• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Pelepasan Teofilin Dari Membran Nata De Coco Yang Dipanen Dengan Waktu Yang Berbeda Dengan Menggunakan Sistem Penyampaian Obat Secara Terapung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Pelepasan Teofilin Dari Membran Nata De Coco Yang Dipanen Dengan Waktu Yang Berbeda Dengan Menggunakan Sistem Penyampaian Obat Secara Terapung"

Copied!
250
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PELEPASAN TEOFILIN DARI MEMBRAN NATA DE COCO

YANG DIPANEN DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PENYAMPAIAN

OBAT SECARA TERAPUNG

SKRIPSI

OLEH:

PIANTA GINTING

NIM 050814029

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI PELEPASAN TEOFILIN DARI MEMBRAN NATA DE COCO

YANG DIPANEN DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PENYAMPAIAN

OBAT SECARA TERAPUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

PIANTA GINTING

NIM 050814029

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

UJI PELEPASAN TEOFILIN DARI MEMBRAN NATA DE COCO

YANG DIPANEN DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PENYAMPAIAN

OBAT SECARA TERAPUNG

OLEH:

PIANTA GINTING

NIM 050814029

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: Juni 2010

Pembimbing I,

Panitia Penguji,

Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.

NIP 195409091982011001

NIP 195201171980031002

Drs. Syafruddin, MS., Apt.

Pembimbing II, NIP 194811111976031003

Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. Dr. Karsono, Apt.

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.

NIP 195503121983032001

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya oleh karena

berkat dan kasih karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menjalani masa

perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ayahanda Djasa Ginting dan Ibunda Mardiana Br Sinuraya, kakak dan adik

tercinta (Desi, Iswan dan Linda), yang telah sabar dan setia memberikan

dukungan, doa, semangat, dan materil selama perkuliahan hingga penyelesaian

skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Bapak Dr. Karsono, Apt dan Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt selaku

dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dari

awal penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini, khususnya Dr.

Karsono, Apt yang juga sebagai penasehat akedemik penulis yang telah

memberikan motivasi dan bimbingan selama perkuliahan.

2.

Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi

yang telah meyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas

Farmasi.

3. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Drs. Syafruddin, MS., Apt , Dra. Azizah

Nasution, M.Sc., Apt., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran

demi kelengkapan skripsi ini.

(5)

5.

Bapak kepala Laboratorium Teknologi Formulasi Tablet dan Laboratorium

Kimia Farmasi Kuantitatif beserta staf dan asisten yang telah memberikan

fasilitas dan kemudahan kepada penulis selama penelitian.

6.

Pak Aman ( Lembaga Penelitian FMIPA USU) yang membantu penulis dalam

mengeringkan

Nata de Coco

yang digunakan sebagai membran selama

penelitian.

7.

Ibu Sitepu yang membantu peneliti dalam memperoleh

Nata de Coco

dengan

waktu panen yang berbeda.

8.

Rekan-rekan mahasiswa/i Fakultas Farmasi yang tidak bisa saya sebut satu

persatu atas dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, Juni 2010

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Telah diteliti pengaruh waktu panen

Nata de coco

yang berbeda terhadap

pelepasan teofilin dalam bentuk sediaan

sachet

. Sediaan

sachet

dibuat dengan

menggunakan

Nata de coco

yang dikeringkan dengan mengunakan

freeze dryer

kemudian dibentuk seperti

sachet

dan di dalamnya diisikan teofilin serbuk

sebanyak 200 mg.

Pelepasan teofilin dari sediaan bentuk

sachet

ditentukan dengan metode

dayung dengan kecepatan 100 rpm. Uji disolusi dilakukan pada medium pH ± 1,2

dan medium pH ± 6,8 dengan volume 900 ml. Temperatur medium diatur 37 ±

0,5

o

C dan diuji dengan cara disolusi terapung.

(7)

ABSTRACT

The influence from different harvest time of Nata de coco to the release of

the teofilin from sachet material has been studied. The sachet material is made by

using dry nata de coco which dried with Freeze dryer and then formed as a sachet

and filled teofilin vines to the inside as much 200 mg.

The release of teofilin from the sachet material is determined by using the

pedal method with 100 rpm rate. Dissolution test was done in the medium of pH

1.2 and pH 6.8 and volume 900 ml. The medium temperature is adjusted to 37 ±

0.5

o

C with floating disolution method.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ……… iii

KATA PENGANTAR ……… iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Bahan ... 5

2.1.1 Teofilin ... 5

2.2 Uraian Nata de coco ... 6

2.2.1 Defenisi Nata de coco ... 6

2.2.2 Cara Bakteri Acetobacter Xylinum Membentuk

Nata de coco ... 6

(9)

2.3 Uji Disolusi ... 8

2.3.1 Defenisi ... 8

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju

Disolusi ... 8

2.4 Sediaan Dengan Pelepasan Terkontrol ... 10

2.4.1 Kebaikan dan Keburukan Sediaan Pelepasan

Terkontrol ... 11

2.5 Sistem Pelepasan Obat ... 12

2.6 Floating Drug Delivery System ... 13

2.6.1 Klasifikasi Floating Drug Delivery System ... 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Alat ... 16

3.2 Bahan ... 16

3.3 Prosedur Penelitian ... 16

3.3.1 Pembuatan Pereaksi ... 16

3.3.1.1 Natrium Hidroksida 0,1 N ... 16

3.3.1.2 Natrium Hidroksida 0,2 N ... 17

3.3.1.3 Air Bebas Karbondioksida ... 17

3.3.1.4 Medium Cairan Lambung Buatan pH 1,2 ... 17

3.3.1.5 Medium Cairan Usus Buatan pH 6,8 ... 17

3.3.2 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva

Kalibrasi Teofilin Dalam Medium Cairan

Lambung Buatan pH 1,2 ... 17

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Medium

pH 1,2 ... 17

(10)

3.3.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Teofilin Medium

pH 1,2 ... 18

3.3.3 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva

Kalibrasi Teofilin Dalam Medium Cairan

Usus Buatan pH 6,8 ... 18

3.3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Medium

pH 6,8 ... 18

3.3.3.2 Pembuatan Kurva Serapan Teofilin

Medium 6,8 ... 18

3.3.3.3

Pembuatan Kurva Kalibrasi Teofilin Medium

pH 6,8 ... 18

3.3.4 Pengeringan Membran Nata de coco

Menggunakan Freeze Dryer ... 19

3.3.5 Pembuatan Sediaan ... 19

3.3.6 Uji Disolusi ... 20

3.3.6.1 Parameter Uji Disolusi ... 20

3.3.6.2 Prosedur Uji Disolusi ... 20

3.3.7 Pengamatan Membran Nata de coco

Secara Mikroskopik ... 20

3.3.8 Penetapan Kadar Bahan Baku Teofilin

PT. Indofarma Secara Titrimetri ... 21

3.3.9 Pembakuan NaOH 0,1 N ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1

Hasil Penentuan Kurva Serapan dan Kurva

Kalibrasi Teofilin Baku PT. Indofarma

Dalam Pelarut Cairan Lambung Buatan pH 1,2 ... 22

4.2 Hasil Penentuan Kurva Serapan dan Kurva

Kalibrasi Teofilin Baku PT. Indofarma

Dalam Pelarut Cairan Usus Buatan pH 6,8 ... 25

(11)

4.4 Hasil Pengamatan Mikroskopik Dari

Membran Nata de coco ... 29

4.5 Uji Disolusi Teofilin ... 31

4.5.1 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Tanpa Menggunakan

Lobang ... 31

4.5.1.1 Disolusi Pada Medium pH 1,2 ... 31

4.5.1.2 Disolusi Pada Medium pH 6,8 ... 36

4.5.2 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Dengan Menggunakan

1 Lobang ... 41

4.5.2.1 Disolusi Pada Medium pH 1,2 ... 41

4.5.2.2 Disolusi Pada Medium pH 6,8 ... 47

4.6 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Tanpa Menggunakan

Lobang dan Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 51

4.6.1 Pada Medium Lambung Buatan pH 1,2 ... 51

4.6.2 Pada Medium Usus Buatan pH 6,8 ... 54

4.7 Sistem Pelepasan Obat ... 56

4.7.1 Sistem Pelepasan Obat Dalam

Medium pH 1,2 ... 59

4.7.1.1 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Tanpa Menggunakan

Lobang ... 59

(12)

4.7.2 Sistem Pelepasan Obat Dalam

Medium pH 6,8 ... 69

4.7.2.1 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Tanpa Menggunakan

Lobang ... 69

4.7.2.2 Uji Disolusi Teofilin Melalui Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan

Waktu Yang Berbeda Dengan Menggunakan

1 Lobang ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 82

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.

Formula Sediaan Dengan Menggunakan Nata

de coco Yang Dipanen Dengan Waktu Yang

Berbeda Tanpa Lobang dan Dengan Menggunakan

1 Lobang ……….. 19

Tabel 2.

Data Penyusutan Berat Nata de coco Yang Dipanen

Dengan Waktu Yang Berbeda ………. 28

Tabel 3.

Waktu Pelepasan 50 % Teofilin Dari Dalam

Membran Nata de coco Kering Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan

Dengan Membran Nata de coco Yang Dipanen

Dengan Waktu Yang Berbeda ... 36

Tabel 4

Waktu Pelepasan 50 % Teofilin Dari Dalam

Membran Nata de coco Kering Dalam Medium

Usus Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan

Dengan Membran Nata de coco Yang Dipanen

Dengan Waktu Yang Berbeda ... 41

Tabel 5.

Waktu Pelepasan 50 % Teofilin Dari Dalam

Membran Nata de coco Kering Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan

Dengan Membran Nata de coco Yang Dipanen

Dengan Waktu Yang Berbeda Dengan

Menggunakan 1 Lobang ... 46

Tabel 6.

Waktu Pelepasan 50 % Teofilin Dari Dalam

Membran Nata de coco Kering Dalam Medium

Usus Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan

Dengan Membran Nata de coco Yang Dipanen

Dengan Waktu Yang Berbeda Dengan

Menggunakan 1 Lobang ... 51

Tabel 7.

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 63

Tabel 8.

Hubungan Logaritma % Teofilin Yang Terlepas

(14)

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 63

Tabel 9.

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 63

Tabel 10

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 68

Tabel 11

Hubungan Logaritma % Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 68

Tabel 12.

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 68

Tabel 13

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 73

Tabel 14

Hubungan Logaritma % Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 73

Tabel 15

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 73

Tabel 16

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus

(15)

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 78

Tabel 17

Hubungan Logaritma % Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 78

Tabel 18

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan waktu Yang

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1

Profil Obat Dalam Darah Versus Waktu ………. 11

Gambar 2

Sediaan Oral dan Prinsip Kerja Dari FDDS ... 14

Gambar 3

Pelepasan Dengan Sistem Hidrokolid ... 15

Gambar 4

Kurva Serapan Teofilin Baku Dalam Cairan

Lambung Buatan pH 1,2 Pada Panjang Gelombang

270 nm ... 22

Gambar 5

Kurva Kalibrasi Teofilin Baku Dalam Cairan

Lambung Buatan pH 1,2 Pada Panjang Gelombang

270 nm ... 24

Gambar 6

Kurva Serapan Teofilin Baku Dalam Cairan

Usus Buatan pH 6,8 Pada Panjang Gelombang

271,5 nm ... 26

Gambar 7

Kurva Kalibrasi Teofilin Baku Dalam Cairan

Usus Buatan pH 6,8 Pada Panjang Gelombang

271,5 nm ... 27

Gambar 8

Hasil Pengamatan Mikroskopik Dari Membran

Nata de coco kering ... 29

Gambar 9

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

(FA,FB,FC + Serbuk) ... 32

Gambar 10

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

(FA,FB,FC) ... 35

Gambar 11

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

(17)

Gambar 12

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

(FA,FB,FC) ... 39

Gambar 13

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang

(FD,FE,FF + Serbuk) ... 42

Gambar 14

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang

(FD,FE,FF) ... 44

Gambar 15

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang

(FD,FE,FF + Serbuk) ... 49

Gambar 16

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang

(FD,FE,FF) ... 50

Gambar 17

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Lambung

Buatan pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

Dan Dengan Menggunakan 1 Lobang

(FA,FB,FC,FD,FE,FF) ... 53

Gambar 18

Uji Disolusi Teofilin Dalam Medium Usus

Buatan pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran

Nata de coco Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang

Dan Dengan Menggunakan 1 Lobang

(18)

Gambar 20

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Lambung Buatan

pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 60

Gambar 21

Hubungan Logaritma % Kumulatif Teofilin

Yang Terlepas Dengan Waktu Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2 dari Formula

Dengan Membran Nata de coco Kering

Yang Dipanen Dengan Waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 61

Gambar 22

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Lambung Buatan

pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 62

Gambar 23

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Lambung Buatan

pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 65

Gambar 24

Hubungan Logaritma % Kumulatif Teofilin

Yang Terlepas Dengan Waktu Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2 dari Formula

Dengan Membran Nata de coco Kering

Yang Dipanen Dengan Waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 66

Gambar 25

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Lambung Buatan

pH 1,2 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 67

Gambar 26

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus Buatan

pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 70

Gambar 27

Hubungan Logaritma % Kumulatif Teofilin

Yang Terlepas Dengan Waktu Dalam Medium

Usus Buatan pH 1,2 dari Formula

(19)

Yang Dipanen Dengan Waktu Yang

Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 71

Gambar 28

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Usus Buatan

pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Tanpa Menggunakan Lobang ... 72

Gambar 29

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Waktu Dalam Medium Usus Buatan

pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 75

Gambar 30

Hubungan Logaritma % Kumulatif Teofilin

Yang Terlepas Dengan Waktu Dalam Medium

Usus Buatan pH 6,8 dari Formula

Dengan Membran Nata de coco Kering

Yang Dipanen Dengan Waktu Yang

Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 76

Gambar 31

Hubungan % Kumulatif Teofilin Yang Terlepas

Dengan Akar Waktu Dalam Medium Usus Buatan

pH 6,8 Dari Formula Dengan Membran Nata

de coco Kering Yang Dipanen Dengan Waktu

Yang Berbeda Dengan Menggunakan 1 Lobang ... 77

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

Hasil Pembakuan NaOH Dengan Menggunakan

Kalium Biftalat ……… 83

Lampiran 2

Hasil Penetapan Kadar Bahan Baku Teofilin

PT. Indofarma Secara Titrimetri Beserta

Analisis Data Secara Statistik ... 84

Lampiran 3

Perhitungan Persamaan garis Regresi Dari Kurva

Kalibrasi Teofilin Pada Panjang Gelombang

270 nm Dalam Medium Lambung Buatan

pH 1,2 ... 86

Lampiran 4

Perhitungan Persamaan garis Regresi Dari Kurva

Kalibrasi Teofilin Pada Panjang Gelombang

271,5 nm Dalam Medium Usus Buatan

pH 6,8 ... 88

Lampiran 5

Contoh Perhitungan % Teofilin Yang Terlarut

Dari Membran Nata de coco Dalam Medium

Lambung Buatan pH 1,2 Pada Interval Waktu

Tertentu ... 90

Lampiran 6

Contoh Perhitungan % Teofilin Yang Terlarut

Dari Membran Nata de coco Dalam Medium

Usus Buatan pH 6,8 Pada Interval Waktu

Tertentu ... 92

Lampiran 7

Contoh perhitungan t

50

... 94

Lampiran 8

Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula A,B,C Dalam

Medium Lambung Buatan pH 1,2 ... 95

Lampiran 9

Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula A,B,C Dalam

Medium Usus Buatan pH 6,8 ... 99

Lampiran 10 Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula D,E,F Dalam

Medium Lambung Buatan pH 1,2 ... 103

Lampiran 11 Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula D,E,F Dalam

(21)

Lampiran 12 Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula A,B,C, D,E,F Dalam

Medium Lambung Buatan pH 1,2 ... 111

Lampiran 13 Analisa Data Statistika Secara SPSS Uji Anava

Dan Duncan Pada Formula A,B,C, D,E,F Dalam

Medium Usus Buatan pH 6,8 ... 118

Lampiran 14 Nata de coco Kering Yang Digunakan Sebagai

Membran Dalam Pengujian ... 124

Lampiran 15 Sertifikat Analisis Bahan Baku Teofilin

Produksi PT. Indofarma Persero Tbk ... 127

(22)

ABSTRAK

Telah diteliti pengaruh waktu panen

Nata de coco

yang berbeda terhadap

pelepasan teofilin dalam bentuk sediaan

sachet

. Sediaan

sachet

dibuat dengan

menggunakan

Nata de coco

yang dikeringkan dengan mengunakan

freeze dryer

kemudian dibentuk seperti

sachet

dan di dalamnya diisikan teofilin serbuk

sebanyak 200 mg.

Pelepasan teofilin dari sediaan bentuk

sachet

ditentukan dengan metode

dayung dengan kecepatan 100 rpm. Uji disolusi dilakukan pada medium pH ± 1,2

dan medium pH ± 6,8 dengan volume 900 ml. Temperatur medium diatur 37 ±

0,5

o

C dan diuji dengan cara disolusi terapung.

(23)

ABSTRACT

The influence from different harvest time of Nata de coco to the release of

the teofilin from sachet material has been studied. The sachet material is made by

using dry nata de coco which dried with Freeze dryer and then formed as a sachet

and filled teofilin vines to the inside as much 200 mg.

The release of teofilin from the sachet material is determined by using the

pedal method with 100 rpm rate. Dissolution test was done in the medium of pH

1.2 and pH 6.8 and volume 900 ml. The medium temperature is adjusted to 37 ±

0.5

o

C with floating disolution method.

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang

farmasi, maka banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Untuk itu dikembangkanlah suatu sediaan sistem pelepasan terkontrol yang dapat

menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata, memberikan durasi obat yang

cukup panjang tetapi tidak membahayakan tubuh dan dapat diterima dengan baik

oleh pasien (Ansel, 1989).

Keuntungan pemberian sediaan pelepasan terkontrol ini antara lain dapat

memperpanjang durasi obat, penggunaannya lebih menyenangkan karena

mengurangi frekuensi pemakaian obat, mengurangi efek toksis, efek samping dan

akumulasi obat karena jumlah obat yang diberikan lebih sedikit bila dibandingkan

dengan total dosis tunggal (Longer, 1990).

(25)

Floating Drug Delivery Systems

atau sistem penyampaian obat dengan cara

terapung. Sistem penyampaian inilah yang diterapkan pada penelitian ini, yaitu

dengan menggunakan

Nata de coco

yang telah dikeringkan sebagai membran

(Longer, 1990 ; Arora,

et al

2005).

Teofilin merupakan bronkodilator per oral yang banyak digunakan

terhadap penyakit asma. Teofilin juga memiliki lingkup terapi yang sempit, yaitu

jarak antara dosis terapi dengan dosis toksis sangat dekat. Waktu paruhnya dalam

plasma 3-7 jam dengan konsentrasi terapi obat 5-10 mcg/ml. Menurut Lachman

(1994) obat yang akan dibuat dalam produk pelepasan terkontrol antara lain harus

mempunyai waktu paruh lebih kecil dari 12 jam dan tidak kurang dari 1 jam,

memiliki indeks terapi yang sempit dan dosisnya tidak lebih dari satu gram. Hal

ini memungkinkan teofilin diformulasi dalam bentuk sediaan pelepasan terkontrol

yaitu memiliki konsentrasi terapi obat yang kecil dan waktu paruh yang

memenuhi persyaratan. Menurut Tjay dan Rahardja (2002) teofilin juga

sebaiknya digunakan sebagai sediaan “

sustained release

” yang akan memberikan

resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur. Selain itu efek toksik

dari teofilin yang mulai terlihat pada kadar 15 mcg/ml dan lebih sering pada kadar

20 mcg/ml juga dapat dihindari, selain efek samping seperti mual, muntah dan

sakit kepala (Sunaryo, 1995).

(26)

terbentuk suatu massa yang kokoh dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter

(Bergonia, 1982)

Selulosa mikroba yang dihasilkan oleh spesies

Acetobacter

ini

menunjukkan karakteristik yang unik yaitu kekuatan mekanik yang tinggi,

kekuatan absorpsi air yang tinggi, dan kemurnian struktur serat (Vandemme and

Baets, 1997). Salah satu sifat yang unik yang lain adalah pertambahan berat yang

cukup besar apabila bentuk keringnya direndam dalam air serta bersifat

biodegradable (Brown,1989).

Pada awal tahun 1980 perusahaan Johnson & Johnson pertama kali

menggunakan selulosa mikroba ini untuk perawatan luka karena kemampuan

absorpsinya. Brown (1989) menyatakan absorptivitas yang tinggi ini

memungkinkan penggunaan selulosa mikroba sebagai perawat luka dan

penghantar obat.

Menurut Rindit (2002) dan Warisno (2004) masa panen

Nata de coco

biasanya dilakukan setelah fermentasi mencapai 7-8 hari dengan penundaan masa

pemanenan bisa ditolerir sampai hari keempat belas. Dengan masa panen seperti

itu biasanya diperoleh

Nata de coco

dengan ketebalan 2-3 cm. Dimana ketebalan

dari

Nata de coco

ini akan bertambah seiring bertambahnya benang-benang

selulosa yang dihasilkan oleh

Acetobacter xylinum.

(27)

1.2

Perumusan Masalah

1.

Apakah

Nata de coco

kering dapat digunakan sebagai membran dalam

bentuk sediaan pelepasan terkontrol ?

2.

Apakah

Nata de coco

yang dipanen dengan waktu yang berbeda dapat

mempengaruhi kecepatan disolusi teofilin ?

1.3

Hipotesis

1.

Nata de coco

kering dapat digunakan sebagai membran dalam bentuk

sediaan pelepasan terkontrol.

2.

Nata de coco

yang di panen dengan waktu berbeda dapat mempengaruhi

kecepatan disolusi teofilin.

1.4

Tujuan Penelitian

1.

Untuk mengetahui apakah

Nata de coco

kering dapat digunakan sebagai

membran dalam bentuk sediaan pelepasan terkontrol.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Teofilin

Rumus Bangun

:

Nama Kimia

: 1,3-dimethylxanthine

Rumus Molekul

: C7H8N4O2

Berat Molekul

: 180,17

Pemerian

: Serbuk hablur, Putih; tidak berbau; rasa pahit;

stabil di

udara.

Kelarutan

: Sukar larut dalam air

Mudah larut dalam air panas

Mudah larut dalam larutan alkali hidroksida

Agak sukar larut dalam etanol, kloroform dan eter

pKa

: 8,6

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat (Ditjen POM, 1995;

Merck and Co, 1983).

(29)

Meningkatnya kadar cAMP dalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim

fosfokinase, antara lain bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator

oleh mastcells (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2 Uraian

Nata de coco

2.2.1 Defenisi

Nata de coco

Nata de coco

adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa

selulosa (

dietary fiber

), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi,

yang melibatkan jasad renik, yang selanjutnya dikenal dengan bibit nata. Bibit

nata de coco sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama

Acetobacter

xylinum

yang merupakan golongan bakteri yang menguntungkan, dimana bakteri

tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia sehingga menghasilkan produk yang

berguna (Rindit, 2002).

2.2.2 Cara Bakteri

Acetobacter xylinum

Membentuk

Nata de coco

Bakteri

Acetobacter xylinum

akan dapat membentuk

Nata de coco

jika

ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan

Karbon

(C) dan

Nitrogen

(N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri

tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun

(mempolimerisasi) zat gula (dalam hal ini glukosa) menjadi ribuan rantai

(homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam air

kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang

akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai

nata (Rindit, 2002).

(30)

Pertumbuhan

Acetobacter xylinum

dipengaruhi oleh beberapa faktor

sebagai berikut :

i.

Nutrisi

Adapun faktor yang mempengaruhi yang berkaitan dengan nutrisi ialah :

-

Sumber Karbon. Dipengaruhi oleh sumber karbon dalam hal ini

adalah senyawa karbohidrat terutama yang termasuk golongan

monosakarida dan disakarida seperti glukosa, sukrosa dan

laktosa, dan yang paling banyak digunakan ialah sukrosa.

-

Sumber Nitrogen. Bisa digunakan dari senyawa organik dan non

organik. Namun yang paling banyak digunakan ialah

ammonium sulfat dan ammonium pospat atau sumber N lain

yang lebih murah seperti urea (Rindit, 2002).

ii.

Derajat Keasaman (pH)

Bakteri

Acetobacter xylinum

tumbuh baik dalam media yang memiliki Ph

3-4. Jika lebih dari 4 atau kurang dari 3 maka bakteri ini akan mengalami

gangguan metabolisme selnya (Warisno, 2004).

iii.

Temperatur

Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri

Acetobacter

xylinum

adalah 28

o

C – 31

o

C. Pada suhu dibawah 28

o

C, pertumbuhan

bakteri akan terhambat. Demikian juga pada suhu diatas 31

o

C bibit nata

akan mengalami kerusakan dan kematian pada suhu ± 40

o

C (Rindit,

2002).

(31)

Bakteri

Acetobacter xylinum

merupakan mikroba aerobik. Dalam

pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya bakteri ini sangat

memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan

mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannyadan bahkan

akan mengalami kematian. Oleh sebab itu pada proses ferrmentasi

Nata de

coco

tidak boleh ditutup rapat (Rindit, 2002).

2.3 Uji Disolusi

2.3.1 Defenisi

Disolusi didefenisikan sebagai proses pemindahan molekul obat dari

bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium. Uji ini dimaksudkan untuk

mengetahui seberapa banyak persentase zak aktif dalam obat yang melarut untuk

kemudian diabsorbsi dan masuk ke dalam molekul peredaran darah dan

memberikan efek terapi (Syukri, 2002).

Pada uji disolusi dapat diketahui partikel-partikel obat akan melepas bahan

obat kedalam larutan dengan kecepatan tertentu. Cepatnya melarut obat akan

menentukan berapa kadar bahan berkhasiat yang terlepas kedalam darah, oleh

karena itu laju disolusi berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari

suatu obat (Lachman, dkk., 1994).

2.3.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Laju Disolusi

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi diklasifikasikan atas tiga

kategori :

(32)

C.

Faktor yang berkaitan dengan uji disolusi dan parameter uji

A. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

-

Kelarutan. Kelarutan obat merupakan faktor utama yang

menentukan laju disolusinya.

-

Bentuk kristal atau amorf. Pada umumnya bentuk amorf lebih

mudah larut dari pada bentuk kristal.

-

Ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel akan memperluas

permukaan. Luas permukaan partikel bertambah menyebabkan laju

disolusi bertambah karena terjadi pertambahan luas permukaan

yang bersentuhan dengan medium disolusi.

B. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

-

Bahan Pembantu. Penggunaan bahan pembantu seperti bahan

pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin dalam formulasi

mungkin akan menghambat atau mempercepat laju disolusi

tergantung dari bahan pembantu yang dipakai.

-

Metode granulasi. Proses granulasi basah umumnya

memperbesar laju disolusi dari obat-obat kurang larut.

-

Daya kompresi. Terdapat perbedaan hubungan antara daya

kompresi tablet dan laju disolusinya. Peningkatan tekanan dapat

meningkatkan atau menurunkan daya disolusi.

C. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

(33)

-

Suhu medium. Berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif.

-

pH medium. Dapat mempengaruhi laju disolusi apabila

kelarutannya tergantung pada pH, maka perubahan pH medium

disolusi akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan pH pada

percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada

lokasi obat disepanjang saluran cerna.

- Metoda. Metoda penentuan laju disolusi yang berbeda dapat

menghasilkan laju disolusi yang sama atau berbeda tergantung

pada metode uji yang digunakan (Syukri, 2002).

2.4 Sediaan dengan pelepasan terkontrol

Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkontrol adalah untuk

mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang disamping memperkecil efek

samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam

plasma (Shargel dan Andrew., 1988).

Istilah pelepasan terkontrol menunjukkan bahwa obat dilepaskan dari

sediaan sesuai dengan yang akan direncanakan dan pelepasannya lebih lambat

dari sediaan konvensiaonal sehingga akan memperpanjang kerja obat (Ansel,

1989).

(34)

Gambar 1. Profil level obat dalam darah versus waktu (Longer, 1990).

sediaan

controlled release

(A);

prolonged release

(B); sediaan konvensional (C)

Suatu produk obat

sustained release

dirancang untuk melepaskan suatu

dosis terapetik awal obat (dosis muatan) yang diikuti oleh suatu pelepasan obat

yang lebih lambat dan konstan. Laju pelepasan dosis penjagaan dirancang

sedemikian agar jumlah obat yang hilang dari tubuh melalui eliminasi diganti

secara konstan. Dengan produk

sustained release

konsentrasi obat dalam plasma

yang konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal (Shargel dan

Andrew, 1988).

Suatu produk obat

prolonged action

dirancang untuk melepaskan obat

secara lambat dan memberi suatu cadangan obat secara terus menerus selama

selang waktu yang panjang. Produk obat

prolonged action

mencegah absorpsi

obat yang sangat cepat, yang dapat mengakibatkan konsentrasi puncak obat dalam

plasma yang sangat tinggi. Sebagaian besar produk

prolonged action

(35)

2.4.1 Kebaikan dan keburukan sediaan pelepasan terkontrol

Keuntungan penggunaan sediaan pelepasan terkontrol adalah :

a.

Memperpanjang aktivitas obat.

b.

Mengurangi frekuensi pemberian obat

c.

Memperbaiki efisiensi pengobatan dan mengurangi fluktuasi kadar obat.

d.

Mencegah/ mengurangi iritasi saluran cerna.

e.

Jumlah obat yang diberikan lebih sedikit dibandingkan jumlah total dosis

berulang.

f.

Penggunaannya lebih menyenangkan bagi pasien.

Keburukan penggunaan sediaan pelepasan terkontrol adalah :

a.

Ada kemungkinan obat gagal dilepas pada kondisi yang tepat sehingga

dapat terjadi kelebihan dosis untuk periode waktu yang lama dan terjadi

efek toksik.

b.

Adanya suatui reaksi samping obat atau keracunan obat, maka

menghilangkan obat dari dalam tubuh menjadi lebih sulit.

c.

Apabila sediaan dosis tunggal cukup besar, maka sediaan pelepasan

terkontrol akan mempunyai ukuran yang cukup besar sehingga sukar

ditelan oleh pasien.

(36)

2.5 Sistem pelepasan obat

Pelepasan obat dari suatu sediaan lebih mudah diramalkan dengan

mengetahui sistem pelepasan obat. Ada 3 macam sistem pelepasan obat yang

umum yaitu pelepasan orde nol, orde satu dan orde Higuchi.

a.

Sistem Pelepasan Orde Nol

Pada sistem orde nol terjadi pelepasan obat dengan kecepatan konstan.

Kecepatan pelepasan tidak tergantung pada konsentrasi. Sistem pelepasan

ini merupakan sistem pelepasan yang ideal untuk sediaan

sustained

release.

b.

Sistem Pelepasan Orde Satu

Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi.

Kecepatan pada waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang

tersisa dalam sediaan pada saat itu.

c.

Sistem Pelepasan Higuchi

(37)

2.6

Floating drug delivery system

Floating drug delivery system

, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada

tahun 1968, merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki

kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk

beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan

perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah

peningkatan

gastric residence time

(GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi

obat dalam plasma (Chawla

et al

, 2003).

Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya

perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah atau floating drug delivery

system (FDDS) atau biasa disebut hydrodynamically balanced system (HBS).

FDDS atau HBS memiliki bulk density yang lebih rendah dari cairan lambung.

FDDS tetap mengapung dalam lambung tanpa mempengaruhi kondisi lambung

dan obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang diinginkan dari sistem

(Anonim, 2003).

2.6.1

Klasifikasi

floating drug delivery system

Klasifikasi

floating drug delivery system

dapat diklasifikasikan menjadi

dua kelompok yaitu:

1.

Effervescent

system

(38)

dihasilkan dari sistem

effervescent

, maka gas akan terperangkan dalam

gelyfiedhydrocolloid

, yang akan mengakibatkan sediaan akan

mengapung, meningkatkan pergerakan sediaan, dan juga

mempertahankan daya mengapungnya (Arora et al, 2005).

Gambar 2. A = sediaan oral dari FDDS B = prinsip kerja dari

FDDS

secara

effervescent

2.

Non-Effervescent system

(39)
(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Dissolution Tester

(Erweka DT), Spektrofotometer Ultra Violet (Shimadzu), Freeze dryer (Edward),

Neraca listrik (Sartorius), Stopwatch, termometer, alat-alat gelas dan alat-alat

laboratorium lainnya.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini selain ditulis lain

merupakan produk dari Merck (p.a) yang digunakan adalah natrium hidroksida,

kalium dihidrogen fosfat, asam klorida (p), natrium klorida, kalium biftalat, perak

nitrat, fenolftalein, air suling (Lab.Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi

USU), Bahan baku Teofilin (PT.Indofarma),

Nata de coco

(diperoleh dari industri

rumah tangga di Kec. Selesai Kab. Langkat)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan pereaksi

3.3.1.1 Natrium hidroksida 0,1 N

(41)

3.3.1.2 Natrium Hidroksida 0,2 N

Ditimbang 8 gram natrium hidroksida kemudian dilarutkan dalam air

bebas karbon dioksida secukupnya hingga 1000 ml.

3.3.1.3 Air bebas karbondioksida (Ditjen POM, 1995)

Dididihkan air suling selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai

dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara.

3.3.1.4 Medium cairan lambung buatan pH 1,2 (Ditjen POM, 1995)

Ditimbang 2 gram natrium klorida kemudian dilarutkan dalam 7 ml asam

klorida pekat dan air suling secukupnya hingga 1000 ml, larutan mempunyai pH

lebih kurang 1,2.

3.3.1.5 Medium cairan usus buatan pH 6,8 (Ditjen POM, 1995)

Ditimbang 6,8 gram kalium dihidrogen pospat kemudian dilarutkan dalam

250 ml air suling, ditambahkan 112 ml natrium hidroksida 0,2 N dan dicukupkan

dengan air suling hingga 1000 ml.

3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi teofilin dalam medium

cairan lambung buatan pH 1,2

3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku medium pH 1,2

Ditimbang 50 mg teofilin baku dan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml,

kemudian dilarutkan dengan cairan lambung buatan pH 1,2 dan dicukupkan

sampai batas tanda, lalu dikocok homogen sehingga diperoleh larutan induk baku

dengan konsentrasi 500 mcg/ml.

3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan teofilin medium pH 1,2

(42)

tanda. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 8 mcg/ml. Serapan larutan

diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

3.3.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin medium pH 1,2

Dipipet larutan induk baku sebanyak 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 dan 0,6 ml.

Dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml kemudian diencerkan dengan medium

cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang

gelombang maksimum dengan cairan lambung buatan pH 1,2 sebagai blanko.

3.3.3 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi teofilin dalam medium

cairan usus buatan pH 6,8

3.3.3.1 Pembuatan larutan induk baku medium pH 6,8

Ditimbang 50 mg teofilin baku dan dimasukkan dalam labu ukur 100 ml,

kemudian dilarutkan dengan cairan usus buatan pH 6,8 dan dicukupkan sampai

batas tanda, lalu dikocok homogen sehingga diperoleh larutan induk baku dengan

konsentrasi 500 mcg/ml.

3.3.3.2 Pembuatan kurva serapan teofilin medium pH 6,8

Dipipet 0,4 ml larutan induk baku dan dimasukkan kedalam labu ukur 25

ml dan ditambahkan dengan medium cairan usus buatan pH 6,8 sampai garis

tanda. Maka diperoleh larutan dengan konsentrasi 8 mcg/ml. Serapan larutan

diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm.

3.3.3.3 Pembuatan kurva kalibrasi teofilin medium pH 6,8

(43)

3.3.4 Pengeringan membran

Nata de coco

menggunakan

Freeze dryer

Dikeringkan menggunakan alat

Freeze dryer

selama 3 hari

.

Dipotong-potong

Nata de coco

berbentuk persegi panjang. Selanjutnya

Nata de coco

kering

ini digunakan dalam pembuatan sediaan.

3.3.5 Pembuatan sediaan

Dipotong

Nata de coco

kering (yang telah di

Freeze dryer

) dengan ukuran

3,5 x 2,2 cm. Dilipat dan direkatkan pinggirannya dengan menggunakan senyawa

poliakrilat (lem alteco) sehingga membentuk suatu

sachet

. Dimasukkan 200 mg

teofilin serbuk didalamnya dan kita rekatkan lagi permukaannya sehingga

semuanya tertutup. Dilakukan uji disolusi terhadap sediaan. Sediaan yang diuji

ini dibuat dalam berbagai formula dimana 3 formula dibuat dengan menggunakan

Nata de coco

yang dipanen dengan waktu yang berbeda tanpa mengunakan lobang

pada dinding sediaan dan 3 formula lagi

Nata de coco

yang dipanen dengan waktu

yang berbeda yang menggunakan 1 lobang. Dimana lobang dibuat dengan

melubangi

Nata de coco

dengan menggunakan paku dengan diameter 0,4 mm.

Adapun formulasi sediaan yang diuji dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Formula sediaan dengan menggunakan

Nata de coco

yang dipanen

dengan waktu yang berbeda tanpa lobang dan dengan menggunakan 1

lobang

No

Formula

Waktu Panen

Nata de coco

(Hari)

Berat Teofilin yang

ditimbang (mg)

Keterangan

1

A

4

200

Tanpa lobang

2

B

6

200

Tanpa lobang

3

C

8

200

Tanpa lobang

4

D

4

200

1 lobang

5

E

6

200

1 lobang

(44)

3.3.6 Uji Disolusi

3.3.6.1 Parameter uji disolusi

Medium disolusi

: 1. Cairan lambung buatan pH 1,2

2. Cairan usus buatan pH 6,8

Kecepatan pengadukan : 100 rpm

Volume medium

: 900 ml

Suhu medium

: 37 ± 0,5

o

C

Metode

: Dayung

3.3.6.2 Prosedur uji disolusi

Sediaan dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah diisi 900 ml

medium disolusi, suhu 37 ± 0,5

o

C dan kecepatan pengadukan 100 rpm. Dipipet

sebanyak 5 ml pada interval waktu yang ditentukan. Dijaga volume medium

didalam wadah dijaga tetap 900 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi

yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas

dari dayung tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM,1995).

Dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan dengan medium sampai

garis tanda. Diukur pada panjang gelombang maksimum medium dengan

menggunakan medium sebagai blanko. Pengujian dilakukan sebanyak enam kali

untuk masing-masing medium.

3.3.7

Pengamatan membran

Nata de coco

secara mikroskopik

(45)

hal yang sama untuk

Nata de coco

kering sebelum direndam dengan medium dan

setelah disolusi.

3.3.8 Penetapan kadar bahan baku teofilin PT Indofarma secara

titrimetri (Ditjen POM, 1979)

Ditimbang 250 mg teofilin, kemudian dilarutkan dalam 100 ml air suling,

ditambahkan 20 ml perak nitrat 0,1 N, kocok. diitrasi dengan natrium hidroksida

0,1 N menggunakan indikator 1 ml larutan merah fenol.

1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 18,02 mg C7H8N4O2

3.3.9 Pembakuan NaOH 0,1 N (Ditjen POM, 1979)

Ditimbang lebih kurang 200 mg kaliumbiftalat yang sebelumnya telah

dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120

o

C selama 2 jam, kemudian dilarutkan

dalam 25 ml air bebas karbondioksida. ditambahkan 2 tetes fenolftalein dan

dititrasi dengan NaOH hingga terjadi warna merah muda yang mantap. Dilakukan

perlakuan yang sama sebanyak tiga kali kemudian dihitung normalitas larutan.

1 ml NaOH 0.1 N setara dengan 20,42 mg kaliumbiftalat

Hasil dapat dilihat pada lampiran 1.

(46)

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penentuan kurva serapan dan kurva kalibrasi teofilin baku (PT.

Indofarma) dalam pelarut cairan lambung buatan pH 1,2

Teofilin memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 270 nm

dengan (A

11 = 536 a) dalam pelarut asam (Moffat, 2004). Oleh karena itu teofilin

secara in vitro dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet

(gambar 1).

Gambar 4. Kurva serapan teofilin baku (PT. Indofarma) dalam cairan lambung

buatan pH 1,2 pada panjang gelombang 270 nm.

(47)

Hasil penentuan kurva serapan teofilin baku (PT. Indofarma) dengan konsentrasi 8

mcg/ml dengan cairan lambung buatan pH 1,2 sebagai blanko dapat dilihat di

bawah ini :

Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Farmakope Indonesia edisi IV yang

menyatakan bahwa suatu penetapan atau pengujian mengenai panjang gelombang

serapan maksimum mengandung implikasi bahwa maksimum tersebut tepat pada

atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan.

Dalam penelitian ini baku pembanding Farmakope Indonesia untuk

teofilin tidak didapatkan dari Balai POM, maka yang digunakan sebagai bahan

baku pembanding adalah teofilin bahan baku PT. Indofarma yang sebelumnya

ditetapkan kadarnya secara titrimetri.

(48)

Hasil pembuatan kurva kalibrasi dapat dilihat pada gambar x, berikut :

Gambar 5. Kurva kalibrasi teofilin baku dalam cairan lambung buatan pH 1,2

pada panjang gelombang 270 nm.

(49)

Dengan persamaan regresi dan koefisien determinasi :

Tetapi dalam penelitian ini peneliti menghitung kembali persamaan garis dari

kurva kalibrasi dan tidak menggunakan persamaan garis keluaran dari alat sebagai

faktor koreksi terhadap kondisi alat. Hasil penghitungan persamaan garis yang

baru dapat dilihat pada lampiran 3

4.2 Hasil penentuan kurva serapan dan kurva kalibrasi teofilin baku (PT.

Indofarma) dalam pelarut cairan usus buatan pH 6,8

(50)

Gambar 6. Kurva serapan teofilin baku (PT. Indofarma) dalam cairan usus buatan

pH 6,8 pada panjang gelombang 271,5 nm.

Hasil penentuan kurva serapan teofilin baku (PT. Indofarma) dengan konsentrasi 8

mcg/ml dengan cairan usus buatan pH 6,8 sebagai blanko dapat dilihat di bawah

ini :

(51)

Gambar 7. Kurva kalibrasi teofilin baku dalam cairan usus buatan pH 6,8 pada

panjang gelombang 271,5 nm.

(52)

Dengan persamaan regresi dan koefisien determinasi :

4.3 Pembuatan bentuk sediaan

sachet

Membran

Nata de coco

kering yang berbentuk

sachet

yang berisi teofilin

yang dihasilkan pada penelitian ini dibuat dengan cara mengeringkan

Nata de

coco

.

Nata de coco

kering dibuat dengan cara memotong

Nata de coco

dalam

bentuk persegi sesuai dengan wadah

Freeze dryer

dan dikeringkan

selama 3 hari.

Pengeringan menyebabkan penyusutan berat membran

Nata de coco

, hasilnya

dapat dilihat pada tabel 2. Hal ini disebabkan kandungan air yang cukup besar

yaitu sekitar 98 % (Caparanga, 2001)

Tabel 2. Data penyusutan berat membran

Nata de coco

dengan waktu panen yang

berbeda

Waktu panen

Nata de coco

Berat

membran

Nata de coco

basah (g)

Berat

membran

Nata de coco

kering (g)

Selisih berat

(g)

%

Penyusutan

berat

4 Hari

495

5,065

489,935

98,96

6 Hari

702

13,913

688,087

98,01

(53)

4.4 Hasil pengamatan mikroskopik dari membran

Nata de coco

kering

Hasil pengamatan mikroskopik dari membran

Nata de coco

kering :

.

A B C

C D F

Gambar 8. A =

Nata de coco

waktu panen 4 hari (irisan membujur)

B =

Nata de coco

waktu panen 6 hari (irisan membujur)

C =

Nata de coco

waktu panen 8 hari (irisan membujur)

D =

Nata de coco

waktu panen 6 hari (irisan melintang)

E =

Nata de coco

waktu panen 6 setelah dengan perendaman dan

Dikeringkan dengan

freeze dryer

(irisan membujur)

(54)

Dari gambar 1 A, B dan C menunjukkan bagaimana anyaman polimer dari

membran

Nata de coco

kering tersusun secara memanjang dan bertambah banyak

seiring dengan bertambahnya waktu panen dari

Nata de coco

, dan memiliki ruang

antar anyaman yang jelas yang kemungkinan berfungsi sebagai kanal untuk

dilewati cairan cerna yang akan melarutkan bahan obat dan berdifusi keluar.

Gambar 1 D menunjukkan bagaimana anyaman polimer yang saling

bertumpang-tindih yang kemungkinan berfungsi untuk mempersulit keluarnya teofilin dari

dalam membran.

Gambar 1 E menunjukkan adanya perubahan membran dimana terbentuk

anyaman polimer yang membengkak dan tersusun lebih rapi dan gambar 1 F

menunjukkan keadaan membran setelah disolusi dimana tidak terlihat lagi

anyaman polimer yang membengkak dan tidak terlihat lagi ruang antar anyaman.

Pelepasan teofilin dari membran

Nata de coco

yang tidak larut kemungkinan

terjadi secara difusi. Cairan cerna akan menembus kanal dan selanjutnya berdifusi

melalui rongga-rongga menuju ke bagian luar (Aiache dkk, 1993).

(55)

4.5 Uji disolusi teofilin

4.5.1 Uji disolusi teofilin melalui membran

Nata de coco

yang dipanen

dengan waktu yang berbeda tanpa menggunakan lobang.

4.5..1.1 Disolusi pada medium pH 1,2

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa membran

Nata de coco

kering dapat

memperlambat pelepasan teofilin dari dalam membran dibandingkan dengan

disolusi serbuk teofilin. Serbuk teofilin dalam waktu 5 menit sudah melepaskan

96,03 % sedangkan teofilin dalam membran

Nata de coco

melepaskan tidak lebih

dari 1 % untuk ketiga formula. Ini mungkin disebabkan serat-serat selulosa yang

saling tumpang tindih seperti yang terdapat pada gambar 1 d dan mempangaruhi

keluarnya teofilin melalui rongga-rongga pada anyaman serat yang juga bisa

dilihat pada gambar 1 b.

(56)

0

FA ML

FB ML

FC ML

SERBUK TEOFILIN

(57)

Pada menit selanjutnya terjadi kenaikan laju disolusi teofilin dari seluruh

formula secara perlahan dan setelah 240 menit diperoleh bahwa masing-masing

formula masih memberikan pelepasan yang sangat sedikit dimana formula A

melepaskan 8,45 % sedangkan formula B 7,31 % dan formula C 4,18 %. Pada

menit 480 pengujian terlepas 13,87 % untuk formula A ; 10,47 % untuk formula

B, dan 7,56 % untuk formula C.

Dari profil disolusi juga diketahui bahwa formula A dengan waktu panen 4

hari memberikan pelepasan teofilin yang lebih banyak dari pada formula B dan C

dengan waktu panen 6 dan 8 hari. Begitu juga pelepasan formula B lebih banyak

dari formula C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu panen maka

semakin banyak pula anyaman polimer yang saling tumpang-tindih dalam

membran yang akan mempersulit pelepasan teofilin.

(58)

ketiga formula memberikan perbedaan signifikan atau dapat dikatakan kerapatan

anyaman mempangaruhi bahan obat yang sudah terlarut untuk keluar melalui

rongga-rongga membran

Nata de coco

.. Untuk data uji ANAVA dan Duncan

dilihat pada lampiran 12.

Kecilnya pelepasan obat dari sediaan juga dipengaruhi metode pengujian

yang digunakan yaitu

Floating drug delivery system

atau sistem penyampaian

obat secara terapung dimana dengan sistem ini memungkinkan sediaan dapat

terapung dan memperpanjang masa transit obat di dalam lambung. Kecilnya

pelepasan obat dari dalam sediaan karena kurangnya penetrasi medium ke dalam

membran untuk melarutkan bahan obat dan selanjutnya berdifusi keluar membran.

Selain itu hanya satu sisi saja dari sediaan yang berkontak dengan medium

sehingga pelepasan bahan obat dari dalam membran menjadi lebih sedikit.

Menurut USP edisi 26 pelepasan obat sediaan diperlama untuk produk

teofilin jumlah yang terlarut dalam waktu 8 jam pengujian tidak kurang dari 80 %,

sementara pelepasan dari membran

Nata de coco

tidak lebih dari 14 % untuk

ketiga formula. Hal ini disebabkan karena rapatnya anyaman polimer dan juga

metode pengujian yang digunakan yaitu disolusi secara terapung. Tetapi hal ini

dapat diatasi dengan menggunakan membran

Nata de coco

dengan waktu panen

yang lebih singkat atau dengan memberikan lobang di membran dengan diameter

tertentu.

(59)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480

waktu (menit)

%

ku

m

u

lat

if

t

eo

f

il

in

yan

g

t

er

lep

as

FA ML

FB ML

FC ML

(60)

Dengan memperhatikan waktu pelepasan 50 % teofilin dari membran

Nata

de coco

yang diperoleh dari persamaan garis pelepasan obat yang dirata-ratakan

hasilnya menunjukkan bahwa semakin lama waktu panen

Nata de coco

maka

semakin lama pula waktu pelepasan 50 % teofilin. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh bertambah banyaknya serat selulosa yang saling tumpang tindih

dengan bertambahnya waktu panen. Contoh perhitungan t50 dapat dilihat pada

lampiran 11

Tabel 3. Waktu pelepasan 50 % teofilin dari membran

Nata de coco

kering dalam

medium lambung buatan pH 1,2 dari formula dengan membran

Nata de

coco

yang dipanen dengan waktu yang berbeda.

No

Formula

t 50 % (jam)

1

A

28,00 ± 0,73

@

2

B

35,25 ± 0,52

3

C

56,51 ± 2,27

Keterangan :

Formula A

= waktu panen

Nata de coco

4 hari

Formula B

= waktu panen

Nata de coco

6 hari

Formula C

= waktu panen

Nata de coco

8 hari

@

= standar deviasi (n = 6)

4.5.1.2

Disolusi pada medium pH 6,8

(61)

0

FA MU

FB MU

FC MU

SERBUK TEOFILIN

(62)

Secara statistik dengan uji ANAVA dan dilanjutkan uji Duncan, pada

taraf kepercayaan 95 % dengan nilai signifikansi (

α

= 0,05) diperoleh bahwa dari

menit ke 5 sampai menit ke 480 pengujian sudah memberikan pelepasan yang

berbeda signifikan (

α

< 0,05) antara formula A, B dan C hal ini didukung oleh

kelarutan teofilin yang lebih besar didalam medium usus buatan pH 6,8 dari pada

medium lambung buatan pH 1,2. Sehingga kelarutan teofilin didalam membran

semakin bertambah untuk selanjutnya berdifusi keluar melalui rongga-rongga

yang terdapat dalam membran dimana semakin rapat anyaman maka semakin

sedikit pula teofilin yang keluar. Untuk data uji ANAVA dan Duncan dilihat pada

lampiran 13

Gambar 5 menunjukkan pelepasan teofilin dari membran

Nata de coco

Gambar

Gambar 2.            A = sediaan oral dari FDDS                  B = prinsip kerja dari
Gambar 3. Pelepasan dengan sistem hidrokolid
Gambar 5. Kurva kalibrasi teofilin baku dalam cairan lambung buatan pH 1,2 pada panjang gelombang 270 nm
Gambar 6.  Kurva serapan teofilin baku (PT. Indofarma) dalam cairan usus buatan pH 6,8  pada panjang gelombang 271,5 nm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Positioning yang ingin dicapai dari usaha VeeOwnism Arte ini adalah sebagai penyedia barang yang unik untuk dapat diberikan sebagai hadiah dan tidak dimiliki oleh

Oleh karena itu, perancangan interior Wedding House ini akan menyediakan seluruh kebutuhan pesta pernikahan mulai dari undangan, souvenir, dekorasi, wedding cake,

mendapat perhatian di rumahnya, karena ia hanya tinggal bersama neneknya.. Kondisi ini sangat berpengaruh pada kegiatan belajarnya. Dapat terlihat dari nilai yang

Rancangan Karya Inovasi Pembelajaran Proses suatu pembelajaran dibutuhkan media untuk lebih mudah diterima oleh peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Dalam

Variabel bebas berfungsi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap variabel lain, variabel tergantung berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas,

Laporan hasil pengujian dituangkan dalam formulir ”Hasil Pengujian Ukuran dan Gramatur Arsip Kertas Dalam Bentuk Lembaran seperti contoh berikut:..

Kondisi oklusi gigi geligi juga harus dievaluasi (Nazruddin, 2002). Beberapa otot-otot penting sistem pengunyahan dapat dipalpasi untuk mengetahui adanya rasa sakit dan

Bagaimana peran program pelatihan (training), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Total Quality Control dalam meningkatkan kualitas produk di PT..