, antara DNA dan protein. Walaupun taut silang protein
dan DNA tidak sebesar pemecahan rantai tunggal, mereka tidak
dapat diperbaiki, dan mungkin mematikan jika replikasi atau transkripsi
mendahului perbaikan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya mutasi.
Kejadian mutasi pada sel mamalia lebih kurang 2,4% sampai 4,8%
yang disebabkan radikal bebas.
14,41
41
2.9 Fungsi ovarium
Metabolisme aerobik memanfaatkan oksigen untuk
perkembangan gamet, dan radikal bebas juga memainkan peran
penting dalam proses fisiologis dalam ovarium. Ekspresi berbagai
biomarker stres oksidatif telah diteliti pada ovarium manusia,
membuktikan peran regulasi dari ROS dan antioksidan dalam
pematangan oosit, folikulogenesis, steroidogenesis ovarium dan
luteolisis. Studi menunjukkan pentingnya peranan lipid peroksida
dalam folikel degraaf. Pentingnya spesies oksigen reaktif dan enzim
antioksidan seperti seng tembaga superoksida dismutase (Cu,
Zn-SOD), mangan superoksida dismutase (Mn-Zn-SOD), dan GPx. Enzim
antioksidan menetralisir spesies oksigen reaktif dan melindungi oosit.
Dalam corpus luteum yang dikumpulkan dari pasien hamil dan tidak
hamil, diamati bahwa keadaan seimbang Cu-Zn dan kenaikan ekspresi
SOD dari fase luteal dini hingga fase midluteal dan penurunan selama
regresi korpus luteum. Korelasi antara adrenal-4 binding protein
(Ad4BP ) dan ekspresi SOD juga menunjukkan hubungan antara stres
oksidatif dan steroidogeneis ovarium.
Antibodi terhadap Ad4BP ini digunakan untuk melokalisasi
Ad4BP dalam inti teka dan sel granulosa. Ad4BP merupakan faktor
transkripsi steroidogenik yang menginduksi transkripsi enzim P450 .
Kedua sel granulosa dan sel luteal manusia menanggapi hidrogen
peroksida dengan menghambat aksi gonadotropin dan penghambatan
sekresi progesteron. Produksi kedua progesteron dan hormon
estradiol berkurang saat hidrogen peroksida ditambahkan pada kultur
human chorionic gonadotropin - dirangsang sel-sel luteal.13
2.10 Perubahan Endometrium
Perubahan siklus endometrium yang disertai dengan perubahan
dalam ekspresi antioksidan. Enzim, seperti thioredoxin, memiliki
ekspresi yang lebih tinggi di fase sekretori awal. Ada juga variasi siklus
dalam ekspresi SOD dalam endometrium. Aktivitas SOD menurun
pada akhir fase sekretori sementara ROS meningkat dan memicu
pelepasan prostaglandin F2 α. Estrogen atau progesteron menyebabkan penarikan peningkatan ekspresi siklooksigenase-2
(COX - 2). Stimulasi siklooksigenase yang dibawa oleh ROS melalui
aktivasi faktor transkripsi NF -ƙβ, menunjukkan mekanisme menstruasi
Nitrogen monoksida (NO) juga memiliki peran penting dalam
desidualisasi dan penyusunan endometrium untuk implantasi oleh
pengaturan dari endometrium, miometrium dan fungsi mikrovaskular.
Ekspresi endotel dan induksi NO synthase (NOS) telah ditemukan
pada endometrium manusia, dan pembuluh darah endometrium.
13
Kadar tertinggi dari transkrip endotelial NOS mRNA telah
telah dihipotesakan sebagai hal penting pada pembentukan
menstruasi dan pelepasan endometrium.13
2.11 Fungsi Tuba Fallopi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya sitokin,
prostaglandin, metabolit lipid peroksidase dan ROS dalam sampel
cairan dari tuba falopii. Komponen ini berfungsi sebagai lingkungan
yang optimal untuk pemupukan dan pengangkutan preembrIo. Sebuah
sistem sistem nitrogen monoksida endogen ada di saluran tuba.
Senyawa oksida memiliki efek relaksasi pada otot polos dan memiliki
efek yang sama pada kontraktilitas tuba. Defisiensi NO dapat
menyebabkan disfungsi motilitas tuba, sehingga terjadi retensi ovum,
tertundanya transportasi sperma dan infertilitas. Peningkatan kadar
NO dalam tuba falopii adalah sitotoksik terhadap mikroba yang
menyerang dan juga dapat menjadi racun bagi spermatozoa, yang
mengarah ke infetilitas.13
2.12. ROS pada Kehamilan
Pada kehamilan normal, stadium awal perkembangan terjadi
pada lingkungan yang rendah oksigen (O2). Hipoksia fisiologis dari
kantung gestasi akan melindungi fetus terhadap efek penghancur dan
teratogenik dari radikal bebas OFRs. Pada kasus abortus,
sehingga mengakibatkan aliran darah maternal yang terlalu dini dan
luas serta terjadi degenerasi oksidatif mayor. Mekanisme ini umum
dijumpai pada semua kasus abortus, terutama pada waktu tertentu
yaitu pada trimester pertama tergantung pada etiologinya.4
2.13 Lingkungan Oksigen dan evolusi mamalia
Evolusi mamalia yang hidup di dataran kering telah dikaitkan
dengan adaptasi terhadap perubahan konsentrasi O2
O
di lingkungan.
Kehidupan di bumi telah berevolusi dalam keadaan anaerobik, dengan
jalur metabolisme yang berpusat pada nitrogen, sulfur, dan karbon.
2 awalnya merupakan hasil dari fotosintesis yang berawal dari
munculnya alga biru-hijau, dan saat konsentrasi atmosfer meningkat,
O2 memungkinkan untuk mendukung kehidupan multiseluler yang
lebih kompleks, termasuk mamalia berplasenta. O2 memungkinkan
transformasi energi yang lebih efisien dari zat yang didapat dari
makanan seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi Adenosine
Triphospat (ATP). Molekul ATP menyediakan energi kimiawi yang
diperlukan untuk terjadinya reaksi biokimia yang penting untuk
kehidupan sel seperti biosintesis protein, transport aktif molekul
melalui membran sel, dan kontraksi otot. Sebagian besar O2 yang
digunakan selama oksidasi molekul organik makanan dirubah menjadi
air melalui kombinasi enzim dari rantai respirasi. Sekitar 1-2% dari O2
bebas yang sangat reaktif (OFRs) dan jenis Oksigen reaktif lainnya
(ROS) pada tingkatan yang bergantung pada tekanan oksigen yang
tersisa. Ketika produksi OFRs melebihi kemampuan proteksi selular
alamiah, dapat terjadi kerusakan terhadap protein, lipid dan DNA.
Plasenta pada mamalia merupakan suatu hubungan yang
esensial antara sirkulasi maternal yang kaya akan darah ber-O
48
2 dan
nutrisi dengan sirkulasi fetal. Pada masa lalu, fungsi utama plasenta
dianggap untuk mensuplai fetus dengan sebanyak mungkin O2 yang
memerlukan asupan yang sangat besar pada separuh akhir
kehamilan dimana penambahan berat badan janin paling banyak.
Investigasi in vivo dan in vitro terbaru kami telah menghasilkan
pemahaman yang baru mengenai hubungan fetomaternal pada
trimester pertama kehamilan sehingga menghasilkan hipotesis bahwa
plasenta lebih membatasi daripada memfasilitasi suplai O2 ke janin
selama periode organogenesis. Tahapan paling awal perkembangan
dimulai dari lingkungan rendah O2 yang merefleksikan jalur evolusi.
Pada sebagian besar spesies, organogenesis telah sempurna dan
perkembangan sangat cepat terjadi sebelum proses plasentasi terjadi.
Akan tetapi pada plasenta manusia, perkembangan terjadi sebelum
waktunya dan hasil konsepsi menempel dengan erat pada dinding
uterus sebelum lapisan primitif terbentuk. Dengan adanya kejadian
tersebut, strategi lain diperlukan untuk membatasi paparan janin
perubahan besar O2 dari konsepsi hingga proses melahirkan. Pada
kehamilan normal, fenomena yang mengharuskan tersedianya
keseimbangan antara kebutuhan metabolik janin dengan plasenta
serta potensial bahaya dari OFRs terkontrol dengan baik. Sel
embrionik dan plasenta sensitif terhadap stress oksidatif dikarenakan
pembelahan sel yang ekstensif dan paparan yang berkelanjutan dari
DNA-nya. Sinsiotropoblas dari plasenta lebih sensitif, hal ini
dikarenakan sinsitiotrofoblas merupakan jaringan terluar dari konsepsi
sehingga terpapar dengan konsentrasi oksigen yang lebih besar dari
sang ibu, dan juga diakibatkan sinsitiotrofoblas mengandung
konsentrasi enzim antioksidan yang sangat penting dalam jumlah yang
rendah, terutama pada awal kehamilan. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa gangguan metabolik maternal seperti diabetes yang
berhubungan dengan meningkatnya pembentukan OFRs,
berhubungan dengan insidensi yang lebih tinggi untuk terjadinya
abortus, vaskulopati, dan defek struktural janin, yang mengindikasikan
bahwa konsepsi mamalia dapat mengalami kerusakan ireversibel
akibat stress oksidatif.4,48
2.14. Plasentasi manusia dan stress oksidatif
Perbandingan fitur morfologis dengan data fisiologis
menunjukkan bahwa arsitektur kantung gestasi pada trimester pertama
kecuali yang dibutuhkan untuk perkembangannya. Data in vivo
menunjukkan bahwa nilai tekanan parsial intraplasenta (PO2
Hipoksia fisiologis pada kantung gestational pada trimester
pertama dapat melindungi janin yang sedang tumbuh terhadap efek
penghancur dan tertogenik OFRs. Bukti terbaru juga menyatakan
bahwa hipoksia diperlukan untuk mempertahankan sel, dimana pada
tingkat fisiologis radikal bebas akan meregulasi berbagai fungsi sel, ) 2 hingga
3 x lebih rendah pada 8-10 minggu daripada 12 minggu. Seiring
dengan berlanjutnya kehamilan antara 7– 16 minggu, terdapat
peningkatan independen yang progresif pada PO2 desidua, dimana
kemungkinan besar merefleksikan peningkatan aliran darah ibu pada
awal kehamilan pada usia 13-16 minggu, PO2 pada darah janin hanya
24 mmHg, dimana pada pertengahan akhir kehamilan, nilai pada vena
umbilikus antara 35-55 mmHg. Tekanan ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan sirkulasi maternal, sehingga tampak adanya
gradasi O2 maternal ke janin sepanjang kehamilan. Peningkatan
bertahap PO2 intraplasenta dijumpai pada minggu ke 8-14 kehamilan
yang disertai dengan peningkatan konsentrasi mRNA dan aktivitas
enzim antioksidan mayor di jaringan vili. Pada trimester pertama
gradient O2 uterus menghasilkan efek regulasi pada pembentukan
jaringan plasenta dan fungsinya. Secara khusus, hal ini akan
mempengaruhi proliferasi sitotrofoblas dan diferensiasinya pada jalur
terutama faktor transkripsi. Produksi OFRs yang berlebihan akan
menghasilkan stress oksidatif dan terdapat dua contoh hal fisiologis
ini saat kehamilan manusia.
Contoh pertama, pada akhir trimester pertama, terdapat
ledakan stress oksidatif yang dijumpai di perifer plasenta . Sirkulasi
utero-plasental pada daerah ini tidak disumbat oleh selubung trofoblas
yang membatasi aliran darah ibu ke plasenta dari usia kehamilan 8-9
minggu. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi O2 lokal yang
meningkat pada tahapan kehamilan ketika trofoblas memiliki
konsentrasi dan aktivitas enzim antioksidan yang rendah seperti SOD,
katalase, dan GPx. Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi juga
dapat menstimulasi sintesis berbagai protein trofoblas seperti hCG
dan estrogen. Konsentrasi hCG ibu memuncak pada akhir trimester
pertama, dan kondisi oksidatif akan menyebabkan terbentuknya sub
unitnya di in vitro. Konsentrasi hCG lebih meningkat lagi pada kasus
trisomi 21, dimana terdapat bukti stres oksidatif trofoblas mengalami
ketidakseimbangan dalam ekspresi enzim antioksidan. Baru-baru ini,
telah didemonstrasikan bahwa enzim sitokrom P-450 aromatase
(CYP19) yang terlibat dalam sintesis estrogen diregulasi secara
transkriptif oleh O2, dan hal ini mungkin menyebabkan peningkatan
yang signifikan pada produksi estrogen pada awal trimester kedua.
4
Contoh kedua adalah fenomena iskemia-reperfusi (I/R). studi
angiografi dari pembuluh darah uterus dari rhesus monyet telah
menunjukkan bahwa pada kehamilan normal, aliran dari arteri spiral ke
ruang intervili bersifat intermiten, yang timbul dari vasokonstriksi
spontan. Aliran ke plasenta dapat juga terganggu oleh adanya
kompresi eksternal dari arteri selama kontraksi uterus, dan dapat juga
diakibatkan perubahan postural. Beberapa stimulus I/R dapat
merupakan fitur dari kehamilan yang normal, terutama pada keadaan
dimana janin dan plasenta mengekstraksi O2 dalam jumlah besar dari
ruang intervili. Stimulus kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya
Up-regulasi dari pertahanan anti OFRs di plasenta, sehingga mengurangi
stres oksidatif. Seperti pada awal kehamilan, stres oksidatif yang
terkontrol dengan baik dapat memainkan peranan dalam remodeling
plasenta yang berkelanjutan dan fungsi plasenta yang penting seperti
transport dan sintesis hormon. Dalam konteks ini, keguguran dan pre
eklamsia dapat merupakan maladaptasi yang sementara terhadap
perubahan oksigen di lingkungan4
2.15 Enzim Glutation Peroksidase
Glutation peroksidase merupakan famili selenoprotein yang
berperan sebagai antioksidan pada tubuh mamalia. Enzim ini
merupakan protein dengan bentuk tetramer dengan berat molekul
Gambar 6. Enzim Glutation Peroksidase 12
Enzim ini ditemukan dalam setiap sel pada tubuh manusia yang
merupakan suatu antioksidan yang penting untuk menetralisir,
merusak serta menghancurkan sel. Kondisi tubuh yang sedang stres,
seperti infeksi tubuh atau toksisitas kimia menghasilkan radikal bebas
dalam jumlah besar. Jika tubuh dihadapi suatu paparan radikal bebas
maka tubuh perlu dinetralisir oleh antioksidan.
Enzim ini mengkonversi substansi kimia yang merusak, menjadi
produk yang tidak berbahaya dimana dapat dibuang oleh tubuh.
Bahan kimia ini termasuk substansi pemicu kanker, logam berat,
herbisida, pestisida, rokok dan polutan lainnya. Maka GPx
memberikan perlindungan yang penting terhadap banyak bahan
berbahaya di lingkungan. Liver mempunyai kandungan kaya GPx.
49
GPx juga memainkan peranan penting dalam mengupayakan sistem
imun berfungsi secara optimal. Defisiensi GPx juga memberikan efek
traktus intestinal. Enzim GPx membantu mencegah kerusakan sel
yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa
berbagai hidroperoksida. Pada awalnya struktur glutation peroksidase
diperkirakan adalah dipeptida yang mengandung sistein dan glutamat.
Penjelasan selanjutnya struktur tripeptida dihipotesiskan sebagai agen
pengurang yang menjaga enzim selalu dalam fase aktif, dan terlibat
dalam menjaga berbagai komponen seperti denydroaskorbat (vitamin
C) dan a-tocopherol (vitamin E) pada stadium tereduksi.
Walaupun GPx penting dalam fungsi sel normal, kebanyakan organ
dan jaringan tidak dapat mensintesis GPx dengan sendirinya. Bahkan
GPx diambil dari sumber ekstraseluler dan kemudian dipindahkan ke
dalam sel. Sintesis GPx pada sel melibatkan sejumlah reaksi yang
membutuhkan 2 ATP. Dua enzim utama yang bertanggung jawab
terhadap sintesa ini adalah g-gluthamylcysteine sintetase (GCS) dan
glutation sintese (GS).
50
GPx memiliki fungsi luas yang terdiri dari: (1) Detoksifikasi
komponen eksogen dan endogen, seperti elektrofil reaktif dan
peroksidase dengan glutation-S transferase (2) Mengurangi
kebocoran disulfida pada protein dan enzim, yang akan memelihara
thiol yang penting pada stadium tereduksi; (3) Berfungsi sebagai
perantara nontoksik dari sistein dan berfungsi sebagai kendaraan
untuk transportasi sistein ke seluruh organ; (4) Secara aktif terlibat
pada metabolisme leukotrien dan prostaglandin; (5) Memainkan
peranan yang penting dalam mengurangi ribonukleotid menjadi
deoksiribonukleotid (6) Bertindak sebagai pembasmi beberapa
radikal bebas.
Pengukuran aktivitas selenium eritrosit dan plasma setelah
diberikan L-selenomethionine, terdapat peningkatan aktivitas GPx
-masing sebesar 154% dan 69%. Kandungan selenium dan aktivitas
GPx pada pasien dengan kanker lambung, kolon dan rektum,
ditemukan bahwa kandungan selenium dan aktivitas GPx pada darah
dan plasma penderita kanker secara statistik lebih rendah bila
dibandingkan dengan orang sehat.
51
Di Jerman Barat, Lombeck, dkk (1978) menemukan kadar
selenium dan aktivitas GPx yang rendah pada anak-anak yang
menderita Phenil Ketonuria (PKU) bila dibandingkan dengan anak
sehat. Di China, kandungan selenium dan aktivitas GPx pada
anak-anak dengan penyakit Keshan juga lebih rendah bila dibandingkan
dengan anak sehat. Penelitian juga menunjukkan bahwa selenium
merupakan satu-satunya agen yang terlibat pada penyakit Keshan.
51
Kesimpulannya, adanya defisiensi selenium merupakan indikasi
penurunan kandungan selenium darah dan penurunan aktivitas GPx.
52
GPx seluler adalah enzim yang mengandung selenium yang pertama
kali ditemukan, memainkan peranan penting dalam melindungi sel
dari kerusakan yang disebabkan oleh paraquat, yaitu suatu radikal
GPx gastrontestinal merupakan selenium yang mengandung
enzim GPx yang terdapat di dalam sel. Ditemukan dari isolasi GPx-GI
cDNA sel hepar manusia (HepG2). Seperti yang telah diuraikan oleh
Bermano dan Lei, GPx-1 merupakan bentuk penyimpanan selenium
dalam tubuh untuk menjaga fungsi homeostasis selenium.52
GPx ekstraseluler adalah selenoprotein yang dapat mereduksi
hidrogen peroksida, organik hidroperoksida, free fatty acid
hydroperoxide dan phosphatidylcholine hydroperoxide. Adanya GPx
yang khusus terdapat dalam traktus gastrointestinal menunjukkan
bahwa enzim ini melindungi tubuh dari lipid hidroperoksida .
Fosfolipid-hidroperoksida GPx adalah selenoenzim yang dapat
mereduksi fosfolipid hidroperoksida, kolesterol dan kolesteril ester
melalui glutation. Fosfolipid-hidroperoksida GPx mitokondria
mencegah perubahan fungsi mitokondria dan kematian sel dengan
cara mengurangi pembentukan seluler hidroperoksida.53
2.16 Distribusi GPx pada Kehamilan Trimester Pertama
Sebagian besar glutation yang terbentuk disimpan dalam
jaringan tubuh. Hanya sebagian kecil saja glutation yang terbentuk
di hepar mengalami translokasi ke dalam plasma. GPx berperan
penting sebagai antioksidan sejak terbentuknya oosit, dimana GPx
berada pada cairan folikel dan kumulus ooforus yang berfungsi
dari tuba Fallopi ke dalam kavum uteri, blastokista juga dilindungi
oleh beberapa antioksidan, termasuk GPx .4
Gambar 7. Distribusi Glutation Peroksidase pada Kehamilan 4
Penelitian pada embrio tikus di Amerika Serikat menemukan
bahwa pada perkembangan embrio hari 7 konsentrasi GPx yang
tinggi dijumpai pada jaringan desidua ibu dan sedikit pada endoderm
viseral janin. Pada perkembangan embrio hari 9 pengeluaran GPx
terutama di endoderm yolk sac dan otot jantung. Pada perkembangan
embrio hari 16, GPx masih tetap di yolk sac tapi juga terakumulasi
pada sel miosit atrium jantung, pusat-pusat penulangan, jaringan
lemak dan epitel usus. Aktifitas GPx juga dijumpai pada cairan
maternal fetal interface (desidua, yolk sac) menunjukkan bahwa GPx
berperan penting melindungi embrio dari kerusakan oksidatif.40
2.17 Abortus dan Stres Oksidatif
Penelitian anatomi dan histopatologis hampir selalu eksklusif
berfokus pada perkembangan vilous yang abnormal pada kegagalan
kehamilan awal. Saat ini terdapat bukti yang jelas bahwa abortus ,
merupakan kelainan plasentasi dan perubahan vili dan membran vili
yang dideskripsikan sebagai akibat daripada penyebab. Pada 2/3
kegagalan kehamilan terdapat bukti anatomis dari plasenta yang
cacat dimana memiliki ciri-ciri plasenta lebih tipis dan selaput
tropoblast berfragmen, penurunan invasi sitotrofoblas pada
endometrium dan penyumbatan yang tidak sempurna dari lumen
arteri spiral. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya perubahan
fisiologis dari sebagian besar arteri spiral dan mengakibatkan sirkulasi
maternal yang prematur melalui seluruh plasenta.
Penyebab tunggal abortus yaitu masuknya secara berlebihan
darah ibu keruang intervili yang memiliki 2 efek : (1) efek mekanis
langsung pada jaringan villi dimana menjadi tertutupi secara progresif
oleh trombus-trombus dari darah intervili, (2) kerusakan trofoblastik
yang dimediasi oksigen bersifat tidak langsung dan menyebar serta
meningkatnya apoptosis. Konsentrasi lipid peroksidase telah terbukti
meningkat pada jaringan desidua dan villi pada wanita yang
mengalami abortus. Secara keseluruhan akibatnya adalah degenerasi
plasenta dengan kerusakan fungsi sinsitio trofoblas dan lepasnya
plasenta dari dinding uterus. Mekanisme ini umum dijumpai pada
semua kasus abortus, dimana biasanya terjadi pada trimester
pertama bergantung pada etiologinya.15
Faktor apapun yang menyebabkan peningkatan konsentrasi
oksigen ataupun fluktuasinya secara cepat akan memiliki efek
pengrusakan terhadap jaringan vili. Telah diajukan perpisahan etiologi
dari kegagalan kehamilan tahap awal menjadi stres oksidatif primer
dan sekunder. Penyebab utamanya dapat didefinisikan dengan jelas
dan termasuk didalamnya abnormalitas kromosom yang ditemukan
pada setidaknya 50% abortus dan sering dihubungkan dengan invasi
trofoblas yang abnormal pada desidua . Terdapat juga peningkatan
bukti yang menunjukkan hubungan antara abortus dan anomali dari
salah satu enzim yang terlibat dalam metabolisme OFR
s. Data ini
mendukung konsep kegagalan kehamilan dapat timbul dari defek
primer dari plasentasi akibat anomali genetik dari enzim atau kofaktor
yang berkaitan dengan metabolisme oksigen.15
Penyebab sekunder lebih kompleks dan multifaktor. Contohnya,
peran leukosit maternal dan faktor imun lain seperti sitokin pada
interaksi trofoblas – desidua yang tetap tidak jelas. Terdapat bukti
bahwa kadar sitokin disirkulasi dan profil sitokin didesidua berbeda