PERBEDAAN MOTIVASI
UNTUK MENIKAH DINI ANTARA
REMAJA LAKl-LAKI DAN REMAJA PEREMPUAN
di Kecamatan Sepatan Tangerang
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
YEYEN MELIYANTI
NIM : 101070022997
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATUllAH JAl<ARTA
TAHUN 1428 H/ 2007 M
di Kecamatan Sepatan Tangerang
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psil<ologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi persyaratan
dalam Memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Pembimbing I,
]MセQ。、セpィNd@
NIP. 150 326 891
Oleh:
YEYEN MELIY ANTI
NIM: 101070022997
Di Bawah Bimbingan
p・ュ「ゥュエセ@
ッOセMM
セョケ@
Lm:vinda, M.SiNIP:
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERll
SY ARIF HIDA YATULLAH JAKAFtTA
ANTARA REMAJA LAKl-lAKI DAN REMAJA perempuャセn@ DI SEPATAN TANGERANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei
2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 24 Mei 2007
Penguji I
Pembimbing I
NIP:150 326 891
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
NIP: 150 238 773
Anggota:
M. Si
Penguji II
⦅OセセLウZNM
sambang
Madi.,
Ph.D
NIP: 150 326 89·1
Pembimbing II
liany Luzvinda, M. Si
(D) PERBEDMN MOTIVASI UNTUK MENIKAH DINI ANTARA REMAJA LAKl-LAKI DAN REMAJA PEREMPUAN DI SEPATAN TANGERANG
(E) Halaman : xviii + 89 halaman
(F) Satu sisi, dunia remaja adalah identik dengan dunia coba-coba, dan
rentan dengan paham pergaulan bebas. Namun di sisi lain ada juga remaja yang di saat usia mereka masih belia, mereka telah berani mengambil keputusan untuk menikah dan membina rumah tangga di usia dini. Dan komitmen dalam pernikahan sangat berbeda dengan l<omitmen dalam hubungan interpersonal biasa. Tentunya dibalik pengambilan keputusan yang telah dilakukan oleh para remaja laki-laki dan perempuan, ada banyak faktor motivasi yang rnelatarbelakangi para remaja mau melakukannya. Motivasi merupakan dorongan yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan apapun dalam hidup ini.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan motivasi untuk menikah dini antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode kausal komparatif. Populasi penelil!ian ini adalah para remaja laki-laki dan remaja perempuan yang telah menikah di usia
dini, yaitu antara
18-21
tahun, dengan latar belakang pendidikanminimal telah lulus SMU/ sederajat, di Sepatan Tangerang. Dengan menggunakan jumlah sampel untuk masing-masin!l kelompok
sebanyak 25 remaja laki-laki dan 25 remaja pereimpuan. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan probability sampling atau
pengambilan sampel secara acak. Instrument pene!litian men!jgunakan
skala model Likerl, berupa kuesioner skala motivasi dalam
pengambilan keputusan untuk menikah dini yang terdiri dari 47 item.
Uji validitas menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson,
dengan uji reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach. Teknik uji
hipotesa menggunakan Uji-t, dan seluruh ー・イィゥエオョセQ。ョケ。@ menggunakan
program SPSS versi 11,5.
(B) May 2007 (C) Yeyen Meliyanti
(D) DIFFERENCES IN MOTIVATION FOR MARRIAGE IN EARLY AGE BETWEEN MALE AND FEMALE YOUTH AT SEPATAN
TANGERANG
(E) Page : xviii
+
89 Pages(F) One side, teenagers are identical by trying world and very susceptible with free sex. But another hand, there are also some young teenagers that made amazing choosing in their life by getting married in an early age. The wedding commitment is different with interpersonal
relationship commitment, their reason in this decision making, had many motivation factor so they could getting married sooner, cause motivation could give influence for somebody to make any decision making in their life.
This research was held to know are there differences motivation on married in early age between female and male youth. This research used quantitative with causal comparative method. Population in this research were female and male youth whom had married in early age between eighteen until twenty one. With their education background at
least graduated from high school at Sepatan t。ョァ・セイ。ョァN@ With using
sample for each group 25 male and 25 female. This research used probability sampling on took the sample. The instrument of this research was likert scale, use questioner of motivation scale in decision making married in early age which include 47 items. For the validity, we uses the formula product moment pearson and t- test which were all calculated by SPSS version 11,5the result of the data analyze were significant,, (,000) with trust standard 95% (0,05) with the score result (0,000< 0,05). It has mean that Ho was not acceptable and Ha was acceptable. We could conclude that there is a significant motivation differences on process for married in early age between female and male. Female had higher motivation in early age than male.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai (Ar-Rasyid) lagi Maha Menguasai (Al-Waly), yang selalu memberikan
perlindungan dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas (Al-Wasi'u).
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman, Nabi Muhammad SAW, semoga kita termasuk pada umat yang mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat. Amin.
Sebuah perjalanan panjang yang begitu menegangkan, menguras tenaga, pikiran, dan waktu. Proses pembuatan skripsi ini memberikan sebuah
pelajaran dan pengalaman hidup yang sangat berharga bagi penulis. Sebuah tanggung jawab yang harus diperjuangkan dengan berbagai suka dan duka, hambatan dan kemudahan, semangat dan kebimbangan, keberanian dan ketakutan, alhamdulillah akhirnya sampai sudah di waktu yang terbaik menurut-Nya.
Begitu banyak dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu dan memudahkan proses skripsi ini hingga selesai. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada :
1. lbu Hj. Ora. Netty Hartati, M. Si, Oekan Fakultas Psikologi dan ibu Hj. Ora. Zahrotun Nihayah, M. Si, pembantu dekan I bagian akademik. Untuk ibu Neneng Tati Sumiati, M. Si dosen pembimbing akademik, ibu Ora.
Agustiyawati, M. Phil. Sne, Bapak Asep Haerul Ghani, S. Psi. serta seluruh dosen serta para staf Fakultas Psikologi. Terimakasih atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
2. Bapak Bambang Suryadi, Ph. 0 dan lbu Liany Luzvinda, M. Si dosen pembimbing skripsi. Yang dengan sabar dan ikhlas me•luangkan waktunya untuk membimbing penulis, memberi arahan, memotivasi, dan
mengajarkan arti tanggung jawab, ketelitian, serta ketegasan. Hanya Allah yang mampu membalas kebaikanmu Bapak dan lbu, semoga ini semua menjadi ilmu yang bermanfaat, amin.
3. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan untuk orang tua penulis Bpk. Basri dan lbu Laelatul Akhdah Basri, atas doa dan kasih sayang yang luar biasa besar. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang berharga, yang hanya penulis dapatkan dari sebuah keluarga yang
5. Bapak Ors. Abdul Kadir Yusuf Kepala KUA Sepatan Tangerang. Bapal< H. Miftahuddin S. Ag, Bapak Ahmad Ghozaly, S. Hi, M. S, Bapak Solihin, S. Hi. Dan tanpa mengurangi rasa terimakasih untuk seluruh staf KUA Sepatan, tidak memungkinkan bagi penulis untuk menyebutkan satu persatu namanya disini. Terimakasih telah membantu dan memberi kemudahan pada penulis selama proses pengambilan data.
6. Semua sahabat terbaik yang penulis miliki : Alfun Khusnia dan keluarga,
terimakasih untuk hati yang bijak, ketenangan, ウ・ュ。ョセQ。エL@ rumah yang
selalu terbuka, menerima dan membantu penulis setiap saat dalam keadaan apapun. Anna l'anah dan keluarga di Kp. Sawah Lama, tempat singgah yang nyaman. Eer Herawati, Nurhasanah, Nurhanani, Dewy
Lestari. My Luna dan keluarga, terimakasih untuk doa, senyuman, serta
pengalamannya.
7. Untuk teman-teman terhebat penulis: Rossy Silmiyanita, Fadhilah Rhifa Aini, Yunny Rizkiani, Dian Rahdiani, Lusy Faiqoh, Susi Karyanti, Abdul Rahman, Sudedi, Sugiharto, Anissa Solehati, Odhy Rosaeni, dan
teman-teman Psikologi A, C, D, khususnya B
2001.
Sahabat baik TLC: AhmadSubekti M, Andy Kamaruzaman, Jamali, M. Sugandhi, Yudhy Syarif, tempat singgah penuh semangat. Sahabat FORMACI, sahabat KKN Ciwidey Bandung, dan kak Dolly. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak memungkinkan penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.
8. Serta untuk para pasangan muda yang ikhlas menjadi responden dalam penelitian ini.
Wassalam.
Jakarta, Mei
2007
HALAMAN PERSETUJUAN ...
iiHALAMAN PENGESAHAN . . . . ... . . .... ... ... ... ... ... ... .. ... iii
PERSEMBAHAN ...
ivABSTRAK ...
v
ABSTRACT ...
viiKATA PENGANTAR ...
viiiDAFT AR ISi ...
x
DAFTAR TABEL ...
xiiiDAFTAR LAMPIRAN ...
xivBABI
PENDAHULUAN ...
1-17 1 .1. Latar Belakang Masalah ... " ... 11.2. ldentifikasi Masalah ... 12
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 13
1.3.1. Pembatasan Masalah ... 13
1.3.2. Perumusan Masalah ... 14
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ···"··· 14
1.4.1. Tujuan Penelitian ... 14
1.4.2. Manfaat Penelitian ... ... .... .... ... ... ... 15
2.1.2. Macam-macam Motivasi . . . 22
2.1.3. Aspek-aspek dalam Motivasi ... 28
2.1.4. Fungsi dan Peranan Motivasi ... 31
2.2.
Pernikahan Dini ... 34
2.2.1. Definisi Pernikahan Dini ... 34
2.2.2. Manfaat dan Dampak Pernikahan Dini ... 36
2.2.3. Tujuan Pernikahan ... .43
2.2.4. Hukum Pernikahan ... 44
2.2.5. Karakteristik dan Tugas-tugas Perkembangan
Remaja ... 46
2.3.
Perbedaan Motivasi Untuk Menikah Dini ... 47
2.4.
Kerangka Berfikir ... 49
2.5.
Hipotesis ···"··· 51
BABlll
METODE PENELITIAN ...
52-70
3.1.
Jenis Penelitian ... 52
3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 52
3.1.2 Metode Penelitian ... 52
3.2.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 53
3.2.1. Variabel Penelitian ... 53
3.2.2. Definisi Operasional ... 54
3.3.
Pengambilan Sampel ... 56
3.3.1. Populasi dan Sampel ... 56
3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 58
3.5.
Teknik Analisa Data ... 67
3.6.
Prosedur Penelitian ... 68
BAB IV
PRESENTASI DAN ANALISA DATA ...
71-83
4.1.
Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 71
4.2.
Presentasi dan Analisa Data ... 74
4.2.1. Uji Homogenitas ... 74
4.2.2. Uji Hipotesis ... 76
4.3.
Gambaran Perbedaan Motivasi untuk Menikah Dini ... 79
BABV
KESIMPULAN ...
84-89
5.1.
Kesimpulan ... 84
5.2.
Diskusi . . .. ... ... . ... .... ... . .. .... ... .. .. . .... ... ... . ... 84
5.3.
Saran ... 87
DAFT AR PUST AKA ...
xv [image:12.595.40.450.91.483.2]Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
BABIV
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Blue print skala motivasi untuk menikah dini sebelum
セセ@ ... セ@
Bobot skor penilaian ... 62
Klasifikasi koefisien reliabilitas ... 65
Blue print revisi skor motivasi untuk menikah dini ... 66
Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin ... 71
Komposisi responden berdasarkan usia saat menikah 72 Homogenitas ... 75
Tingkat motivasi untuk menikah dini antara remaja laki-laki dan remaja Perempuan . . . 77
Nilai hasil Uji-t ... 78
Nilai Statistik Skor Motivasi Pernikahan Dini ... 80
Klasifikasi skor skala motivasi untuk Menikah Dini .... 80
Lampiran 1. Surat izin penelitian dari Fakultas Psikologi
Lampiran 2. Surat keterangan telah melakukan penelitian dari KUA Sepatan
Lampiran 3. Kuesioner try out
Lampiran 4. Skor hasil try out skala motivasi untuk menikah dini
Lampiran 5. Reliabilitas skala motivasi untuk menikah dini
Lampiran 6. Kuesioner penelitian sebenaranya
Lampiran 7. Skor hasil penelitian skala motivasi untuk menikah dini
Lampiran 8. Uji Homogenitas
Lampiran 9. Uji Hipotesa dengan Uji-t
Lampiran 10. Kategorisasi motivasi untuk menikah dini antara laki-laki dan
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hadist, Rasulullah pernah bersabda :
"Aku pernah mendengar Rasulul/ah SAW, bersabda, "Wahai para pemuda
barang siapa dianatara kalian telah mencapai ba'ah, kawinlah. Karena
sesungguhnya, pernikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan
menjaga kemaluan. Dan, barang siapa be/um mampu melaksanakannya,
hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa itu akan meredakan
gejo/ak hasrat seksua/." (H.R. Imam yang Lima)
Kini, di zaman yang kian maju dan pesat dengan kemajuan teknologi yang
informasi-informasi yang terbaru dan terdepan. Di samping rnanfaatnya yang
positif dan bisa langsung dinikmati, darnpak negatifnya pun dapat juga
langsung berimbas luas pada sernua kalangan, tak terkecuali ke pada
remaja. Telah banyak kita jurnpai kini, tayangan-tayangan televisi, VCD,
DVD, media cetak, film, dunia rnaya (internet), HP. Yang terus menawarkan
bahkan telah terang-terangan menyajil<am tantangan seksual yang
mengumbar nafsu ke pada remaja. Maka tak heran apabila sering kita jumpai
!erjadi pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja.
Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada masa puber berakhir,dan
juga belum sepenuhnya sempurna pada rnasa awal remaja. Seperti pada
semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual.
Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan
pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan, namun pertumbuhan
laki-laki berlangsung lebih lama, sehingga pada saat matang biasanya laki-laki-laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan. Karena otot anak laki-laki tumbuh lebih
besar daripada otot perempuan. Setelah masa puber, kekua!an anak la1ki-laki
melebihi kekuatan anak peremuan, dan perbedaan ini terus meningkat
(Hurlock,
1980).
Pengaruh life style yang kurang baik otomatis akan berdampak negatif pada
dengar, para remaja yang melakukan seks bebas, mengkon:sumsi narkoba
dan sejenisnya, remaja putri yang hamil di luar nikah, bahkan sampai nel<at
melakukan aborsi di usia belia.
Lembar fakta yang diterbitkan oleh PKBI, United Nations Population Fond
(UNFPA) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar
15
juta remaja berusia15
- 20 tahun telah melahirkan. Dan setiap tahunnya sekitar 2,:3 juta kasus
aborsi juga terjadi di Indonesia dan 20 % nya dilakukan oleh remaja. Sekitar
15 %
remaja usia10 -
24 tahun di Indonesia, yang jumlahnya mencapai 62juta telah melakukan hubungan seksual di luar nikah ( BKKBN, 2006)
Masa remaja adalah masa di mana manusia sedang mengaliami
perkembangan pesat, baik fisik, psikologis, maupun sosial. Perkembangan
secara fisik ditandai dengan makin matangnya organ-organ 'tubuh termasuk
organ reproduksi. Secara sosial perkembangan ini ditandai dengan semakin
berkurangnya ketergantungan dengan orang tuanya, sehing!ga remaja
biasanya akan semakin mengenal komunitas luar dengan jaian interaksi
sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan sebaya maupun
masyarakat luas. Pada masa ini pula, ketertarikan dengan la1wan jenis juga
mulai muncul clan berkembang. Rasa ketertarikan pada remaja diwujudkan
dalam bentuk misalnya berpacaran di antara mereka. Hubungan ini
dimaksudkan untuk mencari seorang teman dekat dan didalamnya terdapat
hubungan untuk mengkomunikasikan kepada pasangan, membangun
kedekatan emosi, clan proses pendewasaan kepribadian (BKKBN Potret
Remaja Dalam Data Kompas, 2002).
Saat ini pembengkakan jumlah penduduk usia remaja tengah terjadi di
berbagi negara di dunia, termasuk Indonesia. Saat ini 44 juta remaja
bertumbuh di tanah air kita, artinya, satu dari lima orang Indonesia berada
dalam rentang usia remaja, merekalah bakal orang tua bagi generasi
mendatang. Bisa dibayangkan betapa besar pengaruh segala !indakan yang
mereka lakukan saat ini pada hari-hari mendatang merek:a sebagai orang
dewasa, clan lebih jauh lagi pada bangsa kita di masa depan (BKKBN Satu
Dari Lima Orang Indonesia Adalah Remaja, 2004).
Tahun 1990, majalah Newsweek pemah terbit dalam edisi khusus. Di salah
satu bagian tulisannya, Newsweek menyatakan,"Orang-orang muda Amerika
yang memasuki abad-21 jauh lebih kurang dewasa dibanding para leluhumya
pada awal abad-20. Perbedaan itu nyata dalam seluruh 。ウーQセォ@ perkembangan
pemuda: seks, cinta, perkawinan, pendidikan clan pekerjaan." Lanjutnya,
"secara fisik," pemuda masa kini menjadi dewasa lebih cepat dari pada
memakan jauh lebih panjang untuk mengembangkan kedewasaannya."
Kesenjangan antara kematangan fisik yang datang lebih cepat dan
kedewasaan emosional yang terlambat menyebabkan timbulnya
persoalan-persoalan psikis dan sosial. Kematangan fisik, misalnya, menjadikan ォ・セャ・ョェ。イᆳ
kelenjar seksual mul;,li bekerja aktif untuk menghasilkan hormon-hormon
yang dibutuhkan. lni kemudian menyebabkan terjadinya dorongan menyukai
lawan jenis, sebagai manifestasi dari kebutuhan seksual. Pada taraf ini,
keinginan untuk mendeka!i lawan jenis memang banyak dis<1babkan oleh
dorongan seks (Adhim, 2002).
Salu sisi, dunia remaja adalah identik dengan dunia coba··coba dam rentan
dengan paham pergaulan bebas. Namun di sisi lain ada juga remaja yang
ingin di saat usia mereka belia, mereka telah berani mengambil keputusan
untuk menikah dan membina rumah tangga di usia dini. Seperti kila ketahui
pemikahan merupakan moment yang sakral, bersifat unik dan sangat
mendalam. Komitmen dalam pemikahan sangat berbeda dengan komi!men
dalam hubungan interpersonal biasa. Pada saat seseorang memutuskan dan
memasuki kehidupan pemikallan, baik wanita a!au pria akan menjumpai
suatu komitmen yang menuntut tanggung jawab dan pengorbanan yang
Tahun 1983, masyarakat Indonesia pernah dihebohkan oleh gagasan Sarlito
Wirawan Sarwono. Melalui tulisannya berjudul Bagaimana Kalau Kita
Galakkan Perkawinan Remaja?, beliau mengemukakan bahwa pernikahan
remaja merupakan pilihan terbaik untuk menciptakan pergaulan yang baik
dan sehat. Ketika banyak yang tidak setuju pada pendapatnya kala itu,
menarik untuk kita ke!ahui calatan guru besar Fakul!as PsiktJlogi UI ini.
Menurut Sarlito mencegah bahaya haruslah didahulukan ketimbang
rnengambil manfaat, dan manfaat penundaan usia perkawinan rnernang
banyak, dan itu tidak bisa dibantah. Tetapi, kalau perkawinaan rernaja
sunguh-sungguh diperlukan un!uk rnengatasi suatu bahaya, lebih baik
kiranya pencegahan bahaya itu didahulukan. Apalagi rnermmg itulah jalan
yang dibenarkan oleh agarna (Adhirn, 2002).
Dari kacarnata psikologi, pernikahan dini lebih dari sekedar alternatif dari
sebuah musibah yang sedang mengancam kaurn rernaja, tapi juga sebagai
motivator untuk rnelejitkan polensi diri dalam segala aspek positif. Jadi, cukup
logis kalau pernikahan i!u dinilai bukan sekedar tali pengil<at untuk
rnenyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga bisa rnenjadi media aktualisasi
ketaqwaan. Karena i!u, untuk memasuki jenjang pemikahan dibutuhkan
persiapan-persiapan yang rnatang; kematangan fisik, psil<is, rnaupun spiritual
Bahkan menurut Abraham M. Maslow, psikolog humanislik yang menikah di
usia 20 tahun, orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf
aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempuma dibanding dengan mereka
yang selalu menunda pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya, menurut M.
Maslow, dimulai dari saat menikah. Pemikahan akan mematangkan
seseorang sekaligus memenuhi separuh dari ォ・「オAオィ。ョMセ[・「オエオィ。ョ@
psikologis manusia, yang pada gilirannya akan menjadikan manusia mampu
mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan (Adhim,
2002).
Dan sebagaimana yang tertera pada pasal 7 ayat
1
tentang syarat-syaratperkawinan, yai!u : perkawinan hanya akan diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai usia
19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia16
tahun(Mahdiah, 2003).
Jadi setiap orang yang sudah aqil baligh dapat melakukan suatu pemikahan
kapanpun ia mau asalkan ia sudah mampu. Orang yang dikiitakan mampu
adalah orang yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan i(eluarganya dari
segi materi maupun immateri. Oleh karena jika seseorang sudah mampu
untuk menikah meskipun ia masih remaja, maka menikahlah. Tetapi ketika
seseorang yang belum siap clan belum mampu untuk menikah, apakah ia
untuk menikah sampai orang tersebut mampu. Namun menil<ah di usia muda
tidaklah salah, selama itu bertujuan untuk menjauhkan diri dari malape!aka
yang akan menghancurkan diri dunia dan akhirat (BKKBN Rubrik Remaja,
2006).
Pada hadils yang telah disebutkan di awal dengan jelas dialamatkan kepada
syabab (remaja). Mengapa kepada syabab (remaja)? Menurut mayoritas
ulama, syabab (remaja) adalah orang yang telah mencapai aqil baligh dan
usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Aqil baligh bisa ditandai dengan
mimpi basah (ihtilam) atau haid bagi wanita. Selain mengandung makna
pendidikan bagi anak, hadits itu juga menyimpan sebuah isyarat bahwa pada
usia remaja, seorang anak telah memiliki potensi menuju kematangan
seksual (Adhim, 2002).
Pemikahan merupakan keputusan individu yang ュ・ュ「オエオィセZ。ョ@ banyak
persiapan yang matang. Karena pernikahan bukan hanya sekedar tali
pengikat untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tapi juga menjadi media
aktualisasi ketaqwaan. Karena i!u, untuk memasuki jenjang pernikahan
dibutuhkan persiapan-persiapan yang matang; kematangan fisik, psikis,
maupun spiritual. Persiapan fisik seperti kesehalan jasrnani, kemampuan
materi, dan bahan-bahan lainnya. Persiapan psikis berupa kesiapan mental
keyakimm pada Allah, bahwa kita telah menjalankan perintah-Nya dan
dengan menikah maka telah sempumalah separuh agama kila.
Selain itu, menikah adalah suatu proses pendewasaan, dan dibutuhkan
keberanian untuk memu!uskannya. Menikah adalah proses pengenalan diri,
baik untuk diri sendiri maupun pasangan hidup. Ada komunil{asi dua arah,
ada !oleransi sedalam samudra, ada kerelaan mendengarkan kri!ik, ada
keikhlasan meminta maaf, ada ketulusan melupakan kesalahan, dan
keberanian mengemukakan pendapat. Benar-benar diperlukan keberanian
tingkat tinggi untuk melalui proses
ini.
Meski begitu menikah sanga! indah biladijalankan dengan langkah yang benar (Ali a!-Sahbuni, 2000).
Menurut survey yang dilakukan oleh BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional) !ahun 2004, angka statis!ik pemikahan dini (dengan
pengantin di bawah 16 tahun) menunjukan secara keseluruhan mencapai
lebih dari seperempat, bahkan di beberapa daerah, seperliga dari pemikahan
yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%; Kalimantan Seilatan 35,48%;
Jambi 30,63%; Jawa Baral 36% dan Jawa Tengah 27,84%. Di beberapa
daerah pedesaan, pemikahan seringkali dilakukan segera s1;;telah anak
perempuan mendapat haid pertama. Padahal pemikahan dini berarti
peran sebagai dewasa lanpa memikirkan kesiapan fisik, mental, dan sosial si
pengantin (BKKBN Satu Dari Lima Orang Indonesia Adalah Remaja, 2004).
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
menunjukan angka pemikahan dini masih tinggi. Sebagian perempuan
menikah rata-rata di bawah 20 tahun dan laki-laki kurang dari 21 tahun. Data
tahun 2004 menunjukkan, sebanyak 304 pasangan suami istri di sebuah
kecamatan di Bantu! menil<ah di bawah umur." Diperkirakan tahun ini angka
itu mengalami kenaikan," ujar Kabid Perencanaan Program Badan
Kesejahteraan Keluarga Pemkab Bantu!, Sulis!yanto MPd, di Bantul (Bl<KBN
Pernikahan di Bawah Umur Tinggi di Bantu!, 2006).
Dari data pernikahan yang lerdaftar di KUA kecamatan Sepatan Kabupalen
Tangerang, rata-rata dalam setahun untuk wilayah KUA ォ・」[セュ。エ。ョ@ Sepatan
telah menikahkan ·1000 pasang pengantin. Dan dari 1000 pengantin
perempuan, 90% nya adalah remaja putri, dan dari 1000 pengantin laki-laki
60% nya adalah remaja laki-laki (Arsip Pemikahan KUA Sepatan, 2006).
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah pada
usia dini adalah rasa tanggung jawab. Para laki-laki dam pemimpuan ケ。ョAセ@
memilikki rasa tanggung jawab yang tinggi, cenderung lebih cepat mengambil
pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan untuk menikah dini
(Adhim, 2002).
Adanya fakta pada masyarakat bahwa dalam rumah tan911a. tanggung jawab
lebih di bebankan kepada pihak laki dibanding pere,mpuan, karena
laki-laki berperan sebagai kepala rumah tangga yang harus bertanggung jawab
terhadap anggota keluarganya (istri dan anak), dengan m19mberikan
perlindungan dan menafkahi lahir batin. Sedangkan bagi セ[。オュ@ perempuan
tugas mereka untuk mengurus rumah dan suami serta anak. lni menjadikan
adanya perbedaan motivasi antara laki-laki dan perempuam dalam mengambil
keputusan untuk menikah dini (Sahbuni, 2002).
Melihat fenomena diatas, tampak bahwa rernaja putri lebih rnerniliki
kecendrungan untuk melakukan pemikahan dini di banding dengan rernaja
laki-laki. Tentunya dibalik pengambilan keputusan untuk menikah dini, ada
banyak motivasi yang menyebabkan rernaja mau melakukan pernikahan di
usia dini. Misalnya saja karena ingin berbakti pada orang tua atau untuk
memenuhi kepentingan orang tua yang ingin segera menimang cucu. Karena
kebiasaan dalarn lingkungan rumah atau lingkungan tempat tinggal individu
yang telah mengganggap biasa pernikahan di usia dini. Pada beberapa kasus
telah dilamar. Atau karena alasan ingin memiliki anak di usia muda, dan ingin
membina sebuah keluarga di usia muda.
Dari berbagai pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakulG:m
penelitian yang berhubungan dengan permasalahan tersebu!. Maka pem11is
mencoba mengungkap lebih dalam mengenai permasalahan ini, dengan
melakukan peneli!ian yang berjudul " PERBEDAAN MOTIV.ASI UNTUI<
MEN I KAH DINI ANT ARA REMAJA LAKl-LAKI DAN REMAJA
PEREMPUAN, " dengan melakukan peneli!ian di Kecamatan Sepatan
Tangerang.
1.2. ldentifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian di alas, maka ada beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, dian!aranya adalah :
1) Apakah ada perbedaan motivasi untuk menikah dini antara remaja
laki-laki dan remaja perempuan?
2) Perbedaan motivasi apa saja yang membuat remaja laki-laki dan
remaja perempuan untuk menikah dini?
3) Kendala apa saja yang dihadapi oleh remaja laki-laki dan remaja
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Agar jelas arah dari penelitian ini, maka penulis membatasi beberapa hal
yang akan diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi remaja
laki-laki dan remaja perempuan untuk menikah dini (di wilayah
Kecamatan Sepatan Tangerang), yaitu seberapa besar dorongan yang
memberikan kekuatan pada remaja laki-laki dan remaja perempuan
untuk menikah dini. Motivasi ini akan didapat dari sl<or yang diperoleh
melalui kuesioner skala motivasi yang akan diajukan kepada para
remaja laki-laki dan remaja perempuan yang telah menikah di usia dini
di wilayah kecamatan Sepatan Tangerang. lndikator yang digunakan
dalam skala motivasi untuk menikah dini dalam penelitian ini
didasarkan pada jenis motivasi yang dilihat dari datangnya suatu
penyebab tindakan, yang membagi motivasi menjadi dua yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
2. Pernikahan dini di sini maksudnya adalah pernikahan yang dilakukan
oleh remaja laki-laki dan remaja perempuan, yang menikah pada saat
pada pendapat Zakiah Daradzat (2003). Remaja laki-laki dan remaja
perempuan yang telah menikah dini pada usia 18-2'.1 tahun ini
terhitung dari pernikahan tahun 2005-2006 di kecamatan Sepatan
Tangerang. Serta berlatar belakang pendidikan minimal lulus SMU
atau sederajad. Menurut Marx (Salulu, 1996), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk menentukan pilihan salah satunya
adalah faktor kognisi, yaitu berupa kuantitas dan kualitas ー・ョAセ・エ。ィオ。ョ@
yang dimiliki individu. Termasuk didalamnya pendiclikan yang
berpengaruh pada pola pikir dan cara panclang individu. Dengan latar
belakang minimal SMU, diharapkan akan ュ・ューエセイュオ、。ィ@ kerjasama
dengan penulis dalam mendapatkan data selama penelitian.
1.3.2. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada perbiadiaan motivasi untuk
menikah dini antara remaja laki-laki dan remaja perempuan
?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujmm penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
perbedaan motivasi untuk menikah dini antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan di wilayah kecamatan Sepatan Tangerang.
1.4.2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :
a) Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
teori-teori dalam bidang psikologi sosial, khususnya yang berhubungan
dengan teori motivasi.
b) Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan
pembanding untuk penelitian-penelitian selanjutnya dalam pengembangan
bidang psikologi sosial. Selain itu, diharapkan bisa menjadi masukan yang
positif, sebagai pertimbangan-pertimbangan dalam kajian tentang motivasi
pada remaja laki-laki dan remaja perempuan yang ingin melakukan
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan laporan ini penulis menggunakan metode
penulisan APA (American Psychology Association) Style. D;;m untuk
mempermudah pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab
dengan sistematika sebagai berikut :
BABI
BAB I!
BABlll
Merupakan pendahuluan tentang alasan mengapa penelitian ini
dilakukan, pembahasannya terdiri dari latar beiakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumw>an masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sii>tematika penulisan
laporan penelitian.
Bab ini mernbahas tentang kajian pustaka ケ。ョAセ@ berkaitan
dengan penelitian yaitu memuat teori tentang motivasi, teori
pernikahan dini, gambaran motivasi untuk rnenikah dini,
kerangka berfikir, serta hipotesis.
Pada bab ini mernbahas tentang penggunaan rnetode penelitian
yang meliputi pendel{a!an penelilian dan metode penelitian,
variabel penelitian, definisi variabel dan definisi operasional,
BABIV
BABV
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik uji instrumen,
Uji instrumen penelitian, dan teknik analisa clata.
Dalam bab ini menggambarkan tentang hasil penelitian yang
[image:31.595.39.441.162.508.2]akan dilakukan, yaitu presentasi clan analisa data, ケ。ョセゥ@ meliputi
gambaran umum subyek penelitian, presentasi data mengenai
deskripsi statistik skor subyek penelitian, uji homogenitas dan
uji hipotesis.
Pada bab terakhir ini berisi penutup yang ュeセャゥーオエゥ@ kesimpulan,
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Motivasi
2.1.1. Definisi motivasi
Sebelum membahas pengertian motivasi, perlu kiranya lebih dahulu
mendefisikan apa yang dimaksud dengan motif atau yang dalam bahasa
inggrisnya
motive,
yang berasal dari katamotion,
yang berarti gerakkan atausesuatu yang bergerak. Jadi, is!ilah motif erat berkaitan 、・ョQセ。ョ@ gerak, yakni
dalam hal ini geral<kan yang dilakukan oleh manusia, atau disebut juga
perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan,
dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku (Sobur,
2003).
Selain motif, dalam psikologi dikenal pula istilah motivasi. Siibenarnya,
motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh
proses gerakan, lermasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul
dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan dalam tujuan a!au
akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena ilu, bisa juga dikatakan bahwa
menggunakan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam
rangka rnencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur,
2003).
Beberapa ahli yang melakukan penelitian rnotivasi rnengatakan bahwa
meskipun motivasi merupakan hal yang dapat diternui setiap saat, untuk
rnemberikan penjabaran mengenai apa itu motivasi bukanlah merupakan hal
yang mudah. Namun dernikian, beberapa ahlimencoba memberikan
pendapat mengenai definisi motivasi.
Winkel rnenyatakan bahwa motivasi adalah motif yang sudah rnenjadi al<tif
pada saat-saat tertentu. Sedangkan maksud dari motif adalah daya
penggerak dalarn diri seseorang untuk melakukakn kegiatan tertentu demi
mencapai suatu tujuan tertentu (Mujib, 2002).
Menurut Sarwono (1996) rnotivasi merupakan istilah umurn yang rnenunjukan
pada seluruh proses gerakan termasuk didalarnnya situasi yang mendorong
timbulnya tindakan, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku
yang ditirnbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan atau
perbuatan tersebut. Pengertian tersebutmenggambark13n bahwa motivasi
tidak sebatas pada pelaksanaan perilaku tetapi juga bekenaan dengan
keadaan organisrne yang menerangkan mengapa tingkah laku terarah
kepada tujuan tertentu. Jadi motivasi merupakan latar belakang atau alasan
Motivasi dalam psikologi dipakai untuk menunjukkan suatu ャセ・。、。。ョ@ dalam diri seseorang yang berasal dari akibat suatu kebutuhan, dan motif inilah
yang mengaktifkan atau membangkitkan perilaku yang biasanya tertuju pada
pemenuhan kebutuhan tadi (Dafidoff, 1991 ).
Lain halnya dengan Chaplin (1999) yang mendefinisikan motivasi sebagai
satu variabel penyelang (yang iku! campur tangan) yang digunakan un!uk
menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, y;>n!J
membangkitkan, mengelo!a, mempertahankan, dan menyalurkan !ingkah laku
menuju satu sasaran.
Sedangkan Usman Nadjati (2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
dorongan (dari dalam diri) yang membangkitkan semangat pada makhluk
hidup, yang kemudian hal itu menciptakan adanya tingkah laku dan
mengarahkannya pada sua!u tujuan tertentu.
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Menurut definisi ini, individu akan melakukan sesuatu
bila ada motivasi pada dirinya. Sedangkan bila tidak ada motivasi pada
dirinya maka individu tersebut tidak akan melakukan apa-apa (Suryabrata,
Menurut Mc. Donald (Djamarah, 2002) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
perubahan energi di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya perasaan (afektif) dan reaksi untuk mencapai tu.juan. Adapun
perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata
berupa kegiatan fisik. Karena seseorang memiliki tujuan tE,rtentu dalam
aktifitasnya, maka seseorang itu mempunyai motivasi yang kuat untuk
mencapainya dengan segala upaya yang dapat ia lakukan untuk
mencapainya.
Sedangkan menurut Maslow dalam Djamarah (2002) sim11at percaya bahwa
tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh l<ebutuhan-kebutuhan
tertentu, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan
aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti, dan kebutuhan estetik.
Kebutuhan-kebutuhan inilah menurut Maslow yang mampu memotivasi tingkah laku
individu. Oleh karena itu, apa yang seseorang lihat sudah tentu akan
membangkitkan minatnya, sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan
dengan kepentingannya sendiri.
Seberapapun perbedaan para ahli dalam mendefinisikan motivasi, namun
dapat dipahami bahwa motivasi merupakan akumulasi daya dan kekuatan
yang ada dalam diri seseorang untuk mendorong, merangsang,
Motivasi rnenjadi pengarah dan pernbirnbing tujuan hidup seseorang,
sehingga ia rnarnpu rnengatasi inferioritas yang benar-benar dirasakan dan
mencapai superioritas yang lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup s1>seorang
maka makin tinggi pula intensitas tingkah lakunya, baik secara kuantitatif
rnaupun kualitatif (Mujib, 2002).
Banyak para ahli yang sudah menggunakan pengertian rnotivasi dengan
berbagai sudut pandang rnereka rnasing-rnasing. Namun intinya sarna, yakni
sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke
dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari berbagai uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa motivasi
adalah sebagai suatu dorongan atau rangsangan yang memberikan kekuatan
dan arah yang akan menimbulkan suatu tingkah laku baru, dorongan
ini
dapat rnuncul dari adanya tujuan kebutuhan individu yang disebabkan oleh
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
2.1.2. Macam-macam motivasi
Para ahli mengklasifikasikan macam-macam motivasi, dipandang dari
berbagai sudut dan pemikiran yang berbeda-beda. Di bawah ini akan
dipaparkan beberapa klasifikasi dari beberapa para ahli yang terkenal.
a. Psychological motives, yaitu dorongan-dorongan yang bersifat
fisiologis atau jasmaniah, seperti lapar, haus, ngantuk, sel<s, clan
sebagainya.
b. Social motives, yaitu dorongan-dorongan yang ada hubungannya
dengan manusia yang lain dalam masyarakat, s<:perti nilai keindahan,
etika, penghormatan, dan sebagainya.
Sedangkan Woodworth (Sabri, 1993) mengklasifikasikan motivasi menjadi
dua macam, yaitu:
a. Unlearned motives : yaitu motivasi pokok yang tidak dipelajari atau
motivasi bawaan (motivasi yang dibawa sejak lahir}, jadi motivasi
tersebut ada tanpa harus dipelajari. Pu1wanto (200:3) menambahkan
bahwa Unlearned motives sebagai motivasi yan11 tirnbul disebabkan
karena kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh, seperti
dorongan untuk makan, minum, air, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini
dapat menimbulkan dorongan dalam diri agar dipenuhi, ditunda, atau
bahkan menjauhkan diri dari padanya.
b. Learned motives. yaitu motivasi yang timbul kare•na dipelajari, seperti
dorongan untuk belajar psikologi, atau motivasi seseorang untuk
yang disyaratkan secara sosial, motivasi-motivasi semacam ini muncul
karena manusia hidup dalam lingkungan sosial.
Jenis motivasi yang kedua sifatnya lebih tinggi dari pada yang pertama dan
hanya terdapat pada manusia. Tetapi meskipun demikian, antara keduannya
saling berhubungan satu sama lain.
Dilihat dari datangnya penyebab suatu tindakan, motivasi di bagi menjadi dua
macam, yaitu :
a. Motivasi lntrinsik.
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif, atau berfungsinya ticlak perlu didorong dari luar, sebab
dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu (Djamarah, 2002)
Yang dimaksud motivasi instrinsik adalah 、ッイッョセQ。ョ@ yang berasal dari
dalam diri individu tanpa paksaan dari luar dirinya, karena dalam diri
setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Motivasi intrinsik dapat menjadikan individu tidak rnerasa terpaksa
lndividu termotivasi secara intrinsik dikarenakan ia senang meilakukan
apa yang dikerjakannya. Adapun faktor-faktor intemalnya adalah
seperti minat (interest}, kebutuhan (needs), kenikmatan (enjoyment},
dan rasa ingin tahu (curiosity}. Tipe penentuan tujuannya adalah
teaming goal, berupa kepuasan pribadi dalam menemukan tantangan,
individu yang termotivasi secara intrinsik, cenderung memilih tugas
yang cukup sulit dan menantang (Woolfolk dalam Holilah, 2005).
b. Motivasi ekstrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena
adanya dorongan dari luar (Djamarah, 2002).
Pada motivasi eldrinsik ini individu melakukan aktivitas atas dasar nilai
yang terkandung dalam obyek yang menjadi sasaran atau tendensi
tertentu. Karenanya, motivasi ekstrinsik juga dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalam aktivitasnya dimulai dan ditmuskan
berdasarkan dorongan-dorongan dari luar yang sec:ara tidak mutlak
berkaitan dengan aktivitas tersebut (Syah, 2002}.
lndividu dengan motivasi ekstrinsik, dalam melakuk.an suatu tugas
merasa yakin bahwa partisipasinya dalam tugas tersebut akan
berasal dari luar diri individu, seperti lingkungan keluarga (orang tua)
atau lingkungan luar (teman alau lingkungan budaya setempat).
Perlu diingat bahwa perbuatan yang kita lakukan sehari-hari, banyak yang
didorong oleh motivasi ekstrinsik alau motivasi intrinsik, juga ada pula yang
didorong oleh keduanya sekaligus. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Bimo Walgi!o (2004), yang menyatakan bahwa peristiwa
terbentulrnya elemen dalam (motivasi intrinsik) dan elemen luar (motivasi
ekstrinsik) dari motivasi adalah serempak, yai!u elemen ケ。ョAセ@ satu
mendahului dan segera diikuti oleh elemen lainnya.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis (Walgito, 2004)
yang menggolongkan motivasi menjadi tiga macam yaitu :
a. Motivasi organis adalah motivasi yang berkaitan 、・ュセQ。ョ@
kebutuhan-kebu!uhan bagian dalam dari tubuh (kebutuhan-kebu!uhan-kebutuhan organis),
yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup
organisme. Misalnya kebu!uhan untuk makan, kebutuhan unluk
minum, kebutuhan untuk istirahat, kebutuhan untuk udara segar atau
kebutuhan untuk aktif.
b. Motivasi darurat, yaitu motivasi yang timbul situasi mEmuntut timbulnya
tindakan kegiatan yang cepat dan kual dari ki!a. Dalam hal ini motivasi
yang menarik kita dan bergantung pada keadaan sekitar atau di luar
organisme. Dalam hal ini organisme sering dihadapkan pada situasi
yang harus mengambil langkah untuk menghindari bahaya.
Motivasi darurat ini mencakup beberapa motivasi, yaitu (a) escape
motive, yaitu motivasi yang ada pada individu guna melepaskan diri
dari keadaan bahaya; (b) motivasi untuk melawan, yaitu motivasi yang
timbul apabila individu mendapatkan serangan, maka individu akan
melawanya; (c) motivasi untu/( mengatasi hambatan, yaitu apabila
individu mengalami hambatan dalam mencapai tujuan, maka akan ada
motivasi untuk mengatasi hambatan tersebut; dan (d) motivasi
mengejar atau mencari, misalnya di saat remaja telah cukup umur,
yang kemudian secara naluriah atau normal, maka remaja tersebut
akan mengejar dan mencari pacar atau pasangan untuk hidupnya.
c. Motivasi obyektif, yaitu motivasi yang diarahkan kepada obyek atau
tujuan tertentu di sekitar kita. Menurut Bimo Walgi!o (:2004) motivasi
obyektif merupakan motivasi yang tergantung pada lingkungan
individu, yang termasuk dalam motivasi ini adalah (a) motivasi
eksplorasi, yaitu motivasi untuk mengetahui tentang segala sesuatu
dan (c) menaruh minat, yaitu motivasi yang timbul karena individu tertarik pada obyek sebagai hasil eksplorasi, sehingg;3 individu
mempunyai minat terhadap obyek yang bersangkutan.
2.1.3. Aspek-aspek dalam motivasi
Ada beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan aspek-aspek yang
terkandung dalam motivasi. Pada dasarnya aspek-aspek yang dikemukakan
oleh para ahli tersebut sama, hanya terdapat perbedaan istilah dan
penjabarannya.
Mc. Donald dalam Soemanto (1998) mendefinisikan mo!ivas.i sebagai s.uatu
perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh
dorongan yang afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Dari
definisi tersebut, Mc Donald menyirnpulkan tiga aspek yang !erdapat dalam
motivasi yaitu :
1.
Motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang.Asumsinya adalah bahwa setiap perubahan motivasi mengakibatkan
beberapa perubahan tenaga di dalam sislem neurofisiologis pada
manusia. Didalamnya banyak dasar organis dari perubahan tenaganya
yang tak diketahui. Misalnya dasar organis dari keinginan untuk dihargai
diasumsikan. Dasar organis dari perubahan tenaga lainnya yang dapat
diketahui, misalnya pada saat lapar, haus, dan lelah.
2. Motivasi itu ditandai dengan dorongan afektif. Secara subjektif, keadaan
ini dapat dicirikan sebagai emosi. Dorongan afeklif ini tidak harus kuat.
Dorongan afektif yang kuat, sering nyata dalam tingkahlaku, misalnya
kata-kata kasar, bentakan, teriakan, memukul-mukul benda dan lain-lain.
Di lain pihak ada pula dorongan afek!if yang sulit untuk dipahami,
misalnya orang yang tampaknya !idak memiliki dorongan afeksi
(tenang-tenang duduk bekerja dimejanya), padahal sebenamya ia memiliki
dorongan berupa manifestasi perubahan psikologis yang terjadi pada
dirinya.
3. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan. Orang yang
temiotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada
usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan
oleh perubahan tenaga di dalam dirinya. Seseorang dapat membuat
reaksi-reaksi yang diperlukan untuk mencapai tujuan, guna mengurangi
ketegangan psikologisnya. Apabila seseorang tidak ュ・イョセュオォ。ョ@ cara
un!ul< mencapai tujuan tertentu, maka kebutuhannya untuk mencapai
tujuan itu tidak terpenuhi. Namun bila tujuannya tercapai, maka individu
Sedangkan menurut Bimo Walgito (2004) motivasi merupakan keadaan
dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.
Dengan dernikian dapat dikemukakan bahwa motivasi itu meimpunyai 3
aspek, yaitu :
1. Keadaan terdorong dalarn diri organisrne (a driving state), yaitu
kesiapan bergerak karena kebutuhan, misalnya kebuluhan ェ。ウイョゥセョゥL@
karena keadaan linglwngan, atau karena keadaan memtal seperti
berfikir dan ingatan. Menurut Winkel dalam Sabri ('1993}
menggambarkan driving state sebagai timbulnya suaiu kebutuhan
yang dihayati dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini (motivated
behavior). Timbulnya perilaku ini salah satunya disebabkan oleh
adanya sesuatu yang kurang atau tidak seimbang. Maka orang akan
mencari hal yang dapat menjadikannya seimbang, dan didorong untuk
berbuat atau berperilaku untuk sampai pada keadaan seimbang.
Misalnya kelika merasa kesepian karena butuh perhatian dan kasih
sayang, maka keadaan ini mendorong manusia untuk. mencari teman,
mencari komunitas yang sesuai, mencari hiburan, atau mencari
Sedangkan C.T Morgan (Singgih, 1996) membagi aspek-aspe>k
motivated behavior dalam beberapa bentuk, yaitu :
a. Aktivitas : yaitu berupa gerakan-gerakan yang timbul
menyertai adanya kebutuhan.
b. Gerakan naluriah : yaitu berupa suatu gerakan yang dapat
dilakukan tanpa dipelajari terlebih dahulu.
c. Refleks : yaitu suatu gerakan yang diperlihatkan untuk
mempertahankan atau melindungi tubuh.
d. Belajar secara instrumental : yaitu mempelajari sesuatu
yang terjadi.
3. Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut. Sedangkan
menurut Purwanto (2003) mengartikan goal atau tujuan adalah
sebagai hal yang menentukan atau membatasi tingkah laku
organisme.
2.1.4. Fungsi di:m
penm
motivasi
Setiap motivasi akan berhubungan erat dengan suatu tujuan atau suatu
cita-cita. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, maka akan makin
tindakan atau perbuatan individu. Dan motivasi memiliki beberapa fungsi
yaitu sebagai berikut :
1.
Motivasi akan mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak.Maksudnya adalah motivasi itu berfungsi sebag;ai penggerak atau
sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang
untuk melakukan suatu tugas.
2.
Motivasi berfungsi untuk menentuan arah perbuatan, yaitu ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Maksudnya adalah mencegahpenyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan
itu. Makin jelas tujuan tersebut, makin jelas pula terbentang jalan yang
harus ditempuh. Dalam mengarahkan l<egiatan, motivasi berperan
mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran atau tujuan yang
akan dicapainya. Apabila sasaran atau tujuan tersebut merupakan
sesuatu yang diinginkan individu, maka motivasi berperan
mendekatkan (approach motivation), dan apabila tidak diiginkan
individu, maka motivasi berperan menjauhkan s::1saran atau tujuan
(avoidance motivation). Karena motivasi berkenaan dengan kondisi
yang cukup kompleks, maka akan terjadi pula bahwa motivasi
sekaligus berperan mendekatkan dan menjauhkan sasaran dan tujuan
3. Motivasi akan menyeleksi perbuatan kita. Orang yaing1 mempunyai molivasi senantiasa selektif dam tetap terarah kepada tujuan yang
ingin dicapai, artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan
menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.
Seorang yang benar-benar ingin mencapai gelamya sebagai sarjana,
tidak akan menghamburkan waktunya dengan berfoya-foya atau
bermain, berjalan-jalan, sebab perbualan itu !idak coc:ok dengan
tujuannya (Sabri, 1996).
4. selain fungsi di atas terdapat fungsi lain yang ditamb<1hkan oleh
Sarwono (1995), yaitu sebagai perantara pada individu atau manusia
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Fungsi mo!ivasi menurut Alisuf Sabri (1996) yaitu pendomnt1 individu untuk
berbuat dalam menc:apai tujuannya. Penentu arah perbuatan kearah yang
hendak dic:apai. Penyelel<si perbuatan sehingga perbuatan orang yang
mempunyai mo!ivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kE!pada !ujua1n
yang ingin dicapai.
Sedangl<an menurut Syaiful Djamarah (2002) fungsi motivasi adalah sebagai
pendorong perbuatan, motivasi sebagai penggeral< perbuatan, motivasi
Hal terpenting yang berkaitan dengan rnotivasi adalah bahwa rnotivasi tidak
dapat diarnati secara langsung. Tetapi rnotivasi itu dapat cliketahui clan clapat
diinterpretasikan dari perilaku, yaitu apa yang dikatakan dan apa yang
diperbuat oleh seseorang. Winkel (1991) rnenjelaskan bahwa rnotivasi
berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan, dorongan unruk
rnernenuhi kebutuhan tingkah laku, dan untuk rnencapai tujuan guna
rnernenuhi kebutuhan tersebut.
Lebih lanjut Sarlito dalarn Singgih (1996), rnengernukakan rnotivasi dapat
dikatakan instansi terakhir bagi terjadinya tingkah laku. ME,skipun ada satu
kebutuhan, tetapi kebutuhan itu tidak berhasil rnenciptakan rnotivasi, rnaka
ticlak akan terjadi tingkah laku. Hal
ini
disebabkan karena motivasi tidak sajaclitentukan oleh faktor-faktor dalarn diri individu, seperti faktor-faktor biologis
tetapi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor sosial clan kebudayaan.
Pernikahan Dini
2.2.1. Definisi
pemikatmdini
Pernikahan usia muda terdiri dari dua kata yaitu "pemikahan" dan "usia
rnuda". Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikah artinya
rnenghimpun clan mengurnpulkan. Dalarn pengertian fiqih nikah adalah akad
nikah atau kawin, atau yang semakna dengan i!u. Pemikahain muda atau
nama lainnya yaitu pemikahan dini (Ensiklopedi,
1994).
Menurut Lois Hoffman (Adhim, 2002), berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukannya, pemikahan dini adalah suatu pemikahan ケ。ョセQ@ dilakukan oleh
seseorang yang berusia antara
18-24
tahun.Sedangkan menurut Diane E. Papalia
&
Sally Wendkos (Adhim, 2002)mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi pen:m1puan adalah
19-25 tahun, sedangkan laki-laki adalah 20-25 tahun diharapkan sudah
menikah.
Namun, bila kita melihat budaya yang berada di Indonesia, maka definisi
pemikahan dini yang tepat adalah definisi yang telah dikemukakan oleh
Sarlito (Yuliasti, 2005), beliau mengemukakan dalam artikelnya yang ーゥセュ。ィ@
dimuat pada surat kabar Sinar Harapan pada tahun
1983,
bahwa pemilmhandini adalah ikatan secara agama maupun Undang-Undang perkawinan antara
pria dan wani!a, dimana usia wanitanya berusia 17 tahun (masa sekolah),
sedangkan pada pria berusia sekitar
19
tahun (memasuki usia perkuliahan).Sedangkan dalam pandangan islam, menurut Rasulullah saw pemikahan
adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat mulia. Dalam islam sendiri
telah mengingatkan lewat sabdanya "bahwa barang siapa di antara umatnya
yang telah mampu maka hendaknya ia menikah, sebab pernikahan akan
menjaga pandangan dan kemaluan kita." Meskipun pemikahan bukan
sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis.
Sebagaimana yang tertera pada Hukum Acara Peradilan Agama pasal 7 ayat
1 tentang syarat-syarat perkawinan yaitu : perkawinan hanya akan diijinkan
jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah
mencapai usia 16 tahun (Mahdiah, 2003).
Bila melihat beberapa definisi mengenai pernikahan dini yang dikemukakan
oleh beberapa tokoh di atas, maka penulis mengambil sebuah kesimpulan
bahwa pernikahan dini adalah pemikahan yang dilakukan oleh pria dan
wanita, yang usia mereka masih berada pada tahap perkembangan masa
remaja sampai masa dewasa awal.
2.2.2. Manfaat dan dampak pemikahan dini
Adapun manfaat atau nilai positif yang diperoleh dari pemikahan dini, dengan
catatan manfaat ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang
sungguh-sungguh ikhlas menikah untuk ibadah, diantara manfaat dimaksud adalah
sebagai berikut (Nasution, 2005):
Karena dengan menikah akan dapat menundukkan pandanga1n mata,
seseorang yang menikah akan terhindar dari gejolak nafsu syahwat,
mudah memelihara kehormatan, tidak jatuh kedalam kubangan dosa
yang keji yang disebabkan oleh penyimpangan seksual (penyaluran
seksual yang tidak halal). Penyimpanagn seksual akan meny<ibabkan
berbagai kerusakan secara individual maupun sosi<"!I, contoh
penyimpangan seksual seperti : zina, homoseksual, lesbian, onani,
masturbasi.
b. Menyehatkan secara fisik dan psikis.
Dr. Haflbert, seorang direktur RS psikiater di New York Berkata :
"Bahwa jumlah pasien yang datang untuk berobat セZ・@ RS ini
perbandingannya adalah empat (lajang) dan satu pasangan yang telah
menikah." Demikian pula dengan data hasil peneilitian statistik yang
dilakukan oleh Dr. Barchulum menunjukan, bahwa 1Peristiwa bunuh diri
lebih bayak dilakukan oleh para lajang dari pada pa1sangan yang telah
menikah. Dari sisi mental atau rohani, orang yang t•elah menikah lebih
bisa mengendalikan emosinya dan mengendalikan nafsu seksnya. Hal
tersebut sesuai dengan hadis Nabi bahwa nikah akan memelihara
pandangan dan faraj. Ditambah lagi jika pasangan tersebut telah
c. Mempercepat memiliki keturunan
Salah satu tujuan dari menikah adalah memperoleh keturunan,
dengan melakukan pernikahan dini dimungkinkan untuk mempercepat
mendapat keturunan. Bagi seorang istri, dalam rentang waktu usia
20-35 tahun akan memiliki waktu subur yang lebih panjang dibanding
perempuan yang menikah diatas 30-an. Dengan masa subur yang
lebih panjang diharapkan akan mendapatkan keturunan yang banyak,
karena Rasulullah saw mencintai mereka yang banyak keturunannya.
d. Lebih banyak nilai ibadah.
Dengan menikah dini akan lebih cepat mendapatkan nilai-nilai ibadah
dibandingkan dengan menunda pemikahan. Karena dalam islam
sebuah rumah tangga merupakan ladang amal yang banyak. Bagi
suami bisa menghidupi anak istri, memberikan nafkah lahir batin. Bagi
istri bisa melayani keperluan suami dan anaknya, menyambutnya saat
mereka tiba dirumah, dan mendidik anak-anak akan mendapatkan
pahala yang berlimpah.
e. Lebih cepat dewasa.
Menikah diri akan mempercepat seorang mencapai kedewasaan. Hal
kehidupan sebuah rumah tangga terdapa! banyak halangan dan
rintangan. Halangan dan rintangan itu jika 、ゥイ・ョオョセゥゥ@ memberikan
pendidikan mental yang baik. Mereka yang sering 、ゥエHセイー。@ berbagai
kesulitan akan mudah memahami hidup. Karena itu berumah tangga
bisa lebih cepat mendewasakan seseorang.
f. Bermanfaa! untuk pendidikan anak.
Suami istri yang menikah diusia muda adalah lebih sehat, lebih lrnat
dan lebih subur ketika mereka memasuki umur 40 tahun. Lebih dari itu,
perebedaan tipis antara umur kedua orang tua dengan anak-anaknya
akan memudahkan kedua orang tua menjadi sahabat bagi anak··
anaknya. Dan mudah bagi orang tua untuk mengetahui tabiat dan
perilaku anak-anak mereka, yang mana hal ini merupakan unsur
penting diantara unsur-unsur pendidikan.
Dalam bukunya, Fauzil Adhim (2003) mengemukakan beberapa manfaat
pemikahan dini bagi kesehatan seseorang dalam tiga hal berikut :
1. Meningkatkan stamina. Proses-proses fisik dalam tubuh karena
meningkatnya kebahagiaan, membuat kita memiliki daya tahan
menikah cenderung lebih jarang mengalami ketunaan (disabilities)
dibanding dengan yang tidak menikah atau bercerai.
2. Bertambahnya imunitas. Orang-orang yang menikah dini lebih
jarang mengalami gangguan penyaki! yang kronis dibanding
mereka yang tidak menikah, dengan status kesehatan awal yang
sama. Maksudnya, jika ada dua orang yang sama-sama memiliki
bakat asma denagn tingkatan yang sama, mak;;i orang yang
menikah akan lebih jarang terserang asma (kamb:uh) dibanding
yang tidak menikah, cerai, atau berpisah dengan i;uaminya.
3. Pemulihan lcesehatan yang lebih mudah. Proses penyembuhan
dan pemulihan kesehatan orang yang menikah dini cenderung
lebih cepat dibanding orang yang lidak menikah atau bercerai.
4. Menurut teori hierarki kebutuhan Abraham H. Maslow, mereka
yang menikah dini akan lebih mungkin mencapai taraf aktua!isasi
diri yang lebih awal sekaligus lebih sempurna dibanding mereka
yang menunda pernikahan.
Dalam sebuah pernikahan, terjadi hubungan interpersonal antara suami dan
is!ri. lni merupakan hubungan interpersonal yang paling del<at dan intim.
Keintiman tersebut lebih bersifat luas dan mendalam (extensive
&
intensive),hal ini disebabkan karena kebersamaan antara suami istri tidak hanya
teman kerja atau pacar. Kebersamaan ini bersifat kesatuan yang berjalan
sepanjang hari, sepanjang tahun untuk seumur hidup.
Namun, tentang pernikahan dini ini sendiri masih terdapat pro kontra di
masyarakat. Sebagian masyarakat memandang pemikahan dini lebih banyak
mudhorotnya dari pada manfaatnya, mereka berpendapat bahwa pernikahan
dini akan berakibat/ dampak negatif (Nasution, 2005), seperti diantaranya :
a. Mengakibatkan tingginya pertumbuhan penduduk disebabkan karena
panjangnya masa kelahiran (reproduksi bagi wanita).
b. Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempersulit usaha
peningkatan pemerataan kesejahteraan rakyat, lap•angan kerja,
pendidikan dan pelayanan kesehatan dan perumahan.
c. Pemikahan dini mengakibatkan keburukan bagi l<esehatan ibu dan
anak, karena faktor gizi ibu kurang terpenuhi. Berdasarkan survei
kesehatan rumah tangga yang dilakukan tahun 19915, sebanyak 55 %
ibu hamil mengalami anemia. Hal itu kemungkimrn besar des<ibabkan
karena kekurangn gizi.
d. Resiko kesakitan dan kematian ibu dan anak, pada ibu yang
melahirkan masih muda. Dalam hal ini WHO memperkirakan, resiko
kematian akibat kehamilan pada remaja putri berusia 15-19 tahun
anak remaja putri
10-14
tahun lebih tinggi lima kali lipat dibandingkan dengan perempuan usia 20 tahun. Komplikasi kehamilan merupakanpenyebab utama kamatian remaja putri usia 15.·19 tahun.
e. Anak-anak yang dilahirkan dari remaja putri lebih mntan untuk lahir
premature. Yaitu saat lahir memiliki berat badan rendah mengalami
gangguan pertumbuhan ataupun kecacatan, kamatian ibu dan bayi
juga sangat tinggi pada usia ibu di bawah 20 tahun.
f.
Survei demografi dan kesehatan di 20 negara pada tahun1998
membuktikan, bahwa kematian pada bayi dan balita yang dilahirkan
dari ibu usia 20-29 tahun sangat tinggi.
g. Jabar Suryadi Kepala Bidang Pengendalian Keiuarga Berencana/
Kesehatan reproduksi BKKBN, menurutnya secara nasional,
pemikahan dini dengan usia pengantin dibawah usia 16 tahun
sebanyak
26.9%.
Dinilai sebagai penyebab tingginya kehamilanberesiko, baik terhadap ibu belia yang mengandun1i maupun bagi
anak yang dilahirkannya.
h. Menurut pemaparan penelitian mengenai persepsi dan pengetahuan
perempuan di kota Solo tentang kekerasan terhadap istri, yang
dilakukan oleh SPEK-HAM, pemikahan dini merupakan salah satu
penyebab tindakan kekerasan terhadap istri. Hal ini karena tingkat
i.
Pernikahan dini sering berbuntut perceraian. Sepet1i dikutip olehmantan ketua Pengadilan Agama Palembang, Ors. Maradaman
Harahap, SH, bahwa kasus perceraian yang !erdaftar di PA
Palembang umumnya dilatarbelakangi oleh pernikah<m dini.
2.2.3. Tujuan pemikahan
Usia 18-22 tahun, seseorang berada dalam tahap perkembangan remaja
akhir. Masa remaja sudah berakhir dan tugas-tugas perkemlbangan
seharusnya telah terpenuhi dengan baik. Dan salah satu tug'as
perkembangan pada fase remaja akhir adalah menikah, a!au setidaknya
mempersiapkan diri memasuki pernikahan (Fauzil Adhim, 2003). Walaupun
pernikahan dini bukanlah merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan oleh
seseorang. Namun setidaknya, setiap tugas perkembangan harus terpenuhi
pada tiap tahap perkembangan dimana tugas tersebut berada.
Dalam UU No. 1tahun1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa tujuan
dari pemikahan adalah untuk memben!uk keluarga (rumah tangga) yang
Merujuk Q.S Al-Rum: 21 (Departemen Agama RI, 1998). Allah SWT
berlirman:
Artinya :
"Dan dari tanda-tanda (kekuasaan-Nya) yang telah menciptakan kalian dari
lawan jenis agar berpasang-pasangan dan (Dia) menjadikan diantara kalian
Mawaddah, dan Rahmat. Sesungguhnya di dalam f1a/ tersebut terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir." (Q.S. Ar-Rum : 21)
Pemikahan bertujuan untuk menjaga kehormatan dan martabat umat
manusia, untuk mendapat keturunan yang sah di mata Tuhan dan
masyarakat, serta untuk memperoleh ketentraman dan kenyaman karena
dalam pemikahan penuh dengan rasa kasih dan sayang.
2.2.4. Hukum pemikahan
Islam mempunyai konsep kaffah dalam masalah pernikahan. Pemikahan
islam dilandasi atas akidah keimanan, fitrah, dan akhlak mulia. Untuk itu
a) Wajib : Jika seseorang sudah mampu untuk menikah dan merasa
khawatir akan berbuat zina dan terjerumus ke dalam jurang
kemaksiatan.
b) Sunnah: Artinya seseorang akan berpahala jika m13nikah dan tidak
berdosa jika meninggalkannya. Menikah hanya menjadi sunnah jika
seseorang muslim/ muslimah ingin dan mengharapkan keturunan.
c) Mubah : Artinya seseorang diperbolehkan menikah tetapi dia tidak
menginginkannya dan juga tidak mengharapkan keturunan. Dalam hal
ini pernikahan boleh dilakukan dan boleh juga tidak. dilakukan.
d) Makruh : Jika dengan melakukan hal itu ibadah yang tidak wajib
terganggu dan orang tersebut memang tidak ingin menikah maupun
mempunyai keturunan.
e) Haram : Jika dengan menikah tersebut menjadi ter!ianggu ibadah
wajibnya. Artinya dengan menikah maka akan mendapat pahala, dan
jika tidak dilakukan maka akan berdosa.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam islam tidak ada
batasan usia dalam melangsungkan pemikahan. Hukum pemikahan yang
telah dikemukakan diatas berlaku untuk semua muslim pada "semua usia."
Jadi baik remaja maupun orang yang usianya sudah cukup untuk menikah
dan bahkan haram. Tergan!ung niat dan kesanggupan dalam
menghadapinya.
Dalam membangun rumah tangga diperlukan kedewasaan clalam bersikap
clan bertindak, menata kesadaran tentang tanggung jawab, terutama
kedewasaan dari masing-masing pasangan. Perlu upaya ウオョァァオィMウオョLセァオィ@
sebab usia tidak dengan sendirinya membuat ki!a dewasa. dalam rumah
tangga seorang suami berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
melinclungi, menafkahi clan mencukupi segala keperluan istri secara lahir
batin. Begitu pun istri kepada suami bertanggung jawab menjaga kehormatan
dan hartanya. Jika masing-masing pasangan telah melakukan kewajiban,
otomatis hak mereka telah terpenuhi.
2.2.5. Karakteristik dan tugas perkembangan remaja
Masa remaja merupakan salah satu masa yang krisis dalam kehidupan
seseorang. Masa ini memberikan arti yang sangat mendalam serta menjacli
landasan yang kuat bagi kehidupan remaja dikemudian harL Pada masa
remaja, individu mengenal kehidupan dengan segala イ・。ャゥエ。Zセ@ yang ada
melalui berbagai pengalaman, baik