• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal Di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal Di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL

DI KECAMATAN RANTAU UTARA

KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Oleh

HENKY JAPINA

087018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR INFORMAL

DI KECAMATAN RANTAU UTARA

KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENKY JAPINA

087018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN SEKTOR

INFORMAL KECAMATAN RANTAU UTARA

DI KABUPATEN LABUHANBATU Nama Mahasiswa : Henky Japina

Nomor Pokok : 087018027

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Dr. Rahmanta, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 5 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Dr. Rahmanta, M.Si

2. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Si

3. Drs. Rujiman, MA

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

(6)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).

The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah

melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam

menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis yang berjudul “Analisis Determinan Pendapatan Sektor Informal

Kecamatan Rantau Utara di Kabupaten Labuhanbatu” sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah

memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu penulis yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah

diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc selaku Direktur dan Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Matondang, MSIE dan Dr. Pandapotan Nasution, MS selaku Wakil

(8)

Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan

saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku Pembimbing

yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran

dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh para Guru Besar, Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua saya Bapak Jamhir Tanjung dan

Ibunda Nuraidah Jambak yang terus memberikan doa, kasih sayang serta

mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi magister ini.

7. Terima kasih kepada istri tercinta Sri Agustina dan anakku tersayang, Amirah

Arifah yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan baik berupa moral

maupun material, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

8. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua yang telah memberikan motivasi dan

dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian studi ini.

9. Terima kasih kepada Pimpinan dan Staf Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu

yang telah membantu penulis dalam menghimpun data di lapangan, sehingga

(9)

10. Teman-teman khususnya angkatan XV yang telah bersama-sama menambah ilmu

selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dan

memberikan dorongan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam tesis ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk

perbaikan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Wassalam ………..

Medan, 05 Agustus 2010

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Henky Japina

2. Agama : Islam

3. Tempat/Tgl. Lahir : Rantauprapat, 27 Januari 1979

4. Pekerjaan : Wiraswasta

5. Nama Orang Tua

Ayah : Jamhir Tanjung

Ibu : Nuraidah Jambak

6. Pendidikan

a. SD. Negeri No. 114375 Rantauprapat : Lulus Tahun 1991

b. SMP. Negeri 1 Rantauprapat : Lulus Tahun 1994

c. SMU. Negeri 2 Rantauprapat : Lulus Tahun 1997

d. Akubank Perguruan Tinggi Swadaya Medan : Lulus Tahun 2000

e. Universitas Islam Labuhanbatu Rantauprapat : Lulus Tahun 2005

(11)
(12)
(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 84

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008... 5

1.2. Jumlah Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan Tahun 2004 – 2008 ... . 6

3.1. Lokasi Penelitian dan Sample Size ……….…… 47

4.1. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan . ... 56

4.2. Jumlah Komposisi Penduduk Kecamatan Rantau Utara Tahun 2008 . ... 58

4.3. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Kelurahan Tahun 2008 (%)……… . 59

4.4. Modal Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ……….. 61

4.5. Jumlah Tenaga Kerja Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………... ... 62

4.6. Alokasi Waktu Usaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara………... 64

4.7. Lama Berusaha Penjual Makanan dan Minuman di Kecamatan Rantau Utara ………. 65

4.8. Hasil Uji Multikolinearitas ……… 77

4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ………. 79

4.10. Uji Normalitas ……… 82

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja ………. 31

2.2. Kerangka Pemikiran ………... 43

4.1. Peta Wilayah Kecamatan Rantau Utara ……….. 57

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ……… 89

2. Tabulasi Data ………... 92

3. Hasil Regresi Linier Berganda ……… 95

4. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ……… 96

5. Hasil Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas ……….. 97

6. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas……… 98

(17)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, alokasi waktu usaha, dan lama berusaha terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat Bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 17.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja, jumlah tenaga kerja dan alokasi waktu usaha secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Sedangkan lama berusaha secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

(18)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyse the influence of working capital, total of labour, allocation of trading time, and long of running a bussines to informal sector income in the District of Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

In this research use double lenear regression model with component to process data, used SPSS programme version 17.0. This research method use nonprobability sampling method that is purposive sampling which is method Ordinary Least Square (OLS).

The research result show that working capital, total of labour, and allocation of trading time do influence together significantly to informal sector income in the Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency. Meanwhile long of running a bussines personally not influence to informal sector income in Distric Rantau Utara Labuhanbatu Regency.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perekonomian suatu daerah pada kenyataannya akan memunculkan

sektor formal maupun sektor informal. Sektor informal umumnya berupa usaha

berskala kecil dengan modal, ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas serta

sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem

ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi

kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan

pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala

kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi

para pencari kerja.

Sampai saat ini, pengertian sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri

utama pengusaha dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan usaha bermodal

utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya

terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan

memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

(20)

Kehadiran sektor informal sebenarnya memberikan kontribusi positif dalam

perkembangan ekonomi lokal dan peranannya cukup signifikan dalam menunjang

kehidupan sehari-hari. Namun keberadaannya sangat rentan karena mereka berjualan

di kawasan legal atau ilegal di inti kota. Konsekuensinya berpeluang dan menambah

kekumuhan kota apalagi tidak ada penataan dan aturan yang jelas terhadap sektor

informal untuk mengatur diri sendiri. Rata-rata sektor informal ini kesulitan untuk

melepaskan diri dari himpitan ekonomi. Mereka yang terjebak dalam sektor informal

selalu kesulitan untuk melepaskan diri dari atribut masyarakat miskin yang dialami

sebelumnya ketika tinggal di desa (Winarno, 2005).

Di daerah perkotaan sering di identikkan bahwa masyarakat miskin adalah

masyarakat yang bekerja di bidang sektor informal. Penduduk marginal atau

pengangguran tersembunyi di mana kehadiran mereka dapat dipandang dari dua sisi

positif dan negatif. Pada sisi positif, kehadiran mereka memberikan kontribusi positif

dalam perkembangan ekonomi lokal perkotaan, karena menghasilkan nilai tambah

terhadap penghasilan pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi yang mereka

bayarkan kepada pemda setempat. Di samping itu sektor informal mampu menyerap

angkatan tenaga kerja dan mengurangi permasalahan sosial di perkotaan. Sedang sisi

negatif keberadaan mereka berdampak negatif seperti timbulnya kemacetan lalu

lintas, pencemaran lingkungan serta kesadaran hukum yang rendah.

Penduduk yang berkerja di sektor informal ini di katakan sebagai penduduk

(21)

kelangsungan hidup sehari-hari, bukan untuk menumpuk keuntungan atau meraih

kekayaan (Todaro, 2000).

Sektor informal didalam menjalankan kegiatan usaha selalu dihadapkan pada

masalah persaingan usaha, hal ini dilatar belakangi ketidakmampuan mereka dalam

hal permodalan, kemampuan tenaga kerja dan pengalaman berusaha dalam hal

menawarkan produk yang dijual, pengetahuan yang terbatas dalam mengelola usaha

serta kemampuan dari produk untuk memasuki pasar yang lebih luas sangat terbatas.

Hal ini akibat dari banyaknya barang dagangan impor yang membanjiri pasar dengan

tingkat harga yang lebih kompetitif dan bervariasi serta kualitas yang lebih baik jika

dibandingkan dengan barang lokal atau barang dalam negeri.

Beberapa tahun terakhir dapat dilihat banjirnya produk makanan dan

minuman dari luar negeri yang banyak ragamnya, mulai yang bermitra dengan

perusahaan di Indonesia atau lebih dikenal dengan toll manufacturing, produk impor

legal dan produk ilegal. Jika dicermati dengan baik, ternyata produk tersebut tidak

hanya dihasilkan oleh industri besar akan tetapi juga dihasilkan oleh usaha kecil.

Semuanya mempunyai kesamaan yaitu memiliki penampilan produk yang prima, baik

dari segi kemasan maupun kualitas produknya. Kemasan produk impor tersebut

mempunyai desain yang menarik dan terbuat dari bahan yang baik sehingga dapat

menarik minat konsumen untuk membelinya. Dan satu keunggulan lagi adalah

harganya yang sangat kompetitif.

Perdagangan di sektor informal ini kurang dapat berkembang kearah usaha

(22)

disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan usaha yang masih

bersifat tradisional, tambahan modal kredit dari pihak ketiga yang masih kecil dan

informasi tentang dunia usaha sangat terbatas, jumlah dan kualitas tenaga kerja yang

terbatas, sifat kualitas barang yang dijual hanya sebatas kebutuhan untuk barang

dagangan saja. Karena itu yang harus dicapai dalam usaha sektor informal ini dalam

peningkatan pendapatan usaha harus didukung oleh penguasaan terhadap usaha

tersebut.

Setelah memahami betapa pentingnya pengembangan usaha di sektor informal

ini, maka dapat disadari bahwa para pedagang pada sektor informal akan mendapat

kesulitan dalam mewujudkannya tanpa dukungan dan bantuan dari pihak-pihak

terkait, bagaimanapun mereka menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang kadang

kala tidak dapat mereka pecahkan sendiri. Ketiadaan akan dukungan yang diberikan

terhadap pedagang sektor informal ini oleh pemerintah merupakan kendala bagi

usaha mereka untuk lebih maju dan berkembang.

Oleh sebab itu di era otonomi daerah saat sekarang ini hendaknya para

Pemerintah Daerah membuat suatu kebijakan bagi sektor informal karena tidak hanya

memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja, namun juga merupakan

ujung tombak dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran.

Angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor formal akan berpaling atau

(23)

kehidupannya. Mereka yang bekerja di sektor informal adalah yang bekerja sendiri

dengan atau bantuan orang lain dan pekerja rumah tangga.

Ahaf (2008) mengumumkan angka pengangguran Februari 2008 menurun

dibandingkan Februari 2007 dan Agustus 2007. Problem pengangguran terselamatkan

oleh sektor informal yang lebih bisa menyerap tenaga kerja. Meski jadi penyelamat,

sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam perspektif penyerapan tenaga kerja.

Pada umumnya, sektor informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian,

perdagangan, dan jasa kemasyarakatan. Penyerapan tenaga kerja tersebut sekitar 70

persen pekerja di sektor informal, 30 persen di sektor formal.

Di Kabupaten Labuhanbatu data jumlah pencari kerja yang terdaftar pada

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2008 adalah 1.537 orang

yang terdiri dari laki-laki 548 orang dan perempuan 989 orang.

Tabel 1.1. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008

No. Tamatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009 (diolah)

Kemudian data dari BPS menunjukkan selama 5 tahun terakhir di Kabupaten

(24)

yang cukup signifikan terutama pada Kecamatan Rantau Utara, yang dapat dilihat

Sumber: BPS, Labuhanbatu dalam Angka, 2009

Melihat potensi dan kenyataan yang ada ini, maka penulis tertarik untuk

meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal yang berada

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu. Namun karena sektor informal

ini begitu luas maka penulis persempit penelitian ini atau dispesifikasikan hanya pada

sektor informal yang bergerak pada usaha makanan dan minuman.

Alasannya kenapa saya hanya spesifikasikan pada usaha makanan dan

minuman dan berlokasi hanya di Kecamatan Rantau Utara karena kenyataan yang ada

saat ini bahwa lokasi usaha makanan dan minuman yang ada menunjukkan

(25)

makanan dan minuman yang membanjiri setiap jalan protokol maupun jalan

di kampung pada Kecamatan Rantau Utara.

Semakin bertambahnya lokasi makanan dan minuman ini dapat kita

asumsikan bahwa memang daya beli masyarakat mengkonsumsi juga cukup tinggi.

Jika dilihat dalam hal promosi desain produk dan lokasi usaha dapat memikat daya

beli konsumen, produk makanan dan minuman mempunyai rasa yang lezat dan bisa

di terima konsumen, harga yang dapat bersaing, karyawan yang ramah dan sopan

juga menjadi daya pikat bagi konsumen.

Kemudian alasan mengapa penulis meneliti di Kecamatan Rantau Utara

karena merupakan daerah perkotaan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Penjual

makanan dan minuman yang dimaksud penulis dalam penelitian ini didasarkan pada

golongan usaha yang terdaftar maupun yang tidak memiliki izin usaha pada Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Labuhanbatu (Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia, 2006). Golongan usahanya yang berada di sekitaran

atau pinggiran jalan.

Keterbukaan peluang untuk berusaha bagi para penjual makanan dan

minuman dimaksudkan untuk mengatasi masalah pengangguran yang dari tahun ke

tahun selalu menunjukkan peningkatan dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja

dan bisa juga sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi daerah khususnya pada

Kabupaten Labuhanbatu.

Penelitian ini khusus ingin mengamati dan menganalisis 4 faktor yang

(26)

Utara Kabupaten Labuhanbatu yaitu: modal kerja, tenaga kerja, alokasi waktu usaha,

dan lama berusaha.

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal

kerja mempengaruhi pendapatan usaha yang akan meningkatan jumlah produk

makanan dan minuman atau bisa juga digunakan untuk pengembangan lokasi usaha

sehingga akan meningkatkan pendapatan yang secara otomatis juga akan

meningkatkan keuntungan.

Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis

jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha yang secara otomatis akan

mempengaruhi keuntungan usaha. Dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang

sesuai dengan kebutuhan tidak akan kesulitan dalam pelayanan dan kepuasan

pelanggan akan tercipta.

Faktor alokasi waktu usaha adalah jam usaha atau total waktu yang digunakan

oleh setiap penjual makanan dan minuman untuk berdagang selama 1 hari, seperti

halnya pengguna jam kerja secara bersama-sama ditentukan oleh faktor-faktor

permintaan dan penawaran yang bisa meningkatkan pendapatan dalam berusaha.

Faktor lama berusaha juga merupakan faktor yang berpengaruh karena dalam

kegiatan usaha makan dan minuman dengan semakin lama berusaha

(berpengalaman), penjual makin berpengalaman dalam sistem atau cara dalam usaha

makanan dan minuman tersebut, hal ini bisa meningkatkan pendapatan dalam

(27)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah yang timbul dalam mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya

penjual makanan dan minuman adalah sebagai berikut:

1. Apakah Modal Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

2. Apakah Jumlah Tenaga Kerja Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

3. Apakah Alokasi Waktu Usaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

4. Apakah Lama Berusaha Berpengaruh terhadap Pendapatan Sektor Informal

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan Sektor Informal

di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

2. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Sektor

Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

3. Untuk menganalisis pengaruh Alokasi Waktu Usaha terhadap Sektor Informal

(28)

4. Untuk menganalisis pengaruh Lama Berusaha terhadap Pendapatan Sektor

Informal di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhanbatu.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual

makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam

mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Sektor Informal

khususnya penjual makanan dan minuman di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sektor informal khususnya penjual

makanan dan minuman, serta berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Pemerintah dalam Sektor Informal

Kalau dilihat peran pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ini mengatakan sudah jelas

perlunya peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam

sektor informal agar tetap berperan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang

semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi di Indonesia.

Manurung (2006) mengatakan dalam upaya pembinaan dan pengembangan

usaha kecil dapat juga dilakukan dengan menerapkan sistem pembinaan melalui:

1) Kelembagaan dan manajemen dengan menggunakan sistem dan prosedur

organisasi yang baku.

2) Peningkatan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan serta

memberikan transfer pengetahuan tentang mengelola dunia usaha.

3) Permodalan, hal ini dilakukan dengan cara membantu akses permodalan.

4) Distribusi/pemasaran, dengan memberikan bantuan informasi pasar,

mengembangkan jaringan distribusi.

5) Teknologi, dengan inovasi dan alih teknologi.

Pembinaan dan pengembangan usaha kecil yang dilakukan dapat berupa pada

(30)

1) Pemasaran

a. Penelitian dan pengkajian pasar.

b. Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran.

c. Menyediakan sarana dukungan promosi dan uji pasar.

d. Mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi.

e. Memasarkan produk usaha kecil.

f. Menyediakan konsultan profesional di bidang pemasaran.

g. Menyediakan rumah tangga dan promosi usaha kecil.

h. Memberi peluang pasar terhadap produk yang dihasilkan.

2) Sumber Daya Manusia

a. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan.

b. Meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial.

c. Mengembangkan pelatihan dan konsultasi usaha kecil.

d. Menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan usaha kecil.

e. Menyediakan modul manajemen usaha kecil.

f. Menyediakan tempat magang, studi banding dan konsultasi untuk usaha

kecil.

3) Permodalan

a) Pemberian informasi sumber kredit bagi usaha kecil.

b) Tata cara pengajuan penjaminan dari sumber lembaga penjamin.

c) Mediator terhadap sumber pembiayaan.

(31)

e) Membantu akses permodalan.

4) Manajemen

a) Bantuan penyusunan studi kelayakan.

b) Sistem dan prosedur organisasi dan manajemen.

c) Menyediakan tenaga konsultan dan advisor.

Aspek pengembangan usaha sektor informal yang ada di Indonesia agar

menjadi sebuah usaha yang tangguh dan mandiri, ini berarti bahwa seiring dengan

berjalannya waktu sektor informal akan dapat meningkatkan pendapatan usahanya

tersebut yang merupakan aspek terpenting bagi tercapainya tujuan menjadi suatu

usaha yang tangguh dan mandiri. Hal tersebut dapat di pacu melalui program dan

kegiatan-kegiatan pemberdayaan pengembangan yang diciptakan pemerintah.

Ekonomi kerakyatan yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan

ekonomi yang dilaksanakan, dinikmati dan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan

ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal usaha kecil, pertanian, koperasi dan

sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dan berlangsung

cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring dengan masih terdapatnya jumlah

penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasil pembangunan

ekonomi. Pengembangan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan

melalui penciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan

bidang produksi, pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

(32)

Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenaga kerja juga

sebagai sumber pendapatan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagai

kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor informal.

Sektor informal dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatan ekonomi

rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal.

2.1.1. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi

Pola kemitraan usaha kecil termasuk di dalamnya koperasi dapat dijalin

dengan usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat

berbagai bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum,

sub kontrak, waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah

saling menguntungkan antara pihak-pihak yang melakukan kemitraan usaha.

Keberhasilan suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan

dan perilaku dari pihak-pihak yang melaksanakan kemitraan. Jenis-jenis perilaku

yang dapat muncul dari pihak yang melakukan kemitraan antara lain yang bersifat

tidak ingin untung sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku

mampu menahan diri atau sabar.

2.1.2. Strategi Pembangunan Ekonomi

Setiap strategi pembangunan ekonomi hampir semuanya memiliki dimensi

yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi dari tradisional yang didominasi

peranan sektor pertanian ke perekonomian yang modern bercorak industri.

Pengalaman negara maju dalam mencapai perubahan struktur ekonomi dilaksanakan

(33)

regional, pembangunan sektor industri didasarkan pada teori kutub pertumbuhan

ekonomi. Manfaat ekonomi yang menyebar dari kutub kegiatan ekonomi ke seluruh

bagian wilayah disebut "efek tetesan ke bawah" atau spread effect. Selain efek yang

berupa penyebaran kemajuan ekonomi dari pusat kegiatan ekonomi (kutub) juga

terjadi efek yang merugikan daerah belakang atau daerah pengaruh berupa efek

pencucian (backwash effect). Ini dapat berwujud merosotnya jumlah dan kualitas

sumber daya di daerah belakang dan kerusakan lingkungan, akibat upaya

pembangunan ekonomi yang dipusatkan.

Kemunduran dalam bidang ekonomi dirasakan oleh bangsa Indonesia, setelah

sekitar 30 tahun melaksanakan upaya pembangunan. Kemunduran kondisi ekonomi

tersebut akibat terjadinya krisis ekonomi yang terakhir terjadi di Amerika Serikat

yang selanjutnya berdampak parah pada perekonomian Indonesia. Ketergantungan

pada impor barang dan jasa serta besarnya pinjaman swasta ke luar negeri merupakan

penyebab kerawanan dari sisi eksternal. Dalam krisis ekonomi muncul berbagai isu

ekonomi berkaitan dengan korupsi, kolusi dan pemberian fasilitas dan nepotisme.

Perbaikan kondisi ekonomi harus disertai perbaikan kerangka dasar politik dan

hukum yang menjamin tegaknya demokrasi. Strategi mengatasi krisis dilakukan

melalui kebijakan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran. Kebijakan ekonomi yang

berpihak pada ekonomi kerakyatan diperlukan dalam rangka mewujudkan

pemerataan pembangunan dan mewujudkan keadilan sosial. Pendekatannya dapat

(34)

Sementara itu kegiatan pemerintah dalam perekonomian menurut Suparmoko

(2000), secara garis besar dapat diklasifikasikan atas:

1. Kegiatan dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi maupun barang-barang

dan/jasa untuk memuaskan masyarakat (peranan alokasi).

2. Kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer

penghasilan (peran distribusi).

3. Kegiatan menstabilkan perekonomian (peran stabilisasi).

4. Kegiatan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Konsekuensi keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi menyebabkan

pemerintah membutuhkan aparat, investasi, sarana dan prasarana yang berarti harus

melakukan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan. Guna membiayai

pengeluaran tersebut, maka pemerintah harus mencari sumber dana/penerimaan.

Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan

nampak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu

melalui peran pemerintah sangat diharapkan untuk menciptakan distribusi pembagian

pendapatan nasional yang lebih adil (Basri, 2002).

Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan beberapa alasan perlunya campur

tangan pemerintah dalam perekonomian antara lain adalah:

1. Menstabilkan tingkat harga dan mencegah inflasi.

2. Mengukuhkan pertumbuhan ekonomi, dan

(35)

Para ahli ekonomi klasik meyakini bahwa terjadinya suatu perekonomian

dengan persaingan sempurna, pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala

campur tangan pemerintah yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah

tangan-tangan tak kelihatan (invisible hand) akan memandu semua pelaku ekonomi

untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien (Jhingan, 2007).

Todaro (2000) mengatakan bahwa karakteristik khas sektor informal adalah

sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak sangat tergantung kepada

kerjasama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat. Dengan

demikian dapat dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama

antara beberapa orang kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

2. Skala usaha relatif kecil. Modal usaha, modal kerja dan omset penjualan

umumnya kecil, serta dapat dilakukan secara bertahap.

3. Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki ijin usaha seperti halnya

Firma atau Perusahaan Terbatas.

4. Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah dari pada bekerja di sektor

formal.

5. Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya relatif rendah, walaupun

tingkat keuntungan terkadang cukup tinggi, akan tetapi karena omset

(36)

6. Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil.

Kebanyakan usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur

kecil yang langsung melayani konsumennya.

7. Pekerjaan di sektor informal tidak memiliki jaminan kesehatan kerja dan

fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti dana pensiun dan tunjangan

keselamatan kerja.

8. Usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang

keliling, penjual koran, kedai lontong sayur, tukang cukur, tukang becak,

tukang sepatu, warung nasi dan warung kopi.

Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian ataupun

sebagai wadah penampung angkatan kerja, sehingga dapat berperan mengurangi

pengangguran.

2.2. Peran Usaha Makanan dan Minuman dalam Perekonomian

Dalam dasawarsa terakhir, harus diakui globalisasi telah mendorong

terjadinya berbagai perubahan perilaku masyarakat, yang tentunya sangat erat

kaitannya dengan sektor perdagangan dan dampaknya, baik di dalam negeri maupun

antar negara. Bila di waktu lalu kebanyakan orang masih memasak untuk kebutuhan

makan sehari-hari maka saat sekarang ini karena sudah sangat tingginya kesibukan

(terutama di kota-kota besar) sudah banyak kita jumpai membeli makanan siap saji

untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sebagian besar perubahan pola/perilaku

(37)

masyarakat ke cara yang instan atau praktis. Hal itu telah berlangsung di semua

kalangan masyarakat baik golongan tua maupun golongan muda.

Pentingnya peran dan posisi usaha makanan dan minuman di Indonesia

sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian dan perdagangan terlihat dari

tetap kokoh dan berlangsungnya sebagian besar usaha tersebut selama masa krisis

atau transisi beberapa waktu yang lalu. Tidak berlebihanlah kiranya dikatakan bahwa

sektor usaha makanan dan minuman memegang peranan penting dan merupakan

tulang punggung perekonomian nasional walaupun sumbangan tidak terlalu besar

tetapi dapat dijadikan sebagai salah satu peluang usaha yang menjanjikan.

Sangatlah disadari bahwa daya saing dan kemampuan usaha makanan dan

minuman ini perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan

bebas yang berlangsung saat ini. Perdagangan bebas ini mempunyai pengaruh secara

langsung yaitu pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif dapat dilihat bahwa

pasar bebas ini sebagai peluang untuk memperkenalkan jenis masakan tradisional

Indonesia di pasar global. Sedang pengaruh negatif adalah terdapatnya produk jenis

makanan dan minuman luar negeri yang akan lebih mudah masuk dan langsung

berada di tengah-tengah masyarakat kita yang merupakan konsumen dengan

konsumsi yang cukup tinggi dan akan mengambil pasar dari jenis usaha makanan dan

minuman dalam negeri. Karena itulah peran pemerintah sangat diperlukan sebagai

filter dalam mempertahankan jenis makanan dan minuman asli Indonesia agar

(38)

terjadi ini, hendaknya masyarakat dapat meningkatkan atau menumbuhkan jiwa cinta

terhadap makanan dan minuman asli dalam negeri.

2.3. Konsep Pendapatan

Salah satu konsep yang paling sering digunakan untuk mengukur kondisi

ekonomi seseorang atau rumah tangga adalah melalui konsep pendapatan. Menurut

Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang

diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu

kegiatan ekonomi.

Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam

perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor

produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil

yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja

(marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap

pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,

MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi

adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis

riil adalah:

(39)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan

di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ……….... (2.3.2)

Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian

kepada modal dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki

sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan

nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan

ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw,

2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan,

maka:

F(K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………. (2.3.3)

Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah

pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil

konstan, maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba

ekonomis adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan

memiliki modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena

pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan

pengembalian modal (return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut

sebagai laba akuntansi maka dapat dibuat persamaan:

(40)

Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini

seharusnya menjadi pengembalian modal.

Kemudian Pratomo (2006) menjelaskan tentang konsep pendapatan nasional

yang dihitung dengan menggunakan 3 pendekatan:

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Dalam pendekatan ini pendapatan nasional dihitung berdasarkan perhitungan

dari jumlah nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam

suatu perekonomian pada periode tertentu. Nilai barang dan jasa yang

dimaksud adalah nilai akhir barang dan jasa atau nilai tambah barang (value

added) barang.

Nilai akhir adalah nilai barang yang siap dikonsumsi dan tidak lagi digunakan

dalam proses produksi berikutnya. Sedangkan nilai tambah adalah selisih

antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses

produksi termasuk nilai bahan baku yang digunakan. Pendapatan nasional

dihitung dengan menghitung nilai barang akhir atau menjumlah semua nilai

tambah.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan

pendapatan yaitu dengan jalan menghitung semua pendapatan dari masing-

masing pendapatan faktor produksi yaitu pendapatan tanah, modal, tenaga

(41)

profit. Dengan menghitung keempat pendapatan tersebut, kita akan

mendapatkan pendapatan nasional dari pendekatan pendapatan.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendapatan nasional yang dihitung dengan menggunakan pendekatan

pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan

oleh semua pelaku ekonomi, baik itu rumah tangga, perusahaan, pemerintah

dan sektor luar negeri. Pengeluaran dari rumah tangga adalah konsumsi rumah

tangga, pengeluaran perusahaan adalah investasi, pengeluaran pemerintah

adalah seluruh belanja pemerintah, dan pengeluaran luar negeri adalah ekspor

netto (selisih ekspor dan impor). Dengan menjumlahkan keseluruhan dari

pengeluaran tersebut akan diperoleh pendapatan nasional.

Dalam menghitung pendapatan nasional terdapat 2 macam konsep pendapatan, yaitu:

1. Konsep Pendapatan Kewilayahan

Menghitung pendapatan nasional dari jumlah seluruh produksi yang

dihasilkan masyarakat baik itu masyarakat warga negara pribumi dan warga

negara asing dalam suatu negara yang disebut dengan GDP (Gross Domestic

Brutto).

2. Konsep Pendapatan Kewarganegaraan

Menghitung pendapatan nasional dari seluruh produksi yang dihasilkan oleh

seluruh masyarakat Indonesia, baik itu didalam maupun di luar negeri yang

(42)

2.4. Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan

Suatu usaha yang bergerak dalam sektor formal maupun informal dalam

penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan

dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan

mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu

tujuan penting dalam berusaha.

Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual

dikalikan dengan harga output per unit. Jika jumlah unit output yang sama dengan Q

dan harga jual per unit output adalah P, maka persamaan pendapatan total adalah

sebagai berikut:

TR = Q x P ………. (2.4.1)

Keynes (dalam Jhingan, 2007) mengatakan dalam teori ekonomi bahwa

kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan antara kecendrungan

mengkonsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga

meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada pendapatan tersebut.

Tingkah-laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik,

tabungan juga naik.

Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam

memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan.

Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan

(43)

yaitu pengaruh positif (pendapatan dan keuntungan) dan pengaruh negatif (beban dan

kerugian). Selisih dari keduanya nantinya menjadi laba atau rugi.

Pendapatan umumnya digolongkan atas pendapatan yang berasal dari kegiatan

normal perusahaan dan pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal

perusahaan. Pendapatan dari kegiatan normal perusahaan biasanya diperoleh dari

hasil penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama

perusahaan. Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan adalah

hasil di luar kegiatan utama perusahaan yang sering disebut hasil non operasi.

Pendapatan non operasi biasanya dimasukkan ke dalam pendapatan lain-lain,

misalnya pendapatan bunga dan deviden.

Di negara terbelakang hubungan antara pendapatan, konsumsi dan tabungan

ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat, mereka

mempergunakannya lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung

ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal

mengkonsumsi sangat tinggi di negara tersebut sedangkan kecenderungan marginal

menabung sangat rendah. Pandangan Keynes ini menunjukkan kepada kita bahwa

bilamana kecenderungan marginal mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi,

output dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat dari pada kenaikan

pendapatan. Tetapi negara terbelakang tidak mungkin meningkatkan produksi barang

konsumsi karena kekurangan faktor pendukung, walaupun konsumsi meningkat

sebagai akibat kenaikan pendapatan. Akibatnya, harga naik sedangkan pekerjaan

(44)

Sedangkan pada sisi tabungan, dianggap bahwa tabungan sebagai sifat sosial

yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan berkurangnya permintaan

agregat. Sekali lagi, gagasan ini tidak dapat diterapkan pada negara terbelakang

karena tabungan merupakan obat mujarab bagi keterbelakangan ekonomi mereka.

Pembentukan modal adalah kunci pembangunan ekonomi, dan pembentukan modal

dimungkinkan melalui tabungan masyarakat yang meningkat. Berbeda dengan

pandangan Keynes, negara terbelakang dapat berkembang dengan cara membatasai

konsumsi dan meningkatkan tabungan. Bagi negara terbelakang, tabungan tidak

merupakan hal yang buruk, tetapi merupakan sesuatu yang baik.

2.5. Modal dalam Sektor Informal

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia

usaha, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan

pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung

dari sudut mana meninjaunya. Peran modal dalam suatu usaha sangat penting karena

sebagai alat produksi suatu barang dan jasa. Suatu usaha tanpa adanya modal sebagai

salah satu faktor produksinya tidak akan dapat berjalan. Demikian juga di sektor

informal modal sangat besar pengaruhnya walaupun mungkin besarnya tidak sebesar

di sektor formal.

Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena

berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai

(45)

harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan

resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.

Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang

tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan

penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur

keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai

usaha dagangan setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk

pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu output

tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian

didalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal yang

besarnya sama dengan seandainya pedagang menanamkan modalnya di dalam sektor

ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri. Sehingga keuntungan

merupakan hal yang sangat berat bagi seorang pedagang.

Menurut Manurung (2007), dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan

sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan

berkembang tanpa di dukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi

jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri

memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang

bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber-

(46)

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap

(variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun barang yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC)

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya

biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan

biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor

penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan

terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi

meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang,

kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan

di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat

yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini

disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya

pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan

modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat

kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang

rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;

misalkan 10.000 pekerja penganggur itu digunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari

100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi

(47)

Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini

menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan

mengurangi resiko dalam mendapatkan pasar dan meningkatkan rangsangan untunk

investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang

memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan

untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara

terbelakang.

Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu

jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah

tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat

rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan

meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar

lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang

pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata

tabungan sebelumnya.

2.6. Tenaga Kerja dalam Sektor Informal

Pada dasarnya suatu kegiatan perekonomian di bidang apapun akan

dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor yang lain dan juga

sifat-sifat manusia itu sendiri. Yang kita maksud dengan human resources disini ialah

(48)

maka tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi. Hanya

penduduk yang berupa tenaga kerja yang dapat dikatakan sebagai faktor produksi.

Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang

bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang

mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja

adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga

kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).

Rata-rata umur angkatan kerja di negara berkembang misalkan di Indonesia

mulai 10 tahun ke atas yang lebih mudah jika dibandingkan dengan negara maju

mulai 15 tahun ke atas. Demikian juga dengan kualitasnya angkatan kerja pada

negara-negara berkembang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju.

Rendahnya kualitas tenaga kerja tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan

dan tingkat pengetahuan tenaga kerja.

Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand

dalam masyarakat, permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan

tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan

dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Besar penempatan (jumlah orang

yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan

dan permintaan tenaga kerja itu sendiri. Selanjutnya besarnya penyediaan dan

(49)

Dalam ekonomi neo klasik (dalam Suparmoko, 2000) bahwa penyediaan atau

penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Sebaliknya

permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Hal

tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja

Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap

mengenai pasar kerja, maka teori neo klasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan

tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan pada saat penyediaan tenaga

kerja sama dengan permintaan yang dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal

penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, tidak terjadi pengangguran.

Pada kenyataannya, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena

(50)

Upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We).

Sedangkan pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga adalah Ls sedang

permintaan hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah

pengangguran. Tiap-tiap negara memberikan pengertian yang berbeda mengenai

definisi bekerja dan menganggur, dan definisi itu dapat berubah menurut waktu.

Dalam suatu usaha apapun peran tenaga kerja sangat diperlukan sebagai suatu

alat penggerak dari suatu roda usaha. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus

disesuaikan dengan pendapatan dari usaha tersebut, semakin tinggi permintaan maka

akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup

efektif pemakaian tenaga kerja tersebut.

2.7. Alokasi Waktu Usaha dalam Sektor Informal

Alokasi waktu usaha adalah total waktu usaha atau jam kerja usaha yang

digunakan oleh seorang pedagang di dalam berdagang. Semakin tinggi jam kerja

yang kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima

pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan akan pedagang akan semakin

terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

Menurut Becker (dalam Jajasan, 2001) mengatakan Teori Rumah Tangga

Baru (New Home Economic Theory) membangun teorinya berdasarkan prilaku

konsumen dalam ekonomi mikro dengan memperkenalkan rumah tangga/keluarga

sebagai unit analisis. Teori ini mengasumsikan bahwa utility rumah tangga tidak

(51)

komoditi Z dari kombinasi barang dan jasa (X) yang dikonsumsi selama periode

tertentu. Hubungan ini dapat dituliskan dengan:

Z = z (X, T) ………..(2.7.1)

Masing-masing komoditi Z dapat dibeli di pasar atau diproduksi sendiri di rumah,

hingga total:

Z = Xm, Xh ……….. (2.7.2)

Hasil substitusi persamaan (2) dan (1) menjadi utility:

Z = z (Xm, Xh, T)………. (2.7.3)

Komoditi yang dibeli dan diproduksi di rumah dipisahkan, di mana komoditi yang

dihasilkan di rumah diproduksi dalam suatu periode waktu tertentu di rumah,

sehingga:

Xh = f(H) ………..(2.7.4)

Hingga konsumsi keluarga dimaksimalkan dengan batasan waktu dan anggaran,

di mana pendapatan keluarga dan pengeluaran uang untuk konsumsi (Xm) tergantung

pada income yang diperoleh di pasar, tingkat upah individu (W) kali jumlah waktu

yang digunakan untuk bekerja di pasar (N) dan income yang berasal dari tenaga kerja

lain dalam rumah tangga. Persamaan ini dapat ditulis secara matematis sebagai

berikut:

Xm = WN + V ………..(2.7.5)

Dalam hal ini waktu merupakan sumber daya yang penting, dengan batasan yang

normal 24 jam sehari yang harus dialokasikan pada beberapa aktivitas seperti istirahat

(52)

T = H + N + L ……….. (2.7.6)

Tingkat konsumsi optimal suatu rumah tangga adalah saat marginal productivity dari

bekerja sebanding dengan marginal rate dari substitusi antara barang dan konsumsi

waktu. Alokasi waktu keluarga mungkin pada aktivitas bekerja dan konsumsi.

Kendala waktu adalah:

Ti = TC = T – Tw ………..(2.7.7)

Di mana TC adalah waktu untuk konsumsi yang jumlahnya sama dengan jumlah

seluruh waktu tersedia. Becker menekankan bahwa waktu dapat dialokasikan secara

efisien di antara aktivitas yang berbeda. Perubahan dalam efisien market akan

menyebabkan realokasi waktu oleh anggota keluarga lain. Sehingga penekanan

dilakukan pada alokasi waktu dari opportunity cost pada anggota keluarga yang

bekerja, bukan yang tidak bekerja.

2.8. Lama Berusaha dalam Sektor Informal

Faktor lama berusaha bisa juga di katakan dengan pengalaman. Faktor ini

secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan

fungsi dari pendapatan. Namun, dalam aktivitas sektor informal dengan semakin

berpengalamannya seorang penjual, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan

atau keuntungan usaha.

Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat

kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh

(53)

dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat

dilihat bahwa tidak ada kesamaan antara sesama pedagang sektor informal dalam

kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan

juga berbeda.

Foster (2001) mengatakan ada beberapa hal dalam menentukan

berpengalaman tidaknya seorang pengusaha yang sekaligus sebagai indikator

pengalaman kerja yaitu:

1. Lama waktu/masa kerja.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat

memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

2. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pengetahuan dilihat dari konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain

yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk

memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan.

Sedangkan keterampilan dilihat dari kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk

mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

3. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik peralatan

dan tehnik pekerjaan.

Pengalaman berusaha terjadi karena adanya kesempatan kerja yang timbul

karena adanya investasi dan usaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentukan

(54)

pembangunan yang diterapkan juga akan mempengaruhi usaha perluasan kesempatan

kerja.

Pengalaman berusaha juga merupakan pembelajaran yang baik guna

memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengambilan

keputusan. Misalkan jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan selama satu

bulan, dengan pengalaman berusaha yang baik maka dapat dianalisis bahwa

pendapatan yang dihasilkan menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki

seorang pedagang, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh

seorang pedagang semakin besar pula tingkat kompleksitas usaha.

Pengalaman dan lamanya berusaha akan memberikan pelajaran yang berarti

dalam menyikapi situasi pasar dan perkembangan ekonomi saat ini. Pengalaman dan

lama berusaha akan memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha informal dalam

menjalankan kegiatan usaha jika dibandingkan kepada usaha informal yang masih

pemula. Pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha demi

kelangsungan hidup usaha terfokus pada pengalaman masa lalu, pengalaman masa

lalu akan berguna sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap ke depan dalam upaya

mengembangkan usaha ke arah yang lebih maju dan berkesinambungan.

2.9. Hubungan Faktor Produksi dengan Pendapatan

Dalam Proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga

disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya

(55)

keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang

mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah

diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu

saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti.

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses

produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini

menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi

masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai

berikut:

Q = f {K, L} ………...…... (2.9.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni

modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering

digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil

produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour).

Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau

jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana

fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALá Kâ ………...…(2.9.2)

Dimana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan

barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang

(56)

semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan

satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,

mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L

dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output dari

modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan

atas skala produksi, jika á + â > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala

produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas

skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Dominic Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat

dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan

hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan

tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti usaha sektor informal. Ini berarti

bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam

kegiatan produksi usaha sektor informal dapat memberikan beberapa kemungkinan

tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.10. Penelitian Sebelumnya

Pulungan (2003) menemukan bahwa asset dan lama berusaha memberikan

pengaruh yang positif sebesar 0,755 dan 0,382 dan signifikan secara statistik terhadap

pendapatan pengusaha industri kecil di Kota Medan dengan tingkat kepercayaan

95%. Sementara untuk tenaga kerja dan tingkat pendidikan berpengaruh secara positif

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tamatan Tahun 2008
Tabel  1.2.  Jumlah Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kecamatan Tahun 2004-2008
Gambar 2.1. Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan

[r]

[r]

Another finding revealed that almost all the English teachers at Laboratorium Elementary School assumed that teaching vocabulary using different techniques in a fun way

S-02 sudah mengetahui informasi dari soal dengan benar, namun karena S-02 tidak memahami konsep pythagoras dan tidak bisa mengaitkannya untuk menyelesaikan

The formulation of the strategy obtained which maintain competitive prices, benchmark sense ampyang UKM “Ampyang Khas Jawa” as the main competitor (Ampyang

Syukur Lenteng Agung Jakarta

4 In the opinion of the Council and management of Tasman District Council, the annual financial statements for the year ended 30 June 2016 fairly reflect the financial position,