• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura dalam mengatasi masalah pembajakan di perairan Selat Malaka 2004-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerjasama keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura dalam mengatasi masalah pembajakan di perairan Selat Malaka 2004-2009"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

2004-2009

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

Oleh :

Achmad Insan Maulidy NIM : 106083003638

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional Jakarta

(2)

2004-2009

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hubungan Internasional

oleh :

ACHMAD INSAN MAULIDY

NIM. 106083003638

di Bawah Bimbingan

Pembimbing Penasehat Akademik

M. Adian Firnas, M.Si Ali Munhanif, Ph.D

NIP. 196512121992031004

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura

Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka

2004-2009” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 20 Juni

2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan Ilmu Hubungan Intenasional.

Jakarta, 20 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si. NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002

Pembimbing

M. Adian Firnas, M.Si.

Penguji I Penguji II

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dibuat dan diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2011

(5)

ABSTRAK

Selat Malaka merupakan perairan di kawasan Asia Tenggara yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selat Malaka terletak di antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Melayu. Oleh kerena itu selat ini di sebut sebagai jalur pelayaran internasional, beberapa negara menggunakan selat ini sebagai jalur perlintasan kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri berbagai negara, hingga menyebabkan beberapa negara bergantung pada kondisi keamanan serta keselamatan di Selat malaka. Selat Malaka dilintasi 50.000 kapal berbagai tipe setiap tahunnya, dengan 30% kapal merupakan kapal niaga yang mengangkut barang-barang perdagangan dunia. Selat Malaka juga merupakan jalur pelayaran yang digunakan oleh kapal tanker untuk mengangkat separuh pasokan energi dunia.

Strategisnya serta padatnya jalur pelayaran di Selat Malaka menyebabkan selat ini rawan akan terjadinya gangguan keamanan dan tindak kejahatan di laut. Gangguan keamanan yang sering terjadi di selat ini adalah pembajakan/ perompakan, penyeludupan serta terorisme, dalam penulisan karya ilmiah ini menitik beratkan pada masalah pembajakan (piracy). Tercatat pada tahun 2004 terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kasus pembajakan di selat ini yaitu berjumlah 38 kasus, berdasarkan laporan IMB (international maritime bureau), lalu terbentuklah patroli terkoordinasi tiga negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam mengatasi keamanan di Selat Malaka.

Penelitian ini memiliki hasil bahwa patroli terkorrdinasi tiga negara tersebut berhasil meminimalisir tindak kejahatan pambajakan di Selat Malaka. Keberhasilan patroli terkoordinasi ini tercipta kerena adanya kekompakan dan mementingkan kepentingan bersama untuk mengamankan Selat Malaka dari pada kepentingan nasional (national interest) masing-masing negara anggota patroli terkoordinasi.

Penelitian ini bersifat kualitatif dan di dukung oleh teori-teori dan juga data-data sekunder sehingga dalam penelitian ini di peroleh suatu bukti kebenaran hasil temuan. Patroli terkoordinasi tiga negara Selat Malaka sudah berhasil menurunkan tingkat kejahatan bajak laut di perairan Selat Malaka, terbukti dengan tingkat kejahatan yang menurun akibat dari intensifnya kegiatan patroli terkoordinasi yang dilakukan oleh tiga negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Selain itu, keberhasilan kerjasama keamanan yang beranggotakan tiga negara pantai Selat Malaka Indonesia, Malaysia dan Singapura membuat negara tetangga tertarik untuk bergabung dalam patroli tersebut contohnya seperti Thailand yang ikut bergabung dalam patroli tersebut karena posisi negaranya yang bersinggungan dengan Selat Malaka.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, karena dengan

hidayah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

"Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah

Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009". Penulis sepenuhnya menyadari

bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

terdapat kekurangan baik yang bersifat teknis maupun mated. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kritik dan

saran yang diberikan, akan penulis jadikan bahan dalam penyempurnaan skripsi

ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu membantu penyelesaian

skripsi ini. Dimana dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemui

hambatan dan ritangan yang dihadapi penulis tetapi berkat bantuan yang diberikan

berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, semua permasalah dan kendala

dapat teratasi. Oleh kerena itu, penulis dengan tulus menguncapkan terima kasih

atas bantuannya baik langsung dan tidak langsung kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan

Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif

(7)

3. M. Adian Firnas, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang

telah memberikan ilmu, saran dan arahannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. AH Munhanif, Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam

meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwa.

6. Armein Daulay, M.Si., terima kasih atas waktu dan pikirannya untuk dapat

memberikan masukan kepada penulis dalam menulis skripsi ini.

7. Bapak Amaly, sebagai staf di Jurusan Hubungan Internasional yang telah

membantu penulis dalam mengurus segala bentuk yang berhubungan

dengan nilai kuliah.

8. Kedua orang tua, Mama dan Bapak terima kasih atas do'a, kasih sayang,

dan dukungan baik moril maupun materi sehingga skripsi ini dapat

Selesai.

9. Ka Irma dan Ka Aan, terima kasih atas pengertian dan dukunganya pada

saat penulisan skripsi ini.

10.Teman-teman terbaik penulis di HI A angkatan 2006: Beben, Firman,

Fikri, Umam, Nanda, Alvi, lean, Kawe, Adnan, Julian, dan Irfan. Lima

tahun yang luar biasa bersama kalian, penuh suka dan duka dalam

berjuang bersama-sama dari awal hingga akhir kuliah ini. Sukses selalu ya

(8)

11.Teman-teman dari HI A angkatan 2006 lainnya dan teman-teman dari HI

B angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta

teman-teman HI angkatan 2007, 2008, dan 2009.

12.Raudhatul Jannah, terima kasih atas waktunya, dukungan, semangat dan

doanya dalam penyusunan skripsi ini, semoga engkau diberikan kesehatan

selalu.

13.Teman-teman rumah: Budi Jawa, Kocrot, Onting, Pi'i, Azis, terima kasih

atas dukunganya dalam penulisan skripsi ini.

14.Staf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, KEMLU,

LEMHANAS, Perpustakaan Freedom.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas

dukungan dalam penulisan skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT atas kebaikan yang diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

kekurangan atau ketidak sempurnaan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan studi Hubungan

Internasional dan Indonesia.

Jakarta, Mei 2011

(9)

DAFTAR ISI

Abstrak...…….i

Kata Pengantar………ii

Daftar Isi………..v

Daftar Tabel . ……….…vii

Daftar Istilah dan Singkatan...viii

Bab I Pendahuluan A. Latar belakang masalah………. 1

B. Rumusan Masalah………... 8

C. Tinjauan Pustaka……… 9

D. Kerangka Teori……….. 12

E. Metodologi penelitian……… 20

F. Sistematika Penulisan……….…… 21

BAB II Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka A. Definisi Bajak Laut... 23

A.1. Tiga Tipe Perompakan/ Bajak Laut di Zaman Moderen…………... 28

B. Bajak Laut sebagai Ancaman Keamanan di Selat Malaka……….... 37

C. Faktor-faktor yang Mendorong Meningkatnya Bajak Laut……….. 42

C.1. Faktor Geografis……… 42

C.2. Faktor Ekonomi………. 44

(10)

BAB III Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai Upaya Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka

A. Persepsi tentang Kerjasama Keamanan di Selat Malaka………..….49

B. Kerjasama Penanganan Laut Indonesia, Malaysia dan Singapura…….…52

B.1. Patroli Terkoordinasi di Selat Malaka……….…...54

C. Analisis Masalah Keamanan di Selat Malaka Melalui Patroli Terkoordinasi………..65

C.1. Keuntungan dari Patroli Terkoordinasi……….……….65

C.2. Kelemahan Patroli Terkoordinasi………...69

C.3. Hambatan atas Patroli Terkoordinasi……….…72

C.4. Keberhasilan dari Patroli Terkoordinasi………75

BAB IV Kesimpulan D. Kesimpulan………...…....78

(11)

Daftar Tabel

I. Serangan bajak laut di Asia Tenggara 2000-2005……….27

II. Perompakan dan pembajakan di Selat Malaka tahun 2007………...28

(12)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Ad hoc = Sementara

AEC = ASEAN Economic Community

APSC = ASEAN Political Security Community

ASC = ASEAN Security Community

AscC = ASEAN Socio-cultular Community

ASEAN = Association of Southeast Asian Nations

Binpotnaskuatmar = Pembinaan Potensi Nasional Kekuatan Maritim

Choke point = Pintu masuk selat

Cooperative security = Kerjasama keamanan

Coordinated patrol = Patroli terkoordinasi

CSCE = Conference on Security Cooperation in Europe

Forward presence = Meneruskan kehadiran

GAP = Grey-area Phenomena

Illegal fishing = Penangkapan ikan secara illegal

Illegal logging = Pencurian kayu/Penjulan kayu secara illegal

Illegal migrant = Pengungsi yang tidak sah

IMB = International Maritime Bureau

IMO = International Maritime Organization

KASAL = Kepala Staf Angkatan Laut

Littoral States = Negara yang memiliki pantai berdampingan/negara pantai

MIMA = Maritime Institute of Malaysia

MSSP = Malacca Straits Sea Patrols

National interest = Kepentingan nasional

Piracy = Pembajakan

Point control = Titik pengawasan

Press secretary = Tekanan sekertaris

RSN = Republic of Singapore Navy

Safety at sea = Keselamatan di laut

(13)

Security community = Komunitas keamanan

SLOC = Sea Lines of Community

SLOT = Sea Lines of Trade

Special taks force = Tugas pasukan khusus

Speed boat = Kapal dengan kecepetan tinggi

The narrowest point = Wilayah sempit

TNI AL = Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

Transnational crimes = Kejahatan lintas negara

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selat Malaka secara geografis membentang sepanjang 500 mil laut berada

diantara sepanjang Malaya dan pulau Sumatra. Lebar alur masuk di sebelah utara

adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah selatan yang

merupakan wilayah tersempit yaitu sekitar 8 mil laut. Selat Malaka juga

tersambung dengan selat Singapura yang mempunyai panjang selat 60 mil, dan

sejak jaman dahulu Selat Malaka merupakan jalur transportasi yang di layari

kapal-kapal.

Perairan Asia Tenggara memiliki peran strategis karena menghubungkan

Samudera Pasifik dan Samudra Hindia. Selat Malaka merupakan salah satu jalur

SLOC (Sea Line Of Communication) dan SLOT (Sea Line Of Trade) sekaligus

choke point armada angkatan laut dalam forward presence ke seluruh penjuru

dunia. Sebagai jalur SLOC Selat Malaka di lewati 72% kapal-kapal tanker yang

melintas dari Samudera Hindia ke Pasifik.1

Selat Malaka yang masuk ke dalam jalur SLOC dan SLOT yang sangat

berperan penting bagi Dunia. Ini merupakan hal yang menjadi tugas

negara-negara pantai Selat Malaka seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura untuk

menjaga keamanan di selat tersebut. Karena Selat Malaka yang menjadi jalur

SLOT yang merupakan jalur perdagangan Internasional di mana dunia sangat

tergantung pada keamanan selat tersebut.

1

(15)

Secara umum, Selat Malaka dan Selat Singapura yang mempunyai alur

pelayaran sempit dan terdapat pulau-pulau kecil memberikan peluang kepada

munculnya tindak kejahatan di perairan Selat Malaka yang merupakan salah satu

dari sembilan selat dan terusan strategis dunia yaitu: Selat Babel Mandab yang

menghubungkan Laut Merah dan Laut Arabia, Selat Bosporus yang

menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara, Selat Dardanelles di Turki, Selat

Dover yang menghubungkan terusan Inggris dan Laut Utara, Selat Hormus yang

menghubungkan semenanjung Oman dan Laut Arabia, Selat Jiblaltar sebagi

pemisah antara Benua Afrika dan Benua Eropa, terusan Suez di Mesir dan terusan

Panama. Di perairan kawasan Asia Pasifik, jalur SLOC yang terdapat adalah Selat

Malaka.2

Di kawasan Asia Pasifik, perairan Asia Tenggara memiliki peranan yang

sangat penting, kerena merupakan penghubung antara dua samudra besar, Pasifik

dan Hindia. Jalur yang terpadat adalah Selat Malaka dilewati 72% tanker yang

melintas dari samudra Hindia ke pasifik dan hanya 28% yang melewati selat lain,

yaitu Selat Lombok, Selat Makasar dan laut Sulawesi. Di perkirakan sekitar

50.000 kapal dalam setahunya melintasi Selat Malaka, sehingga apabila terjadi

interdiksi di Selat Malaka, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara

di Asia Tenggara, melainkan juga akan memberikan dampak yang luar biasa bagi

Negara lain.3

2 Edhi Nuswantoro, “Pengelolaan keamanan Selat Malaka,” keynote speech pada

workshop : pertemuan kelompok ahli tentang kebijakan terpadu pengelolaan keamanan Selat Malaka, Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar negeri, Medan, 19-20 juli 2005, h. 1.

3

(16)

Betapa penting Selat Malaka bagi dunia sehingga banyak negara yang

ingin mengukuhkan pengaruhnya di wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan

Singapura. Di samping itu negara-negara seperti AS (Amerika Serikat) dan Jepang

memanfaatkan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional untuk

kebutuhan dalam dan luar negeri. Apabila terjadi insiden di Selat Malaka seperti

adanya perompakan ataupun pembajak kapal-kapal yang bermuatan barang,

dampaknya bermuara ke seluruh penjuru dunia. Jepang akan kehilangan 16%

pasokan minyak bumi dan 80% pasokan gas alam, hal ini tentu mengancam

stabilitas perekonomian Jepang.4

Ancaman serius yang ada di Selat Malaka adalah kegiatan terorisme dan

pembajakan. Pembajakan maritim telah endemik ke daerah bagian Asia Tenggara

sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam pembahasannya dari pembajakan, L. Wright

dalam bukunya “Piracy in the Southeast Asian Archipelago” memperlihatkan bagaimana saat itu bangsa Belanda mencoba memonopoli perdagangan

rempah-rempah melalui Selat Malaka dari tahun 1670. Perdagangan yang dilakukan oleh

Belanda dianggap telah menyimpang oleh penduduk lokal, sehingga menciptakan

atau meningkatnya pembajakan di Asia Tenggara khususnya diperairan Selat

Malaka. Pada abad ke-19, perampokan/ pemerusakan telah menjadi endemik di

banyak dunia Melayu, sebagian besar ini adalah penting kerena dinamika politik,

dengan peperangan antar suku dan membangun kekaisaran di nusantara.

Perompakan adalah salah satu masalah yang tidak pernah habis selama periode

kolonial.5

4

S.Y Pailah, Tantangan dan perubahan maritime, h. 4.

5 L. Wright, “Piracy in the Southeast Asian Archipelago”, dalam buku, Peter Chalk,

(17)

Dalam Kongres AS (April 2004) Panglima Komando Armada Pasifik,

Laksamana Thomas Fargo manguraikan rencana untuk mengerahkan pasukan

marinir dan armada kapal berkecepatan tinggi di Selat Malaka. Hal ini murni

merupakan prakarsa Washington dalam rangka memerangi terorisme di Asia

Tenggara. Inisiatif keamanan laut regional merupakan prakarsa yang

dipergunakan oleh militer AS dalam memerangi ancaman transnasional seperti

proliferasi nuklir, terorisme, lalulintas perdagangan manusia dan obat-obatan

terlarang serta pembajakan.6

Inisiatif AS untuk turut memelihara dan menjaga keamanan Selat Malaka

dari ancaman teroris adalah positif, tetapi inisiatif itu sangat sepihak. Sebenarnya

apabila AS memahami kultur dan budaya pimpinan di Asia Tenggara, AS dapat

mengutarakan dengan bijaksana. Inisiatif AS yang tampak sepihak tidak dapat di

salahkan kerena keinginan AS untuk memerangi terorisme termasuk di perairan

Selat Malaka, juga di dasari faktor Psikologis.7 Dalam hal ini, AS melihat Selat

Malaka sebagai salah satu wilayah yang menjadi tempat tumbuhnya terorisme.8

Selain AS, Jepang juga menyatakan sikapnya melalui press secretary

kementrian luar negeri Jepang, Mitsuo Sakaba dengan mengatakan bahwa Jepang

akan berpartisipasi dalam keamanan laut dengan pemertintah Indonesia, Malaysia

dan Singapura. Perspektif Jepang sesungguhnya ingin menjadikan Selat Malaka

sebagai urusan internasional bagi negara pantai dan negara pengguna selat. Akan

tetapi, pandangan ini di tentang oleh Indonesia dan Malaysia yang belum

Canberra: strategic and defence studies centre research school of pacific and Asian studies the Australian national University, 1997, h. 23.

6

Edhi Nuswantoro, Pengelolaan keamanan Selat Malaka, h. 3.

7

Peristiwa 11 September yang menghantam New york dan Washington telah mengubah perspectif AS terhadap terorisme secara signifikan.

8Huala Adolf, “

(18)

sepenuhnya menjadi anggota kerjasama pengamanan laut di Selat Malaka yang di

prakarsai oleh Jepang walaupun disetujui oleh Singapura serta negara pengguna

selat lainya.9

Berdasarkan fakta yang ada, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent

Sondakh menyatakan penolakannya atas rencana kehadiran armada kapal perang

Amerika. KASAL menegaskan bahwa penegakan kedaulatan di wilayah perairan

Selat Malaka merupakan tanggung jawab bersama negara pantai, yakni Indonesia,

Malaysia dan Singapura.10

Pasal 2 ayat 2 konvensi 1982 menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara

pantai meliputi ruang udara diatas serta dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.

Dalam pelaksanaan kedaulatanya negara pantai mempunyai beberapa macam

wewenang yang diatur oleh pasal 25 konvensi 1982.11 Oleh karena itu, tidak

perlu melibatkan pihak asing untuk menjaga keamanan wilayah perairan Selat

Malaka dari serangan perompak dan ancaman yang ditujukan oleh para pengguna

Selat Malaka. Akan tetapi, kerjasama keamanan antara negara pantai Indonesia,

Malaysia Dan Singapura dalam upaya mengamankan Selat Malaka dengan

menciptakan patroli terkoordinasi negara pantai Salat Malaka.

9

Yan Santosa EP, dalam Koran Harian Republika. 23 Juni 2004

10

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era Dinamika Global., h. 347. Dengan diadakannya perundingan Indonesia dengan Malaysia pada tanggal 17 febuari 1970, ditandatanganilah perjanjian garis batas laut wilayah antara dua negara yang dilanjutkan menjadi UU RI No. 2 tahun 1971 dan sebagi akibat dari perjanjian garis batas laut wilayah masing-masing negara yang lebarnya 12 mil , ilah bahwa pada bagian-bagian tertentu dari laut yang merupakan laut bebas sekarang telah menjadi laut-laut wilayah Indonesia dan Malaysia. Ini berarti bahwa di bagian-bagian laut yang telah menjadi laut wilayah ini akan berlaku kedaulatan negara-negara pantai yaitu Indonesia dan Malaysia.

11

(19)

B. Rumusan Masalah

Ancaman maritim regional Selat Malaka telah berkembang menjadi

kegiatan sindikat internasional serta dilakukan secara rapi dan terkoordinir.

Masalah ini telah menjadi masalah maritim yang perlu ditangani secara serius

seperti masalah pembajakan yang semakin meningkat di perairan Selat Malaka.

Dalam menangani masalah pembajakan di perairan Selat Malaka tidak bisa hanya

diselesaikan oleh satu pihak negara saja. Akan terapi harus bekerja sama dalam

mengamankan selat malaka, terutama bagi tiga negara pantai tersebut Indonesia,

Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahannya yaitu,

Bagaimana upaya yang dilakukan tiga negara pantai Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam mengamankan Selat Malaka dari tindak kejahatan pembajakan di laut?

C. Tinjauan Pustaka

Keamanan di Selat Malaka terutama masalah penyerangan bajak laut yang

terjadi di Selat Malaka telah menjadi topik pembahasan baik di tingkat

pemerintah, pengambil kebijakan politik, praktisi militer maupun akademis

masing-masing pandangan memiliki terminologi yang berbeda berdasarkan

presepsi dan penempatan sebagai isu keamanan. Adapun penelitian sebelumnya

yang menjadi acuan penulis dalam penulisan skripsi ini, yang berkaitan dengan

keamanan Selat Malaka dan pembajakan di selat tersebut yaitu:

1. Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, Bumi Aksara, Jakarta, April 2010.

Sub bab, Masalah Pengamanan Pelayaran Di Selat Malaka-Singapura.

(20)

dilakukan oleh negara pantai Selat Malaka adalah keamanan yang

semakin memburuk di selat tersebut. Melalui Cooperation On

Cooperation against piracy and other theats to maritime security di

Pnom Penh, menghasilkan suatu kesimpulan bahwa untuk dalam

membasmi pembajakan perlunya kerjasama maritime bilateral maupun

multilateral yang di tingkatkan dan latihan militer bersama. Akan tetapi

kelemahan dari latihan militer bersama yang lebih banyak di rugikan

adalah Indonesia karena lebih banyak melakukan latihan di daerah

perairan Indonesia yang notabennya banyak terjadi pembajakan.

2. S. Y pailah, “Tantangan dan Perubahan Maritime (Konflik Perbatasan di Wilayah Perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia)”, Klub Studi

Perbatasan, Manado, 2007. Dalam buku ini di jelaskan bahwa dengan

situasi Selat Malaka yang rawan terhadap pembajakan, bayak negara

besar seperti AS dan jepang yang ingin memberikan bantuan berupa

pasukan militernya yang langsung terjun ke selat tersebut. Jika pasukan

asing seperti AS terlibat langsung dalam penanganan Selat Malaka akan

mengganggu kedaulatan negara pantai oleh kerena itu cukup negara

pantailah Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang mengamankan Selat

Malaka tersebut, tanpa pasukan asing dengan kepentingan yang berbeda.

3. Jusuf Dharma Senoputro, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita

Indonesia, Jakarta 2005. “Pengelolaaan Bersama Keamanan Di Wilayah

Perairan Selat Malaka (Studi Kasus Masalah Perompakan Di Perairan

(21)

Tesis ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Tesis ini

menghasilkan fokus pembahasan mengenai permasalahan tindak

pembajakan di perairan Selat Malaka, yang menghasilkan kerjasama

keamanan antara negara-negara pantai Selat Malaka Indonesia,

Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam patroli terkoordinasi.

Kerjasama ini sebelumnya juga sudah terbentuk akan tetapi hanya

tingkat bilateral dan berkembang menjadi trilateral. Patroli terkoordiansi

tiga negara pantai Selat Malaka ini dapat menurunkan tingkat tindak

kejahatan pembajakan yang terjadi di Selat Malaka selama periode

2003-2004.

3. Steven Yohanes Pailah, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita

Indonesia, Jakarta 2008. “Pengelolaan Isu-Isu Keamanan Di Selat Malaka Periode 2005-2006”. Tesis ini menggunakan metode penelitian

deskriptif. Dalam pembahasan di tesis ini memfokuskan isu-isu

keamanan yang ada pada Selat Malaka, seperti internasionalisasi Selat

Malaka oleh pihak asing, pembajakan sehingga dapat mengancam

negara-negara pantai Selat Malaka, ancaman yang ada di Selat Malaka

juga membuat ASEAN gerah sehingga menghasilkan persetujuan dalam

seminar ASEAN-Japan yaitu: Regional Cooperation Agreement On

Combating anti Armed Robbery Against Ship and Piracy in Asia

(ReCAAP). Pada bulan September 2006 di Kuala Lumpur. Akan tetapi di

tolak Indonesia, Malaysia dan China. Ancama yang terjadi di Selat

(22)

keamanan yang berangotakan negara-negera pantai, untuk mengatasi

isu-isu keamanan yang terjadi di Selat Malaka periode 2005-2006.

Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

adalah:

a. Dalam penelitian ini terdapat, keuntungan, kelemahan, hambatan, dan

keberhasilan dari terselenggaranya patroli terkoordinasi tiga negara

Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

b. Rentan waktu yang digunakan dalam penelitian ini sampai pada tahun

2009 dengan melajutkan penelitian yang sudah ada, dan pada tahun ini

pun terjadi penurunan tindak kejahatan pembajakan di perairan Selat

Malaka.

D. Kerangka Teori

Teori adalah upaya memberi makna pada fenomena yang terjadi.

Pernyataan yang disebut teori itu berwujud sekumpulan generalisasi dan karena

generalisasi itu terdapat konsep-konsep, bisa juga diartikan bahwa teori adalah

pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis. Pada dasarnya teori

berfungsi membantu kita mengorganisasikan dan menata fakta-fakta yang kita

teliti.12

Teori yang dipergunakan adalah teori Grey-area phenomena (GAP), teori

ini digunakan untuk menjelaskan penomena bajak laut yang terjadi di perairan

Selat Malaka, terutama ketika akhirnya bajak laut mendapat perhatian khusus dari

pembuat kebijakan dikawasan, yang kemudian timbul gagasan menjaga keamanan

12Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi, Jakarta: PT Pustaka

(23)

bersama perairan Selat Malaka. Peter Chalk menyebutkan bahwa GAP dapat

diartikan sebagai ancaman terhadap suatu negara berdaulat, ancaman ini muncul

dari aktor non-negara dan timbul dari luar proses yang berkaitan dengan struktur

pemerintahan.13 GAP bukanlah pemikiran yang baru, GAP merupakan bagian dari

spektrum keamanan namun biasanya di tempatkan pada posisi yang rendah dalam

pembahasan keamanan, dan pada dasarnya sangat membahayakan keamanan dan

tentunya mengganggu kedaulatan suatu negara.

GAP kadang disertai dengan kekerasan, bila penggunaan kekerasan cukup

menonjol dimana biasanya GAP tersebut terorganisir. Motif utama yang melatar

belakanginya adalah politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekaligus. GAP

dengan karakter seperti ini muncul dalam bentuk kejahatan transnasional

terorganisir.14 Dapat dikatakan seperti terorisme maritim, perdagangan obat bius,

perdagangan manusia, dan bajak laut. Akan tetapi pembajakan yang terjadi di laut

tidak selalu terjadi secara terorganisir, namun terdapat peningkatan dalam kasus

yang mengindikasikan keterlibatan organisasi kejahatan transnasional.

GAP menantang kemampuan negara untuk menjamin penegakan hukum di

teritorinya dan keamanan tatanan sosial, terutama keamanan terhadap individu

warga negara. GAP berbeda dengan dangan ancaman konvensional, seperti agresi

eksternal yang lawannya jelas. Di sebukan bahwa, karakter GAP menyebabkan

terjadinya pengabaian terhadap keberadaan isu GAP dan dampak yang di

akibatkannya. Negara baru akan memberikan perhatian terutama dalam bentuk

kebijakan apabila pengaruh GAP besar atau pada tingkat ekstrem telah

13

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Soultheast Asia, Canberra: Strategic and Defence Studies Center Research School of Pasific and Asian Studies The Australian National University, 1997, h 5-7.

14 Philips Jusario Vermonte, “Transnasional Organized Crime: Isu dan P

(24)

menyebabkan krisis.15 Dan perhatian yang diberikan oleh negara adalah kebijakan

untuk mengamankan perairan Selat Malaka dalam masalah ini pembajakan.

Konsep keamanan yang dikemukakan oleh Barry Buzan merupakan

pandangan awal dari pokok permasalahan yang dikemukakan khususnya

keamanan di perairan Selat Malaka. Menurut Barry Buzan, kemananan

merupakan suatu konsep yang relative sifatnya, namun dalam pengertian yang

lebih luas, keamanan dapat diartikan sebagai kemerdekaan atas suatu ancaman

tertentu, dan kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan identitas

kemerdekaan dan integritas fungsional mereka terhadap kekuatan-kekuatan

tertentu yang dianggap musuh. Dasar utama dari keamanan adalah bertahan hidup,

yang dapat mencangkup tradisi dan eksistensi suatu negara.16

Pengertian lain dari keamanan menurut Barry Buzan adalah keamanan

sebagai suatu gagasan yang lebih luas dibandingkan dengan kekuasaan, yang

mempunyai bentuk atau pola yang lebih bermanfaat di dalam melakukan

kerjasama.17 Dalam hal ini patroli terkoordinasi yang dilakukan oleh Indonesia,

Malaysia, dan Singapura adalah suatu kerjasama keamanan regional dalam tingkat

Asia Tenggara. Menurut Barry Buzan, keamanan regional adalah unsur-unsur

yang pada prinsipnya harus ditambahkan di dalam hubungan antar negara, yang

merupakan bentuk persahabatan antar negara.18

Oleh karena itu, keamanan mutlak hanya dapat diperoleh melalui

kooperasi bertingkat (lokal, regional maupun global) dan dalam berbagai dimensi

15

Ibid, h. 19.

16

Barry Buzan, People, State and Fear: The National Security Problem in International Relations, Sussex: Wheatsheaf Book, 1993, h. 93.

17

Ibid, h. 189.

18

(25)

seperti ekonomi, pertahanan dan lingkungan.19 Konsep keamanan tepat digunakan

untuk masalah Selat Malaka, yang tergolong berbahaya kerena adanya

pembajakan. Hal ini membuat Indonesia sebagai negara pantai wajib menjaga

keamanan perairan Selat Malaka, tetapi dalam konsep ini Indonesia tidak dapat

bergerak sendiri, melainkan dengan bekerja sama dalam bidang keamanan oleh

negara-negara pantai seperti Malaysia dan Singapura.

Selat Malaka sebagai suatu wilayah strategis di kawasan Asia Tenggara,

membuat negara-negara yang berada di sepanjang wilayah selat tersebut menjadi

ketergantungan sehingga untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan

mereka (Indonesia, Malaysia, Singapura) dibutuhkan suatu keamanan kolektif

regional (kerjasama keamanan), dimana beban dan tanggung jawab untuk

mempertahankan stabilitas keamanan dapat dipikul bersama-sama oleh

negara-negara kawasan Asia Tenggara agar lebih memadai.

Selain itu, keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut aman dan

bebas dari ancaman berupa pelanggaran terhadap ketentuan hukum nasional dan

internasional yang berlaku di wilayah perairan, serta ancaman terhadap keamanan

negara prilaku subjek hukum di laut yang berpotensial mengancam keamanan

negara atau disintegrasi wilayah negara. Dari perkembangan lingkungan strategis,

baik global, regional maupun nasional, dapat diidentifikasi adanya berbagai

bentuk ancaman, yaitu ancaman potensial yang bersumber dari masalah batas

wilayah perairan yuridiksi nasional, masalah penyalahgunaan alur laut kepulauan

Indonesia, masalah sumber daya alam dan energi, serta ancaman faktual berupa

kegiatan perikanan illegal, penyeludupan, perompakan, pencurian harta karun,

19

(26)

pelanggaran wilayah, pelanggaran imigrasi, penelitian ilmiah tanpa izin, seta

pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan laut.20

Menurut Bernard Kent Sondakh, keamanan laut bukan semata-mata

menegakan hukum di laut. Lebih tegasnya lagi, keamanan laut tidak sama dengan

penegakan hukum di laut, karena keamanan laut mempunyai cangkupan yang luas

dan kompleks. Dalam pandangan TNI AL, keamanan laut mengandung pengertian

bahwa laut aman dan terkendali serta bebas dari empat hal pokok, yaitu: Laut

bebas dari ancaman kekerasan, Laut bebas dari ancaman navigasi, Laut bebas dari

ancaman terhadap sumberdaya laut, dan Laut bebas dari pelanggaran hukum, baik

hukum nasional maupun internasional.21

Konsep cooperative security dapat menjelaskan bentuk kerjasama yang

paling mungkin diterapkan oleh tiga negara pantai di Asia Tenggara Indonesia,

Malaysia dan Singapura, yaitu, untuk menangani bajak laut yang terjadi diperairan

Selat Malaka. Davit Dewitt menyebutkan bahwa, model cooperative security

mengandalkan mekanisme dialog. Model kerjasama cooperative security pertama

kali muncul di kawasan Eropa lewat keberadaan Conference on Security

Cooperation in Europe (CSCE).22

Menurut Muthiah Alagappa, dalam “Asian Security practices (Material and Ideational Influences)”, Konsep cooperative security ini ditandai oleh beberapa karakter. Pertama, pemahaman bahwa ancaman keamanan bersifat luas,

tidak hanya bersifat militer tetapi bisa juga bersifat non-militer. Kedua,

20Uray Asnol Kabri, “

Kerjasama Keamanan Regional ASEAN Ditinjau Dari Perspektif Kepantingan Keamanan Laut Nasional”, Dharma Wiratama, Majalah Resmi Sekolah Staf Dan Komando TNI AL No. DW/112/2001, h. 85.

21

Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh Mengibarkan Bendera Kewajiban, Jakarta: Penerbit Dinas Penerangan Angkatan Laut, 2004, h. 154-155.

22Davit Dewitt, “

(27)

pendekatan bersifat inklusif artinya, cooperative security bersifat fleksibel

terhadap bentuk-bentuk hubungan aliansi, termasuk hubungan-hubungan bilateral

dan perimbangan kekuatan yang sudah ada dalam menciptakan keamanan

regional. Kompetisi dan perbedaan antar negara tetap ada dalam suatu sistem yang

menganut cooperative security, namun kondisi perbedaan tersebut berlangsung

dalam koridor yang telah disepakati oleh semua negara yang berpartisipasi dalam

kerjasama keamanan yang memakai model cooperative security koridor yang

dimaksud disini adalah norma dan proses yang telah disepakati oleh

negara-negara tersebut. Dengan penekanan kepada mekanisme dialog, cooperative

security memungkinkan pembentukan multilateralisme yang bersifat ad hoc,

informal dan proses-proses yang fleksibel sampai kondisi untuk pembentukan

institusi multilateral lebih memungkinkan.23

Pada dasarnya manusia menginginkan keamanan yang bersifat kolektif

(Universal). Hal ini sangat beralasan kerena masing-masing negara pada dasarnya

tidak mampu untuk menanggulangi masalah secara individual, sehingga

diperlukan pengamanan secara bersama-sama. Keamanan kolektif sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu militer, ekonomi, sosial dan lingkungan.24

Kelima faktor seperti: militer, ekonomi, sosial dan lingkungan sangat

mempengaruhi sistem hubungan internasional dengan negara sebagai sentralnya

dan akan menentukan stabilitas sistem internasional. Untuk itu diperlukan suatu

kerjasama dalam bidang keamanan, faktor ancaman dapat memunculkan suatu

bentuk kerjasama antar negara baik dalam bentuk kerjasama bilateral, trilateral,

23

Muthiah Alagappa, “Asian Security practices (Material and Ideational Influences)”,

dalam skripsi Ilham Sani, “Perang Mengatasi Bajak Laut di SLOC I”, Depok: Universitas Indonesia, 1999, h. 35

24

(28)

regional dan sebagainya. Hal ini juga dapat diwujudkan dengan pembentukan

suatu komunitas keamanan di kawasan/wilayah. Menurut Karl Deutsch,

komunitas keamanan (security community) adalah kerjasama transnasional dalam

kawasan yang terdiri atas negara-negara berdaulat yang saling sepakat untuk

memelihara kondisi saling ketergantungan dalam melakukan perubahan secara

damai.25

Menurut Adler, Suatu komunitas itu sendiri dapat di definisikan atas tiga

karakteristik:

1. Anggota suatu komunitas mempunyai persamaan identitas, nilai

dan cara.

2. Suatu komunitas memiliki banyak sisi dan hubungan langsung;

interaksi tidak terjadi secara langsung dan hanya dalam wewenang

khusus dan terpisah, tetapi lebih melalui beberapa pertemuan tatap

muka dan hubungan dalam banyak latar.

3. Komunitas memperlihatkan suatu hubungan timbal balik yang

menyatakan beberapa tingkatan kepentingan dalam jangka waktu

yang lama dan bahkan altruism (altruism dapat dipahami sebagai

rasa kewajiban dan tanggung jawab).26

Dalam ikatan komunitas keamanan, saling menolong menjadi hal

kebiasaan dan identitas dan identitas nasional dinyatakan melalui penggabungan

usaha. Hak untuk menggunakan perubahan kekuatan dari satuan kepada

kebersamaan kedaulatan Negara-negara dan menjadi sah hanya pada ancaman dari

luar atau terhadap anggota komunitas keluar dari norma inti komunitas.

25

Emanuel Adler and Michael Barnett, Security Community, Cambridge: Cambridge University Press 1998, h. 54.

26

(29)

Keseimbangan kekuatan, pencegahan nuklir dan ancaman pembalasan menguasai

berarti dan tugas fungsional, tetapi hanya untuk menjaga komunitas dari orang

luar, komunitas keamanan sebagai sistem keamanan bersama atau bahkan sebagai

organisasi pertahanan militer yang terpadu.

Pada hakekatnya, keamanan suatu wilayah bukanlah semata-mata untuk

kepentingan suatu negara saja, tetapi menyangkut kepentingan semua negara dan

bangsa di dunia terutama di sekitar kawasan, baik untuk kepentingan ekonomi

maupun politik secara global. Untuk itu, menjaga stabilitas keamanan di kawasan

tersebut bukan monopoli satu negara semata, melainkan tanggung jawab bersama.

Dalam kondisi keterbatasan kemampuan masing-masing negara, upaya terpadu

negara kawasan secara sinergi merupakan kebutuhan mendesak yang perlu

diwujudkan.27

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk memudahkan terkumpulnya data-data

yang diperlukan dalam penulisan suatu karya ilmiah. Disamping itu juga bisa

digunakan untuk memudahkan perumusan suatu kesimpulan dan memeriksa

kebenaran pernyataan yang disimpulakan.28

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data yang menjelaskan fakta-fakta yang diperoleh

dalam penelitian. Data diperoleh melalui kajian pustaka atas buku-buku, jurnal

ilmiah, maupun surat kabar, dokumen-dokumen dan melalui media elektronik

seperti internet yang berkaitan dengan “Kerjasama Keamanan Indonesia,

27

Uray Asnol Kabri, Kerjasama Keamanan Regional ASEAN, h. 80-81.

28

(30)

Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat

Malaka Periode 2004-2009”. Melalui studi perpustakaan ini diharapkan dapat dipelajari konsepsi kerjasama keamanan negara pantai dalam menjaga keamanan

wilayah perairan Selat Malaka.

F. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan.

Terdiri atas latar belakang masalah tentang kondisi keamanan wilayah perairan

Selat Malaka, tujuan penulisan, kerangka teori yang berisikan konsep dan

perspektif para ahli mengenai definisi keamanan, metode penelitian yang bersifat

deskriptif dan sistematika penulisan.

Bab II : Permasalahan Bajak Laut Di Selat Malaka

Bab ini menjelaskan definisi dan tipe-tipe tentang bajak laut di Perairan Selat

Malaka,bajak laut sebagai ancaman yang dapat mengganggu aktivitas di Selat

Malaka dan faktor-faktor yang menyebabkan populasi bajak laut di Selat Malaka

meningkat.

Bab III : Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura Sebagai Upaya Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka

Bab ini membahas mengenai kerjasama yang di lakukan oleh tiga negara pantai

indoneisa, Malaysia dan Singapura untuk mengatasi keamanan di Selat Malaka

melalui patroli terkoordinasi, dalam bab ini juga akan dimuat analisis tentang

kerjasama patroli terkoordinasi.

Bab IV : Penutup

(31)

BAB II

Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka

Pada abad ke-17 dan 18, perjalanan di lautan bagi awak dan penumpang

kapal sangatlah berbahaya. Banyak di antara mereka yang meninggal atau sakit di

perjalanan karena lingkungan yang kurang sehat dan terbatasnya bahan makanan.

Keadaan ini memperhitungkan datangnya badai atau topan yang menyebabkan

perjalanan menjadi lebih lama dan menyengsarakan. Tetapi, sekalipun keadaan di

atas merupakan ancaman serius yang ditakutkan, namun ancaman datangnya

bajak lautlah yang ternyata paling ditakuti. Sebab, bajak laut biasanya bertempur

habis-habisan, membunuh semua awak dan semua penumpang kapal untuk

memastikan kemenangan dan keamanan. Kalaupun ada beberapa diantaranya

yang diselamatkan, biasanya adalah mereka yang di anggap berguna oleh para

perompak.29

Ancaman terhadap jalur perdagangan internasional di perairan Asia

Tenggara adalah aksi pembajakan yang berdasarkan ilustrasi dan dokumen sejarah

bahwa ancaman terhadap keamanan itu berasal dari aktor-aktor non-negara atau

ancaman non-konvensional yang bukan merupakan fenomena baru. Perompakan

tercatat menjadi perhatian sejak Abad ke-4 Masehi di laut Cina dan

berangsur-angsur menyebar dan berkembang selama berabad-abad, dan berkembang luas di

laut Mediterania dari abad ke-16 sampai ke-18.

29

Jean-Michel Chalier & Victor Hubinon, “Le Roi Des Sept Mers, Dargaud Editeurs”, dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro, “Pengelolaan Kerjasama Keamanan di Wilayah Perairan

(32)

A. Definisi Bajak Laut

Motif dari para bajak laut untuk melakukan pembajakan di laut dari pada

di darat membuat negara-negara bekerja kerja keras dalam menghadapi mereka.

Pembajakan mewakili perhatian klasik dari hukum internasional, yang secara

tradisional terfokus pada masalah-masalah yang tidak langsung berada dalam

hukum negara-negara. Sejumlah konvensi internasional telah di ratifikasi sejak

abad ke-19 untuk melawan pembajakan di laut lepas dan mencapai puncaknya

pada konvensi Genewa di tahun 1958 yang mengizinkan setiap negara untuk

menangkap para pembajak tanpa mempedulikan kebangsaan pelaku pembajakan

tersebut.30

Keberhasilan konvensi-konvensi ini telah menghasilkan dalam hubungan

internasional, dengan efektifitas penegakan hukum yang tidak terkarakterisasi

agar para pelaku kriminal dapat dikenai tindakan hukum lokal. Pembajakan di

zaman moderen cendrung tidak beroperasi di laut lepas, karena mereka pasti akan

berhadapan langsung dengan kekuatan angkatan laut yang besar dan lebih

menyukai tantangan otoritas kedaulatan negara yang kurang kuat dengan

membajak kapal-kapal di laut territorial sedang berlabuh atau berada di

pelabuhan.

Menurut International Maritime Organization (IMO) piracy atau

pembajakan adalah suatu tindakan dari percobaan pada kapal laut dengan maksud

untuk melakukan pencurian atau kejahatan kepada orang lain dan dengan

percobaan atau dengan kemampuan untuk menggunakan kekuatan/kekerasan

30

Peter Hough, Understanding Global Security, dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro,

(33)

dalam tindakan tersebut.31 Pada dasarnya bajak laut akan membunuh habis

korbannya dengan alasan tidak meninggalkan jejak, jika ada yang selamat

biasanya digunakan untuk budak atau dijual oleh para bajak laut.

Sedangkan menurut prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh

TNI AL, tindak pidana pembajakan didefinisikan sebagai setiap tindakan

kekerasan/perampasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan

memusnahkan terhadap orang lain atau barang, yang dilakukan untuk tujuan

pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal.32

Kualifikasi tindak pidana dan pasal-pasal yang dilanggar:

1. Pembajakan (piracy) melangar pasal 438 KUHP, Pasal 103, pasal

110, pasal 105, pasal 107 UNCLOS 1982

2. Pembajakan di laut (piracy at sea), Melanggar pasal 439 KUHP

3. Pembajakan di pesisir, Melanggar pasal 442 KUHP

4. Pembajakn di sungai, melanggar pasal 441KUHP

5. Nahkoda bekerja sebagai atau menganjurkan melakukan

pembajakan, melanggar pasal 442 KUHP

6. Bekerja sebagai ABK pembajak, Melanggar pasal 443 KUHP

7. Menyerahkan kapal untuk dibajak, melanggar pasal 448 KUHP

8. Penumpang merampas kapal, melanggar pasal 448 KUHP

9. Melarikan kapalnya dan pemilik kapal, melanggar pasal 449

KUHP

31

Graham Gerard Ong-Webb, “Piracy, Maritime Terorism and Securing the Malacca Straits, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2006, h. xii.

32

(34)

10.Tanpa izin pemerintah bekerja sebagai Nahkoda atau ABK kapal

pembajak, melanggar pasal 450 dan 451 KUHP.33

Pembajakan di perairan Asia Tenggara juga semakin berbahaya dan

terorganisir, laporan IMB (International Maritime Bireau) yang berpusat di

London. Direktur IMB Kapten Pottengal Mukun dalam laporan tengah tahunan

biro maritim, mengenai laporan 182 serangan pada semester pertama 2004 turun

22%, dari tahun lalu sebanyak 234 serangan. Berbanding jauh dengan negara

Bangladesh dan India mengalami penurunan besar dengan total 17 kasus

sedangkan sebelumnya 41 kasus. Namun 30 orang terbunuh pada tahun 2004,

dibandingkan dengan 2003 jumlah korban tewas 16 orang. "Pelabuhan Tanjung

Priok dan Balikpapan di Indonesia, Lagos di Nigeria, dan Chennai di India yang

termasuk kedalam kategori pelabuhan dengan jumlah penyerangan yang tinggi",

sedangkan Selat Malaka menghadapi 20 serangan, naik dari tahun lalu dengan 15

serangan.34

Dari laporan IMB di atas masalah pembajakan semakin meningkat apa lagi

di wilayah Asia Tenggara, jika dilihat sejarahnya masalah pembajakan di laut

sudah terjadi sejak manusia mulai mempergunakan kapal bagi kepentingan

kehidupannya melalui laut. Apalagi dengan bermunculannya kerajaan-kerajaan di

sepanjang pantai, penggunaan kapal semakin meningkat, tidak saja untuk

keperluan penangkapan ikan di laut, tetapi juga sudah dijadikan sebagai sarana

transportasi bagi pedagang yang terus meningkat pula juga. Dalam sejarah, sudah

33

Ibid, h. 13.

34

(35)

diketahui bahwa di wilayah Asia Tenggara sejak awal abad Masehi sampai abad

ke-13 Masehi sudah terdapat kerajaan-kerajaan besar maritim besar seperti

kerajaan Funan, Champa, Sriwijaya dan Majapahit. Perkembangan ke-4 kerajaan

itu telah menyebabkan meningkatkan perdagangan Cina ke Selatan (Nanyang)

dengan mempergunakan kapal-kapal layar. Bersamaan dengan itu telah

berkembang pula pembajakan di laut seperti yang di catat oleh Ban Gu (32-29 M)

bahwa pembajakan sudah terjadi sepanjang rute kapal-kapal dagang Cina ke

Srilangka (Yichenghu) Melalui Singapura (Duyuan Go).35 Pada dasarnya para

pembajak itu ada karena melihat dari aktifitas laut yang meningkat, dengan

kapal yang membawa barang komoditif, sehingga terjadi pembajakan pada

kapal-kapal yang akan melakukan transaksi dagang.

Berikut ini diuraikan mengenai sejarah bajak laut di perairan Asia

Tenggara. Perhatian akan ditunjukan pada aksi bajak laut di perairan Asia

Tenggara bagian barat yaitu mulai dari Selat Malaka sampai laut Cina Selatan.

Sebab, kasus bajak laut yang paling terbanyak ada di kawasan ini.

Catatan sejarah paling awal mengenai bajak laut di Asia Tenggara di tulis

oleh Shih Fa-Hsien.36 Shih Fa-Hsien menyebutkan ada bajak Laut di kawasan

Bajak Laut di kawasan Selat Malaka pada sekitar tahun 413-414 Masehi. Berita

mengenai keberaan bajak laut terus ada berabad-abad berikutnya. Berita Chia_tan

yang di tulis akhir abad ke-8 menyebutkan tempat bajak laut secara lebih rinci,

yaitu di sebuah pulau di sebelah barat laut kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-12

dikabarkan keberhasilan satu kerajaan kecil di bawah pengaruh Sriwijaya yang

berhasil memukul mundur serangan bajak laut. Wang Ta-Yuan menulis bahwa

35Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, Jakarta: Bumi Aksaraja, April 2010. h. 97

-98.

36

(36)

bajak laut pada tahun 1330-1340 terdapat di daerah Lung-Ya-Men (sekarang

Keppei Harbor, Singapura) selama sembilan abad ini berita bajak laut terpusat di

sekitar sekitar Selat Malaka dan sekitarnya. Sumber-sumber tersebut juga

menyebutkan mengenai kegiatan-kegiatan para pembajak, seperti mengincar kapal

karam kemudian membajak kapal serta menangkap orang-orang yang berada di

atas kapal tersebut untuk dijual sebagi budak. Tatapi tidak disebutkan asal dari

para bajak laut tersebut apakah mereka dari etnis yang sama atau tidak. Pada

abad-abad berikutnya para pelaku pembajakan merupakan campuran dari berbagai

campuran dari berbagai suku bangsa.37

Pada era perang dingin kegiatan bajak laut relatif rendah jumlahnya,

karena perhatian pada masyarakat terfokus pada persaingan antara blok barat

dengan blok timur dari pada memperhatikan isu keamanan tingkat rendah seperti

bajak laut yang sering kali dianggap sebagai salah satu bentuk kriminalitas biasa,

namun pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an laporan mengenai

serangan bajak laut sangat menonjol.38 Sasaran mereka adalah orang-orang perahu

yang berasal dari Vietnam. Seluruh perahu yang berasal dari Vietnam yang

berlabuh di pantai negara lain diperkirakan berjumlah 500.000 dan separuhnya

diperkirakan pernah mengalami serangan bajak laut selama pelayaran mereka.39

Sekitar akhir tahun 1980-an bajak laut di kawasan Asia Tenggara kembali

mengalami peningkatan, terutama perairan di bagian barat, yaitu Selat Malaka,

37

Adrian B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan laut Selawesi abad XIX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, h. 122-123.

38

Pada masa pendataan mengenai serangan bajak laut sangat kurang sehingga sangat sulit

untuk mengetahui jumlah kasus bajak laut secara tepat. Mark Bruyneel, “Modern day piracy statistic”, www. Tortuga.myweb.nl/archive/modern/figures.htm. di akses pada tanggal 20 Oktober

2010. Pukul 23:30.

39

Ko Tun Hwa, The Control of Piracy and Maritime terrorism, Dalam skripsi Ardiana

(37)

laut Jawa, Selat Singapura, dan Laut Cina Selatan. Bila jaman dahulu sebagian

bajak laut memiliki motif politik dalam melaksanakan pembajakan, bajak laut

modern mayoritas dilandasi oleh motif ekonomi, namun tidak menutup

kemungkinan adanya motif politik seperti kegiatan perompakan kapal dan

penyanderaan awak atau penumpang kapal yang dilakukan oleh gerakan separatis

Moro.40 Peningkatan kasus pembajakan ini terjadi hingga tahun 2004 atas laporan

tahunan IMB.

A.1. Tiga-Tipe Pembajak/ Bajak Laut di Zaman Moderen

Kegiatan bajak laut di zaman moderen ini berbeda dengan kegiatan

bajak laut zaman kerajaan dahulu, saat ini para bajak laut bukan lagi

menangkap awak kapal untuk dijadikan budak. Namun, bukan berarti para

bajak laut tidak berbahaya di zaman moderen ini. Pembajakan dan

perusakan terhadap awak kapal kerap kali terjadi dan teknologi yang

dipergunakan oleh bajak laut juga sudah berkembang.

Menurut Peter Chalk, IMB menggolongkan pembajakan di zaman

moderen dapat dibagi menjadi tiga katagori:41

a. Low level armed robbery (pembajakan bersenjata tingkat rendah)

Kegiatan kelompok pembajak ini berupa pencurian di pelabuhan dan

dermaga aksi bajak laut seperti ini biasa terjadi di

pelabuhan-pelabuhan kecil. Sebab, pengawasan oleh petugas terhadap

40

Pemerintah Indonesia juga menuduh gerakan Aceh merdeka terlibat dalam beberapa kasus pembajakan di dekak di perairan Aceh, bajak laut merampok kapal dan menyandera awak kapal untuk meminta uang tebusan, seperti yang terjadi terhadap kapal MT Tirta Niaga IV pada awal tahun 2000. Namun, para pemilik kapal memilih untuk mengabulkan tuntutan para pembajak, sebab tuntutannya pada umumnya tidak terlalu besar dan pemilik kapal mengingikan agar masalah cepat selesai tanpa harus menghadapi prosedur investigasi resmi yang rumit. Di akses dari, www.iccwbo.org/ccs/imb_piracy/weekly_piracy_report, pada tanggal 20 Oktober 2010, pukul 21:00.

41

(38)

keamanan pelabuhan kurang. Kebanyakan kasus kebanyakan bajak

laut tipe ini terjadi di Indonesia. Chalk mencontohkan 16 dari 17

kasus bajak laut di perairan Jakarta merupakan pembajak model ini,

yaitu serangan terjadi saat kapal sedang berlabuh atau saat kapal

tersebut sedang menuju ke luar perairan tersebut.42 IMB

menyebutkan bahwa serangan bajak laut ini adalah serangan yang

bersifat oportunis yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang

bersenjata pisau dengan menggunakan kapal kecil yang

berkecepatan tinggi. Sasaran perompakan biasanya uang tunai dan

barang-barang berharga. Kerugian yang mereka timbulkan sekitar

5.000 sampai 15.000 dolar AS.43 Bajak laut ini juga bisa disebut

pembajakan kecil-kecilan yang hanya membajak awak kapal

kemudian melarikan diri. Biasanya terjadi ketika kapal yang menjadi

sasaran sedang lego jangkar atau sedang berlabuh di pelabuhan.

b. Medium level armed assault robbery (penyerangan pembajakan

bersenjata tingkat menengah)

Tipe ini merupakan bajak laut yang umumnya terjadi di perairan

Asia Tenggara, yaitu pembajakan di laut lepas atau laut territorial.

Bila berlangsung di selat yang sempit bajak laut seperti ini sangat

mengganggu sistem pelayaran. Sebab ada kemungkinan kapal yang

dibajak akan lepas kendali, terutama saat awak kapalnya diikat,

dikurung atau mungkin dibunuh. Biasanya bajak laut seperti ini

42

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Southeast Asia, h. 24.

43David G. Wiencek, “

(39)

beroperasi secara terorganisir dan tidak jarang beroprasi dari

semacam „kapal induk’. Serangan bajak laut ini seringkali

membahayakan nyawa awak kapal.44

c. Major criminal hijack (kejahatan bajak laut tingkat tinggi)

Tipe bajak laut ini juga dikenal sebagai fenomena „kapal siluman’ atau „phantom ship’. Kegiatan bajak laut ini memiliki modal yang

sangat besar dan jauh lebih terorganisir dengan melibatkan organisasi

kejahatan internasional yang mengerahkan sekelompok orang yang

telah terlatih untuk menggunakan senjata api. Tindakan bajak laut ini

mengikuti pola sendiri.45 Pertama, kapal dikuasai kemudian

muatannya diturunkan kemudian kapal tersebut dicat ulang dan

didaftarkan dengan nama lain dan juga disertai dokumen-dokumen

palsu untuk melakukan pelayaran lagi. Muatan kemudian dijual

kembali di tempat lain dengan pembeli yang telah diatur sebelumnya.

Kerugian material yang ditimbulkan oleh bajak laut jenis ini lebih

besar dari dua tipe sebelumnya, sebab, kapal dan muatannya lenyap

sekaligus, serta ancaman kehilangan nyawa bagi awak kapal dan

penumpangnya lebih besar.

Pada awalnya perairan Asia Tenggara paling rawan terhadap bajak

laut tipe low level armed robbery dan Medium level armed assault

robbery. Dua jenis bajak laut ini termasuk katagori yang sering terjadi di

kawasan Asia Tenggara. Sasaran utama yang diincar oleh bajak laut ini

44

Piracy in Southeast Asia, http://www.angelfire.com/ga3/tropicalguy/piracy- modernday .html, diakses tanggal 05 Juli 2011, pukul 20.00.

(40)

adalah kapal barang dan kapal tanker yang berukuran kecil atau sedang.

Kapal tanker berisikan bahan bakar menjadi sasaran yang digemari bajak

laut sebab bahan bakar mudah dijual.

Secara umum perairan di Asia Tenggara dikenal penuh dengan

serangan bajak laut bahkan secara khusus Indonesia dikenal dengan

kawasan paling mengkhawatirkan. Tahun 2002 ditandai dengan

peningkatan frekuensi serangan bajak laut yang sangat menyolok di

Indonesia, dapat dilihat pada gambar tiga hasil laporan Maritime Institute

of Malaysia (MIMA) Pada bulan Mei 2006. Selat Malaka dan Selat India

adalah kawasan yang rentan terhadap serangan bajak laut. Para bajak laut

ini merampas sebagian kecil atau seluruh muatan kapal yang dibajak,

bahkan tidak jarang para bajak laut rela untuk membunuh awak kapal yang

dibajak.46 (lihat Tabel 1)

Tabel 1. Piracy Incident in Indonesia, Malaysia, Singapore and

Straits of Malacca

Tahun

Lokasi 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Indonesia 119 91 108 121 94 97

Malaysia 21 9 14 5 9 3

Singapura 5 7 6 2 8 7

Selat Malaka 76 17 16 28 38 12

ICC Internasional Maritime Beureau, Piracy and Armed Robbery Againts Ships, Annual Report 1 January 200547

46 Ralf Emmers and Leonard C. Sebastian, “Terrorism and Transnational Crime in

Soultheast Asia International Relations”, dikutip oleh Donald E. Weatherbee, Internasional Relations in Soultheast Asia: the Struggle for Autonomy, dalam bambang cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: (teropong Terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. h. 226.

47

Sumber: http//:www.mima.online, “Indonesia’s Efforts in Combating Piracy and

(41)

Pada tahun 2007, menurut IMO, jumlah pembajakan mengalami

pengurangan menjadi sejumlah 12 pembajakan barsenjata/armed robbery

dengan jumlah paling banyak terjadi pada kuartal kedua sebesar enam

pembajakan bersenjata/ armed robbery. (lihat tabel 2)

Tabel 2. Perompakan & Pembajakan di Selat Malaka Tahun 2007 (Versi International Maritime Organization)

No. Waktu Nama Kapal Jenis

1 21/01/2007 SINAR MERAK Piracy/ Armed Robbery 2 22/01/2007 ARENDAL Piracy/ Armed Robbery 3 28/03/2007 HEINRICH OLDENDORFF Piracy/ Armed Robbery

4 25/05/2007 ECHIGO MARU Piracy/ Armed Robbery

5 29/04/2007 SHOKO MARU Piracy/ Armed Robbery

6 10/05/2007 ALAM CEPAT Piracy/ Armed Robbery

7 24/05/2007 KUDAM Piracy/ Armed Robbery

8 13/08/2007 BRANTAS 25 Piracy/ Armed Robbery

9 28/08/2007 MARTHA RUSS Piracy/ Armed Robbery

10 19/10/2007 KOTA TERAJU Piracy/ Armed Robbery 11 01/11/2007 ISLAMABAD Piracy/ Armed Robbery 12 06/11/2007 BOW FERTILITY Piracy/ Armed Robbery (Sumber: Reports on Acts of Piracy And Armed Robbery Against Ships Annual Report

2006, International Maritime Organization, 10 April 2008)

Lalu pada tahun 2008, jumlah pembajakan bersenjata/armed

robbery berkurang drastis menjadi hanya dua pembajakan bersenjata/

armed robbery yang terjadi pada kuartal pertama.( lihat tabel 3)

Tabel 3. Perompakan & Pembajakan di Selat Malaka Tahun 2008 (Versi International Maritime Organization)

No. Waktu Nama Kapal Jenis

1 10/01/2008 LION CITY RIVER Piracy/ Armed Robbery

2 10/02/2008 KASAGISAN Piracy/ Armed Robbery

(42)

Tercatatat beberap contoh kasus pembajakan yang terjadi di

perairan Selat Malaka. Kasus pembajakan 2 kapal milik Jepang yaitu Ten

Yu tahun 1998 dan Alondara Rainbow tahun 1999. Kapal Ten Yu milik

perusahaan Jepang Masumoto bersama 15 awak kapalnya meninggalkan

Kuala Tanjung (Indonesia) pada bulan September 1998 menuju Inchon

Korea dengan membawa sebanyak 3000 ton batang alumunium. Kapal ini

ternyata telah dibajak di perjalanan dan baru ditemukan 3 bulan kemudian

di sungai Yangtse di Cina, tetapi catnya sudah diganti berserta awak

kapalnya. Adapun kapal Rainbow milik perusahaan Imura Lines, yang

juga membawa 7000 ton batang alumuniumdari Kuala Tannjung pada

tanggal 22 Oktober 1999 menuju Fukuoka Jepang. Dua setengah jam

setelah berlayar mereka dibajak pada waktu malam hari oleh para

pembajak yang memnggunakan Speed boat, senjata dan pedang. Kedua

kapal jepang ini dibajak di perairan Asia Tenggara.48

Pada bulan Juli 2003, sebuah upaya pembajakan terjadi 3 kali

berturut-turut di perairan Selat Malaka terhadap kapal tanker milik

Indonesia yang bermuatan LPG/gas, dan kapal tanker bermuatan minyak.

pembajak menembakkan senjata api, namun berhasil digagalkan. Pada

tanggal 26 Maret 2003, terjadi serangan terhadap kapal bernama Dewi

Madrim milik Indonesia.49 Sebuah kapal yang mengangkut bahan kimia

berukuran kecil, di sebelah timur Propinsi Riau. Sekitar 1 orang perompak

bersenjata api dan pisau menaiki kapal tersebut dan memotong jalur

48Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, h. 101.

49

(43)

komunikasi kapal tersebut, dan mengikat para awak kapal. Para pelaku

tersebut kemudian mengambil alih navigasi kapal dan membawa kapal

dengan kecepatan rendah. Setelah beberapa saat para perompak tersebut

meninggalkan kapal dan membawa uang, peralatan dan barang-barang

milik awak kapal. Pada tanggal 8 April 2003, Kapal Trimanggada (cargo)

milik Indonesia dalam perjalanannya di Selat Malaka diapit oleh 3 buah

kapal motor dan dipaksa untuk segera mematikan mesin. Para pelaku

bersenjata api tersebut kemudian menaiki kapal dan menyandera serta

menculik kapten kapal dan 1 orang ABKnya untuk kemudian meminta

uang tebusan kepada pemilik kapal. Pada tanggal 5 Januari 2004, kapal

Tanker Cherry 201 milik Indonesia diserang dan dibajak oleh orang-orang

bersenjata di Selat Malaka. Para pembajak kemudian menyandera 13 anak

buah-kapal. Setelah 1 bulan melakukan negosiasi, para pembajak

kemudian menembak mati 4 ABK, dan sisanya melompat ke laut.50

Angka-angka kejahatan pembajakan di laut yang dicatat oleh IMB

maupun MIMA cukup besar terutama bagi wilayah Indonesia,

ketidakmampuan mengatasi pembajakan terlihat juga dari contoh kasus di

atas hanya beberapa persen saja yang dapat di gagalkan. Sesungguhnya

negara manapun di dunia tidak menghandaki perompakan dan pembajakan

terus berlangsung.

Akan tetapi, menyangkut tanggung jawab keamanan dan

pengelolaan di Selat Malaka, tidak hanya diberi tugas kepada satu negara

saja, seperti Indonesia. Dalam hal ini, Malaysia dan Singapura harus

50

Gambar

Tabel 3. Perompakan & Pembajakan di Selat Malaka Tahun 2008
Gambar 1. Wilayah Perairan Selat Melaka.56

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kedekatan kehidupan masyarakat dengan sungai Enim tentu harus tetap ditingkatkan di masa depan, karena kalau tidak, keadaan sungai Enim akan sama atau lebih parah

 ELEMEN & NODE PADA STRUKTUR  SISTEM KOORDINAT LOKAL & GLOBAL  PRINSIP KEKAKUAN DAN FLEKSIBILITAS.. by Erwin Rommel

Perairan Kep.Nias, Perairan Bengkulu dan P.Enggano, Perairan Lampung, Selat Malaka, Perairan Kep.Anambas, Perairan Kep.Lingga, Perairan Bangka Belitung, Selat

Selat Malaka, Perairan P.Simeulue – Meulaboh, Perairan Kep.Nias – Sibolga, Perairan Padang, Perairan Bengkulu, Perairan Riau, Perairan Kep.Riau dan Kep.Lingga, Selat Bangka,

Selat Malaka bagian Utara, Perairan Lhokseumawe, Laut Jawa bagian Timur, Perairan Masalembu, Selat Makassar bagian Selatan, Perairan Pulau Rote, Laut Sawu, Perairan KupangLaut

Selat Malaka, Perairan Sumatera Barat, Perairan Bengkulu dan P.Enggano, Perairan Lampung, Laut Natuna, Perairan Utara Pangkal Pinang, Selat Bangka, Selat Gelasa, Selat

Sistem informasi geografis visualisasi merek dan desain industri dapat digunakan oleh pemerintah kabupaten Kudus untuk membantu dalam melihat lokasi dan pengelompokkan UMKM

Nilai SST minimum di perairan Selat Malaka terjadi pada bulan February 28,12 o C pada Musim Barat di bagian tenggara perairan Selat Malaka, Rendahnya SST pada