• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Co2, Nisbah C/N Dan Temperatur Pada Pengomposan Jerami Padi Dengan Menggunakan Trichoderma Harzianum Dan Cacing Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kandungan Co2, Nisbah C/N Dan Temperatur Pada Pengomposan Jerami Padi Dengan Menggunakan Trichoderma Harzianum Dan Cacing Tanah"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN CO2, NISBAH C/N DAN TEMPERATUR PADA PENGOMPOSAN JERAMI PADI DENGAN MENGGUNAKAN

Trichoderma harzianumDAN CACING TANAH

SKRIPSI

Oleh

Wulan Rahmaini 040303003 / Ilmu Tanah

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KANDUNGAN CO2, NISBAH C/N DAN TEMPERATUR PADA PENGOMPOSAN JERAMI PADI DENGAN MENGGUNAKAN

Trichoderma harzianumDAN CACING TANAH

SKRIPSI

Oleh

Wulan Rahmaini 040303003 / Ilmu Tanah

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Laboran : Kandungan CO2,Nisbah C/N dan

Temperatur pada Pengomposan Jerami Padi dengan MengggunakanTrichoderma harzianumdan Cacing Tanah

Nama : Wulan Rahmaini

NIM : 040303003

Departemen : Ilmu Tanah

Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. T. Sabrina Djunita, MAgr.Sc. PhD Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Ketua Departemen

(4)

ABSTRACT

The main product of composting is compost, beside that it also produces carbon dioxide (CO2) and water. Carbon dioxide is produced from organism

respiration activity. The total amount of CO2 gas is influenced by the type of

compost materials and the organism involved.

The purpose of this study is determine the total CO2that production during

composting paddy straw usingThrichoderma harzianumand earth worm.

This study was done in the Soil Biology Laboratory of Agricultural Faculty University of North Sumatera. Experimental design used was a non factorial Complete Random Designed with 4 treatments and 6 replicates, without decomposer/1 kg paddy straw (J0), 10 g earth worm/1 kg paddy straw (J1), 100 mLT. harzianum/1 kg paddy straw (J2) and 10 g earth worm and 100 mLT. harzianum/1 kg paddy straw (J3).

The result of this study showed that application of T. harzianumand earth worm decreased the amount of CO2produced, ratio C/N, temperature and pH after

(5)

ABSTRAK

Hasil utama dari pengomposan adalah kompos, disamping kompos dihasilkan gas CO2dan air. Gas CO2yang diproduksi selama proses pengomposan

adalah hasil dari respirasi organisme yang melakukan pengomposan. Jumlah gas ini dipengaruhi oleh jenis bahan kompos dan organisme yang terlibat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah CO2 yang diproduksi

selama pengomposan jerami padi dengan menggunakan Trichoderma harzianum

dan cacing tanah.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 4 Perlakuan dan 6 ulangan yaitu tanpa agen perombak (J0), 10 g cacing tanah (J1), 100 mLT. harzianum(J2) dan 10 g cacing tanah dan 100 mLT. harzianum(J3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum dan cacing tanah menurunkan kadar CO2, nisbah C/N, temperatur dan pH kompos selama 30

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Mei 1986 dari ayah M. Salim dan ibu Iriani. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Swasta Dharmawangsa Medan dan pada tahun 2004 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih minat studi Bioteknologi, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Laboratorium Biologi Tanah, Fisika Tanah, dan Rancangan Penelitian Tanah. Pada tahun 2005 sampai 2008, penulis mengikuti kegiatan organisasi Pengajian Al-Bayan dan Organisasi Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah (IMILTA).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul Kandungan CO2, Nisbah C/N dan Temperatur pada

Pengomposan Jerami Padi dengan Menggunakan Trichoderma harzianum dan Cacing Tanah yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelas sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir. T. Sabrina Djunita, MAgr. Sc, PhD selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda M. Salim dan ibunda Iriani serta seluruh keluarga atas do a dan dukungannya serta teman-teman yang selalu ada dan selalu siap membantu (Oim, Diza, Aima, Dina, Mita, Iqbal, Faisal, b_Opit, fery dan Ocha) dan teman-teman lainnya yang namanya tidak tertulis, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2008

(8)

DAFTAR ISI

Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan ... 10

Produk dari Proses Pengomposan ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat... 20

Kadar/Kandungan CO2Selama Pengomposan ... 25

Nisbah C/N Kompos ... 26

Temperatur (0C) Kompos... 28

pH Kompos ... 29

Bobot Cacing Tanah (g) ... 30

Pembahasan ... 33

Kadar/Kandungan CO2Selama Pengomposan ... 33

Nisbah C/N Kompos ... 34

Temperatur (0C) Kompos... 35

pH Kompos ... 36

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 39 Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal

1. Komposisi komponen kimiawi pada kascing ... 19 2. Standar kualitas kompos secara umum ... 19 3. Rataan nisbah C/N kompos ... 26 4. Persentase nisbah C/N kompos pada awal sampai akhir pengomposan

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal

1. Fluktuasi CO2selama 30 hari pengomposan ... 25

2. Perbandingan pemberian agen perombakT. harzianumdan cacing tanah

terhadap nisbah C/N kompos pada awal sampai akhir pengomposan ... 27 3. Perubahan temperatur selama 30 hari pengomposan ... 28 4. Perbandingan pemberian agen perombakT. harzianumdan cacing tanah

terhadap pH kompos pada awal sampai akhir pengomposan ... 30 5. Perbandingan pemberian agen perombakT. harzianumdan cacing tanah

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Tek Hal

1. Hasil analisis awal bahan baku kompos (jerami padi) ... 41

2. Bagan penelitian laboratorium biologi tanah FP USU Medan ... 42

3. Rataan respirasi CO2selama 30 hari pengomposan ... 43

4. Hasil analisis nisbah C/N kompos hari ke-15 pengomposan ... 44

5. Daftar sidik ragam nisbah C/N kompos hari ke-15 pengomposan ... 44

6. Hasil analisis nisbah C/N kompos hari ke-30 pengomposan ... 45

7. Daftar sidik ragam nisbah C/N kompos hari ke-30 pengomposan ... 45

8. Temperatur (0C) selama 30 hari pengomposan ... 46

9. Hasil analisis pH kompos hari ke-15 pengomposan ... 47

10. Daftar sidik ragam pH kompos hari ke-15 pengomposan... 47

11. Hasil analisis pH kompos hari ke-30 pengomposan ... 48

12. Daftar sidik ragam pH kompos hari ke-30 pengomposan... 48

13. Hasil analisis bobot cacing tanah (g) hari ke-30 pengomposan... 49

(13)

ABSTRACT

The main product of composting is compost, beside that it also produces carbon dioxide (CO2) and water. Carbon dioxide is produced from organism

respiration activity. The total amount of CO2 gas is influenced by the type of

compost materials and the organism involved.

The purpose of this study is determine the total CO2that production during

composting paddy straw usingThrichoderma harzianumand earth worm.

This study was done in the Soil Biology Laboratory of Agricultural Faculty University of North Sumatera. Experimental design used was a non factorial Complete Random Designed with 4 treatments and 6 replicates, without decomposer/1 kg paddy straw (J0), 10 g earth worm/1 kg paddy straw (J1), 100 mLT. harzianum/1 kg paddy straw (J2) and 10 g earth worm and 100 mLT. harzianum/1 kg paddy straw (J3).

The result of this study showed that application of T. harzianumand earth worm decreased the amount of CO2produced, ratio C/N, temperature and pH after

(14)

ABSTRAK

Hasil utama dari pengomposan adalah kompos, disamping kompos dihasilkan gas CO2dan air. Gas CO2yang diproduksi selama proses pengomposan

adalah hasil dari respirasi organisme yang melakukan pengomposan. Jumlah gas ini dipengaruhi oleh jenis bahan kompos dan organisme yang terlibat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah CO2 yang diproduksi

selama pengomposan jerami padi dengan menggunakan Trichoderma harzianum

dan cacing tanah.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 4 Perlakuan dan 6 ulangan yaitu tanpa agen perombak (J0), 10 g cacing tanah (J1), 100 mLT. harzianum(J2) dan 10 g cacing tanah dan 100 mLT. harzianum(J3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum dan cacing tanah menurunkan kadar CO2, nisbah C/N, temperatur dan pH kompos selama 30

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bahan organik merupakan sumber hara bagi tanaman yang dapat diperbaharui. Hara yang ada di dalam hasil sampingan pertanian berasal dari dalam tanah. Jika tidak ada tindakan pengembalian hasil sampingan pertanian kembali ke lahan dimana produk tersebut berasal, maka akan terjadi penurunan kandungan hara di dalam tanah. Untuk itu, perlu adanya pengomposan untuk menanggulangi masalah tersebut dan juga untuk menghindari pencemaran lingkungan yang ada.

Kompos merupakan hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya, sedangkan pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah (Murbandono, 2000;Wikipedia Indonesia, 2007).

Untuk mempercepat proses pengomposan banyak cara yang dilakukan misalnya dengan penambahan aktivator (EM4, Trichoderma, kotoran ternak, dan lain-lain) atau juga dengan penambahan cacing tanah. Pengomposan yang memanfaatkan aktivitas cacing tanah yang mempunyai peranan penting dalam mempertahankan produktivitas tanah disebut Vermikompos (Sutanto, 2002).

(16)

lebih cepat. Namun berbeda dengan cacing tanah yang merupakan organisme pengurai yang kerjanya lebih cepat bila dibandingkan dengan mikroba, hal ini disebabkan karena kemampuan cacing tanah mengurai bahan organik 3-5 kali lebih cepat (Palungkun, 1999).

Pengukuran respirasi merupakan cara yang digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme. Penetapan respirasi diukur berdasarkan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jumlah O2 yang digunakan oleh

mikroorganisme (Anas, 1989).

Secara umum kompos mengandung hara tersedia, asam humik dan asam organik lainnya, sedangkan aktifitas pengomposan akan menghasilkan karbon dioksida CO2, panas, hidrogen karbonat, air dan ammonia. Efek dari

pengomposan tersebut mungkin berpengaruh terhadap produksi C02 yang

dihasilkan yang berpengaruh terhadap penambahan gas rumah kaca. Namun para pembuat kompos belum pernah memikirkan seberapa jauh pengaruh negatif aktifitas pengomposan terhadap lingkungan terutama dalam menghasilkan CO2.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang kandungan CO2, nisbah C/N dan temperatur dari proses pengomposan limbah

jerami padi dengan menggunakanTrichoderma harzianumdan cacing tanah.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kandungan CO2, nisbah C/N dan temperatur pada

(17)

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian T. harzianumdapat merubah kandungan CO2, nisbah C/N dan

temperatur pada pengomposan jerami padi.

2. Pemberian cacing tanah dapat merubah kandungan CO2, nisbah C/N dan

temperatur pada pengomposan jerami padi.

3. PemberianT. harzianum dan cacing tanah dapat merubah kandungan CO2,

nisbah C/N dan temperatur pada pengomposan jerami padi.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai alternatif dalam pembuatan kompos serta dapat meningkatkan kualitas kompos tanpa menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kompos

Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan dicirikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Bahan-bahan mentah yang biasa digunakan seperti ; merang, daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil bagi C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2002).

Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun proses tersebut berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000).

Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain : memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai, menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, mengandung hara yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit, membantu proses pelapukan bahan mineral, memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia (Indriani, 2007).

(19)

tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulose15-60%, hemiselulose 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-30%, bahan mineral (abu) 3-5%, di samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin (Sutanto, 2002).

Pengomposan

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora dan Salundik, 2006). Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada dasarnya pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut diantaranya bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan (Wikipedia Indonesia, 2008).

(20)

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air, 2) zat putih telur

menjadi amonia, CO2, dan air, 3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa

yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Indriani, 2007).

Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik.

a. Pengomposan secara Aerobik

Pada pengomposan secara aerobik, oksigen mutlak dibutuhkan. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya (Simamora dan Salundik, 2006).

Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama

proses pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002).

Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O

(21)

Mikroba aerob

Bahan organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

(Djuarnanidkk, 2005).

b. Pengomposan secara Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300C (Djuarnanidkk, 2005).

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),

karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah

seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).

Pembuatan kompos pada prinsipnya cukup mudah bisa dilakukan dengan cara membiarkan bahan organik hingga malapuk atau menambahkan aktivator untuk mempercepat proses pengomposan. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

a. Pembuatan Kompos secara Tradisional

(22)

- Campurkan kotoran ternak (6 karung), top soil (1/2 karung), dan dolomit (1/2 karung), lalu siram dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk merata dengan kadar air 40-60%

- Letakkan tumpukan bahan tersebut diatas semen, lalu tancapkan bambu yang sudah dilubangi untuk memberikan sirkulasi udara

- Tumpukan harus dibalik setiap minggu dan disiram apabila bahan teralu kering. Setelah 1.5-2 bulan kompos sudah matang, keringanginkan kemudian digiling/diayak lalu dikemas dan kompos siap untuk dijual

(Simamora dan Salundik, 2006).

b. Pembuatan Kompos dengan Bantuan Aktivator

Aktivator merupakan bahan yang terdiri dari enzim, asam humat dan mikroorganisme (kultur bakteri) yang dapat mempercepat proses pengomposan. Contoh aktivator yang beredar di pasaran ; EM4, Orgadec, dan Stardec. Adapun teknik pembuatannya antara lain ;

- cacah jerami padi (200 kg) hingga ukurannya lebih kecil, lalu campur dengan dedak (10 kg) dan sekam padi (200 kg), diaduk merata, siram campuran bahan dengan larutan EM4 (500 mL) + air (20 liter) dan molase (20 sendok makan), diaduk merata sampai kadar airnya 30-40%

- Tumpukkan campuran bahan di atas tempat kering dengan ketinggian 40-50 cm, lalu tutup dengan plastik/terpal, suhu kompos dipertahankan 40-500C

(23)

Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara, tanah air atau sumber lainnya, dan didalamnya akan terjadi proses mikrobiologis. Aktivitas mikroba dalam mendekomposisikan bahan organik akan menggunakan senyawa organik untuk keperluan aktivitasnya. Hasil lainnya akan berbentuk buangan yang secara keseluruhan dinamakan kompos dengan komposisi yang lengkap (Suriawiria, 2003).

c. Pembuatan Kompos dengan Cacing Tanah (Vermicomposting)

Vermikompos merupakan proses penguraian sampah-sampah organik yang dilakukan oleh cacing sehingga dihasilkan kotoran cacing (pupuk) yang dikenal dengan kascing (Murbandono, 2000).

Adapun teknik pembuatannya antara lain ;

- Siapkan campuran media dan pakan jadi sebanyak 10 kg/bak serta cacing tanah sebanyak 200 g/bak

- Masukkan media dan pakan jadi ke dalam bak produksi, lalu semprotkan air sambil diaduk merata dengan kadar air 10-20%

- Biarkan campuran pakan dan media selama 6-12 jam sehingga menjadi dingin. Masukkan seluruh cacing yang sudah disiapkan ke dalam media

- Semprotkan air 1-3 hari sekali agar media dan pakan selalu dalam kondisi lembab

- Dilakukan pembalikan dan pengadukan seminggu sekali

(24)

- Panen seluruh cacing dan telurnya setelah 60 hari pembudidayaan dan media siap untuk digunakan sebagai pupuk organik

(Musnamar, 2006).

Cacing tanah yang digunakan adalah Lumbricus rubellus, atau bisa digunakan cacing tanah lokal yang ada di kebun, pekarangan, dan tumpukan sampah. Untuk pertumbuhan yang baik cacing tanah menyukai pH antara 6,5-7,5, suhu 22-280C, kelembaban 40-60%, ketinggian atau kedalaman media maksimal

25 cm dan berada di tempat teduh atau tidak terkena sinar matahari langsung (Mulat, 2003). Aktifitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi, dan reproduksi cacing tanah sangat dipengaruhi oleh oleh perbedaan temperatur dan kesuburan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh temperatur (Anas, 1990).

Untuk dapat bernapas, cacing tanah hanya mengandalkan kulitnya karena tidak memiliki alat pernapasan. Oksigen yanag digunakan untuk proses metabolisme tubuh diambil dari udara dengan bantuan pembuluh darah yang terdapat di bagian bawah kutikula. Pembuluh darah itu pun dapat berfungsi melepaskan karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil metabolisme. Namun, agar

proses bernapas pada cacing tanah dapat berlangsung dengan baik, kelembaban lingkungannya harus cukup tinggi (Palungkun, 1999).

Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

a. Ukuran Bahan

(25)

udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal (Djuarnani,dkk(2005).

Bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0.5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembapannya menjadi tinggi) (Indriani, 2007).

b. Nisbah C/N

Jika nisbah C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika nisbah C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi (Djuarnanidkk, 2005).

Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3- dan kompos yang dihasilkan

(26)

pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi terhambat karena kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2(Sutanto, 2002).

Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengomposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikroba untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi

(Bacaet al., 1993)

c. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar (Indriani, 2007).

Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman maka proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya tinggi, imbangan C/N yang sempit serta kandungan lignin yang rendah (Simamora dan Salundik, 2006).

d. Kelembaban dan Aerasi

(27)

penimbunan. Kelembaban timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40-60% (Musnamar, 2006). Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang (Djuarnanidkk, 2005).

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 60 % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada (Anonim, 2008).

e. Temperatur

Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55-700C. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 550C. Selain itu, pada

(28)

Suhu dan Ketinggian Timbunan pembuaatan pupuk organik, penjagaan panas sangat penting dalam pembuatan pembuatan pupuk organik. Faktor yang menentukan tingginya suhu adalah tingginya timbunan itu sendiri. Bila timbunan yang terlalu dangkal akan kehilangan panas dengan cepat karena tidak adanya cukup material untuk menahan panas tersebut, akibatnya pembuaatan pupuk organik akan berlangsung lebih lama. Sebaliknya jika timbunan terlalu tinggi bisa mengakibatkan material memadat karena berat bahan pembuaatan pupuk organik itu sendiri dan ini akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi di dasar timbunan. Panas yang terlalu tinggi menyebabkan terbunuhnya bakteri anaerobik yang baunya tidak enak. Tinggi timbunan yang memenuhi persyaratan adalah 1 sampai 2 meter, ini akan memenuhi penjagaan tanah dan pemenuhan kebutuhan akan udara (Asngad dan Suparti, 2005).

f. Keasaman (pH)

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH (Indriani, 2007).

(29)

pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Wikipedia Indonesia, 2008).

g. Pengadukan atau Pembalikan Tumpukan

Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembapan yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukan pun dapat menyebabkan terciptanya udara di bagian dalam timbunan, terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan sebaiknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan tengah, lapisan tengah ke lapisan bawah, dan lapisan bawah ke lapisan atas (Musnamar, 2006).

Pencampuran yang kurang baik dari komponen yang mempunyai tingkat kematangan berbeda harus dihindarkan karena menyebabkan terjadinya genangan di tempat-tempat tertentu, kehilangan struktur yang tidak seragam dan nisbah hara yang tidak seimbang dari timbunan kompos. Pada kondisi yang menguntungkan, awal homogenisasi limbah dapat dilaksanakan pada saat pengumpulan limbah dan kemungkinan melalui proses penghalusan. Homogenisasi dan pencampuran bahan dasar kompos dan bahan aditif sekaligus mengatur kandungan lengas dari bahan yang sudah matang (Sutanto, 2002).

h. Mikroorganisme

(30)

pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperatur tinggi (45-650C) yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk

mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnanidkk, 2005).

Mikroorganisme kelompok mesophilic dan thermophilic melakukan proses pencernaan secara kimiawi,Dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan. Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dilarutkan ke dalam selaput air (water film) yang melapisi bahan organik, enzim tersebut berfungsi menguraikan bahan organik menjadi unsur-unsur yang mereka serap. Karena terjadi dipermukaan bahan, maka proses penguraian ini akan mengakibatkan semakin luasnya permukaan bahan. Selanjutnya permukaan yang semakin luas ini akan mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme. Demikian seterusnya, semakin besar populasi mikroorganisme, semakin cepat pula proses pembusukan (Rochaenidkk, 2008).

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi sebagai bahan kompos, Trichoderma harzianum dan cacing tanah sebagai perombak bahan organik, media (PDA) untuk tempat tumbuh T. harzianum, air sebagai pelarut sekaligus menyiram kompos supaya terjaga kelembabannya dan bahan kimia lainnya untuk keperluan analisis.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keranjang bambu dan kantungan plastik untuk tempat kompos, termometer untuk mengukur temperatur kompos, timbangan dan alat-alat lainnya yang diperlukan untuk analisis

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 6 ulangan. Masing-masing perlakuannya adalah :

J0 = 1 kg Jerami padi

(32)

J2 = 1 kg Jerami padi + 100 mLT. harzianum

J3 = 1 kg Jerami padi + 100 mLT. harzianum+ 10 g cacing tanah Dengan demikian diperoleh 24 unit percobaan (4 × 6).

Model Linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) : Yijk= µ + Ti+ ij

Dimana :

Yijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum Ti = pengaruh perlakuan ke-i

ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Agen Perombak di Laboratorium Biologi Tanah FP USU a. PerbanyakanT. harzianum

- Diambil 1 ose dari media agar miring (koleksi pribadi) kemudian digoreskan ke media PDA padat lalu diinkubasi selama 3 hari

- Dipurifikasi ke media PDA padat lalu diinkubasi selama 3 hari sampai mendapatkan biakan murni

- Diambil biakan murni tersebut sebanyak 1×1 cm dari permukaan media kemudian dimasukkan ke media PDA cair untuk diperbanyak lalu diinkubasi selama 1 minggu

b. Persiapan cacing dari kotoran lembu

- Diambil cacing dari kotoran lembu yang sudah lama terinkubasi sampai menjadi tanah

(33)

- Ditentukan bobotnya setelah itu diaplikasikan ke kompos Persiapan Bahan Organik

Jerami padi dipotong-potong menjadi kecil-kecil dengan ukuran kurang dari 5 cm, hal ini bertujuan agar memperluas permukaan perombakan oleh mikroorganisme dan cacing tanah yang diberikan sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi jerami padi.

Pengomposan

Jerami padi sebanyak 1 kg yang telah dicacah dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang telah dilapisi kantung plastik. Kemudian diberi agen perombak T. harzianum dan cacing tanah (setelah kompos berumur 2 minggu) sesuai dengan perlakuan. Kemudian dilakukan pencampuran bahan sampai homogen dan disiram dengan air sampai kondisi cukup lembab. Pengomposan ini menggunakan metode Vermikompos (Mulat, 2003).

Pemeliharaan Kompos

Pemeliharaan kompos meliputi penyiraman, pembalikan, pengukuran respirasi CO2 dan temperatur kompos dilakukan setiap hari, dengan tujuan

menjaga fluktuasi respirasi CO2dan temperatur tersebut.

Akhir Pengomposan

Akhir pengomposan ditandai dengan berubahnya laju respirasi CO2,

(34)

Pengukuran CO2selama Pengomposan (Schinner, et al, (1996)

- Botol kecil yang berisi 20 mL NaOH (0,05 M) dimasukkan ke dalam botol plastik yang dipotong bawahnya

- Botol plastik tersebut dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang berisi kompos jerami padi

- Diinkubasi selama 1 hari

- Dituang NaOH (0,05 M) tadi ke dalam beaker glass

- Ditambahkan 2 mL BaCl2(0,5 M) lalu diberi 4 tetes larutan indikator

- Kemudian titrasi dengan HCl (0,1 M)

* untuk kontrol, lakukan prosedur diatas tanpa jerami

mg CO2/ g dm. 24 h = (C-S) × 2,2 × 100 SW × % dm

Keterangan :

C = volume HCl yang digunakan kontrol (mL) S = volume HCl yang digunakan sampel (mL)

2,2 = faktor konversi (1 mL dari 0, 1 M HCl equivalen dengan 2,2 mg CO2)

SW = berat tanah

(35)

Parameter Penelitian

- Respirasi CO2(mg CO2/ g dm. 24 h)

Respirasi CO2 dengan metode Titrasi yang diukur setiap hari selama 30

hari masa pengomposan - Nisbah C/N (%)

Nisbah C/N diukur pada awal (0 hari), tengah (15 hari) dan akhir (30 hari) masa pengomposan

- Temperatur (0C)

Temperatur diukur setiap hari selama 30 hari masa pengomposan - pH

pH diukur pada awal (0 hari), tengah (15 hari) dan akhir (30 hari) masa pengomposan

- Bobot Cacing Tanah (g)

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kadar/Kandungan CO2Selama Pengomposan

Fluktuasi kadar CO2 selama proses pengomposan dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Fluktuasi CO2selama 30 hari pengomposan

Dari Gambar 1 terlihat bahwa setiap hari terjadi perubahan respirasi CO2

selama 30 hari pengomposan. CO2tertinggi sebelum aplikasi cacing tanah terjadi

pada hari ke-11 pada perlakuan tanpa agen perombak (J0) yaitu sebesar 53.18 mg CO2/g dm 24 h, sedangkan CO2 terendah terjadi pada perlakuan 100 mL

T. harzianum (J2) yaitu sebesar 2.5 mg CO2/g dm 24 h pada hari ke-7. Setelah

aplikasi cacing (15 hari pengomposan) CO2 tertinggi terjadi pada perlakuan 100

mL T. harzianum (J2) yaitu sebesar 28.62 mg CO2/g dm 24 h pada hari 22 dan

yang terendah sebesar 5.87 mg CO2/g dm 24 h pada perlakuan 100 mL

(37)

Nisbah C/N Kompos

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan

T. harzianum tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan nisbah C/N kompos pada waktu 15 dan 30 hari pengomposan (Lampiran 4 dan 6).

Nilai rataan nisbah C/N kompos jerami padi hari ke-15 dan 30 pengomposan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan nisbah C/N kompos

Perlakuan 15 hari 30 hari

J0 26.99 16.92

J1 24.56 13.63

J2 24.89 18.29

J3 20.67 16.45

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengomposan hari ke-15 diperoleh nisbah C/N terendah sebesar 20.67 pada perlakuan J3 (100 mL

T. harzianum + 10 g cacing tanah) dan nisbah C/N tertinggi sebesar 26.99 pada perlakuan J0 (tanpa agen perombak). Sedangkan pada pengomposan hari ke-30 diperoleh nisbah C/N terendah sebesar 13.63 pada perlakuan J1 (10 g cacing tanah) dan nisbah C/N tertinggi sebesar 18.29 pada perlakuan J2 (T. harzianum).

Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak

(38)

0

Gambar 2. Perbandingan pemberian agen perombakT. harzianumdan cacing tanah terhadap nisbah C/N kompos pada awal sampai akhir pengomposan

Tabel 4. Persen penurunan nisbah C/N kompos pada awal sampai akhir pengomposan dengan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah

(39)

Temperatur (0C) Kompos

Perubahan respirasi CO2 selama proses pengomposan dapat dilihat pada

Gambar 3.

(40)

Dari Gambar 3 terlihat bahwa temperatur tertinggi pada perlakuan tanpa agen perombak (J0) terjadi pada awal pengomposan yaitu dengan suhu di tengah yaitu sebesar 33 0C. Pada perlakuan 10 g cacing tanah (J1) temperatur tertinggi

sebesar 31 0C dan temperatur terendah sebesar 25 0C. Temperatur pada bagian

tengah kompos pada perlakuan J0 (tanpa agen perombak) dan J1 (10 g cacing tanah) merupakan yang tertinggi. Sementara pada perlakuan J2 (100 mL

T. harzianum) dan J3 (100 mLT. harzianum + 10 g Cacing tanah) tidak terlihat perbedaan temperatur kompos di bagian permukaan, tengah maupun bawah kompos.

pH Kompos

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan

T. harzianum tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan rasio pH kompos pada waktu 15 dan 30 hari pengomposan (Lampiran 9 dan 11).

Nilai rataan pH kompos jerami padi hari ke-15 dan 30 pengomposan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan pH kompos

Perlakuan 15 Hari 30 Hari

J0 8.32 7.64

J1 8.36 7.43

J2 8.23 7.51

J3 8.3 7.69

(41)

hari ke-30 yaitu sebesar 7.43 dan pH tertinggi pada perlakuan J3 (100 mL

T. harzianum+ 10 g cacing tanah) sebesar 7.69.

Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak

T. harzianum dan cacing tanah terhadap pH kompos selama 30 pengomposan dapat dilihat pada Gambar 4.

6.8

Gambar 4. Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap pH kompos pada awal sampai akhir pengomposan

Bobot Cacing Tanah (g)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah dan

T. harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot cacing tanah pada waktu 30 hari pengomposan (Lampiran13).

Untuk melihat hubungan antara pengaruh pemberian agen perombak

(42)

0

Gambar 5. Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacing tanah terhadap bobot cacing tanah (g) pada awal sampai akhir pengomposan.

Dari bobot cacing tanah terendah (2.69 g) terdapat pada perlakuan J1 (10 g cacing tanah) pada pengomposan hari ke-30 dan bobot cacing tanah tertinggi (8.36 g) pada perlakuan J3 (100 mL T. harzianum +10 g Cacing tanah) (Gambar 5).

Untuk melihat hubungan antara kadar CO2 terhadap nisbah C/N dan pH

(43)

Gambar 6. Hubungan perbandingan kadar CO2terhadap nisbah C/N dan pH

kompos

Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan selama proses pengomposan tidak

dipengaruhi oleh perubahan nisbah C/N (R2 = 0.0029). Kecendrungan jumlah

emisi CO2 yang dilepaskan lebih banyak pada pH kompos yang lebih mendekati

normal. Namur, uji statistik pH menunjukkan pH tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan emisi CO2(R2= 0.2014).

CO

15 hari pengomposan 30 hari pengomposan

(44)

Pembahasan

Kadar/Kandungan CO2Selama Pengomposan

Pemberian agen perombak cacing tanah dan Trichoderma harzianum

mempengaruhi jumlah CO2. Jumlah CO2 tertinggi terjadi pada hari ke-11 pada

perlakuan tanpa agen perombak (J0) yaitu sebesar 53.18 mg CO2/g dm 24 h,

sedangkan kadar CO2terendah terdapat pada perlakuan 100 mLT. harzianum(J2)

di hari ke-7 yaitu sebesar 2.5 mg CO2/g dm 24 h. Hal ini dikarenakan tanpa

adanya agen perombak kadar CO2 lebih banyak bila dibandingkan dengan

menggunakan agen perombak cacing tanah dan T. harzianum sehingga CO2 yang

dihasilkan kompos langsung menguap ke udara bebas. Hal ini bertolak belakang dengan hasil kadar CO2 terendah yang terjadi pada perlakuan 100 mL

T. harzianum (J2) yaitu sebesar 2.5 mg CO2/g dm 24 h pada hari ke-7 padahal

kompos belum aplikasi cacing tanah. Hal ini diduga adanya ketidakstabilan suhu dan udara di tempat pengomposan yang bisa mempengaruhi naik turunnya kadar CO2 kompos dan juga cahaya matahari yang mempengaruhi kompos sehingga

CO2 yang dihasilkan juga berbeda dan ini sesuai dengan literatur Anas (1990)

yang menyatakan bahwa respirasi sangat ditentukan oleh temperatur.

Setelah aplikasi cacing tanah (15 hari pengomposan) kadar CO2 tertinggi

terjadi pada perlakuan 100 mL T. harzianum (J2) yaitu sebesar 28.62 mg CO2/g

dm 24 h pada hari 22 dan yang terendah sebesar 5.87 mg CO2/g dm 24 h pada

(45)

sebagai hasil akhir pengomposan semakin bertambah. Karbon tidak digunakan lagi oleh mikroorganisme khususnya T. harzianum sebagai sumber energi untuk mendukung pertumbuhannya salah satu adalah senyawa pembangun tubuh (Gandjardkk, 2006).

Analisis respirasi CO2 terendah setelah aplikasi cacing (15 hari

pengomposan) yaitu sebesar 5.87 mg CO2/g dm. 24 h pada perlakuan J3 (10 g

cacing tanah + 100 mL T. harzianum) pada hari 18. Hal ini dikarenakan karbon yang dihasilkan cacing tanah melalui pembuluh darah yang terdapat dibagian bawah kutikula pada kulitnya yang berfungsi untuk melepaskan karbondioksida (CO2) sebagai sisa hasil metabolismenya (Palungkun 1999) banyak dimanfaatkan

oleh mikroorganisme seperti T. harzianum sebagai sumber energi untuk membentuk sel-sel tubuhnya sehingga CO2 yang dihasilkan kompos menjadi

berkurang/lebih sedikit bila dibandingkan tanpa menggunakan agen perombak. Dari Gambar 1. diperoleh kadar CO2 yang dihasilkan bergerak naik dan

turun dari hari pertama sampai akhir pengomposan (30 hari pengomposan). Hal ini disebabkan karena pada hari 1 sampai 5 hari pengomposan diduga aktivitas mikroorganisma T. harzianum belum berkembangbiak dengan baik/masih mengalami adaptasi dengan bahan organik jerami padi sehingga tidak berperan dalam meghasilkan CO2. Namun, setelah hari ke-5 kadar CO2 bergerak naik dan

puncaknya pada hari ke-11, hal ini diduga adanya peranan dari aktivitas T. harzianum yang sudah berkembangbiak dengan baik sehingga CO2 yang

dihasilkan meningkat. Pada hari ke-15 kadar CO2 mengalami penurunan lagi

(46)

sudah mulai menurun dan digantikan oleh aktivitas cacing tanah dalam merombak bahan organik sampai menjadi kompos.

Nisbah C/N Kompos

Pada analisis C/N hari ke-15 dan 30 pemberian agen perombak cacing tanah danTrichoderma harzianum menurunkan nisbah C/N walaupun penurunan tersebut tidak nyata pada 30 hari masa pengomposan. Hal ini disebabkan karena aerasi yang kurang baik dan pencampuran bahan agen perombak dengan bahan organik yang kurang homogen sehingga menyebabkan temperatur, pH, dan mikroorganisme yang terlibat kurang optimal dan ini memerlukan penanganan yang baik. Menurut (Djuarnani, dkk, 2005) aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang.

Pengomposan hari ke-30 diperoleh nisbah C/N terendah sebesar 13.63 pada perlakuan J1 (10 g cacing tanah) dan nisbah C/N tertinggi sebesar 18.29 pada perlakuan J2 (100 mLTrichoderma harzianum). Hal ini disebabkan karena cacing tanah lebih cepat merombak bahan organik bila dibandingkan dengan mikroba. Sesuai dengan literatur Palungkun (1999) yang menyatakan bahwa kemampuan cacing tanah mengurai bahan organik 3-5 kali lebih cepat. Itulah sebabnya cacing tanah sangat potensial sekali sebagai penghasil pupuk organik dan bahkan mutu pupuk organiknya pun lebih baik.

Temperatur (0C) Kompos

(47)

mengalami perubahan yang tidak begitu drastis pada temperatur atas, tengah dan bawah pada perlakuan J0, J1, J2 dan J3. Tetapi terjadinya penurunan pada awal, hingga akhir pengomposan. Temperatur tertinggi yang terjadi selama proses pengomposan adalah 330C, sementara itu suhu optimum yang dibutuhkan

mikroorganisme untuk merombak bahan organik adalah 55-70 0C. Seperti yang kita ketahui kondisi kompos seperti itu tidak mendukung untuk perkembangan mikroorganisme, namun hanya mikroorganisme mesofiliklah yang dapat hidup dan selebihnya tidak dapat hidup. Sesuai dengan literatur Djuarnani, dkk, (2005) yang menyatakan mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah (10-450C) berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan.

Tidak tercapainya temperatur yang tinggi disebabkan karena seringnya melakukan penyiraman yang menyebabkan suhu kompos tidak mengalami kenaikan bahkan mengalami penurunan dan juga tumpukan kompos yang terlalu kecil sehingga kompos tidak dapat menyimpan panas dengan baik. Tinggi tumpukan kompos pada saat tercapainya temperatur maksimal pada penelitian ini adalah ± 30 cm. Dan menurut literaturAsngaddanSuparti (2005) tinggi timbunan

yang memenuhi persyaratan kompos adalah 1 sampai 2 meter dan ini akan memenuhi penjagaan tanah dan pemenuhan kebutuhan akan udara.

pH Kompos

(48)

diperkirakan aktivitas biologi berkurang, nitrogen habis dan sebagian mikroorganisme mati. Setelah akhir pengomposan (30 hari) diperoleh 7.64 (J0), 7.43 (J1), 7.51 (J2), 7.69 (J3), hal ini disebabkan karena mikroorganisme tertentu mengubah sampah-sampah organik menjadi asam-asam organik sehingga pH menjadi Turun. Sesuai literatur Wikipedia Indonesia (2008) yang menyatakan proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

Dari hasil pengukuran nilai pH kompos bahwa pH yang terukur merupakan reaksi kimia yang telah terjadi setelah 30 hari pengomposan. Peningkatan dan penurunan pH terjadi pada semua perlakuan baik kontrol maupun ditambah dengan agen perombak. Pengaruh pemberian cacing tanah dapat menetralkan pH dari 8-7 setelah 15 hari pengomposan. Berdasarkan kriteria kualitas kompos, nilai pH tersebut sudah memenuhi standar kualitas kompos yaitu 5.5-7.5 (Djuarnani, dkk, 2005). Menurut Anas (1990) yang menyatakan bahwa kotoran cacing biasanya lebih netral dimana cacing tersebut hidup dan alasan lain menyatakan bahwa cacing tanah mengeluarkan sekresi dari anusnya kemudian dinetralisir oleh amonia.

Bobot Cacing Tanah (g)

(49)
(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengomposan dengan menggunakan T. harzianum dan cacing tanah berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah CO2yang diproduksi, perubahan

nisbah C/N, temperatur maupun pH kompos.

2. Pengomposan dengan menggunakan T. harzianum dan cacing tanah dapat mengurangi kadar CO2kompos dibandingkan kontrol.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui respon dari bahan-bahan aktivator mana saja yang dapat mengurangi kadar CO2 kompos

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium Biologi Tanah dalam Praktek. IPB. Bogor. Anas, I. 1990. Penuntun Praktikum Metode Penelitian Cacing Tanah dan

Nematodo. IPB. Bogor.

Anonim. 2008. Pembuatan Kompos dan Permasalahannya.

http://www.geocities.com/persampahan/kompos5.doc. [20 Mei 2008]. Asngad, A. dan Suparti, 2005. Model Pengembangan Pembuatan Pupuk Organik

Dengan Inokulan (Studi Kasus Sampah di TPA Mojosongo Surakarta). http://eprints.ums.ac.id/499/1/2._2._AMINAH_ASNGAD.pdf.

[20 Mei 2008].

Baca, M. T., E. Esteban, G. Almendros dan A. J. Sanchez-Raya. 1993. Changes in the Gas Phase of Compost During Solid State Fermentation of Sugarcane Bagasse.Bioresource Technology44.

Djuarnani, N., Kristian, dan Budi S. S. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Gandjar, I., Wellyzar S., dan Ariyanti O. 2006. Mikologi. Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Yakarta.

Indriani, Y. H. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. IPPTP. 2001. Vermikompos (kompos cacing tanah) Pupuk Organik Berkualitas

dan Ramah Lingkungan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ntbr0102.pdf. [09 Januari 2008]. Mulat. T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing Pupuk Organik

Berkualitas. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik : cair & padat, pembuatan, aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

(52)

Rochaeni A., Deni R., dan Karunia H. P. 2008. Pengaruh Agitasi Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik.

http://www.unpas.ac.id/pmb/home/images/articles/infomatek/Jurnal_V_4-4.pdf. [20 Mei 2008].

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka . Jakarta.

Schinner, F., R. Ohlinger, E. Kandeler, and R. Margesin. 1996. Methods in Soil Biology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York.

Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. PT. Alumni. Bandung.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Wikipedia Indonesia. 2007. Kompos. Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. [4 Desember 2007].

(53)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil analisis awal bahan baku kompos (jerami padi)

Parameter Satuan Kadar

C % 35.88

N % 0.82

C/N - 43.76

(54)

Lampiran 2. Bagan penelitian laboratorium biologi tanah FP USU Medan

J2 = 1 kg Jerami padi + 100 mLTrichoderma harzianum

(55)

Lampiran 3. Rataan respirasi C02selama 30 hari pengomposan

Perlakuan

Hari J0 J1 J2 J3 Total Rataan

(56)

Lampiran 4. Hasil analisis nisbah C/N kompos hari ke-15 pengomposan

Ulangan

Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan

J0 27.47 28.15 26.88 22.2 35.62 21.61 161.93 26.98

J1 30.25 28.95 14.47 23.08 16.54 34.08 147.37 24.56

J2 22.47 23.83 25.24 26.84 26.55 24.49 149.42 24.90

J3 14.47 36.18 16.88 18.7 17.41 20.38 124.02 20.67

Total 94.66 117.11 83.47 90.82 96.12 100.56 582.74 97.12 Rataan 23.665 29.2775 20.8675 22.705 24.03 25.14 145.68 24.28

Lampiran 5. Daftar sidik ragam nisbah C/N kompos hari ke-15 pengomposan

SK db JK KT F-Hitung F-5% F-1%

Perlakuan 3 124.9542 41.65139 1.094963911tn 3.1 4.49

Galat 20 760.7811 38.03905

Total 23 885.7353

KK =

(57)

Lampiran 6. Hasil analisis nisbah C/N kompos hari ke-30 pengomposan

Ulangan

Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan

J0 21.36 12.25 15.68 15.1 20.91 16.26 101.56 16.92

J1 12.78 10.05 13.52 12.76 23.48 9.18 81.77 13.62

J2 20.11 21.27 15.82 15.44 21.27 15.82 109.73 18.28

J3 16.93 17.35 16.91 16.37 14.29 16.84 98.69 16.44

Total 71.18 60.92 61.93 59.67 79.95 58.1 391.75 65.29

Rataan 17.79 15.23 15.48 14.91 19.98 14.52 97.93 16.32

Lampiran 7. Daftar sidik ragam nisbah C/N kompos hari ke-30 pengomposan

SK db JK KT F-Hitung F-5% F-1%

Perlakuan 3 69.07073 23.02358 1.90861021tn 3.1 4.49

Galat 20 241.2601 12.06301

Total 23 310.3309

KK =

(58)

Lampiran 9. Hasil analisis pH kompos hari ke-15 pengomposan

Ulangan

Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan

J0 8.35 8.39 8.56 8.41 8.04 8.18 49.93 8.32

J1 8.46 7.99 8.5 8.5 8.23 8.51 50.19 8.36

J2 8.33 8.4 8.26 8.28 8.1 8.05 49.42 8.23

J3 8.39 8.34 8.75 8.22 7.93 8.21 49.84 8.30

Total 33.53 33.12 34.07 33.41 32.3 32.95 199.38 33.23

Rataan 8.38 8.28 8.51 8.3 8.07 8.23 49.84 8.3075

Lampiran 10. Daftar sidik ragam pH kompos hari ke-15 pengomposan

SK db JK KT F-Hitung F-5% F-1%

Perlakuan 3 0.05115 0.01705 0.401413tn 3.1 4.49

Galat 20 0.8495 0.042475

Total 23 0.90065

KK =

(59)

Lampiran 11. Hasil analisis pH kompos hari ke-30 pengomposan

Ulangan

Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan

J0 7.02 8.67 7.51 7.81 7.08 7.77 45.86 7.64

J1 6.51 7.9 8.85 6.75 7.27 7.32 44.6 7.4

J2 6.62 8.13 8.43 7.23 7.2 7.5 45.11 7.51

J3 6.8 8.04 8.44 6.81 8.61 7.45 46.15 7.69

Total 26.95 32.74 33.23 28.6 30.16 30.04 181.72 30.28

Rata-Rata 6.73 8.18 8.30 7.15 7.54 7.51 45.43 7.57

Lampiran 12. Daftar sidik ragam pH kompos hari ke-30 pengomposan

SK db JK KT F-Hitung F-5% F-1%

Perlakuan 3 0.2491 0.083033 0.154368tn 3.1 4.49

Galat 20 10.75783 0.537892

Total 23 11.00693

KK =

(60)

Lampiran 13. Hasil analisis bobot cacing tanah (g) hari ke-30 pengomposan

Ulangan

Perlakuan I II III IV V VI Total Rataan

J0 0 0 0 0 0 0 0 0

J1 0.72 4.18 1.28 4.33 3.52 2.1 16.13 2.68

J2 0 0 0 0 0 0 0 0

J3 0.46 1.96 1.62 2.35 1.53 1.94 9.86 1.64

Total 1.18 6.14 2.9 6.68 5.05 4.04 25.99 4.3

Lampiran 14. Daftar sidik ragam bobot cacing tanah (g) hari ke-30 pengomposan

SK db JK KT F-Hitung F-5% F-1%

Perlakuan 3 31.52886 10.50962 15.15697981** 3.1 4.49

Galat 20 13.8677 0.693385

Total 23 45.39656

KK =

Gambar

Gambar 1.
Tabel 3. Rataan nisbah C/N kompos
Gambar 2.Perbandingan pemberian agen perombak T. harzianum dan cacingtanah terhadap nisbah C/N kompos pada awal sampai akhirpengomposan
Gambar 3.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kompos jerami padi berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan C-organik, P-tersedia, tinggi tanaman, berat kering tanaman, serapan

Ekstrak bahan organik yang diaplikasikan akan menjadi sumber hara bagi tanaman, secara tidak langsung penambahan ekstrak bahan organik ini akan meningkatkan proses dekomposisi

kompos jerami padi berpengaruh nyata dalam meningkatkan C-organik, P-tersedia, tinggi tanaman, berat kering tanaman, serapan N dan serapan P tetapi tidak berpengaruh nyata

Pupuk yang digunakan dalam SRI di Desa Sidodadi adalah pupuk kompos yang berasal dari bahan organik seperti kotoran hewan, limbah organik, jerami yang proses

Bahan organik tanah adalah sisa makhluk hidup (tanaman, hewan, dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian

Bahan organik tanah adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah dengan tingkat pelapukan

mikroba mempunyai kontribusi dalam produksi dan kesehatan tanaman terkait dengan: (1) mikroba berperan penting dalam dekomposisi bahan organik (Iimbah pertanian dan hewan), yang

Hal ini disebabkan oleh aktivitas cacing tanah yang mengakibatkan cacing tanah mendekomposisi bahan organik yang terdapat pada media untuk dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan