• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Pendapatan Usahakecil Di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Pendapatan Usahakecil Di Kabupaten Langkat"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL

DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Oleh

H. SALMAN

077018007/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL

DI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

H. SALMAN

077018007/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KABUPATEN LANGKAT

Nama Mahasiswa : H. Salman Nomor Pokok : 077018007

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Dr. Rahmanta, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 2. Drs. Iskandar Syarief, MA

3. Dr. Rahmanta, M.Si

4. Drs. Somad Zaino, MS

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL

DI KABUPATEN LANGKAT

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Februari 2009

(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, jam kerja dan tingkat pendidikan terhadap pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

dikumpulkan dari lapangan. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random

Sampling dengan mengambil 150 responden dari total populasi usaha kecil yang tersebar di kecamatan se-Kabupaten Langkat. Model yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah model ekonometrika dan menggunakan metoda Ordinary Least

Square (OLS).

Koefisien Determinasi (R²) menunjukkan bahwa semua variabel seperti pendidikan, modal kerja, jumlah tenaga kerja dan jam kerja dapat menjelaskan semua variasi dalam pendapatan yang diterima oleh pengusaha kecil sebesar 67% sementara

33% tidak dijelaskan didalam model. Kemudian uji serempak (F Test) menunjukkan

bahwa semua variabel independent dapat mempengaruhi Variabel terikat (Dependent

Variable) secara signifikan. Hasil menunjukkan bahwa variabel modal kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh pengusaha kecil pada = 5% sementara total tenaga kerja, jam kerja dan tingkat pendidikan signifikan pada = 10%.

(7)

ABSTRACT

The main objective of this study is to know or distinguishe factors which influence on small scale traders in the regency of Langkat.

Data employed in this research is secondary data which collected from the field. Sampling thecnique used is simple random sampling by taking 150 respondents from total population of small traders which spread all over sub-regency in Langkat Regency. The model used in this research is econometric model and the method employed is Ordinary Least Square (OLS).

The coefficient determination (R2) indicates that all variables like working capital, education level, total employers and hours of work can describe all variation in income received by small scale traders as amount of 67 percent, meanwhile 33 percent is not the model. Therefore, the F-test (all over test) indicates that all independent variables can influence on the dependent variable significantly.The result shows that variable working capital significantly influence on total income received by small scale traders at = 5 % level. Meanwhile, total of employers, hours of work, education level significant at = 10 %.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta bimbingannya

selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini yang berjudul “ Analisis

Determinan Pendapatan Usaha Kecil di Kabupaten Langkat”. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan pemikiran

untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Karena tanpa bantuan dari semua pihak penulis

merasa mendapatkan kesulitan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

tulus ikhlas kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada saya

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc selaku direktur dan Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Matondang, MSIE dan Dr. Pandapotan Nasution, MS selaku wakil

Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa program magister pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan

(9)

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si dan Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA selaku

pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan

dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh Dosen dan Guru Besar pada Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Sembah Sujud Penulis kepada Ayahanda Alm. H. Harmen Ishak dan Ibunda Hj.

Nahwiyah yang terus mendukung dan memberikan semangat untuk

menyelesaikan studi magister, Do’a dan kasih sayangnya kepada Saya.

7. Terima Kasih kepada Istri tercinta Dra. Hj. T. Rubi Auliani dan Ketiga Anakku

tersayang, Ahmad Fachri Salman, Muhammad Ridho Albi dan Siti Luthfiah

Nabila yang selalu memberikan do’a, motivasi dan dukungan baik berupa moral

maupun material, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

8. Terima kasih kepda Bapak dan Ibu Mertua yang telah memberikan dorongan dan

motivasi dalam penyelesaian studi ini.

9. Terima Kasih kepada Pimpinan dan Staf Pemerintah Kabupaten Langkat yang

telah membantu penulis dalam menghimpun data di lapangan, sehingga

selesainya tesis ini.

10.Terima Kasih kepada rekan-rekan terdekat : Armauliza Septiawan, Rajanami Yun

Sukatami, M. Riza Aulia Matondang, Sujarno yang telah memberikan dukungan

kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

(10)

dari pihak-pihak tersebut di atas. Karena itu dengan segala kerendahan hati yang tulus

ikhlas penulis menerima segala kritikan dan saran yang diberikan kepada penulis

dalam perbaikan hasil penelitian ini. Sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Harapan penulis tesis ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten

Langkat khususnya Kepada Pengusaha Kecil yang berada di kecamatan se-Kabupaten

Langkat.

Akhirnya kepada Allah SWT memohon ampun atas segala kekhilafan yang

disengaja maupun tidak disengaja dan kepada semua pihak yang telah membantu

penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila terdapat kekhilafan. Sekian

dan terima kasih.

Medan, Maret 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : H. Salman

2. Agama : Islam

3. Tempat/Tanggal lahir : Stabat, 24 April 1966

4. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

5. Nama Ayah : Alm. H. Harmen Ishaq

Nama Ibu : Hj. Nahwiyah

6. Pendidikan : a. SD Negeri 050656 Stabat, Lulus Tahun

b. SMP Negeri 1 Stabat, Lulus Tahun

c. SMA Negeri 1 Stabat, Lulus Tahun

d. Strata-1 IAIN Fakultas Tarbiyah Medan, Lulus

Tahun 1990

(12)

DAFTAR ISI

2.1 Kelangkaan Modal dan Minimnya Tabungan Pada Negara Berkembang ... .. 8

2.2 Peran Pemerintah Dalam Sebuah Perekonomian ... .. 11

2.3 Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan ... .. 13

2.4 Pasar Kredit serta Kredit Modal kerja ... .. 16

2.5 Produksi Mencerminkan Tingkat Pendapatan ... .. 19

2.6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil 21

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Lingkaran Setan Ke-2 ... 10

2.2. Lingkaran Setan Ke-3 ... 11

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian Determinan Pendapatan Usaha Kecil

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Sample Size dan Lokasi Penelitian ... 27

4.1. Perkembangan dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Langkat selama 4 tahun (2004-2007) ... 36

4.2. Karakteristik Usia Responden di Wilayah Penelitian ... 38

4.3. Karakteristik Pendidikan Responden pada Wilayah Penelitian ... 39

4.4. Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 40

4.5. Jenis Rumah Yang Dihuni Oleh Responden ... 41

4.6. Kondisi Lantai Rumah Tempat Tinggal ... 41

4.7. Kondisi Dinding Rumah Responden ... 42

4.8. Kondisi Atap Rumah Responden ... 42

4.9. Kondisi Alat Penerangan ... 43

4.10 Sumber Air Minum/MCK ... 44

4.11. Status Kepemilikan Rumah Responden ... 44

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Pertanyaan ... 55

2. Data Penelitian Lapangan ... 59

3. Input data Menggunakan Eviews 4,1 ... 64

4. Hasil Estimasi ... 68

5. Hasil Uji Multikolinearitas ... 69

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kendala klasik seputar usaha kecil dan rumah tangga di Indonesia yang sering

dibicarakan sampai saat ini adalah soal kekurangan modal, tenaga kerja, di samping

peralatan atau teknologi dan juga pemasaran. Sehingga muncul pertanyaan yang

paling esensial dari dampak permasalahan tersebut yaitu bagaimana sektor usaha

kecil dalam negeri dapat didorong menjadi sektor usaha berskala besar sehingga

memberikan tingkat pendapatan masyarakat yang cukup baik.

Sejak tahun 1983, pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai

upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian struktural dan restrukturisasi

perekonomian. Kendati demikian, banyak yang mensinyalir deregulasi di bidang

perdagangan dan investasi tidak memberi banyak keuntungan bagi perusahaan kecil

dan menengah bahkan sebaliknya justru perusahaan besar dan konglomerat yang

mendapat keuntungan. Studi empiris membuktikan bahwa pertambahan nilai tambah

ternyata tidak dinikmati oleh perusahaan skala kecil, sedang, dan besar, namun justru

perusahaan skala konglomerat, dengan tenaga kerja lebih 100 orang yang menikmati

kenaikan nilai tambah secara absolut (Kuncoro & Abimayu, 1995).

Dalam konstelasi inilah perhatian untuk menumbuh kembangkan industri

kecil dan rumah tangga yang menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan

(18)

tangga juga intensif dalam menggunakan sumberdaya alam lokal. Apalagi lokasinya

banyak di pedesaan, pertumbuhan industri kecil akan menimbulkan dampak positif

terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan,

pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan

(Simatupang,et al, 1994; Kuncoro, 1996). Dari sisi kebijakan, industri rumah tangga

jelas perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi

sebagian besar angkatan kerja, namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya

mengentaskan kemiskinan. Di pedesaan, peran penting industri kecil dan rumah

tangga memberikan tambahan pendapatan (Sandee et all, 1994), merupakan seedbed

bagai pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi

penduduk miskin (Weijland, 1999).

Dewasa ini salah satu upaya yang sudah dilakukan pemerintah sebagai suatu

strategi dalam pengembangan usaha kecil adalah dengan memperhatikan antara

keseimbangan, penguasaan teknologi dan meningkatkan peranan swasta. Strategi itu

ditunjang dengan kebijakan ekonomi yang dapat mendorong upaya tersebut, di

antaranya dengan sistem kemitraan antara industri besar, menengah dengan usaha

kecil/ industri rumah tangga dan koperasi. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan tiga

tahun belakangan ini, pertumbuhan unit usaha telah mencapai 61,5 ribu unit usaha,

dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja tambahan mencapai 869,3 ribu orang.

).

Dampak dari bantuan yang diberikan oleh pengusaha besar atau menengah

(19)

barbagai pihak. Terutama pihak yang paling berkepentingan di sini, yaitu pengusaha

usaha kecil dan koperasi, yang langsung merasakan problematik tersebut.

Kondisi riil yang ditunjukkan oleh hampir seluruh daerah kabupaten/ Kota di

Indonesia menggambarkan bahwa kegiatan usaha kecil yang hampir seluruhnya

berada di daerah Kabupaten/Kota selalu dilanda fenomena sulit berkembang

dikarenakan banyaknya masalah yang mereka hadapi mulai dari permasalahan

ketersedian modal dan tingkat kemampuan SDM pekerja yang relatif kurang

memadai. Misalnya sektor industri kerajinan dan produksi hasil pertanian, seperti

kerajinan rotan, kayu, keramik gerabah, bata, dan mkanan, merupakan sektor industri

yang memiliki potensi ekspor, karena itu sangat berprospek apaila dapat

dikembangkan, terutama industri kerajinannya.

Dalam sebuah artikel (Budianto, 2007) dijelaskan bahwa dalam beberapa

tahun terakhir dapat dilihat banjirnya produk pangan dari luar negeri yang banyak

ragamnya, mulai yang bermitra dengan perusahaan di Indonesia atau lebih dikenal

dengan toll manufacturing, produk impor legal dan produk ilegal. Jika dicermati

dengan baik, ternyata produk tersebut tidak hanya dihasilkan oleh industri besar akan

tetapi juga dihasilkan oleh usaha kecil. Semuanya mempunyai kesamaan yaitu

memiliki penampilan produk yang prima, baik dari segi kemasan maupun kualitas

produknya. Kemasan produk impor tersebut mempunyai desain yang menarik dan

terbuat dari bahan yang baik sehingga dapat menarik minat konsumen untuk

(20)

Dengan demikian jelaslah bahwa sebelum pintu ”Pasar Bebas” secara resmi

dibuka industri-usaha kecil di Indonesia sudah mendapat persaingan yang cukup

berarti terutama dalam hal pemasaran. Sebagai konsekwensinya jelaslah bahwa dunia

Usaha kecil maupun mikro di Indonesia harus bergerak cepat demi mengimbangi

persaingan yang sudah pasti datang beberapa tahun ke depan.

Pada sisi lain, peran pemerintah yang ditunjukkan dalam pasal 25

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang usaha kecil dan menengah mencakup beberapa

bidang terutama dalam tujuannya memberikan dukungan dana maupun modal atau

aspek pembiayaan bagi usaha kecil yang ada di Indonesia yakni terdiri dari ;

Penyedian kredit perbankan, Pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal

ventura, pinjaman dari dana penyisihan laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Hibah dan jenis pembiayaan lainnya. Ini berarti bahwa dalam perspektif formal,

Usaha Kecil seharusnya telah mendapatkan berbagai sumber modal yang mencukupi.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi

sumber daya alam yang cukup baik. Akan tetapi realita seperti masih rendahnya

pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha kecil di kecamatan se-Kabupaten

Langkat masih banyak dijumpai, khususnya para pelaku usaha kecil yang tersebar di

sekitar ibu kota Kabupaten Langkat. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena

pelaku usaha kecil yang didominasi oleh keluarga masih belum menggunakan

teknologi yang efisien dan efektif sehingga produk yang dihasilkan pun belum dapat

(21)

menengah. Dengan kata lain keberadaannya dalam menghadapi persaingan di era

pasar bebas masih menjadi tanda tanya besar.

Dilatarbelakangi oleh permasalahan mengenai upaya meningkatkan

pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat serta hubungannya dengan

pertumbuhan ekonomi daerah merupakan kajian yang menarik sehingga penulis

tertarik untuk menganalisis determinan pendapatan usaha kecil di Kabupaten langkat.

1.2 Perumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka

perumusan masalah penelitian tentang Determinan Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut :

1. Apakah Modal Kerja berpengaruh terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat ?

2. Apakah Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat ?

3. Apakah Lama Berusaha berpengaruh terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat ?

4. Apakah Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini juga menggambarkan tentang upaya peningkatan

pendapatan usaha kecil melalui penelaahan terhadap determinannya yakni sebagai

berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat.

2. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Usaha

Kecil di Kabupaten Langkat.

3. Untuk menganalisis pengaruh Jam Kerja terhadap Pendapatan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat.

4. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pendapatan Usaha

Kecil di Kabupaten Langkat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak–pihak yang ingin mengetahui faktor –

faktor yang mempengaruhi Usaha Kecil di Kabupaten Langkat pada Tahun 2008.

2. Sebagai masukan/input bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat dalam

mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Usaha Kecil di

Kabupaten Langkat pada khususnya dan di Provinsi Sumatera Utara pada

(23)

3. Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang

berminat meneliti masalah pengembangan dan peningkatan bidang usaha kecil

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelangkaan Modal dan Minimnya Tabungan Pada Negara Berkembang

Ciri-ciri pokok negara terbelakang seperti kelangkaan modal serta sangat

minimnya tingkat tabungan yang dimiliki masyarakat khususnya dalam rangka

pembangunan investasi dianggap sebagai hambatan bagi perkembangan ekonomi.

Namun tidak semua ciri umum tersebut dapat terlihat pada setiap negara terbelakang

akan tetapi terkandung jawaban atas pertanyaan mendasar, mengapa negara miskin

melarat. Sebagian dari ciri tersebut merupakan penyebab sekaligus membawa akibat

kepada kemiskinan. Dengan demikian terdapat hubungan melingkar, yang terkenal

sebagai lingkaran setan kemiskinan, yang melanggengkan rendahnya tingkat

pembangunan di negara seperti itu. Hubungan sebab-akibat seperti ini terlihat pada

berapa faktor di bawah ini.

Negara terbelakang umumnya terjerat ke dalam apa yang disebut ”lingkaran

setan kemiskinan”. Nurkse (Dalam M.L. Jhingan; 2007) menjelaskan bahwa

lingkaran setan mengandung arti deretan melingkar kekuatan-kekuatan yang satu

sama lain beraksi dan bereaksi sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara

miskin tetap berada dalam keadaan melarat. Si miskin misalnya, selalu kurang

makan; karena kurang makan, kesehatannya menjadi buruk; karena fisiknya lemah

kapasitasnya kerjanya rendah; karena kapasitas kerjanya rendah penghasilnya pun

(25)

seterusnya. Bila keadaan seperti ini dikaitkan dengan negara secara keseluruhan dapat

di kemas ke dalam dalil kuno yakni ’suatu negara miskin karena Ia miskin”.

Lingkaran setan pada pokoknya berasal dari fakta bahwa produktifitas total di

negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak

sempurna dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran setan tersebut jika dilihat

dari sudut permintaan dapat dijelaskan sebagai berikut; rendahnya tingkat pendapatan

nyata menyebabkan tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya

tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yanng rendah kembali menyebabkan

modal kurang dan produktifitas rendah. Inilah yang di tunjukan pada gambar 2.1.

Produktifitas rendah tercermin di dalam pendapatan nyata yang rendah. Pendapatan

nyata berarti tingkat tabungan juga rendah. Tingkat tabungan yang rendah

menyebabkan tingkat investasi rendah dan modal kurang. Kekurangan modal pada

gilirannya bermuara pada produktivitas yang rendah. Dengan demikian lingkaran

setan itu lengkaplah pula kalau dilihat dari sudut penawaran. Lingkaran ini dilukiskan

dalam gambar 2.2. Tingkat pendapatan rendah, yang mencerminkan rendahnya

investasi dan kurangnya modal, merupakan ciri umum yang ke dua lingkaran setan

(26)

Sumber : M.L. Jhingan (Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, 2007; 34)

Gambar 2.1. Lingkaran Setan Ke-2

Lingkaran setan yang ketiga menyangkut keterbelakangan manusia dan

sumber alam. Pengembangan alam pada suatu negara tergantung pada kemampuan

produktif manusianya. Jika penduduknya terbelakang dan buta huruf, rendahnya

angka keterampilan teknik, pengetahuan dan aktifitas kewiraswastaan, maka

sumber-sumber alam akan tetap terbengkalai, usang atau bahkan salah guna. Pada pihak lain,

keterbelakangan sumber alam ini menyebabkan keterbelakangan manusia.

Keterbelakangan sumber alam, karena itu merupakan sebab dan sekaligus akibat

keterbelakangan manusia, hal ini di jelaskan dalam gambar 2.2 di bawah ini.

(27)

Sumber : M.L. Jhingan (Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, 2007)

Gambar 2.2. Lingkaran Setan Ke-3

Kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi tidak lain merupakan dua istilah

yang sinonim. Suatu negara di katakan miskin karena ia terbelakang. Ia terbelakang

karena Ia miskin dan tetap terbelakang karena tidak mempunyai sumber yang

diperlukan untuk meningkatkan pembangunan.

2.2 Peran Pemerintah Dalam Sebuah Perekonomian

Semua ahli ekonomi klasik meyakini adanya perekonomian dengan

persaingan sempurna, pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala campur

tangan pemerintah yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah tangan–

tangan tak kelihatan (invisible hand) akan memandu semua pelaku ekonomi untuk

mencapai alokasi sumber daya secara efesien (Jhingan, 2007).

Keterbatasan sistem mekanisme pasar ini mulai disadari terutama setelah

terjadinya depresi perekonomian pada tahun 1929–1930. Kegagalan pasar ternyata

Ketidaksempurnaan Pasar

Keterbelakangan Sumber Alam

(28)

menyebabkan pasar tidak selalu dapat menciptakan alokasi sumber daya secara

efesien.

Beberapa kalangan ekonom membuat penilaian kritis terhadap teori klasik

dengan mengatakan bahwa perekonomian tidak memerlukan sentuhan tangan

pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi. Pemerintah perlu ikut campur dalam

kegiatan-kegiatan ekonomi karena mekanisme pasar mengalami kelemahan atau

kegagalan. Kegagalan pasar timbul karena adanya unsur ketidaksempurnaan pasar,

adanya barang publik, adanya ekternalitas, adanya pasar tidak penuh, adanya

kegagalan imformasi dan adanya tenaga kerja pengangguran (Mangkoesubroto,

2001).

Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan beberapa alasan perlunya campur

tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain adalah : Menstabilkan tingkat

harga dan mencegah inflasi, mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga

kestabilan sektor luar negeri.

Sementara itu kegiatan pemerintah dalam perekonomian menurut

Suparmoko (2000), Mangkoesoebroto (2001) secara garis besar dapat diklasifikasikan

atas :

1. Kegiatan dalam mengalokasikan faktor–faktor produksi maupun barang– barang

dan/jasa untuk memuaskan masyarakat (peranan alokasi).

2. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer

penghasilan (peran distribusi).

(29)

4. Kegiatan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Konsekuensi keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi menyebabkan

pemerintah membutuhkan aparat, investasi, sarana dan prasarana yang berarti harus

melakukan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan. Guna membiayai

pengeluaran tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dana/penerimaan.

Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan

nampak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Disamping itu

melalui peran pemerintah sangat diharapkan untuk menciptakan distribusi pembagian

pendapatan nasional yang lebih adil (Basri,2003)

2.3 Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan

Teori ekonomi keynes ialah kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti

hubungan antara kecendrungan mengkonsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan

meningkat, konsumsi juga meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan

pada pendapatan tersebut. Tingkah-laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan

mengapa ketika pendapatan naik, tabungan juga naik.

Di negara terbelakang hubungan antara pedapatan, konsumsi dan tabungan

ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat, mereka

mempergunakannya lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung

ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal

mengkonsumsi sangat tinggi di negara tersbut sedangkan kecenderungan marginal

(30)

bilamana kecenderugan marginal mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi,

output dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat daripada kenaikan

pendapatan.tetapi negara terbelakang tidak mungkin meningkatkan produksi barang

konsumsi karena kekurangan faktor pendukung, walaupun konsumsi meningkat

sebagai akibat kenaikan pendapatan. Akibatnya, harga naik sedangkan pekerjaan

tidak naik.

Sedangkan pada sisi tabungan, Keynes (Dalam Jhingan; 2007) menganggap

tabungan sebagai sifat sosial yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan

berkurangnya permintaan agregat. Sekali lagi, gagasan ini tidak dapat diterapkan

pada negara terbelakang karena tabungan merupakan obat mujarab bagi

keterbelakangan ekonomi mereka. Pembentukan modal adalah kunci pembangunan

ekonomi, dan pembentukan modal dimungkinkan melalui tabungan masyarakat yang

meningkat. Berbeda dengan pandangan keynes, negara terbelakang dapat

berkembang dengan cara membatasai konsumsi dan meningkatkan tabungan. Bagi

negara terbelakang, tabungan tidak merupakan hal yang buruk, tetapi merupakan

sesuatu yang baik.

Selanjutnya Keynesian menjelaskan pentingnya faktor penentu investasi

adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan terbalik antara

investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi meningkat

kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang, kecenderungan

marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan di negara

(31)

rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini

disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya

pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan

modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya.seluruh faktor ini membuat

kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang

rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;

misalkan 10.000 pekerja penganggur itu di gunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari

100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi

dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut.

Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini

menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan

mengurangi resiko dalam mendapatkan pasar dan meningkatkan rangsangan untunk

investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang

memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan

untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara

terbelakang.

Selain itu Rosenstein (Dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu

jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah

tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat

rendahnya tingkat pendapatan.untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan

(32)

lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang

pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata

tabungan sebelumnya.

2.4 Pasar Kredit serta Kredit Modal Kerja

Bila membahas mengenai persoalan kredit, maka pandangan kita tidak lepas

dari pembahasan mengenai pasar kredit. Secara singkat pasar kredit dapat diartikan

sebagai pertemuan antara penjual dan pembeli yang ada di pasar kredit, atau dengan

kata lain terjadinya transaksi kredit antara pemberi kredit (kreditor) dengan penerima

kredit (debitor). Dalam hal ini pihak kreditor menawarkan sejumlah uang tertentu,

dan pihak distributor akan menerima sejumlah uang tertentu. Selanjutnya besarnya

jumlah dana yang dapat di pinjamkan oleh Si pemberi kredit ini disebut dengan

loanable funds (Harunnurrasyid; 2002).

Dalam teori pasar kredit, keseimbangan pasarnya terjadi bila pertemuan antara

pemerintah dan penawaran kredit. Menurut George N. Halm (Dalam Farid Wijaya,

1999), faktor-faktor utama yang mempengaruhi penawaran loanable funds yaitu

saving, hoarding, dishoarding, amortization quotas, turnover of working capital dan

berbagi kebijaksanaan ekonomi (antara lain kebijaksanaan perpajakan atau tax

policies). Selanjutnya dari segi permintaan loanable funds dipengaruhi oleh interest

rate (tingkat bunga) dan dependent on the anticipated profitability of the planed

invesment (kemampuan antisipasi perilaku keuntungan dari investasi yang di

(33)

Sedangkan menurut Charles L. Prather (Dalam Wayne, 1997) dijelaskan pula

kredit memperkaya konsumsi masyarakat melalui kelonggaran yang dimilikinya

untuk memiliki tempat tinggal, mobil, peralatan dan perlengkapan serta

barang-barang elektronik, dan barang-barang-barang-barang tahan lama lainnya pada masa sekarang, dengan

janji untuk membayarnya di masa datang (intern for promises to pay in future). Di

samping itu, menurutnya kredit memungkinkan individu-individu untuk membeli

barang-barang dan jasa-jasa untuk mengatasi kebutuhan finansial darurat pada saat

kelahiran anak, sakit, dan musibah kematian. Kredit juga membantu memperluas

kegiatan produksi dalam bentuk peningkatan besarnya unit proses produksi dalam

bentuk peningkatan besarnya unit proses produksi dan efisiensi pengolahan produksi.

Namun demikian, kenyamanan memiliki barang-barang konsumsi yang relatif

jauh berada di bawah kemampuan pendapatan sebenarnya dapat menimbulkan beban

dan kerugian konsumsi bagi masyarakat di masa datang dan menimbulkan tabungan

yang dipaksakan. Suatu motif yang diharapkan dapat timbul dari kenaikan produksi

tidaklah mungkin dapat menjadi kenyatan, sehingga dapat menenggelamkan Si

penerima kredit dalam kewajiban-kewajiban besar yang harus di penuhi. Di samping

itu, Si penerima kredit dapat secara terpaksa mengurangi kegiatan-kegiatannya di

masa datang karena sebagian besar pendapatnnya terpaksa harus digunakan untuk

melunasi hutang dan bunga pinjaman.

Apalagi dalam keadaan pinjaman yang di terima oleh si penerima kredit

tenggang waktu transaksinya relatif cukup pendek, hal ini dapat menimbulkan

(34)

harus melunasi hutang yang diperolehnya yang harus dibayarnya dalam jumlah yang

cukup besar sehingga cenderung menyebabkan perubahan yang tajam dalam belanja

pendapatannya terhadap rasional harga-harga dan volume sumber-sumber daya atau

input yang dipakai.

Tak dapat disangkal lagi, bahwa keberadaan lembaga perkereditan, bank yang

bersifat formal maupun informal telah ikut membawa pengaruh positif namun negatif

bagi pembangunan masyarakat pedesaan. Dalam kondisi terjepit di mana lembaga

keuangan formal mengalami krisis keuangan, maka masyarakat pedesaan mencari

alternatif lain memanfaatkan lembaga kredit pedesaan informal. Sebagai akibatnya,

masyarakat pedesaan banyak yang terperangkap dalam genggaman praktek lintah

darat (rentenir). Proses industrialisasi yang terus berjalan baik di daerah pedesaan

maupun di daerah perkotaan. Meskipun dengan corak yang berbeda-beda di masing

wilayah-wilayah indonesia, maka lembaga keuangan akan memegang peranan dalam

memenuhi dana untuk pengembangan industri.

Dalam penjelasan lain Nurimansyah Hasibuan (2003) menegaskan bahwa

95% pengrajin di daerah pedesaan yang tidak pernah dapatkan fasilitas kredit akan

menyebabkan usaha kerajinan usaha di desa sulit berkembang. Sehingga upaya untuk

meningkatkan efisiensi industri banyak mengalami rintangan. Oleh karena itu

keberadaan suatu lembaga dalam perkereditan di daerah perdesaan baik yang bersifat

formal maupun informal terlihat saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Disamping itu, pemberian kredit yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan

(35)

ada yang tidak dapat secara langsung melakukan transaksi kredit pada bank,

melainkan melalui lembaga-lembaga non bank tertentu yang terkadang belum

mendapat pengakuan yang sah. Keadaan seperti ini pada gilirannya dapat

menghambat proses transaksi kredit, sehingga proses pendistribusian kredit kepada

masyarakat dapat berlangsung relatif lambat dan tak merata.

Dampak keadaan tersebut pada akhirnya memungkinkan masyarakat sebagian

terpaksa lari ke lembaga perkereditan informal, sehingga banyak di antaranya yang

terperangkap ke dalam kehidupan yang memprihatinkan. Dengan tingkat suku bunga

yang harus mereka bayar relatif tinggi, dan ditambah lagi beban tanggungan keluarga

yang relatif besar menyebabkan mereka semakin menghadapi krisis keuangan yang

parah. Akhirnya, mereka terpaksa melepas sebagian dari harta pribadi yang mereka

miliki yang akhirnya menyebabkan mereka sulit keluar dari lembah kemiskinan.

2.5 Produksi Mencerminkan Tingkat Pendapatan

Dalam Proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga

disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya

yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi, menjadi

keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang

mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah

diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu

(36)

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses

produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini

menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi

masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai

berikut :

Q = f{K, L} ... 2.1

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni

modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan

dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai

fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian

dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu

akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi

Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = ALαKβ ... 2.2

Dimana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan

barang modal. A, (alpha) dan (beta) adalah parameter-parameter positif yang

dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi

semakin maju. Parameter mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan

satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter ,

(37)

dipertahankan konstan. Jadi, dan masing-masing merupakan elastisitas output

dari modal dan tenaga kerja. Jika + = 1, maka terdapat tambahan hasil yang

konstan atas skala produksi; jika + > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat

atas skala produksi dan jika + < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang

menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Dominic

Salvatore, 2008; 147).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat

dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan

hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan

tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti usaha kecil. Ini berarti bahwa jumlah

tenaga kerja serta modal peralatang yang merupakan input dalam kegiatan produksi

usaha kecil dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan

yang mungkin diperoleh.

2.6 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Di Indonesia berlaku suatu konsep keteraturan berupa perangkat

undang-undang yang mengatur tentang keberadaan usaha kecil adapun undang-undang-undang-undang

tersebut yakni Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 yang juga merupakan suatu

peran pemerintah dalam perekonomiaan selayaknya negara yang menganut sistem

perekonomian campuran.

Pada tubuh undang-undang ini terdapat beberapa hal yang menekankan

(38)

tersebut menjadi sebuah usaha yang tangguh dan mandiri.ini berarti bahwa seiriing

dengan berjalannya waktu,usaha kecil melalui program dan kegiatan-kegiatan

pemberdayaan pengembangan usaha kecil tersebut dapat meningkatkan pendapatan

usahanya tersebut yang merupakan aspek terpenting bagi tercapainya tujuan menjadi

suatu usaha yang tangguh dan mandiri.

Terdapat beberapa hal yang penting harus di bahas dalam Undang-undang

Nomor 9 tahun 1995 terutama tentang keterkaitannya dengan peningkatan pendapatan

yaitu sebagai berikut:

1. Adanya dukungan modal yang diusahakan oleh pemerintah.dukungan modal ini

berupa bantuan modal kerja melalui lembaga keuangan rakyat lainnya (pasal 21).

2. Menfasilitasi pengembangan usaha kecil melalui pelatihan-pelatihan serta

pengenalan teknologi baru yang lebih efisien (pasal 14)

3. Penjaminan dan pembinaan yang di lakukan oleh lembaga-lembaga penjamin

yang di miliki oleh pemerintah dan swasta.

4. Adanya kemitraan yang di ciptakan antara pengusaha kecil,pengusaha menengah

dan pengusaha besar.hal ini di-tujukan untuk memudahkan asaha kecil memasuki

persaingan pada pasar yang ada di seluruh indonesia.

5. Adanya mekanisme kordinasi yang di usahakan oleh pemerintah melalui suatu ke

mitraan di dalam susunan kabinet yang juga di pimpin oleh seorang mentri

sebagai kordinator dan pengendalian dalam pengembangan suatu usaha kecil di

(39)

2.7 Penelitian Sebelumnya

Mendorong tingkat pendapatan usaha kecil merupakan permasalahan yang

cukup mendapatkan perhatian bagi kalangan akademisi. Hal ini dapat diketahui

melalui penelaahan terhadap berbagai penelitian tentang pendapatan usaha kecil

dengan tujuan secara khusus memberikan gambaran pada penelitian ini tentang

dimensi-dimensi yang memiliki keterkaitan dengan upaya meningkatkan pendapatan

usaha kecil sebagai salah satu pilar dalam perekonomian masyarakat.

Mudrajad Kuncoro pada tahun 2001 melakukaan penelitian tentang usaha

kecil di Indonesia yang menurutnya sangat berkaitan dengan keberadaan usaha rumah

tangga. Fokus utama penelitian ini yakni mengenai profil usaha kecil serta masalah

utama yang dihadapi Usaha kecil dan rumah tangga di Indonesia. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa program kemitraan dan keterkaitan antara usaha besar dan kecil

ternyata masih dalam tahap embrionik. Implikasinya, agaknya sudah saatnya

diperlukan reorientasi prinsip kemitraan. Jalinan kemitraan harus didasarkan atas

prinsip sinergi, yaitu saling membutuhkan dan saling membantu. Prinsip saling

membutuhkan akan menjamin kemitraan berjalan lebih langgeng karena bersifat

"alami" dan tidak atas dasar "belas kasihan".

Di sisi lain, Juardi pada tahun 2005 meneliti tentang usaha kecil dan

menengah serta keterkaitannya terhadap pembiayaan usaha kecil dan menengah

melalui kredit pada Bank Muamalat Indonesia. Adapun judul penelitian tersebut

yakni Pengaruh Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah terhadap Pendapatan Bank

(40)

penelitian ini yaitu meliputi ; (1) Perhatian Bank Muamalat Indonesia dalam

memberikan pembiayaan terhadap UKM semakin meningkat, (2) Pengaruh

pembiayaan untuk UKM dan non UKM terhadap pendapatan Bank Muamalat relatif

sama dan (3) Pembiayaan terhadap UKM tidak dapat dijadikan indikator bahwa Bank

Muamalat telah menjalankan fungsi sosialnya.

Selanjutnya pada tahun 2004 sebuah penelitian yang dilakukan oleh Elfindri

Nasri yang mengangkat tema tentang Nilai Ekonomis Pendidikan Menengah bagi

pengembangan tingkat pendapataan masyarakat. Demikian pula halnya dengan aspek

Indeks Pengembalian Pendidikan Menengah sebagai fokus dalam penelitiannya.

Dalam perspektif pemenuhan pemerataan pendidikan, target tingkat pendidikan

menengah masyarakat haruslah cukup baik. Hal ini dikarenakan perlunya program

perluasan sarana dan prasarana pendidikan yang dapat menampung masyarakat agar

sekurang-kurangnya lulusan pendidikan menengah yang dihasilkan mampu secara

langsung terjun ke dunia kerja atau menciptakan lapangan kerja sendiri. Dengan

demikian diharapkan melalui output pendidikan yang cukup memadai dapat pula

menjadi potensi bagi peningkatan pendapatan masyarakat.

(41)

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil

kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat

dirumuuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

1. Modal Kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Usaha Kecil

di Kabupaten langkat, Ceteris Paribus.

2. Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh positif terhadap Pendapatan Usaha

Kecil di Kabupaten langkat, Ceteris Paribus.

3. Jumlah Jam kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Usaha

Kecil di Kabupaten langkat, Ceteris Paribus.

4. Tingkat Pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap Pendapatan

Usaha Kecil di Kabupaten langkat, Ceteris Paribus.

(42)

Tingkat Pendidikan

Modal Kerja

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Jam kerja

Pendapatan Usaha Kecil

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian Determinan Pendapatan Usaha Kecil Di Kabupaten Langkat

BAB III

(43)

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian tentang determinan pendapatan usaha kecil ini dilakukan di

Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan

karakter usaha kecil di Kabupaten Langkat yang cukup banyak dan beragam jenisnya.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini meliputi keseluruhan Usaha Kecil yang tersebar di

kecamatan se-Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Usaha Kecil tersebut juga

merupakan salah satu sektor informal yang memberikan tingkat pendapatan yang

cukup baik bagi masyarakat di Kabupaten Langkat.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan metode Purposive Sampling dengan beberapa pertimbangan kriteria

usaha kecil yang berkaitan dengan penelitian ini. Penetapan teknik pengambilan

sampel ini didasarkan karena belum tersedianya data atau informasi mengenai jumlah

usaha kecil yang tersebar pada 23 wilayah kecamatan di Kabupaten Langkat.

Dalam penelitian ini akan ditentukan besaran sampel (sample size) yang

diperoleh dengan teknik sampling yang telah disebutkan di atas. Adapun distribusi

(44)

Tabel 3.1. Sample Size dan lokasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan data Primer yang diperoleh dari sejumlah

responden yang merupakan pelaku pada usaha kecil yang tersebar di kecamatan

se-Kabupaten Langkat. Data ini diperlukan untuk menganalisis Determinan Pendapatan

Usaha Kecil yang meliputi data: Tingkat Pendidikan Responden, Jumlah Kredit

Modal Kerja yang pernah didapat responden, Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah jam kerja

Usaha Kecil tersebut serta Tingkat Pendidikan.

3.4 Model Analisis

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Usaha

Kecil di kabupaten Langkat digunakan persamaan regresi linier berganda (multiple

lenear regression). Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah

(45)

Tingkat Pendidikan, Kredit Modal Kerja, Jumlah Tenaga Kerja dan Lama Bekerja.

Untuk itu fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y = f { MK, TK, LB, TP } ... (3.1)

Selanjutnya fungsi tersebut dispesifikasikan ke dalam model logaritma sebagai

berikut :

Log Y = 0 + 1 Log MK + 2 Log TK

+

3 Log LB + 4 Log TP +

µ

.. (3.2) Dimana :

Y = Pendapatan Usaha Kecil (Rp)

MK = Modal Kerja (Rp)

TK = Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

LB = Lama Bekerja (Jam)

TP = Tingkat Pendidikan (Tahun)

µ = Kesalahan Pengganggu

0, 1 , 2 3 , 4 = Koefisien Regresi

3.5 Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan

dalam penelitian ini perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut :

1. Tingkat Pendidikan adalah Jenjang Pendidikan Formal yang pernah diikuti oleh

responden (dalam Tahun).

2. Jumlah Tenaga Kerja adalah keseluruhan individu yang bekerja pada usaha kecil

(46)

3. Jumlah jam kerja adalah lamanya waktu Usaha Kecil tersebut beroperasi

dinyatakan dalam (satuan jam perhari).

4. Pendapatan Usaha Kecil adalah total pendapatan bersih (netto) yang diperoleh

dalam waktu 1 bulan dan dinyatakan dalam (satuan rupiah).

3.6 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Metode

Ordinary Least Square (OLS). Hal ini digunakan untuk melihat elastisitas Variabel

Independen terhadap Variabel Dependen Penelitian ini. Dan sebagai alat analisis

untuk mengolah data adalah dengan menggunakan program Eviews versi 4,1. Metode

ini banyak digunakan karena ;

1. Pengestimasian parameter dengan menggunakan metode ini akan menghasilkan

parameter yang bersifat optimum.

2. Perhitungan dengan menggunakan metode ini cukup mudah jika dibandingkan

dengan metode ekonometrika yang lain dan metode ini tidak membutuhkan

banyak data.

3. Metode Kuadrat Terkecil ini banyak digunakan secara luas dalam hubungan

ekoomi dan banyak menghasilkan keputusan ekonomi yang baik. Dengan

demikian metode ini banyak digunakan pada waktu mengestimasi hubungan

dalam metode Ekonometrika.

4. Teknik-teknik dalam metode kuadrat terkecil sangat mudah dipahami.

(47)

3.7 Test Goodness of Fit

Estimasi terhadap model dilakukan dengan menggunakan metode enter yang

tersedia pada program statistik Eviews Versi 4,1. Koefisien yang dihasilkan dapat

dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk kemudian

diinterpretasikan serta dilihat signifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti.

Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji statistik Uji-t (t-test) dan

Uji – F (F-test). Uji – t dimaksudkan untuk mengetahui signifikasi variabel secara

partial, sementara Uji – F mengetahui signifikasi statistik secara serentak, Uji R2

bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan variabel bebas menjelaskan

variabel terikat.

3.7.1 Uji Validitas Data

Uji validitas data dapat dilakukan terhadap pengujian validitas konstruksi,

validitas isi dan validitas eksternal. Validitas konstruksi adalah aspek-aspek yang

akan diukur berlandaskan teori tertentu. Hal ini dapat dikonsultasikan dengan para

ahlinya. Setelah pengujian dilakukan kepada ahli kemudian akan dilanjutkan kepada

anggota sampel sekitar 30 orang. Pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan

mengkorelasikan antar score item instrument. Apabila korelasinya rendah dan tidak

signifikan maka instrumen dianggab tidak valid. Uji validitas ini dapat diukur dengan

teknik korelasi product moment.

Sedangkan pengujian validitas isi adalah membandingkan antara isi instrumen

(48)

ditetapkan, berarti instrumen ujian tersebut tidak valid. Pengujian ini dapat dilakukan

kepada para ahli. Sedangkan validitas eksternal adalah cara membandingkan antara

kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengujicobakan kepada sampel, kalau ditemukan

perbedaan yang terlalu mencolok maka instrumen harus disesuaikan.

3.7.2 Uji Reliabilitas Data

Pengujian reliabilitas digunakan untuk menguji hasil pengukuran angket dapat

dilakukan baik secara eksternal maupun internal. Secara ekternal dilakukan dengan

test-retest, equivalen dan gabungannya. Test-retest dilakukan dengan cara

mencobakan instrumen beberapa kali kepada responden, jadi dalam hal ini

instrumennya sama, respondennya sama dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas

diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dan yang berikutnya. Bila

koefisien positif dan signifikan maka instrumen tersebut dinyatakan reliable.

Sedangkan dengan pendekatan equivalen adalah pernyataan yang secara bahasa

berbeda tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas instrumen untuk ini dapat

dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil data yang diperoleh dari responden

yang sama, waktunya sama, tetapi instrumennya berbeda. Pengujian validitas dan

(49)

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang

secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah dilakukan,

bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk.

Untuk itu maka perlu melakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari

(Insukindro, 2000).

3.8.1 Uji Normalitas

Pengujian Normalitas Data bertujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel

normal atau tidak. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data yang normal.

Normal atau tidaknya berdasar patokan distribusi normal dari data dengan mean dan

standar deviasi yang sama. Jadi uji normalitas pada dasarnya yakni melakukan

perbandingan antara data yang kita miliki dengan data berdistribusi normal yang

memiliki mean dan standardeviasiyang sama dengan data yang kita pakai.

Data yang mempunyai distribusi yang normal merupakan salah satu syarat

dilakukannya parametric-test. Untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal

tentu saja analisisnya harus menggunakan non parametric test. Selain itu data yang

mempunyai distribusi secara normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula.

Dengan profil data semacam ini maka data tersebut dianggap bisa mewakili populasi.

Untuk mengetahui apakah data yang kita miliki normal atau tidak, secara

kasat mata kita bisa melihat histogram dari data yang dimaksud, apakah membentuk

(50)

Uji normalitas data yang digunakan di sini adalah uji Jarque Bera. Tahap uji

Jarque Bera dengan menggunakan Eviews secara ringkas adalah sebagai berikut :

a. Formulasi hipotesis

H0 : distribusi ut normal

HA : distribusi ut tidak normal

b. Menentukan tingkat signifikansi (a)

c. Menentukan kriteria pengujian

H0 ditolak jika prob. JB £ a, H0diterima jika prob. JB > a .

d. Kesimpulan

3.8.2 Uji Multikolinieritas

Interprestasi persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi

bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi.

Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas akan menimbulkan beberapa

akibat, untuk itu perlu pendektesian multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi

yang di dapat, yakni :

1. Variasi besar (dari taksiran OLS)

2. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar

sehingga interval kepercayaan lebar).

3. Uji t (t-rasio) tidak signifikan, suatu variabel bebas yan signifikan baik secara

(51)

signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar

maka besar pula kemungkinan taksiran koefesien regresi (a1 – a4) tidak signifikan.

4. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari Uji t

5. Terkadang nilai taksiran koefesien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak

sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyesatkan interprestasi.

3.8.3 Uji Heterokedastisitas

Salah satu asumsi pokok dalam model regresi linear klasik adalah

homokedastisitas atau varian yang sama. Salah satu metode yang dapat digunakan

ada tidaknya heterokedastisitas dalam satu varian error term suatu model regresi

adalah metode Park. Heterokedastisitas dalam penelitian ini dideteksi dengan

mengamati tampilan grafik (scatterplot). Tidak terdapatnya pola yang jelas dan

titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y menunjukkan tidak

terjadinya heterokedastisitas pada model regresi. Sedangkan adanya gejala

heterokedastisitas ditunjukkan dengan adanya pola scatterplot yang dapat terlihat

jelas. Jika model estimasi memiliki gejala heterokendastisitas maka kita dapat

membuat kesimpulan yang salah dari interpretasi, karena estimasi OLS yang ada

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Wilayah dan Iklim

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera

Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3o 14” – 4o 13” Lintang

Utara, 97o52” – 98o 45” Bujur Timur dan 4 – 105 m dari permukaan laut. Kabupaten

Langkat menempati area seluas 6.263,29 km2 yang terdiri dari 23 Kecamatan dan

226 Desa serta 34 Kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut ;

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Melaka

Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan : Kabupaten Karo

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten langkat,luas daerah

terbesar adalah kecamatan Bohorok dengan luas 955,10 km2 atau 12,25 persen diikuti

Kecamatan Batang Serangan dengan luas 934,90 km2 atau 14,93%. Sedangkan luass

daerah terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 49,55 km2 atau 8,79 persen

dari total luas wilayah Kabupaten langkat ( BPS, Kabupaten Langkat Dalam Angka,

(53)

4.1.2 Kependudukan

Berdasarkan data BPS tahun 2007, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah

1.027.414 jiwa terdiri dari laki-laki 513.651 jiwa dan perempuan 513.763 jiwa.

Kepadatan penduduk 164 jiwa/km2. Sedangkan pertumbuhan penduduk dari tahun ke

tahun sampai dengan tahun 2005 diperkirakan sebesar 2.46 persen dan rata-rata

hunian setiap rumah tangga ± 5 jiwa.

Tabel 4.1. Perkembangan dan kepadatan penduduk Kabupaten Langkat

selama 4 tahun ( 2004- 2007)

No Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan Kepadatan Penduduk

(Jiwa ) (%) (jiwa/Km2)

1 2004 935.349 - 153

2 2005 970.433 1,58 155

3 2006 1.013.849 4,47 162

4 2007 1.027.414 1,34 164

Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2007

4.1.3 Ketenagakerjaan

Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Kabupaten Langkat pada tahun 2007

sebanyak 2.772 orang, yang terdiri dari 1,220 tenaga kerja laki-laki dan 1.552 orang

perempuan. Pencari kerja yang terdaftar tersebut paling banyak mempunyai tingkat

pendidikan tamat SLTA umum/kejuruan lainnya yaitu 1.663 orang atau 59,99 persen,

(54)

orang atau 5,05 persen dan sisanya tamat DII/DIII 409 orang atau 14,75 persen dan

tamat SD 62 orang atau 2,24 persen.

4.2 Karakteristik Responden dalam wilayah penelitian

Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut

karakter sosial ekonomi pengusaha kecil yang dijadikan sebagai sampel peneltian ini

yang berjumlah 150 orang. Adapun cakupan dari karakteristik yang dibahas meliputi ;

usia responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan kondisi tempat

tinggal.

4.2.1 Usia Responden

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa paling banyak ditemukan

responden yang berusia diantara 30 – 39 tahun sebanyak 60 orang ataun 40 persen,

dibawah 30 tahun sebanyak 32 orang atau 21 persen, usia 40– 40 tahun berjumlah

sebanyak 34 orang atau 23 persen dan kemudian diikuti oleh kelompok usia antara

50 – 60 tahun sebanyak 13 orang atau 9 persen serta yang berusia di atas 60 tahun

sebanyak 11 orang atau 7 persen. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas para

pengusaha kecil di daerah ini pada umumnya berada dalam usaha produkstif dalam

melakukankan kegiatan ekonomi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 di

(55)

Tabel 4.2. Karakteristik Usia Responden di Wilayah Penelitian

No U s i a Frekuensi Persentase (%)

1 20 - 29 32 21

2 30 - 39 60 40

3 40 - 49 34 23

4 50 - 59 13 9

5 > 60 11 7

J u m l a h 100

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, 2008

4.2.2 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari segi

pendidikan yag pernah diikuti oleh responden dari 150 sampel, dijumpai rata

pendidikan pengusaha kecil di daerah ini antara lain yang menamatkan sekolah dasar

(SD) sebanyak 37 orang atau 25 persen, tamat Sekolah Menengah Pertama (SLTP)

sebanyak 40 orang atau 27 persen, yang menamatkan SLTA dan sederajat sebanyak

48 orang atau 32 persen dan responden yang menamatkan DIII dan Sarjana sebanyak

(56)

Tabel 4.3. Karakteristik Pendidikan Responden Pada Wilayah Penelitian

Tingkat Pendidkan Frekuensi Persentase (%)

Tamat SD 37 25

Tamat SMP/Sederajat 40 27

Tamat SLTA/Sederajat 48 32

DIII /Sarjana 25 16

J u m l a h 100

Sumber : Penelitian Lapangan, 2008

4.2.3 Jumlah Anggota Keluarga

Dari segi jumlah tanggungan keluarga, pada umumnya pengusaha kecil di

daerah ini rata-rata memiliki tanggungan keluarga yang relatif bervariasi. Jumlah

anggota keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa

junlah anggota keluarga yang dimiliki responden dimana jumlah anggota keluarga

sampai dengan 2 orang sebanyak 39 orang atau 26 persen, dan jumlah anggota

keluarga 3 orang sebanyak 48 orang atau 32 persen, dan sedangkan jumlah anggota

(57)

Tabel 4.4. Jumlah Anggota Keluarga Responden

Jumlah Anggota Rumah Tangga Frekuensi Persentase (%) ( orang )

1 -

2 39 26

3 48 32

4 57 38

≥ 5 6 4

J u m l a h 100

Sumber : Penelitian lapangan, 2008

4.2.4 Jenis rumah

Berdasarkan jenis rumah yang dimiliki oleh responden beraneka ragam mulai

dari rumah papan, semi permanen dan permanen. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa jenis rumah yang dimiliki oleh responden antara lain; rumah permanen

sebanyak 48 buah atau 32 persen, kemudian rumah semi permanen sebanyak. 65

buah atau 43 persen merupakan jenis rumah yang paling banyak dimiliki oleh

responden. Sedangkan rumah papan sebanyak. 37 buah atau 25 persen. Gambaran

mengenai jenis rumah yang dihuni oleh responden dapat dilihat pada tabel 4.5 di

(58)

Tabel 4.5. Jenis Rumah Yang Dihuni oleh Responden

Jenis Rumah Frekuensi Persentase (%)

Papan 37 25

Semi Permanen 65 43

Permanen 48 32

J u m l a h 100

Sumber : Penelitian lapangan, 2008.

4.2.5 Lantai Rumah

Kondisi lantai rumah yang dimiliki oleh responden antara lain sebagian

besar tempat tinggal memiliki lantai semen sebanyak 89 buah atau 59 persen dan

lantai traso/keramik sebanyak 49 orang atau 33 persen, sedangkan yang memiliki

lantai papan sebanyak 12 rumah atau 33 persen. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6. Kondisi Lantai Rumah Tempat Tinggal

Jenis Lantai Frekuensi Persentase (%)

Papan 12 8

Semen 89 59

Keramik /traso 49 33

J u m l a h 100

(59)

4.2.6 Dinding Rumah

Dari hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa jenis dinding rumah

yang dimiliki oleh responden sebagian besar adalah dinding batu sebanyak 113

buah atau 25 persen, sedangkan dinding yang terbuat dari papan sebanyak 37 buah

atau 25 persen. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Kondisi Dinding Rumah Responden

Jenis Dinding Frekuensi Persentase (%)

Papan 37 25

Batu 113 75

J u m l a h 100

Sumber: Penelitian Lapangan, 2008

4.2.7 Atap Rumah

Tabel 4.8. Kondisi Atap Rumah Responden

Jenis Atap Frekuensi Persentase (%)

Atap Rumbia 5 3

Seng 117 78

Genteng 28 19

J u m l a h 100

(60)

4.2.8 Alat Penerangan

Jenis alat penerangan yang digunakan paling banyak oleh responden adalah

listrik/PLN sebanyak 115 orang atau 77 persen. Kemudian diikuti oleh penggunaan

lampu petromak sebanyak 24 orang atau 16 persen dan menggunakan generator

sebanyak 11 orang atau 7 persen.

Tabel 4.9. Kondisi Alat Penerangan

Alat Penerangan Frekuensi Persentase (%)

Petromak 24 16

Mesin Listrik/Generator 11 7

PLN 115 77

J u m l a h 100

Sumber: Penelitian Lapangan,Diolah 2008

4.2.9 Sumber Air Minum/mandi/MCK

Sumber air minum yang digunakan oleh responden terdiri dari air sumur,

air ledeng dan sumur pompa. Responden yang menggunakan air sumur sebanyak 11

orang atau 7 persen, air ledeng merupakan sumber air minum yang paling banyak

digunakan yakni sebanyak 126 orang atau 84 persen. Sedangkan yang menggunakan

sumur pompa sebanyak 13 orang atau 9 persen. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

(61)

Tabel 4.10. Sumber Air Minum/MCK

Sumber Air Minum Frekuensi Persentase (%)

Air Sumur 11 7

Air Ledeng 126 84

Sumur Pompa 13 9

J u m l a h 100

Sumber : Penelitian Lapangan, 200

4.2.10 Status Kepemilikan Rumah

Mengenai status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh responden

diketahui bahwa sebanyak 92 orang atau 61 persen dari responden memiliki status

rumah milik sendiri, dan sebanyak 31 orang responden atau 21 persen masih

menempati rumah milik keluarga. Sedangkan yang menyewa sebayak 27 orang atau

18 persen.

Tabel 4.11. Status Kepemilikan Rumah Responden

Status Kepemilikan Frekuensi Persentase (%)

Sewa 27 18

Milik Sendiri 92 61

Milik Keluarga 31 21

J u m l a h 100

(62)

4.3 Hasil Estimasi Model Penelitian

Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variable)

terhadap variabel terikat (dependent variable) dilakukan dengan menggunakan

menggunakan logaritma terhadap model regresi berganda . Hasil estimasi sebagai

mana disajikan di bawah ini. D

Log Y = 24.908 + 1.900 Log MK + 0.96 4 Log TK + 0.437 Log LB + 0.651 Log TP

Std Error (0.935) (0.523) (0.652) ( 0.672)

t-statistic (2.031) ** (1.844)* ( 1.662)* (1.673)*

R2 = 0.676 F-Statistic = 13.87430

R2 = 0.657 Prob-Stat = 0.00000

Keterangan :

**) signifikan pada = 5 persen

*) signifikan pada = 10 persen

Sumber : Lampiran : 3

Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat menujukan bahwa R2 = 0.676

yang bermakna bahwa variabel independen modal kerja, tenaga kerja, lama bekerja

dan tingkat pendidikan mampu menjelaskan variasi pendapatan pengusaha kecil

sebesar 67.6 % dan sisanya sebesar 32.4 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan dalam modal estimasi.

Dari hasil uji simulatan (serempak) yang dilakukan melihat signifikansi secara

(63)

variable). Dari estimasi tersebut diperoleh nilai F-Statistik sebesar 13.874 yang

berarti secara bersama-sama (modal kerja, tenaga kerja , lama bekerja dan tingkat

pendidikan) dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pengusaha kecil di daerah ini

dengan selang keyakinan 95%.

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F-tabel dengan F-hitung.

Untuk degree of Freedom pada pengujian F adalah v1 = (k-1) = 5-1= 4 ) dan v2 =

(n-k)= ( 150- 4 = 146) , dijumpai F-tabel ; pada = 0.05 sebesar 4,02.

Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian

secara partial dilakukan dengan membandingkan nilai t- hitung dengan nilai t-tabel.

Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi (sig) pada hasil estimasi.

Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui variabel-variabel yang

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pengusaha kecil di daerah ini.

Pada jumlah sampel (n)=150, variabel bebas (k)=5. Koutsoyiannis,(1981)

menjelaskan bahwa besarnya k adalah variabel bebas termasuk konstanta. Dengan

demikian k = 5 dijumpai Degree of Freedom (DF) = 150-5 = 145. Pada DF = 145

dijumpai t-tabel pada pengujian dua ekor; = 0.005 sebesar 2,576 dan pada = 0.05

sebesar 1,1960.

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai t-hitung variabel modal kerja

sebesar 2.031 lebih besar dibandingkan 1.917 yang bermakna bahwa variabel modal

kerja berpengaruh signifikan ( pada ; = 0.05 ) terhadap pendapatan pengusaha kecil

atau memiliki elastisitas lebih besar >1. Hal ini disebabkan bahwa mayoritas

Gambar

Gambar 2.1. Lingkaran Setan Ke-2
Gambar 2.2. Lingkaran Setan Ke-3
Gambar 2.3.  Kerangka Pemikiran Penelitian Determinan Pendapatan Usaha Kecil Di
Tabel 3.1. Sample Size dan lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, jam kerja, dan lama usaha terhadap pendapatan pedagang Kampoeng Batik

Hasil analisis penelitian ini dapat di simpulkan variabel modal usaha, jam kerja, jumlah tenaga kerja, memiliki pengaruh positif secara signifikan pada tingkat signifikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel modal kerja, jumlah jam kerja, lama usaha, dan variasi menu terhadap pendapatan pedagang kaki lima

Penelitian ini berjudul “ Determinan Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember Jawa Timur” bertujuan untuk mengetahui apakah variabel modal, jam kerja, masa

Simpulan penelitian ini adalah pengaruh modal kerja, biaya overhead, tenaga kerja, jam kerja, lama usaha dan jumlah hasil produksi terhadap tingkat pendapatan

1) Untuk mengetahui pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja (jam kerja), dan harga komoditi secara serempak terhadap hasil pendapatan usaha tani perkebunan kopi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, jam kerja, dan lama usaha terhadap pendapatan pedagang Kampoeng Batik

pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh melaut dan pengalaman. Dengan