ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL
DI KECAMATAN RANTAU UTARA
KABUPATEN LABUHANBATU
TESIS
Oleh
HENKY JAPINA
087018027/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K
O L A H
P A
S C
A S A R JA
N
ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL
DI KECAMATAN RANTAU UTARA
KABUPATEN LABUHANBATU
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENKY JAPINA
087018027/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR
INFORMAL KECAMATAN RANTAU UTARA
DI KABUPATEN LABUHANBATU Nama Mahasiswa : Henky Japina
Nomor Pokok : 087018027
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Dr. Rahmanta, M.Si)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 5 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si
Anggota : 1. Dr. Rahmanta, M.Si
2. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Si
3. Drs. Rujiman, MA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
ABSTRACT
The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.
In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).
The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam
menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis yang berjudul “Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal
Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu” sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah
memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah
diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc selaku Direktur dan Prof. Dr. Ir. A.
Rahim Matondang, MSIE dan Dr. Pandapotan Nasution, MS selaku Wakil
Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan
saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.
4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku Pembimbing
yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran
dalam penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh para Guru Besar, Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi
Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.
6. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua saya Bapak Jamhir Tanjung dan
Ibunda Nuraidah Jambak yang terus memberikan doa, kasih sayang serta
mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi magister ini.
7. Terima kasih kepada istri tercinta Sri Agustina dan anakku tersayang, Amirah
Arifah yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan baik berupa moral
maupun material, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
8. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua yang telah memberikan motivasi dan
dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian studi ini.
9. Terima kasih kepada Pimpinan dan Staf Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu
yang telah membantu penulis dalam menghimpun data di lapangan, sehingga
10. Teman-teman khususnya angkatan XV yang telah bersama-sama menambah ilmu
selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dan
memberikan dorongan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam tesis ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Wassalam ………..
Medan, 05 Agustus 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Henky Japina
2. Agama : Islam
3. Tempat/Tgl. Lahir : Rantauprapat, 27 Januari 1979
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Nama Orang Tua
Ayah : Jamhir Tanjung
Ibu : Nuraidah Jambak
6. Pendidikan
a. SD. Negeri No. 114375 Rantauprapat : Lulus Tahun 1991
b. SMP. Negeri 1 Rantauprapat : Lulus Tahun 1994
c. SMU. Negeri 2 Rantauprapat : Lulus Tahun 1997
d. Akubank Perguruan Tinggi Swadaya Medan : Lulus Tahun 2000
e. Universitas Islam Labuhanbatu Rantauprapat : Lulus Tahun 2005
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
5.1 Kesimpulan ... 84
5.2 Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008... 5
1.2. Jumlah Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan Tahun 2004 – 2008 ... . 6
3.1. Lokasi Penelitian dan Sample Size ……….…… 47
4.1. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan . ... 56
4.2. Jumlah Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara Tahun 2008 . ... 58
4.3. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Kelurahan Tahun 2008 (%)……… . 59
4.4. Modal Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ……….. 61
4.5. Jumlah Tenaga Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………... ... 62
4.6. Alokasi Waktu Usaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara………... 64
4.7. Lama Berusaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………. 65
4.8. Hasil Uji Multikolinearitas ……… 77
4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ………. 79
4.10. Uji Normalitas ……… 82
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja ………. 31
2.2. Kerangka Pemikiran ………... 43
4.1. Peta Wilayah Kecamatan Rantau Utara ……….. 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ……… 89
2. Tabulasi Data ………... 92
3. Hasil Regresi Linier Berganda ……… 95
4. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ……… 96
5. Hasil Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas ……….. 97
6. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas……… 98
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
ABSTRACT
The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.
In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).
The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perekonomian suatu daerah pada kenyataannya akan memunculkan
sektor formal maupun sektor informal. Sektor informal umumnya berupa usaha
berskala kecil dengan modal, ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas serta
sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.
Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem
ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi
kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan
pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu
menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala
kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi
para pencari kerja.
Sampai saat ini, pengertian sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri
utama pengusaha dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan usaha bermodal
utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya
terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan
memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas
Kehadiran sektor informal sebenarnya memberikan kontribusi positif dalam
perkembangan ekonomi lokal dan peranannya cukup signifikan dalam menunjang
kehidupan sehari-hari. Namun keberadaannya sangat rentan karena mereka berjualan
di kawasan legal atau ilegal di inti kota. Konsekuensinya berpeluang dan menambah
kekumuhan kota apalagi tidak ada penataan dan aturan yang jelas terhadap sektor
informal untuk mengatur diri sendiri. Rata-rata sektor informal ini kesulitan untuk
melepaskan diri dari himpitan ekonomi. Mereka yang terjebak dalam sektor informal
selalu kesulitan untuk melepaskan diri dari atribut masyarakat miskin yang dialami
sebelumnya ketika tinggal di desa (Winarno, 2005).
Di daerah perkotaan sering di identikkan bahwa masyarakat miskin adalah
masyarakat yang bekerja di bidang sektor informal. Penduduk marginal atau
pengangguran tersembunyi di mana kehadiran mereka dapat dipandang dari dua sisi
positif dan negatif. Pada sisi positif, kehadiran mereka memberikan kontribusi positif
dalam perkembangan ekonomi lokal perkotaan, karena menghasilkan nilai tambah
terhadap penghasilan pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi yang mereka
bayarkan kepada pemda setempat. Di samping itu sektor informal mampu menyerap
angkatan tenaga kerja dan mengurangi permasalahan sosial di perkotaan. Sedang sisi
negatif keberadaan mereka berdampak negatif seperti timbulnya kemacetan lalu
lintas, pencemaran lingkungan serta kesadaran hukum yang rendah.
Penduduk yang berkerja di sektor informal ini di katakan sebagai penduduk
kelangsungan hidup sehari-hari, bukan untuk menumpuk keuntungan atau meraih
kekayaan (Todaro, 2000).
Sektor informal didalam menjalankan kegiatan usaha selalu dihadapkan pada
masalah persaingan usaha, hal ini dilatar belakangi ketidakmampuan mereka dalam
hal permodalan, kemampuan tenaga kerja dan pengalaman berusaha dalam hal
menawarkan produk yang dijual, pengetahuan yang terbatas dalam mengelola usaha
serta kemampuan dari produk untuk memasuki pasar yang lebih luas sangat terbatas.
Hal ini akibat dari banyaknya barang dagangan impor yang membanjiri pasar dengan
tingkat harga yang lebih kompetitif dan bervariasi serta kualitas yang lebih baik jika
dibandingkan dengan barang lokal atau barang dalam negeri.
Beberapa tahun terakhir dapat dilihat banjirnya produk makanan dan
minuman dari luar negeri yang banyak ragamnya, mulai yang bermitra dengan
perusahaan di Indonesia atau lebih dikenal dengan toll manufacturing, produk impor
legal dan produk ilegal. Jika dicermati dengan baik, ternyata produk tersebut tidak
hanya dihasilkan oleh industri besar akan tetapi juga dihasilkan oleh usaha kecil.
Semuanya mempunyai kesamaan yaitu memiliki penampilan produk yang prima, baik
dari segi kemasan maupun kualitas produknya. Kemasan produk impor tersebut
mempunyai desain yang menarik dan terbuat dari bahan yang baik sehingga dapat
menarik minat konsumen untuk membelinya. Dan satu keunggulan lagi adalah
harganya yang sangat kompetitif.
Perdagangan di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha
disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih
bersifat tradisional, tambahan modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan
informasi tentang dunia usaha sangat terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang
terbatas, sifat kualitas barang yang dijual hanya sebatas kebutuhan untuk barang
dagangan saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha sektor informal ini dalam
peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan terhadap usaha
tersebut.
Setelah memahami betapa pentingnya pengembangan usaha di sektor informal
ini, maka dapat disadari bahwa para pedagang pada sektor informal akan mendapat
kesulitan dalam mewujudkannya tanpa dukungan dan bantuan dari pihak-pihak
terkait, bagaimanapun mereka menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang kadang
kala tidak dapat mereka pecahkan sendiri. Ketiadaan akan dukungan yang diberikan
terhadap pedagang sektor informal ini oleh pemerintah merupakan kendala bagi
usaha mereka untuk lebih maju dan berkembang.
Oleh sebab itu di era otonomi daerah saat sekarang ini hendaknya para
Pemerintah Daerah membuat suatu kebijakan bagi sektor informal karena tidak hanya
memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja, namun juga merupakan
ujung tombak dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan pengurangan
pengangguran.
Angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor formal akan berpaling atau
kehidupannya. Mereka yang bekerja di sektor informal adalah yang bekerja sendiri
dengan atau bantuan orang lain dan pekerja rumah tangga.
Ahaf (2008) mengumumkan angka pengangguran Februari 2008 menurun
dibandingkan Februari 2007 dan Agustus 2007. Problem pengangguran terselamatkan
oleh sektor informal yang lebih bisa menyerap tenaga kerja. Meski jadi penyelamat,
sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam perspektif penyerapan tenaga kerja.
Pada umumnya, sektor informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian,
perdagangan, dan jasa kemasyarakatan. Penyerapan tenaga kerja tersebut sekitar 70
persen pekerja di sektor informal, 30 persen di sektor formal.
Di Kabupaten Labuhanbatu data jumlah pencari kerja yang terdaftar pada
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2008 adalah 1.537 orang
yang terdiri dari laki-laki 548 orang dan perempuan 989 orang.
Tabel 1.1. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008
No. Tamatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009 (diolah)
Kemudian data dari BPS menunjukkan selama 5 tahun terakhir di Kabupaten
yang cukup signifikan terutama pada Kecamatan Rantau Utara, yang dapat dilihat
Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009
Melihat potensi dan kenyataan yang ada ini, maka penulis tertarik untuk
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal yang berada
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Namun karena sektor informal
ini begitu luas maka penulis persempit penelitian ini atau dispesifikasikan hanya pada
sektor informal yang bergerak pada usaha makanan dan minuman.
Alasannya kenapa saya hanya spesifikasikan pada usaha makanan dan
minuman dan berlokasi hanya di Kecamatan Rantau Utara karena kenyataan yang ada
saat ini bahwa lokasi usaha makanan dan minuman yang ada menunjukkan
makanan dan minuman yang membanjiri setiap jalan protokol maupun jalan
di kampung pada Kecamatan Rantau Utara.
Semakin bertambahnya lokasi makanan dan minuman ini dapat kita
asumsikan bahwa memang daya beli masyarakat mengkonsumsi juga cukup tinggi.
Jika dilihat dalam hal promosi desain produk dan lokasi usaha dapat memikat daya
beli konsumen, produk makanan dan minuman mempunyai rasa yang lezat dan bisa
di terima konsumen, harga yang dapat bersaing, karyawan yang ramah dan sopan
juga menjadi daya pikat bagi konsumen.
Kemudian alasan mengapa penulis meneliti di Kecamatan Rantau Utara
karena merupakan daerah perkotaan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Penjual
makanan dan minuman yang dimaksud penulis dalam penelitian ini didasarkan pada
golongan usaha yang terdaftar maupun yang tidak memiliki izin usaha pada Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Labuhanbatu (Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia, 2006). Golongan usahanya yang berada di sekitaran
atau pinggiran jalan.
Keterbukaan peluang untuk berusaha bagi para penjual makanan dan
minuman dimaksudkan untuk mengatasi masalah pengangguran yang dari tahun ke
tahun selalu menunjukkan peningkatan dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja
dan bisa juga sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi daerah khususnya pada
Kabupaten Labuhanbatu.
Penelitian ini khusus ingin mengamati dan menganalisis 4 faktor yang
Utara Kabupaten Labuhanbatu yaitu: modal kerja, tenaga kerja, alokasi waktu usaha,
dan lama berusaha.
Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal
kerja mempengaruhi pendapatan usaha yang akan meningkatan jumlah produk
makanan dan minuman atau bisa juga digunakan untuk pengembangan lokasi usaha
sehingga akan meningkatkan pendapatan yang secara otomatis juga akan
meningkatkan keuntungan.
Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis
jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha yang secara otomatis akan
mempengaruhi keuntungan usaha. Dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan tidak akan kesulitan dalam pelayanan dan kepuasan
pelanggan akan tercipta.
Faktor alokasi waktu usaha adalah jam usaha atau total waktu yang digunakan
oleh setiap penjual makanan dan minuman untuk berdagang selama 1 hari, seperti
halnya pengguna jam kerja secara bersama-sama ditentukan oleh faktor-faktor
permintaan dan penawaran yang bisa meningkatkan pendapatan dalam berusaha.
Faktor lama berusaha juga merupakan faktor yang berpengaruh karena dalam
kegiatan usaha makan dan minuman dengan semakin lama berusaha
(berpengalaman), penjual makin berpengalaman dalam sistem atau cara dalam usaha
makanan dan minuman tersebut, hal ini bisa meningkatkan pendapatan dalam
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah-masalah yang timbul dalam mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya
penjual makanan dan minuman adalah sebagai berikut:
1. Apakah Modal Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?
2. Apakah Jumlah Tenaga Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?
3. Apakah Alokasi Waktu Usaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?
4. Apakah Lama Berusaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan Sektor Informal
di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
2. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Sektor
Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
3. Untuk menganalisis pengaruh Alokasi Waktu Usaha terhadap Sektor Informal
4. Untuk menganalisis pengaruh Lama Berusaha terhadap Pendapatan Sektor
Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual
makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.
2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam
mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Sektor Informal
khususnya penjual makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.
3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual
makanan dan minuman, serta berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Pemerintah dalam Sektor Informal
Kalau dilihat peran pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ini mengatakan sudah jelas
perlunya peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam
sektor informal agar tetap berperan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang
semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi di Indonesia.
Manurung (2006) mengatakan dalam upaya pembinaan dan pengembangan
usaha kecil dapat juga dilakukan dengan menerapkan sistem pembinaan melalui:
1) Kelembagaan dan manajemen dengan menggunakan sistem dan prosedur
organisasi yang baku.
2) Peningkatan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan serta
memberikan transfer pengetahuan tentang mengelola dunia usaha.
3) Permodalan, hal ini dilakukan dengan cara membantu akses permodalan.
4) Distribusi/pemasaran, dengan memberikan bantuan informasi pasar,
mengembangkan jaringan distribusi.
5) Teknologi, dengan inovasi dan alih teknologi.
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang dilakukan dapat berupa pada
1) Pemasaran
a. Penelitian dan pengkajian pasar.
b. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran.
c. Menyediakan sarana dukungan promosi dan uji pasar.
d. Mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi.
e. Memasarkan produk usaha kecil.
f. Menyediakan konsultan profesional di bidang pemasaran.
g. Menyediakan rumah tangga dan promosi usaha kecil.
h. Memberi peluang pasar terhadap produk yang dihasilkan.
2) Sumber Daya Manusia
a. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan.
b. Meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial.
c. Mengembangkan pelatihan dan konsultasi usaha kecil.
d. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil.
e. Menyediakan modul manajemen usaha kecil.
f. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha
kecil.
3) Permodalan
a) Pemberian informasi sumber kredit bagi usaha kecil.
b) Tata cara pengajuan penjaminan dari sumber lembaga penjamin.
c) Mediator terhadap sumber pembiayaan.
e) Membantu akses permodalan.
4) Manajemen
a) Bantuan penyusunan studi kelayakan.
b) Sistem dan prosedur organisasi dan manajemen.
c) Menyediakan tenaga konsultan dan advisor.
Aspek pengembangan usaha sektor informal yang ada di Indonesia agar
menjadi sebuah usaha yang tangguh dan mandiri, ini berarti bahwa seiring dengan
berjalannya waktu sektor informal akan dapat meningkatkan pendapatan usahanya
tersebut yang merupakan aspek terpenting bagi tercapainya tujuan menjadi suatu
usaha yang tangguh dan mandiri. Hal tersebut dapat di pacu melalui program dan
kegiatan-kegiatan pemberdayaan pengembangan yang diciptakan pemerintah.
Ekonomi kerakyatan yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan
ekonomi yang dilaksanakan, dinikmati dan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan
ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal usaha kecil, pertanian, koperasi dan
sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dan berlangsung
cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring dengan masih terdapatnya jumlah
penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasil pembangunan
ekonomi. Pengembangan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan
melalui penciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan
bidang produksi, pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenaga kerja juga
sebagai sumber pendapatan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagai
kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor informal.
Sektor informal dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatan ekonomi
rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal.
2.1.1. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi
Pola kemitraan usaha kecil termasuk di dalamnya koperasi dapat dijalin
dengan usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat
berbagai bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum,
sub kontrak, waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah
saling menguntungkan antara pihak-pihak yang melakukan kemitraan usaha.
Keberhasilan suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan
dan perilaku dari pihak-pihak yang melaksanakan kemitraan. Jenis-jenis perilaku
yang dapat muncul dari pihak yang melakukan kemitraan antara lain yang bersifat
tidak ingin untung sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku
mampu menahan diri atau sabar.
2.1.2. Strategi Pembangunan Ekonomi
Setiap strategi pembangunan ekonomi hampir semuanya memiliki dimensi
yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi dari tradisional yang didominasi
peranan sektor pertanian ke perekonomian yang modern bercorak industri.
Pengalaman negara maju dalam mencapai perubahan struktur ekonomi dilaksanakan
regional, pembangunan sektor industri didasarkan pada teori kutub pertumbuhan
ekonomi. Manfaat ekonomi yang menyebar dari kutub kegiatan ekonomi ke seluruh
bagian wilayah disebut "efek tetesan ke bawah" atau spread effect. Selain efek yang
berupa penyebaran kemajuan ekonomi dari pusat kegiatan ekonomi (kutub) juga
terjadi efek yang merugikan daerah belakang atau daerah pengaruh berupa efek
pencucian (backwash effect). Ini dapat berwujud merosotnya jumlah dan kualitas
sumber daya di daerah belakang dan kerusakan lingkungan, akibat upaya
pembangunan ekonomi yang dipusatkan.
Kemunduran dalam bidang ekonomi dirasakan oleh bangsa Indonesia, setelah
sekitar 30 tahun melaksanakan upaya pembangunan. Kemunduran kondisi ekonomi
tersebut akibat terjadinya krisis ekonomi yang terakhir terjadi di Amerika Serikat
yang selanjutnya berdampak parah pada perekonomian Indonesia. Ketergantungan
pada impor barang dan jasa serta besarnya pinjaman swasta ke luar negeri merupakan
penyebab kerawanan dari sisi eksternal. Dalam krisis ekonomi muncul berbagai isu
ekonomi berkaitan dengan korupsi, kolusi dan pemberian fasilitas dan nepotisme.
Perbaikan kondisi ekonomi harus disertai perbaikan kerangka dasar politik dan
hukum yang menjamin tegaknya demokrasi. Strategi mengatasi krisis dilakukan
melalui kebijakan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran. Kebijakan ekonomi yang
berpihak pada ekonomi kerakyatan diperlukan dalam rangka mewujudkan
pemerataan pembangunan dan mewujudkan keadilan sosial. Pendekatannya dapat
Sementara itu kegiatan pemerintah dalam perekonomian menurut Suparmoko
(2000), secara garis besar dapat diklasifikasikan atas:
1. Kegiatan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi maupun barang-barang
dan/jasa untuk memuaskan masyarakat (peranan alokasi).
2. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer
penghasilan (peran distribusi).
3. Kegiatan menstabilkan perekonomian (peran stabilisasi).
4. Kegiatan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Konsekuensi keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi menyebabkan
pemerintah membutuhkan aparat, investasi, sarana dan prasarana yang berarti harus
melakukan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan. Guna membiayai
pengeluaran tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dana/penerimaan.
Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan
nampak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu
melalui peran pemerintah sangat diharapkan untuk menciptakan distribusi pembagian
pendapatan nasional yang lebih adil (Basri, 2002).
Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan beberapa alasan perlunya campur
tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain adalah:
1. Menstabilkan tingkat harga dan mencegah inflasi.
2. Mengukuhkan pertumbuhan ekonomi, dan
Para ahli ekonomi klasik meyakini bahwa terjadinya suatu perekonomian
dengan persaingan sempurna, pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala
campur tangan pemerintah yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah
tangan-tangan tak kelihatan (invisible hand) akan memandu semua pelaku ekonomi
untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien (Jhingan, 2007).
Todaro (2000) mengatakan bahwa karakteristik khas sektor informal adalah
sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak sangat tergantung kepada
kerjasama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat. Dengan
demikian dapat dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama
antara beberapa orang kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.
2. Skala usaha relatif kecil. Modal usaha, modal kerja dan omset penjualan
umumnya kecil, serta dapat dilakukan secara bertahap.
3. Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki ijin usaha seperti halnya
Firma atau Perusahaan Terbatas.
4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah dari pada bekerja di sektor
formal.
5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya relatif rendah, walaupun
tingkat keuntungan terkadang cukup tinggi, akan tetapi karena omset
6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil.
Kebanyakan usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur
kecil yang langsung melayani konsumennya.
7. Pekerjaan di sektor informal tidak memiliki jaminan kesehatan kerja dan
fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti dana pensiun dan tunjangan
keselamatan kerja.
8. Usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang
keliling, penjual koran, kedai lontong sayur, tukang cukur, tukang becak,
tukang sepatu, warung nasi dan warung kopi.
Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian ataupun
sebagai wadah penampung angkatan kerja, sehingga dapat berperan mengurangi
pengangguran.
2.2. Peran Usaha Makanan dan Minuman dalam Perekonomian
Dalam dasawarsa terakhir, harus diakui globalisasi telah mendorong
terjadinya berbagai perubahan perilaku masyarakat, yang tentunya sangat erat
kaitannya dengan sektor perdagangan dan dampaknya, baik di dalam negeri maupun
antar negara. Bila di waktu lalu kebanyakan orang masih memasak untuk kebutuhan
makan sehari-hari maka saat sekarang ini karena sudah sangat tingginya kesibukan
(terutama di kota-kota besar) sudah banyak kita jumpai membeli makanan siap saji
untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sebagian besar perubahan pola/perilaku
masyarakat ke cara yang instan atau praktis. Hal itu telah berlangsung di semua
kalangan masyarakat baik golongan tua maupun golongan muda.
Pentingnya peran dan posisi usaha makanan dan minuman di Indonesia
sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian dan perdagangan terlihat dari
tetap kokoh dan berlangsungnya sebagian besar usaha tersebut selama masa krisis
atau transisi beberapa waktu yang lalu. Tidak berlebihanlah kiranya dikatakan bahwa
sektor usaha makanan dan minuman memegang peranan penting dan merupakan
tulang punggung perekonomian nasional walaupun sumbangan tidak terlalu besar
tetapi dapat dijadikan sebagai salah satu peluang usaha yang menjanjikan.
Sangatlah disadari bahwa daya saing dan kemampuan usaha makanan dan
minuman ini perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan
bebas yang berlangsung saat ini. Perdagangan bebas ini mempunyai pengaruh secara
langsung yaitu pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dapat dilihat bahwa
pasar bebas ini sebagai peluang untuk memperkenalkan jenis masakan tradisional
Indonesia di pasar global. Sedang pengaruh negatif adalah terdapatnya produk jenis
makanan dan minuman luar negeri yang akan lebih mudah masuk dan langsung
berada di tengah-tengah masyarakat kita yang merupakan konsumen dengan
konsumsi yang cukup tinggi dan akan mengambil pasar dari jenis usaha makanan dan
minuman dalam negeri. Karena itulah peran pemerintah sangat diperlukan sebagai
filter dalam mempertahankan jenis makanan dan minuman asli Indonesia agar
terjadi ini, hendaknya masyarakat dapat meningkatkan atau menumbuhkan jiwa cinta
terhadap makanan dan minuman asli dalam negeri.
2.3. Konsep Pendapatan
Salah satu konsep yang paling sering digunakan untuk mengukur kondisi
ekonomi seseorang atau rumah tangga adalah melalui konsep pendapatan. Menurut
Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang
diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu
kegiatan ekonomi.
Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam
perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor
produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil
yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja
(marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap
pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,
MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.
Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi
adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis
riil adalah:
Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan
di atas menjadi:
Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ……….... (2.3.2)
Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian
kepada modal dan laba ekonomis.
Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki
sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan
nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan
ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw,
2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan,
maka:
F(K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………. (2.3.3)
Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah
pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil
konstan, maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba
ekonomis adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan
memiliki modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena
pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan
pengembalian modal (return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut
sebagai laba akuntansi maka dapat dibuat persamaan:
Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini
seharusnya menjadi pengembalian modal.
Kemudian Pratomo (2006) menjelaskan tentang konsep pendapatan nasional
yang dihitung dengan menggunakan 3 pendekatan:
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Dalam pendekatan ini pendapatan nasional dihitung berdasarkan perhitungan
dari jumlah nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam
suatu perekonomian pada periode tertentu. Nilai barang dan jasa yang
dimaksud adalah nilai akhir barang dan jasa atau nilai tambah barang (value
added) barang.
Nilai akhir adalah nilai barang yang siap dikonsumsi dan tidak lagi digunakan
dalam proses produksi berikutnya. Sedangkan nilai tambah adalah selisih
antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses
produksi termasuk nilai bahan baku yang digunakan. Pendapatan nasional
dihitung dengan menghitung nilai barang akhir atau menjumlah semua nilai
tambah.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan
pendapatan yaitu dengan jalan menghitung semua pendapatan dari masing-
masing pendapatan faktor produksi yaitu pendapatan tanah, modal, tenaga
profit. Dengan menghitung keempat pendapatan tersebut, kita akan
mendapatkan pendapatan nasional dari pendekatan pendapatan.
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan
pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan
oleh semua pelaku ekonomi, baik itu rumah tangga, perusahaan, pemerintah
dan sektor luar negeri. Pengeluaran dari rumah tangga adalah konsumsi rumah
tangga, pengeluaran perusahaan adalah investasi, pengeluaran pemerintah
adalah seluruh belanja pemerintah, dan pengeluaran luar negeri adalah ekspor
netto (selisih ekspor dan impor). Dengan menjumlahkan keseluruhan dari
pengeluaran tersebut akan diperoleh pendapatan nasional.
Dalam menghitung pendapatan nasional terdapat 2 macam konsep pendapatan, yaitu:
1. Konsep Pendapatan Kewilayahan
Menghitung pendapatan nasional dari jumlah seluruh produksi yang
dihasilkan masyarakat baik itu masyarakat warga negara pribumi dan warga
negara asing dalam suatu negara yang disebut dengan GDP (Gross Domestic
Brutto).
2. Konsep Pendapatan Kewarganegaraan
Menghitung pendapatan nasional dari seluruh produksi yang dihasilkan oleh
seluruh masyarakat Indonesia, baik itu didalam maupun di luar negeri yang
2.4. Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan
Suatu usaha yang bergerak dalam sektor formal maupun informal dalam
penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan
dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan
mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu
tujuan penting dalam berusaha.
Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual
dikalikan dengan harga output per unit. Jika jumlah unit output yang sama dengan Q
dan harga jual per unit output adalah P, maka persamaan pendapatan total adalah
sebagai berikut:
TR = Q x P ………. (2.4.1)
Keynes (dalam Jhingan, 2007) mengatakan dalam teori ekonomi bahwa
kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan antara kecendrungan
mengkonsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga
meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada pendapatan tersebut.
Tingkah-laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik,
tabungan juga naik.
Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam
memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan.
Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan
yaitu pengaruh positif (pendapatan dan keuntungan) dan pengaruh negatif (beban dan
kerugian). Selisih dari keduanya nantinya menjadi laba atau rugi.
Pendapatan umumnya digolongkan atas pendapatan yang berasal dari kegiatan
normal perusahaan dan pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal
perusahaan. Pendapatan dari kegiatan normal perusahaan biasanya diperoleh dari
hasil penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama
perusahaan. Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan adalah
hasil di luar kegiatan utama perusahaan yang sering disebut hasil non operasi.
Pendapatan non operasi biasanya dimasukkan ke dalam pendapatan lain-lain,
misalnya pendapatan bunga dan deviden.
Di negara terbelakang hubungan antara pendapatan, konsumsi dan tabungan
ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat, mereka
mempergunakannya lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung
ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal
mengkonsumsi sangat tinggi di negara tersebut sedangkan kecenderungan marginal
menabung sangat rendah. Pandangan Keynes ini menunjukkan kepada kita bahwa
bilamana kecenderungan marginal mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi,
output dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat dari pada kenaikan
pendapatan. Tetapi negara terbelakang tidak mungkin meningkatkan produksi barang
konsumsi karena kekurangan faktor pendukung, walaupun konsumsi meningkat
sebagai akibat kenaikan pendapatan. Akibatnya, harga naik sedangkan pekerjaan
Sedangkan pada sisi tabungan, dianggap bahwa tabungan sebagai sifat sosial
yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan berkurangnya permintaan
agregat. Sekali lagi, gagasan ini tidak dapat diterapkan pada negara terbelakang
karena tabungan merupakan obat mujarab bagi keterbelakangan ekonomi mereka.
Pembentukan modal adalah kunci pembangunan ekonomi, dan pembentukan modal
dimungkinkan melalui tabungan masyarakat yang meningkat. Berbeda dengan
pandangan Keynes, negara terbelakang dapat berkembang dengan cara membatasai
konsumsi dan meningkatkan tabungan. Bagi negara terbelakang, tabungan tidak
merupakan hal yang buruk, tetapi merupakan sesuatu yang baik.
2.5. Modal dalam Sektor Informal
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia
usaha, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan
pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung
dari sudut mana meninjaunya. Peran modal dalam suatu usaha sangat penting karena
sebagai alat produksi suatu barang dan jasa. Suatu usaha tanpa adanya modal sebagai
salah satu faktor produksinya tidak akan dapat berjalan. Demikian juga di sektor
informal modal sangat besar pengaruhnya walaupun mungkin besarnya tidak sebesar
di sektor formal.
Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena
berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai
harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan
resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.
Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang
tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan
penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur
keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.
Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai
usaha dagangan setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk
pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu output
tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian
didalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal yang
besarnya sama dengan seandainya pedagang menanamkan modalnya di dalam sektor
ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri. Sehingga keuntungan
merupakan hal yang sangat berat bagi seorang pedagang.
Menurut Manurung (2007), dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan
sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan
berkembang tanpa di dukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi
jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri
memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang
bersangkutan.
Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber-
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun barang yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC)
adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya
biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan
biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).
Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor
penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan
terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi
meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang,
kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan
di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat
yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini
disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya
pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan
modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat
kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang
rendah.
Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;
misalkan 10.000 pekerja penganggur itu digunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari
100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi
Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini
menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan
mengurangi resiko dalam mendapatkan pasar dan meningkatkan rangsangan untunk
investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang
memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan
untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara
terbelakang.
Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu
jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah
tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat
rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan
meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar
lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang
pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata
tabungan sebelumnya.
2.6. Tenaga Kerja dalam Sektor Informal
Pada dasarnya suatu kegiatan perekonomian di bidang apapun akan
dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor yang lain dan juga
sifat-sifat manusia itu sendiri. Yang kita maksud dengan human resources disini ialah
maka tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi. Hanya
penduduk yang berupa tenaga kerja yang dapat dikatakan sebagai faktor produksi.
Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang
bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang
mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja
adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga
kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).
Rata-rata umur angkatan kerja di negara berkembang misalkan di Indonesia
mulai 10 tahun ke atas yang lebih mudah jika dibandingkan dengan negara maju
mulai 15 tahun ke atas. Demikian juga dengan kualitasnya angkatan kerja pada
negara-negara berkembang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju.
Rendahnya kualitas tenaga kerja tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan
dan tingkat pengetahuan tenaga kerja.
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand
dalam masyarakat, permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan
tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan
dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Besar penempatan (jumlah orang
yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan
dan permintaan tenaga kerja itu sendiri. Selanjutnya besarnya penyediaan dan
Dalam ekonomi neo klasik (dalam Suparmoko, 2000) bahwa penyediaan atau
penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Sebaliknya
permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja
Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap
mengenai pasar kerja, maka teori neo klasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan
tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan pada saat penyediaan tenaga
kerja sama dengan permintaan yang dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal
penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, tidak terjadi pengangguran.
Pada kenyataannya, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena
Upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We).
Sedangkan pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga adalah Ls sedang
permintaan hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah
pengangguran. Tiap-tiap negara memberikan pengertian yang berbeda mengenai
definisi bekerja dan menganggur, dan definisi itu dapat berubah menurut waktu.
Dalam suatu usaha apapun peran tenaga kerja sangat diperlukan sebagai suatu
alat penggerak dari suatu roda usaha. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan pendapatan dari usaha tersebut, semakin tinggi permintaan maka
akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup
efektif pemakaian tenaga kerja tersebut.
2.7. Alokasi Waktu Usaha dalam Sektor Informal
Alokasi waktu usaha adalah total waktu usaha atau jam kerja usaha yang
digunakan oleh seorang pedagang di dalam berdagang. Semakin tinggi jam kerja
yang kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima
pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan akan pedagang akan semakin
terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.
Menurut Becker (dalam Jajasan, 2001) mengatakan Teori Rumah Tangga
Baru (New Home Economic Theory) membangun teorinya berdasarkan prilaku
konsumen dalam ekonomi mikro dengan memperkenalkan rumah tangga/keluarga
sebagai unit analisis. Teori ini mengasumsikan bahwa utility rumah tangga tidak
komoditi Z dari kombinasi barang dan jasa (X) yang dikonsumsi selama periode
tertentu. Hubungan ini dapat dituliskan dengan:
Z = z (X, T) ………..(2.7.1)
Masing-masing komoditi Z dapat dibeli di pasar atau diproduksi sendiri di rumah,
hingga total:
Z = Xm, Xh ……….. (2.7.2)
Hasil substitusi persamaan (2) dan (1) menjadi utility:
Z = z (Xm, Xh, T)………. (2.7.3)
Komoditi yang dibeli dan diproduksi di rumah dipisahkan, di mana komoditi yang
dihasilkan di rumah diproduksi dalam suatu periode waktu tertentu di rumah,
sehingga:
Xh = f(H) ………..(2.7.4)
Hingga konsumsi keluarga dimaksimalkan dengan batasan waktu dan anggaran,
di mana pendapatan keluarga dan pengeluaran uang untuk konsumsi (Xm) tergantung
pada income yang diperoleh di pasar, tingkat upah individu (W) kali jumlah waktu
yang digunakan untuk bekerja di pasar (N) dan income yang berasal dari tenaga kerja
lain dalam rumah tangga. Persamaan ini dapat ditulis secara matematis sebagai
berikut:
Xm = WN + V ………..(2.7.5)
Dalam hal ini waktu merupakan sumber daya yang penting, dengan batasan yang
normal 24 jam sehari yang harus dialokasikan pada beberapa aktivitas seperti istirahat
T = H + N + L ……….. (2.7.6)
Tingkat konsumsi optimal suatu rumah tangga adalah saat marginal productivity dari
bekerja sebanding dengan marginal rate dari substitusi antara barang dan konsumsi
waktu. Alokasi waktu keluarga mungkin pada aktivitas bekerja dan konsumsi.
Kendala waktu adalah:
Ti = TC = T – Tw ………..(2.7.7)
Di mana TC adalah waktu untuk konsumsi yang jumlahnya sama dengan jumlah
seluruh waktu tersedia. Becker menekankan bahwa waktu dapat dialokasikan secara
efisien di antara aktivitas yang berbeda. Perubahan dalam efisien market akan
menyebabkan realokasi waktu oleh anggota keluarga lain. Sehingga penekanan
dilakukan pada alokasi waktu dari opportunity cost pada anggota keluarga yang
bekerja, bukan yang tidak bekerja.
2.8. Lama Berusaha dalam Sektor Informal
Faktor lama berusaha bisa juga di katakan dengan pengalaman. Faktor ini
secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan
fungsi dari pendapatan. Namun, dalam aktivitas sektor informal dengan semakin
berpengalamannya seorang penjual, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan
atau keuntungan usaha.
Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat
kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh
dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat
dilihat bahwa tidak ada kesamaan antara sesama pedagang sektor informal dalam
kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan
juga berbeda.
Foster (2001) mengatakan ada beberapa hal dalam menentukan
berpengalaman tidaknya seorang pengusaha yang sekaligus sebagai indikator
pengalaman kerja yaitu:
1. Lama waktu/masa kerja.
Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat
memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.
2. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pengetahuan dilihat dari konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain
yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk
memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan.
Sedangkan keterampilan dilihat dari kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk
mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.
3. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.
Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik peralatan
dan tehnik pekerjaan.
Pengalaman berusaha terjadi karena adanya kesempatan kerja yang timbul
karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan
pembangunan yang diterapkan juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan
kerja.
Pengalaman berusaha juga merupakan pembelajaran yang baik guna
memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengambilan
keputusan. Misalkan jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan selama satu
bulan, dengan pengalaman berusaha yang baik maka dapat dianalisis bahwa
pendapatan yang dihasilkan menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki
seorang pedagang, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh
seorang pedagang semakin besar pula tingkat kompleksitas usaha.
Pengalaman dan lamanya berusaha akan memberikan pelajaran yang berarti
dalam menyikapi situasi pasar dan perkembangan ekonomi saat ini. Pengalaman dan
lama berusaha akan memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha informal dalam
menjalankan kegiatan usaha jika dibandingkan kepada usaha informal yang masih
pemula. Pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha demi
kelangsungan hidup usaha terfokus pada pengalaman masa lalu, pengalaman masa
lalu akan berguna sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap ke depan dalam upaya
mengembangkan usaha ke arah yang lebih maju dan berkesinambungan.
2.9. Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan
Dalam Proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga
disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya
keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang
mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah
diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu
saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti.
Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses
produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini
menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi
masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut:
Q = f {K, L} ………...…... (2.9.1)
Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni
modal dan tenaga kerja.
Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering
digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil
produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour).
Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau
jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana
fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = ALá Kâ ………...…(2.9.2)
Dimana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan
barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang
semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan
satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,
mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L
dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output dari
modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan
atas skala produksi, jika á + â > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala
produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas
skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Dominic Salvatore, 2006).
Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat
dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan
hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan
tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti usaha sektor informal. Ini berarti
bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam
kegiatan produksi usaha sektor informal dapat memberikan beberapa kemungkinan
tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.
2.10. Penelitian Sebelumnya
Pulungan (2003) menemukan bahwa asset dan lama berusaha memberikan
pengaruh yang positif sebesar 0,755 dan 0,382 dan signifikan secara statistik terhadap
pendapatan pengusaha industri kecil di Kota Medan dengan tingkat kepercayaan
95%. Sementara untuk tenaga kerja dan tingkat pendidikan berpengaruh secara positif